BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan terbitnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas), keberadaan pendidikan usia dini diakui secara sah. Hal itu
terkandung dalam bagian tujuh, pasal 28 ayat 1-6, di mana pendidikan anak usia dini
diarahkan pada pendidikan pra-sekolah yaitu anak usia 0-6 tahun. Menurut UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sisidiknas menyatakan bahwa yang dimaksud pendidikan usia dini
adalah:
“Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Sejak saat itulah, perkembangan pendidikan Anak Usia Dini tumbuh dengan pesat,
baik secara kuantitas maupun kualitas pelayanan pendidikannya. Pendidikan usia dini
tidak hanya terbatas pada Taman Kanak-Kanak (TK) sebagai pendidikan prasekolah
formal, tetapi mencakup kegiatan lainnya, seperi Kelompok Bermain, Tempat Penitipan
Anak, PAUD Sejenis dan lainnya. Kesadaran masyarakat untuk memberikan pendidikan
di usia dini mulai meningkat walaupun belum mencapai apa yang diharapkan.
Hal itu dapat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan TK dan
SD, yang mengungkapkan bahwa pada tahun 2007 Angka Partisipasi Kasar (APK)
PAUD/TK baru mencapai 26,68% dan sebagian besar pendidikan anak usia dini
(PAUD) diselenggarakan oleh masyarakat (Swasta) yakni sekitar 98,7%. Hal itu
menyiratkan bahwa terdapat masalah-masalah yang harus dikaji lebih jauh di antaranya
masih lemahnya peran pemerintah dalam mengembangkan PAUD serta maih rendahnya
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan di usia dini.
Selain itu, “ekspektasi” masyarakat yang terlalu tinggi terhadap aspek kemampuan
kognitif anak menyebabkan arah pengembangan pendidikan anak usia dini dewasa ini
dianggap masih kurang tepat. PAUD pada hakekatnya adalah pendidikan yang berusaha
mengembangkan seluruh potensi anak baik potensi kognitif, afektif maupun
psikomotorik dengan cara-cara yang sesuai dengan masa perkembangannya, di antaranya
belajar sambil bermain.
2
Oleh karena itu, upaya memberikan pemahaman yang tepat kepada masyarakat
tentang komponen-komponen pendidikan anak usia dini perlu dilakukan. Komponen
PAUD antara lain meliputi prinsip-prinsip dasar PAUD, kurikulum, proses pembelajaran
dan evaluasi. Kajian terhadap komponen-komponen PAUD perlu dilakukan untuk lebih
memahami hakekat PAUD itu sendiri, sehingga bagi pendidik anak usia dini proses
pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan kaidah-kaidah pendidikan
yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menilai pembahasan terhadap kurikulum
PAUD perlu dilakukan baik melalui kajian kepustakaan maupun pengalaman penulis
dalam mengelola program PAUD.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Kurikulum?
2. Apa Saja Macam-Macam Kurikulum?
3. Apakah Fungsi Kurikulum?
4. Apa Saja Ruang Lingkup Kurikulum?
5. Apa Saja Aspek Perkembangan Kurikulum AUD?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Kurikulum
2. Untuk Mengetahui Macam-Macam Kurikulum
3. Untuk Mengetahui Fungsi Kurikulum
4. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Kurikulum
5. Untuk Mengetahui Aspek Perkembangan Kurikulum AUD
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Istilah ”Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar
dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Tafsiran-
tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti
dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin,
yakni ”Currikculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu
itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa
yang bertujuan untuk meroleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat
memperoleh ijazah. Dalam hal ini ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti bahwa
sisiwa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya
seorang pelari telah menempuh suatu jarak antar satu tempat ketempat lainnya dan
akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, kurikulum dianggap sebagai jembatan yang
sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh
perolehan suatu ijazah tertentu.
Kurikulum merupakan seperangkat panduan yang mengatur isi program pendidikan
sebagai acuan dalam proses pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum
ini dapat merujuk pada PKB-TK 94 (program kegiatan belajar TK) atau bisa juga
merujuk pada kurikulum terbaru, yakni KBK 2004 yang disempurnakan menjadi KTSP
2006. Secara sederhana, kurikulum dapat dimaknai sebagaai perangkat mata pelajaran
yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu preriode pendidikan
dan jejang tertentu. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesusaikan dengan
keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaran pendidikn
tersebut.
