Anda di halaman 1dari 43

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Tinjauan Tentang Pengembangan Kurikulum

a. Pengertian Kurikulum

Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae”, artinya

jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian

kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa

yang bertujuan memperoleh ijazah.1 Kurikulum dalam artian sederhana seperti

yang dijelaskan tersebut. Bahwa kurikulum hanya sekedar menjadi sistem

pendidikan yang bertujuan mencapai kelulusan bagi siswa. Ijazah merupakan

bukti dari pencapaian pendidikan dari siswa. Hal tersebut senada dengan

kurikulum dalam pandangan tradisional yang diartikan hanya sebatas isi

pendidikan atau pembelajaran yang harus dikuasai dan diberikan dalam sebuah

proses pendidikan.2

Dalam artian sederhana dan tradisional istilah kurikulum hanya sebatas isi

pendidikan dan muatan materi yang diberikan oleh guru kepada siswa yang

nantinya akan membuahkan hasil akhir berupa bukti belajar yaitu ijazah.

seiring berjalannya waktu istilah atau pengertian dari kurikulum sendiri akan

1
Widodo Winarso, Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Indonesia: CV.
Convindent, 2015), hal. 1-2
2
Sayaifuddin Sabda, Pengembangan Kurikulum (Tinjauan Teoritis), (Yogyakarta:
Aswaja Pressindo, 2015), hal. 24
16

menciptakan pembaharuan di dunia pendidikan. Dimana nanti cakupan dalam

kurikulum tersebut akan semakin luas dan semakin signifikan sesuai dengan

tujuan pendidikan. Sehingga akan memunculkan pengertian baru dari

kurikulum yang mencakup pengertian lebih luas, bisa diartikan sebagai

kurikulum modern.

Definisi dari kurikulum modern yaitu kurikulum dipandang sebagai suatu

program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai

sejumlah tujuan pendidikan tersebut.3 Dalam konsep tersebut manggambarkan

suatu pengertian dimana kurikulum dijadikan sabagai program pendidikan

secara utuh dan terpadu. Difinisi di atas mencerminkan hal-hal sebagai

berikut:4

a. Pendidikan itu adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan

b. Dalam kegiatan pendidikan itu terdapat suatu rencana yang disusun atau

diatur

c. Rencana tersebut dilaksanakan di sekolah atau lembaga pendidikan

melalui cara-cara yang ditetapkan.

b. Komponen-komponen Kurikulum

Menurut Meller dan Siller, sebuah kurikulum setidaknya berisikan lima

komponen yaitu: aim and objectives, content, teaching strategies/learning

experiences, organization of content and teaching strategies, and evaluation.5

Dalam konsep kurikulum nasional, hal-hal yang terkait dengan komponen

3
Soejono, Trimo, Pengembangan…, hal. 158-159
4
Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Pusat: PT. Bina Ilmu, 2004), hal. 83
5
Miller dan Seller, Curriculum, Perspectives and Practice, (New York & London:
Longman, 1985), hal. 175
17

kurikulum ini dikenal dengan istilah standar nasional, yaitu: standar hasil

(tujuan), standar isi (materi), standar proses (organisasi dan strategi

pelaksanaan), dan standar evaluasi.6 Dengan adanya komponen-komponen

kurikulum tersebut, nantinya akan menjadi mudah jika dilakukan sebuah

pembaharuan dalam bentuk pembinaan dan pengembangan kurikulum. Bagian-

bagian komponen kurikulum tersebut artinya sebagai rangkaian dalam sistem

pendidikan. Sehingga hasil out put yang keluar nanti akan memberikan dampak

lebih baik atau bisa saja tetap.

Komponen-komponen kurikulum yang harus ada di sekolah atau lembaga

pendidikan lainnya, meliputi:

1) Komponen tujuan

Menurut Zais, komponen tujuan memiliki pengertian bentuk

keluaran (Out put) yang langsung dan bersifat spesifik dari sebuah

kegiatan pendidikan atau pembelajaran atau implementasi kurikulum di

kelas.7 Dalam komponen tujuan ini kita akan mengenal tingkat-tingkat

tujuan, dimana antara yang satu dengan yang lainnya merupakan suatu

kesatuan. Menurut Munardji dalam bukunya kurikulum suatu sekolah atau

lembaga pendidikan lainnya memiliki dua tujuan, yaitu:

Pertama, tujuan yang ingin dicapai sekolah secara menyeluruh.


Tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa sekolah
tersebut. Kedua, tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang
studi. Tujuan ini digambarkan pula dalam bentuk pengetahuan,

6
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Teori, dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1997), hal. 98
7
Robert Zais, Curriculum Principle and Foundation, (New York: Thomas Ciowell
Company, 1976), hal. 306
18

keterampilan dan sikap yang diharapkan dapat dimiliki siswa


setelah mempelajari bidang studi pada suatu sekolah tertentu.8
Rumusan tujuan kurikulum pendidikan dalam lingkup pendidikan

nasional telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang sistem Pendidikan Nasional, yang menjelaskan bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi menuasia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.9

2) Komponen Materi (Isi dan Struktur Program)

Pada dasarnya komponen materi atau yang disebut juga komponen

isi kurikulum memiliki makna bahwa yang dimaksud dengan materi atau

isi bukan dalam bentuk materi pelajaran baik itu berupa buku maupun

bahan ajar lainnya, melainkan dibalik itu semua dalam pengertian segala

sesuatu baik itu yang dialami dan di dapat dalam proses interaksi siswa

dengan segenap pihak dan dalam keadaan bagaimanapun. Secara garis

besar komponen materi kurikulum terdiri dari dua pokok bahasan. Pertama

yaitu isi kurikulum mencakup pencapaian target yang jelas, materi standar,

standar hasil belajar siswa, dan prosedur pelaksanaan pembelajaran. Kedua

yaitu struktur program, programnya terdiri dari program inti, lokal,

ekstrakurikuler, dan kepribadian.10

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa komponen materi

tidak hanya mencakup bahasan mengenai isi dari pembelajaran saja tetapi
8
Munardji, Ilmu Pendidikan…, hal. 84
9
Pemerintah RI, Undang-undang Nomor…, hal. 53
10
Purwanto Ngalim, Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Karya, 1995), hal. 79
19

juga mencakup bahasan struktur program dalam sebuah lembaga

pendidikan baik sekolah maupun lembaga lainnya. Dalam struktur

program kurikulum, nantinya akan memiliki dampak yang begitu

kompleks bagi siswa. Karena cakupan daya olahnya lebih luas, ada

program inti, lokal, ekstrakurikuler, dan kepribadian.

3) Komponen Organisasi dan Strategi

Dalam komponen organisasi dibedakan atas dua, yaitu secara

horizontal dan secara vertical. Secara horizontal kurikulum

diorganisasikan dalam bentuk: Pertama, mata pelajaran terpisah

(separaten subjent) atau kelompok mata pelajaran. Kedua, disebut bidang

studi atau kesatuan program tanpa mengenal pelajaran maupun bidang

studi (integrated program).11

Secara vertikal kurikulum dilaksanakan melalui: a) sistem kelas,

dimana kenaikan kelas diadakan tiap tahun serempak, b) program tanpa

kelas, perpindahan tingkat program satu ke profram lain tanpa harus

menunggu teman, c) kombinasi antara sistem kelas dan tanpa kelas.12

Selain beberapa hal diatas, sistem vertikal ini juga melaksanakan sistem

unit waktu yang ditempuh, bisa melalui sitem semester atau catur wulan.

Strategi pelaksanan kurikulum bisa terkonsep dari berbagai cara

yang digunakan dalam melaksanakan pengajaran, cara dalam mengadakan

penilaian, kemudian berbagai cara yang digunakan dalam melakukan

11
Munardji, Ilmu Pendidikan…,hal. 85
12
Ibid,
20

bimbingan dan penyuluhan serta bisa dengan cara mengatur kegiatan

sekolah atau lembaga pendidikan secara keseluruhan.

c. Pengertian Pengembangan Kurikulum

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan juga tuntutan

masyarakat luas dengan berbagai macam kebutuhannya, oleh karena itu

kurikulum sebagai kunci utama dalam proses pendidikan formal maupun

informal keberadaanya perlu dilakukan pembinaan dan pengembangan.

Menurut Munardji kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya

adalah kegiatan mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang

telah dimiliki, dengan maksud untuk memperoleh hasil yang semakin

baik.13

Menururt Hamalik pengembangan kurikulum juga merupakan

proses yang menyeluruh sebagai bentuk kebijakan nasional yang

disesuaikan dengan visi, misi, dan strategi dari pendidikan nasional.

