Anda di halaman 1dari 189

Contoh Artikel

Naratif Populer
Pelaporan KKL2023

Membangun Indonesia
Dari Desa
PENULIS:
Yusriadi, Saripaini, Tuti Alawiyah, Siti Muslikah, Zainal Arifin,
Ismail Ruslan, Tatik Hanjarsari, Nursieh, Heriansyah, Mita Hairani
Perpustakaan Nasional:
Katalog dalam Terbitan (KDT)

MEMBANGUN INDONESIA DARI DESA


Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved
© 2023, Indonesia: Pontianak

PENULIS:
Yusriadi, Saripaini, Tuti Alawiyah, Siti Muslikah, Zainal Arifin, Ismail
Ruslan, Tatik Hanjarsari, Nursieh, Heriansyah, Mita Hairani

Editor:
Fahmi Ichwan & Saripaini

Cover dan Layout:


IAIN Pontianak Press

Diterbitkan Oleh:
IAIN Pontianak Press
Jl. Letjend. Soeprapto No.19 Pontianak 78121
Telp./Fax. (0561) 734170

Cetakan Pertama: Oktober 2023


(190 hal : 14.8 x 21 cm)
Pengantar

A
lhamdulillah kami haturkan kepada Allah
swt atas segala kenikamatan, kemudahan
dan hidayah yang telah diberikan. Hanya
dengan karunia-Nyalah pada akhirnya buku Membangun
Indonesia Dari Desa, telah terselesaikan.
Buku yang ada di tangan pembaca merupakan hasil
kolaborasi tulisan naratif populer tentang Sejarah, Profil
dan perkembangan desa yang ada di Kalimantan Barat.
Dalam Buku ini terdapat 13 bagian tema tulisan: Pertama
tentang gambaran umum desa, Bagian kedua Kehidupan
Sosial Masyarakat, Bagian Ketiga tentang Pendidikan
Desa, Bagian Keempat Profil Tokoh Masyarakat, Bagian
Kelima Tentang Ekonomi Desa, Bagian Keenam Kulin-
er, Bagian Ke Tujuh Tentang Adat Kebudayaan, Bagian
Kedelapan Etnik, Bagian Kesembilan, Permainan Rakyat
Bagian Kesepuluh Pengobatan Tradisional, Bagian Kese-
belas tentang Cerita Rakyat, Bagian Kedua Belas tentang
Narasi Kegiatan dan ketiga Belas tentang Keagamaan.
Akhirnya, karena buku ini hanyalah produk ijtihadi
Membangun Indonesia Dari Desa | 3
pemikiran manusia yang memiliki banyak kekurangan,
maka Tim Penulis menyadari tulisan ini jauh dari sempur-
na. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat mem-
banggun dari semua pihak sangat diharapkan demi terca-
painya sebuah kesempurnaan atau paling tidak mendekati
kesempurnaan karena kesempurnaan yang sebenarnya ha-
nyalah milik Allah semata.

Pontianak, Oktober 2023

4 | Membangun Indonesia Dari Desa


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................... 3
DAFTAR ISI ..................................................................................... 5

Bagian 1. GAMBARAN UMUM DESA/DUSUN


1. Profil Desa Dabong
Yusriadi................................................................................................ 9
2. Sejarah dan Perkembangan Desa Dabong
Saripaini................................................................................................ 13

Bagian 2. KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT


3. Gang Rembulan
Tuti Alawiyah......................................................................................... 19
4. Rumah Tengah Hutan
Saripaini................................................................................................ 24

Bagian 3. PENDIDIKAN
5. Berkunjung ke SD dan SMP SATAP (Satu Atap)
Siti Muslikha.......................................................................................... 33
6. Pendidikan di Kapuas Hulu
Zainal Aripin.......................................................................................... 38

Bagian 4. PROFIL TOKOH MASYARAKAT


7. Apak: Ampung dan Pemain Bola
Yusriadi................................................................................................ 42

Bagian 5. EKONOMI DESA


8. Rupiah dan Ringgit
Ismail Ruslan & Yusriadi......................................................................... 61
9.Ekonomi Masyarakat Temajuk
Ismail Ruslan & Yusriadi......................................................................... 65
10.Rupiah dan Ringgit
Ismail.................................................................................................... 68

Bagian 6. KULINER
11. Temet Bagi Orang Kapuas Hulu
Yusriadi,................................................................................................ 73
Membangun Indonesia Dari Desa | 5
12. Tempoyak
Tatik Hanjarsari...................................................................................... 76

Bagian 7. ADAT KEBUDAYAAN


13. Tradisi kelahiran penduduk Desa Dabong
Saripaini,.............................................................................................. 85
14. Tradisi Pernikahan Warga Sungai Besar
Zainal Arifin........................................................................................... 90

Bagian 8. ETNIK
15. Orang Cina Di Desa Dabong
Saripainii,.............................................................................................. 99

Bagian 9. PERMAINAN RAKYAT


16. Ketapel dan Soldo
Saripaini................................................................................................ 111
17. Primadona Masa Kanak-kanak
Saripaini................................................................................................ 115

Bagian 10. PENGOBATAN TRADISIONAL


18. Pengobatan Tradisional di Desa Kuala Secapah
Nursieh.................................................................................................. 125

Bagian 11. CERITA RAKYAT/SASTRA LISAN


19. Bamai Mencari Istri (BBAMAI NGOGA’ BINI)
Yusriadi................................................................................................. 137
20. Kempunan Telur Ikan Tembakul
Heriansyah............................................................................................. 156

12. NARASI KEGIATAN/PERJALANAN


21. Perjalanan Ke Tapal Batas
Mita Hairani.......................................................................................... 175

13 KEAGAMAAN
22. Kegiatan Keagamaan di Sri Wangi
Saripaini................................................................................................ 185

6 | Membangun Indonesia Dari Desa


Bagian 1
GAMBARAN UMUM
DESA

Membangun Indonesia Dari Desa | 7


8 | Membangun Indonesia Dari Desa
1
PROFIL DESA DABONG
Oleh: Yusriadi

A. Geografi Desa Dabong

P
erjalanan menuju Desa Dabong dari pelabuhan
Rasau Jaya dengan menggunakan motor air
memakan waktu kurang lebih 7 jam perjala-
nan sedangan jika melalui jalur darat dapat menggunakan
sepeda motor yang memakan waktu sekitar 3 jam perjala-
nan, dengan infrastuktur jalan yang kurang baik.
Jalan penghubung antara Desa Dabong dengan Rasu
Jaya ini dibangun sekitar tahun 2000-an, jalan inilah yang
menghubungkan Desa Dabong dengan Rasau Jaya dan
dengan adanya jalan ini (jalan penghubung antara Desa
Dabong dengan Rasau Jaya) sedikit membuka Desa Da-
bong yang terisolir selama ini sebuah desa yang hanya
bisa dijangkau dengan menggunakan transportasi air yang
menyita waktu yang cukup lama.
Kemudian pada tahun 2010 jalan-jalan di perkam-
pungan desa diperbaiki dari yang awalnya hanya jalan
tanah dibangun menjadi jalan semen yang lebarnya ku-

Membangun Indonesia Dari Desa | 9


rang lebih 2 m. Pembangunan ini sangat membantu pen-
duduk Desa Dabong dalam beraktivitas kerja, sekolah,
dan berbagai aktivitas lainnya.
Desa Dabong adalah salah satu desa dari desa-de-
sa yang ada di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya,
Provinsi Kalimantan Barat. Luas seluruh wilayah Desa
Dabong adalah 23.600 hektar yang meliputi daratan
15.100 hektar, perairan 36.00 hektar dan hutan lindung
4.895 hektar.
Desa Dabong terbagi menjadi tiga dusun yakni dusun
Mekar Jaya, Dusun Meriam Jaya dan dusun Selamat Jaya.
Dusun Mekar Jaya ialah pusat dari Desa Dabong dan
tempat inilah yang dikenal dan akrab masyarakat sebut
Dabong sedangkan pada wilayah lainnya yang juga mer-
upakan bagian dari dari desa ini memiliki nama tersendiri
seperti Muara Kubu, Tran (Parit Mak Mariam), dan Sem-
buluk.
Dusun Meriam Jaya adalah wilayah yang dikenal
dengan nama Tran atau Parit Mak Mariam. Sedangkan
Dusun Selamat Jaya adalah wilayah yang akrab dengan
nama Sembuluk.
Batas wilayah Desa Dabong itu sendiri berbatasan
langsung dengan Desa Olak-Olak Kubu di sebelah Utara,
Desa Mengkalang Jambu di sebelah Barat, berbatasan
dengan laut/Kecamatan Batu Ampar di sebelah Selatan
dan berbatasan dengan Sungai Kapuas/Desa Kubu di se-
belah Timur.

B. Bentuk dan Pola Perkampungan Desa Dabong


Di Desa Dabong tepatnya Dusun Mekar Jaya ter-
diri dari deret-deret rumah yang tersusun rapi mengikuti
pola jalan dan sungai. Bangunan-bangunan yang ada di
10 | Membangun Indonesia Dari Desa
Desa Dabong adalah 1buah masjid, 1buah surau, 1 buah
pekong, kantor desa, dan satu buah gedung serba guna,
gedung ini digunakan untuk berolah raga seperti bermain
bulu tangkis, area senam ibu-ibu dan gedung ini juga mer-
angkap menjadi tempat pertemuan. Kemudian di Desa Da-
bong hanya terdapat 1 bangunan sekolah menengah per-
tama yakni SMP Negeri 9 Kubu, yang terletak di antara
dusun Mekar Jaya dan dusun Meriam Jaya. 1 bangunan
sekolah dasar yakni SD Negeri 23 Kubu dan satu bangu-
nan PAUD. Salain itu ada juga fasilitas kesehatan yaitu
satu bangunan POSKESDES.
Desa Dabong tepatnya di dusun Mekar Jaya terdiri
dari beberapa deret rumah yang tersusun rapi di pinggir
kanan dan kiri jalan serta sungai. Deret rumah mengi-
kuti pola jalan dan sungai. Rumah orang Dabong sudah
mengikuti pola rumah rumah moderen seperti model ru-
mah perkotaan.
Bangunan rumah penduduk berpentuk persegi pan-
jang dengan tiang yang tingginya sekitar 4,25 m. Atap
yang digunakan penduduk pada umumnya adalah seng
biasa tapi ada beberapa rumah yang telah menggunakan
genteng metal. Model atap rumah penduduk pada umumn-
ya adalah melancip keatas dari depan tampak jelas dengan
pola segitiga banyak di antaranya bersusun dua sampai
tiga susun. Juga terdapat beberapa model atap rumah yang
menghadap ke samping.
Dinding rumah atau tembok rumah penduduk
pada umumnya adalah dinding yang terbuat dari semen.
Kemudian lantai pada rumah penduduk biasanya adalah
porselen, semen dan papan, banyak di antara rumah pen-
duduk terasnya menggunakan lantai porselen sedangkan
bagian dalam adalah lantai semen dan ada juga rumah pen-
duduk yang menggukan lantai papan. Sedangkan dinding
Membangun Indonesia Dari Desa | 11
(tembok) rumah penduduk sebagian besar adalah semen
hanya beberapa yang masih menggunakan papan. Selain
terdapat satu pintu rumah utama pada rumah-rumah di
Desa Dabong juga terdapat banyak rumah yang memiliki
pintu samping dan pintu belakang atau pintu dapur.
Di dalam rumah terdapat dua, tiga ruangan atau lebih,
satu ruangan adalah untuk menerima tamu dan merangkap
menjadi ruang keluarga, satu ruangan untuuk dapur, satu,
dua ruangan atau lebih adalah kamar tidur dan satu WC
yang biasa merangkap menjadi kamar mandi.

Dikutip dari Yusriadi: Romantika Dabong)

12 | Membangun Indonesia Dari Desa


2

SEJARAH DAN
PERKEMBANGAN
DESA DABONG
Oleh: Saripaini

M
enurut beberapa informan yang diwawan-
carai Dabong telah dibuka lebih dari 200
tahun yang lalu oleh Juragan Muham-
mad Saleh. Bahkan wilayah Dabong lebih dahulu dibu-
ka dibandingkan dengan wilayah Kubu. Desa Dabong
terletak di kecamatan Kubu. konon desa ini adalah desa
tua. Desa ini terdapat pumukiman diperkirakan pada tahun
1780 an.
Penjajahan Belanda terhadap tanah air kita selama
kurang lebih 350 tahun menimbulkan penderitaan dan
kesengsaraan lahir dan bathin bagi bangsa Indonesia.
Ketakutan yang menghantui rakyat Indonesia. Sehingga
diambillah keputusan untuk hijrah ke tempat yang lebih
aman. Salah satu daerah yang dianggap aman pada saat itu
adalah daerah Sembuluk yang jauh dari jangkauan penja-
Membangun Indonesia Dari Desa | 13
jah sehingga datanglah satu kelompok yang bermukim di
tempat tersebut dan ketika wilayah sekitar pemukiman itu
dinganggap aman dari jangkauan penjahan maka orang-
orang ini memberanikan diri untuk pergi mendekati laut
untuk memenuhi tuntutan ekonominya sehingga mereka
merasa bahwa dipesisir laut aman untuk di tempati. Akh-
irnya beberapa orangpun berani untuk bermukim di pesisir
pantai salah satu nama tokoh yang disebut-sebut tinggal
di wilayah Dabong sebelum kedatangan Juragan Muham-
mad Saleh adalah Ibrahim Kahar.
Tidak lama waktu berselang datanglah seorang pe-
laut dari Daik Riau yang bernama Muhammad Saleh atau
lebih dikenal dengan gelar Juragan Muhammad Saleh
karena selain sorang pelaut beliau juga seorang Juragan
kapal. Setelah menemukan wilayah ini akhirya Juragan
Muhammad Saleh pun tinggal dan metap diwilayah yang
saat ini kita kenal dengan nama Dabong.
Setelah itu juragan Muhammad Saleh membuka
wilayah ini secara resmi dan hingga kini diakui bahwa ju-
ragan Muhammad Salehlah yang membuka Desa Dabong.
Begitu pula dengan penamaan Desa Dabong. Juragan Mu-
hammad Salehlah yang memberikan nama Dabong pada
desa ini dalam asal mula nama Dabong terdapat dua versi
yang berbeda yakni, pertama, Dabong berasal dari suara
ombak ketika menghentam sebuah kayu yang berbunyi
“bong gedebong”. Kedua, Dabong diambil dari nama
kayu yang banyak terdapat wilayah ini. Yakni kayu “nibo-
ng”. Untuk saat ini belum terdapat kebenaran yang tepat
dalam asal kata dabong.
Pada masa itu Juragan Muhammad Saleh sangat ter-
kenal karena memiliki kekuatan yang tidak dimiliki orang
banyak. Kekeramatan beliau selalu diceritakn oleh anak
cucunya hingga saat ini. Dalam kehidupan sehari-harin-
14 | Membangun Indonesia Dari Desa
ya Juragan Muhammad Saleh memiliki seorang Istri yang
hingga saat ini tidak diketahui siapa namanya dan memi-
liki empat orang anak yang bernama, Ali, Usman Umar
dan salah satu di antaranya adalah seorang anak permpuan
kemudian beberapa anaknya meninggalkan tanah kelahi-
rannya dan menikah, sehingga mereka menjadi orang kota.
Sedangkan anak perempuannya tidak memiliki keturunan
atau generasi penerus.
Itulah sejarah lisan yang diyakani oleh para tetua Da-
bong sebagai cikal-bakal berdiri nya Desa Dabong.
Luas wilayah dan infrasuktur jalan untuk menuju
wilayah Dabong menjadi salah satu penghambat perkem-
bangan wilayah ini. Perekonomian penduduk wilayah Da-
bong awalnya adalah ada hasil bumi berupa kelapa dan
sebagian adalah nelayan.
Dahulu di Desa Dabong banyak terdapat parit-parit
kecil untuk petani mengeluarkan kelapanya dari kebun
namun sekitar 60 tahun yang lalu wilayah ini mendapat-
kan musibah saat itu ada gelombang besar yang melanda
wilayah Dabong yang membuat pagong tak mempu men-
ahanya (tanggul jebol), akibat peristiwa ini menyebabkan
pohon-pohon kelapa di kebun penduduk Dabong menjadi
mati karena terendam air asin. Penduduk Dabong pun ban-
yak yang pindah menninggal wilayah ini (Dabong) dan
hanya tersisa beberapa kepala keluarga saja yang tinggal.
Setelah peristiwa itu berlalu, wilayah yang dipenuhi
dengan pohon kelapa berubah menjadi wilayah yang ban-
yak ditumbuhi oleh bakau. Dan saat ini pohon-pohon
bakau itu telah dilindungi oleh pemerintah, dan kemudian
dikenal sebagai hutan lindung.
Sementara kelapa yang sempat menjadi penopang
hidup penduduk hanyalah tingggal tunggul di antara hutan
mangerove. Sungai-sungai yang awalnya hanya 5 meter
Membangun Indonesia Dari Desa | 15
yang dibuat secara manual untuk mengeluarkan kelapa
kini menjadi semakin melebar dan sampai saat ini lebar
sungai mencapai telah mencapai kurang lebih 60 meter.
Peristiwa ini memiliki dampak besar bagi wilayah Dabong
dan penduduk yang tinggal di dalamnya serta mengaham-
bat perkemabangan Dabong.
Setelah kejadian itu menjadi nelayan adalah pilihan
utama bagi para penduduk. Salah satu alat ukur kemak-
muran masyarakat di suatu wilayah dapat dilihat dari ke-
makmuran penduduk yang tinggal di dalamnya. Walau
Desa Dabong telah dibuka ratusan tahun yang lalu namun
jumlah penduduk Desa Dabong tidak begitu ramai kera-
maian yang terlihat saat ini bermula pada tahun 2000an
apalagi ketika kedatang transmigrasi.

Kemudian waktu terus berjalan. Pada tahun 2004


wilayah Desa Dabong kedatangan transmigrasi dari
wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kehadiran program
pemerintah di sini memacu percepatan pembangunan
wilayah.
Infrastuktur jalan mulai dibangun dan diperbaiki
dengan adanya pembangunan jalan yang membuat akses
menuju Desa Dabong dapat ditempuh dengan jalur darat
hal ini kemudian merespon perkemabangan ekonomi Desa
Dabong yang semakin hari semakin membaik dan terus
membaik dengan sumber daya alam (SDA) dan sumber
daya manusia (SDM) beriringan menuju Dabong lebih
baik.

(Dikutip dari, Saripaini, 2017, Penduduk Desa Dabong,


Kalimantan Barat)

16 | Membangun Indonesia Dari Desa


Bagian 2
KEHIDUPAN
SOSIAL
MASYARAKAT

Membangun Indonesia Dari Desa | 17


18 | Membangun Indonesia Dari Desa
3

GANG REMBULAN
Oleh: Tuti Alawiyah

K
ali ini, tugas tidak dapat dilaksanakan den-
gan lancar. Pak RT tidak ada. Beliau masih
bekerja. Saya hanya bertemu anaknya yang
menjadi lawan bincangan pada waktu menjelang Asar ini.
Penghuni rumah itu pun menyarankan menemui Reni.
Menurut anak Pak RT Kak Reni lebih tahu data warga di
sini.
Saya hubungi Kak Reni melalui via WA. Sembari
mencari rumah sesuai petunjuk anak Pak RT. Namun, WA
nya tidak aktif. Saya putuskan kembali ke rumah RT saja.
Lebih baik menunggu di sini.
Untunglah tiga gang yang akan saya data rumahnya
sudah jelas wilayahnya. Semuanya hanya perlu lurus saja.
Susunan rumah sudah sejajar,karena di sini sudah seper-
ti perumahan. Seperti Gang Rembulan, sekitar 200 meter
saja panjang rumah yang berada di gang ini.
Lokasi tempat sudah jelas. Jalan menuju ke gang ini
juga beraspal. Mulus saja, bisalah berjalan kaki. Karena
Membangun Indonesia Dari Desa | 19
posisi rumah semuanya tersusun rapi dan berdekatan. Lay-
aknya sebuah komplek.
“Pak Rahmad sudah kembali.” pandangan saya
menuju luar rumah.
Tanpa berbasa-basi saya menjelaskan maksud ke-
datangan. Beliau langsung paham dan kembali menaiki
motor king menuju rumah Kak Reni.
Posisi rumah tak jauh, berada di pertengahan dian-
tara wilayah gang ini. Dari rumah Pak Rahmad berada pal-
ing ujung hanya lima menitan saja pakai motor.
Terlihat coklat tua mewarnai dinding luar rumah.
Rumahnya bertingkat satu. Ada teras berukuran kecil. Dan
terdapat dua pintu.
Awalnya saya merasa bingung kenapa harus me-
nemui Kak Reni. Padahal beliau sendiri ketua RT nya.
Ternyata, Pak Rahmad mengandalkan Kak Reni sebagai
perwakilan warganya yang dipercaya dalam penyimpanan
data ruta.
“Assalamu’alaikum” ucap saya.
“Ayok Dek, masok dulu” ucap Kak Reni setelah
diberitahu oleh Pak Rahmad maksud kedatangan saya.
Saya masuk ke dalam. Ia pun bersigap bersemangat
sangat senang bisa membantu.
“Ape dek yang bise Kakak bantu?” tanyanya berse-
mangat.
Saya pun menunjukkan surat tugas survei. Men-
jelaskan kembali maksud dan tujuan kedatangan. Tentu
saja, hal pertama meminta data warga setempat.
Ternyata, ia tak memiliki data ruta sesuai urutan ru-
mah yang ada. Hanya tahu nama warganya saja bertem-
pat tinggal di sini.Lebih lagi, hanya tahu nama panggilan.
Dan tidak ada catatan nama-nama warga secara lengkap.

20 | Membangun Indonesia Dari Desa


Apalagi berurutan.
Pikir saya, harus mendata langsung ke tempat ruta.
Memasuki proses listing. Namun, pengambilan titik GPS
belum bisa, pendataan jumlah ruta belum terdata. Tidak
masalah, cara satu-satunya mendata jumlah keseluruhan
ruta terlebih dahulu.
Pendataan pun mulai setelah salat Asar. Saya kira
saatnya langsung menlisting. Hanya perlu nama kepala
keluarga dan pendamping kepala ruta tersebut.
“Assalamu’alakum, bukalah lok pintunye nih, ini
ade yang nak survey, bentar jah bah”ucap Kak Reni.
Sungguh, terkejut juga. Saya hanya butuh nama
kepala ruta. Tapi, Kak Reni selaku pendamping,menjad-
ikan saya menuju tahapan wawancara. Padahal, ini ma-
sih listing, baru mendata saja. Namun, ia begitu enjoynya
berbicara pada tuan rumah. Malah ia menjelaskan maksud
kedatangan saya. Ia yang menunjukkan surat tugas.
Tidak hanya memudahkan mendata nama-nama ruta.
Saya juga senang melihat tingkah laku enjoynya mengu-
cap salam kedatangan di setiap rumah. Tak ada yang asing
dengan wajahnya. Semua orang tahu dia siapa. Saya ha-
nya tersenyum setiap berpindah lokasi rumah, pasti akan
akrab lebih dan lebih pada orang yang ada dalam rumah.
Bergurau saling menepuk bahu pada masyarakat dan men-
gangkatkan tangan naik ke atas dan langsung memakan
makanan tanpa meminta. Tak kalah uniknya pula, pada
masyakaratnya. Semua di sana memberikan pintu terbuka
lebar menerima tamu. Selama ditemui mereka suka suka
saja. Hanya saja ada beberapa ruta mengira kedatangan
saya untuk pilkada, pemilu atau membantu Jokowi.
“Ini tak ade hubungannye dengan pemilu ye,” begitu
kata Kak Reni.

Membangun Indonesia Dari Desa | 21


Sekali lagi ia membantu dalam menangani ke-
curigaan ibu-ibu Pegawai Negeri. Yah, kedekatannya pada
warga membuat mereka yakin bahwa saya pensurvey me-
mang benar adanya sedang bertugas di BKKBN.
“Apa tuh BKKBN?” tanya salah satu tuan rumah
saya datangi.
“Badan Kepedudukan Keluarga Berencana Nasion-
al” .
“Tahu die tuh dek, cuman nguji kau jak tuh,” cetus
Kak Reni dari halaman rumah.
Setengah pendataan lagi, sebentar lagi akan bera-
khir. Kali ini memasuki rumah yang tampak lebih mewah
ketimbang rumah sebelumnya. Rumah coklat kekuningan,
berpagar dan terlihat lebih tinggi dari rumah lainnya.
“Nama suami ibu?” tanya saya ketika telah dipersi-
lakan ibu berusia sekitar 46 tahun.
“Ah, inilah aku tak suke nih,” ucap ibu itu ketika
diwawancarai perihal suami.
“Alahhe, cuman tanyak jak, tak ade maksud apa bah,
tak usahlah gitu,” rayu Kak Reni.
Hmm. Ternyata ibu ini seorang janda. Ia begitu risih
dan emosi jikalau membicarakan perkara suami. Maklum
saja, mungkin masih menyimpan luka di hatinya.
Sekali lagi Kak Reni sangat membantu. Setidakn-
ya membuat amarah ibu tersebut mereda karena ada dia.
Alhamdulillah, bayangkan jika tak mereda. Makasih Kak
Reni.
Saya kira ini suatu tindakan dalam menlisting jika-
lau perwakilan setempat tidak memiliki kelengkapan data
ruta. Meskipun harus mengulang kembali pengambilan
titik GPS. Namun, bisa silaturahmi sekaligus meminta izin
ruta untuk diwawancarai jika terpilih.

22 | Membangun Indonesia Dari Desa


Akhirnya hari pertama listing di Desa Arang Lim-
bung. Besok waktunya untuk menlisting data di Gang
Desa Karya dan Pelangi lagi dan mengambil titik GPS.
Hore...(*)
(Dikitip dari Tuti Alawiyah, 2018 Mengulik Ke-
hidupan Masyarakat Kubu Raya)

Membangun Indonesia Dari Desa | 23


4.

RUMAH TENGAH HUTAN

Oleh: Saripaini

S
eperti kata pepatah dimana bumi berpijak disi-
tu langit di junjung. Tapi tidak berarti meng-
ganti identitas agar menjadi sama, menghargai
dan memaklumi mungkin lebih tepat. Asing memang, tapi
tak mesti merasa aneh, minimalisir asumsi dan persepsi
negatif. Karena hanya akan membuat rumit.
Piyansa’ adalah salah satu perkampungan Dayak
yang terletak di ujung Sekadau. Jangan bayangkan ten-
tang orang primitif kulit hitam berbusana seadanya, muka
coreng moreng dan membawa sumpit di punggung. Itu
gambaran salah. Walau perkampungan tengah hutan, be-
lum mendapat penerangan, tidak pandai mengoprasikan
android, bukan berarti mereka primitif dalam sandang
papan pangan. Normal seperti orang yang tinnggal diper-
kampungan pada umumnya. Punya rumah semen atap
seng dan punya sepeda motor. Bahkan tak ada kendala be-
rarti dalam hal komunikasi dan interaksi, sebab mereka
24 | Membangun Indonesia Dari Desa
pandai dan mengerti dengan bahasa Indonesia dari muda
hingga tua.
“Berani ke sini sendiri?” tanya seorang tua padaku
dengan ramah.
“Berani Yi, “ jawabku lekat dengan senyum.
Aku sempat terdiam dan berpikir ketika kekek tua
itu mempertanyakan keberanianku mendatangi wilayah
mereka seorang diri. Rasanya itu wajar untuk dipertanya-
kan, mengingat medan dan suasana alam yang harus di-
tempuh untuk menuju perkampungan Piyansa’ cukup sulit
ditambah lagi pandagan mereka mengenai status gender
sebagai seorang perempuan. Tapi entah mengapa setelah
dua kali berkunjung ke Piyansa’, kadar ketakutan dan rasa
was-was yang pernah berdomisili dalam pikiran mulai
berkurang. Walau harus diakui suasana perkampungann-
ya agak ngeri, jelas di sana ada banyak anjing berkeliaran
dimana-mana, ada babi, berbeda dengan suasana perkam-
pungan orang Melayu.
Kali ke tiga ke Piyansa’, setelah Selasa dan Minggu
baru berlalu. Mereka menerimaku dengan tangan terbu-
ka. Terasa sangat dihargai. Terlagi hari Minggu kemarin.
Kedatanganku diumumkan di gereja, kemudian mereka
menunggu di rumah, beberapa anak kecil ikut mengan-
tar ke rumah tangga terpilih. Kami menjadi rombongan.
Menyenangkan.
Huru-hara paska pemilihan kepala daerah (pilkada)
di luar sana masih hangat. Sensitifitas agama dan antar
etnis pribumi Kalimantan Barat berada pada titik rawan
konflik. Menegangkan. Sesekali pembicaraan menyentuh
titik sensitif yang dikemas dalam candaan kemudian be-
rakhir dengan tawa begitu saja. Kenapa? Mungkin karena
aku tak terlalu peduli dengan urusan politik, benci konflik.

Membangun Indonesia Dari Desa | 25


Tetap merasa aman dengan identitas Islam-Melayu.
Kerudung dan kaos kaki harga mati, dan yang haram itu
jelas. Kewajiban. Aman, sejauh ini penerimaan mereka
masih sama. Baik. Tidak ada yang menyuguhkan tuak.
Seharusnya aku datang lebih siang lagi agar bisa
ditemani anak kecil kemarin. Pukul 10 pagi gini mere-
ka masih di sekolah. ada 4 rumah yang belum kunaiki di
dusun Piyansa’, 7 rumah lainnya sudah diwawancara hari
Minggu.
2 rumah tangga telah selesai diwawancara, tersisa 2
ruta. 1 di antaranya kosong dan 1 ruta lainnya terletak di
ujung. Ya, yang banyak babi, rumah di tengah hutan. Dan
aku pergi sendiri. Bismillah.
Mengingat jalan menuju lokasi tengah hutan tidak
lebih sulit dari pada mengumpulkan keyakinan untuk
pergi seorang diri. Tapi tak ada pilihan TAKUT di hape.
Harus pergi. Melewati jalan setapak menanjak di antara
pepohonan.
Rumah Pak Anih tertutup rapat.
Bahkan menurunkan kaki dari atas motor saja per-
juangannya luar biasa. bagaimana kalau tiba-tiba ada anak
babi yang merudu kaki? Ah berbagai prasangka buruk
bermunculan di dalam benak, tiga rumah yang berdekat-
an itu tertutup rapat, tak ada teman bicara untuk mengek-
spresikan kegelisahan. Setengah berteriak di depan rumah
kosong tengah hutan, berharap dibukakan pintu dan bisa
naik ke rumah yang agak tinggi sedada, logikanya babi
tidak bisa naik ke atas.
“Permisi!”
“Permisi!”
“Permisi!”
Berkali-kali masih tak ada jawaban. Aku mengelu-

26 | Membangun Indonesia Dari Desa


arkan hape dari dalam tas. Sambil meminta ampun sama
Allah, “Astagfirullahal’azim” berkali-kali mengucap,
memohon ampun atas kesalahan disengaja.
Jempol tangan kanan memencet keterangan ditolak.
Agar tidak harus datang lagi ke sini. Menurut aturan dan
ketentuan, enum harus mendatangi rumah sampai 3 kali,
kecuali jika ditolak. Tapi aku tak ingin lagi.
Dalam sesaat babi-babi mulai berkeluaran lalu
lalang di perkangan rumah, langkah kaki melaju tenang
perlahan menuju motor. Panik dalam diam, darahku terasa
mengalir deras menuju kepala. 3 4 5 6 saking paniknya,
kemampuan menghitungku terasa hilang begitu saja.
Viks jempol kanan telah menyelesaikan tugas, da-
lam satu kali pencet tugas berakhir begitu saja, “Alham-
dulillah…” aku mengucap syukur walau terasa berdosa.
Jalan pulang terasa lebih cepat, pepohonan dan re-
rumputan setinggi kepala sudah mengenalku. Keluar dari
hutan.
“Bu! Sudah ke rumah ka?” bapak-bapak berkaos
putih berteriak sambil menunjuk jalan menuju rumah pak
Anih.
Aku menghentikan motor dan monoleh “Gak ada
orangnya pak,” jawabku.
“Ayo ikut!” ajak bapak berkaos putih. Kemudi mo-
tornya hampir memasuki jalan setapak.
Aku hanya diam, memandang seorang anak laki-laki
yang duduk di depannya. Berpikiran jauh kemana-mana.
Tanpa jawaban. Tak tahu jawaban apa yang paling tepat
untuk tawaran itu.
“Saya pak Anih! Di rumah ada ibu.” Jelasnya.
“Oh… Pak Anih… ada ibu, pak? Saya pikir rumah
bapak kosong.”

Membangun Indonesia Dari Desa | 27


“Mungkin ibu lagi tidur atau masak di dapur,” ka-
tanya. “Yok!” ajaknya kedua kali.
Takut. Ngeri dan prasangka negatif berkecamuk di
benak, antara mau ikut atau tidak. Ini lebih sulit dari pada
memutuskan untuk pergi sendiri. Di kawasan sepi seper-
ti ini siapa yang bisa dipercaya? Apa lagi orang yang tak
pernah dikenal.
Bismillah aku mencongak ke langit. Hati terasa rin-
gan untuk ikut. Percaya begitu saja. Entah apa yang akan
terjadi. Aku tak berpikir lebih panjang lagi untuk membu-
tuti motor Pak Anih.
Sampai lagi ke gubuk tengah hutan. Kami disambut
oleh istri pak Anih. Hembusan napas lega mengakhiri ce-
mas dan prasangka-prasangka buruk. Aku membuka helm
ping gambar angrybird merah melontarkan senyum kepa-
da ibu berkaos biru.
Ya Allah.... maafkan… alhamdulillah… terimakasih
ya Allah sebab telah menolak permintamaafanku atas ke-
bohongan. Namun disisi lain ‘kembali lagi?’ aku hanya
menggelengkan kepala sambil ketawa konyol “Emang tak
bakat bohong, bahkan dalam keadaan seperti ini,” kataku
dalam hati.
“Oh ada orangnya, saya pikir rumahnya kosong,”
“Perempuan? Saya pikir laki-laki dilihat dari be-
lakang kayak laki-laki. Waktu saya keluar ibu udah pergi.”
“Iya bu maaf, saya pikir kosong.”
“Sendiri?”
“Iya bu, hari ini sendiri. Anak pak Kadus lagi seko-
lah.”
“Berani ya?”
“Tanggung jawab pekerjaan bu.”
“Tadinya saya pikir ibu laki-laki.”

28 | Membangun Indonesia Dari Desa


Wawancara berlangsung cepat. Rumah itu hanya
ditinggali 1 keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.
Jadi, tak ada kuesioner remaja yang panjangnya luar biasa.
Di Baa dan Piyansa’ tidak banyak remaja. Ada yang per-
gi ke kota untuk menuntut ilmu dan sebagian besar pergi
merantau mencari pekerjaan di negeri Jiran.
Ah tidak terbayang kalau dikirim di perkampungan
Dayak yang masih tinggal di rumah panjang yang terdiri
dari beberapa rumah tangga dalam satu rumah. Entah be-
rapa lama aku di sana. Mungkin 1 hari hanya bisa 2 rumah.
“Bu ngeri!” aku agak merengek sambil menyoroti
babi-babi di dekat motor.
“Ndak apa? Gak ganggu.”
“Iya bu?” responsku seolah kehilangan rasa cemas.
“Ndak apa! Temankan bu!” pinta pak Anih.
Ibu berkaos biru, menemaniku turun, mengawasi
babi yang ingin mendekati kami.
“Bu poto dulu.”
“Iya poto aja. Itu yang paling besar.”
Akhirnya kesampaian. Mempoto si dia pakai hape
sendiri, bahkan sempat selfie. Tapi jarak jauh. Hehe.
Aganggap saja sebagai sertifikat kelulusan uji nyali. Tu-
gas di Piyansa’ sudah selesai. Rumah kosong sudah 3 kali
kudatangi dalam waktu yang berbeda. Orangnya memang
jarang di rumah. Bahkan pada hari Minggu.
Persimpangan jalan antara Baa dan Mahap aku ber-
henti. Kemudi motor masih menunggu perintah. 12.30
WIB. Masih cukup untuk pulang ke Mahap mandi dan
menyapa dunia maya. Kalau pulang ke Baa aku tak akan
mandi disiang bolong, sementara pekerjaaan menengang-
kan itu cukup membuat keringat bercucuran. Dan alasan

Membangun Indonesia Dari Desa | 29


ke dua adalah sinyal.
(Dikutip dari, Saripaini, 2018, Meniti Kisah di
Pedalaman Kalimantan)

30 | Membangun Indonesia Dari Desa


Bagian 3
PENDIDIKAN

Membangun Indonesia Dari Desa | 31


32 | Membangun Indonesia Dari Desa
5.

BERKUNJUNG KE SD
DAN SMP SATAP (SATU ATAP)
Oleh: Siti Muslikha

R
abu, 29 Oktober 2014. Kami memutuskan
untuk melakukan kunjungan ke sekolah yang
berada di Pulau Lemukutan yang kebetulan
sekolah tersebut berada di wilayah Melanau Timu Desa
Pulau Lemukutan Kecamatan Sungai Raya Kepulauan
Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Kunjungan
kami bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai se-
kolah. Bagaimana sistem pendidikan di sekolah tersebut.
Pagi itu, bang Ali Januardi, kak Heni dan saya yang
berkesempatan untuk berkunjung ke SD, SMP SATAP
(Satu Atap) Pulau Lemukutan. Kami melihat-lihat dahulu
keadaan sekolah. Kelas-kelas yang terdapat di sekolah se-
belum menuju ke kantor dan ruangan guru sekolah.
Kami juga membaca visi dan misi berdirinya SD
SMP SATAP (Satu Atap) Pulau Lemukutan yang tertulis
di sebuah spanduk kecil yang dengan sengaja ditempel di
dinding bagian luar ruangan sekolah. Agar setiap kali pe-

Membangun Indonesia Dari Desa | 33


ngunjung yang mengunjungi sekolah mengetahui visi dan
misi serta para siswa yang bersekolah juga mengetahui
apa visi dan misi sekolah tempat mereka menuntut ilmu.

Visi, misi dan tujuan tersebutlah yang menjadi pa-


tokan berdirinya sekolah SD SMP SATAP
(Satu Atap) di Pulau Lemukutan. yang telah tercan-
tum di foto tersebutlah yang menjadi landasan bagi para
pendidik atau guru pulau lemukutan dalam mendidik
siswa-siswinya.
Alasan didirikannya SD dan SMP dalam satu atap
karena menghemat bangunan. Karena kekurangan dana
untuk mendirikan gedung sekolah lagi dan juga tenaga
pengajar atau gurunya juga terbatas bahkan kurang. Untuk
siswinya juga masih kekurangan, karena minat sekolah
anak-anak yang kurang dan tidak adanya dorongan untuk
bersekolah dari kedua orang tuanaya.

***
Sebelum berdirinya SD, SMP SATAP (Satu Atap)
ini dahulunya pernah berdiri Sekolah Rakyat (SR). Semen-
jak Pulau lelukutan berpenghuni pada tahun 1928 menurut
penuturan Kepala Desa (Kades). Jadi nenek moyang orang
Pulau Lemukutan tidak ada yang buta aksara. Rata-rata
memiliki kemampuan untuk menulis dan menghitung.
Menurut penuturan Pak Zainal Sekolah Rakyat
(SR) didirikan pada tahun 1947 oleh H. Naim. Pak Zainal
merupakan satu-satunya orang tertua di Pulau Lemuku-
tan. Bisa dibilang bapaknya Pulau Lemukutan. Kami bisa
mendapatkan informasi mengenai Pulau Lemukutan dari
beliau. Pada saat itu Belanda melarang untuk mendirikan
sekolah karena Belanda tidak ingin rakyat Indonesia itu

34 | Membangun Indonesia Dari Desa


pintar. Pada saat itu, guru Sekolah Rakyat (SR) hanya dua
orang dan kakak beradik. Secara bergantian kakak beradik
tersebut mengajar dari setiap kelas. Saat itu hanya tersedia
tiga kelas.
Mata pelajaran yang diajarkan pada masa itu ter-
dapat pelajaran umum seperti berhitung, dan juga pelaja-
ran tentang agama. Karena 100% penduduk Pulau Lemu-
kutan beragama Islam. Mata pelajaran matematika mulai
masuk sekitar tahun 60-an.
Sekolah pertama berdiri di Desa Meruhum, sekitar
3 Km dari Melanau Timur. Pada sekitar tahun 60-an seko-
lah pindah ke Melanau Barat oleh Pak Hifri. Salah satu tu-
juannya adalah untuk meramaikan keadaan kampung yang
memang pada saat itu masih sangat sepi. Penduduknya
juga belum banyak seperti sekarang ini.
Pulau Lemukutan juga sering didatangi oleh ja-
ma’ah tabligh dari berbagai tempat. Pusat jama’ah Tabligh
sendiri berada di Desa Melanau Timur. Karena Melanau
Timur merupakan pusat dari segala macam kegiatan us-
aha masyarakat Pulau Lemukutan. Seperti warung atau
toko sembako, sekolah, kantor desa, puskesmas, pariwisa-
ta, transaksi hasil laut basah atau kering, PLN berada di
wilayah Melanau Timur. Semua kegiatan tertuju di Mela-
nau Timur.

***
Sebenarnya kunjungan kami siang itu adalah in-
gin menemui Kepala Sekolah SD, SMP SATAP (Satu
Atap) Pulau Lemukutan. Tujuan kami menemui beliau
untuk mengulik informasi mengenai sekolah. Namun,
kami diberi kesempatan untuk dapat masuk dan bertatap
muka langsung dengan para siswa yang kebetulan siang

Membangun Indonesia Dari Desa | 35


itu bertepatan dengan pergantian jam pelajaran.
Saya dan beberapa orang teman kelompok diantar-
kan oleh Pak Tarmizi untuk masuk kelas 6 SD dan 3 SMP.
Kami memberi sedikit motivasi kepada adik-adik pada
siang hari itu, yang kebetulan tidak lama lagi mereka akan
menghadapi Ujian Nasional (UN). Motivasi agar mereka
tetap semangat bersekolah walaupun dengan segala ma-
cam keterbatasan di sekolah.
Saat masuk kelas 3 SMP, bang Ali sempat bertan-
ya kepada satu persatu siswa. Akan melanjutkan kemana
mereka setelah tamat SMP nantinya. Hampir semua siswa
menjawab ingin melanjutkan sekolah di SMA yang berada
di Singkawang. Beberapa siswa juga ada yang menjawab
ingin melanjutkan sekolah di Pontianak karena ada sanak
saudaranya di Pontianak. Ada juga sebagian dari siswa
yang kesulitan menjawab mereka akan melanjutkan se-
kolah kemana. Tergantung kemampuan orang tua mereka
akan memasukkan mereka ke sekolah mana. Karena me-
mang di Pulau belum ada Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sungguh sangat beruntung saya dapat berkunjung
di SD, SMP SATAP (Satu Atap) siang hari itu. Saya dapat
berkenalan dengan sebagian siswa sekolah dan mendapa-
tkan banyak cerita dari mereka. Bagaimana usaha mereka
untuk tetap bersekolah. Kebanyakan sebagian dari siswa
ketika berangkat ataupun pulang sekolah mereka berjalan
kaki. Padahal jarak tempuhnya lumayan jauh, belum lagi
naik turunnya jalan dan panasnya sengatan matahari. Na-
mun itu tidak menyurutkan semangat sekolah mereka.
saya salut dengan siswa-siswa SD SMP SATAP (Satu
Atap) Pulau Lemukutan.

***

36 | Membangun Indonesia Dari Desa


Karena kebetulan siang itu memasuki waktu isti-
rahat sholat Zuhur. Seluruh siswa wajib melaksanakan
sholat di masjid dekat sekolah. Seluruh siswa diwajibkan
melaksanakan sholat 5 waktu dan mereka harus memili-
ki absebsi dan tanda tangan imam sholat mereka. Setelah
selesai sholat dzuhur, seluruh siswa dapat pulang ke ru-
mah masing-masing.

Salah satu hambatan di SD SMP SATAP (Satu Atap)


Pulau Lemukutan adalah kekurangan tenaga kerja atau
guru. Tak jarang kelas kosong karena guru yang bersang-
kutan tidak masuk kelas. siswa hanya bermain-main tanpa
ada guru lain yang menggantikannya. Untuk tenaga kerja
gurunya yang berasal dari luar sekolah dibuatkan peruma-
han untuk guru. Para guru diwajibkan menetap di Pulau
selama hari sekolah. Ketika hari libur baru guru diperbo-
lehkan untuk ke darat. (*)

(Dikutip dari Siti Muslikha, 2014, Pendidikan di Pulau


Lemukutan)

Membangun Indonesia Dari Desa | 37


6

PENDIDIKAN
DI KAPUAS HULU
Oleh: Zainal Aripin

P
endidikan di Sungai Besar bisa dikatakan
maju, karena di kampung ini sudah berdiri be-
berapa sekolah. Mulai dari level pendidikan
terendah yakni PAUD sampai tingkat SMP. Adapun gu-
ru-guru yang mengajar di sekolahpsekolah yang ada di
Sungai Besar dari berbagai macam kampung yang ada di
Kapuas Hulu seperti dari Nanga Semangut, Nanga Suruk,
Temuyuk, Riam Piyang, Sungai Tutup, Nanga Yen, Pu-
tussibau dan termasuk juga ada beberapa warga Sungai
Besar yang mengajar pada beberapa sekolah tersebut.
Seperti yang mengajar pada sekolah PAUD mereka ada-
lah ibu-ibu muda warga Sungai Besar baik dari penduduk
asli maupun warga dari kampung lain yang telah menikah
dengan warga Sungai Besar.
Saya coba menyambangi sekolah-sekolah yang
ada di kampung ini satu persatu mulai dari PAUD (pen-
didikan Anak Usia Dini), SD (Sekolah Dasar), dan SMP

38 | Membangun Indonesia Dari Desa


(Sekolah Menegah Pertama) untuk mencari informasi
tentang perkembangan pendidikan dari masa ke masa.
Mencoba berkomunikasi dengan para guru-guru yang ada.
Bagaimana pengalaman selama mereka mengajar apa ken-
dala, hambatan, suka, duka dan harapan mereka selama
mengajar di Sungai Besar?
Saya senang mendengar cerita mereka, saya dengar
dan saya amati dengan serius ketika mereka satu persatu
menceritakan pengalaman dan harapan mereka. bahakan
saya merekam apa yang mereka sampaikan karena saya
punya niat akan mengabadikan cerita mereka kedalam
sebuah tulisan sebagai pelajaran dikemudian hari untuk
menapaki kehidupan menjadi lebih baik.
Tentunya berbagai variasi cerita yang mereka sam-
paikan, sungguh menggugah dan menarik disimak, berta-
hun-tahun mereka mengabdi tampa keluh-kesah yang saya
dengar, mereka datang menunaikan tugas walau jarak yang
jauh tak menjadi masalah buat mereka. Guru-guru muda
pun semangat mengaplikasikan ilmu yang mereka peroleh
selama bertahun-tahun di kota dan di kampus mereka dari
berbagai keilmuan yang mereka miliki dengan harapan
agar generasi di bawah mereka menjadi lebih baik dengan
berbagai program yang telah mereka buat dan setujui ber-
sama-sama di sekolah mereka.
Semua guru-guru yang mengajar di Sungai Besar
semuanya mengenyam pendidikan sarjana, walaupun
melalui jalur UT (Universitas Terbuka) atau juga masih
dalam perkuliahan. Sementara menunggu jadwal perkuli-
ahan mereka mengabdi di sekolah-sekolah yang ada di
Sungai Besar.
Saya merasa kagum dan tergugah atas pengabdian
mereka semua yang mengaplikasi ilmu mereka pada anak-

Membangun Indonesia Dari Desa | 39


anak didiknya walaupun di sekolah tempat mereka men-
gajar masih minim fasilitas untuk menunjang aktivitas
belajar mengajar mereka. salah satu contohnya pada seko-
lah PAUD yang mana mereka melakukan aktivitas belajar
mengajar di gedung serbaguna yang masih jauh dari kata
layak. Minim fasilitas bermain untuk anak-anak, meja,
kursi dan papan tulis seadanya. Aktivitas belajar mengajar
tetap berlangsung aman dan lancar seperti tampa keluhan
dan kendala. Hal itu terlihat dari keceriaan anak-anak ber-
main bersama teman-temannya yang berada dalam penga-
wasan guru-gurunya.
Melihat keadaan demiakian saya mencoba melaku-
kan komunikasi dengan salah satu guru menanyakan apa
harapannya pada pemerintah khususnya pada dinas terkait
yakni Dinas Pendidikan Kabupaten setempat? Dari jawa-
bannya ia menaruh harapan yang besar pada pemerintah
agar sesegara mungkin untuk memberikan bantuan ge-
dung PAUD yang layak untuk masyarakat Sungai Besar
yang telah lama dinanti-nantikan.

(Dikutip dari Zainal Aripin, 2015, Orang Iban di


Kapuas Hulu)

40 | Membangun Indonesia Dari Desa


Bagian 4
PROFIL TOKOH
MASYARAKAT

Membangun Indonesia Dari Desa | 41


7

APAK: AMPUNG
DAN PEMAIN BOLA

Oleh:Yusriadi

A
pak sangat terkenal. Sering kali, di ma-
na-mana, saya menyebut nama Apak un-
tuk memperkenalkan diri. Sering juga orang
bertanya saya anak siapa dan setelah saya sebutkan nama
Apak, orang itu mengangguk-angguk tanda mengenalnya.
Di kalangan masyarakat di wilayah Pengkadan,
Apak dikenal dengan nama Pala Kampung Ebhong. Mak-
sudnya, Kepala Kampung Ebhong. Pala itu bentuk singkat
dari kepala. Beliau disapa atau dipanggil Ampung. Bentuk
pendek dari kepala kampung.
Selain dikenal sebagai kepala kampung, Apak juga
dikenal sebagai pemain bola. Saya bertemu dengan be-
berapa orang di Pontianak, yang kenal Apak sebagai bek
tangguh. Apak, sekalipun badannya relatif kecil, tetapi
memiliki kecepatan dan kekuatan fisik.

42 | Membangun Indonesia Dari Desa


Semasa muda, Apak sering bertanding sepak bola,
tidak saja di kampung tetapi ke luar kampung. Hingga ke
daerah Kapuas, Jongkong dan sekitarnya. Apak pernah
menjadi bagian dari Tim Porpuja atau Pujakab, mewakili
kecamatan Embau.
Banyak piala dan bintang omas (bintang emas),
hadiah pertandingan bola yang beliau peroleh bersama
tim. Dahulu sewaktu kecil saya melihat hadiah-hadiah
itu tersimpan di rumah, di rumah pengurus sepak bola di
kampung. Entahlah sekarang, di mana benda-benda itu.
Kampung kami juga memiliki TV pertama hadiah dari
pertandingan bola yang dilaksanakan di kampung Ujung
Said, dekat Jongkong, tahun 1980-an.
Nama Apak sebenarnya Zainal Abidin. Saya tahu
nama itu setelah sekolah dasar, setelah saya “mengerti”.
Sebelumnya, saya hanya tahu nama Ebhong. Orang kam-
pung mengenal beliau dengan Ebhong. Lengkapnya, Cik
Ebhong. Saya merasa agak aneh mengapa ada Cik dalam
panggilan itu, karena beliau anak tertua dalam keluarga
Abdul Latif - Fatia. Panggilan beliau sebagai Wa Ebhong
hanya berlaku di kalangan adik beradiknya. Pak Utih, Pak
Cik, Pak Ngah, Pak Uda, memanggil beliau dengan Wa.
Rupanya, panggilan itu diberikan orang kampung
setelah Apak menikah dengan Umak. Umak adalah anak
ke-2 dalam keluarga kakek Abdul Malik - Nurhayati.
Apak lahir dan besar di wilayah kampung Nanga
Jajang. Setelah menikah dengan Umak, Apak pindah ke
Riam Panjang mengikuti keluarga besar Umak.
Oleh sebab itu sebenarnya beliau di Riam Panjang
adalah pendatang. Tetapi, karena jarak Riam Panjang dan
Nanga Jajang dekat, hanya sekitar 1,5 kilometer, maka ke-
san sebagai pendatang tidak dirasakan. Apalagi hubungan

Membangun Indonesia Dari Desa | 43


kebanyakan penduduk di antara kedua kampung ini me-
mang memang rapat. Hubungan keluarga masyarakat an-
tar kampung ini terlihat dari pewarisan bersama beberapa
kebun durian dan tengkawang, serta perkongsian tempat
pemakaman. Jadi, nenek moyang sebagian orang Riam
Panjang dimakamkan di kuburan Nanga Jajang.
Semasa kecil Apak merupakan tulang punggung
kakek dalam mengurus keluarga. Maklum, nenek Fatia
meninggal kala melahirkan Uju Uwar (Alm. Anwar), adik
bungsu Apak yang kemudian diambil sebagai anak angkat
oleh Ayi Itam Ayub. Ayi Itam adalah adik kakek.
Pada masa kecil Apak membantu mengurus adik-
adik, sebab setelah nenek meninggal, Ayi Latif tidak me-
nikah lagi. Adik-adik Apak, semuanya lelaki; Pak Utih,
Pak Cik, Pak Ngah, Pak Uda. Jika Uju Uwar dihitung be-
rarti ada 6 adik beradik lelaki.
Perhatian Ayi terhadap pendidikan anak sangat be-
sar. Apak sempat mengenyam bangku pendidikan hing-
ga kelas 3 SR. Beliau belajar pada Guru Separ dan Guru
Saleh. Banyak pengalaman menarik beliau ceritakan keti-
ka sekolah: menulis di atas grip, menerima hukuman, dan
lain sebagainya. Hasil pendidikan kala itu membuat Apak
bisa menulis. Tulisan apak itu bentuknya rangkai miring.
Pada masa mudanya Apak adalah ketua pemuda.
Proses pemilihannya saya ketahui. Sisa-sisa kepemi-
mpinan masa mudanya adalah alat-alat musik yang sem-
pat saya lihat tersimpan di rumah kami di Sebugau, se-
buah mmarung (kumpulan beberapa rumah yang ditempat
menetap) di luar kampung yang jaraknya lebih kurang 3
kilometer dari kampung Riam Panjang.
Di Sebugau pernah tinggal 6 keluarga. Keluarga
Inik Leha, Keluarga Seha, Keluarga Ayi Umin, Keluarga

44 | Membangun Indonesia Dari Desa


… dan keluarga kami. Keluarga Apak berdiam di Sebugau
dan memulai hidup mandiri di sana. Beliau hanya sesekali
ke kampung, ketika Jumat atau ada kegiatan kampung. Di
sini, Apak membuka usaha perdagangan; mengumpulkan
getah dan menjual kebutuhan pokok. Untuk meramaikan
mmarung, di sini dibangun lapangan volli yang bisa seka-
ligus menjadi lapangan bola.
Pada akhir tahun 1970-an, Apak membangun rumah
di Riam Panjang. Dan di awal tahun 1980-an kami pin-
dah ke kampung Riam Panjang. Di Sebugau tinggal Ayi
beberapa keluarga lagi, dan pada akhirnya sekarang dit-
inggalkan.
Apak menikah dengan Umak pada pertengahan ta-
hun 1960-an. Mereka memiliki 10 orang anak. Anak ter-
tua meninggal kala masih kecil. Kemudian Mbok Lena
anak ke-2. Anak ke-3 meninggal. Setelah itu saya, Yusri-
adi, anak ke-4. Anak ke-5 Sri Buti. Anak ke-6 Wati. Anak
ke-7 Budiman atau Bul, meninggal di usia 2 tahun. Anak
ke-8 Aton atau Zaitun Nisa, yang kemudian berubah nama
menjadi Husnul Maghfirah. Anak ke-9 dan ke-10 mening-
gal.
Banyaknya anak Apak yang meninggal karena pada
masa itu pengobatan hanya tergantung pada dukun kam-
pung. Sedangkan perawat atau bidan kala itu tidak ada.
Pada tahun 1960-90-an mantri hanya datang sesekali ke
kampung dari tempat tugas mereka di kota kecamatan,
Jongkong.
Jika orang kampung ingin berobat, orang-orang
kampung harus milir ke Jongkong dengan perahu tempel
(speed boat) selama 5-7 jam; itupun jika sungai airnya da-
lam. Jika surut lebih lama lagi. Belum lagi faktanya tidak
banyak orang yang memiliki perahu tempel (speed), kare-

Membangun Indonesia Dari Desa | 45


na perahu jenis ini hanya dimiliki oleh 4-5 orang peda-
gang. Belum lagi... tidak semua pedagang dapat memberi-
kan tumpangan kepada orang yang akan milir berobat.
Ketika anak Apak bernama Budiman atau Bul
meninggal, Apak sempat shock dan pingsan. Apak tidak di
rumah kala Bul sakit. Beliau sedang berdagang di daerah
Ulu Buyan. Mungkin salah satu sebab karena kala itu Bul
dikenal sebagai anak pintar dan lawar (ganteng); abangn-
ya bernama Yusriadi, kalahhh. (*)

Menjadi Pemimpin Keluarga

Seperti disebutkan sebelumnya, Apak ditinggal oleh


Inik sejak kecil. Beliau mendampingi Ayi Omuk, begitu
kami memanggil Ayi Latif, ayah Apak, dalam mengurus
adik-adiknya, yang kala itu masih kecil. Adik-adiknya itu
Pak Uda, Pak Ngah, Pak Cik dan Pak Utih. Sedangkan Uju
Uwar tidak diasuh oleh Ayi dan Apak.
Setelah Inik meninggal, Uju Uwar langsung dipeli-
hara oleh pasangan Inik Iyang dan Ayi Itam. Ayi Itam atau
Ayi Itam Ayub, adalah adik dari Ayi Omuk. Mereka dapat
mengurus Uju Uwar karena pasangan ini waktu itu masih
memiliki anak kecil sehingga bisa memberi susu kepada
Uju Uwar sekaligus.
Dalam keluarga Ayi, Apak memainkan peranan se-
bagai pemimpin bagi adik-adiknya. Apak juga membantu
mengurus mereka. Maklum, sejak ditinggal Inik Fatia, Ayi
Omuk tidak pernah menikah lagi, hingga akhir hayat.
Menurut Apak, keluarga kala juga sangat beruntung
karena mereka mendapat dukungan dari kaum kerabat
yang lain. Kaum kerabat dari sebelah Ayi dan Inik mem-
berikan perhatian yang besar karena antara lain “keprihati-

46 | Membangun Indonesia Dari Desa


nan” melihat anak-anak kecil yang ditinggal emaknya. Se-
buah keluarga yang ditinggal pergi selama-lamanya oleh
seorang ibu sering diperumpamakan seperti “Ayam yang
kehilangan induknya”.
Hingga mereka tumbuh besar, ketiadaan ibu ini diisi
oleh figur-figur lain dalam keluarga yang saling mengisi
dan membantu.
Nenek Apak, yaitu Moyang Jajang, merupakan so-
sok yang penting dalam tumbuh kembangnya Apak dan
keluarga.
“Inik Jajang palin bait,” begitu Apak pernah memuji.
Saya sempat bertemu Moyang Jajang dan mera-
sakan kebaikan beliau. Pada masa-masa kecil ketika kami
mengunjungi beliau di “rumah tua” di Nanga Jajang, kami
merasa diperlakukan Moyang Jajang dengan istimewa.
Sebagai “anak Ebhong” kami merasa sangat dekat dengan
beliau.
Setiap datang, Inik memeluk dan mencium kami,
diiringi dengan ungkapan rindu dan sayang beliau. Setelah
itu beliau menawarkan makanan-makanan yang ada, yang
saya ingat terutama “sagun”, atau buah-buah jambu --je-
nis jambu biji yang banyak ditanam di sekitar rumah, lalu
percakapan-percakapan lain menyusul. Senyum ramah
Moyang, tatapan serta sikap hangat beliau bagi kami mer-
upakan “warisan” yang sangat berharga yang kami dapati
dari Apak. Warisan yang sampai sekarang sering diingat
sebagai “keistimewaan keluarga dari sebelah Apak, yang
ramah dan perhatian”.
Apak, di balik sikapnya yang tegas, di balik kepemi-
mpinannya yang kadang membuat segan, sesungguhnya
juga tetaplah sosok yang ramah dan perhatian. Bahkan,
boleh dikatakan beliau sangat-sangat perhatian pada kami

Membangun Indonesia Dari Desa | 47


anak-anaknya, dibandingkan perhatian yang diberikan
oleh orang tua lain kepada anaknya di kampung kami.
Apak (bersama Umak) tidak membiarkan anak-anak-
nya hidup sendiri. Anak-anak diatur dan diarahkan
menurut pandangan mereka. Sebagai contoh kami tidak
dibiarkan tidur berembun. Kalau kami tidur tanpa kelam-
bu, maka tengah malam kami sudah pasti terbungkus ke-
lambu. Apak atau Umak yang menggantung kelambu itu.
Kami tidak mungkin bisa tidur hingga siang men-
jelang, karena pagi-pagi sekali sudah dibangunkan. Mu-
la-mula dipanggil, dibujuk, jika tidak mempan juga dipak-
sa. Saya pernah merasakan sejuknya disiram air di muka
atau perihnya dicubit di kaki, karena tidur kesiangan. En-
tah pada hari itu kami menoreh (menyadap) getah atau ti-
dak --karena hujan, kami tetap tidak diperkenankan tidur
kesiangan.
Kami tidak akan dibiarkan “cemong meong” bangun
tidur langsung bermain bersama teman. Jika masih kecil
kami dibersihkan, setelah besar kami harus membersihkan
sisa-sisa liur atau “tahi mata”, baru boleh bermain dengan
yang lain.
Kami juga tidak bisa bermain bebas di kala sore,
atau keluar bebas ketika malam. Sore sebelum Maghrib,
kami harus sudah naik ke rumah dan mandi. Jika badan
kami terlalu kotor karena seharian bermain lumpur, Apak
atau Umak yang akan menggosoknya dengan sabun dan
sabut kelapa.
Kami juga harus pamit jika keluar malam untuk
menonton TV atau menghadiri kegiatan tertentu di luar
rumah. Ketika izin diberikan, batas waktu pulang juga
ditetapkan. Kami harus sudah kembali ke rumah 9-10
malam (21.00-22.00). Lewat dari batas tersebut kadang

48 | Membangun Indonesia Dari Desa


kala pintu dikunci.
Mereka mengunci pintu dengan maksud agar kalau
kami pulang, mereka tahu pukul berapa pulangnya. Ini ba-
gian dari kontrol. Jika larut, mereka akan bertanya men-
gapa itu terjadi. Alasan itu akan menentukan bagaimana
sikap mereka malam itu. Mungkin kami akan mendapat
nasehat langsung, mungkin juga nasehatnya akan disam-
paikan besok pagi.
Apak dan Umak tidak mau kami menjadi anak yang
liar. Mereka tidak mau kami melakukan sesuatu tanpa
batas, atau melakukan sesuatu sesuka hati. Sebaliknya,
mereka menginginkan kami menjadi anak yang baik yang
menjaga sikap dan menjaga nama baik diri dan orang tua.
Di balik sikap mereka yang ketat, sesungguhnya
Apak mendorong anak-anaknya tumbuh mandiri. Sejak
kecil, kami dilatih mengurus diri sendiri. Menggosok
badan sendiri, mencuci pakaian sendiri, serta melakukan
pekerjaan-pekerjaan pokok tanpa harus disuruh lagi selan-
jutnya.
Saya, sebagai anak lelaki memiliki tugas mencari
kayu bakar besar untuk dapur. Kayu bakar besar maksud-
nya kayu bakar dari pohon besar yang dapat digunakan
untuk di dapur.
Jika bukan sendiri, saya mencarinya bersama Apak.
Saya belajar membawa sampan dan diizinkan membawa
sampan, menggunakan speed atau motor tempel. Saya
diizinkan membawa jala dan memasang pukat sendiri.
Sejak kecil saya diizinkan mengambil keputusan
memanjat buah, membuat pondok durian, dan hal-hal lain
yang berhubungan dengan “dunia rimba”. Apak tidak per-
nah melarang saya melakukan hal seperti itu. Beliau hanya
berpesan, “Kalau memanjat hati-hati... liat ranting pohon

Membangun Indonesia Dari Desa | 49


yang berlubang atau rapuh”.
Jika saya pulang membawa hasil rimba, adik-adik
menyambutnya dengan gembira, Apak juga memperlihat-
kan apresiasinya. Cirinya, beliau mengajak saya bicara
tentang apa yang dilakukan sebelumnya. (*)

Menjadi Kepala Kampung

Setelah ada pemilihan kepala kampung Riam Pan-


jang di awal tahun 1980-an, Apak terpilih. Beliau meng-
gantikan kepala kampung Ayi Sahar atau Sahar Baiduri.
Jabatan itu diemban Apak hingga tahun 2000-an.
Pada masa tersebut, perubahan sistem pemerintahan
dari kampung menjadi desa, terjadi. Restrukturisasi kam-
pung dilakukan pemerintah berimplikasi pada kehidupan
masyarakat. Misalnya, jika sebelumnya Apak hanya
menangani dan mengurus kampung Riam Panjang saja,
kini, beliau juga menangani Nanga Jajang, Tubuk (Tintin
Kemantan) dan Ulu Ngkadan (Sukaramai). Jika sebelum-
nya yang diurus hanya 800 jiwa, kini yang diurusnya lebih
1000 jiwa.
Selain itu, pada masa beliau menjadi kepala desa
berbagai perubahan signifikan di pedalaman bermula.
Jalan Lintas Selatan dan terbukanya Riam Panjang pada
dunia luas menandai babak baru dalam kehidupan mas-
yarakat di kampung pedalaman yang sebelumnya terbatas.
Setelah jalan itu bisa difungsikan, kendaraan dan orang
dari luar masuk ke kampung dengan mudah, sebaliknya,
orang dari kampung keluar kampung juga dengan mudah.
Sebagian orang mulai berubah orientasinya. Dari semu-
la yang memandang kampung adalah dunianya, kini tahu
bahwa dunianya jauh lebih luas dari kampung. Dari sem-

50 | Membangun Indonesia Dari Desa


ula orang terikat pada hukum adat dan aturan kampung,
menjadi lepas dan bebas.
“Kinih banyak urang pintar,” kata Apak suatu ketika
tentang orang-orang yang sulit diatur dan diajak kompro-
mi.
Apak berada dalam perubahan itu dan kadang-
kadang berhadapan dengan situasi itu. Sesekali terjadi
benturan.
Benturan itu antara lain jika sebelumnya masyarakat
cenderung lebih mudah diatur, kini, masyarakat menjadi
lebih sulit. Dari semula masyarakat mudah dan selalu siap
jika diajak gotong royong relatif, kini mulai banyak yang
susah karena berbagai alasan. Dari semula masyarakat
sering melakukan sesuatu tanpa pamrih, kini mulai bisa
berhitung-hitung.
Sebagai kepala kampung Apak juga menjalankan
administrasi pemerintahan. Beliau wakil pemerintah di
desa. Apak menangani pendataan penduduk. Beliau juga
menangani pengurusan surat pengantar untuk membuat
KTP, pengantar untuk mengurus pernikahan. Surat-su-
rat itu adalah jenis surat keterangan penduduk. Kegiatan
ini menyebabkan Apak juga menyesuaikan diri. Sebagai
kepala kampung, mula surat-surat pengantar itu ditulis
tangan. Sudah ada form yang disediakan kecamatan untuk
kepala kampung. Belakangan, Apak berhadapan dengan
mesin tik, dan mulai menggunakannya untuk semua je-
nis surat. Kertas putih, kertas karbon, pita mesin tik, serta
stempel menjadi alat penting sebagai kepala kampung.
Soal kertas, karbon dan pita mungkin tidak sering
menjadi masalah dalam kerja Apak sebagai kepala kam-
pung. Tetapi soal cap atau stempel sering ada pengalaman
menarik.