Kurikulum sebagai arahan muatan pendidikan juga perlu disusun dengan baik.
Meski setiap sekolah taman kanak-kanak dapat menyusun kurikulum sendiri bukan
berarti bisa asal-asal tampa sistematika dan tujuan yang jelas. Para akhli menyarankan
agar ruang lingkup kurikulum TK hendaklah mengikuti 6 aspek perkembangan yaitu :
moralitas dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian, kemampuan
berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni.
4
B. Macam-Macam Kurikulum
Dalam kurikulum nasional, semua program belajar sufah baku, dan siap untuk
digunakan oleh pendidik atau guru. Kurikulim yang demikian sering bersifat resmi dan
dikenal dengan nama ideal curriculum, yakni kurikulum yang masih berbentuk cita-cita.
Kurikulum yang masih berbentuk cita-cita ini masih perlu dikembangkan menjadi
kurikulum yang berbentuk pelaksanaan, atau sering dikenal dengan actual curriculum,
yakni kurikulum yang dilaksanakan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar.
Dalam menyusun kurikulum, sangatlah tergantung pada asas organisatoris, yakni
bentuk penyajian bahan pelajaran atau organisasi kurikulum. Ada tiga pola organisasi
kurikulum, yang dikenal juga dengan sebutan macam-macam kurikulim atau tipe-tipe
kurikulum. Macam-macam kurikulum tersebut adalah:
1. Separated Subjek Curriculum
Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum matapelajaran yang terpisah satu sama
lainnya. Kurikulum mata pelajaran terpisah (separated subject currikulum) berarti
kurikulumnya dalam bentuk matapelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai
keterkaitan dengan matapelajaran lainnya. Konsekuensinya, anak didik harus semakin
banyak mengambil mata pelajaran.
Tyler dan Alexandermenyebutkan bahwa jenis kurikulum ini digunakan dengan
scool subject, dan sejak beberapa abad hingga saat ini pun masih banyak didapatkan di
berbagai lembaga pendidikan. Kurikulum ini terdiri dari matapelajaran-matapelajaran
5
yang tujuan pelajarannya adalah anak didik harus menguasai bahan dari tiap-tiap
matapelajaran yang telah ditentukan secara logis, sistematis, dan mendalam (Soetopo &
Soemanto, 1993: 78).
Kurikulum matapelajaran dapat menetapkan syarat-syarat minimum yang harus
dikuasai anak, sehingga anak didik bisa naik kelas. Biasanya bahan pelajaran dan
textbook merupakan alat dan sumber utama pelajaran. Kurikulum matapelajaran atau
subject curriculum terdiri dari matapelajaran (subject) yang terpisah-pisah, dan subject
itu merupakan himpunan pengalaman dan pengetahuan yang diorganisasikan secara logis
dan sistematis oleh para ahli kurikulum (experts).
2. Correlated Curriculum
Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah matapelajaran dihubungkan
antara yang satu dengan yang lain, sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin
luas. Sebagai contoh, pada matapelajaran fiqh dapat dihubungkan dengan matapelajaran
Al-Quran dan Hadist. Pada saat anak didik mempelajari shalat, dapat dihubungkan degan
pelajaran Al-Quran (surat Al-Fatihah, dan surat lainnya) dan hadist yang berhubungan
dengan shalat, dan lain sebagainya.
Masih banyak cara lain menghubungkan pelajaran dalam kegiatan kurikulum.
Korelasi tersebut dengan memerhatikan tipe korelasinya, yakni:
a. Korelasi okkasional/insidental, maksudnya korelasi dilaksanakan secara tiba-tiba atau
insidental. Misalnya: pada pelajaran sejarah dapat dibicarakan tentang geografi dan
tumbuh-tumbuhan.
b. Korelasi etis, yang bertujuan mendidik budi pekerti sehingga konsentrasi pelajarannya
dipilih pendidikan Agama. Misalnya pada Pendidikan Agama itu dibicarakan cara-cara
menghormati: tamu, orang tua, tetangga, kawan, dan lain sebagainya.
c. Korelasi sistematis, yang mana korelasi ini biasanya direncanakan oleh guru. Misalnya:
bercocok tanam padi dibahas dalam geografi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
3. Broad Fields Curriculum
Kurikulum Broad Fields kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Taylor dan
Alexander menybutkan dengan sebutan The Broad Fields of Subject Matter. Broad
Fields menghapuskan batas-batas dan menyatukan matapelajaran (subject matter) yang
berhubungan erat. Hilda Taba mengatakan bahwa The broad fields curriculum is
essentially an effort to automatization of curriculum by combining several specific areas
large fields (The broad fieldscurriculum adalah usaha meningkatkan kurikulum dengan
6
Integrated Curriculum mempunyai ciri yang sangat fleksibel dan tidak menghendaki
hasil belajar yang sama dari semua anak didik. Guru, orangtua, dan anak didik
merupakan komponen-komponen yang bertanggung jawab dalam proses
pengembangannya. Di sisi lain, kurikulum ini juga mengalami kesulitan-kesulitan bagi
anak didik, terutama apabila dipandang dari ujian atau tes akhir atau tes masuk yang
uniform. Sebagai persiapan studi perguruan tinggi yang memerlukan pengetahuan yang
logis dan sistematis, kurikulum jenis ini akan mengalami kekakuan. Meskipun demikian,
selama percobaan delapan tahun (1932-1940) dengan kurikulum terpadu ini, anak didik
dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan tidak kalah dengan prestasi anak didik lain
yang menggunakan kurikulum konvesional, dan justru mereka memiliki nilai tambah
dalam hal perkembangan dan kemantapan kepribadian serta dalam aktivitas sosial
kemasyarakatan. [9]
C. Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum dijelaskan oleh Hendyat Soetopo dan Soemanto (1986) membagi
fungsi kurikulum menjadi 7 bagian yaitu:
1. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Maksudnya bahwa
kurikulum merupakan suatu alat atau usaha untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan
yang diinginkan oleh sekolah yang dianggap cukup tepat dan penting untuk dicapai.
Dengan kata lain bila tujuan yang diinginkan tidak tercapai maka orang cenderung
untuk meninjau kembali alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Fungsi kurikulum bagi anak.
3. Maksudnya kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun yang disiapkan untuk
siswa sebagai salah satu konsumsi bagi pendidikan mereka dengan begitu diharapkan
akan mendapat sejumlah pengalaman baru yang kelak kemudian hari dapat
dikembangkan seirama dengan perkembangan anak.
Fungsi kurikulum bagi guru.
Ada tiga macam yaitu:
a) Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar bagi
anak didik.
b) Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak dalam
rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan .
c) Berbagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pengajaran.
[9] Abdullah ldi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, hlm. 146-147.
8
2. Perencaaan Semester
Perencanaan semester merupakan program pembelajaran yang berisi jaringan-jaringan
tema yang ditata secara urut dan sistematis, alokasi waktu yang diperlukan untuk setiap
jaringan tema dan sebarannya kedalam semester 1 dan 2.
Langkah-langkah penyusunan program semester:
a) Pelajari dokumen kurikulum, yakni kerangka dasar dan standar kompetensi.
b) Pilih tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap
kelompok dalam satu semester.
Tema
Tema merupakan alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak
didik secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi
kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya perbendaharaan anak didik, dan
membuat pembelajaran lebih bermakna. Penggunaan tema dimaksudkan agar anak
mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas.
Prinsip pemilihan tema
Pemilihan tema hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Kedekatan, artinya tema hendaknya dipilih mulai dari tema yang terdekat dengan
kehindupan anak kepada tema yang semakin jauh dari kehidupan anak.
Kesederhanaan, artinya tema hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang sederhana
kepada tema-tema yang lebih rumit bagi anak.
Kemenarikan, artinya tema hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang menarik minat
anak.
Keinsidentalan, artinya peristiwa atau kejadian disekitar anak (sekolahan) yang terjadi
pada saat pembelajaran berlangsung hendaknya dimasukkan dalam pembelajaran
walaupun tidak sesuai dengan tema yang dipilih pada hari itu.
Langakah pemilihan tema
Mengidentifikasi tema yang sesuai denagan hasil belajar dan indikator dalam kurikulum.
Menata dan mengurutkan tema berdasarkan prinsip-prinsip pemilihan tema.
Menjabarkan tema kedala sub-sub tema agar cakupan tema tidak terlalu luas.
Memilih sub tema yang sesuai.
10
sebab itu, cara berpikir anak belum stabil dan belum terorganisir secara baik. Dalam
masa ini, imajinasi anak juga mulai berkembang sehingga mereka sering melakukan
imitasi atau meniru perilaku orang lain dengan menggunakan benda-benda di lingkup
sekitarnya sebagai hal-hal lain yang mereka kenal dalam ruang lingkup yang lebih luas.
Fase ini dibagi menjadi 3 sub fase berpikir:
Berpikir secara simbolik (2-4 tahun),yaitu kemampuan berpikir tentang objek dan
peristiwa secara abstrak.Anak sudah dapat menggambarkan objek yang tidak ada
dihadapannya.
Befikir secara egosentris (2-4 tahun), anak melihat dunia dengan perspektifnya sendiri,
menilai benar/tidak berdasarkan sudut pandang sendiri, sehingga anak belum dapat
meletakkan cara pandangnya dari sudut pandang orang lain.
Berfikir secara intuitif (4-7 tahun), yaitu kemampuan anak untuk menciptakan sesuatu
(menggambar/menyusun balok), tetapi tidak mengetahui alasan pasti mengapa
melakukan hal tersebut. Pada usia ini anak sudah dapat mengklasifikasikan objek sesuai
dengan kelompoknya.
c) Fase Operasi Konkret (7-12 tahun), anak sudah punya kemampuan berfikir secara
logis dengan syarat objek yang menjadi sumber berfikir tersebut hadir secara konkret.
Anak dapat mengklasifikasikan objek, mengurutkan benda sesuai dengan tata urutannya,
memahami cara pandang orang lain dan berfikir secara deduktif.
d) Fase Operasi Formal (12 tahun), anak dapat berfikir secara abstrak seperti kemampuan
mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi, melakukan proses
berfikir ilmiah yaitu mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan
kebenaran hipotesis tersebut.
2. Aspek Perkembangan Sosial
Sejak anak berumur satu tahun, ia hanya dapat berhubungan dengan Ibu, Ayah, atau
dengan orang dewasa lainnya, yang tinggal bersama-sama di rumah itu. Dalam
perkembangan selanjutnya, kesanggupan berhubungan batin dengan orang lain makin
lama tampaknya makin nyata. Perkembangan sosial barulah agak nyata bila ia memasuki
masa kanak-kanak. Sekitar usia dua atau tiga tahun, anak sudah mulai membentuk
masyarakat kecil yang anggotanya terdiri dari dua atau tiga orang anak. Mereka bermain
bersama-sama walaupun kelompok itu hanya dapat bertahan dalam waktu yang relative
singkat. Dalam Kegiatan semacam ini anak sudah menghubungkan dirinya dengan suatu
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum adalah seperangkat kegiatan belajar melalui bermain yang dapat
memberikan pengalaman langsung bgi anak dalam rangka mengembangkan yang
dimiliki oleh setiap anak.
Macam-macam kurikulum tersebut adalah:
1. Separated Subjek Curriculum
2. Correlated Curriculum
3. Broad Fields Curriculum
4. Integrated Curriculum
Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum dijelaskan oleh Hendyat Soetopo dan Soemanto (1986) membagi
fungsi kurikulum menjadi 7 bagian yaitu:
1. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
2. Fungsi kurikulum bagi anak.
3. Fungsi kurikulum bagi guru.
4. Fungsi bagi kepala sekolah dan pembina sekolah.
5. Fungsi kurikulum bagi orang tua murid.
6. Fungsi kurikulum segi sekolah pada tingkatan diatasnya.
7. Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah.
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Kami sadar makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Kami minta maaf apabila ada kesalahan
dalam penulisan dan isi makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
16
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1998),
hlm. 65-67.
http://paudbook.blogspot.com/2012/01/aspek-aspek-perkembangan-anak
usia-dini.html
Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
hlm. 45.
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, hlm.121.
Ratna Wulan, Mengasah Kecerdasan Pada Anak: Bayi- Pra-sekolah,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 6.