Prosesnya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan

evaluasi.14

Secara garis besar pengembangan kurikulum dapat dikelompokkan

dalam dua bentuk, yaitu:

1) Pengembangan kurikulum yang baru (curriculum construction)

merupakan pengembangan kurikulum yang dilakukan untuk satu

lembaga pendidikan yang baru, atau untuk sebuah mata pelajaran baru,

13
Ibid, hal. 87
14
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), hal. 22
21

atau dapat juga untuk sebuah kegiatan pembelajaran yang baru, yang

sebelumnya sama sekali belum ada.

2) Menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum

reconstruction) merupakan rekonstruksi kurikulum yaitu

mengembangkan kurikulum yang telah dianggap ketinggalan.

Pengembangan kurikulum kurikulum dalam bentuk memperbaiki

kurikulum yang telah ada menjadi sebuah konsep kurikulum baru.15

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Depdiknas bahwa:


Berdasarkan pengembangan kurikulum nasional, ditandai dengan
ciri-ciri antara lain: 1) lebih menitik beratkan pencapaian target
dari pada penguasaan materi, 2) lebih mengakomodasi keragaman
kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia, 3)
memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana
pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan
program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.16

Dalam proses pengembangan kurikulum pastinya tidak akan

berjalan dengan begitu mulus jika terdapat bebagai faktor yang

mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses

pengembangan kurikulum itu macamnya ada banyak. Tetapi yang perlu

diketahui dan dipahami ada beberapa faktor. Dalam garis besarnya

meliputi evaluasi monitoring, pendidikan dan latihan personil, dan

supervisi. Evaluasi monitoring ini dimaksudkan untuk mengetahui

kurikulum tersebut sejauh mana dilaksanakan dan masalah atau persoalan-

persoalan apa saja yang dirasakan. Pendidikan dan latihan personil

merupakan diberlakukan pada kegiatan-kegiatan yang melibatkan personil

15
Syaifuddin Sabda, Pengembangan Kurikulum…, hal. 178-179
16
Depdiknas, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Balitbang, tt.), hal. 1
22

tertentu bisa guru, staf, anggota khidmat dalam pelaksanaan kurikulum.

Supervisi merupakan kegiatan pengawasan yang dilaksanakan, sarana dan

hasil belajar siswa.

Lingkup kegiatan pengembangan kurikulum menurut Nasution

digolongkan dalam enam jenis, yaitu:17

1) Substitusi, penggantian atau penukaran, misalnya mengganti komponen

kurikulum yang lama dengan yang baru.

2) Alterasi atau mengadakan perubahan dalam struktur yang ada, misalnya

struktur organisasi kurikulum yang lama dengan yang baru yang sesuai

dengan kebutuhan sekarang.

3) Penambahan, misalnya, mengadakan reorganisasi kurikulum dan jadwal

pelajaran yang dapat memerlukan perubahan yang mendalam tentang

hubungan antar pribadi, misalnya dengan menjalankan team-teaching,

pendekatan terpadu.

4) Penghapusan cara-cara lama, misalnya menghapuskan metode yang

hanya menggunakan satu buku pelajaran sebagai sumber satu-satunya

dan mengutamakan proses belajar dengan memanfaatkan banyak

sumber seperi perpustakaan, lingkungan, dan sebagainya.

5) Penguatan yang lama, yaitu memantapkan cara-cara lama akan tetapi

dilengkapi dengan pengetahuan yang mutakhir sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan melalui penataran dan penyegaran.

17
S Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Bandung: Tarate, 1987), hal. 158-159
23

Selanjutnya pengembangan kurikulum bisa dilaksanakan melalui

dua pendekatan yang utama yaitu pendekatan induktif dan pendekatan

deduktif. Pendekatan induktif artinya dimulai dengan inventarisasi

masalah yang mengganggu praktek kependidikan secara keseluruhan,

kemudian diadakan klasifikasi berdasarkan jenis kelompok masalah itu,

misalnya berkaitan pendanaan, ketenagaan, peralatan, metode, dan lain-

lain. Pendekatan deduktif justru sebaliknya, yang menjadi pegangan harus

dipegang dahulu, yang dimaksud adalah konsep dasar suatu lembaga

pendidikan. Konsep dasar itu bisa diambil dari falsafah hidup suatu

bangsa.18

d. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum

Kurikulum dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang

dianutnya. Prinsip itu pada dasarnya merupakan kaidah yang menjiwai

kurikulum tersebut.19 Menurut Sukmadinata mengelompokkan prinsip-

prinsip pengembangan kurikulum ke dalam dua hal, yaitu prinsip-prinsip

umum dan prinsip-prinsip khusus.20 Prinsip-prinsip umum adalah prinsip-

prinsip yang menjadi pertimbangan yang harus diperhatikan pada setiap

pengembangan kurikulum oleh siapapun dan dimanapun.21

1) Prinsip-prinsip Umum

Prinsip-prinsip umum yang penting untuk diperhatikan dalam

pengembangan kurikulum adalah:

18
Imam Bawani, Segi-Segi Pendidikan Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1987), hal. 104
19
Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hal. 9
20
Abdul Rohman, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Semarang: CV. Karya
Abadi Jaya, 2015), hal. 100
21
Syaifuddin Sabda, Pengembangan Kurikulum…,hal. 179
24

a) Prinsip relevansi

Secara umum istilah relevansi diartikan sebagai kesesuaian atau

keserasian pendidikan dengan tuntutan kehidupan masyarakat.

Artinya pendidikan dipandang relevan jika hasil perolehan

pendidikan bersifat fungsional.22 Prinsip relevansi ini dibagi

menjadi dua, yaitu relevansi relevansi eksternal dan relevansi

internal. Relevansi eksternal berarti bahwa tujuan, isi, dan proses

belajar yang merupakan cangkupan dari kurikulum seharusnya

relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat.

Dalam artian kurikulum mampu menyiapkan siswa untuk bisa hidup

dan bekerja di lingkungan masyarakat. Relevansi internal

merupakan kesesuaian antara komponen-komponen kurikulum,

seperti tujuan, materi, organisasi atau strategi, proses penyampaian

dan penilaian.

b) Prinsip fleksibilitas

Suatu kurikulum yang baik adalah berisi hal-hal yang solid, tetapi

dalam pelaksanannya memungkinkan terjadinya penyesuaian

berdasarkan kondisi daerah, waktu, maupun kemampuan dan latar

belakang anak.23 Prinsip ini menunjukkan bahwa kurikulum bersifat

fleksibel atau tidak kaku. Jika terdapat suatu hal yang

mempengaruhi kurikulum, setiap saat kurikulum dapat dirubah.

22
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta: Gaya Media,
1999), hal. 30
23
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum…, hal. 28
25

Selaian itu juga bisa diartiakan ada semacam ruang gerak dimana

akan memberikan sedikit kebebasan dan bertindak.

c) Prinsip kontinuitas

Prinsip ini memiliki arti kesinambungan. Kurikulum dibuat

hendaknya memperhatikan perkembangan dan proses belajar anak

berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus. Maka

dari itu pengalaman-pengalaman belajar yang telah disediakan oleh

kurikulum juga harus berkesinambungan antara satu tingkat dengan

tingkat lainnya, antara jenjang yang satu dengan jenjang yang

lainnya.

d) Prinsip praktis atau efisiensi

Prinsip efisiensi sebagai dasar dalam pelaksanaan pengembangan

kurikulum tidak membuat keberatan. Artinya mudah dilaksanakan,

menggunakan alat sederhana dan biayanya juga murah. Dalam

kaitanyya dengan pelaksanaan kurikulum dan proses belajar yang

ada di dalamnya, maka hal tersebut bisa dikatakan efisiensi jika

usaha tersebut dapat merealisasikan hasil dengan optimal.

e) Prinsip efektivitas

Efektivitas belajar siswa terutama berkenaan dengan sejauh mana

tujuan pembelajaran yang diinginkan telah dicapai melalui kegiatan-

kegiatan belajar, maupun kegiatan yang menunang pendidikan anak


26

lainnya. Walaupun kurikulum tersebut harus murah, sederhana,

mudah tetapi keberhasilannya harus tetap diperhatikan.24

Selain prinsip-prinsip umum diatas, ada juga prinsip-prinsip khusus

dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip khusus tersebut

berkenaan dengan penyususnan tujuan, isi, pengalaman belajar, dan media.

a) Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan yaitu menjadi pusat

kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan

komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan

pendidikan.25 Komponen tujuan dalam kurikulum hendaknya

mencakup tujuan yang bersifat umum atau jangka panjang, jangka

menengah, dan jangka pendek.

b) Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan yang sesuai

dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana

kurikulum yang harus mempertimbangkan berbagai hal berikut:

Pertama, tujuan pendidikan perlu dijabarkan agar bisa membentuk

perbuatan hasil belajar yang lebih khusus dan lebih sederhana.

