Perspektif kebutuhan dan perkembangan itu berkaitan dengan kebutuhan anak yang perlu
diberikan melalui pengalaman bermain guna meningkatkan lima aspek perkembangan dalam diri
mereka. Selain itu, terdapat juga perspektif perkembangan anak usia dini yang perlu diperhatikan
saat menyusun pengalaman bermain dalam kurikulum, yaitu di mana anak usia dini bersifsat
egosentris, memiliki rasa ingin tahu yang besar, merupakan makhluk sosial, bersifat unik, berada
pada masa fantasi, dan memiliki konsentrasi yang pendek.
Kemudian, dalam perspektif neurologi yang berkaitan dengan otak dan syaraf, kita perlu
mengetahui bagaimana cara otak anak usia dini bekerja, serta bagaimana kemampuan dan
kapasitas otak di usia dini. Jadi, dalam penyusunan kurikulum perlu adanya kegiatan dan
pengalaman bermain dengan memberikan stimulus secara langsung untuk mengaktifkan tiap panca
indera anak. Sehingga pengalaman yang diberikan akan berkesan dan anak mengalami yang
disebut dengan belajar bermakna. Sedangkan dalam perpektif yuridis, penyusunan kurikulum
perlu memerhatikan peraturan yang sudah dibuat dalam Permendiknas No. 58/2009,
Permendikbud No. 137/2014, struktur program kegiatan PAUD, lingkup materi standar isi, dsb.
Perkembangan menjadi salah satu sasaran konsep utama yang menjadi pijakan dalam
pengembangan kurikulum. Penyusunan acauan konsep perkembangan harus berpadu antara acuan
konsep teoritik (referensial) dan analisis empirik melalui studi perkembangan di Indonesia.
Sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada
tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013, dan 2022 dengan kurikulum
merdeka. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem
politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat. Pada dasarnya, dalam undang-
undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dokumen kurikulum merupakan tugas yang
disusun oleh profesi pendidik, tanpa ikut campur negara, baik yang sifatnya meso maupun mikro
(langsung dengan RPPH, media, dan materi).
Berkaitan dengan itu, mulai di tahun 1994, kurikulum 1994 mengalami penyempurnaan
sebaagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi
desentralistik dengan dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Kurikukum yang dikembangkan saat itu diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk
melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan.
1. Standar isi
2. Standar proses
3. Standar kompetensi lulusan
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan
5. Standar sarana dan prasarana
6. Standar pengelolaan
7. Standar pembiayaan
8. Standar penilaian pendidikan.
Kurikulum sendiri dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan.
Maka, lahirlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sayangnya dianggap
sebagai kurikulum buatan pemerintah. Padahal, KTSP merupakan kebijakan kurikulum
pemerintah yang mendelegasikan urusan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan dengan
memberikan kewenangan kepada profesi guru untuk menyusun dokumen kurikulum sendiri
berlandaskan dengan National Standar yang sudah dibuat tadi.