Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum
Menurut Alice Miel dalam bukunya Changing in the Curriculum a Social Process(1946)
menyatakan bahwa “curriculum is all experience and influence gained in school children”.
Artinya, kurikulum adalah segala pengalaman dan pengaruh yang diperoleh anak di sekolah.
Kurikulum mencakup pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita,
norma-norma, pribadi guru, kepala sekolah, dan seluruh pegawai sekolah.
Menurut William B. Ragan dalam bukunya Modern Elementary Curriculum (1955)
menyatakan bahwa “the curriculum covers the whole program and life in school, even all the
children experiences under the responsibility of the school”. Artinya, kurikulum meliputi seluruh
program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak dibawah tanggung jawab
sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran, tetapi juga meliputi seluruh kehidupan
dalam kelas, termasuk didalamnya hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar, dan
cara mengevaluasi.
Sementara itu, menurut PP Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Menurut Hasan dan Said Hamid
(2002, hlm. 80) “kurikulum dapat diartikan sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis
mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman
belajar”.
Jadi, kurikulum adalah rencana tertulis mengenai seluruh program yang berfungsi
sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran di sekolah, mencakup segala aspek yang
berhubungan dengan terlaksananya studi.

B. Sejarah dan Perkembangan Kurikulum di Indonesia


Dalam perjalanannya dunia pendidikan Indonesia telah menerapkan tujuh
kurikulum, yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994,
Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), dan terakhir Kurikulum 2013.
1. Kurikulum 1968 di SD
Tujuan pendidikan menurut kurikulum 1968 adalah mempertinggi mental-moral
budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta membina/mengembangkan fisik yang kuat dan sehat. Ketentuan-
ketentuan dalam kurikulum 1968 adalah: (1) bersifat correlated subject curriculum; (2)
jumlah mata pelajaran untuk SD 10 bidang studi. Pada waktu diberlakukan Kurikulum
1968 yang menjabat menteri pendidikan adalah Mashuri Saleh, S. H..
2. Kurikulum 1975
Kurikulum ini diterapkan ketika menteri pendidikan dijabat oleh Letjen TNI Dr.
Syarif Tajeb (1973-1978). Ketentuan-ketentuannya adalah: (1) bersifat integrated
curriculum
organization; (2) SD mempunyai satu struktur program terdiri atas 9 bidang studi; (3)
pelajaranIlmu Alam dan Ilmu Hayat menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA); (4) pelajaran
Ilmu Aljabar dan Ilmu Ukur menjadi Matematika. Ketika belum semua sekolah
mengimplementasikan Kurikulum 1975, mulai dirasakan kurikulum ini tidak bisa
mengejar kemajuan pesat masyarakat. Maka kurikulum 1975 diganti oleh kurikulum
1984.
3. Kurikulum 1984
Kurikulum ini diterapkan ketika menteri pendidikan dijabat oleh Prof. Dr. Nugroho
Notosusanto seorang ahli sejarah Indonesia. Ketentuan-ketentuan dalam kurikulum
1984 adalah: (1) Sifat: Content Based Curriculum; (2) program pelajaran mencakup 11
bidang studi. Pada kurikulum ini ada penambahan bidang studi, yakni Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Hal ini bisa dimaklumi karena menteri yang
menjabatnya seorang sejarawan. Dalam perjalanannya, Ketentuan-ketentuan 1984 oleh
banyak kalangan dianggap sarat beban sehingga diganti dengan kurikulum 1994 yang
telah sederhana.
4. Kurikulum 1994
Kurikulum ini diterapkan ketika menteri pendidikan dijabat oleh Prof Dr. Ing
Wardiman Djojonegoro seorang teknokrat yang menimba ilmu di Jerman Barat bersama
B. J. Habibie. Ketentuan-ketentuannya adalah: (1) bersifat Objective Based Curriculum.(2)
mata pelajaran PSPB dihapus. Ketika reformasi bergulir tahun 1998, Kurikulum 1994
mengalami penyesuaian-penyesuaian dalam rangka mengakomodasi tuntutan
reformasi. Oleh karena itu, muncul suplemen Kurikulum 1994 yang lahir tahun 1999.
Dalam suplemen tersebut ada penyesuaian-penyesuaian materi, terutama mata
pelajaran sosial, seperti PPKN dan Sejarah. Hal ini bersamaan dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menggantikan UU No 2 Tahun tentang Sistem Pendidikan. Nersama dengan lahirnya
UU Nomor 2 Tahun 1989.
5. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004)
Kurikulum ini digagas ketika menteri pendidikan dijabat oleh Prof. Abdul Malik
Fadjar, M. Sc. Ketentuan-ketentuannya adalah: (1) bersifat: Competency Based
Curriculum; (2) progam pengajaran SD disusun dalam 7 mata pelajaran. Kurikulum
Berbasis Kompetensi meskipun sudah diujicobakan di beberapa sekolah melalui pilot
project, tetapi ironisnya pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional
belum mengesahkan kurikulum ini secara formal.
Melalui kebijakan pemerintah, kurikulum ini mengalami revisi, dengan
dikeluarkannya Permen Diknas Nomor 22 tentang Standar Isi, Permendiknas Nomor 23
tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Permendiknas Nomor 24 tentang
Pelaksanaan kedua Permendiknas diatas yang dikeluarkan pada tahun 2006.
6. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP merupakan revisi dan pengembangan dari KBK. KTSP lahir karena
dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dan pemerintah pusat dalam hal ini
Depdiknas dalam hal ini masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan
kurikulum. Oleh karena itu, dalam KTSP beban belajar siswa sedikit berkurang dan
tingkat satuan
pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk
mengembangkan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa
komponen kurikulum lainnya.
7. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan, modifikasi dan pemutakhiran dari
kurikulum sebelumnya. Di jenjang SD kurikulum 2013 menggunakan tematik terpadu
untuk kelas I-VI dengan jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dan jumlah mata
pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP. Proses pembelajarannya pun dilakukan dengan
pendekatan ilmiah (saintific approach), yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri
dari mengamati, menanya, mengolah, Menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.