Kedua, isi dari bahan ajar meliputi penilaian tentang pengetahuan,

sikap, dan keterampilan. Ketiga, bagian-bagian dari kurikulum

disusun dalam urutan yang logis dan sitematis.

c) Prinsip berkenaan dengan pengalaman belajar mengajar. Pemilihan

proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan

unit-unit yang ada. Seperti pemilihan metode atau teknik belajar


24
M. Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997), hal.
72
25
Widodo Winarso, Dasar Pengembangan…, hal. 31
27

mengajar, metode tersebut dapat memberikan variasi kegiatan,

metode atau teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang

bertingkat, dapat menciptkan kegiatan sesuai tujuan kognitif,

afektif, dan psikomotorik, dapat mengaktifkan siswa dan guru,

mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulakn

jalinan kegiatan belajar di rumah dan di sekolah.

d) Prinsip berkenaan dengan pemilihan media belajar. proses belajar

hendaknya disertai media belajar yang berfungsi utuk menunjang

keberhasilan tujuan belajar. yang perlu diperhatikan dalam

pemilihan media antara lain: spesifikasi media yang digunakan,

media tersebut dibuat atau diciptakan, maka harus tahu siapa

pembuatnya, pembiayaan, dan waktu, pengorganisasian alat

tersebut.

Menurut Oliva ada sepuluh prinsip (axioma) umum dalam

pengembangan kurikulum. Tugas dan tangung jawab para pengembang

kurikulum akan dipermudah jika memperhatikan sepuluh prinsip-prinsip

tersebut. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya:26

1) Perubahan kurikulum adalah suatu yang tidak dapat dihindarkan dan

bahkan diperlukan

2) Kurikulum merupakan produk dari masa yang berkelanjutan

3) Perubahan kurikulum masa lalu sering terdapat secara bersamaan

bahkan tumpang tindih dengan perubahan kurikulum masa kini

26
Peter Oliva, Developing The Curriculum, (New York: HarperCollinsPublishers, 1992),
hal. 183
28

4) Perubahan kurikulum akan terjadi dan berhasil sebagai akibat dan jika

ada perubahan pada orang-orang atau masyarakat

5) Pengembangan kurikulum adalah kegiatan kerjasama kelompok

6) Pengembangan kurikulum pada dasarnya adalah proses mentukan

pilihan dari sekian alternative yang ada

7) Pengembangan kurikulum adalah kegiatan yang tidak akan pernah

berakhir

8) Pengembangan kurikulum akan berhasil jika dilakukan dengan

komprehensif, bukan aktivitas bagian perbagian yang terpisah

9) Pengembangan kurikulum akan lebih efektif jika dilakukan dengan

mengikuti suatu proses yang sistematis

10) Pengembangan kurikulum dilakukan berangkat dari kurikulum yang

ada.

Menurut pendapat Abdurrahman Al Nahlawi, pengembangan

kurikulum mengacu pada prinsip-prinsip berikut:27

1) Sistem dan pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan fitrah

manusia, agar tetap berada dalam kesuciannya dan tidak menyimpang

2) Kurikulum hendaknya mengacu kepada pencapaian tujuan akhir

pendidikan islam sambil memperhatikan tujuan-tujuan dibawahnya

3) Kurikulum perlu disusun secara bertahap mengikuti periodisasi

perkembangan peserta didik

27
Aburrahman Al Nahlawi, Ushul Al Tarbiyah wa Asalibuha fi Al Bayt wa Al Madrasah
wa Al Mujtama, (Bairut: Darl Al Fikri, 1979), hal. 177-179
29

4) Kurikulum hendaknya memperhatikan kepentingan nyata masyarakat

seperti kesehatan, keamanan, administrasi dan pendidikan

5) Kurikulum hendaknya terstruktur dan terorganisasi secara integral.

Hubungan antar bidang studi, bahasan pokok, dan jenajng pendidikan

dijalin dengan satu “benang merah” yang mengacu pada tujuan akhir

pendidikan islam, serta bersumber pada suatu dasar pandangan bahwa

seluruh alam adalah milik Allah.

6) Kurikulum hendaknya realistis. Artinya kurikulum dapat dilaksanakan

sesuai dengan berbagai kemudahan yang dimiliki setiap negara yang

melaksanakanya.

7) Metode pendidikan yang merupakan salah satu komponen kurikulum

itu hendaknya fleksibel. Artinya metode pendidikan dapat disesuaikan

dengan berbagai kondisi dan situasi local, serta perbedaan-perbedaan

individual seperti bakat, minat, dan kemampuan siswa untuk

menangkap, mengorganisasi, dan menganalisis bahan ajar.

8) Kurikulum hendaknya efektif untuk mencapai tingkah laku dan emosi

yang posistif.

9) Kurikulum hendaknya memperhatikan tingkat perkembangan siswa,

baik fisik, emosional, ataupun intelektualnya, serat berbagai masalah

yang dihadapi dalam setiap tingkat perkembangan seperti pertumbuhan

bahasa, kematangan social, dan kesiapan religiusitas.

10) Kurikulum hendaknya memperhatikan aspek-aspek tangkah laku

alamiah islami yang mengejawentahkan segala rukun, syi’ar, dan etika


30

islam, baik dalam kehidupan individual mapun dalam hubungan sosial

siswa.

e. Pihak yang terkait dalam pengembangan kurikulum

Pengembangan kurikulum di sekolah atau madrasah menuntut

kreativitas pihak-pihak terkait dengan sekolah, sehingga dapat disesuaikan

dengan kondisi siswa, sekolah atau madrasah, dan social budaya

masyarakat, dan dimungkinkan untuk memasukkan muatan lokal sesuai

kebutuhan masyarakat.28 pihak-pihak yang berperan dalam pengembangan

kurikulum memiliki andil besar dan sangat berpengaruh terhadap

efektivitas institusi sekolah dan menjadikan perbedaan antara sekolah yang

satu dengan yang lainnya sebagai ciri khas sesuai dengan visi dan misi

sekolah.

Adapun pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan kurikulum

antara lain:

1) Guru dan siswa

Guru memegang peranan penting, baik dalam perencanaan maupun

pelaksanaan kurikulum. Sebagai perencanaan pelaksanaan dan

pengembangan kurikulum terdepan maka guru lah yang selalu

melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum.29 Selain

itu juga, guru berperan sebagai komunikator, motivator belajar,

pengembangan media belajar, pencoba, penyusun organisasi, manajer

sistem pembelajaran, pembimbing baik di sekolah maupun di


28
Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama islam, (Yogyakarta: Magnum
Pustaka, 2010), hal. 161
29
Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 65
31

lingkungan masyarakat.30 siswa sebagai objek pengembangan

kurikulum juga memiliki peran penting. Karena siswa lah yang akan

menjadi tolak ukur keberhasilan pengembangan kurikulum di sekolah

ataupun madrasah.

2) Kepala sekolah atau Kepala Madrasah

Peran kepala sekolah atau kepala madrasah dalam pengembangan

kurikulum begitu vital. Sehingga setiap kebijakan, kemampuan, visi,

respon, dan kreativitasnya menghadapi perubahan kurikulum turut

berperan besar bagi pengembangan kurikulum.31 Keberhasilan

pendidikan di sekolah juga dipengaruhi oleh kepemimpinan dan daya

cipta kepala sekolah dalam mengolah sekolahnya. Peran kepala sekolah

yang begitu kompleks aktif memberikan segala upaya secara terus

menerus dengan mencurahkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk

memimpin lembaga pendidikan yang ada yaitu sekolah atau madrasah.

