Anda di halaman 1dari 4

Nama : Raudhatul Jannah

Kelas : 1C
NIM : 22204085018

Resume
Hakikat dan Dinamika Perkembangan Kurikulum Pendidikan Dasar MI/SD di Indonesia

Kurikulum sebagai sesuatu yang dinamis memiliki konsep yang dinamis pula.1 Berikut ini
beberapa variasi definisi kurikulum, yaitu: Pertama, definisi kurikulum tradisional, definisinya
berkembang dari rencana untuk mengajarkan mata pelajaran menjadi pengalaman belajar
terencana. Kedua, pada abad ke-20 konsep sebelumnya mendapat tandangan. Khazanah ilmu
pengetahuan berkembang pesat sehingga memunculkan ledakan pengetahuan, sehingga tidak
mungkin semua pengetahuan dapat diajarkan guru kepada siswa. Kenyataan ini mengharuskan
pendidik untuk mengubah orientasi pembelajaran dari mengajar menjadi membelajarkan siswa
dengan menyesuaikan materi dan tingkat kematangan siswa. Ketiga perbedaan konsep kurikulum
berkaitan dengan perbedaan aspirasi stake holders pendidikan. Misalnya, akan berbeda pemaknaan
kurikulum oleh penulis akademik dan pemerintah suatu negara. Dimana pemerintah suatu negara
umumnya menginginkan kurikulum sebagai Instrumen perkembangan social dan ekonomi. Mirip
dengan pendngan pebisnis bahwa kurikulum harus menjadi sarana pembekalan agar siswa
memiliki pengetahuan, keterampilan atau kompetensi untuk memasuki dunia kerja produktif
kelak. Keemmpat, variasi definisi kurikulum juga dapat hadir dari perbedaan aliran filsafat
pendidik dan penyusun kurikulum yang terlihat dari pendekatan kurikulum yang dipakainya.
Pendekatan behavioral lebih menginginkan kurikulum berfokus pada tingkah laku siswa.
Sedangkan berdasarkan pendekatan humanistic, kurikulum mementingkan belajar yang
kooperatif, belajar mandiri, belajar dalam kelompok kecil, dan tujuan tidak mnejadi bagian penting
dalma suatu kurikulum. Selain konsep yang dapat dilihat dari berbagai sisi, definisi kurikulum juga
dapat dilihat dari berbagai sisi.
Pertama, berupa makna harfiah. Secara harfiah, istilah kurikulum berasal dari Bahasa latin
currere yang berarti berlari di lapangan pertandingan. Kurikulum sebagai suatu “area
pertandingan” merupakan tempat siswa “bertanding” untukmenguasai satu atau lebih keahlian
guna mencapai “garis finish”. Definisi ini berpengaruh pada hampir seluruh negara di dunia.
Definisi ini kemudian Kembali berkembang menjadi “program studi” dan Kembali berkembang
menjadi “mengkurikulum” (“to curruculurize”). Definisi kedua adalah sebagai Rencana
Pembelajaran. Definisi yang paling popular ialah kurikulum sebagai rancangan untuk mencapai
tujuan pendidikan. Dalam rancangan pembelajaran kurikulum bukan hanya memuat rancangan
tertulis saja, tetapi yang terpenting adalah kurikulum harus membuahkan pengalaman belajar siswa
setelah rancangan tersebut diimplementasikan dalam proses pembelajaran di sekolah. Definisi
ketiga adalah kurikulum sebagai mata pelajaran. Bias akita temui, mialnya istilah “kurikulum
memasuki pergurusan tinggi”, “Kurikulum Sains”, “Kurikulum persiapan kedokteran”. Jika kita
perdalam terlihat bahwa seperangkat mata pelajaran tidak menggambarkan pengetahuan atau
kompetensi yang akan dimiliki siswa sehingga para ahli menamainya dengan “program belajar”.

1
Mohamad Ansyar, Ph. D. Kurikulum (Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan). Jakarta: Kencana. 2017. Hal.
23
Konsep ini masih digunakan sebagai basis desain dan pengembangan kurikulum sampai kini.
Definisi keempat yaitu kurikulum sebagai konten. Doll mengartikan kuriklum sebagai konten atau
materi mata pelajaran sebagai sumber siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman,
mengambangkan keterampilan dan sikap, apresiasi, dan nilai-nilai dibawah tanggungjawab
sekolah. Definisi selanjutnya yaitu, kurikulum sebagai hasil belajar. Konsep ini berdasarkan
asumsi bahwa hasil yang dinyatakan adalah suatu cara yang baik untuk menetapkan tingkat
keberhasilan pencapaian tujuan. Dengan kata lain, konsep kurikulum ini mengharuskan sekolah
menyatakan secara eksplisit dan terperinci perubahan apa saja yang akan dicapai oleh siswa setelah
mereka menyelesaikan sekolah.2 Sedangkan di Indonesia, mendefinisikan kurikulum sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.3
Berdasarkan konsep dan hakikat kurikulum yang telah dijabarkan, kurikulum merupakan
suatu yang sangat penting dan dinamis. Karena harus selalu sesuai dengan tujuan negara dan
perkembangan zaman. Adapun dinamika perubahan kurikulum di Indonesia sampai saat ini mulai
dari penerapan Kurikulum Rencana Pelajaran (1947-1968) , Kurikulum Berorientasi Pencapaian
Tujuan (1975-1994), Kurikulum 2004 / KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Kurikulum 2006
/ KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Kurikulum 2013, dan Kurikulum Merdeka.
Munculnya kurikulum baru merupakan perbaikan dari kekurangan-kekurangan kurikulum
sebelumnya, berdasarkan dengan pengalaman penerapan kurikulum tersebut. Misalnya perubahan
kurikulum 1964 menjadi kurikulum 1968 karena kurikulum sebelumnya terkesan masih diwarnai
oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang cenderung mengakomodir system-sistem yang belum
sejalan dengan jiwa UUD 1945. Penerapan kurikulum 1984 sebagai pengganti kurikulum 1975
karena dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan masyaraka pada saat itu. Penerapan kurikulum
berbasis kompetensi yang juga merubah haluan pendidikan Indonesia dari yang berbasis konten
kepada orientasi kurikulum yang berbasis pada kompetensi,4 kemudian untuk
menyempurnakannya sesuai dengan tujuan pendidikan negara dan perkembangan zaman maka
munculah KTSP, Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat (karena adanya pandemic covid-19) dan
Kurikulum Merdeka.
Penerapan kurikulum 2013 sebagai perbaikan dari KTSP didasari beberapa alasan.
Pertama, berdasarkan hasil survei “Trends in International Math and Science” tahun 2007 yang
dilakukan oleh Global Institute, menunjukkan hanya ada 5% peserta didik Indonesia yang mampu
mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi. Data lainnya yaitu dari Programme for
International Student Assessment (PISA), berdasarkan hasil studinya di tahun 2009 Indonesia
menempati peringkat 0 besar terbawah dari 65 negara peserta PISA. Hampir semua peserta didik
Indonesia ternyata hanya menguasai pelajaran sampai level diga sedangkan negara lain sudah
dapat menguasai level empat, lima bahkan enam. Berdasarkan hasil dari kedua penelitian ini
prestasi peserta didik Indonesia tertinggal dan terbelakang.

2
Ibid. Hal-3-36
3
Keputusan Menteri pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia tentang pedoman pelaksanaan kurikulum pada
satuan pendidikan dalam kondisi khusus
4
M. Asri. Dinamika Kurikulum di Indonesia. Modeling: Jurnal Program Studi PGMI. V4. No. 2. 2017
Kedua, terjadinya dekadensi moral pada masyarakat Indonesia. Minimal ada 10
kecenderungan perilaku masyarakat Indonesia yang kalua tidak segera diatasi akan sangat
berbahaya bagi pendidikan dan kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu:
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja.
2. Membudayanya ketidakjujuran.
3. Sikap fanati terhadap kelompok.
4. Rendahnya rasa hormat kepada oran tua dan guru.
5. Semakin kaburnya moral baik dan buruk.
6. Penggunaan Bahasa yang memburuk
7. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alcohol, dan seks bebas.
8. Rendahnya rasa tanggungjaawab sebagai indovidu dan sebagai warga negara.
9. Menurunnya etos kerja dan adanya rasa saling curiga, dan
10. Kurangnya kepedulian antar sesama.
Ketiga, tidak adanya internalisasi nilai secara matang dan bermakna karena dalam
pembelajaran hanya menitikberatkan pada aspek kognitif, Sehingga aspek afektif dan
psikomotoriknya tidak tercover dengan baik. Kemudian persoalan yang keempat berkaitan dengan
globalisasi dan pasar bebas, maslah lingkungan hidup, pesatnya kemajuan teknologi informasi,
konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan, kebangkitan industry kreatif dan
budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, mutu, dan investasi
dan transformasi pada sector pendidikan, serta materi TIMSS dan PISA yang harus dimiliki oleh
peserta didik. Selanjutnya problem kelima yaitu kelemahan-kelemahan pada KTSP, terdiri dari:
(1) Konten masih terlalu padat; (2) Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai
dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (3) Kompetensi belum menggambarkan secara
holistic aspek sikap, keterampilan dan pengetahuan; (4) Beberapa kompetensi yang diutuhkan
sesuai dengan perkembangan kebutuhan belum terakomodasi di dalam kurikulum; (5) Kurikulum
belum peka dan tanggap terhadap perubahan social yang terjadi pada tingkat local, nasional,
maupun global, dan (6) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran
yang perinci.
Adapun elemen yang berubah pada kurikulum 2013 ini adalan pada standar
kompetensi lulusan, standar proses, stadar isi, dan standar penilaian. Kompetensi lulusan
kurikulum ini adalah adanya peningkatan dan keseimbangan antara soft skills dan hard
skills yang meliputi aspek kompetensi, sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Kompetensi
yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran
dikembangkan dari kompetensi. Standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menalar,
menyajikan, menyimpulkan dan mencipta. Selain belajar juga tidak hanya terjadi di ruang
kelas tetapi djuga di lingkungan sekolah dan masyarakat. Pembelajaran sikap tidak hanya
diajarkan secara verbal, tetapi melalui cotoh dan teladan.
Ditengan berjalannya kurikulum 2013, dunia dilanda pandemik covid-19 yang
menyebabkan interaksi sangat terbatas, interaksi massal tidak boleh dilakukan dan sekolah-
sekolah diliburkan dan melanjutkan proses belajar mengajar secara jarak jauh. Sehingga
diberlakukanlah kurikulum darurat yang membolehkan sekolah-sekolah untuk mengutamakan
Kompetensi-kompetensi dasar yang esensial, diberlakukan pula Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang disederhanakan (biasa disebut RPP 1 lembar), pada masa ini pula
tepatnya 7 februari 2020 menteri pendidikan mengeluarkan kebijakan merdeka belajar dalam
penentuan kelulusan peserta didik, yang isinya meniadakan ujian nasional digantikan dengan ujian
sekolah, dan yang akan membuat soal adalah masing-masing guru. Sebagai penggantinya
diberlakukan Assasemen Nasional Berbasis Komputer yang focus dalam memonitoring
kemampuan literasi dan numerasi siswa, dengan sasaran siswa kelas sebelum kelas akhir.
Perubahan-perubahan ini adalah sebab dari adanya penerapan kurikulum baru yaitu Kurikulum
Merdeka Belajar.
Munculnya kurikulum ini didasari dengan beberapa hal, seperti peraturan pendidikan yang
bersifat kaku, tujuan nasional pendidikan belum tercapai, dengan prestasi internasional yang
rendah dan perlu adanya fleksibilitas untuk mengatasi keragaman kondisi di berbagai satuan
pendidikan. Fokus kurikulum merdeka belajar adalah pendidikan yang ramah anak, yaitu focus
pada kualitas pembelajaran anak, pengembangan pribadi anak dan memberikan kesetaraan akses
pendidikan. Karakteristik kurikulum merdeka adalah pengembangan soft skills dan karakter
melalui proyek, focus pada materi esensial dan fleksibilitas bagi guru. Dalam kurikulum ini juga
ada penerapan profil Pancasila yang dibagi kedalam 6 aspek yaitu beriman, bertakwa kepada tuhan
yang mana esa, berbhinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, dan mandiri.5
Hal ini menunjukkan bahwa adanya dinamika perubahan dalam kurikulum adalah baik
adanya dan menuju pada peningkatan mutu pendidikan nasional.6

5
Handout Pelatihan Kurikulum Merdeka (MI), Kejarcita. 2022
6
Andi Prastowo. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu. Jakarta: Kencana. 2017.
Hal 2-4

Anda mungkin juga menyukai