C. Pengertian Silabus, Program Tahunan, dan Program Semester


1. Silabus
Secara sederhana silabus dapat diartikan sebagai rencana pembelajaran pada
suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan, berdasarkan standar nasional pendidikan
(SNP).Silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang implementasi
kurikulum, yang mencakup kegiatan pembelajaran, pengelolaan kurikulum berbasis
sekolah, kurikulum dan hasil belajar, serta penilaian berbasis kelas.
2. Program Tahunan
Program Tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran untuk setiap
kelas, yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan sebagai
pedoman bagi pengembangan program-program selanjutnya, seperti program semester,
program mingguan, dan program harian atau program pembelajaran setiap pokok
bahasan.
3. Program Semester
Program semester adalah program yang berisikan garis-garis besar mengenai hal-
hal yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut. Program semester
merupakan penjabaran dari program tahunan. Isi dari program semester adalah tentang
bulan, pokok bahasan yang hendak disampaikan, waktu yang direncanakan, dan
keterangan-keterangan.

D. Pengertian standar kompetensi dan kompetensi dasar


Standar Kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan
dicapai pada setiap kelas dan atau semester pada suatu mata pelajaran.
Kompetensi Dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta
didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi
dalam suatu pelajaran.
E. Kajian silabus mata pelajaran IPS SD kelas tinggi
Pengembangan silabus sebaiknya dilakukan dengan melibatkan para ahli atau
instansi yang relevan di daerah setempat, seperti tokoh masyarakat, instansi
pemerintah, instansi swasta termasuk perusahaan dan industri, serta perguruan tinggi.
Jika sekolah atau satuan pendidikan memerlukan bantuan dan bimbingan teknis untuk
penyusunan silabus, dapat mengajukan permohonan kepada badan standar nasional
pendidikan (BSNP), pusat pengembangan kurikulum (Puskur), atau ke badan penelitian
dan pengembangan (Balitbang) departemen pendidikan nasional di Jakarta.
Dengan demikian, menurut Mulyasa (2009, hlm. 134) pengembangan silabus KTSP
dapat dilakukan dengan tiga cara berikut.
1. Mengembangkan silabus sendiri; bagi sekolah yang sudah mampu
mengembangkannya, dan didukung oleh sumber daya, sumber dana, serta fasilitas dan
lingkungan yang memadai.
2. Menggunakan model silabus yang digunakan oleh BSNP; bagi sekolah yang belum
mampu mengembangkannya secara mandiri.
3. Menggunakan atau memfotocopy dari sekolah lain; bagi sekolah yang belum mampu
mengembangkannya secara mandiri.
Silabus mata pelajaran IPS pun dapat merujuk pada hal-hal yang telah dijelaskan di
atas.