Adapun peran dan fungsi kepala sekolah secara umum adalah

sebagai berikut.

a) Peran sebagai manajer

Kepala sekolah mengkoordinasikan kegiatan merencanakan,

mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan

segenap usaha pencapaian tujuan pendidikan.32 Dalam aspek

perencanaan, kepala sekolah bertugas dan berperan sebagai pelaku

30
Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta, 2011),
hal. 106
31
Rusman, Manajemen…, hal. 66
32
Widodo Winarso, Dasar Pengembangan…, hal 97
32

yang sering menjadi tumpuan dalam perencanaan dan

pengembangan kurikulum. Dalam aspek pelaksanaan, kepala sekolah

yang bertugas mengkoordinir proses pengembangan kurikulum serta

juga bertugas menerapkan kurikulum itu sendiri.

b) Peran sebagai inovator

Kepala sekolah diharapkan mampu untuk memunculkan ide-ide baru

yang kreatif guna mengembang kurikulum sekolah. Jika dilihat

seringkali pengembangan kurikulum muncul atau dimulai dari

gagasan-gasan baru dari kepala sekolah. Kepala sekolah harus

mampu menghadirkan inspirasi dan ide pembaharuan, sehingga

program sekolah (kurikulum) yang dijalankan senantiasa aktual atau

mutakhir.33

c) Peran sebagai fasilitator

Sebagai pemimpin professional, kepala sekolah menerjemahkan

peruabahan masyarakat dan kebudayaan, termasuk generasi muda

kedalam kurikulum. Kepala sekolah merupakan tokoh utama yang

mendorong guru agar senantiasa melakukan upaya-upaya

pengembangan, baik bagi diri guru maupun tugas keguruannya.34

Sebenarnya masih banyak lagi pihak yang ikut serta dalam

pengembangan kurikulum. Tetapi peran dari kepala sekolah dan guru

lah yang lebih utama untuk mempertimbangkan dan memutuskan hal

apa yang akan dimasukkan dalam kurikulum.


33
Soleh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), hal. 98
34
Ibid, hal. 99
33

3) Komite sekolah

Peran dari masyarakat dalam mendorong keberhasilan pendidikan

juga sangat penting. Maka dari itu, di setiap sekolah atau madrasah

dibentuk lembaga perwakilan masyarakat dan orang tua walisiswa yang

disebut badan pembantu pelaksanaan pendidikan (BP3) dan komite

sekolah.35 Komite sekolah yang terlibat langsung dalam pendidikan di

sekolah merupakan realisasi tanggung jawab, kepercayaan dan harapan

warga masyarakat dalam menyerahkan anaknya untuk dididik dan

diberikan asupan pengetahuan di sekolah. Peran orang tua dalam

pelaksanaan kurikulum juga begitu penting. Orang tua dan sekolah

menjalin kerja sama yang erat agar setiap kegiatan-kegiatan tersebut

memberikan umpan balik baik bagi penyempurnaan kurikulum.

f. Peran pengembangan kurikulum

Kurikulum memiliki peranan yang sangat penting untuk mencapai

tujuan pendidikan, jika dapat ditinjau dari sifat masyarakat dan

kebudayaan, serta menjadikan sekolah sebagai intitusi sosial dalam

melaksanakan operasinya, oleh karena itu dapat ditentukan paling tidak

tiga macam peran kurikulum yang begitu penting, diantaranya peran

konservatif, peran kreatif, dan peran kritis atau evaluative. Mengenai

peranan tersebut dapat dilihat dari penjelasan berikut ini.

1) Peran konservatif

35
Rusman, Manajemen…, hal. 67
34

Tanggung jawab dan tugas sekolah sebagai salah satu lembaga

pendidikan adalah dapat mewariskan nilai-nilai dan budaya masyarakat

kepada generasi penerus bangsa. nilai-nilai dan budaya masyarakat

yang sudah menjadi tradisi turun temurun di masyarakat harus mampu

di adaptasikan dan diberikan kepada generasi penerus yaitu siswa. Agar

dikemudian hari setelah siswa selesai menempuh pendidikan dan

kembali di lingkungan masyarakat sudah mempunyai bekal nilai-nilai

tersebut.

Menurut Widodo Winarso dalam bukunya Dasar Pengembangan

Kurikulum menjelaskan bahwa:

Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai


budaya sebagai warisan masa lalu. Dikaitkan dengan era globalisasi
sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, yang
memungkinkan mudahnya pengaruh budaya asing menggerogoti
budaya local, maka peran konservatif dalam kurikulum memiliki
arti yang sangat penting. Melalui peran konservatifnya, kurikulum
berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak
nilai-nilai luhur masyarakat, sehingga keajegan dan identitas
masyarakat akan terpelihara dengan baik.36

2) Peran kreatif

Selain sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk

mewariskan nilai-nilai dan budaya masyarakat kepada generasi penerus

bangsa, sekolah juga bertugas dan bertanggung jawab untuk

mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan perkembangan zaman.

Seiring dengan perkembangan zaman maka juga akan berubah segala

sesuatu yang dulunya tidak ada menjadi ada yang dulunya terkesan

36
Widodo Winarso, Dasar Pengembangan…, hal. 93
35

biasa saja menjadi luar biasa. Karena kehidupan masyarakat tidak

bersifat statis melainkan bersifat dinamis. Dengan adanya berbagai hal

tersebut, disinilah kurikulum pendidikan memiliki peran kreatif.

Artinya mampu menjawab setiap tantangan yang ada seuai dengan

perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.

Menurut Munardji menjelaskan bahwa dalam peran kreatifnya


kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat
membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang
dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial
masyarakat yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.
Kurikulum harus berperan kreatif, sebab manakala kurikulum tidak
mengandung unsur-unsur baru maka pendidikan selamanya akan
tertinggal, yang berarti apa yang diberikan di sekolah pada
akhirnya akan kurang bermakna, karena tidak relevan lagi dengan
kebutuhan dan yuntutan sosial masyarakat.37

3) Peran kritis dan evaluatif

Fungsi dari kurikulum harus bisa berperan dalam menyeleksi dan

mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk

kehidupan anak didik. Seperti pandangan masyarakat yang menjelaskan

bahwa sekolah menjadi harapan mereka untuk dapat mengangkat

derajat mereka pada tempat yang lebih baik dikarenakan sekolah

menjadikan masyarakat sebagai manusia yang terdidik.

Pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda,


38
yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru. menurut

pandangan lama arti dari kurikulum merupakan sejumlah mata

pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa dan akhirnya bisa mendapat

37
Ibid, hal. 94
38
Ella Yulaelawati, Penilaian Kelas, Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis
Kompetensi, (Jakarta: PT Puskur Balitbang, 2003), hal. 94
36

ijazah. sedangkan menurut pandangan baru, kurikulum diartikan

sebagai program yang tidak hanya terdiri atas mata pelajaran saja yang

harus ditempuh oleh siswa melainkan juga meliputi semua kegiatan dan

pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.

2. Tinjauan Tentang Karakter Religius

a. Pengertian Religius

Thomas Lickona menyatakan bahwa “religion is for many a central motive

for leading a moral life”. Hal tersebut dapat dmaknai bahwa agama menjadi

motif utama yang mampu membimbing kehidupan moral.39 Menurut Mohamad

Mustari menjelaskan bahwa religius adalah nilai karakter dalam hubungannya

dengan Tuhan. Adanya nilai religius dapat ditunjukkan oleh pikiran, perkataan,

dan tindakan-tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada

nilai-nilai ketuhanan dan atau ajaran agamanya. Berdasarkan kementerian

pendidikan nasional, religius merupakan aspek pertama yang tercantum dalam

18 nilai karakter yang dikembangkan di Indonesia.40

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa karakter religius

merupakan sebuah nilai karakter dari diri seseprang yang berasal dari ajaran

agama yang dianut dan bernilai ketuhanan, dan dalam perwujudannya berupa

pikiran, perkataan, dan tindakan sebagai ibadah baik terhadap Tuhan Yang

Maha Esa, sesama manusia, dan alam sekitar.

b. Unsur-unsur Pembangun Karakter Religius

39
Juma Abdu Wamaungo, Mendidik untuk Membentuk Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara,
2011), hal. 32
40
Rosikum, “Peran Keluarga dalam Implementasi Pendidikan Karakter Religius Anak”,
Jurnal Kependidikan 6, no. 2 (2018): 297
37

Star Glock sebagaimana yang dikutip oleh Masnur Muslich berpendapat

bahwa terdapat lima unsur yang dapat mengembangkan manusia menjadi

religius. Kelima unsur tersebut antara lain:41

1) Keyakinan agama. Keyakinan agama merupakan keyakinan terhadap

doktrin ketuhanan, seperti percaya adanya Tuhan, malaikat, akhirat, surga,

neraka, takdir, dan sebagainya. Pada konsep religius, keyakinan atau

keimanan merupakan wilayah abstrak, sehingga perlu peribadatan yang

bersifat praktis.

2) Ibadah. Merupakan cara melakukan penyembahan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa dengan segala rangkainnya. Ibadah menjadi penguat

keimanan, menjaga diri dari kemerosotan budi pekerti, serta melawan

kejahatan dari dalam mapun luar jiwa.

3) Pengetahuan agama. Pengetahuan mengenai ajaran-ajaran agama

dalam berbagai segi. Dapat meliputi pengetahuan tentang sembahyang,

puasa, zakat, dan sebagainya.

4) Pengalaman agama. Berkaitan dengan perasaan yang dialami

seseorang yang beragama, seperti rasa tenang, damai, tenteram, bahagia,

syukur, patuh, taat, menyesal, dan bertaubat.

5) Aktualisasi. Merupakan konsekuensi dari keempat unsur sebelumnya.

Aktualisasi dari doktrin agama dapat berupa ucapan, sikap, maupun

tindakan yang sesuai dengan norma agama.

41
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga, (Yogyakarta: Arruz Media,
2016), hal. 3-4
38

c. Pola Pendidikan Karakter Religius Pada Anak

Tercapainya pendidikan karakter yang maksimal bisa dikarenakan adanya

upaya seperti halnya penggunaan metode yang tepat. Metode disini bertujuan

untuk menanamkan karakter pada diri seseorang agar menjadi pribadi yang

baik. Menurut Helmawati mengemukakan ada lima metode pembentukan

karakter kepada anak yaitu dengan cara sedikit pengajaran atau teori, banyak

peneladanan, banyak pembiasaan atau praktik, banyak motivasi, pengawasan

dan penegakan aturan.42

Sedangkan menurut Amirulloh Syarbini mengemukakan bahwa

pembentukan membina karakter seorang anak dapat dilakukan melalui

beberapa metode diantaranya:

1) Melalui Pengajaran

Pengajaran berupa kegiatan menyampaikan bahan ajar, proses yang

dilakukan dengan cara memberikan materi, memberi contoh atau

mempraktekkan keterampilan tertentu. Dalam hal pendidikan karakter

pengajaran tentang karakter perlu dilakukan, akan tetapi lebih ditekankan

pada segi pengamalan atau praktek.sebab selamaini pendidikan karakter

masih dimaknai pengajaran. Jadi wajar ketika anak hanya memperoleh

nilai tinggi dalam sisi pengetahuan karakter tapi sangat rendah dalam

pengamalan.

2) Melalui Pembiasaan

42
Helmawati, Pendidikan Karakter Sehari-hari, (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2017),
hal. 24
39

Pembiasaan merupakan keadaan seseorang mengaplikasikan perilaku-

perilaku yang belum pernah atau jarang dilakukan menjadi sering

dilaksanakan sehingga menjadi kebiasaan. Terbentuknya karakter

seseorang memerlukan waktu yang relatif lama tidak bisa spontinitas,

maka pembiasaan yang berintikan pada pengalaman perlu terus dilatih dan

dibiasakan terutama kebiasaan-kebiasaan yang positif.

3) Melalui keteladanan

Keteladanan akan memberikan pengaruh kuat terhadap diri anak. Anak

ketika berinteraksi dengan orang dewasa ia akan melihat, mendengar,

mengenal, dan mempelajari apa yang berada dari luar diri mereka. Maka

jika orang dewasa dapat selalu menjadi teladan dengan menunjukkan

perbuatan-perbuatan yang baik maka anak-anak akan terpengaruh

mencontoh kepada hal yang baik pula.

4) Melalui Pemberian Nasehat dan Motivasi

Karakteristik utama sebuah nasehat adalah menggunakan perkataan

lembut dan mengandung motivasi tidak ada unsur menyakiti perasaan,

dengan kata lain nasehat adalah perkataan yang membangun kesadaran diri

seseorang untuk mau melakukan kebaikan. Di dalam nasehat ada unsur

memerintah, melarang, dan menganjurkan dengan disertai alasan-alasan

atau dalil-dalil. Sedangkan motivasi adalah kekuatan penggerak yang

membangkitkan aktivitas hidup dan menimbulkan tingkah laku serta

mengarahkannya pada tujuan tertentu.

5) Melalui Penegakan Aturan


40

Penegakan aturan perlu dibuat sebagai alat pengkondisian seseorang

agar berperilaku baik serta sebagai alat pengawasan. Di dalam penegakan

aturan terdapat sejumlah aturan-aturan untuk dijalankan beserta beberapa

konsekuensi atas pelanggaran aturan tersebut dalam rangka pembentukan

kepribadian seseorang yang baik.

d. Indikator Nilai-nilai Religius Pada anak

Menurut Daryanto dan Suryanti karakter religius adalah sikap dan perilaku

yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran

terhadap pelaksanaan ibadah beragama serta hidup rukun dengan pemeluk

agama.43

Dari ketiga nilai-nilai tersebut dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa

indikator nilai religius. Nilai sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama, dapat dijabarkan ke beberapa indikator yaitu

memupuk keyakinan beragama, kesungguhan dalam melaksanakan ibadah, dan

pengetahuan tentangaspek-aspek ibadah seperti sholat, puasa, zakat. Nilai

toleran terhadap pelaksanaan ibadah beragama dapat dijabarkan menjadi

beberapa indikator, yaitu memberi kesempatan teman melaksanakan ibadah,

dan saling menghargai teman yang sedang melakukan ibadah. Nilai hidup

rukun dengan pemeluk agama, indikatornya yaitu selalu mengucap salam

kepada semua orang ketika sedang bertemu.

Selain beberapa indikator di atas menurut Daryanto dan Suyatri

menyatakan bahwa ada indikator lain dalam membnetuk karakter religius anak

43
Daryanto dan Suryanti, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta:
Gava Media, 2013), hal. 134
41

yaitu merayakan hari-hari besar keagamaan, berdoa sebelum dan sesudah

pelajaran, dan memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk

melaksanakan ibadah.

3. Tinjauan Tentang Karakter Disiplin

a. Pengertian Kedisiplinan

Disiplin adalah sesuatu yang harus dikembangkan dalam diri. Disiplin

merupakan titik masuk bagi pendidikan karakter. Jika tidak ada rasa taat

terhadap suatu aturan, maka tidak ada lingkungan yang baik bagi pengajaran

dan pembelajaran. Pendidikan karakter menegaskan bahwa apabila suatu

kedisiplinan ingin berhasil maka harus bisa mengubah anak-anak dari dalam

diri. Disiplin harus bisa merubah sikap seseorang, cara seseorang berpikir dan

merasa. disiplin harus mengarahkan seseorang untuk ingin berperilaku berbeda.

Disiplin harus membuat mereka mengembangkan kebaikan yang berupa rasa

hormat, empati, penilaian yang baik dan control diri. Apabila kebaikan tersebut

tidak dikembangkan dengan komitmen secara bersama-sama maka

permasalahan perilaku akan terjadi lagi. Dalam hal ini yang dimaksud disiplin

yang efektif yaitu harus berbasis karakter, disiplin harus bisa memperkuat

karakter siswa, semata-mata bukan hanya mengontrol perilaku mereka.44

Menurut Zubaedi disiplin adalah kemampuan melakukan yang terbaik

dalam setiap hal melalui pengendalian kata-kata, emosi, dan dorongan serta

perilaku. Disiplin ialah tindakan tertib dan patuh akan segala ketentuan dan

44
Thomas Lickona, Persoalan Karakter, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal. 175-176
42

aturan.45 Menurut Daryanto dan Darmiyatun secara umum disiplin adalah

tindakan sosial yang bertanggung jawab dan fungsi kemandirian yang optimum

dalam suatu hubungan social yang berkembang berdasarkan keterampilan

mengendalikan atau mengelola, serta motivasi diri.46

Dari beberapa definisi tersebut pengertian disiplin adalah suatu tindakan

atau kemampuan dalam segala daya cipta untuk menjadikan suatu hal terbaik

karena adanya ketentuan, peraturan, tata tertib, dan hukum yang terikat.

Dengan adanya ketentuan, peraturan, tata tertib, dan hukum tersebut akan

membentuk karakter pribadi seseorang untuk mencapai target yang

dikehendaki dari beberapa ketentuan tersebut. Orang akan merubah tindakan

dan perilaku serta kemampuan daya cipta sesuai ketentuan tersebut.

b. Tujuan Kedisiplinan

Menurut Elizabert B. Hurlock sebagaimana yang dikutip oleh wahyu tujuan

disiplin ialah membentuk perilaku seseorang dengan sebaik mungkin sesui

peran yang ditetapkan dalam suatu kelompok, sesuai tempat seseorang tersebut

berada.47

Sikap disiplin akan membentuk karakter anak menjadi lebih baik. Seperti

tujuan yang ada diatas, agar bisa tercapai dengan sepenuhnya diperlukan

dorongan untuk mengarahkan sikap pada anak. Sehingga diperlukan sebuah

ketentuan yang terikat yang harus dipatuhi oleh anak. Peran dari orang tua

45
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 57
46
Daryanto dan Darmiyatun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2013), hal. 105
47
Wahyu dkk, “Menanamkan Nilai Disiplin Pada Lingkungan Keluarga”, dalam Jurnal
Banjar 5, no. 10 (2015): 854-855
43

memang penting tetapi kebanyakn tidak akan maksimal. Maka dari itu peran

dari lembaga pendidikan menjadi yang terdepan untuk membentuk kedisiplinan

pada anak, baik secara lisan maupun tertulis. Ketentuan atau peraturan dibuat

secara lisan dan tertulis manfaatnya sanagat berhubungan. Ketika peraturan

secara lisan yang dimana langsung dari perkataan kepala sekolah atau guru

tidak begitu dihiraukan, maka peran peraturan yang tertulis menggantikannya

atau menambahkannya, begitu pula sebaliknya.

c. Macam-Macam Kedisiplinan

Menurut Oteng Sutrisno yang dikutip oleh Arif disiplin berdasarkan

sifatnya dapat dibagi menjadi dua yaitu:48

1) Disiplin Positif

Disiplin positif merupakan suatu sikap dan iklim organisasi yang setiap

anggotanya mematuhi peraturan-peraturan organisasi atas kemauannya

sendiri. Mereka patuh pada tata tertib tersebut karena mereka memahami,

meyakini, dan mendukungnya. Selian itu mereka berbuat begitu karena

mereka benar-benar menghendakinya bukan karena takut akan akibat dari

ketidak patuhannya. Dalam suatu organisasi yang telah menerapkan

disiplin positif, beberapa siswa kadang-kadang melakukan suatu kesalahan

yang melanggar tata tertib. Maka akibat yang ditimbulkan adalah

kewajiban dalam menetapkan suatu hukuman. Hukuman yang diberikan

ini bukanlah bermaksud untuk melukai akan tetapi yang sesuai dengan

48
Arif Pranata, Implementasi Guru dalam Membina Kedisiplinan dan Mentaati Tata
Tertib Siswa di SD Negeri 1 Dukuh Ngargoyoso Karanganyar Tahun 2011/2012, (Surakarta:
Skripsi Tidak Diterbitkan, 2012), hal. 11-13
44

prinsip disiplin positif, hukuman tersebut diberikan untuk memperbaiki

dan membetulkan.

Disiplin ini sesuai dengan konsepsi pendidikan modern bahwa agar

anak-anak lambat laun dapat mengatur diri dan belajar bertanggung jawab

atas segala perbuatannya dalam mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain

disiplin positif ini memberikan suatu pandangan bahwa kebebasan yang

mengandung konsekuensi yaitu kebebasan harus sejalan dengan

bertanggung jawab.

2) Disiplin Negatif

Disiplin negatif disini adalah suatu keadaan disiplin yang menggunakan

hukuman atau ancaman untuk membuat orang-orang mematuhi perintah

dan mengikuti peraturan hukuman. Pendekatan pada disiplin negatif ini

adalah menggunakan hukuman pada pelanggaran peraturan untuk

menggerakkan dan menakutkan orang-orang atau siswa lain sehingga

mereka tidak akan berbuat kesalahan yang sama.

Disiplin negatif ini cenderung kepada konsepsi pendidikan lama, yaitu

sumber disiplin adalah otoritas dan kekuasaan guru. Gurulah yang

menentukan dan menilai kelakukan siswa, gurulah yang menentukan

peraturan tentang apa boleh atau tidak boleh dilakukan oleh siswa, tidak

ada plihan lain selain tunduk pada kemauan guru. Dengan demikian

hukuman merupakan ancaman bagi siswa. disiplin yang ditegakkan

dengan cara seperti ini ternyata tidak membawa hasil yang memuaskan,

karena seorang siswa hanya berada di sekolah selama 7 jam saja,


45

selebihnya dikembalikan kepada orang tua. Selain itu prestsi kerja yang

dicapai atau diperoleh dikarenak hanya karena untuk menghindari

hukuman saja bukan karena perasaan yang tulus ikhlas.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin

Menurut Tu’u yang dikutip oleh Risma ada tiga faktor yang

memperngaruhi kedisiplinan, antara lain:49

1) Teladan

Perbuatan dan tindakan sangat besar pengaruhnya dibandingkan

dengan kata-kata, dari hal tersebut keteladanan sangat [enting bagi

perilaku disiplin siswa. dalam disiplin di sekolah maupun di madrasah,

semua orang yang ada di dalamnya mengembangkan kepengikutan dan

ketaatan yang lahir dari kesadaran dirinya sehingga terbentuk jiwa

disiplin yang dapat menjadi contoh.

2) Lingkungan Disiplin

Disiplin juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Jika

sesorang berada atau bertempat di lingkungan yang disiplin, maka

orang tersebut juga akan hidup disipplin juga. Hal tersebut dipengaruhi

oleh gaya hidup lungkungan sekitarnya, apabila tidak mengikuti gaya

hidup lingkungan tersebut bisa jadi akan timbul rasa mala, minder, dan

juga menjadi omongan lingkungan sekitar. Dengan adanya hal tersebut,

menjadi cambukan seseorang merubah karakter pada dirinya menjadi

seseorang yang disiplin.

49
Risma dkk, “Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap Peningkatan
Kedisiplinan Siswa”, Jurnal Bening 4, no.1 (2016): 89-90
46

3) Latihan Disiplin

Disiplin dapat dicapai dan dibentuk melalui proses latihan dan

kebiasaan dalam mengikuti, menaati, dan mematuhi peraturan yang

berlaku.

e. Indikator Nilai-nilai Disiplin Pada Anak

Menurut Daryanto dan Darmiatun ada beberapa indikator disiplin ialah

sebagai berikut:50

1) Selalu tertib serta teliti dalam menyelesaikan pekerjaan

2) Tertib dalam menggunakan aturan tata tulis dalam sebuah tulisan

3) Taat pada langkah kerja laboratorium dan pengamatan masalahan social

4) Patuh pada jadwal belajar sendiri

5) Tertib menerapkan aturan penulisan pada karya tulis ilmiah

Karakter disiplin perlu ditanamkan sejak dini pada anak. Karena dengan

pembinaan karakter disiplin pada anak akan membentuk karakter-karakter baik

pula pada anak. Melakukan pembinaan karakter disiplin bisa di lingkungan

keluarga, masyarakat, dan sekolah atau lembaga pendidikan lainnya.

Dari pemaparan beberapa indikator karakter disiplin diatas, diperoleh

beberapa indikator untuk dijadikan arah pembahasan, diantaranya:

1) Membiasakan mematuhi aturan dan tata tertib

2) Selalu siap mengikuti proses pembelajaran

3) Membiasakan tepat waktu dalam beribadah

4. Tinjauan Tentang Karakter Tanggung Jawab

50
Daryanto dan Darmiyatun, Implementasi Pendidikan…, hal. 106
47

a. Pengertian Tanggung Jawab

Menurut Samani dan Hariyanto yang dikutip oleh Chairil Faif Pasani,

tanggung jawab bermakna memahami dan melakukan hal yang diinginkan

orang. Dalam Lifelong Guidelines tanggung jawab bermakna cakap dan

memadai dalam merespon, bertanggung jawab atas perbuatannya. Dalam draf

Grand Design tanggung jawab ialah melaksanakan pekerjaan dengan sungguh-

sungguh, kinerja yang tinggi, usaha keras demi hasil terbaik, dapat

mengendalikan diri dan mengatasi tekanan, disiplin, tanggung jawab atas

keputusan maupun pilihannya.51

Thomas Lickona mendefinisikan tentang tanggung jawab, bahwa tanggung

jawab adalah:52

“Sikap saling membutuhkan, tidak mengabaikan orang lain yang sedang


dalam keadaan sulit. Kita menolong orang-orang dengan memegang
komitmen yang telah kita buat. Tanggung jawab berarti melaksanakan
sebuah pekerjaan atau kewajiban dalam keluarga, sekolah maupun di
tempat bekerja dengan sepenuh hati dan memberikan yang terbaik.”
Tanggung jawab merupakan sebuah wujud kesadaran seseorang atas

kewajiban yang telah dibebankan padanya. Setiap orang juga memiliki

tanggung jawab masing-masing berdasarkan statusnya. Menurut Elfi Yuliani

Rochmah memberikan pengertian tentang sifat tanggung jawab yaitu:

Tanggung jawab bersifat kodrati, yang artinya tanggung jawab sudah menjadi

51
Chairil Faif Pasani, dkk, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble
dalam Pembelajaran Matematika untuk Membina Karakter Tanggung Jawab dan Disiplin Siswa”,
EDU-MAT Jurnal Matematika 6, no. 2 (2018): 180-181
52
Thomas Lickona, Educaing for Character Mendidik untuk Mendidik Karakter
Bagaimana Sekolah dapat Mengajarkan Sikap Hormat dan Tanggung Jawab, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013), hal. 73
48

bagian kehidupan manusia bahwa setiap manusia dan yang pasti masing-

masing orang akan memikul suatu tanggung jawabnya sendiri-sendiri.53

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab

merupakan tindakan, tingkah laku dari seseorang dalam menjalankan tugasnya

serta kewajiban-kewajiban untuk dirinya, lingkungan, dan masyarakat

sekitarnya serta kepada Tuhan Yang Maha Esa secara baik, fokus dan tidak

menyalahkan orang lain atas apapun yang terjadi. Seseorang harus berani

menerima resiko dan konsekuensi yang diterima setelah melakukan segala hal,

baik nanti akan berbuah kebaikan dan kemanfaatan maupun akan berbuah

keburukan atau kerugian. Sikap tanggung jawab memang butuh penekanan

agar seseorang bisa melakukannya dengan sungguh-sungguh. Penanaman sikap

tanggung jawab sebaiknya dari kecil, agar bisa menjadi orang yang berguna

bagi diri sendiri dan orang lain.

Menurut Yaumi bahwa kriteria orang yang bertanggung jawab antara

lain:54

1) Selalu memeriksa tugas yang perlu segera diselesaikan

2) Menunaikan pekerjaan dengan sendiri tanpa perintah

3) Menetahui dan menerima akibat dari perbuatan yang dilakukan

4) Mempertimbangkan sebelum bertindak

5) Mengerjakan tugas dengan baik dengan hasil terbaik

6) Selalu berusaha sebaik mungkin.

53
Elfi Yuliani Rochmah, “Mengembangkan Karakter Tanggung Jawab pada Pelajar,
Jurnal Al-Murabbi 3, no. 1 (2016): 37
54
Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi,
(Jakarta: Kencana, 2014), hal. 112
49

b. Indikator Nilai-nilai Tanggung Jawab Pada Anak

Menurut Daryanto dan Darmiatun bahwa indikator karakter tanggung

jawab adalah:55

1) Menyelesaikan pekerjaan tanpa perintah

2) Berperan aktif

3) Menghindarkan kecurangan saat pengerjaan tugas

4) Mengajukan usul pemecahan masalah.

Selain itu menurut Chairil Faif Pasani juga ada beberapa indikator

karakter tanggung jawab adalah:56

1) Menyelesaikan semua tugas dan latihan yang menjadi tanggung

jawabnya

2) Kemampuan mengelola waktu dengan baik

3) Serius dalam mengerjakan tugas yang diberikan

4) Fokus dan konsisten dalm kegiatan pembelajaran yaitu memperhatikan

penjelasan guru secara terus menerus

5) Menolong teman satu kelompok dalam diskusi menyelesaikan tugas

kelompok

6) Mengambil segala konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan.

Jika seseorang memiliki karakter sesuai dengan indikator diatas, maka

seseorang tersebut dapat dikatakan sudah bertanggung jawab. Indikator di atas

dijadikan sebuah pedoman dan dasar seseorang memiliki sikap tanggung jawab

yang penuh. Melatih diri untuk dapat menjalankan beberapa indikator karakter

55
Daryanto dan Darmiyatun, Implementasi Pendidikan…, hal. 110
56
Chairil Faif Pasani, dkk, “Penerapan Model Pembelajaran…, 81
50

tanggung jawab tersebut adalah pekerjaan bagi semua orang, sehingga

seseorang bisa dikatakan mampu menjalankan tanggung jawabnya masing-

masing berdasarkan statusnya sebagai siswa atau pelajar.

B. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelusuran penulis terhadap hasil penelitian-penelitian

sebelumnya yang mengangkat tema atai topic sama, dapat dijadikan pembanding

baik dai segi persamaan dan perbedaan. Adapun hasil penelitian-penelitian

terdahulu dapat dilihat pada penjelasan berikut.

Penelitian yang dilakukan oleh Ali As’ad, Alex Yusron Al-Mufti, dan M.

Natsir yang berjudul “Pengembangan Model Kurikulum Madrasah Diniyah

Takmiliyah LP. Ma’arif Kabupaten Jepara di Era 4.0”. Fokus penelitiannya

adalah 1) bagaimana pengembangan model kurikulum madrasah diniyah

takmiliyah LP. Ma’arif Kabupaten Jepara? 2) apa saja problematika pelaksanaan

Madrasah Diniyah Takmiliyah Jepara?. Hasil penelitiannya bahwa hasil

pengembangan kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah di Kabupaten Jepara

menyangkut bebrpa hal diantaranya: kurikulum yang dikembangkan terfokus pada

dua mapel yaitu bahasa arab:focus pada maharoh kalam dan ilmu tajwid: fokus

pada identifikasi bacaan yang ditartilkan, kemudian untuk intrumen kurikulumnya

menyangkut silabus, RPP, dan buku ajar, selanjutnya metode pembelajaran yang

digunakan adalah metode workshop bacaan tartil, pelaksanaan kurikulumnya

berdasarkan kebijakan dan rekomendasi LP. Ma’arif terkait pengembangan


51

kurikulum dan adanya buku pedoman implementasi kurikulum. Serta rutin

dilakukan evaluasi kurikulum. 57

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Alfian yang berjudul “Model

Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah Pondok Pesantren (Studi Multi

Kasus Pada Pondok Pesantren Pancasila dan Pondok Pesantren Al-Quraniyah di

Bengkulu)”. Fokus dari penelitian ini mengarah pada 1) bagaimana model

pengembangan kurikulum madrasah diniyah Pondok Pesantren Pancasila? 2)

bagaimana pengembangan kurikulum madrasah diniyah Pondok Pesantren Al-

Quraniyah?. Hasil penelitiannya bahwa madrasah diniyah pondok pesantren

Pancasila dan Al-Quraniyah telah melaksanakan pengembangan kurikulum

diantaranya: pertama, pondok pesantren Pancasila menetapkan tujuan meskipun

kesepakatan ini hanya dalam tataran lisan tetapi tujuan selalu dikembangkan

berdasarkan tingkatan pendidikan madrasah diniyah yaitu sekedar khatam lalu

dianjut membaca dan mengi’rab dan menjelaskan bahkan menghafal, sedangkan

ponpes Al-Quraniyah tidak sama dengan tujuan tersebut, kedua, pemberian materi

kitab disesuaikan dengan tingkatan kelasnya, berupa matan dan syarah, di ponpes

Al-Quraniyah terfokus pada kitab terjemahan Kementerian Agama, ketiga, dari

tidak jelasnya tenggang waktu yang ditetapkan menjadi ditetapkan. Selain itu,

ponpes Pancasila menerapkan model pengembangan kurikulum administrative

57
Ali As’ad, dkk, “Pengembangan Model Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah LP.
Ma’arif Kab. Jepara di Era 4.0,” dalam Edudeena: Journal of Islamic Religious Education 5 no. 1
(2021): 46.
52

dan pola kombinasi, sedangkan ponpes Al-Quraniyah hanya menerapkan model

pengembangan kombinasi.58

Penelitian yang dilakukan oleh Lutfi Najamul Fikri yang berjudul

“Dinamika Peninjauan Kurikulum Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal (MDTA)

Gontor”. Fokus penelitiannya adalah 1) bagaimana tinjauan kurikulum di MDTA

Gontor Mlarak Ponorogo? 2) bagaimana dinamika kurikulum di MDTA Gontor

Mlarak Ponorogo? 3) bagaimana orientasi kurikulum di MDTA Gontor Mlarak

Ponorogo?. Hasil penelitiannya yaitu pertama peninjauan kurikulumnya bertujuan

dalam rangka menjalan strategi pencapaian visi, misi, dan tujuan lembaga yang

selalu berubah karena pergantian kepemimpinan, kedua dinamika kurikulumnya

bersifat evolusioner, yaitu perubahan secara bertahap dan yang ketiga orientasi

kurikulumnya meliputi visi, misi, dan tujuan setelah itu tercapai kemudian

mengarah pada tujuan dilaksanakan pemilihan materi kurikulum atau penetapan

struktur kurikulum.59

Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Manan dan Maftukhin yang

berjudul “Model Pengembangan Kurikuum di Madrasah Diniyah Al-Ikhlas

Menongo Sukodadi Lamongan”. fokus penelitiannya adalah 1) Bagaimana model

pengembangan kurikulum di Madrasah Diniyah Al-Ikhlas Menongo Sukodadi

Lamongan? 2) Bagaimana faktor pendukung pendukung dan penghambat model

pengembangan kurikulum di Madrasah Diniyah Al-Ikhlas Menongo Sukodadi

Lamongan? Hasil dari penelitiannya bahwa ada tiga model pengembangan

58
Muhammad Alfian, “Model Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah Pondok
Pesantren (Studi Multi Kasus Pada Pondok Pesantren Pancasila dan Pondok Pesantren Al-
Quraniyah di Bengkulu),” dalam Conciencia Jurnal Pendidikan Islam 18 no. 2 (2018): 53.
59
Lutfi Najamul Fikri, “Dinamika Peninjauan Kurikulum Madrasah Diniyah Tarbiyatul
Athfal (MDTA) Gontor,” dalam jurnal Muslim Heritage 1 no. 2 (2016): 302-303.
53

pendidikan di Madrasah Diniyah Al-Ikhlas Menongo Sukodadi Lamongan.

Pertama, model adanya sinergi antara sekolah, masyarakat dan keluarga dengan

menggunakan sarana LABS. Kedua, model kurikulum yang terstruktur dan

terprogram sesuai dengan tingkat masing-masing dan menggunakan sistem

klasikal. Ketiga, model yang berorientasi pada pembentukan tsaqafah islam,

kepribadian islam dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Faktor pendukung

yang menunjang tercapainya pengembangan kurikulum antara lain kepribadian

santri, keluarga para santri, dewan asatidz yang senantiasa istiqomah dalam

mengajar, dan lingkungan madrasah diniyah. Sedangkan faktor penghambat

pengembangan kurikulumnya antara lain keterbatasan waktu KBM di Madrasah

Diniyah Al-Ikhlas, kesibukan orangtua, kecurugaan sebagian orangtua terhadap

dana BOSDA, dan perkembangan gadget. 60

Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah yang berjudul “Manajemen

Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Riyadul Fata

Tembongraja Salem Brebes”. Fokus penelitiannya meliputi 1) bagaimana

perencanaan manajemen kurikulum di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

(MDTA) Riyadul Fata Tembongraja Salem Brebes? 2) bagaimana

pengorganisasian manajemen kurikulum di Madrasah Diniyah Takmiliyah

Awaliyah (MDTA) Riyadul Fata Tembongraja Salem Brebes? 3) bagaimana

pengarahan manajemen kurikulum di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

(MDTA) Riyadul Fata Tembongraja Salem Brebes? 4) bagaimana pengawasan

manajemen kurikulum di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA)

60
Abdul Manan dan Maftukhin, “Model Pengembangan Pendidikan Islam di Madrasah
Diniyah Al-Ikhlas Menongo Sukodadi Lamongan,” dalam Jurnal Akademika 11 no. 2 (2017): 229
54

Riyadul Fata Tembongraja Salem Brebes?. Hasil penelitiannya bahwa menajemen

kurikulum di MDTA Riyadul Fata meliputi: pertama perencanaan kurikulum

dibagi menjadi beberapa tahap yaitu analisis kebutuhan, merumuskan dan

menjawab pertanyaan, menentukan desain kurikulum, dan membuat rencana

induk; kedua pengorganisasian kurilum meliputi perumusan rasional atau dasar

pemikiran, perumusan visi,misi, dan tujuan, penentuan structural dan isis proram,

pemilihan dan pengoganisasian materi, pengorganisasian kegiatan pembelajaran;

ketiga implementasi kurikulum meliputi penyususnan rencana dan program

pembelajaran, penjabaran materi, penentuan strategi dan metode pembelajaran,

penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; keempat ketenagaan dan

pengembangan berfungsi mensuplai sumber daya manusia untuk melaksanakan

misi dan berfungsi untuk memvitalisasikan departemen; kelima evaluasi penilaian

kurikulum mencakup penilaian konteks, penilaian input, penilaian proses dan

penilaian produk.61

Penelitian terdahulu tersebut merupakan penelitian yang telah dilakukan

oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian terdahulu tersebut merupakan

penelitian yang sudah relevan sehingga bisa dijadikan pembanding bagi peneliti

sekarang untuk mengakat masalah penelitian baru. Penelitian terdahulu tersebut

sebagian bsar mengangkat topik yang sama yaitu mengenai kurikulum tetapi yang

menjadi pembeda adalah terletak pada focus penelitian setiap judul.

61
Hasanah, Manajemen Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA)
Riyadul Fata Tembongraja Salem Brebes, (Purwokerto: Tesis tidak diterbitkan, 2019), hal. 119-
120.
55

C. Kerangka Berfikir

Menurut Uma Sekaran mejelaskan bahwa kerangka berfikir adalah model

konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang

telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berfikir yang baik

akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang diteliti.62

Dalam hal ini, peneliti melakukan penelitian dengan berdasar teori-teori

yang sudah terdapat pada penjelasan diatas. Teori tersebut merupakan landasan

bagi peneliti untuk terjun ke lapangan mencari data-data yang dibutuhkan.

Selanjutnya peneliti akan memulai penelitian dengan menggali data di lapangan

terkait pengembangan kurikulum madrasah diniyah yang untuk meningkatkan

karakter religius santri madrasah diniyah At-Taqwa Buntaran Rejotangan. Maka

perlu diadakannya penelitian lapangan langsung. Langkah selanjutnya peneliti

juga menggali pengembangan kurikulum madrasah diniyah yang berperan dalam

membina karakter disiplin santri madrasah diniyah At-Taqwa Buntaran

Rejotangan. Penggalian data sama dengan fokus yang pertama tadi. Kemudian

untuk selanjutnya peneliti juga menggali pengembangn kurikulum dari madrasah

diniyah yang berperan dalam membina karakter tanggung jawab santri di

madrasah diniyah At-Taqwa Buntaran Rejotangan. Dari beberapa fokus penelitian

tersebut, secara garis besar menggali data yang berkaitan dengan peran

pengembangan kurikulum madin dalam membina karakter santri, baik itu karakter

religius, karakter disiplin, dan karakter tanggung jawab.

62
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kulaitatif, dan R&D, (Bandung: CV.
Alfabeta, 2011), hal. 60
56

Peran dari pengembangan kurikulum sangat besar agar tercapai hasil yang

diharapkan. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan juga tuntutan

masyarakat luas dengan berbagai macam kebutuhannya, oleh karena itu

kurikulum sebagai kunci utama dalam proses pendidikan formal maupun informal

keberadaanya perlu dilakukan pembinaan dan pengembangan. Pengembangan

kurikulum dapat dilakukan melalui komponen-komponen kurikulumnya dengan

berlandaskan pada prinsip-prinsip pengembangan serta peran dari pihak-pihak

yang berhubungan dengan lembaga pendidikan, seperti kepala madrasah, guru,

siswa atau santri, dan komite atau wali santri. Selain itu, yang memiliki andil

besar adalah bentuk-bentuk peran pengembangan kurikulum sendiri.

Bagan 2.1 Peran pengembangan kurikulum madrasah diniyah untuk


membina karakter santri
Kemerosotan karakter siswa
atau santri

Pengembangan kurikulum
madrasah diniyah

Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan


karakter religius karakter disiplin karakter
santri santri tanggung jawab
santri

Dari kerangka berfikir peneliti diatas dijelaskan dimulai dari kemerosotan

karakter santri atau siswa yang begitu signifikan muncul peran dari

pengembangan kurikulum madrasah diniyah mencakup berbagai aspek.


57

Pengembangan kurikulum madrasah diniyah lebih terfokus terhadap tiga pokok

bahasan yaitu untuk meningkatkan karakter religius santri, meningkatkan karakter

disiplin santri, dan meningkatkan karakter tanggung jawab santri. Dimana ketiga

variabel minor tersebut menjadi salah satu dari kemerosotan karakter santri atau

siswa.

Anda mungkin juga menyukai