Membangun Indonesia Dari Desa | 51


Kala itu stempel menggunakan stempel karet dan
tinta. Nah, jika sudah lama tinta di bantalan untuk cap
bisa mengering. Bisa tidak jelas lagi. Jika sudah meng-
hadapi situasi itu --tinta kering, Apak memiliki dua alter-
natif. Pertama, menggunakan hawa dari mulutnya untuk
membasahi bagian tulisan pada stempel. Bagian karet
stempel didekatkan ke mulut seperti mendekatkan miker-
ofon. Hawa dihembuskan dari rongga perut. Stempel tiup
namanya.
Kedua, menggunakan arang. Arang dihaluskan dan
kemudian dibasahi sedikit air. Hasilnya, kertas agak ba-
sah dan cap menjadi kurang jelas. Tetapi, keterbatasan itu
membuat mau tidak mau pilihan menggunakan apa benda
yang ada dilakukan.
Apak menjadi penghubung segala kebijakan Camat,
Bupati dan semua yang kemudian disebut “pemerintah”.
Apa pun bentuk kebijakan itu, sebagai kepala kampung
sifatnya adalah pasif, menerima saja.
Pada masa itu, seorang kepala kampung juga menja-
di kepanjangan tangan dari partai politik yang tidak dise-
but partai politik: Golongan Karya. Malah, tugas sebagai
kepala desa lebih besar di sektor ini, karena mereka harus
bertanggung jawab terhadap entah siapa, terkait soal ke-
menangan atau kekalahan.
Kekalahan Golkar di kampung atau desa, bisa
menyebabkan hubungan antara kampung atau desa den-
gan kecamatan dan kabupaten terganggu. Kekalahan ini
bisa mencelakakan atau membahayakan seorang kepala
desa.
Apak pernah mengatakan bahwa salah seorang
kepala kampung di pedalaman pernah mendapat huku-
man rendam di depan kantor camat karena dia gagal me-

52 | Membangun Indonesia Dari Desa


menangkan Golkar dan sebaliknya dia mendukung Partai
Persatuan Pembangunan (PPP).
Beliau tidak ingin dihukum seperti itu. Oleh sebab
itulah beliau berusaha agar Golkar dipilih lebih banyak
warga kampung. Beliau meminta pengertian keluarga dan
warga agar memahami posisi itu.
Menurutnya, di kemudian hari, salah satu sebab
mengapa beliau bisa bertahan sekian lama menjadi kepala
kampung dan kemudian kepala desa, adalah karena beliau
bisa memberikan kemenangan kepada Golkar. Sudah ten-
tu, sebab lain adalah masyarakat banyak masih menghen-
daki beliau menjabat.
Alhamdulillah, Apak bersyukur beliau tidak diang-
gap gagal oleh pemerintah dan tidak juga dinilai buruk
oleh masyarakat. (*

Menjadi Ketua Adat

Sebagai kepala kampung, Apak otomatis menja-


di ketua adat. Apak menangani persoalan-persoalan yang
menyangkut pelanggaran adat yang dilakukan oleh warga.
Itulah perbedaan yang paling ketara antara pemimp-
in Melayu di pedalaman dengan pemimpin komunitas Me-
layu di perkotaan. Pemimpin Melayu di pedalaman juga
mengurus persoalan yang berkaitan dengan adat istiadat
dan menjadi pengadil adat.
Justru sebaliknya, urusan ini yang menyebabkan
seorang pemimpin masyarakat Melayu pedalaman me-
mainkan peranan yang sama dengan apa yang diperankan
oleh seorang kepala suku dalam masyarakat tradisional
yang mengenal istilah itu. Tetapi, sekali lagi malangnya

Membangun Indonesia Dari Desa | 53


dalam politik Melayu tidak pernah dikenal jabatan dan se-
butan ini. Bahkan, dalam masyarakat Melayu tugas yang
diemban Apak tidak dikenal dan mungkin dianggap aneh.
Hal ini dianggap aneh karena orang Melayu sering
dikatakan tidak memiliki hukum adat dan perangkat adat.
Di Kalbar, hukum adat dan masyarakat adat identik den-
gan masyarakat dan orang Dayak.
Semoga setelah membaca tulisan ini orang yang
semula menganggap hal itu aneh menjadi mengerti. Se-
moga wawasan mereka mengenai masyarakat tradisional
Melayu bisa menjadi lebih luas.
Tugas sebagai pemangku, penjaga, dan pengadil
adat yang diemban Apak tidak mudah. Wawasan tentang
adat istiadat harus luas. Beliau harus paham tentang hu-
kum adat dan sanksi adat. Harus tahu juga tentang sejarah
dan perubahan yang pernah terjadi sebelumnya.
Pemahaman dituntut harus mendalam. Variasi-vari-
asi jenis hukuman misalnya, harus diketahui. Soal nama
atau istilah dalam adat seperti: kesupan, pampas, riyal,
tahil, suku, dan seterusnya harus dimengerti dan dapat di-
jelaskan.
Kebijaksanaan dan keadilan juga dipinta. Itulah tu-
gas pertimbangan.
Saya sering mendengar Apak mengungkap istilah
dalam rapat adat.
“Adat itu mufakat. Adat bulat dalam mufakat. Sep-
erti bulatnya air dalam bambu”.
Oleh karena itu dalam keputusan adat emosi diri dan
keinginan sendiri harus ditekan, logika dan rasa dikede-
pankan. Pendapat bersama menjadi akhir yang penting
dalam mengambil keputusan.
Tugas-tugas soal adat dan keharusan bijak inilah

54 | Membangun Indonesia Dari Desa


membuat pekerjaan beliau banyak dan kompleks, seka-
ligus juga menjadi lebih mudah.
Pengaduan jika ada sengketa di tengah masyarakat
disampaikan pada beliau. Beliau adalah pengambil kepu-
tusan yang kelak akan menentukan nasib orang dan pe-
menuhan rasa keadilan.
Secara umum persidangan adat bisa digelar jika ada
aduan. Ada pihak yang mengadu atau tidak dapat meneri-
ma perlakuan pihak lain.
Apak mendengarkan laporan mereka dan kemudian
memanggil pihak yang dilaporkan. Pada masa yang sama,
Apak juga memanggil tokoh masyarakat yang dipandang
arif; biasanya, tokoh yang diminta pendapatnya adalah
Ayi Rani atau Abdurrani. Jabatan beliau adalah Sekretaris
Desa. Karena sudah menjabat sebagai pendamping kepala
desa sejak masa Ayi Sahar, pengalaman dan jam terbang
Ayi Rani tinggi. Pandangan-pandangan beliau jauh ke de-
pan.
Setelah pandangan tokoh didengar, barulah Apak
mengambil keputusan. Sering kali keputusan yang diam-
bil sejalan dengan pandangan itu. Tetapi, ada juga keputu-
san diambil berbeda.
Apak mendalami aturan-aturan adat Melayu di
Riam Panjang. Beliau bertanya pada orang, mendengar
orang bercerita, dan menyerapnya. Kelak aturan-aturan
yang tidak tertulis itu diolah dalam pikiran dan ditimbang
menurut hati dan perasaan. Hasil itulah yang kemudian
menjadi dasar dalam menetapkan hukuman terdapat ses-
eorang yang melakukan pelanggaran: apakah seseorang
itu dihukum ringan dan pelanggaran berat berdasarkan
aturan-aturan itu. Ada seseorang itu dikenakan kesupan
orang tua, kesupan kampung, untuk jenis pelanggaran

Membangun Indonesia Dari Desa | 55


susila; atau hukum pampas untuk jenis pelanggaran fisik
dan pertumpahan darah.
Pengetahuan tentang adat ini juga diperlukan pada
saat menetapkan adat perkawinan. Ada pelangka, pe-
surung, dan entah apa lagi…. (*)

Menjadi Pengurus Agama

Jabatan Apak sebagai kepala kampung membuat be-


liau membawahi hampir semua lembaga yang ada di ten-
gah masyarakat. Selain pengurus adat, beliau juga menjadi
bagian dari pengurus agama atau pengurus masjid.
Masjid di Riam Panjang namanya masjid Al-Yaqin.
Masjid itu sebelum akhir tahun 1970-an terdapat di hilir
kampung di wilayah Lubuk Kepayang. Pada akhir tahun
1970-an, masjid dipindahkan ke daerah Sungai Buluh,
kampung tengah. Pada tahun 2000-an masjid dipindahkan
ke kampung baru di pinggir Jalan Lintas Selatan.
Sebagai bagian dari pengurus Apak terlibat dalam
rencana pembangunan dan pelaksana pembangunan. Apak
ikut mengerahkan warga dalam menyiapkan bahan kayu
dan mengerjakan bangunan itu setiap Jumat.
Selain itu, pada tahun-tahun 1980-an Apak juga
menjadi petugas Jumat. Beliau menjadi khatib dan Imam.
Saya pernah mendengar Apak membaca buku khutbah di
rumah pada malam Jumat atau Jumat pagi. Saya kira itu
sebagai persiapan.
Ketika Apak menjadi khatib, sebenarnya, bacaan
beliau tidak selancar khatib profesional di Pontianak se-
karang ini. Kadang-kadang agak menyendat dan diulang.
Baik bacaan teks bahasa Indonesia, maupun bacaan teks

56 | Membangun Indonesia Dari Desa


berbahasa Arab. Tetapi dibandingkan khatib yang lain,
ya... tidak kurang-kurang amat, jika dilihat dari sisi ba-
caannya.
Menyangkut nada atau suara, Apak tidak termasuk
khatib bersuara merdu. Suara beliau agak “cempreng, ser-
ak-serak.
Hanya, sekali lagi, meskipun bacaan tidak sangat
lancar dan meskipun suara tidak bagus amat, beliau tetap
berusaha. Beliau berusaha agar bisa menyampaikan khut-
bah dengan lebih baik.
Beliau menjalankan “tugas” secara bergiliran den-
gan Pak Yan, Ayi Ulin, dll., hingga tahun 1990-an. Setelah
tahun tersebut beliau jarang atau hampir tidak pernah naik
mimbar lagi.
Pada masa itu sudah banyak pemuda-pemuda kam-
pung yang berpendidikan agama: madrasah ibtidaiyah,
madrasah tsanawiyah dan sekolah pendidikan guru. Pemu-
da-pemuda itu, antara lain Mustafa (Pak Mus), Syamsul
Hadi (Ungal Hadi), menjadi andalan dalam soal azan,
imam dan khutbah. Suara mereka bagus dan karena ber-
pendidikan, bacaan mereka juga baik. Masjid mengandal-
kan mereka hingga hari ini.
Peran sebagai petugas agama ini tentu saja sangat
penting bagi beliau dalam memudahkan menyampaikan
pesan-pesan kepada masyarakat. Pesan yang disampaikan
melalui mimbar tentu saja berbeda dibandingkan pe-
san-pesan lisan di pentas band atau pertemuan lain. Pesan
melalui khutbah ini memiliki unsur “x” karena berkaitan
dengan emosi keagamaan pendengar. (*)

(Dikutip Dari Yusriadi, 2016, Kepala Kampung Eb-


hong Pemimpun Melayu)

Membangun Indonesia Dari Desa | 57


58 | Membangun Indonesia Dari Desa
Bagian 5
EKONOMI
DESA

Membangun Indonesia Dari Desa | 59


60 | Membangun Indonesia Dari Desa
8

RUPIAH DAN RINGGIT

Oleh: Ismail Ruslan & Yusriadi

M
ASYAKAT di desa Temajuk dan Telok
Melano sudah biasa menggunakan mata
uang Rupiah dan Ringgit sebagai alat tu-
kar dalam aktivitas ekonomi. Pelaku ekonomi di dua neg-
ara tidak akan menolak jika pembeli menggunakan mata
uang asal negaranya masing-masing.
Para pedagang dari Temajuk berbelanja beras merk
masjid, gula, tepung Blue Key dan minuman soda ke Telok
Melano (Malaysia). Makanan pokok ini selalu dibeli un-
tuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari warga
Temajuk.
Sebelum tahun 2012, masyarakat desa Temajuk ha-
rus menggunakan perahu menyeberangi lautan menuju
Paloh atau desa terdekat jika ingin berbelanja kebutuhan
pokok. Namun tidak setiap waktu mereka dapat menye-
berangi lautan. Pada bulan Oktober - Maret ombak di lau-
tan sangat tinggi hingga mencapai 3-4 meter.
Membangun Indonesia Dari Desa | 61
Ada juga masyarakat yang tetap berangkat ke Paloh
untuk berbelanja mesti ombak besar dan angin kencang,
resikonya perahu terbalik. Mereka juga berangkat, jika
kondisi darurat seperti membawa orang sakit, ibu-ibu
yang perlu penanganan khusus karena akan melahirkan.
“Kami tidak punya pilihan, apapun resikonya tetap
berangkat ke Paloh. Kadang ada ibu-ibu yang melahir-
kan di dalam perahu, ada juga yang tidak tertolong dan
meninggal dunia,” kata Pak Atong.
Jalur lain yang juga menjadi pilihan masyarakat
adalah melalui pinggir pantai, dengan catatan jika air laut
dalam kondisi surut. Jika air surutnya malam hari, maka
mereka terpaksa menempuh jalur tersebut dengan ber-
bekal penerangan seadanya.
Hingga tahun 2012, masyarakat di desa Temajuk
masih terisolir. Tidak ada akses jalan untuk sepeda motor
atau mobil menuju ke kecamatan Paloh.
Lahan di kiri kanan antara desa Temajuk dengan
Liku, ibukota Kecamatan Paloh masih banyak dijumpai
hutan belukar dengan pohon-pohon besar.
Berbelanja di negara tetangga bukanlah keinginan
masyarakat Temajuk. Beratnya kondisi alam membuat
mereka tidak punya pilihan, selain berbelanja di Melano
(Malaysia).
Pada saat bertransaksi, pedagang-pedagang Malay-
sia selalu menggunakan mata uang Ringgit. Jika pedagang
Indonesia berbelanja di Telok Melano menggunakan Ru-
piah, selalu dikonversi ke dalam Ringgit.
Saya, Pak Yusriadi dan satu orang pemandu dari
Indonesia, berkesempatan berkunjung ke Telok Melano,
Malaysia. Kami ingin membuktikan apakah benar jika
warga Indonesia berbelanja di Telok Melano dapat meng-

62 | Membangun Indonesia Dari Desa


gunakan dua mata uang, Rupiah dan Ringgit.
Kami memesan 3 gelas Milo Es dan kacang goreng.
Setelah obrol panjang lebar dengan pemilik warung dan
pengunjung warga Telok Melano, kami bertanya berapa
harga minuman dan makan tersebut.
Penjaga warung berkata, “8 Ringgit”.
Saya jawab: “Maaf ibu, saya tidak punya uang Ring-
git”.
Penjaga warung itu mengatakan gunakan Rupiah
juga elok (baik/boleh).
Setelah dikonversi dengan Rupiah, dengan Kurs
1 Ringgit= Rp. 3.500, maka saya harus membayar Rp.
28.000,-.
Saya bayar dengan uang Rp. 50.000,- dikembalikan
6 ringgit. Saya agak ragu menerimanya, karena saya pikir
kembaliannya dalam rupiah juga.
“Terima saja kembalian uang Ringgit itu, sebagai
kenangan bagi peneliti di perbatasan,” ujar Bang Yus.
Sebaliknya, jika pedagang dari Telok Melano (Ma-
laysia) berbelanja di Temajuk, maka pedagang Indonesia
selalu bertransaksi dengan mata uang Rupiah.
Warga Malaysia yang berdomisili di Melano juga
sering membeli produk-produk Indonesia. Misalnya, ban
dalam dan luar sepeda motor, sabun mandi, diterjen, dan
makanan kecil untuk anak-anak.
Mereka lakukan ini dengan pertimbangan harga ban
motor lebih mahal jika membeli di Malaysia. Pertimban-
gan lain, jarak Telok Melano dengan kota-kota lain Ma-
laysia (umpamanya Sematan), sangat jauh, harus melewati
laut. Harga barang dan ongkos perjalanan tentu akan lebih
besar dibandingkan ongkos perjalanan ke Temajuk.
Berbeda negara secara geopolitik dan administrative

Membangun Indonesia Dari Desa | 63


tidak memisahkan mereka dalam urusan ekonomi.
Jika berbelanja di jalan simpang tiga dusun Camar
Bulan, mungkin akan dijumpai beberapa anak muda asal
Melano yang minum kopi, makan dan berbincang dengan
anak-anak muda dari Temajuk.
Mulai sore sampai malam hari, warung kopi, ru-
mah makan dan toko-toko sembako di jalan simpang Tiga
Dusun Camar Bulan dipenuhi muda-muda, orang tua dari
dua negara.
Menurut keterangan masyarakat, di lokasi inilah
terjadi saling kenal anak-anak muda dua negara. Bahkan
ada yang berlanjut hingga pernikahan.
Pemilik warung makan, warung kopi dan sembako
berkewarganegaraan Indonesia selalu menyiapkan uang
Rupiah dan Ringgit. Hal ini dilakukan untuk mengantisi-
pasi pembeli dari Malaysia menggunakan Ringgit.
Bagi masyarakat di Temajuk, mereka adalah War-
ga Negara Indonesia sejati. Tidak akan berpindah menjadi
Warga Malaysia. Kalaupun sampai hari ini mereka gu-
nakan Ringgit sebagai alat tukar dalam aktivitas ekonomi,
hanya sebatas kepentingan ekonomi saja.
“Kami lahir di Indonesia, dibesarkan di Indonesia,
sampai mati tetap Indonesia”
“Bagi kami NKRI Harga Mati”!!! (*)

(Dikutip dari Yusriadi & Ismail Ruslan, 2015,


Temajuk Sempadan di Borneo)

64 | Membangun Indonesia Dari Desa


9

EKONOMI
MASYARAKAT TEMAJUK
Oleh: Aini R

Seperti namanya, Temajuk memang sebuah desa


yang kaya akan sumber daya alam. Daerah ini masih hi-
jau daratannya dan biru lautannya, kaya akan wisata alam.
Banyak sekali tanaman di sini, namun mayoritas mas-
yarakat menjadi memilih menanam lada dan karet, jadi
mayoritas masyarakat menjadi petani lada dan karet.
Aku juga melihat banyak sekali tanaman lada dan
karet yang dibudidayakan di Temajuk. Bahkan ketika kami
pergi ke Malasyia pun, ibu yang kami wawancarai sedang
sibuk menyiangi lada. Melihat kedekatan wilayahnya, sep-
ertinya lada dan karet memang cocok ditanam di wilayah
Temajuk dan sekitarnya.
bicara tentang lada, aku pernah mendengar cerita
dari salah satu masyarakat Temajuk. Beliau mengatakan,
dulu ketika Temajuk masih belum begitu diperhatikan
oleh pemerintah, penduduk dapat dengan leluasa saling
memindahkan patok perbatasan. Penduduk juga dapat

Membangun Indonesia Dari Desa | 65


dengan leluasa keluar masuk dan menanam di sekitar per-
batasan. Ketika perbatasan sudah diklaim, maka ia hanya
dapat menangis, karena tak dapat lagi memanen lada yang
telah ditunggunya selama bertahun-tahun.
Aku juga pernah diceritakan mata pencaharian yang
sempat booming di Temajuk, orang-orang pernah berlom-
ba-lomba mencari ulat sampek karena harganya yang ma-
hal, bisa mencapai Rp 100.000,00 an. Selain itu adapula
yang menjadi karyawan memproduksi ubur-ubur.
Memang saat musim ubur-ubur, banyak yang berlom-
ba-lomba menagngkapnya, dan banyak pula yang bekerja
menyiangi ubur-ubur kepada nelayan yang menangkapnya
secara besar-besaran. Pekerjaan ini biasanya dilakukan
ibu-ibu dan anak-anak. Penghasilan yang mereka dapat-
kan tentunya cukup besar, bahkan ada yang lebih besar
dari penghasilan hariannya.
Di sepanjang jalan, aku melihat beberapa ruko yang
cukup besar. Di sana juga ada bengkel, salah satunya milik
Pak Sutanang, salah satu tokoh agama di Dusun Malud-
din. Di dekat tempat wisata seperti Pantai Maluddin dan
Dermaga Camar Bulan terdapat beberapa warung yang
menjual souvenir khas Temajuk dan warung-warung yang
menjual makanan.
Jadi sudah cukup banyak penduduk yang berma-
ta pencaharian sebagai pedagang, termasuk Pak Faizal,
Kepala Dusun Maluddin. Memang sebagai tempat Wisata,
Desa Temajuk harus mengembangkan usaha perniagaan.
Lagipula, akses ke Kabupaten Sambas sekarang lebih mu-
dah karena jalan menuju Temajuk sedang dalam proses
pembangunan. Jika akses ke ibukota Kabupaten Sambas
lebih mudah, maka akan lebih mudah pula bagi para ped-
agang untuk membeli kebutuhan pokoknya sekaligus ba-

66 | Membangun Indonesia Dari Desa


rang barang yang akan diperdagangkan.
Sebagai desa yang berada di pesisir, cukup banyak
masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan.
Kita dapat melihat banyaknya kapal dan sampan yang
berjejer tertambat di pintu masuk wisata pantai Maluddin,
tepatnya di dekat rumah ketua RT 9.

Kapal Nelayan di Dusun Maluddin

Anak anak muda di Temajuk banyak yang bekerja


di Malasyia maupun bekerja sebagai supir truck pengang-
kut material seperti bebatuan untuk pembangunan jalan.

Seperti itulah gambaran perekonomian atau rata


rata profesi masyarakat Temajuk yang saya dapatkan dari
wawancara langsung dengan masyarakat.

Membangun Indonesia Dari Desa | 67


10

DARI KAYU KE LADA

Oleh: Ismail

T
EMAJUK merupakan salah satu wilayah
hutan yang potensial. Hutan lebat dan kayu-
kayu besar yang bagus mengundang minat
warga dari berbagai daerah.
Pada tahun 1970-an akhir, memasuki tahun 1980-an,
17 orang warga datang ke wilayah ini, menebang kayu dan
membuka hutan. Kayu-kayu seperti jenis resak, tekam,
dll., dikeluarkan dari hutan digesek menjadi balok dan di-
jual ke Sematan, Malaysia.
Setelah periode pertama usaha kayu ini, rombon-
gan pulang ke daerahnya masing-masing di sekitar Paloh.
Beberapa saat kemudian mereka kembali lagi dengan tu-
juan menetap. Lahan yang luas di Temajuk, lingkungan
laut yang potensi ikannya banyak, menarik kedatangan
10 orang lelaki kuat dan kemudian menetap di sini. Rom-
bongan ini dipimpin Pak Pari, yang kemudian hari dikenal
dengan nama H. Sapari.
68 | Membangun Indonesia Dari Desa
Lokasi sekitar Camar Bulan sekarang dipilih se-
bagai wilayah pemukiman karena di sini pantainya lebih
landai dan diperkirakan cukup aman. Sebab, tidak jauh
dari pemukiman ini ada kamp tentara di Tanjung Bende-
ra. Faktor keamanan ini perlu dipikirkan karena pada ta-
hun 1980an di wilayah hutan sekitar Temajuk, terutama di
bukit Panggi, ditemukan jejak gerombolan komunis, (ada
juga yang menyebutnya sebagai sisa-sisa PGRS-Paraku).
Pada masa awal warga membuka lahan dikawal oleh ten-
tara.
Tetapi, jika melihat apa yang terjadi di tingkat inter-
nasional, sebenarnya, kehadiran tentara tidak terlepas dari
persoalan perbatasan antara Indonesia - Malaysia. Seperti
diketahu, pada tahun 1977 diadakan pertemuan membahas
tapal batas kedua negara tetangga itu. Pada tahun 1979,
patok-patok batas yang bisa dilihat hari ini, ditancapkan.
Patok inilah kemudian yang menjadi “batas fisik” antara
wilayah Camar Bulan dan Melano. Kehadiran tentara
pada masa itu lebih didasarkan pada konteks menjaga per-
batasan. Tentara juga melaksanakan kegiatan ABRI ma-
suk desa (AMD) di Camar Bulan. Pada masa itu tentara
membangun rumah untuk penduduk. Ada 20 unit yang
dibangun kala itu.
Pada perkembangan selanjutnya, pembukaan lahan
di Temajuk diatur: lahan hanya boleh dibuka 2 hektar dan
setelah dibuka harus ditanam. Lahan yang dibuka tetapi
tidak ditanam tidak bisa menjadi hak milik siapa yang
membukanya. Orang yang datang kemudian boleh memi-
liki dan menggunakan lahan terbiar seperti itu.
Lahan di sekitar pantai Camar Bulan memang bukan
lahan yang subur. Tanah berpasir membuat tidak semua
tanaman dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu tidak

Membangun Indonesia Dari Desa | 69


heran jika tidak ada warga yang bertanam padi di sekitar
kampung. Tanaman yang mungkin tumbuh adalah jenis
kelapa. Kelapa memang ada di mana-mana.
Pada bagian lebih ke daratan mendekati bukit-bukit
-terutama tempat sekitar Tekam Patah, terdapat pohon ge-
tah. Hasil toerahan getah menjadi salah satu mata pencah-
arian penduduk di sekitar sini.
Warga juga menanam lada di beberapa lokasi yang
tanahnya “bagus”. Tanah yang bagus untuk lada adalah
jenis tanah gembur berwarna kuning. Namun, tidak ban-
yak tanah di sekitar Temajuk yang bertipe seperti ini.
Warga yang sudah menanam lada menikmati hasil
panennya tahun-tahun terakhir ini. Harga lada putih di
pasaran mencapai Rp180 ribu per kilo. Beberapa keluarga
yang menanam ratusan pohon lada dapat menikmati uang
hasil penjualan ini. Hasil inilah yang menyebabkan ban-
yak warga yang bisa pergi umrah.
Perkembangan harga lada membuat minat warga
mengembangkan tanaman ini meningkat. Kini, di ma-
na-mana kebun lada. Di mana-mana ditemukan tonggak
kayu untuk pancangan lada.
Di beberapa titik, penanaman sawit juga dilakukan
warga. Pada lahan berpasir di sekitar jalan dari Cermai ke
Temajuk terdapat kebun-kebun sawit yang berumur 2 ta-
hun ke atas. Di sekitar Cermai malahan sudah panen. Ke-
tika kami pulang dari Temajuk waktu itu, kami melihat
kegiatan panen dan penimbangan buah sawit dilakukan
warga. Ada pick up yang terparkir di pinggir jalan siap
memunggah buah sawit hasil kebun warga. (*)
(Dikutip dari Yusriadi & Ismail Ruslan, 2015,
Temajuk Sempadan di Borneo)

70 | Membangun Indonesia Dari Desa


Bagian 6
KULINER

Membangun Indonesia Dari Desa | 71


72 | Membangun Indonesia Dari Desa
11

TEMET BAGI ORANG


KAPUAS HULU

Oleh: Yusriadi

S
eorang teman melakukan penelitian terhadap
temet atau kerupuk basah. Dia menceritakan
sejarah dan bagaimana proses produksi dilaku-
kan. Penelitian ini sungguh menarik. Menarik karena te-
met merupakan salah satu makanan khas Kapuas Hulu,
daerah asal saya, dan tidak ditemukan di daerah perairan
yang lain.
Secara pribadi saya juga tertarik karena saya men-
genal makanan ini sejak kecil. Saya tahu cara membuatn-
ya, dan saya juga dapat menikmati. Temet tentu saja san-
gat enak.
Setelah presentasi hasil penelitian selesai dan ada
komentar dari sejumlah pembahas dan ilmuan yang hadir
di forum itu, saya mendapatkan berbagai inspirasi. Perlu
sebuah penelitian yang mendalam seputar makanan khas
ini.

Membangun Indonesia Dari Desa | 73


Pertama, soal sejarah. Teman peneliti mengatakan
sejarah temet dari Embaloh? Benarkah? Saya ragu.
Soalnya, saya belum mendapatkan informasi mengenai
kata “temet” itu sendiri. Etimologi harus didalami untuk
mendapatkan gambaran sejarah. Dalam linguistik, sejarah
sebuah benda biasa berkaitan dengan pilihan kata nama
yang digunakan.
Lalu, adakah sastra lisan yang bisa digunakan untuk
mendukung sejarah lisan itu? Jika makanan tersebut ada-
lah produk budaya asli warisan dari nenek moyang, kemu-
ngkinan besar ada sastra lisan yang mendukungnya. Jika
tidak ada, boleh diduga bahwa ada kemungkinan makanan
tersebut sebenarnya ciptaan baru hasil kreasi seseorang.
Kedua, soal ekonomi. Temet menjadi salah satu ba-
rang dagangan. Di beberapa tempat temet didagangkan
seperti makanan lain di warung atau rumah makan. Asal
ada panci alumunium diletakkan (biasanyanya di atas
kompor) di bagian depan warung di Kapuas Hulu, berarti
di sana ada menjual temet. Para pelintas atau pencari te-
met tahu mereka harus singgah di tempat tersebut.
Di tempat lain, temet dijajakan dari rumah ke ru-
mah, dari pintu ke pintu. Ada orang yang meninting ragak
(keranjang) membawa temet. Biasanya, penjaja menawar-
kan dagangannya di siang hingga sore hari. Temet agak
jarang dijajakan di pagi hari.
Di kota pesisir sungai Kapuas, seperti Jongkong, da-
hulunya ada penjaja temet dengan sampan. Mereka men-
awarkan temet bersama pisang goreng, apam, dll, kepada
penghuni rumah lanting atau orang yang sedang berbelan-
ja di toko lanting.
Temet juga menjadi berkah pada pencari ikan (ne-
layan). Ikan belida (belida’) ikan terbaik untuk temet,

74 | Membangun Indonesia Dari Desa


menjadi ikan yang mahal karena itu. Temet ikan belida’
sangat disukai sekalipun agak mahal dibandingkan ikan
lais, tebirin, bau’ atau ikan campuran.
Sudah tentu, bagi pembuat, usaha membuat temet
adalah lapang kerja. Banyak ibu rumah tangga yang men-
jadikan sektor rumah ini sebagai sumber ekonomi keluar-
ga. Mereka bisa menitipkan temet di warung atau penjual
keliling, atau dijual sendiri. Mereka juga bisa menerima
pesanan pembuatan dalam jumlah banyak.
Ketiga, sosial. Soal ini tidak banyak dibahas.
Makanya, pembahas memberikan berbagai masukan le-
wat pertanyaan yang mereka sampaikan. Misalnya, soal
bagaimana temet sekarang menjadi ciri khas (identitas)
Kapuas Hulu. Temet menjadi makanan hidangan sebagai
kebanggaan untuk tamu-tamu yang datang.
Temet juga menjadi ukuran seorang perempuan di-
anggap sebagai perempuan Kapuas Hulu. Ada asumsi di
kalangan masyarakat luar, seorang perempuan Kapuas
Hulu mesti pandai membuat temet. Seorang perempuan
Kapuas Hulu yang tidak bisa membuat temet akan diper-
soalankan sebagai perempuan Kapuas Hulu. Paling tidak,
orang akan heran, mengapa sebagai perempuan Kapuas
Hulu tidak bisa membuat temet.
Dan, perempuan tersebut juga akan mereka jengah
mendapat pertanyaan dan keheranan tersebut. Oleh sebab
itu, setahu saya banyak perempuan Kapuas Hulu yang
“belajar” belakangan bagaimana membuat temet agar di-
anggap ‘perempuan Kapuas Hulu’. Menarik bukan? (*)

(Dikutip dari Yusriadi, 2014, Alam dan Budaya Lo-


kal)

Membangun Indonesia Dari Desa | 75


12

TEMPOYAK PUNGGUR

Oleh: Tatik Hanjarsari

S
eperti yang kita tahu, jika kalimantan itu kaya
akan sumber dayanya, dan itu termasuk dengan
kuliner khas yang menjadi salah satu ciri khu-
sus yang dimiliki oleh pulau kalimantan ini. Salah satunya
adalah durian. Tapi disini saya tidak membahas tentang
buah durian yang memang banyak terdapat di pulau kali-
mantan. Saya disini akan membahas tentang durian yang
menjadi kuliner khas yang dimiliki oleh pulau kalimantan.
Kalimantan memiliki buah musiman yang terkenal
dengan gelar raja buahnya, yaitu buah Durian. Durian ini
merupakan komoditas yang paling banyak diminati oleh
sebagian kalangan pecinta buah. Namun, ada beberapa
orang yang memang tidak bisa memakan raja buah ini
dikarenakan bau buahnya yang agak menyengat. Tapi ada
berbagai cara yang mungkin menjadi alternatif untuk me-
nikmati raja buah ini. Berbagai inovasi banyak diciptakan
untuk lebih menikmati buah durian tanpa harus memakan-
76 | Membangun Indonesia Dari Desa
nya secara langsung, dan hal ini menjadi sebuah peluang
usaha bagi yang menciptakannya.
Sebelum itu, kita akan membahas berbagai hal dan
bagian umum tentang buah berduri dengan rasa manis
yang menggugah selera (untuk sebagian orang).
Buah durian, buah berduri dengan nama latin Du-
rio Zibethinus memiliki kulit berduri dengan daging buah
yang seperti disekat pada setiap sisinya. Biji dikotilnya
akan menciptakan pohon dengan daun yang memiliki dua
warna dimasing-masing sisinya (atas hijau, bawah kuning
keemasan). Dapat tumbuh hingga ketinggian 22-25 meter.
Bunganya biasa akan keluar dari setiap batang tua dengan
3 hingga 10 kuntum dalam satu malai (satu kelompok).
Daun berbentung lonjong dan berakar papan (akarnya
tumbuh menipis ke bawah dari pangkal pohon). Tumbu-
han ini, sebenarnya memiliki tumbuhan dengan marga
Durio yang sama contohnya buah Lai. Namun, di sini ha-
nya akan membahas “Sang Raja Buah”.
Tumbuhan Durian, adalah tumbuhan yang bisa di-
jumpai di Asia Tenggara. Tersebar diberbagai daerah, teru-
tama di daerah Kalimantan yang merupakan pusat terbesar
plasma nutfah Durian. Ada juga negara lain yang memiliki
budidaya Durian, seperti Thailand dan Filipina.
Selain di Kalimantan, buah durian juga terdapat
dibeberapa pulau lain seperti, Sumatra, Mindanado, dan
Semenanjung Malaya (walau lebih melimpah di pulau Ka-
limantan).
Buah Durian adalah buah musiman sehingga banyak
orang yang sering menunggu-nunggu kapan datangnya
musim buah ini. Pohon buah durian biasanya akan ber-
buah dua kali dalam setahun dengan masa istirahat selama
dua-tiga bulan. Dan biasanya buah ini akan muncul pada

Membangun Indonesia Dari Desa | 77


bulan Juni sampai akhir bulan Agustus dan pada bulan De-
sember sampai akhir bulan Februari.
Durian memiliki beberapa jenis, terkadang diseti-
ap daerah memiliki durian khasnya masing-masing, bah-
kan disuatu desa memiliki beberapa Durian khas diseti-
ap dusunnya. Maka dari itu, biasanya para pembeli akan
menanyakan dari mana asal buah durian itu.
Banyak manfaat yang ada pada buah durian. Di da-
lamnya terdapat berbagai vitamin, seperti vitamin A, vita-
min B, vitamin C, zat besi, magnesium, fosfir, dan mineral
lainnya. Inilah yang terkandung didalam buah durian yang
bermanfaat untuk kesehatan.
Adapun kandungan lainnya yaitu antioksidan yang
dimiliki buah durian juga cukup tinggi. Seprti yang kita
tahu jika antioksidan berfungsi untuk melindungi dan
mencegah tubuh mendapatkan penyakit berbahaya, seperti
kanker dan penyakit jantung. Penyakit tersebut disebab-
kan oleh radikal bebas dan antioksidan dalam buah durian
sangat membantu untuk mengatasi radikal bebas yang ter-
dapat di dalam tubuh.
Selain antioksidan, ada kandungan lain yang juga
terdapat di buah durian. Serat juga terkandung di dalam
buah durian. Serat sangat berperan penting dalam pelaru-
tan kolestrol. Serat yang terkandung di dalam buah durian
adalah serat larut dan serat tak larut yang dapat dipercaya
membantu menurunkan kadar kolesterol, melancarkan
peredaran darah, dan baik dalam kesehatan jantung.
Ada juga Kalium yang terdapat dibuah durian ini.
Kalium yang terkandung di dalam buah durian berfungsi
untuk menjaga kesehatan otot, tulang, kardiovaskuler, dan
menurunkan darah tinggi.
Selain itu, buah ini juga kurang diminati oleh beber-

78 | Membangun Indonesia Dari Desa


apa orang yang memang tidak menyukai buah ini karena
aromanya yang menyengat juga beberapa kandungan yang
bisa menyebabkan beberapa orang akan mengalami turbu-
lensi pada tubuh karena tidak bisa mengkonsumsi terlalu
banyak buah ini.
Untuk beberapa orang yang memiliki penyakit di-
abetes, disarankan untuk konsultasi dengan dokter untuk
mengkonsumsi buah durian ini, karena kadar gula yang
terdapat didalam buah durian cukup tinggi.
Dan bagi yang menjalani program diet diharapkan
untuk tidak mengkonsumsi buah ini terlalu banyak kare-
na buah durian juga memiliki kandungan kaliri yang bisa
menghambat program diet anda.
Maka dari itu, banyak orang yang mencoba mencip-
takan inovasi baru untuk menikmati buah ini tanpa harus
mengkonsumsi secara langsung raja buah ini. Berbagai
jenis kuliner dan makanan yang terinspirasi dari buah du-
rian. Produksi yang cukup melimpah pada setiap musim
membuat beberapa peluang untuk bereksperimen mencip-
takan beberapa menu makanan yang menggugah selera,
mulai dari minuman, makanan, dan berbagai cemilan yang
bisa diciptakan dari buah ini.
Nah, karena produksi buah ini cukup melimpah, dan
tidak semua orang menyukai buah ini, terkadang buah ini
juga sampai dibiarkan membusuk dan akan terasa asam.
Maka dari itu, (dikatakan sayang bagi orang melayu) buah
yang mengalami pembusukan, atau istilahnya terfermen-
tasi itu, dimanfaatkan sebagai olahan pangan yang mem-
buat kebanyakan orang yang belum mengenal olahan pan-
gan ini penasaran. Apakah makanan ini akan enak seperti
buahnya atau sebaliknya?.
Bagi kalian yang berlibur atau merantau di kota Pon-

Membangun Indonesia Dari Desa | 79


tianak, tidak akan sah jika kalian belum mencoba makanan
yang satu ini. Sambal Tempoyak.
Nah, sambal tempoyak ini, merupakan sambal khas
yang mungkin menarik minat para pecinta makanan pe-
das. Dibuat dari hasil buah durian yang terfermentasikan
dan dicampur dengan beberapa bumbu yang akan menja-
dikan makanan yang tidak enak, menjadi makanan yang
layak dan lezat untuk dikonsumsi.
Sambal tempoyak juga bisa dicampur dengan berb-
agai bahan lain, seperti udang, ikan teri, dan bahan lain
yang bisa disesuaikan dengan selera anda. Jika kalian ti-
dak menyukai rasa pedas, kalian juga bisa menyesuaikan
rasa pedas yang kalian inginkan.
Sambal ini juga bisa dibuat sendiri sesuai dengan
keinginan, karena tidak sulit untuk mengolahnya. Kita ha-
nya harus menyiapkan beberapa bahan umum untuk bum-
bunya seperti bawang putih, bawang merah, cabai (sesuai
keinginan), garam, dan sedikit gula, bisa juga ditambah
dengan bahan tambahan seperti udang dan ikan teri. Lalu
tumis bumbu-bumbu itu hingga harum, dan masukkan
daging buah durian yang difermentasikan kedalam bum-
bu-bumbu yang sudah ditumis. Aduk-aduk hingga merata
selama beberapa menit, sampai daging buah agak bening
yang berarti sambal itu sudah matang.
Sambal Tempoyak akan nikmat jika disajikan den-
gan nasi putih panas yang pulen (saya membayangkann-
ya dan air liur mulai mengalir) apa lagi jika disandingkan
dengan kuliner khas Pontianak lainnya, itu akan menam-
bah cita rasa yang akan menggugah selera makan anda.
Selain Sambal Tempoyak di atas, terdapat kuliner
yang juga terbuat dari daging buah durian. Kali ini, daging
buah durian tidak difermentasikan, melainkan langsung

80 | Membangun Indonesia Dari Desa


diolah saat daging buah durian itu masih bagus. Gule Du-
rian (sama dengan selai durian)
Gule Durian (sebutan orang melayu) bisa menjadi
alternatif lain untuk menikmati citarasa buah durian selain
Sambal Tempoyak. Gule Durian ini termasuk kuliner yang
cukup diminati oleh kalangan pecinta kuliner manis. Gule
Durian dapat dijadikan sebagai teman makan roti, dan isi
camilan. Seperti yang diterangkan sebelumnya, jika buah
durian memiliki produksi melimpah disetiap tahun menja-
dikan gule durian menjadi suatu ide untuk mengawetkan
buah durian.
Cara membuat gule durian cukup mudah, bahan-ba-
han yang didapatpun ada di toko terdekat. Bahan-baha-
nnya adalah daging buah yang sudah dipisahkan dengan
bijinya dan gula pasir. Bahan-bahan ini diaduk selama be-
berapa menit diatas kompor. Gule Durian kemudian didin-
ginkan dan disimpan dalam sebuah toples.
Selain Gule Durian, ada makanan serupa yang juga
terbuat dari bahan yang sama, hanya saja lama dalam
proses memasaknya lebih lama. Nama kuliner ini adalah
Lempok Durian.
Makanan ini juga merupakan makanan khas yang
bisa dijadikan oleh-oleh bagi pendatang dan pelancong
yang singgah di Pontianak. Lempok Durian biasanya akan
disajikan dalam berbagai acara. Misalnya seperti acara
khataman, nikahan, dan juga acara lainnya (jika pada mu-
simnya).
Sangat tidak disarankan untuk para penderita pen-
yakit kencing manis untuk mengkonsumsi dua.kuliner ini,
karena kandunga gula pada durian saja sudah tinggi, apa
lagi jika ditambah dengan gula pasir untuk mengimbangi
dan mendukung cita rasa pada Gule Durian dan Lempok

Membangun Indonesia Dari Desa | 81


Durian.
Makanan lain yang terbuat dari buah durian juga
banyak, seperti camilan, minuman, dan bahkan dijadikan
salah satu sumber penghasilan bagi yang memiliki krea-
si kuliner yang tidak hanya kuliner diatas yang terkenal,
namun masih banyak kreasi unik tentang buah durian ini.
Banyak alternatif yang bisa kita gunakan untuk me-
nikmati buah berduri yang memiliki hal positif dan juga
negatif (jika dikonsumsi secara berlebihan), maka dari itu,
perlu diingat jika jangan berlebihan mengkonsumsi buah
durian ini, karena sesuatu yang bersifat berlebihan tidak
akan baik.
Nah, begitulah sekilas info tentang makanan tra-
disional yang khas, terutama dari kalimantan ini. Semoga
bermanfaat dan menarik untuk para penikmat kuliner tr-
adisional. Jangan lupa untuk mencoba makanan ini (jika
sedang musim buah durian) dan nikmati sensasi lain me-
nikmati buah berduri dengan rasa manis yang khas.
(Dikutip dari Tatik Hanjarsari, 2018 dalam Nuansa
Lokal Kalimantan Barat)

82 | Membangun Indonesia Dari Desa


Bagian 7
ADAT
KEBUDAYAAN/
TRADISI

Membangun Indonesia Dari Desa | 83


84 | Membangun Indonesia Dari Desa
13
TRADISI KELAHIRAN
PENDUDUK DESA DABONG

Oleh: Saripaini

A
dat kelahiran yang hidup di antara penduduk
Desa Dabong telah mengalami proses penya-
ringan panjang, sehingga ditemukanlah mod-
el adat istiadat sebagaimana yang ditampilakan hari ini.
Tradisi sebagai suatu konsep sejarah yang memiliki
asal-usul pelaksanaan hingga dijadikan warisan yang di-
turunkan kepada anak cucu, dengan demikian dapatlah
dipahami bahwa tradisi sebagai suatu paradigma kultur-
al untuk melihat dan memberi makna terhadap kenyataan
yang terjadi. Pada adat kelahiran yang berlaku di Desa Da-
bong ada dua suku yang berpengaruh besar pada pelaksa-
naan tradisi ini yakni Melayu-Bugis dengan pembawaan
nuansa Islami.
Tradisi kelahiran pada penduduk Desa Dabong dimu-
lai dari pelaksanaan berlenggang pada saat usia kadungan
menginjak 7 bulan, basuh lantai, naik ayun dan gunting

Membangun Indonesia Dari Desa | 85


rambut. Tradisi ini telah mengalami proses penyaringan
yang melalui kebudayaan lokal warisan nennek moyang
dan tak dapat terlepasdari pengaruh agama Islam yang di-
anut oleh mayoritas penduduk Dabong.

a. Berlenggang
Berlenggang (syukuran tujuh bulanan). Jika dilihat
dari penamaan adat kebiasaan yang dilakukan penduduk
Dabong Berlenggang adalah nama yang sukuran yang
dilakukan oleh orang Melayu-Bugis. Dalam pelaksanaan-
nya ritual adat yang menyamar dalam bentuk kebiasaan
ini tidak jauh berbeda dengan pelaksaan ritual adat ber-
lenggang yang dilakukan oleh nenek moyang terdahulu
pada umumnya. Tujuan dari pelaksanaan adat kebiasaan
belenggang yang biasa dilakukan dengan mengadakan
pengajian serta meminta doa dari para tamu undangan
agar bayi yang dilahirkan sehat, menjadi anak sholeh atau
sholeha, serta doa-doa baik lainnya dan tak lupa doa untuk
ibu yang akan melahirkan agar lancar dalam proses bersa-
linnya. Kemudian ada pembacaan air dengan doa selamat
dan do’tolak bala untuk ibu yang akan melahirkan mandi.
Sedangkan pada kebudayaan yang sebenarnya yakni
yang dilakukan oleh leluhur terdahulu adalah untuk me-
minta keselamatan kepada roh nenek moyang yang mer-
eka yakini akan terjadi hal yang tidak diinginkan jika itu
tidak dilakukan. Disilah telah terdapat perbedaan perubah-
an makna dan tujuan adat istiadat tersebut disebabkan oleh
proses panjang yang berlangsung tanpa disadari.
Tidak ada pemberatan pada pelaksanaan tradisi ber-
lenggang. Tradisi ini dilakukan sesuai dengan kondisi
ekonomi. Jika mengami ekonomi lemah biasanya pen-
duduk Dabong hanya meminta air tolak bala untuk si ibu

86 | Membangun Indonesia Dari Desa


mandi. Air tolak bala merupakan salah satu wujud permo-
honan keselamatan kepada Allah SWT yang dilakukan
penduduk lokal Melayu-Bugis Pontianak.

b. Basuh lantai
Basuh lantai merupakan adat istiadat orang Bugis da-
lam pelaksanaan ritual ini adalah pembasuan lantai tempat
ibu melahirkan. Lantai itulah yang dicuci dengan meng-
gunakan air di dalam air tersebut terdapat perlengkapan
yakni langir yang direndam di dalam air yang akan digu-
nakan untuk membasuh lantai yang ini disebut air langir.
Ritual ini (basuh lantai) dipimpin oleh orang yang pandai
atau biasanya di pimpin oleh seorang dukun beranak yang
menangani ketika ibu ketika proses melahirkan.
Dalam tradisi basuh lantai keluarga peneyelengara
acara akan memanggil tetangga sesuai dengan kemam-
puan ekonominya sebagai ungkapan rasa syukur atas ke-
lahiran bayinya. Taradisi basuh lantai pada penduduk Da-
bong umumnya dilakukan bersamaan dengan tradisi naik
ayun dan gunting rambut.

c. Naik Ayun
Tradisi naik ayun masih bisa ditemukan namun da-
lam pelaksaannya sekarang telah di permudah maksudnya
di dalam pelaksaannya ada rangkaian yang tidak dipakai
atau terjadinya pengurangan perlengkapan. Jika biasanya
orang Bugis mengantungkan beberapa jenis makanan
pada ayunan bayi seperti pisang,ketupat, dan lepat leng-
kap dengan kain bewarna kuning.
Dalam perorientasian adat kebiasaan naik ayun pada
mayarakat Dabong adalah tidak ditemukan pisang,ketupat,

Membangun Indonesia Dari Desa | 87


dan lepat yang biasanya tergantung di atas ayun yang telah
digantung tapi adat kebudayaan orang Bugis di Dabong
pada bagian sudah tidak dipakai yang tinggal hanya kain
ayunan berwarna kuning. Dan yang selanjutnya adalah
tradisi gunting rambut yang kerap kali diseratakan den-
ga naik ayun dan basuh lantai oleh para penduduk Desa
Dabong, tradisi ini adalah kolaborasi antara adat Melayu,
adat Bugis dan Islam.

d. Gunting Rambut
Gunting rambut pada masyarakat Dabong sangat
jelas ada pengaruhi oleh Melayu,Bugis dan Islam. Unsur
Islami pada tradisi ini terdapat pada awal acara yang di-
awali dengan pembacaan serakal Al-Barzanji yang ber-
tujuan untuk mendapatkan syfa’at dari Nabi Muhammad
SAW. Bagi yang akan digunting rambutnya dipersiapkan
sebagai berikut:
• Al-Barzanji
• Kendi yang terbuat dari kelapa muda (Tempat
potongan rambut bayi yang telah digunting)
• kain kuning (Menyelimuti bayi dibawa kepa-
da orang yang akan menggunting rambutnya.)
• Beretih (Menghamburkan sebagai simbol
ucapan selamat ketika serakal dan sebelum
mengunting rambut bayi.)
• Beras kuning (Menghamburkan sebagai sim-
bol ucapan selamat ketika serakal dan sebe-
lum mengunting rambut bayi.)
• Tepung tawar (beras yang ditumbuk dengan
kunyit, yang kemudian setelah halus dicam-
purkan dengan air)
• Daun juang-juang (Daun yang dipakai untuk

88 | Membangun Indonesia Dari Desa


menepis-nepiskan tepung tawar)
• Daun ribu-ribu (Daun yang digunakan untuk
meliliti daun juang-juang)
• Gunting (untuk menggunting rabut bayi)

Begitu pembacaan Al-Barzanji sampai pembacaan


asrakal dimana semua tamu berdiri, maka bayi dibawa
keluar dan ditaburi dengan beretih beras kuning29 ser-
ta permen dan uang logam yang diperebutkan oleh anak-
anak, penaburan ini dimaksudkan sebagai pemberitahuan
dimulainya acara gunting rambut kemudian Unsur kebu-
dayaan Bugis yang dibawa mayarakat Dabong pada tradisi
ini adalah pada pemakain kain kuning untuk menyelimuti
bayi ketika hendak dibawa kepada orang yang di tuakan
dan tokoh agama setempat untuk mengunting rambut bayi
tersebut sebayak 3, 5 atau 7 orang yang terdiri atas laki-la-
ki dan perempuan.
Jika yang mengunting 3 orang maka harus 2 orang di
antaranya laki-laki dan 1 di antaranya permpuan, jika yang
mengunting 5 orang maka 3 di antaranya harus laki-laki
dan 2 di antaranya harus perempuan dan begitulah selan-
jutnya. Jumlah orang yang mengunting jumlahnya harus
ganjil dan minimal 3 orang, maksimal 7 orang. Setelah
Rambut bayi digunting oleh para tokoh, selanjutnya po-
tongan rambut tersebut dimasukkan pada kendi yang ter-
buat dari kelapa muda dan telah dihiasi dan di dalamnya
terdapat kembang. Setelah menggunting rambut orang
yang menggunting rambut akan diberikan setangkai bunga
telur yang merupakan souvenir khas Melayu.

(Dikutip dari, Saripaini, 2017, Penduduk Desa Dabong,


Kalimantan Barat)

Membangun Indonesia Dari Desa | 89


14

TRADISI PERNIKAHAN
WARGA SUNGAI BESAR
Oleh: Zainal Aripin

Acara Menikah Sebelum Islam


Sebelum mereka Islam mereka masih menggunakan
adat dan tradisi orang Iban, Masa sebelum orang Iban
Sungai Besar memeluk agama Islam memang menarik
untuk disampaikan kepada publik dan diketahui oleh
masyarakat luas sebagaimana hasil yang saya dapatkan
di lapangan dari wawancara dengan beberapa warga Iban
yang melangsungkan pernikahan sewaktu mereka belum
beragama Islam, karena hal ini berkaitan dengan agama
dan kepercayaan orang Iban.
Sebagaimana tradisi orang-orang Iban yang lain,
Iban di Sungai Besar juga memakai adat dan tradisi dalam
Sukunya. Karena pada masa itu Iban Sungai Besar masih
belum memiliki agama, adat istiadat memang sangat di
junjung tinggi oleh mereka pada saat itu.
Sebagaimana biasanya orang Iban dahulu, sebelum
90 | Membangun Indonesia Dari Desa
mereka menikah ada masa perkenalan antara laki-laki
dan perempuan (muda-mudi). Pada suku Iban ada yang
namanya adat nganyap, hal seperti ini sudah menjadi hal
yang alamiah antara muda-mudi Iban pada tahun 90an ke
bawah, namun sekarang hal ini boleh dikatakan tidak ada
lagi.
Di daerah Kapuas Hulu khususnya suku Iban
mempunyai istilah Ngayap. Ngayap sebenarnya
mengandung arti merayap di malam hari, Asal kata rayap.
Untuk memudahkan dan istilah yang popular di tengah-
tengah muda mudi dipakailah kata Ngayap. (Mohd. Malik
dkk 1985).
Ngayap adalah pertemuan muda mudi (perjaka)
di malam hari, tempat pertemuannya ialah di tempat
tidur sang gadis. Biasanya pada siang hari mereka telah
membicarakan terlebih dahulu, terutama sang jejaka
berusaha untuk bertemu dengan sang kekasihnya agar
dapat menyampaian maksudnya yaitu jejaka bermaksud
untuk ngayap. Hal demikian bisa di sampaikan dengan
bahasa sindiran (pantun) sebagai contoh pantunnya yang
diutarakan oleh sang jejaka pada kekasihnya:
“Tumbuh padi di dalam perigi, hinggap seekor
kupu-kupu
Adakah adek berani berjanji, jika ku datang bukakan
pintu”.
Lalu sang gadis menjawab:
“Buah pala buah mengkudu, tiga dengan buah
duruian
Jika benar janji abang demikian, mudah saja
membuka pintunya tuan”.
Maka pada waktu malamnya datanglah sang

Membangun Indonesia Dari Desa | 91


jejaka, jika ada miuman sejenis arak semisalnya, sengaja
sang jejaka membawanya untuk penghormatan permulaan
pertemuan atau pembuka kata. Adapun latar belakang
pertemuan mereka ini yaitu memadu kasih sayang atau
pacaran, pertemuan ini berlanjut sampai tiga malam
berturut-turut, maka hubungan mereka telah dianggap
mencapai tujuan sebenarnya yaitu pernikahan.
Sebagaimana adat mereka, setiap peraturan harus
dipenuhi. Maka Jejaka yang telah mengayap selama
tiga malam tersebut harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Dia dipanggil oleh orang tua si Gadis
tersebut, untuk mendengarkan jawaban sehubungan
dengan perihal Ngayapnya tersebut. Untuk itu sang Jejaka
harus bersedia menerima kenyataan bahwa dia tidak untuk
main-main dan siap sedia untuk dikawinkan. Bila sang
Jejaka menolak tidak mau menikah dengan si gadis maka
ada denda yang harus dipenuhi oleh sang Jejaka sebagai
mana yang telah ditetapkan dalam hukum adat.
Berbicara masalah pernikahan suku Iban ada be-
berapa prosesi acara yaitu sebagai berikut:
1. Acara perkawinan dapat diadakan dua kali. Per-
tama perayaan di tempat mempelai perempuan dan yang
kedua di tempat mempelai laki-laki.
2. Pada zaman dahulu untuk menebus perkawinan,
yaitu dengan tengkorak kepala manusaia yang telah di-
potong kepalanya, sekarang sudah diganti dengan seekor
babi atau lebih atau dengan minuman keras (arak) atau
sealakadarnya dari pihak laki-laki.
3. Pasangan suai dan istri duduk bersanding dan
dikipas-kipas dengan seekor ayam jago pas pada kedua
kepla pengantin dengan dibacakan mantera, kemudian
setelah pembacaan mantera selesi ayam tersebut dipotong

92 | Membangun Indonesia Dari Desa


dan sebagian darahnya di masukkan kedalam mangkok
kemudian darah tersebut dioleskan kedahi kedua mempe-
lai. Biasanya yang mengoleskan darah kedahi kedua mem-
pelai dilakukan oleh kepala suku, engan mantera tersebut
agar kedua mempelai panjang umur, panjang jodoh, mu-
rah rezeki dan jika berladang dapat padi yang banyak dan
lain-lain.
Sebelum orang Iban yang ada di Sungai Besar me-
meluk agama Islam seperti masyarakat pribumi lainnya,
masyarakat Iban kaya dengan adat dan warisan budaya
yang masih di pegang dari zaman ke zaman, bentuk tradisi
suku Iban tidak bisa dilepaskan dari sejarah sosiologisn-
ya. seiring berjalannya waktu kini tradisi orang Iban sudah
banyak yang hilang kareana berbagai macam faktor.
menurut penuturan cerita dari ibu Serian ketika ia
menikah dengan sesama orang Iban kala itu mereka me-
nikah dengan cara dan tradisi orang Iban. Sebelum me-
nikah mereka ada yang nama adat Sirin.
Sirin adalah seorang laki-laki menanyakan kepa-
da keluarga perempuan mengenai si perempuan yang di
lamar apakah sudah ada laki-laki lain yang melamarnya
atau belum. Dalam hal ini keluarga dan si perempuan tidak
serta-merta memberikan jawaban kepada pihak laki-laki,
bisa sehari, seminggu atau sebulan. Setelah memberikan
jawaban kepada pihak laki-laki apakah sirin si laki-laki
diterima atau di tolak.
Kalau di sirinnya di tolak maka sampai disitulah
sirinnya, tapi kalau sirinnya di terima maka tahapan beri-
kutnya adalah melamar (bertunangan). Dalam melamar,
pihak laki-laki ada adat yang harus di penuhi yang telah
tentukan oleh adat istiadat di tempat si perempuan.
Dalam masa bertunangan laki dan perempuan tidak
bebas dalam bergaul karena mereka masih sebatas tunagan
Membangun Indonesia Dari Desa | 93
masih belum resmi dalam ikatan suami istri, ada batasan-
batasan yang harus dijaga oleh kedua pihak, karena mere-
ka belum pasti menjadi suami Istri bisa iya bisa juga tidak.

Acara Pernikahan Pasca Memeluk Agama Islam


Pasca masyarakat Sungai Besar memeluk agama Is-
lam, mereka mulai perlahan-lahan meninggalkan tradisi
lama mereka terutama pada pelaksaan pernikhan. karena
syariat ajaran agama baru yang mereka yakini tidak men-
ganjurkan mereka melaksanakan kebiasaan-kebiasaan se-
belumnya.
Sebelum melangsung pernikahan warga memper-
siapakan segala sesuatunya dengan bergotong royong sep-
erti mempersiapakan bahan-bahan yang diperlukan sebagai
bahan pelengkap menu makanan khusnya sayur-sayuran
sejenis umbut yang akan dipergunakan untuk acara hari
pelaksaan perikahan. Sebagaimana kebiasaan yang ada
di Sungai Besar Kegiatan ngumut (mencari umut) dilak-
sanakan oleh kaum laki-laki yang ada di kampung Sungai
Besar. Baik yag menikah pihak laki-laki maupun perem-
puan mereka tetap melakukan kegiatan ngumbut.
Kaum ibu-ibu biasanya mereka mempersiapkan per-
lengkapan seperti bumbu-bumbu yang diperlukan untuk
menu pelengkap masakan. Biasanya ada juga kaum ibu-
ibu yang memasak masakan yang menunya manis seperti
dodol dan wajid yang biasanya untuk dikonsumsi dalam
acara berzanji. Kegiatan seperti ini biasanya dilaksanakan
tiga sampai dua hari sebelum pelaksaan pernikahan.
Sementara kaum laki-laki mereka mempersaiapkan
panggung yang biasanya dipakai untuk acara hiburan sep-
erti band yang diselingi dangan acara belangkah dan jepin
yang masih tetap dipertahankan oleh warga Sungai Besar.
Ada juga kebiasaan yang masih tetap dipertaank-
94 | Membangun Indonesia Dari Desa
an oleh warga Sungai Besar pada waktu acara pernikahan
yakni kegiatan Al-Berzanji. Adapaun kegiatan Al-Barzan-
ji, biasanya dilaksanakan sebelum hari ijab dan kabul atau
sudahnya yang dilaksanakan pada malam hari yang diikuti
oleh kaum tua maupun kaum muda, tapi kebanyakan yang
ikut melaksanakan kegiatan Barzanji adalah kalangan tua.
Sedangkan kaum muda kebanyakan lebih senang denga
acara hiburan band.

(Dikutip dari Zainal Aripin, 2015, Orang Iban di


Kapuas Hulu)

Membangun Indonesia Dari Desa | 95


96 | Membangun Indonesia Dari Desa
Bagian 8
ETNIK

Membangun Indonesia Dari Desa | 97


98 | Membangun Indonesia Dari Desa
15

ORANG CINA
DI DESA DABONG
Oleh: Saripaini

O
1. Kedatangan Orang Cina (Tionghoa)
rang Tionghoa umumnya dikenal sebagai
suatu kelompok yang berasal dari negeri
Cina. Sehingga di tanah rantaunya mereka
lebih akrab dengan nama negeri asalnya yakni orang Cina
namun di Desa Dabong sendiri orang Tionghoa lebih akr-
ab disebut orang Cin.
Para imigran dari negeri Cina ini mulai menjelajahi
Nusantara sebagai wilayah imigrasinya sejak abad ke-16
sampai kira-kira pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-
sembilan belas orang Tionghoa kesempatan bisnis baru
dalam perdagangan, pertambangan, dan perkebunan, saat
ini orang Tionghoa hampir ada pada setiap negeri di dun-
ia yang diperkirakan berjumlah kira-kira dua puluh dua
juta berada di Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina
dan Muangthai.12 Dalam penjelahan ini mereka mengikut
Membangun Indonesia Dari Desa | 99
sertakan kebudayaan suku-bangsanya dari tanah leluhur
sebagai perangkat-perangkat identitas di wilayah peran-
tauan.
Berikutnya kembali terjadi gelombang-gelombang
imigran dari negeri Cina ke Nusantara pada tahun 1850
sampai 1930 yang membawa perantau ini sampai di Bor-
neo Barat atau Kalimantan Barat dan ada yang sampai ke
pelosok Kalimantan Barat seperti Sembuluk13, Padang
Tikar dan tersebar di beberapa wilayah sekitar. Kelompok
ini kemudian tinggal dan menetap di tanah perantauann-
ya. Koentjaraningrat (ed) dalam buku Yang berjudul “Ma-
nusia dan Kebudayaan di Indonesia” bahwa orang Hakka
(Khek) merupakan suku bangsa Cina yang paling banyak
merantau kesebrang lautan. Kelompok imigran ini berasal
dari propinsi Kwantung.
Perantauan orang khek dilatar belakangi oleh tun-
tutan ekonomi mereka yang amat lemah dan harapan
kehidupan yang lebih baik di tanah perantauan. Karena
kelompok ini merupakan kelompok yang paling miskin di
antara Para perantau Tionghoa lainnya.
Setelah beberapa generasi di tanah perantauan salah
seorang keturunan Tionghoa Sembuluk kemudian me-
nikah dengan seorang wanita Tionghoa yang baru berimi-
grasi ke wilayah Padang Tikar 14. Kemudian kelompok
ini akhirnya mereka untuk pindah ke wilayah Dabong15
perpindahan ini terjadi pada tahun 1963 inilah kelompok
Tionghoa pertama yang menetap di wilayah Dabong. Per-
pindahan ini dilakukan dengan tujuan agar lebih mudah
untuk menggeluti pekerjaannya sebagai nelayan melihat
letak Dabong dianggap setrategis untuk dijadikan tempat
tinggal sebagai nelayan karena lebih dekat dengan laut.
Kedatangan orang Tionghoa dari Sembuluk ke Da-

100 | Membangun Indonesia Dari Desa


bong adalah karena adanya tuntutan ekonomi. Orang
Tionghoa dari Sembuluk mendapatkan kesulitan untuk
masuk ke wilayah Sembuluk setelah pulang mencari ikan
di laut sehingga akhirnya memilih untuk menetap di Da-
bong Dan kemudian langkah kelompok kecil ini diikuti
oleh beberapa keluarga lainnya saat itu hanya terdapat 6
buah rumah orang Tionghoa .
Selanjutnya orang Tionghoa ini beranak pinak di
wilayah Dabong. Setelah menikah sebagian besar dari
mereka memilih untuk tidak meninggalkan Desa Dabong.
sebagian besar dari mereka ini memilih untuk menetap
dan membagun rumah bersama keluarga barunya di Desa
Dabong tempat tempat kelahirannya. Akhirnya saat ini
tercatat 27 kepala keluarga Tionghoa yang tinggal di Desa
Dabong.
Berikut adalah cacatan nama kepala keluarga Tiong-
hoa yang tinggal di Desa Dabong dalan cacatan pak Tan
Kim Nyo ketua kelompok Cina Desa Dabong:

1. He Yau Ngou
2. He Hui Lan
3. Lim Jakuang
4. He Tong Ni
5. Huam Tek Cheng
6. Gus No
7. Lim Sun Pheng
8. Lim Cui Cheng
9. Ho Min Ku
10.Tan Ju Thian
11.Gou Young Meng
12.Hi A Khoi
13.Wang mou khun

Membangun Indonesia Dari Desa | 101


14.He Yau Pheng
15. Tio Cheng Ho
16. Cin Sin Siang
17. Kuek Cai pin
18. Ng A Kin
19. Cia Sui Siong
20. Kuek Cai Piu
21. Tan Kim Nyo
22. Khong Phai Liong
23. Lim Se Thuan
24. Lou Soi Meng
25. Tan Yau HUI
26. Gou Yan Ju
27. Cu Huang Liong

2. Kepercayaan Beragama
Pada umumnya di Indonesia orang Tionghoa itu me-
meluk agama Buddha. Dan sebagagian besar orang di neg-
eri Cina memeng lebih banyak masyarakatnya yang me-
meluk agama Buddha. Di Inonesia orang Tionghoa tidak
hanya memeluk agama Buddha tetapi ada juga yang me-
meluk agama Kristen, Khatolik, Islam.Begitu pula orang
Tionghoa yang tinggal di Desa Dabong saat ini yang seba-
gian besar dari mereka memeluk agama Buddha dan han-
ya beberapa yang memeluk agama Kristen Khatolik.
Dalam penentuan kepercayaan beragama pada orang
Tionghoa seorang dapat dengan bebas untuk memilih
agama apapun setelah mereka berakal atau sekitar anak
berusia 12 tahun saat inilah waktu mereka memilih ke-
percayaan atau agama apapun yang dipilihnya tanpa pen-
garuh dari siapun.

102 | Membangun Indonesia Dari Desa


3. Marga atau she di Desa Dabong
Dalam pernikhan orang Tionghoa ada pantangan atau
larangan yang tidak boleh dilanggar yakni tidak diperbo-
lehkan menikah antara orang yang memiliki marga sama
karena mereka menganggap satu marga atau satu she itu
artinya bersaudara atau memiliki hubungan kerabat.
Marga merupakan identitas orang Cina yang diambil
berdasarkan silsilah keturunan nenek moyangnya yang
menikuti marga dari ayah. Saat ini telah tercataat 19 mar-
ga atau she orang Cina atau Tionghoa Desa Dabong yakni
sebagai berikut :
1. He
2. Lim
3. Huam
4. Gus
5. Lim
6. Ho
7. Tan
8. Gou
9. Hi
10. Wang
11. Tio
12. Cin
13. Ng
14. Cia
15. Kuek
16. Tan
Dalam hubungan kekerabatan orang Tionghoa diketa-
hui pihak ayah lebih kuat dan erat dari pada pihak sebelah
ibu. Dahulu derajat wanita dikalangan Tionghoa sangat
rendah. Sedangkan keduddukan laki-laki sangat penting.
Ketika wanita Tionghoa telah menikah maka mereka ha-

Membangun Indonesia Dari Desa | 103


rus tunduk dan menurut sama suaminya serta mereka di-
kuasai oleh mertuanya.
Jika ada satu keluarga yang memiliki anak pertama
seorang wanita dan anak keduanya adalah sorang laki-laki
maka yang akan diakui dan tercatat sebagai anak perta-
ma adalah anak laki-laki, sebab anak laki-laki dianggap
sebagai hal yang sangat penting dan dibutuhkan untuk
melakukan upacara adat seperti pada upacara kematian
orang tua. Dan anak laki-lakilah yang akan meneruskan
she (nama keluarga) sedangkan wanita tidak dapat me-
neruskan she keluarganya karena setelah mereka menikah
dan punya anak maka anaknya kan mengikuti marga sua-
minya.

4. Kehidupan Cina di Tengah Masyarakat Dabong


Kehidupan orang Cina di Dabong sama seperti mas-
yarakat lainnya, mereka saling berbaur tanpa pandang
suku dan agama, sama seperti orang-orang Melayu-Bugis
yang tinggal di Desa Dabong, orang Cina pun bekerja se-
bagai nelayan, berladang dan berdagang.
Walau tidak dapat dipungkiri pengaruh suku Melayu
di Desa Dabong sangat besar. Dapat dikatakan bahwa pen-
duduk Dabong telah mengalami Melayunisasi jika dilihat
dari kaca mata bahasa.
Dalam kesehariannya orang Cina di Dabong tidak
terdapat perbedaan yang mencolok antar suku lainnya.
Adapaun bahasa yang biasanya dituturkan oleh orang
Tionghoa di Desa Dabong adalah bahasa khok low. Ba-
hasa ini hanya di tuturkan oleh kaum tua saja sedangkan
kebanyakan dari generasinya saat ini lebih fasih berbahasa
Melayu akibat interaksi dengan teman sepermainan dan
dengan mayoritas penduduk di Desa Dabong.

104 | Membangun Indonesia Dari Desa


Orang Tionghoa di Dabong sangat fasih dalam ber-
bahasa Melayu yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari
di Desa Dabong bahkan banyak di antara ketutunan orang
Tinghoa di Desa Dabong tidak pandai berbahasa Cina sep-
erti orang Cina pada umumnya.
Pada saat aku melalkukan wawancara pada wilayah
yang disebut penduduk Dabong wilayah laut yang di dom-
inasi oleh penduduk Cina saya sempat mmendengar dialog
seorang gadis usia sekolah menengah pertama yang meng-
gunakan bahasa Melayu tanpa logat khas orang Tionghoa
gadis kecil ini hanya memiliki mata sipit dan kulit putih
sebagai tanda pengenal untuk dapat dikenali sebagai orang
Tionghoa. Namun ada juga orang Tionghoa di Desa Da-
bong yang berkulit sawo matang tak berbeda dengan war-
na kulit penduduk Dabong pada umumnya. Ini tidak heran
karena tepat tinggal mereka persir.
Di Desa Dabong ada pengelompokan berdasarkan
tempat tinggal. Adanya penumpukan orang Cina di ba-
gian tepi sungai. Pemukiman ini terbentuk berdasarkan
rumah orang tua mereka. Ketika mereka telah menikah
kebanyakan membuat rumah di dekat rumah orang tuanya.
Pemukiman ini terbentuk kerena mayoritas orang Cina di
Dabong berprofesi sebagai nelayan.

5. Pemimpin Tionghoa Desa Dabong


Ketua orang Cina di Desa Dabong adalah pak Tan
Kim Nyo. Beliaulah yang mengurus jika ada pemban-
gunan atau perbaikan pekong di Desa Dabong. Sebagai
ketua yang Beliau memiliki tugas utama yakni menjaga
ketertiban dan keamanan masyarakat Cina atau Tiong-
hoa yang terdapat di daerah kepemimpinnnya, megurus
hal adat istiadat, kepercayaan, perkawinan dan percearian

Membangun Indonesia Dari Desa | 105


dan memutuskan segala hal.16 Beliau dipilih sebagai ket-
ua karena beliau diakui lebih tahu tentang berbagai agama
dan marga atau She maka beliau di percayai untuk menjadi
ketua orang Tionghoa Desa Dabong.
Salah salah tugas pak Tan Kim Nyo sebagai ketua
orang Tionghoa di Desa Dabong adalah mencatat berb-
agai keperluan yang akan dibeli untuk yang dibutuhkan
pekong oleh orang Cina di Dabong untuk segera di penuhi,
pak Tan Kim Nyo memiliki catatan mengenai marga atau
She, agama yang dianut oleh orang-orang Tionghoa yang
dipimpinya.
Di Desa Dabong terdapat satu buah pekong dan ba-
ru-baru ini pekong di Desa Dabong kembali diperbaiki
dalam rangka pemeliharaannya tepatnya pada tanggal 1
maret 2016 dengan di cat dan menambah perlengkapan
yang kurang atau mengganti perlengkapan yang harus
diganti dalam pembangunan dan pemeliharaan pekong
mereka. ini merupakan salah satu tugas dari pak tan Kim
Nyo untuk mencatat siapa yang ikut berpatisipasi dalam
perbaikan ini pekong yang dibangun berdasarkan kemam-
puan perekonomian masyarakat. Selain dalam perbaikan
atau perenovasian pekong, Tionghoa di Desa Dabong juga
memiliki uang kas bulan
Dalam kepemimpinan Pak Tan Kim Nyo, beliau be-
rupaya untuk tetap melekatkan identitas ke-Tionhoa-an
mayarakat yang dipimpinnya, beliau sengaja menam-
bahkan marga di depan setiap nama etnis Tionghoa yang
tinggal di Desa Dabong. Sebenarnya mayoritas Tionghoa
di Desa Dabong dalam nama Aslinya tidak mengikutkan
marga atau nama keluarganya yang sesungguhnya adalah
bagian dari atribut identitas sebagai orang Tionghoa.
Setelah menunjukkan daftar nama yang menyum-

106 | Membangun Indonesia Dari Desa


bang pak Tan Kim Nyo juga menunjukkan cacatan per-
lengkapan yang dibeli untuk keperluan pekong dalam
huruf kanji. Dahulu pak Kim Nyo pernah beajar bahasa
Mandarin Dan tulisannya di sebuah rumah namun karena
saat itu merasa tidak tidak aman dengan apa yang dilaku-
kannya maka kelompok inipun membubarkan pembelaja-
ran mereka dan membakar buku-buku pelajarannya untuk
menghilangkan jejak.

(Dikutip dari, Saripaini, 2017, Penduduk Desa Dabong,


Kalimantan Barat)

Membangun Indonesia Dari Desa | 107


108 | Membangun Indonesia Dari Desa
Bagian 9
PERMAINAN
RAKYAT

Membangun Indonesia Dari Desa | 109


110 | Membangun Indonesia Dari Desa
16

KETAPEL DAN SOLDO


Oleh:Saripaini
• Ketapel
Bermain ketapel pada umumya dimainkan oleh anak
laki-laki. Anak-anak ini berangakat bersama menuju tem-
pat perburuan dengan kelompok yang terdiri dari anak la-
ki-laki yang duduk dibangku kelas 4, 5 dan kelas 6 SD.
Masing-masing dari mereka membawa batu-batu kecil
sebagai peluru kemudian dimasukkan ke dalam kantong
plastik yang terikat dipinggang atau diselepang seperti tas.
Dan pastinya membawa ketapel yang telah mereka buat
sendiri.
Objek buruan mereka adalah burung.Tak berapa lama
setelah perburuan dimulai, salah satu peluru berhasil men-
jatuhkan seekor burung dan tidak dapat terbang. Mereka
berlarian mengambil hasil buruan dan membunuhnya.
Aku bertanya heran, mengapa mereka membunuh
burung tersebut. Dengan polos mereka menjelaskan bah-
wa burung ini (burung pocong) berhantu. Ya, nama burung
tersebut adalah burung pocong.
Mereka sangat berani memasuki hutan tanpa penga-

Membangun Indonesia Dari Desa | 111


wasan dari seorang orang tua pun. Namun mereka men-
gatakan bahwa sebelum masuk hutan mereka harus minta
izin dahulu kepada penunggu hutan dengan mengatakan
“ Nenek Datok, Cucu kau numpang lewat. Kau mandang
aku. Aku tak mandang kau.” Setelah mengatakan hal itu
mereka merasa aman menjelahi hutan.

Manfaat bermain ketapel


a). Melatih mental untuk menjadi seorang yang pem-
berani.
saat berburu mangsa anak harus berani melalui med-
an baru yang belum pernah dilalui, menguji nyali walau-
pun sesungguhnya terkadang mereka tidak merasakan hal
demikian melainkan keasyikan. Dengan demikian anak
akan terbiasa dan menjadi seorang yang pemberani meng-
hadapi hal yang baru dan yang harus dihadapainya un-
tuk mendapatkan sesuatu dengan usaha yang tidak dapat
dinikmati hanya dengan bersantai kaki menunggu hasil.

b). Melatih kesabaran anak.


dalam bermain ketapel secara tidak langsung kesaba-
ran anak akan teruji. Anak harus bersabar saat membidik
objek yang akan menjadi sasaran kalau-kalau objeknya
bergerak. ia harus tetap diam agar objek bidikannya tidak
bergerak terlalu jauh.

Soldo atau Gala Hadang


Permainan Soldo atau permainan gala hadang adalah
permainan yang membutuhkan stategi baik untuk kelom-
pok jaga atau pun kelompok yang bawak (main). Bagi
kelompok pemain strategi digunakan untuk mencetak skor

112 | Membangun Indonesia Dari Desa


sebanyak-banyaknya semakin banyak anggota yang lolos
maka skor yangtercipta akan semakin banyak. Kemudian
pada kelompok penjaga strategi sangat dibutuhkan un-
tuk menjaga dan menangkap kelompok pemain agar dapat
bertukar posisi dan segera menjadi tim pemain.

Cara bermaian soldo
Pertama anak-anak yang akan bermaian menyiapkan
tempat untuk bermain dengan membuat area permainan
yang disepakati. Kedua anak-anak akan menentukan re-
gunya dalam permainan. Penentuan ini dapat dilakuakan
denga cara hom pimpah atau dengan cara penunjukan
yang suai (setara, sama kuat) sehingga permaian di anggap
seimbang. Ketiga adalah pengatuaran startegi permainan.

Manfaat perminan

a) Melatih kemampuan mengatur strategi

Dalam permaianan ini sangat dibutuhkan penstrate-


gian yang baik untuk mendapatkan kemenangan.
Baik strategi mengatur formasi maupun strategi
dalam menjebak lawan.

b) Melatih kelincahan

Permanian ini membutuhkan kelincahan untuk


mengatasi kejelihan lawan dalam tipu muslihat.
Dalam permaian ini banyak taktik jitu yang di-
gunakan tim penjaga untuk mensiati pergerakan
lawan. Ada yang dengan segaja meletakkan ka-
kinya pada posisi salah taktik seperti ini dikenal
dengan taktik “basi” kemudian ada taktik umpan

Membangun Indonesia Dari Desa | 113


balik seolah-olah penjaga fokus pada lawan yang
di hadapanya namun sebenarnya ia melirik lawan
yang merasa aman dan menangkapanyadan masih
banyak lagi.

c) Melatih kerja sama


Kerja sama merupakan syarat mutlak yang harus
dilakukan dalam permaianan ini. Kalau kerja sama tidak
dapat terjalin antar kelompok maka permainan ini tiadak
akan terasa menyenangkan.
d) Melatih solidaritas
Melatih solidaritas dengan teman-teman sebayanya.
Dalam permaian ini biasanya anak-anak akan memperha-
tikan temannya yang kurang lincah dalam bermaian salah
satu anak aan selalu mengarahkan anak tersebut di posisi
manakah dia berada, kapan waktunya membantu menipu
lawan.

(Dikutip dari, Saripaini, 2017, Penduduk Desa Dabong,


Kalimantan Barat)

114 | Membangun Indonesia Dari Desa


17

PRIMADONA MASA
KANAK-KANAK

Oleh:Saripaini

A
pa yang terlintas di benak kalian ketika
mendengar kalimat “Permainan Tradision-
al”? Barangkali sebagian orang akan ti-
ba-tiba mengajak ingatan mereka kembali menjejaki ma-
sa-masa kecil berapa tahun silam, masa dimana mereka
tertawa riang sambil dengan asyik bermain permaianan
tradisional, berkelompok membentuk lingkaran bermain
Bue Car, atau berjejer menjaga benteng dalam permain-
an Bentengan, atau malah berlari riang bermain Slodor,
berjingkrak-jingkrak main Tabak dan masih banyak lagi
permainan-permainan lain yang tak kalah menyenangkan
dari game-game modern, kelompok orang ini biasanya di-
huni oleh generasi yang menikmati masa kecilnya di Ta-
hun 2000 an kebawah, meski mungkin ada segelintir dari
Membangun Indonesia Dari Desa | 115
generasi di atasnya yang juga akrab dengan permainan
tradisional. Sebagian lagi barangkali akan bergeming tak
paham ketika mendengar nama- nama permainan itu diu-
capkan, Sibuk mencari tahu, bertanya sana sini soal apa
dan seperti apakah gerangan permainan trdisional itu.
Saya adalah salah satu dari sekian banyak orang
tumbuh di tengah keseruan permainnan tradisional, ada
beberapa nama permainan yang sampai saat ini melekat
diingatan, dan ketika mengingatnya membuat saya merasa
ingin kembali kemasa dimana permainan itu masih menja-
di primadona bagi kami. Berikut diantaranya :

Nanggok
Kalian bisa temui gerombolan anak-anak ber-
duyun-duyun bergegas ke sungai atau parit-parit sawah,
derai tawa meningkahi langkah kaki-kaki kecil mereka
yang cekatan. Ada yang tidak beralas kaki, ada yang tidak
memakai baju. Kulit-kulit legam tersengat matahari. Mun-
gkin kalian bertanya tanya siapa mereka dan hendak ke-
mana? Mereka itu adalah anak-anak kampung yang yang
hendak Nanggok. Ya, nanggok. Cara menangkap ikan pal-
ing menyenangkan bagi kami, anak-anak kampung. Tidak
ada kail dan umpan dalam kegiatan ini, kami hanya meng-
gunakan tudung saji atau jaring untuk menangkap (nag-
gok) ikan-ikan itu.
Kami turun dengan riang ke parit-parit kecil yang
airnya dangkal dan mengepung ikan dari dua sisi. Seba-
gian bertugas menggiring ikan agar berenang ke arah jar-
ing, sebagian lagi memegang jaring menunggu ikan-ikan
itu masuk untuk kemudian mengangkatnya. Kami berseru
seru senang apabila banyak ikan yang terperangkap, dan
tertawa geli saat tak ada satupun ikan yang kami dapat.

116 | Membangun Indonesia Dari Desa


Bagi kami, nanggok tidak hanya prihal dapat atau tidaknya
ikan, melainkan lebih dari itu kami dapat hidup berkelom-
pok dan kompak satu sama lain, kami mendapatkan ban-
yak hal menyenangkan. Meski kadang ada sebagian dari
kami yang harus sembunyi-sembunyi dari ayah ibu kami.
Hihi.
Kami biasanya melakukan kegiatan ini seharian sun-
tuk, dan baru akan pulang saat sore menjelang, ikan-ikan
yang kami tangkap biasanya akan langsung di masak/di
bakar di tempat, meski dengan bumbu seadanya, ikan-ikan
hasil tangkapan kami tak kalah nikmat dan lezat di bebera-
pa waktu biasanya kami juga membawa beras dan blanga.
Tak jarang pula kami membawanya pulang kerumah
masing -masing, meminta ibu untuk mengolahnya.

Benteng
Di kampung kami, kampung pak sela, desa retok ke-
camatan kuala mandor B kabupaten kubu raya, permainan
ini biasanya dimulai dengan membagi para pemain menja-
di dua bagian tim, satu tim biasanya terdiri dari 5 sampai 8
orang atau disesuaikan dengan jumlah pemain yang ingin
bermain. Lalu masing-masing tim memilih dua pilar/tiang
sebagai benteng tempat mereka berkumpul dan berlindung
dari serangan tim lawan. Cara bermainnya adalah dengan
menyerang, menangkap tim lawan yang berada di luar
area aman, juga mengatur siasat untuk saling merebut ben-
teng lawan masing masing, apabila salah satu dari anggota
tim tertangkap maka dia menjadi tawanan dan di bawa ke
area benteng lawan, dan tim yang anggota nya tertangkap
memiliki kesempatan untuk membebaskan temannya yang
tertawan, yaitu dengan cara menjemputnya. Tim dianggap
menjadi pemenang apabila sudah berhasil merebut benteng

Membangun Indonesia Dari Desa | 117


lawan. Permainan ini lebih menyerupai perang-perangan,
hanya saja tak ada tembak-tembakan atau jurus jurusan.
Bermain benteng membutuhkan kecepatan berlari
serta strategi yang jitu untuk mengehindari dan menang-
kap lawan. Dalam tim biasanya setiap anggota memiliki
tugasnya maaing masing, ada yang bertugas sebagai pen-
gatur strategi, ada yang bertugas menjaga benteng, ada
yang bertugas sebagai penyelundup untuk membebaskan
anggota-anggota tim yang ditawan, adapula yang menjadi
tukang serang dan mata-mata, tugas-tugas itu tidak tetap
di kerjakan oleh orang yang sama, biasanya di tengah per-
mainan pengatur strategi melakukan perombakan posisi
dan meletakkan orang yang berbeda dari strategi pertama,
tujuannya agar tidak mudah di tebak lawan.

Slodor
Di daerah lain barangkali permainan ini memiliki
nama yang berbeda-beda, seperti gobak sodor misalnya,
namun pada dasarnya dari sekian nama yang berbeda-be-
da itu, permainan ini memiliki aturan yang kurang lebih
sama. di daerah kami kampung permainan ini lebih dike-
nal dengan sebutan slodor, salah satu permaina tradisional
yang sering dimainkan di lapangan terbuka, seperti hala-
man sekolah atau lapangan volly dan bulu tangkis, slodor
biasa dimainkan oleh anak laki-laki maupun perempuan.
Para pemain terdiri dari dua tim, ada tim penjaga
dan ada tim lawan (yang dijaga)Bentuk area permainan-
nya menyerupai lapangan bulu tangkis atau volly, hanya
saja ada perbedaan pada letak garis-garis yang terdapat
didalamnya. Dalam permainan slodor ada dua macam
garis, yakni garis horizontal dan vertikal. Biasanya ada
5 hingga 6 garis horinzontal, atau sesuaikan dengan jum-

118 | Membangun Indonesia Dari Desa


lah anggota tim yang bermain, dan ada satu garis vertikal
yang dijaga oleh satu orang pemain, para penjaga garis
horizontal bertugas menjaga area garis agar tidak di lewati
oleh lawan, sementara penjaga garis vertikal ia bisa den-
gan leluasa menjangkau semua area sebab ia terletak se-
bagai pembelah dari area depan hingga belakang, asalkan
tetap berdiri pada garisnya alias tidak menjejaki garis garis
horisontal yang ada.
Permainan ini mengandalkan kegesitan kekompa-
kan dan kecerdikan para pemainnya, tim yang cerdik dan
lincah serta kompak maka dialah yang berpeluang besar
memenangkannya.

Tabak
Tabak sama dengan Engklek, hanya berbeda dari
segi penamaan, di kampung kami desa Retok, kuala man-
dor B kabupaten kubu raya, sebagian menyebut engklek
dengan nama Tabak. Satu dari sekian banyak permain-
an tradisional yang sering dimainkan oleh anak-anak, di
kampung kami sebagian besar peminat permainan jenis
ini adalah perempuan namun ada beberapa anak laki-laki
yang kadang ikut bermain.
Tabak merupakan permainan sederhana namun
menyenangkan. Ya, kita tidak butuh alat-alat yang rumit
untuk sekedar memainkannya, kita hanya butuh membuat
beberapa garis-garis untuk membentuk pola tabak yang
diinginkan.
Di kampung kami tabak memiliki beberapa jenis,
tabak rumah misalnya, tabak yang memiliki pola area
permainan menyerupai bentuk rumah dengan arsitektur
atap segitiga, Atau tabak disko yang memiliki pola area
permainan menyerupai bentuk kincir angin dengan lima

Membangun Indonesia Dari Desa | 119


kotak sebagai area pijakan para pemain, serta tabak robot,
yang memiliki pola area permainan menyerupai bentuk
sebuah robot, ada kepala tangan, perut dan kaki. Satu hal
lagi yang harus dimiliki seorang pemain adalah penanda
untuk area-area yang telah mereka lewati, benda ini biasa
disebut gaco atau tabak. Benda untuk penanda itu biasa
berupa pecahan cobek, atau batok kelapa seukuran kepal
tangan.

Bue Car
Permainan ini biasa disebut juga bola bekel, seperti
halnya tabak permainan bue car di kampung kami lebih
banyak diminati oleh perempuan, meski ada juga anak laki
laki yang ikut memainkannya, permainan jenis ini lebih
sering dimainkan perorangan walaupun kadang ada juga
yang memainkannya dengan membentuk tim, iaa juga
dilakukan secara berurutan antar pemain, dan untuk me-
nentukan siapa yang lebih dulu harus memulai biasanya
penentuannya melalui hompimpa, jika pemain hanya dua
orang maka penentuannya melalui suit.
Permainan ini menggunakan beberapa biji buah
karet kering atau kerikil, biasanya biji berjumlah 5-10
buah, Cara memainkannya ialah seorang pemain lebih da-
hulu melakukan tampik kemudiaan memilih satu biji car
lalu melambungkannya keatas diikuti dengaan menabur-
kan biji car yang lain hingga terserak di lantai, selama satu
biji itu melambung pemain harus mengambil biji yang
terserak, pengambilan sesuai dengan tingkatan yang di
tentukan dalam peraturan. biasanya dimulai dari tingkatan
satu/bue satu, lalu bue dua dan setsrusnya. Jika salah atau
terjatuh maka ia dinyatakan gagal dan harus memberikan
kesempatan kepada pemain lainya.

120 | Membangun Indonesia Dari Desa


Tiu-tiu
Entah di daerah lain permainan ini disebut apa. Per-
mainan ini memiliki persamaan dengan petak umpet, ha-
nya saja dalam permainan ini pemain dibagi jadi dua tim,
Jumlah dalam satu tim disesuaikan dengan jumlah anak-
anak yang ingin bermain. Setelah tim terbentuk mereka
satu persatu bersembunyi, dan saling mencari aanggota
tim lawan untuk di tangkap (di tiu) Permainan ini persis
sebuah perang, dan membutuhkan tempat untuk bersem-
bunyi, sebab kedua tim dituntut untuk menghindar dari
pengelihatan musuh agar bisa selamat.
Anggota yang tertangkap/terkena tiu akan di anggap
gugur dan keluar dari permainan, jika semua anggota da-
lam sebuah tim tertangkap maka tim itu dinyatakan ka-
lah. Untuk menangkap lawan, seorang pemain tidak harus
menyentuh lawan, penangkapan bisa dilakukan dari jarak
jauh dengan sarat ia melihat posisi lawan dan lebih dulu
mengucapkan kata tiu diikuti dengan penyebutan nama
pemain yang ditiu, misalnya tiu budi.
Dikampung kami perminan mayoritas peminatnya
adalah anak laki laki, meski kadang ada satu dua anak per-
empuan yang ikut bermain.
Makin kesini permainan tradisional mulai diting-
galkan, seiring berkembangnya teknologi yang kian pesat
dan melahirkan berbagai macam game game modern, satu
persatu peminatnya menghilang, mereka mulai melupakan
keberadaan permainan tradisional dan lebih memilih un-
tuk memulai kegemaran baru di dunia bermain yang baru.
Adakah diantara kalian yang rindu masa-masa itu?
(Dikutip dari Husnur Rofiq, 2018 dalam Nuansa
Lokal Kalimantan Barat)

Membangun Indonesia Dari Desa | 121


122 | Membangun Indonesia Dari Desa
Bagian 10
PENGOBATAN
TRADISIONAL

Membangun Indonesia Dari Desa | 123


124 | Membangun Indonesia Dari Desa
18

PENGOBATAN TRADISIONAL
DI DESA KUALA SECAPAH

Oleh:Nursieh

D
esa Kuala Secapah itulah desaku, tempat aku
dilahirkan pada tahun 1999. Nuansa kota ke-
cil, atau lebih tepatnya nuansa pinggir kota
Mempawah. Desa, namun tidak seperti persepsi banyak
kebun, bahkan ladang yang menghijau. Melainkan polusi
namun tidak terlalu tercemar. Dan aku merasa beruntung
berada dan hidup di desaku itu karena perumahan pen-
duduknya tidak berbentuk perkumuhan. Kehidupan dan
perumahan di desaku sudah tertata rapi bahkan jalan-jalan
pun bersih. aku menyebutnya desa bukan kampung karena
warga dari kecil yang saya tahu warga bahkan pejabat desa
menyebut tempat tinggal saya itu dengan sebutan desa bu-
kan kampung sehingga sampai saat ini sangat lazim dise-
but desa dan seperti aneh jika disebut kampung. Tidak ka-
Membangun Indonesia Dari Desa | 125
lah pentingnya meskipun kehidupan di desaku penduduk
tidak melupakan sebagian khas tradisional. Misalnya ada-
lah bentuk pengobatan tradisional diantaranya yang perta-
ma Daun Sirih penyembuh sakit gigi. Penduduk desa Kua-
la Secapah khususnya suku Madura menggunakan daun
sirih untuk mengurangi rasa sakit bahkan menghilangkan
sakit gigi.
Daun sirih 1 lembar dihangatkan diatas api kecil
setelah terasa hangat kemudian daun sirih yang hangat itu
ditempelkan pada bagin pipi tempat gigi tersebut sakit .
Diamkan beberapa menit hingga rasa sakit berkurang.
Daun sirih juga berguna untuk mengobati keputihan pada
wanita. Ambillah 7 lembar atau secukupnya, lalu rebuslah
daun sirih tersebut ke dalam air kurang lebih sekitar 2,5
liter air mendidih. Gunakan air rebusan daun sirih tersebut
selagi hangat untuk membasuh atau membersihkan sekitar
kemaluan.
Bawang Merah obat demam. Kebiasaan penduduk
desa Kuala Secapah juga menggunakan bawang merah
untuk mengurangi demam panas pada anak maupun dewa-
sa bahkan orang tua. Bawang merah dikupas dan dibuang
kulitnya kemudian dilukai sedikit lalu dioleskan pada dahi
bahkan bisa seluruh bagian tubuh. Maka rasa panas pun
akan terasa berkurang karena aku juga pernah melakukan
hal demikian.
Ternyata untuk mendapatkan obat oralit untuk pen-
yakit diare tidaklah susah. Membuatnya dapat menggu-
nakan bahan-bahan didapur yaitu garam dengan campu-
ran gula kemudian dilarutkan dalam air yang hangat. Lalu
minum secara teratur dan tidak berlebihan. Selain dengan
larutan gula dan garam ada daun salam yang dapat digu-
nakan untuk obat diare yaitu ambil beberapa daun salam

126 | Membangun Indonesia Dari Desa


segar, rebus dalam 2 gelas air didihkan selama lebih ku-
rang 15 menit kemudian tambahkan garam secukupnya
selanjutnya dinginkan lalu saring dan air saringannya di-
minum.
Kunyit penghilang bau badan. Untuk wanita bau
badan sungguh menjadi masalah yang lumayan seri-
us. Namun jangan khawatir ada alternatif lain agar tidak
buang-buang uang. Apalagi khusus untuk para wanita
yang suka jamu . Cocok sekali jamu kunyit untuk meng-
hilangkan bau badan. Kunyit diparut halus lalu disaring
, air saringan kunyit kemudian direbus sampai mendidih
kemudian diamkan minumlah selagi hangat dan teratur .
Jika dilakukan dengan teratur maka bau badan akan sedik-
it berkurang. Selain dapat mengurangi bau badan kunyit
juga dapat mengobati penyakit tifus. Siapkan 1 rimpang
kunyit, 1 telur ayam kampung, 2 sendok makan Madu.
Caranya kupas kunyit lalu parut halus dan saring airnya.
Telur diambil kuningnya Kemudian campur semua bahan
menjadi satu beserta madu selanjutnya minum campuran
tersebut.
Jeruk Nipis dengan Kecap juga dapat mengobati ba-
tuk-batuk. caranya peras jeruk nipis lalu ambilkan airnya
sebanyak satu sendok makan kemudian campur dengan
satu sendok makan kecap. Setelah itu beri garam seten-
gah sendok teh aduk sampai semua tercampur rata dan
minum. Selain jeruk nipis ada asam jawa yang dapat digu-
nakan untuk mengobati batuk kering. Caranya siapakam
3 polong buah asam jawa, 4 gelas air dan tambahkan gula
merah secukupnya lalu rebus hingga mendidih. Kemudian
minumlah 2 kali sehari, pagi dan sore.
Lidah buaya juga digunakan untuk penyubur rambut,
obat sakit kulit, penyembuh luka bakar dan peredam rasa

Membangun Indonesia Dari Desa | 127


panas serta lidah buaya ini juga dapat mengobati rasa panas
dalam. Cara menggunakannya yaitu ambillah lidah buaya
yang sudah tua. Lalu kupas kulitnya dan ambi daging daun
lidah buaya tersebut. Kemudian daging daun lidah buaya
tersebut gosok-gosokkan kepala layaknya sampo untuk
menyuburkan rambut. Dan oleskan pada luka bakar untuk
menyembuhkan luka atau yang luka karena terbakar. Dan
untuk pengobatan rasa panas dalam pada tubuh, ambillah
daun lidah buaya yang tua kemudian kupas dan pisahkan
kulit dengan daging daun buaya kemudian potong dadu
dan dibersihkan dengan air yang sudah dicampur garam
secukupnya untuk menghilangkan getah atau lendirnya.
Setelah bersih kemudian diberi air secukupnya serta tam-
bahkan sedikit garam dan gula secukupnya rebus sampai
mendidih hingga matang. Selanjutnya konsumsilah den-
gan teratur hingga sembuh.
Jahe adalah tanaman berakar rimpang yang akarnya
berkhasiat pada dapat menghangatkan tubuh. Meminum
sari Jahe dipercaya juga dapat mengembalikan kesegaran
tubuh dan menghangatkan tubuh. Cara membuanya jahe
cukup mudah, yaitu hanya digepengkan dan kemuadian
diseduh dengan air hangat kemudian dapat ditambahkan
gula atau bahan lainnya seperti kopi atau teh. Selain itu
jahe daat mengobati sakit kepala sebelah atau migran cara
mengaplikasikannya yaitu Ambil jahe seibu jari, bakarlah
jahe kemudian memarkan. Seduh jahe yang sudah memar
tadi dengan ssegelas air dengan tambahakan sedikit gula
aren kemudian minum sekaligus. Minumlah tiga kali se-
hari. Jahe juga dapat mencegah mabuk kendaraan yaitu
dengan cara ambillah jahe seibu jari kemudian cuci bersih
dan iris tipis-tipis, kemudian rebus dengan segelas air Mi-
numlah selagi hangat saat akan masuk kendaraan ada juga

128 | Membangun Indonesia Dari Desa


cara lain yang lebih praktis yaitu iris tipis jahe kemudian
masukkan dalam sehelai tisu hiruplah sesekali ketika se-
dang dalam kendaraan maka rasa mabuk akan berkurang
bahkan sedikit fresh. Jahe juga dapat mengobati bagian
tubuh yanh terkilir. Caranya gunakan jahe lebih kurang
dua ruas. Cuci bersih kemudian parut,seteleh diparut tam-
bahkan sedikit garam. Balurkan hasil parutan yang sudah
ditambahkan aram pada anggota tubuh yang terkilir.
Daun jambu biji dapat digunakan untuk menyem-
buhkan sakit perut. Daun jambu biji yang berkhasiat
menyembuhkan sakit perut ialah daun jambu biji yang
masih muda. Caranya diambil daun yang masih muda atau
segar sebanyak kurang lebih sekitar 15 lembar, kemudi-
an dicuci daun jambu biji sampai bersih selanjutnya re-
bus hingga mendidih. Dan ketika dingin miumlah secara
teratur hingga sakit perut sembuh. Selain itu dapat juga
dilakukan dengan cara memakan langsung daun muda
(pucuk) sebanyak 3 helai.
Buah pisang juga dapat mengobati sakit mag. Cukup
dengan memakan buah pisang secara teratur setiap pagi.
Selain itu batang muda dari pohon pisang ini juga dapat
mengobat luka yaitu dengan cara mengerok batang pisang
yang masih tumbuh kemudian ditempelkan pada luka
yang masih baru.
Tanaman cocor bebek juga berkhasiat untuk mne-
gobati panas/demam.Bagian tanaman ini yang dipakai
sebagai obat panas /demam yaitu bagian daunnya. Cara-
nya: ambillah daun cocor bebek secukupnya kemudian
dipukul-pukul sampai memar setelah memar seperti halus
langsung ditempelkan pada kepala (dahi). Selain itu juga
dapat digunakan sebagai obat bisul. Caranya sama seperti
untuk membuat untuk panas demam yaitu dimemarkan

Membangun Indonesia Dari Desa | 129


seperti halus. Dan tempelkan pada bisul.
Daun kumis kucing yang berkhasiya sebagai obat
yang memperlancar pengeluaran air kemih. Cara meman-
faatkannya yaitu dengan cara ambillah daun kumis kuc-
ing beberapa lembar. Bersihkan dengan air, kemudian
rebuslah dalam 3 gelas air kemudian tambahkan dengan
3 buah atau secukupnya gula batu. Biarkan mendidih sam-
pai gula batu larut kemudian diamkan beberpa menit. Mi-
numalah
Tanaman kencur juga dapat meredakan mulas. Cara
menggunakannya yaitu dengan cara ambillah satu rimpang
kencur cuci sampai bersih. Setelah bersih kemudian parut
kencur menjadi halus. Selanjutnya tambahkan dua sendok
air matang. Serta tambahkan sedikit garam. Lalu aduklah
ramuan tersebut, diamkan sebentar dan ambil airnya. Lalu
minumlah air tersebut 2-3 kali sehari, untuk meredakan
rasa kembung dan sakit perut.  Selain untuk meredakan
mulas kencur juga digunakan untuk obat diare yaitu den-
gan cara tumbuklah dua rimpang kencur dengan dua siung
bawang merah sampai halus. Bungkuslah ramuan terse-
but denagn daun pisang . kemudian bakar sampai ramuan
tersebut menjadi hangat. Dan terakhir oleskan ramuan
tersebut pada bagian perut.
Buah kelapa selain dapat dijadikan bahan minuman
dan makanan lainnya. Buah kelapa juga berkhasiat untuk
mengobati beberapa sakit. Air kelapa dapat berkhasiat un-
tuk mengobati panas. Caranya ambillah buah kelapa yang
setengah tua kemudian belah dan ambil airnya sebanyak
satu gelas, kemudian campur dengan satu sendok madu
dan minumlah. Selain itu kelapa juga dapat mengoba-
ti panas dalam cara pemakaiannya ialah ambillah kelapa
yang masih hijau. Lubangilah ujung buah kelapa kemu-

130 | Membangun Indonesia Dari Desa


dian masukkan satu telur ayam kampung ke dalam buah
kelapa dan minumlah. Dan air kelapa juga dapat men-
gobati seseorang yang keracunan. Serta air kelapa juga
dapat mengurangi rasa sakit saat wanita sedang haid yaitu
dengan mengkonsumsi air kelapa hijau secukupnya dan
dicampur gula aren secukupnya.
Lengkuas merah juga dapat menyembuhkan panu.
Cara menggunakannya ialah jari langkuas merah diparut
dan diberi sedikit cuka, kemudian oles-oleskan pada ku-
lit yang terkena penyakit setiap pagi dan sore atau malam
hari sebelum tidur.
Garam dapur juga dapat mengobati sakit gigi yang
disebabkan gigi yang berlubang. Cara penggunaannya
masukkan garam secukupnya kedalam 1 gelas air. Larut-
kan garam didalam air tersebut kemudian gunakanlah air
tersebut untuk berkumur-kumur.
Sebenarnya masih banyak lagi cara-cara pengobatan
tradisisonal di kampung saya itu. Ada beberapa pengo-
batan tradisional yang ketahui hanya wujudnya saja tidak
tata cara pembuatannya. Pengalaman saya ketika masih
duduk di Madrasah Tsanawiyah saya sakit demam panas
kemudian ibu saya meminta Abang saya untuk kerumah
salah seorang ahli pengobatan tradisional mungkin bisa
disebut seperti itu karena saya juga bingung apa nama seo-
rang tersebut. Sesampainya Abang saya dirumah setelah
dari rumah seorang ahli tadi membawa kantong plastik hi-
tam yang isinya daun sirih didalamnya ada bawang setahu
saya kemudian ibu saya menguyah daun sirih tadi lalu ibu
saya menyemburkannya kebagian dahi, dada dan bagian
bawah telinga. Setelah menyemburkannya, ibu melihat
apakah air sirih akibat dikunyah tadi berwarna merah apa
tidak jika berwarna merah berarti benar bahwa saya me-

Membangun Indonesia Dari Desa | 131


mang demam panas sedangkan jika tidak kemungkinan
saya tidak mengalami demam panas namun penyakit lain-
nya.
Selain daun sirih tadi juga ada sekantong plastik
air putih yang sangat bening yang oleh warga desa saya
menyebutnya”Air Penawar” Ibu saya selalu mengingtkan
agar air terseut segera dihabiskan. Selain itu saya pernah
melihat ketika Bapak saya sakit perut yang sangat keras
minta dipanggilkan tukang urut. Setelah tukang urut terse-
but mengurut perut Bapak saya. Tukang pijat tadi minta
untuk menghangatkan air yang kemudian dimasukkan ke
dalam botol kaca dan ditutup rapat agar air tidak merancit
kemana-mana. Setelah tutup botol tertutup rapat tukang
urut tadi mengurutkan atau mengguling-gulingkan botol
yang berisi air hangat tersebut. Setelah itu saya pun tidak
tahu bagaimana ceritanya dapat diketahui apakah sakit pe-
rut yang diderita oleh Bapak saya itu apakah sakit perut
yang berbahaya atau sakit perut biasa. Ibu saya juga per-
nah mengambil daun sirih, daun kedondong (bukan daun
kedondong yang biasa dimakan hanya saja daunnya mirip
dengan daun pohon kedondong sehingga ibu saya mun-
gkin juga warga desa menyebutnya dengan nama daun
kedondong), lalu bawang merah dan minyak tanah. Daun
sirih dan daun kedondong tadi diremas-remas sehingga
menjadi hancur kasar dan bawang merahnya dimemarkan.
Selanjutnya remasan daun sirih dan daun kedondong serta
bawang merah yang sudah dimemarkan dicampur menja-
di satu lalu ditambahkan minyak tanah secukupnya. Aduk
sampai tercampur rata. Dan hasil campuran daun sirih,
daun kedondong, bawang merah serta minyak tanah tadi
dioleskan keseluruh tubuh dan Ibu saya mengatakan bah-
wa hal tersebut dapat menyembuhkan penyakit demam

132 | Membangun Indonesia Dari Desa


panas.
Masih banyak lagi pengobatan-pengobatan tra-
disional lainnya didesa saya itu yang saya ketahui hanya
khasiatnya saja diantaranya, daun pepaya yang berkhasiat
untuk menyembuhkan sakit perut, penambah darah serta
menambah nafsu makan sedangkan buah pepaya yang ma-
sih muda jadikan sayur bening (masakan sayur yang tidak
diberi minyak namun langsung dituang air secukupnya )
kemudian ditambahkan temu kunci(rempah dapur untuk
masakan yang berbentuk rimpang ) yang dikonsusmi den-
gan baik dapat melancarkan ASI(Air Susu Ibu) bagi wan-
ita yang menyusui.
Daun mengkudu juga dapat mengatasi siklus yang
tidak teratur pada wanita, dapat memperlancar peredaan
darah serta dapat membuat awet muda. Daunnya jua dapat
menyembuhkan mulas pada bayi yang baru dilahirkan yai-
tu daunnya di hangatkan lalu ditempel pada perut si bayi.
Buah pinang juga dapat memutihkan gigi setahu saya ba-
gian buah pinang yang keras dibakar hingga menjdi hi-
tam seperti arang lalu arang tersebut digosokkan pada
gigi. Bunga Melati juga dapat mengatasi seseorang yang
terserang penyakit demam berdarah. Buah nanas juga
dapat memberikan solusi pada seseorang yang menderita
penyakit kolesterol. Kayu manis juga dapat menurunkan
kadar kolesterol dalam darah. Jahe merah juga dapat men-
gatasi tenggorokan kering.
Masih banyak khasiat-khasiat lainnya rempah-
rempah yang telah dipaparkan karena hal tersebut yang
sering digunakan oleh keluarga saya dan warga desa Kuala
Secapah menurut suku saya seperti demikian. Dan karena
dengan perkembangan zaman apalagi dizaman millenial
ini pengobatan tradisional jarang bahkan sukar ditemukan

Membangun Indonesia Dari Desa | 133


masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional.
Dewasa ini masyarakat umumnya beralih ke dokter-dok-
ter maupun apotek untuk membeli obat ketika sakit ter-
lebih lagi dengan semakin canggihnya berbagai macam
teknologi warga bahkan keluarga saya sendiri lebih sering
mengunjungi apotek-apotek bahkan rumah sakit diband-
ingkan dengan meramu obat-obatan tradisional yang lebih
higienis sebenarnya dan tentunya lebih murah.

(Dikutip dari Nursieh, 2018 dalam Nuansa Lokal


Kalimantan Barat)

134 | Membangun Indonesia Dari Desa


Bagian 11
CERITA RAKYAT/
SASTRA LISAN

Membangun Indonesia Dari Desa | 135


136 | Membangun Indonesia Dari Desa
19

BAMAI MENCARI ISTRI


(BBAMAI NGOGA’ BINI)

Oleh: Yusriadi

A
da sebuah kisah pada zaman dahulu kala.
Ada seorang pemuda, Bamai namanya. Dia
hidup di langit bersama kedua orang tuanya.
Bamai tidak memiliki teman bermain yang sebaya.
Sebagai orang langit, Bamai bisa melihat ke bawah,
ke bumi. Di bumi dia melihat banyak orang berkumpul.
Dia pun ingin berkumpul bersama manusia di bumi.
Lalu, pada suatu hari dia memohon kepada orang
tuanya agar diizinkan turun ke bawah (dunia, bumi). “O,
Yah, aku mau bermain bersama mereka di bawah.”
Orang tua Bamai semula tidak mengizinkan. “Tak
boleh,” kata mereka.
Mereka tidak ingin Bamai bergaul dengan manusia,
karena dunia dan kehidupannya yang berbeda.Tetapi,
Bamai mendesak. Hari ini tak berhasil, besok dicoba
Membangun Indonesia Dari Desa | 137
lagi. Besok tak berhasil, lusanya dicoba lagi. Begitulah
seterusnya dia meminta kepada orang tuanya. “Oh,
Yah, Mak, mengapalah kalian melarang aku bermain-
main? Senang hatiku kalau bisa bermain dengan teman,
dibandingkan di sini, sendiri”.
“Tak kasihankah kalian dengan keadaanku?”
tambahnya.
Didesak terus, akhirnya dengan berat hati, orang tua
setuju.
“Kalau memang itu maumu, turunlah kamu kebumi.
Tapi, kamu hanya sebentar saja di bawah. Kalau sudah
puas bermain, kamu harus pulang. Kalau kamu tidak mau
pulang, nanti kamu akan kena sumpah,” pesan ayahnya.
“Iyalah, Yah. Kalau sudah selesai bermain-main,
aku pulang,” janji Bamai.
Dia tidak bertanya tentang bentuk sumpah, dan tidak
pula takut pada sumpah yang disebutkan ayahnya. Rasa
senang karena diizinkan turunkan ke bumi membuat dia
tidak memikirkan hal-hal lain di kemudian hari.
Bamai turun di sebuah kampung dan bermain
bersama sejumlah anak manusia. Teman-teman Bamai
itu di antaranya: Simpai Omas, Semumang, Buku’ Tobu,
Menteri Ulu Balang, dan Abang Ntomu, menerima
kehadiran Bamai. Walaupun, mereka tahu Bamai bukan
manusia seperti mereka, tetapi perlakuan mereka pada
pemuda itu sama seperti teman-teman yang lain. Tidak
ada bedanya.
Macam-macamlah permainan dan kegiatan mereka;
berburu, kemudian memanjat, setelah itu berenang, dan
lain-lain. Bamai mengikuti semuanya kegiatan itu. Puas
benar hatinya. Hingga dia tidak ingat pada orang tuanya

138 | Membangun Indonesia Dari Desa


di langit yang menunggu kepulangannya. Dari hari ke
hari, dari bulan ke bulan, hingga tahun ke tahun, begitulah
adanya; dia terlena dalam kegiatan bersama teman-
temannya.
Pada suatu hari, Bamai dan teman-temannya
menyusun rencana. Mereka merasa dirinya sudah dewasa,
jadi sudah sepantasnya memiliki istri. Sudah waktunya
mereka memiliki pendamping hidup. Di mana mereka
mencari? Di Paya’ Maram. Tempat itu letaknya di bagian
hulu kampung mereka. Menurut cerita, gadis di Paya’
Maram itu cantik-cantik. Jauh lebih cantik dibandingkan
gadis di kampung mereka.
Bamai mudik menghulu sungai menuju ke Paya’
Maram bersama Simpai Omas, Semumang, Buku’
Tobu, Menteri Ulu Balang, dan Abang Ntomu. Mereka
menggunakan tiga buah sampan. Satu sampan dikayuh
berdua. Menteri Ulu Balang dan Abang Ntomu, Semumang
dan Buku’ Tobu, serta Bamai dan Simpai Omas.
Pada mulanya mereka berangkat bersama-sama.
Namun, semakin lama perjalanan semakin berjarak perahu
mereka. Mula-mula sebuah landau, kemudian berjarak
sebuah tanjung. Lalu dari tanjung ke tanjung, hilang sudah
riak gelombangnya. Sampai akhirnya,tiga buah perahu ini
terpisah jauh tanpa mereka sadari.
Menteri Ulu Balang dan Abang Ntomu melaju lebih
dahulu, di depan. Perahu ini lebih cepat. Maklum, Abang
Ntomu kuat berkayuh. Semangatnya tinggi, biar cepat
menemui perempuan di Paya’ Maram.
Suatu ketika mereka melintas di sebuah lanting
(tempat mandi). Seorang perempuan tua terlihat turun ke
sungai membawa grobuk. Grobuk adalah tempat air yang

Membangun Indonesia Dari Desa | 139


terbuat dari labu besar yang sudah dibuang isi di dalamnya.
“Ke mana Bang?” perempuan tua itu menyapa
ramah. Adat orang beradab, menyapa lebih dahulu untuk
berbasa-basi.
“Mudik ke hulu, ke Paya’ Maram, mencari istri,”
sahut Menteri Ulu Balang.
“Ah, apa-lah Paya’ Maram itu, “ kata perempuan itu.
Kemudian dia itu bersenandung perlahan:
“Kain dudi penamin
Selampai ddudi ppantai
Mani’ betiga’ rusa’ belamung tapah
Au’ au’... ka’ dayang aku
Baka ntimun buka’ berumun
Baka bunga komang setaun.”
(Artinya: Kain ditinggal di tempat gantungan.
Handuk ditinggal di pantai. Mandi seperti rusa dan ikan
tapah –[Maksudnya: tidak sopan dan anggun]. Kalau
dayangku, seperti mentimun yang dibungkus. Seperti
bunga kembang terus menerus. [Maksudnya: Anak dara
di Paya’ Maram tidak bagus prilakunya. Anak dara saya
cantik]).
Menteri Ulu Balang dan Abang Ntomu tak mendengar
dengan jelas apa yang disenandungkan perempuan tua itu.
Suara pengayuh (dayung) beradu dengan sampan, serta
kibasan air di daun pengayuh membuat mereka tidak dapat
mendengar apa yang dikatakan perempuan itu.
“Apa, Bu’?”
Perempuan tua itu tidak mau mengulangi apa yang
dikatakannya.
“Ah, tidak, hanya memukul rangkang.”
Lalu dia memukul rangkang untuk mengalihkan

140 | Membangun Indonesia Dari Desa


perhatian. Rangkang adalah sebutan untuk dahan-dahan
dan ranting kayu yang terendam di sungai. Biasanya
menjadi tempat ikan-ikan bersarang.
Menteri Ulu Balang dan Abang Ntomu juga tidak
mendesak.
“Mudik kami, Bu.”
“Iya, pelan-pelan ya.”
Mereka permisi, sambil terus berkayuh,
meninggalkan perempuan tua yang mengisi grobuk di
lanting.
“Apa ya yang dikatakan perempuan itu tadi? Seperti
memberitahu sesuatu?” Abang Ntomu bertanya pada
temannya, penasaran.
“Sepertinya begitu. Tapi, tidak jelas. Dia pun tak mau
memberitahu benar-benar,” sahut Menteri Ulu Balang.
“Iya, sudahlah. Kita lanjut saja.”
Sementara itu, perempuan tua itu hanya geleng-
geleng kepala melihat respon dua orang pemuda yang kini
hilang dari pandangan, terhalang ujung tanjung. Dia sudah
memberi isyarat kepada mereka tentang anak daranya,
tetapi, pemuda itu tidak faham. “Belum jodoh,” katanya
seraya kembali ke rumah. Sebenarnya, dia memang sedang
mencari jodoh untuk dua orang anak daranya. Selama ini
belum ada pemuda yang cocok untuk mereka.
Hari berganti malam, malam berganti siang.
Kemudian, hari berikutnya, Semumang bersama Buku’
Tobu lewat juga di pemandian itu.
Kletak-kletuk..... kletak-kletuk... kletak-kletuk.
Terdengar suara ketukan pengayuh dan dinding
sampan. Mendengar bunyi tersebut, perempuan tua itu
pun turun ke lanting sambil membawa grobuk.Dia melihat

Membangun Indonesia Dari Desa | 141


dua pemuda mendayung sampan.
“Ke mana Bang?” katanya menyapa Semumang dan
Buku’ Tobu.
“Tidak... Mudik ke hulu, mencari istri di Paya’
Maram.”
“O, apa-lah... kalau dara Paya’ Maram tidak bisa
diharapkan,” katanya. Setelah itu dia bersenandung
perlahan.
“Kain dudi penamin
Selampai ddudi ppantai
Mani’ betiga’ rusa’ belamung tapah
Au’ au’ ka’ dayang aku

Baka ntimun buka’ berumun


Baka bunga komang setaun.”
Seperti temannya terdahulu, Semumang dan
Buku’ Tobu juga tidak mendengar dengan jelas apa yang
dikatakan perempuan tua itu. Maklum ketukan dayung
ke dinding sampan dan cipratan air lebih keras terdengar
dibandingkan senandung setengah bergumam itu.
“Apa Bu’?”
“Tidak... Cuma memukul rangkang,” kata
perempuan tua itu. Dipukulnya rangkang.
“Ooh. Kami lewat dahulu Bu’.”
“Iya-lah.”
Semumang dan Buku’ Tobu lewat begitu saja,
seperti temannya terdahulu, mengabaikan peluang yang
sebenarnya mereka cari.
Hari berikutnya. Simpai Omas dan Bamai yang
mudik melewati tempat pemandian perempuan tua. Kletak-
kletuk, suara dayung beradu sampan. Kedengarannya
rancak.
142 | Membangun Indonesia Dari Desa
Perempuan itu turun ke lanting lagi. “Hm...Suara
kayuh orang bujang,” bisiknya.
“Ke mana, Bang?”
“Mudik ke hulu,” sahut Simpai Omas dan Bamai.
“Ke Paya’ Maram, mencari istri.”
“Oh... apa-lah orang Paya’ Maram. Apa-lah kawin
dengan orang di sana.”
Setelah itu, perempuan tua tersebut bersandung
perlahan.
“Kain dudi penamin
Selampai ddudi ppantai
Mani’ betiga’ rusa’ belamung tapah
Au’ au’ ka’ dayang aku
Baka ntimun buka’ berumun
Baka bunga komang setaun”.
Sebagai orang langit, Bamai memiliki kelebihan
dalam pendengaran. Pendengarannya tajam. Dia dapat
mendengar apa yang disenandungkan oleh perempuan tua
itu, sekalipun perlahan.
“Ih, ada ada anak dara,” pikir Bamai.
“Kalau begitu, kami singgah di sini,” kata Bamai
pada perempuan tua itu.
“Boleh,” perempuan tua itu tersenyum. Dia merasa
pemuda inilah jodoh anaknya.
“Tapi, tunggu di sini dulu. Kalian berdua tidak usah
naik. Aku ke rumah dahulu.”
“Kenapa begitu, Bu’?”
“Tidak... Tunggulah di sini!”
Perempuan tua itu naik tangga tepian sungai menuju
ke rumahnya. Ia mengabarkan kedatangan dua orang
bujang itu kepada anaknya. Anaknya bernama Sekumang

Membangun Indonesia Dari Desa | 143


dan Topau Dinang.
“Owayai. Kalian bersihkan semua barang, juga
pinggan mangkuk. Ada orang datang.”
“Siapa datang, Mak?”
“Ada saja. Itu.... ayam ditangkap!”
Sekumang dan Topau Dinang berbagi tugas. Ada
yang menangkap ayam dan memasak, ada yang menyapu
dan membersihkan rumah.
Rumah sudah disiapkan. Hidangan sudah disajikan.
Perempuan itu berpesan kepada kedua anaknya agar
bersembunyi, dan tidak keluar sebelum diminta. Keduanya
gadis itu bersembunyi di sudut ruangan, di bawah gulungan
kelambu yang ditangkas (dilipat bagian bawahnya ke atas).
Perempuan itu kemudian memanggil Bamai dan

Simpai Omas yang masih menunggu di perahu.


“Naiklah kalian berdua ke rumah, Bang!”
Mereka naik ke rumah, menyusul perempuan itu.
Bamai dan Simpai Omas melihat rumah yang rapi.
“Ih, ada bau ini... bau dara muda. Wangi rumah ibu,
padahal ibu sudah tua. Tentu ibu punya anak dara,” kata
Bamai.
“Minyak saya dahulu itu,” perempuan itu mengelak.
“Kalian berdua makanlah. Nanti kita omong-omong.”
Kemudian Bamai dan Simpai Omas duduk
menghadap tudung saji, dan membukanya. Hidangan lezat
tersedia.
“Jangan malu makannya, biar kenyang,” pesan
perempuan itu.
Bamai dan Simpai Omas makan dengan lahap. Ayam
yang dimasak oleh Sekumang memang enak.
Setelah selesai makan, mereka merebahkan diri di
144 | Membangun Indonesia Dari Desa
dekat kelambu yang tergantung di pojok ruangan. Tidak
jauh dari tempat persembunyian Sekumang dan Topau
Dinang.
Bamai dan Semumang membicarakan soal
perempuan tua itu.
“Hebat ibu ini... baik benar dia,” kata Simpai Omas.
“Iya, benar. Dia sangat baik,” tambah Bamai.
“Eh, tapi... saya ada mencium bau anak dara. Ada
bau dara muda di sini,” kata Bamai.
Hidung Bamai dan Simpai Omas kembang kempis
mencari bau. Sekumang dan Topau Dinang yang melihat
gaya dua pemuda itu dari sela-sela kain kelambu tak
mampu menahan geli.
“Hik...hik...hikkk....”
Mendengar tawa tertahan itu, Bamai dan Simpai
Omas menuju gulungan kelambu dan mengangkatnya.
Terlihatlah dua dara sedang menutup mulut dengan tangan.
“Oo, ini anak daranya. Benar ‘kan kata saya,” ujar
Bamai.
Bamai dan Simpai Omas takjub. Dua anak dara
perempuan itu memang cantik jelita, seperti yang
dikatakantadi waktu di sungai; bakatimun buka’ berumun,
seperti timun yang dibuka dari pelindungnya. Kuning
mulus, kulitnya.
“Sekumang, Topau Dinang, kemaskan makan itu,”
suara perempuan tua itu tiba-tiba terdengar.
“Ya, Mak.”
Kedua dara itu segera bergerak, mengambil pinggan
kotor dan mengemas hidangan. Mereka meninggalkan dua
pemuda yang terpesona.
Dua pemuda itu kemudian duduk bersama

Membangun Indonesia Dari Desa | 145


perempuan tua.
“Itu, anak Ibu’ ya? Siapa nama tadi? Sekumang ...
Topau Dinang?”
“Iya”.
Perempuan tua itu kemudian menceritakan tentang
anak gadisnya itu. Anaknya sudah waktunya dicarikan
jodoh. Namun, dia belum menemukan jodoh yang cocok
untuk mereka.
Lalu, dia bertanya pada kedua pemuda itu. “Kalian,
bila mudik ke Paya’ Maram?”
“Ah, tidak jadi Bu’. Untuk apa ke Paya’ Maram,
kalau di sini ada ntimun buka’ berumun, ada bunga
komang setaun,” kata Bamai.
“Mudah-mudahan mau,” tambah Simpai Omas.
“Eh, mengapa pula begitu?”

“Maklum, kami ini orang tidak berbangsa, tidak


juga berwajah,” Simpai Omas merendahkan diri.
“Ah, tidaklah. Kalau bisa bekerja, baik, cukuplah,”
sahut perempuan tua itu.
Mereka terdiam. Masing-masing tenggelam dalam
pikirannya. Perempuan itu memikirkan anaknya yang
akan menikah, membayangkan cucu, dan kehidupan
selanjutnya. Bamai dan Simpai Omas melamunkan
kebahagiaan kala beristri, rumah tangga, anak-anak, dan
kehidupan bersama.
Tetapi, Bamai segera sadar, bahwa ada sesuatu yang
harus disampaikannya kepada calon mertuanya. Tentang
dirinya, sebagai orang langit yang berbeda dengan manusia
di bumi.
“Bu’, saya... sebenarnya ada hal yang penting mau
disampaikan. Saya berasal dari langit. Turun ke bumi,
146 | Membangun Indonesia Dari Desa
berkumpul bersama manusia. Suatu saat saya harus pulang
ke langit. Janjinya begitu.”
Bamai ingin orang lain tahu, agar tidak kecewa di
kemudian hari.
“Oh, begitu ya?”
“Iya. Begitulah Bu’”.
Perempuan tua itu terdiam. Pilihan hati sudah
diambil dengan mantap, bisakan dibatalkan? Tidak.
“Kalau sudah begitu, bagaimana kita bisa
mengubahnya? Kita terima saja apa yang telah diberikan
kepada kita.”
Perempuan tua itu menambahkan, “Kami juga ada
hal yang harus disampaikan kepada kalian. Kami pun
ada sumpahnya. Kalau terlalu benar sedihnya, kami bisa
berubah menjadi apa saja”.
Orang dahulu memang begitu. Masing-masing ada
sumpahnya. Ada yang disumpah menjadi batu, menjadi
burung, menjadi rusa, dll. Sumpah itu terjadi bila dilanggar.
“O, wayai. Sama-sama ada sumpah janjinya,” kata
Bamai menyatakan kegetiran hatinya, membayangkan
sumpah tersebut.
Setelah itu, mereka sepakat menikah. Bamai memilih
Sekumang dan Simpai Omas memilih Topau Dinang.
“Inilah istri saya. Nanti pun istri saya,” kata mereka
mengaku pasangannya.
Pilihan mereka diterima. Sekumang dan Topau
Dinang tidak menolak pilihan yang diatur oleh Emaknya.
Sejak kecil mereka memang tidak pernah menolak apa
pun yang diputuskan Emak. Emak adalah segalanya
bagi mereka. Lagi pula mereka tidak pernah tahu tentang
ayahnya.

Membangun Indonesia Dari Desa | 147


Disusunlah rencana pernikahan itu. Pernikahan
dilaksanakan menurut adat perempuan, dilaksanakan pesta
tujuh hari tujuh malam.
Kemudian perempuan tua itu memberitahu orang
di mana-mana tentang rencana pernikahan dua putrinya
sekaligus. Persiapan acara juga dilakukan untuk
menyambut kedatangan tamu undangan pada acara yang
istimewa.
Pada saat acara berlangsung, banyak orang yang
datang. Berkawah-kawah nasi ditanak. Pokoknya, siapa
yang mendengar kabar tentang pernikahan ini, apakah dia
di landau, di teluk, di tanjung, semua datang. Termasuk,
Menteri Ulu Balang, Buku’ Tobu, Semumang, dan Abang
Ntomu, yang sedang ada di Paya’ Maram, datang juga
menghadiri pesta pernikahan.
Rupanya, empat orang teman Bamai ini belum
menemukan jodoh. Anak dara di Paya’ Maram tidak ada
lagi, semuanya sudah menjadi istri orang. Yang tersisa
masih anak-anak, belum bisa dijadikan istri.
“Bagaimana kalian bisa dapat istri di sini?” tanya
mereka pada Bamai dan Simpai Omas. Mereka penasaran,
sebab Bamai dan Simpai Omas berkayuh sampan di
belakang mereka. Mestinya, mereka dahulu yang lebih
tahu.
“Itulah rezeki. Tidak ada istilah dahulu dan
belakangan.”
Bamai dan Simpai Omas pun bercerita.Sewaktu
berkayuh, mereka melihat seorang perempuan tua
mengambil air di lanting. Perempuan itu berpantun di
tepian, memberitahukan bahwa dia memiliki anak dara.
“Lalu, kami pun singgahlah melihat anak dara itu.

148 | Membangun Indonesia Dari Desa


Rupanya benar, ada dua anak dara, cantik lagi,” kata
Bamai, bangga.
Seketika teringatlah Abang Ntomu, dan lain-
lain, pada pengalaman serupa beberapa waktu lalu, saat
melewati sebuah lanting, dan melihat seorang perempuan
tua di sana. Mereka juga ada mendengar perempuan
bersenandung. Tetapi, karena tidak menyangka senandung
itu berisi pemberitahuan. Mereka lewati kesempatan itu
begitu saja.
“Tapi... untung juga kami tidak singgah. Kalau
kami singgah, tidaklah kalian mendapat istri di sini,” kata
Abang Ntomu.
Ada rasa menyesal. Tetapi, walaupun menyesal,
penyesalan itu hanya sedikit saja. Kini, mereka gembira
karena teman mereka juga yang mendapatkan jodoh yang
ditawarkan itu. Ya, namanya juga jodoh, rahasia hidup.
“Kami menyertai kalian, semoga hidup bahagia,
dapat anak keturunan.”
“Iya-lah. Terima kasih doanya.”
Setelah pesta pernikahan tujuh hari tujuh malam
selesai, undangan pun pulang. Kini, hanya mereka berlima
di rumah. Pasangan ini memulai hidup baru, hidup sebagai
suami istri.
Lama-lama kemudian, Topau Dinang dan Simpai
Omas memilih hidup mandiri. Adat orang yang sudah
menikah, tidak baik kalau masih bergantung pada orang
tua.
“Kami mau berumah tangga sendiri. Mau berhuma
tanam sendiri,” kata Simpai Omas.
“Iya-lah. Di sini pun masih ada Sekumang dan
Bamai,” kata emak mereka, perempuan tua itu.

Membangun Indonesia Dari Desa | 149


Perempuan tua itu melepaskan kepergian anak dan
menantunya itu dari rumah. Mulailah Simpai Omas dan
Topau Dinang membuat rumah dan berladang sendiri,
tidak jauh dari rumah orang tuanya.
Ada pun Bamai dan Sekumang masih tetap bersama
di rumah lama. Ibu mertua berkeras meminta keduanya
tetap tinggal di rumah, menemaninya. Kalau tidak ada
mereka, sebatang karalah dia jadinya.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, lama hidup
bersama, Sekumang akhirnya mengidam. Macam-macam
yang diminta. Minta buah asam, Bamai carikan buahnya.
Minta ikan, Bamai tangkapkan ikannya. Minta pelanduk
(kancil), Bamai perangkapkan pelanduknya. Apapun yang
diminta orang hamil dipenuhinya. Tak peduli jauh dekat.
Tak peduli turun naik bukit. Tak peduli memanjat pohon
atau menyelam di air. Begitulah sayangnya pada istri dan
calon anak yang dikandung istrinya.
Suatu saat, ketika melihat perut istrinya semakin besar,
Bamai teringat pada orang tuanya di langit.

“Owayai, apa cerita ayah dan umak di langit? Lama


benar saya di bumi,” bisiknya.
Kerinduan pada orang tua membuat Bamai ingin
segera ke langit. Dia berniat membawa istrinya ke sana,
untuk sementara, sekaligus memperkenalkan Sekumang
pada ayah emaknya.
Namun, ketika hal itu sudah disampaikan pada ibu
mertua, perempuan tua itu tidak mengizinkannya. Berat
hati dia berpisah dengan anaknya Sekumang. Walaupun,
Bamai mengatakan mereka hanya menjenguk saja,
dan akan kembali lagi, tetapi, ibu mertua tahu bahwa
menantunya tidak akan dapat turun lagi ke dunia. Dia
150 | Membangun Indonesia Dari Desa
tahu, jodoh anaknya akan berakhir.
Sekumang yang semula gembira akan pergi ke langit
bersama Bamai, menjadi sedih. Ada perbedaan pendapat
antara emak dan suaminya; dan dia harus memilih
salah satu di antara mereka. Suami mengajak pergi dan
emak tidak mengizinkannya. Walaupun, dia mencintai
suaminya, tetapi, kasih sayang pada emak jauh lebih besar.
Tak sampai hati dia mengecewakan emaknya.
Pada suatu malam, Bamai berpamitan pada istrinya.
“Sekumang, aku berangkat dahulu ya.”
“Iya-lah,” kata Sekumang, pasrah.
Kesedihan mendalam dirasakan oleh pasangan
ini. Bamai sedih meninggalkan istrinya, terlebih istrinya
sedang hamil. Teringat pertemuan pertama di bawah
kelambu dahulu. Teringat juga saat-saat dia mencarikan
barang-barang yang diidamkan istrinya.Tetapi, dia
menguatkan hatinya. Dia hanya pergi sebentar melihat
orang tuanya, dan akan kembali ke bumi.
Sekumang sedih melepaskan kepergian suaminya.
Entahlah, dia merasa perpisahan akan terjadi selama-
lamanya. Janji Bamai pergi sebentar, tidak dapat menghibur
hatinya.
Dia melihat Bamai berjalan, melangkah perlahan,
turun dari rumah, melewati halaman, menapak jalan,
hingga kemudian lenyap dari pandangan.
Sekumang berdiri terpaku, tidak berganjak sekalipun
suaminya sudah hilang dari pandangan. Dalam diam
dia menangis tersedu-sedu. Berjam-jam lamanya dia
menangis. Dia tidak memperdulikan dirinya sendiri. Tidak
peduli pada perubahan fisiknya.
Beberapa saat kemudian ketika matahari hampir

Membangun Indonesia Dari Desa | 151


terbit, perempuan tua itu bangun. Dia mendengar ada
suara tangis. Dia melihat ada sosok yang menangis di atas
tangga dengan bulu-bulu tebal. Tinggal bagian muka yang
masih belum berbulu. Wajah anaknya, Sekumang.
“Oh, anakku. Sampai sudah sumpahmu,” perempuan
tua itu menangis.
Dia mengetahui sumpah mereka. Kalau sedih, kalau
kehilangan pikiran, mereka akan menjadi seperti yang
dipikirkan.
Perempuan tua itu memeluk anaknya. Sekumang
yang sudah bersayap tidak membalas pelukan itu. Dia juga
tidak berkata apa-apa karena sudah tidak dapat berbicara
seperti sebelumnya.
Sekumang kemudian turun tangga, berjalan di
halaman, dan menjauh. Rupanya dia sudah bisa terbang.
Dia berubah menjadi burung Tuwau. Sekarang, bila bulan
terang, burung itu selalu berbunyi.
“Tuk, tuwau...Tuk, tuwau...
Itulah ungkapan kerinduan pada suaminya, Bamai.
Tiba masanya, Sekumang melahirkan anak yang

dikandungnya. Anak itu menjadi turunan dari burung


Tuwau sekarang ini.
Sementara itu, Bamai tidak pernah kembali ke bumi.
Ketika dia kembali ke langit, dia mendapat murka dari
orang tuanya. Dia dimarahi karena ingkar janji.
“Maaf, Ayah, Umak. Aku baru sempat pulang
sekarang,” Bamai menghadap orang tuanya.
Dia menceritakan pengalamannya bermain-main
bersama temannya di bumi. Dia juga menceritakan
bahwa dia sudah beristri, dan sekarang istrinya sedang
mengandung.
152 | Membangun Indonesia Dari Desa
“Makanya, nanti aku ingin kembali ke bawah lagi,”
katanya.
“Eh, tidak boleh. Kami tidak mengizinkan kamu ke
bawah lagi. Cukuplah sekali kamu ke sana. Duniamu di
sini, hidupmu juga di sini,” kata emaknya.
“Kasihanlah Mak, istri dan anakku.”
“Pokoknya tidak boleh ke sana lagi.”
Orang tuanya tidak mengizinkan Bamai turun ke
bumi lagi.
Setelah itu, berkali-kali Bamai mencoba membujuk
orang tuanya agar mengizinkan dia mengurus istri dan
anaknya di bawah. Tetapi, bujukan itu tidak memengaruhi
keputusan orang tuanya.
Bamai menjadi sedih... berduka. Dia menjadi
murung dan tidak berselera. Badannya menjadi kurus dan
wajahnya menjadi pucat.
Pada akhirnya, orang tuanya kasihan juga melihat
keadaan Bamai. Mereka menyumpah Bamai menjadi
bulan agar tetap bisa melihat ke bawah, melihat istri dan
anaknya.
Bamai pun menjadi bulan. Warna bulan yang tidak
terang, tidak seterang matahari, disebabkan karena wajah
Bamai yang pucat.
Setelah berubah menjadi bulan, Bamai agak terhibur.
Dia bisa memperlihatkan diri pada anak istrinya di bumi.
Dengan cara seperti itu dia mengobati kerinduan pada
orang yang disayanginya. (*)
Catatan:
Cerita ini ditulis berdasarkan cerita rakyat orang
Riam Panjang, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, yang
berjudul “Bbamai Ngogak Bini” (Bamai Mencari Istri).

Membangun Indonesia Dari Desa | 153


Cerita ini dituturkan dalam bahasa Melayu, dialek Ulu
Kapuas, direkam oleh Yusriadi pada tahun 1996, dari
Ayap Limah (68). Ayap Limah adalah seorang penutur
sastra lisan di Riam Panjang, Kapuas Hulu.
Glosari:
Au’ : Iya. Ungkapan untuk membenarkan.
Baka : Seperti
Belamung : Melambung
Berumun : Berbungkus, ditutup
Betiga’ : Bertendang.
Bu’ : Ibu. Panggilan untuk perempuan
dewasa, hormat.
Bujang : Pemuda
Buka’ : Buka, membuka
Dayang : Panggilan sayang untuk anak
perempuan
Ditangkas : Dilipat bagian bawahnya atau diangkat
ke atas. Disibak.
Dudi, ddudi : Tinggal, ditinggalkan atau di belakang,
Grobuk : Tempat untuk membawa air dari
sungai, yang terbuat dari labu besar yang sudah
dikeringkan, atau biasa juga terbuat dari buah
kelapa.
Ka’ : Hendak, mau
Komang setaun: Berbunga terus
Landau : Bagian sungai yang panjang, di antara dua
tanjung.
Lanting : Tempat mandi di sungai yang dibuat dari
potongan batang pohon besar
yang dirakit.
Mak, Umak : Panggilan dan rujukan untuk orang tua

154 | Membangun Indonesia Dari Desa


kandung yang perempuan.Emak.
Mani’ : Mandi
Ntimun : Mentimun
Owayai : Ungkapan. Untuk menyatakan kerinduan
atau kegetiran hati.
Pantai, ppantai : Pantai. Ppantai maksudnya di pantai.
Penamin : Tempat menggantung pakaian
Pengayuh : Dayung
Rangkang : Dahan atau ranting kayu yang terendam
air di sungai, biasanya menjadi
tempat ikan bersarang.
Rusa’ : Rusa.
Selampai : Sejenis selendang.
Tapah : Nama ikan sungai.
Tidak berbangsa: Bukan keturunan orang besar atau ke-
luarga ternama.
(Dikutip dari, Yusriadi, 2015, Cerita Rakyat dari Kali-
mantan Barat)

Membangun Indonesia Dari Desa | 155


20

KEMPUNAN TELUR IKAN


TEMBAKUL
Oleh : Heriansyah

D
ahulu kala tinggallah seorang ibu hamil ber-
sama dua orang anaknya yang masih kecil.
Anak pertama berusia lima tahun dan anak
kedua berusia dua tahun. Begitu malang nasib ibu terse-
but, di saat mengandung anak ketiga ia harus menghidupi
anak-anaknya seorang diri , tanpa dampingan sang suami.
Pada kondisi yang sedang hamil tersebut ibu tentu masih
membutuhkan perhatian dan kasih sayang suami, akan
tetapi hal tersebut tidak dapat dirasakannya lagi sebab sua-
mi tercinta sudah tiada di dunia ini.
Suaminya tidak bisa bersama-sama menanti kelahi-
ran calon anak ketiga dan tidak bisa membesarkan buah
hati mereka bersama-sama. Akan tetapi inilah kehidupan
di dunia yang sementara, ia harus ikhlas dan tetap kuat
serta semangat dalam mengarungi kehidupan selanjutnya
demi masa depan anak-anaknya.

156 | Membangun Indonesia Dari Desa


Padahal mereka belum sampai satu dekade melalui
bahtera rumah tangga, saat-saat bahagia yang seharusnya
dirasakan pasangan suami istri itu, kini terputus oleh ke-
matian. Memang tidak ada yang kekal di dunia ini kecuali
Tuhan, namun sebagai manusia biasa tentu betapa hancur
hati seorang istri saat di tinggal pergi oleh suami untuk
selama-lamanya dalam keadaan hamil dan sudah mempu-
nyai dua orang anak.
Saat suaminya masih hidup mereka hidup bahagia,
walau makan seadanya hidup sederhana tanpa rumah yang
mewah, namun kebahagian dan kebersaamaan selalu ber-
samanya. Tiada hari tanpa canda dan tawa dari suami ter-
cinta untuk anak-anak dan istrinya. Hari-hari yang penuh
kebahagian terus mereka lewati dengan penuh kesabaran
dan rasa syukur yang dalam. Seketika kebahagian itu hil-
ang bak ditelan bumi, ketika suami tercintanya meninggal
dunia. Sebelum meninggal ketika suaminya sedang sakit
keras ia berpesan kepada istrinya agar merawat anak-anak-
nya hingga kelak saat sudah dewasa menjadi orang yang
berguna bagi Bangsa Indonesia ini.
“Istriku aku merasa saat ini ajalku sudah dekat, aku
menginginkan agar dirimu dapat menjaga dan mendidik
anak kita dengan baik”, pesan si suami kepada istrinya
dengan mata berkaca-kaca.
“Jangan berbicara seperti itu suamiku, aku yakin
kau akan sembuh” jawab istri tersenyum. Si istri mencoba
menjawab perkataan suaminya dengan tersenyum sebab
tidak ingin larut dalam kesedihan dan menambah kesedi-
han si suami.
“Hanya Tuhan yang tahu batas usia makhluk cipta-
an-Nya” kata istrinya.
“Bukan maksud aku untuk berputus asa atas pen-

Membangun Indonesia Dari Desa | 157


yakit yang ku derita ini. Aku hanya berjaga-jaga sebelum
aku tutup usia”, jawab sang suami.
Sepintas suasana menjadi hening tanpa percakapan
di kamar itu, namun air mata terus mengalir dari pipi si
istri. Dengan terbatah-batah si istri berkata.
“Ii...ii...iya suamiku, aku akan menjaga anak-anak
kita dengan baik dan aku berharap agar Tuhan tetap mem-
biarkan kita untuk selalu bersama merawat buah hati
titipan-Nya”. Beberapa hari setelah pesan-pesan yang
disamapaikan, si suami pun menghembuskan nafas tera-
khirnya di kamar dimana ia berpesan ke istrinya. Kedua
anaknya asyik bermain diluar. Mereka tidak tahu apa yang
dibincangkan oleh kedua orang tua mereka, sehingga tiba
ajal menjemputnya ayahnya mereka. Keduanyapun men-
jadi anak yatim dan tinggal bersama ibunya dan calon adik
buyungnya.
Tidak ingin larut dalam kesedihan yang mendalam,
Ibu yang sekaligus menjadi ayah dan kepala keluarga di
rumahnya, segera berusaha mengembalikan suasana ceria
dan bahagia seperti sedia kala. Beberapa minggu setelah
suaminya meninggal suasana kembali ceria. Namun ber-
samaan dengan itu pula, setelah meninggalnya ayah mer-
eka, anak-anak lebih sering sakit-sakitan, terkadang susah
tidur dan sering demam tinggi sehingga membuat si ibu
harus memberi perhatian untuk anaknya, sehingga ia ter-
kadang lupa untuk memberikan asupan gizi untuk calon
anak ketiganya.
Padahal baru rasanya si ibu ditimpa musibah besar
namun cobaan kecil datang lagi menghampirinya yang
semakin menambah kesedihannya. Hampir tiap malam
ibu menangis melihat anaknya yang sedang sakit namun
tidak mempunyai seorang ayah harusnya berada disamp-

158 | Membangun Indonesia Dari Desa


ing saat suka maupun duka. Sebagai penghibur duka lara
si ibu hampir tiap malam ia berdoa meminta pertolongan
dan petunjuk kepada Tuhan, agar diberikan kesabaran dan
kekuatan menghadapi cobaan hidup di dunia ini.
Disamping sebagai seorang ibu, ia juga harus menja-
di seorang ayah, memberikan pendidikan keluarga, mem-
beri keteladanan, menjaga keselamatan dan kesehatan
serta bertanggung jawab atas keluarganya, baik kebutuhan
pokok maupun kebutuhan lain-lain untuk anak-anaknya.
Suaminya tidak meninggalkan harta dalam bentuk
apapun kecuali anak-anaknya. Anak-anaknya yang men-
jadi penghibur hatinya jika ia letih dan sediah ataupun
sedang ingat dengan suaminya. Tidak jarang ia menangis
memandang sakit dan sulitnya hidup tanpa suami dan ha-
nya ada anak-anak saja. Terkadang ia berpikiran andaikan
waktu bisa diputar ulang, ia akan memohon agar diputar
ulang masa-masa dimana ia selalu bersama suami dan kel-
uarga kecilnya. Terlintas dipikirannya andai ia bisa memo-
hon kepada Tuhan, tentu ia memohon agar suaminya di-
panjangkan umur dan dikembalikan kepadanya. Tetapi,
inilah suratan takdir yang ibu harus melaluinya, semuanya
ini sudah digariskan sebelum kita terlahir di dunia ini, ti-
dak ada yang tahu jalan hidupnya kedepan.
Hari-hari terus berlalu dan bulan-bulanpun terus
berganti usia kehamilan si ibu semakin bertambah besar
dan tibalah saatnya dimana masa ia ngidam. Ngidam ada-
lah kebiasaan seorang ibu hamil yang mau makan atau
minum atau hal-hal lainnya yang beragam serta berbeda
dengan kebiasaan saat ibu tidak sedang hamil, jika tidak
dituruti perasaan si ibu tidak tenang, itulah yang diyakin
masyarakat kala itu.
Masyarakat kala itu juga meyakini bahwa jika ibu

Membangun Indonesia Dari Desa | 159


yang sedang hamil dan ngidam itu harus dituruti jika tidak,
maka akan berdampak pada sikap maupun psikologi anak
pada saat ia lahir, bisa jadi anak suka berliur atau menjadi
anak yang tidak menuruti kata-kata orang tua. Oleh sebab
itulah ibu-ibu harus berusaha memenuhi keinginan bayi
yang masih dalam kandungannya. Hal ini pun dialami
oleh si ibu.
Suatu hari si ibu tiba-tiba mempunyai keiinginan
untuk memakan telur ikan tembakul. Masyarakat kala
itu juga meyakini bahwa ikan tembakul maupun telurnya
mempunyai manfaat yang baik untuk kesehatan seperti,
bisa mengobati penyakit asma dan sebagainya. Namun
dibalik manfaatnya, ikan tersebut sulit untuk didapatkan
telurnya. Walaupun sulit untuk mendapatkan telur ikan itu,
si ibu tetap berusaha mendapatkannya. Telur ikan temba-
kul itu biasanya bisa didapatkan di sungai-sungai kecil.
Ibu pun menceritakan keiinginannya kepada anaknya, saat
itu anak-anaknya sedang main diluar rumah, kemudian ia
panggil anaknya dan berkata
“Besok ibu dan kakak (panggilan akrab untuk anak
pertamanya) akan pergi, adik tinggal di rumah saja ya”.
Anak pertamanya menjawab “Iya bu, tapi kita akan
pergi kemana?” Tanyanya kembali.

“Kita akan pergi mencari telur ikan tembakul, kare-


na ibu sedang ngidam dan ibu ingin memenuhi permintaan
calon adikmu ini”.
Akhirnya ibu dan anak pertamanya itupun akan
merencanakan untuk pergi ke sungai untuk mencari
dan mendapatkan telur ikan tembakul. Sedangkan anak
keduanya disuruh untuk tinggal di rumah saja. Sebelum
berangkat si ibu berpesan kepada anak keduanya

160 | Membangun Indonesia Dari Desa


“ Jika lapar ataupun ngantuk kamu tidur ya nak,
dan jangan main diluar rumah sampai ibu dan kakakmu
pulang?” sambil memberi isyarat dengan tangannya. Si
adikpun menganggukan kepalanya tanda mengerti pesan
ibunya. Sebelum ke sungai ibu menyiapkan alat untuk
menangkap telur ikan tembakul.
Telur ikan tembakul hanya bisa diambil dengan
menggunakan penyaring air atau sejenisnya yang bisa di-
gunakan untuk menciduk telur-telur ikan tembakul yang
ada di air, karena telur ikan itu kecil dan sulit mendapa-
tkannya jika alatnya tidak bagus. Setelah tiba di sungai
ibupun langsung berusaha mencari dan menangkap telur
ikan tersebut, sementara anak pertamanya hanya melihat
saja tanpa membantu karena ibunya yang menyuruh sep-
erti itu. Mereka terus menelusuri tepian sungai. Setiap
pindah dari tempat satu ke tempat yang lainnya ibu selalu
bertanya pada anak pertamanya,
“Apakah kamu sudah letih, nak?. Sudah jauh dan su-
dah banyak ia menelusuri sungai-sungai itu, namun tidak
mendapatkan satu butir telur ikan tembakul. Padahal ikan
tembakul itu senang bermain dan bertelur di sungai-sun-
gai yang telah mereka lewati namun hari ini mereka tidak
menemukan dan mendapatkannya.
Hari sudah kelihatan siang dengan posisi matahari
sudah tegak di atas kepala, namun si ibu dan anaknya be-
lum mendapatkan telur ikan tembakul. Ibu memperhatikan
anaknya sudah kelihatan letih karena sudah menemaninya
berjalan menelusi sungai dan tidak menghasilkan apapun.
Sesaat kemudian, ibu berkata pada anaknya.
“Sudah letih ya? Kalau iya, kita pulang karena ka-
sian adikmu sendirian dirumah dan belum makan siang”.
Merekapun langsung pulang ke rumahnya karena khawa-

Membangun Indonesia Dari Desa | 161


tir anaknya yang kedua sendirian dan kelaparan, karena ia
belum menyiapkan makan siang untuk kedua anak tersay-
angnya.
Walaupun ia juga ingin memenuhi kebutuhan calon
anaknya yang ketiga, tetapi ia urungkan niatnya untuk
melanjutkan pencarian hari ini. Setelah sampai di rumah
ia menemukan anak keduanya yang sedang tidur, seperti
orang yang sedang kelaparan. Karena memang tidak ada
yang bisa dimakan oleh anaknya selain makanan pokok,
sehingga jika sarapan pagi maka sarapan itu harus bisa
menahan rasa lapar hingga siang hari.
Terkadang mereka juga tidak sarapan karena ter-
batasnya bahan pokok. Ia pun bersegera menyiapkan
makan siang untuk anak-anaknya dan dirinya karena me-
mang hari sudah siang dan waktunya untuk mereka makan
siang. Hari ini dari siang sampai petang ibu tidak kem-
ana-mana. Biasanya si ibu saat siang menjelang petang
hari mencari kayu-kayu bakar untuk memasak dan men-
cari sayur-sayuran dan bahan pokok lainnya yang bisa di-
makan baik untuk sarapan, makan siang maupun makan
malamnya, ibu menggantikan semua pekerjaan yang per-
nah ayahnya lakukan saat ayah masih hidup.
Setelah makan malam, ibu bercerita kepada anakn-
ya bahwa sebelum ayahnya meninggal, ayahnya berpesan
agar ibu menjaga anak-anaknya, sehingga sampai saat ini
ibu tetap akan terus berusaha mencari makan dan minum
untuk kalian serta ingin memenuhi apa yang diingink-
an bayi yang ada dalam kandungan ini. Karena ini juga
merupakan bagian menjalankan amanah almarhum ayah
kalian, walaupun lautan harus diseberangi ibu tidak pedu-
li, matanya nampak berkaca-kaca dan tidak disadarinya
air mata keluar membasahi pipinya yang mulai kelihatan

162 | Membangun Indonesia Dari Desa


hitam karena lebih sering berjemur terik panas matahari
akhir-akhir ini. Anak pertamanya melihat ibu menangis
dan mengatakan.
“Ibu, jangan menangis lagi ya, kami akan terus ber-
sama ibu, kita tidak akan berpisah ruang dan waktu dan
oleh siapapun, sambil mengeluarkan air mata karena ter-
haru mendengar dan melihat ibunya”. Untuk membuat
suasana tidak terlalu larut dalam kesedihan, ibu mencoba
mengalihkan perhatian anak-anaknya dengan mengatakan,
“besok kita berangkatnya lebih pagi untuk melan-
jutkan pencarian dan penangkapan telur ikan tembakul itu,
jadi kita tidur malam ini lebih awal supaya bisa nyenyak
dan jangan memikirkan apapun.” Karena ibu ingin be-
rangkat dari rumah lebih pagi maka malam ini ibu sudah
menyiapkan segala perlengkapan yang cukup untuk lebih
mudah mendapatkan telur ikan tembakul tersebut.
Di hari kedua ini, ibu dan anak pertamanya be-
nar-benar pergi lebih pagi mencari telur ikan tembakul.
Pagi-pagi si ibu dan anak pertamanya sudah berangkat ke
sungai untuk menemukan telur ikan tembakol. Tiap-tiap
tepian sungai ia telusuri dan kadang ia bergiliran dengan
anaknya untuk menangkap telur ikan itu, namun tetap saja
tidak berhasil menemukan telur ikan tembakul ini.
Walaupun hari ini usaha si ibu lebih gigih jika
dibanding saat ia pergi hari pertama, namun apa yang mau
dikata nasib mujur belum berpihak kepada mereka berdua.
Meski matahari sudah terik menyinari bumi Indonesia ini,
si ibu belum menemukan telur ikan tembakul itu. Perasaan
sedih terus menghampiri si ibu, karena belum bisa me-
menuhi keinginan si bayi yang ada dalam perutnya dan
dilihatnya juga bahwa anaknya sudah keletihan. Si ibu
pun memutuskan untuk mengajak anaknya untuk pulang

Membangun Indonesia Dari Desa | 163


dan akan melanjutkan besok lagi. Setiba di rumahnya, ibu
semakin merasa bersalah karena telah membuat anak per-
tamanya letih serta ia belum juga bisa memenuhi keiingi-
nan calon anak ketiganya.
Hari ketiga ibu melanjutkan pencarian yang lebih
semangat dan tidak lupa sebelum berangkat ia berdoa ke-
pada Tuhan agar ia segera menemukan telur ikan temba-
kul dan dapat menangkapnya. Begitu semangatnya si ibu
sehingga tidak terasa ia sudah jauh berjalan menelusuri te-
pian sungai dan mataharipun sudah mulai meninggi. Saat
mereka keletihan untuk menemukan telur ikan tembakul
dan tiba saatnya dimana titik jenuh pencarianpun meng-
hampiri pikirannya, akhirnya ia memutuskan untuk tidak
lagi melanjutkan pencarian itu.
Selanjutnya, saat terakhir penangkapan tiba-tiba ke-
liatan ada satu butir telur yang melekat di alat penangka-
pannya. Betapa senangnya hati mereka, walaupun hanya
satu butir saja, tetapi cukup sudah untuk menghilangkan
rasa ngidam dan rasa letih selama tiga hari pencarian.
Akhirnya mereka langsung pulang dengan membawa satu
butir telur ikan tembakul yang akan direbus dan dimak-
an untuk memenuhi rasa ngidamnya. Permintaan si calon
anak ketiganya.
Setiba di rumahnya dengan perasaan senang si ibu
lalu merebus telur ikan untuk di makan. Tiba-tiba mun-
cul keiinginan lagi untuk mencari dan mendapatkan ser-
ta menambah telur ikan yang sudah ada, mungkin karena
bawaan hamil dan keinginan si bayi yang ada didalam pe-
rut, si ibu lalu memutuskan untuk mencari lagi telur itu
sendirian saja. Karena ibu kasian jika harus ditemani anak
pertamanya yang tiga hari menemankannya dan bahkan
membantu mencari telur ikan tembakul itu. Sebelum be-

164 | Membangun Indonesia Dari Desa


rangkat ibu berpesan ke anaknya, “jangan makan telur ikan
yang sudah ibu masak ini ya, karena ibu mau memakann-
ya setelah pulang membawa telur yang lebih banyak lagi”.
“Iya bu,” Jawab si kakak dengan nada menuruti.
Sang Ibu mencari telur dengan semangat, setelah
beberapa jam mencari dan menangkap telur ikan tembakul
itu, ia belum mendapatkannya. Kemudian ia memutuskan
untuk pulang saja dan akan memakan satu telur saja yang
mungkin sudah cukup menghilangkan rasa ngidam ini
pikirnya dalam hati.
Di tengah perjalanan pulang ke rumah ia tiba-tiba
berfirasat yang tidak enak, namun ia coba menepis firasat
itu dengan berpikiran yang baik saja. Ia pun mempercepat
jalannya agar cepat sampai, ibu yang sedang hamil tidak
bisa berjalan cepat seperti ia sedang tidak hamil namun
tetap berusaha agar cepat sampai di rumahnya.
Ternyata firasat tidak enak si ibu adalah tiba-tiba
terbesit dalam pikiran anaknya untuk berusaha ingin me-
makan telur ikan tembakul. Karena mereka heran melihat
ibu yang rela bersusah payah mencari dan mendapatkan-
nya. Akhirnya habislah telur tembakul itu di makan anak-
nya. Tidak lama setelah anak mereka memakannya, si ibu
pun datang. Namun kejadian yang tidak bisa dihindari.
Betapa terkejutnya si ibu saat melihat telur ikan itu
sudah habis di makan kedua anaknya, ketika ia ingin me-
makannya. Padahal ia sudah mempercepat gerak jalannya
namun tetap saja firasat yang tidak enak itu terjadi, kare-
na tidak tega untuk memarahi anaknya ibupun pergi ke
gunung untuk menenangkan dirinya.
Di gunung yang penuh bebatuan itu, sambil berjalan
berfikiran mungkinkan firasat yang tidak tadi adalah kare-
na anakku memakan telur ikan itu atau ada yang lainnya?

Membangun Indonesia Dari Desa | 165


Pikirnya dengan hati yang tidak tenang. Sepanjang jalan di
gunung itu ia mengucapkan kalimat
“ Batu belah batu betangkup, mau tangkup, tangk-
uplah aku”.
Kalimat ini terus ia ucapkan. Entah mengapa tiada
sebab dan tiada angin kencang dari manapun secara ti-
ba-tiba batu yang terbelah atau betangkup itupun perlahan
mendekati dan menangkap si ibu tanpa perlawanan yang
berarti lalu ibupun masuk didalamnya.
Kedua anak si ibu tidak mengetahui keadaannya se-
karang ini. Namun rasa aneh dan bimbang mengganggu
pikiran anak keduanya, ia heran dengan ibunya yang pergi
begitu saja dari tadi tanpa memberi tahu kepergiaannya
kemana dan kapan akan pulang ke rumah. Ia juga ber-
pikiran bahwa mungkin ibunya kesal karena mereka tel-
ah melanggar larangan ibu kemudian menghabiskan telur
yang ibunya cari dengan susah payah lalu dimakan oleh
mereka. Tetapi apa yang mau dikata lagi, nasi sudah men-
jadi bubur.
Kedua anaknya menyesali perbuatannya dan ingin
meminta maaf dan memohon ampun kepada ibunya. Kare-
na gara-gara perbuatannyalah telah membuat ibunya sedih
dan marah serta pergi meninggalkan rumah. Walaupun
ia tahu ibunya adalah seorang yang penyayang dan tidak
mudah marah, bahkan terkadang ibunya rela lapar asalkan
anak-anaknya bisa makan dan kenyang, kadang si ibu juga
rela mengorbankan kesehatannya ketika anak-anaknya
jatuh sakit dan ia harus begadang sampai malam.
Ibunyalah yang merawat dengan sepenuh hati siang
dan malam, ibu juga yang menjaga mereka dari sesuatu
yang coba mengganggu. Terkadang ia tidak tidur dari pagi
hingga malam demi membuat sesuatu yang berguna untuk

166 | Membangun Indonesia Dari Desa


dijual, dan hasil penjualan itu untuk membeli makanan.
Sosok ibu inilah yang selalu mereka rindukan dan ti-
dak tergantikan oleh siapapun. Karena kasih si ibu sepan-
jang masa. Anak kedua inipun heran kenapa ibunya belum
pulang juga padahal hari sudah mulai petang. Karena mer-
eka bimbang, kemudian kakak memanggil si adik,
“Dik, ayo kita cari ibu, karena kakak khawatir apa
yang terjadi padanya, dari tadi siang hingga hari sudah
petang ibu belum pulang juga. Kakak takut terjadi sesuatu
sehingga membuat ibu tidak pulang ke rumah, semoga Tu-
han selalu melindunginya, karena tidak biasanya ibu sep-
erti ini”. Ucapnya sang kakak ke adik-adiknya.
Mereka pun pergi untuk mencari ibunya dengan
tergesa-gesa dan kecemasan. Kesana kemari mereka men-
cari ibunya, hampir semua rawa mereka telusuri namun
tidak bisa menemukan keberadaan si ibu. Akhirnya mer-
eka membulatkan tekad pergi ke gunung untuk mencari
ibunya, mungkin saja ibu menyendiri dan menenangkan
dirinya disana, kata si kakak pada adiknya.
Begitu sampai di gunung, bahwa tidak ada tanda
bahwa ada ibunya. Sepanjang perjalanan ke gunung si ka-
kak berucap, “ Oh ibu, dimana kamu, kakak su-
dah lapar ingin makan nasi, dan adik haus ingin minum
susu”. Kalimat itu ia ucapkan dengan harapan agar si ibu
mendengarkan dan tahu bahwa anaknya mengkhawatir-
kannya dan membutuhkannya.
Ketika sampai di gunung yang penuh bebatuan itu,
tampak dari kejauhan seperti ada rambut dan pakaian yang
dijepit oleh batu. Semakin bertambah bimbang perasaan
si kakak ini. Karena setiap teriakan dan suaranya tidak
didengar dan dijawab oleh ibunya.
Dengan perasaan bimbang ia menghampiri batu

Membangun Indonesia Dari Desa | 167


yang sudah dilihatnya dari kejauhan seperti ada ram-
but dan baju yang terjepit. Kalimat yang diucapkannya
tadi semakin tidak jelas kedengarannya karena si kakak
menangis dan terus berurai ait mata di pipinya. Suaranya
pun hampir hilang karena kebanyakan berteriak. Bagaikan
disambar petir disiang bolong, betapa terkejutnya si anak
ketika melihat rambut dan baju yang ia lihat dari kejauhan
itu adalah tubuh ibunya. Ibu kesayangannya, sosok seo-
rang ibu dan sekaligus menjadi bapak buat mereka.
Ibu yang selalu menemaninya, ibu yang selalu bim-
bang saat mereka sakit, ibu yang selalu menangis saat me-
lihat anaknya sedih dan ibu yang rela lapar dan letih demi
untuk memenuhi keiinginan anaknya.
Namun sosok ibu yang mulia itu kini sudah terjep-
it oleh batu betangkup dan tidak bisa lagi bersama-sama
dengannya. Suasanapun menjadi hening seakan tidak ada
makhluk hidup yang ada di sekitarnya. Si kakak pun berte-
riak histeris sambil menangis dan seolah teriakan tangisan
itu disambut sedih juga oleh angin-angin dan pepohonan
yang menyaksikan peristiwa yang sangat menyedihkan itu.
Seolah pepohonan disekitar itu berusaha membantu dan
tidak bisa menerima kejadian yang menimpa anak-anak
kecil yang masih sangar memerlukan kasih sayang orang
tua. Si kakak semakin berteriak sekuat tenaganya untuk
meminta tolong pada warga sekitar gunung itu sambil
menyuarakan isakan tangisnya yang tersedu-sedu, namun
tidak ada satu orangpun yang mendengarkan teriakannya.
Tidak ingin berlama-lama membiarkan ibunya di
tangkup oleh batu itu, akhirnya dua kakak adik itu pulang
dengan perasaan sedih karena tidak ada lagi kedua orang
tuanya, sekarang mereka sudah menjadi yatim piatu untuk
meminta pertolongan pada warga sekitar yang ada. Di ten-

168 | Membangun Indonesia Dari Desa


gah perjalanan sambil menangis ia bertemu warga. Kemu-
dian warga bertanya
“Kenapa kamu menangis nak?”
Anak yang tertua pun menceritakan kejadian yang
menimpa ibunya,
“Kami memakan telur ikan tembakul yang ibu la-
rang, karena telur itu untuk ibu makan demi menghilang-
kan rasa ngidamnya. Jadi saat ibu tahu kami memakannya,
ia pun kesal dan pergi ke gunung dan tidak pulang, setelah
kami cari ternyata ibu masuk ke batu” .sambil menangis ia
menceritakan kejadian yang menimpa ibunya. Wargapun
berusaha menenangkannya
“Kamu yang sabar ya nak!, jangan menangis lagi,
kami akan menolong ibumu”. Wargapun pergi ke gunung
untuk melihat dan menolong ibunya, betapa terkejutnya
warga ketika melihat kebenaran dengan apa yang diceri-
takan anak tersebut. Wargapun mencoba membuka batu
namun hasilnya sia-sia.
Ibumu terkena kepunan telur ikan tembakul yang
sangat ingin dimakannya. Tapi tidak terlaksanakan. Mun-
gkin inilah akhir dari perjalanan ibumu nak di dunia kata
warga untuk menghibur mereka yakinlah ini yang terbaik
untuk ibumu. Nasib si ibu itu sudah tidak bisa diubah lagi
dan tidak akan ada satu makhlukpun yang mampu mengu-
bahnya dan ibu sudah tertungkup batu, semuanya sudah
menjadi suratan takdir kehidupan si ibu. Karena hari su-
dah mulai malam, kemudian warga tersebut coba meng-
hibur dengan bertanya.
“Di imana kamu tinggal nak, biar kami antar pulang
ke rumahmu, dan kamu tinggal dengan siapa?” si kakak
menjawab “kami tinggal di dekat sini, tetapi orang tua
kami sudah tidak ada”.

Membangun Indonesia Dari Desa | 169


Sejak saat itulah masyarakat di sekitar daerah itu ta-
kut ketika bertemu batu besar atau batu yang berlampar
berbentuk betangkup, karena takut ditangkup oleh batu.
Oleh sebab itu banyak masyarakat yang mengingatkan
ke anak-anak mereka agar mematuhi perintah orang tua
dan tidak membangkang perintahnya. Ada juga sebagian
masyarakat yang menganggap bahwa batu itu merupakan
jelmaan batu Malin Kundang yang di kutuk ibu kandung-
nya karena ia durhaka. Namun kebanyakan dan sampai ke
daerah-daerah yaitu masyarakat berasumsi bahwa peristi-
wa penangkapan ibu itu karena ia kempunan.
Kempunan, mereka maknai kala itu adalah akibat
ketika menginginkan sesuatu untuk dimakan atau dimi-
num. Namun tidak dimakan atau diminum karena sesuatu
dan lain hal, sehingga ia tertimpa musibah. Biasanya mas-
yarakat jika dipersilahkan untuk makan atau minum se-
suatu, kemudian orang yang dipersilahkan untuk makan
atau minum tidak mau karena kenyang atau karena ter-
buru-buru untuk pergi dianjurkan untuk menjama atau
cecal di jari tangan kanannya lalu dicicipi. Namun jika
yang dipersilahkan sedang berpuasa mereka hanya cukup
menyentuh dengan jari tangan kanannya.
Hal lain yang juga dikaitkan dengan kejadian itu
adalah sebuah ungkapan ucapan adalah doa. Apalagi yang
berucap adalah seorang ibu, karena biasanya doa seorang
ibu diyakini sangat mudah terkabul dan biasanya langsung
terkabul, maka masyarakat kala itu harus berhati-hati jika
berucap saat sedang marah, khususnya seorang ibu.
Untuk itulah para kaum ibu-ibu selalu diingatkan
jangan sampai ketika marah mengeluarkan kalimat-ka-
limat ‘sumpah serapah’ walaupun ia sedang marah be-
sar seperti mengucapkan kata-kata ; ku sumpah kamu

170 | Membangun Indonesia Dari Desa


jadi lutung/kera, semoga kamu mati digigit ular, semoga
kamu mati disambar peti dan jadilah kamu batu dan lain
sebagainya. Kebiasaan ini yang masih diyakini oleh seba-
gian masyarakat masih bisa terjadi.
Peristiwa ini dijadikan oleh sebagian masyarakat
sebagai pelajaran berharga, bahkan ada yang menjadikan
adat istiadat seperti, untuk anak dianjurkan mencuci kaki
ibunya jika ingin melakukan sesuatu atau mengikuti ujian
sekolah supaya bisa lulus dengan nilai baik.
Namun ada juga yang sampai pada kebiasaan air cu-
cian kaki ibu itu diminum, dengan harapan tidak menjadi
anak yang durhaka dan selalu ingat pesan-pesan ibunya
dan lulus menghadapi ujian. Supaya tidak mudah tem-
punan ada bacaan yang menjadi amalan untuk dilakukan
jika mau turun dari rumah atau memulai bekerja setelah
membaca doa. Adapun bacaannya adalah “Aku tahu asal
kempunan,
“Di kandung ibu sembilan bulan sepuluh hari,
“Itu die asal kempunan,
“Buah jambu udah ku makan,
“Buah jambu patah orak, minta berkat dari laailaha
illallah muhammadarrasulullah.
Bacaan ini khususnya di daerah-daerah di kali-
mantan barat sudah tidak asing lagi. Bahkan hampir setiap
daerah memiliki bacaan tawar kepunan yang sama. Wa-
laupun berbeda hanya sedikit, atau bacaan lainnya yang
diyakini dapat terhindari dari bahaya. Masyarakat meya-
kini semoga dengan bacaan tersebut terhindar dari kem-
punan atas izin Allah SWT.
Cerita kempunan itu sudah merambah keseluruh pe-
losok daerah di tanah air Indonesia ini. Terlebih daerah
yang masih percaya akan musibah karena ketidakpatuhan

Membangun Indonesia Dari Desa | 171


terhadap larangan tempat-tempat yang dianggap keramat.
Masyarakat modern mengambil kisah itu sebagai
pelajaran jangan melanggar perkataan orang tua ter-
utama ibu dan tercermin pada adat istiadat atau budaya
masyarakat saat anak-anak mereka mau mengikuti ujian
nasional atau ujian sekolah dengan harapan nilainya mak-
simal dan menjamah makanan atau minuman yang tidak
bisa dimakan atau diminum sekarang. Dengan menjamah
makanan atau minum itu sama dengan memakan atau mi-
numnya, agar tidak terkena kempunan. (*)

(Dikutip dari, Yusriadi, 2015, Cerita Rakyat dari


Kalimantan Barat)

172 | Membangun Indonesia Dari Desa


Bagian 12
NARASI KEGIATAN/
PERJALANAN

Membangun Indonesia Dari Desa | 173


174 | Membangun Indonesia Dari Desa
21

PERJALANAN
KE TAPAL BATAS

Oleh : Mita Hairani

K
eesokan harinya, mentari bersinar cerah
menyambut kami. Setelah sarapan Bang
Ojie datang untuk mengantar kami. Aku
dan Khorijil bersiap-siap karena kami hari ini meminta di-
antar ke Melano, Malasyia, sedangkan yg lainnya ingin ke
kantor desa. Bang Ojie mengantar mereka terlebih dahulu,
sedangkan kami menunggu di rumah anak nekwan.
Sambil menunggu, kami berbincang dengan pak
long, mak long, pak ngah dan kak ning. Yang paling aku
ingat dari pembicaraan itu adalah kata-kata pak long saat
bercanda pada kami. Dimana kata kata itu juga aku temu-
kan pada pakaian yang dijual di Resort Camar Bulan de-
pan rumah terbalik. Kata kata itu adalah “ Suami yang
baik adalah yang memiliki 1 istri. 1 istri di Temajuk, 1
istri di Melano, dan satu istri di Paloh” kami pun tertawa
mendengar kelakarnya.

Membangun Indonesia Dari Desa | 175


Ketika Bang Ojie tiba, Kak Ning Pitriyah menawar-
kan mengantar kami ke Melano. Karena kami cuma ber-
dua, aku dengan Kak Ning Pitriyah, sedangkan Khorijil
dengan bang Ojie. Untuk sampai ke sana kami harus mele-
wati jalan Dusun Maludin yang berkelok menyenangkan.
Lalu kami singgah di Batas Indonesia.
Di sana kami bertemu dengan tentara Indonesia
yang sepertinya bersuku Jawa, Kami harus meninggal-
kan KTP agar bisa berkunjung ke negeri seberang. Aku
dan khorijil meninggalkan masing-masing KTP kami, ba-
rulah kami diperbolehkan ke sana. Kami melewati Jalan
yg dikanan kirinya terdapat hutan. Lalu bertemu kembali
dengan pos penjagaan.
Pantai Melano ternyata tak jauh dari perbatasan. Di
sini setelah masuk ke jalan besar kita sudah dapat melihat
pantai. Aku diantar Kak Ning Pitriyah ke rumah temannya
di Melano. Dia merupakan orang Indonesia yang menikah
dengan orang Malasyia dan sekarang status kewarganeg-
araannya berubah menjadi warga negara Malasyia. Beliau
memiliki sebuah warung di sana.
Ketika kami tiba di sana, mereka langsung menyam-
but dan menegur Kak Ning Pit dengan baik seakan akrab
sekali seperti saudara. Kami mewawancarai ibu tersebut
dan ketika beliau sedang memilah lada. Ketika kami akan
pulang, beliau minta kami masuk ke dalam rumahnya un-
tuk bertamu. Beliau menghidangkan kue lapis dan air gas.
Namun yg mengambilkannya kak ning pit. Kak Ning Pit
terlihat sangat akrab memang seperti keluarga di sana.
Aku dan khorijil meminjam motor nekwan dan bang
ojie pulang dengan kak ning. Kami takut mereka lama
menunggu kami karena kami masih ingin ke pantai Mela-
no. Setelah itu kami langsung pergi ke pantai. Jarak pantai

176 | Membangun Indonesia Dari Desa


tidaklah terlalu jauh dari ruko tersebut. Namun seriban-
ya kami di sana, matahari dengan teriknya bersinar seh-
ingga kami menunggu beberapa waktu agar tak tersengat
panasnya.
Selagi menunggu, kami memesan makanan di
warung tepi pantai. Mereka menawarkan menu dengan di-
asertai harga ringgitnya. Namun alhamdulillah kami boleh
membayar dengan uang rupiah. Mereka menghitung satu
ringgitnya 3800. Harga nasi gorengnya 5 ringgit dan untuk
air putih sendiri kami harus membayar 50 sen.
Setelah makan,kami menikmati pemandangan pan-
tai dari warung makan, namun karena tidak puas, kami
langsung berjalan-jalan di tepi pantai. Jujur aku merasa
kurang nyaman dan kurang menimati jalan-jalan di Mela-
no. Hal ini karena kami pergi di waktu dan keadaan yang
tidak tepat.
Kami benar-benar sampai di pantai Melano sekitar
pukul 12:00 saat matahari sedang bersinar terik-teriknya.
Hanya ada aku dan Khorijil dengan berbekal motor yang
dipinjamkan Bang Ojie. Biar bagaimanapun kami tidak
mengenal wilayah ini,ditambah lagi dengan satu-satunya
kartu identitas kami ditahan dan perasaanku bahwa orang-
orang Melano seakan memperhatikan kami. Karena mera-
sa kurang nyaman, kami hanya berkeliling sebentar di
Pantai Melano karena aku terus-terusan meminta Khorijil
untuk pulang. Maaf ya Qori hehehe.
Setelah makan kami pergi ke pantai, namun aku tak
ingin lama-lama karena perasaanku tak enak. Kami Shalat
Zuhur di masjid dulu baru pulang. Masjid Nurul Naim
yang kami singgahi tampak sepi. Meskipun sepi, fasili-
tasnya tidak kalah dengan Masjid di Indonesia.
Meskipun tidak besar, Masjid Nurul Naim memili-

Membangun Indonesia Dari Desa | 177


ki toilet yang memadai dan tempat wudhu yang tertutup.
Bagian dalamnya terdapat tabir pemisah antara laki-laki
dan perempuan meskipun transparan. Dinding dan lantai
porselennya didominasi warna putih susu dengan tirai jen-
dela berwarna soft jingga. Hawanya juga dingin karena
terdapat fasilitas kipas angin. Dengan fasilitas senyaman
ini, seharusnya menarik umat muslim untuk sedikit lebih
lama bertafakur di majid.
Sebelum kami pulang, tiba-tiba ada seorang pen-
duduk Malasyia yang menegur kami ramah, beliau han-
ya meminta kami untuk menutup pintu dan pagar apabila
kami sudah selesai. Namun aku dan Khorijil sama-sama
lupa melakukan itu. Semoga saja tak akan terjadi apa-apa.
Begitu kami selesai sholat dan sedikit “ngadem” di
masjid, kamipun melanjutkan perjalanan pulang. Sebelum
melewati tentara Penjaga Indonesia, kami menyempatkan
diri untuk berfoto di Plang selamat datang ke Indonesia.
Sepanjang jalan Indonesia banyak sekali kulihat
bendera merah putih kita. sebenarnya bendera merah pu-
tih memang banyak aku temukan di Temajuk. Dari mulai
dipasang di jalan sampai dengan di depan rumah. Terasa
sekali aura nasionalismenya. Sampai sekarang aku be-
lum tahu apakan memang diwajibkan memasang bendera
dalam jumlah yang cukup banyak di wilayah perbatasan
atau karena baru saja melewati bulan Agustus. Di balik
itu semua, aku senang dengan pemandangan yang tidak
biasa ini.

178 | Membangun Indonesia Dari Desa


Perbatasan Indonesia-Malasyia

Setibanya di perbatasan kami berfoto di depan


plang selamat datang dan meminta KTP kami. Lalu kami
langsung melanjutkan hingga ke rumah nekwan.
Kami makan dan istirahat sebentar ke rumah ne-
kwan, setelah itu langsung melanjutkan perjalan ke masjid
ni’matullah. Di sana kami melaksanakan shalat ashar. Na-
mun sayangnya ketika kami akan pergi kembali, haripun
hujan sehingga kami menetap di masjid sampai hujan reda
setelah itu kembali ke rumah.
Keesokan harinya, hujan masih setia merintik. Kami
antri mandi ke rumah Kak Ning Pit. Untung saja Khorizil
mendapat pinjaman motor dari Pak Long, jadi tak ma-
salah kami pergi agak siang. Motor pinjaman kami juga
sudah digunakan oleh anggota kelompok kami yg laki-la-

Membangun Indonesia Dari Desa | 179


ki sehingga kami harus turun lebih siang. Begitu turun,
kami langsung ke masjid dan shalat zuhur di sana. Kami
bertemu dengan bendahara masjid dan berbincang sedikit.
Setelah itu, kami akan pergi ke rumah Pak Sutanang.
Kami singgah di depan mushalla dan bertanya kepada pen-
duduk setempat rumah pak Sutanang. Beliau mengatakan
“Rumah Pak Sutanang yang ada bengkelnya, tapi kalau
mau bertemu, sebentar lagi dia datang ke mushalla. Shalat
dulu yak disana” kamipun mengikuti instruksi itu.
Mushalla ini agak berbeda. Meskipun kecil, mushal-
la ini banyak meja standar anak-anak yang biasa digu-
nakan untuk TPA dimana gurunya adalah Pak Sutanang.
Mushalla ini sangat dekat dengan posko tentara.
Kami shalat zuhur disana dan memang bertemu
dengan pak sutanang. Belum lama kami mengobrol, Pak
Sutanang sudah mohon izin karena tak bisa melayani
pertanyaan kami sampai selesai. Beliau harus membantu
mengurus keperluan adiknya karena adiknya akan berang-
kat. Beliau meminta kami untuk datang malam ini setelah
maghrib karena beliau akan mengajar TPA. Kami hanya
mengucapkan Insyaallah karena kami tak tahu motor ini
bisa arau tidak digunakan saat malam hari mengingat ini
motor pinjaman.
Setelah itu,kami berjalan terus melewati jembatan
dan jalan setapak berpasir menuju ke Camar Bulan. Kami
akan ke Dermaga Camar Bulan dan ketika sampai di
sana,kami bertemu dengan Ipa, Tuti, dan Khatijah. Tuti
tampak sibuk mewawancarai seseorang. Kami sempat ber-
foto disana dan sayangnya belum bisa menerima tawaran
Khatijah untuk pergi ke rumah terbalik menyusuri jalur
pantai karena masih ada yg harus saya kerjakan.
Tak lama kemudian, kami kembali ke dusun Malu-

180 | Membangun Indonesia Dari Desa


din. kami bertanya kepada pak long dimana kak Salong
dan ternyata kak Salong sedang berkumpul bersama ibu-
ibu di semacam warung depan bengkel. Aku mewawanca-
rai kak salong dan setelah itu ke rumah pak Abdul Malik,
kepala dusun sebelum periode ini. Setelah mewawancarai
mereka, kami langsung pulang.
Malamnya kami pergi ke warung dekat rumah ne-
kwan. Warungnya cukup besar dan ada fasilitas wifinya.
Kebetulan sekali karena aku memang belum mendapat
sinyal sejak kemarin. Tapi sayangnya ketika kami kesana
wifinya sedang tidak berfungsi. Aku lihat di daftar menu
sekaligus harganya ternyata selain rupiah, daftar hargan-
ya juga berbentuk ringgit. Jadi berlaku dua mata uang di
sana. Penjaga wnarung bilang pemuda pemuda malasyia
sering nongkrong disini. Memang kalau siang aku sering
melihat warung ini ramai dikunjungi.
Karena tak bisa mengakses jaringan, kamipun kem-
bali ke rumah nekwan dan bersiap tidur.namun belum
sempat kami tidur, pembimbing kami sudah datang dan
akhirnya kami briefing, setelah itulah kami tidur.
(Dikutip dari Mita Hairani, 2018)

Membangun Indonesia Dari Desa | 181


182 | Membangun Indonesia Dari Desa
Bagian 13
KEAGAMAAN

Membangun Indonesia Dari Desa | 183


184 | Membangun Indonesia Dari Desa
22

KEGIATAN KEAGAMAAN
DI SRI WANGI
Oleh : Saripaini

S
alat berjamaah di masjid Baitil Ilmi. Setelah
salat magrib ada sebuah aktivitas keagamaan
yang berlangsung di surau Baitil Ilmi yakni
proses belajar dan mengajar membaca kitab suci Alqu-
ran. Siapa saja boleh belajar dan siapa saja boleh menga-
jar asalkan tahu mengaji. Dimulai dari anak kecil, remaja
awal, ibu-ibu, hingga nenek-nenek sekali pun boleh bela-
jar tak ada modal lain yang harus dikeluarkan selain ke-
mauan dan rasa ingin tahu yang tinggi.
Pada saat pertama kali salat berjamaah di surau Bait-
il Ilmi terdapat dua shaf laki-laki dan 2 saf perem puan.
Begitu pula pada saat waktunya mangaji maka jumlah
orang yang datang ke surau menjadi sedikit lebih ramai
karena ada penambahan mereka hanya datang untuk be-
lajar mengaji. Salah satu yang menarik sepasang mataku
ialah seorang wanita muda yang datang dengan menggen-

Membangun Indonesia Dari Desa | 185


dong anaknya dan memangku anaknya ketika ia belajar
mengaji. Setelah selesai mengaji ia pun pulang.
Malam itu, aku dihampiri oleh seorang-ibu-ibu den-
gan membawa buku Iqro’, beliau memintaku untuk men-
gajarinya mengaji. Tentu saja aku tak menolak, namun
pada saat mengaji bersamanya aku teringat pada mamak di
rumah, bisanya pada saat ini kami juga mengaji bersama.
Saat itu aku berusaha untuk menahan air mata, sam-
bil menunjukan huruf kepada ibu yang sangat antusias be-
lajar mengaji ini. Jangan sampai aku ketahuan sedih, apa
lagi menangis, karena anak-anak semakin ramai mengeru-
muniku untuk melihat aku mengajar, dan ada pula yang
mengantri untuk aku ajari.
Sistem pembelajaran ini bebas, maksudnya murid
akan bebas memilih guru mana yang akan mengajarnya
malam ini. Jika biasanya aku melihat pada umumnya seo-
rang murid mengaji memiliki satu guru tetap tapi tidak un-
tuk di sini.
Kebanyakan dari anak-anak akan memilih guru
melihat dari banyak atau tidak orang yang mengantri un-
tuk diajar olehnya. Tujuannya tak lain ialah agar mereka
segera diajar, setelah diajar mereka akan langsung berhenti
dan pulang ke rumah masing-masing. Dan tinggalah para
pengajar mengaji yang menunggu waktu salat Isa.
Sambil menunggu salat Isa para guru ngaji ini ber-
bicara santai, ada yang sambil berbaring dan ada yang
duduk. Ketika waktu salat tiba muadzin akan menguman-
dangkan azan dan beberapa orang dewasa pun datang un-
tuk menunaikan salat berjamaah, namun pada salat Isa ja-
maah tidak seramai salat Magrib. Saat ini hannya ada satu
shaf laki-laki dan setengah shaf perempuan yang terdiri
dari ibu-ibu.

186 | Membangun Indonesia Dari Desa


Saat pulang para jamaah masjid begitu ramah den-
gan kami. Hampir semuanya meminta kami mampir ke
rumahnya.
“Boh betandas,” ajak salah seorang bermukenah pu-
tih sambil menunjuk ke arah rumah yang berada di depan
surau.
“Santri ibu itu ngajak kite singgah ke rumahnye ke?”
bisiku pada Santri.
“Iye,” jawab santri singkat kemudian dia menjawab
ajakan ibu yang ramah itu.
Saat sampai di depan rumahnya ibu itu kembali
menawarkan kami untuk bertandas ke rumahnya. Kali ini
aku yang menjawab dengan bahasa Indonesia.
Perjalanan pada malam hari berlanjut, di sela-sela
berburu informasi kami menyempatkan diriuntuk bera-
mah-tamah dengan masyarakat sekitar. Malam itu tepatn-
ya hari Minggu malam Senin sepulang dari berburu infor-
masi aku dan kawan-kawan mampir untuk melihat ibu-ibu
yang tampaknya sedang melakukan sebuah aktivitas da-
lam kebersamaannya.
Saat itu kami berkenalan dengan ibu-ibu majelis
ta’lim dan menyalaminya satu per satu. Saat mereka se-
dang latihan hadrah untuk perlombaan. Tak banyak komu-
nikasi yang terjadi pada malam itu karena waktu yang ter-
sedia digunakan seefisien mungkin, tak berapa lama lagi
lampu desa akan segera padam dan itu artinya kami pun
harus segera pulang sebelum lampu padam. Kalau tidak
jalan akan gelap gulita.
Setelah bersalaman aku dan kawan-kawan dipersi-
lahkan duduk sambil mendengarkan mereka latihan, lati-
han ini dipanddu oleh nenek berkerudung putih, namanya
Nek Maimun. Kebetulan tadi sore aku telah berkenalan

Membangun Indonesia Dari Desa | 187


denggannya saat bersama menyaksikan permainan volly.

(Dikutip dari Saripaini, 2018 dalam Catatan dari


Buyan)

188 | Membangun Indonesia Dari Desa


Membangun Indonesia Dari Desa | 189

Anda mungkin juga menyukai