F. Kompetensi Dasar dalam Mata Pelajaran IPS di SD Kelas Tinggi


alzî , £rgî1• i, >aın1m;û a-'a v'an dan potmsi Ixin di darıahn'. a'
daH kooaajrızu. k-Îu:+olo”ei di

ü „. ” û f mça tat p<t kc‘ ınhî ns'aa \cÎtnoIogi‘produû si,


’ katı, doz Jzartspor‹zsi a pc-neatza+zs

£ndonmis” ” ” meoçgw d:zn pe1a””aI Ias'”gJct< dan m¢ö İa faÎJzn ”a


1 ” + Ğ 1fi•ığ 'fı?J giu LV :tuW¥X£ı !«Jku ÎW sa ‹IN huı Jğ fi Ji
G. Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Perencanaan merupakan bagian penting yang harus diperhatikan dalam
implementasi kurikulum yang akan menentukan kualitas pembelajaran secara
keseluruhan dan menentukan kualitas pendidikan serta kualitas sumber daya manusia,
baik di masa sekarang maupun di masa depan. Oleh karena itu, dalam kondisi dan
situasi bagaimanapun, guru tetap harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) karena perencanaan merupakan pedoman pembelajaran. RPP merupakan suatu
perkiraan atau proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang akan dilakukan baik oleh
guru maupun peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan pembentukan kompetensi
dan pencapaian tujuan pencapaian.
Menurut Gagne dan Briggs 1998 (dalam Mulyasa, 2009: hlm. 161) mengisyaratkan
bahwa dalam mengembangkan rencana pembelajaran untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran perlu memerhatikan empat asumsi sebagai berikut.
1. Rencana pembelajaran perlu dikembangkan dengan baik dan menggunakan
pendekatan sistem. Pengembangan rencana pembalajaran dipengaruhi oleh teori-teori
yang melandasinya dan langkah-langkah yang ditempuh dalam proses pembuatannya.
Gagne merumuskan bahwa sistem pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa
yang dapat mempengaruhi peserta didik sehingga terjadi proses belajar pada dirinya
demi tercapai atau dikuasainya suatu kompetensi. Proses pembelajaran dipandang
sebagai suatu sistem karena memiliki sejumlah komponen yang saling berinteraksi dan
berinterelasi, memiliki fungsi masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan
membentuk kompetensi peserta didik.
2. Rencana pembelajaran harus dikembangkan berdasarkan pengetahuan tentang peserta
didik. Kualitas rencana pembelajaran banyak bergantung pada bagaimana rancangan
tersebut dibuat, apakah bersifat ilmiah, intuitif, atau keduanya. Rencana pembelajaran
harus dikembangkan secara ilmiah berdasarkan pengetahuan tentang peserta didik,
yaitu teori-teori belajar dan pembelajaran yang telah diuji coba dan diteliti oleh para ahli
ilmu pendidikan.
3. Rencana pembelajaran harus dikembangkan untuk memudahkan peserta didik belajar
dan membentuk kompetensi dirinya. Meskipun proses pembelajaran dilakukan secara
klasikal, pada hakikatnya belajar itu bersifat individual. Oleh karena itu, dalam
mengembangkan rencana pembelajaran perlu mempertimbangkan kararkteristik peserta
didik.
4. Rencana pembelajaran hendaknya tidak dibuat asal-asalan, apalagi hanya untuk
memenuhi syarat administrasi. Asumsi keempat ini bersifat mengaskan akan pentingnya
asumsi pertama dan kedua, yakni bahwa program satuan pelajaran harus disusun
sesuai dengan prosedur ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai