Anda di halaman 1dari 22

Analisis Kurikulum di Indonesia

Juni 19, 2011 darisetianingsih

Dalam sejarah penyelenggaraan pendidikan di negara kita, tercatat sebanyak lima kali
perubahan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang berbarengan dengan
perubahan strategi belajar mengajar. Kurikulum pertama dirancang pada tahun 1968 yang
menekankan pada pentingnya pembinaan moral, budi pekerti, agama, kecerdasan dan
keterampilan, serta fisik yang kuat dan sehat (Sularto, 2005). Kurikulum 1968 dianggap
belum sempurna sekalipun penyusunannya berdasarkan hasil kajian mendalam terhadap
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu, pemerintah, para ahli, dan praktisi pendidikan melakukan inovasi dan uji
coba terhadap model desain pembelajaran yang pada akhirnya terakumulasi dalam
perwujudan kurikulum 1975. Kurikulum 1975 pun dipandang belum mampu
mengakomodasi upaya menciptakan manusia Indonesia seutuhnya yang berindikasi pada
pengembangan tiga aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Maka dirancanglah
kurikulum 1984 sebagai penyempurnaan kurikulum sebelumnya yang menekankan pada
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional di
Indonesia tiap kali ada penggantian kurikulum dengan pendekatannya. Pada tahun 1976
Kurikulum 1975 menggantikan kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini berorientasi pada
tujuan dan menggunakan pendekatan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional) yang dikembangkan melalui satuan pelajaran.

Pada tahun 1984 Kurikulum 1975 diganti dengan Kurikulum 1984 yang menggunakan
pendekatan keterampilan proses yang pelaksanaannya menggunakan CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif). Khusus untuk pelajaran bahasa digunakan pendekatan komunikatif
dan untuk mendukung pendekatan ini dimasukkan pokok bahasan pragmatik. Selanjutnya
Kurikulum 1984 diganti dengan Kurikulum 1994 disempurnakan dengan kurikulum 2004
(KBK), serta kurikulum 2006 (KTSP) yang berlaku sampai sekarang.

Setelah berjalan selama lebih kurang sepuluh tahun, implementasi kurikulum tahun 1984
terasa terlalu membebani guru dan murid mengingat jumlah materi yang terlalu banyak
jika dibandingkan dengan waktu yang tersedia. Dengan demikian, perubahan kembali
dilakukan dengan lahirnya kurikulum 1994 sebagai penyederhanaan kurikulum 1984.
Mutu pendidikan yang semakin terpuruk hingga berada pada level ke-12 dari 12 negara
di Asia seolah mengindikasikan hanya dengan perubahan kurikulum kemudian
keterpurukan itu dapat didongkrak ke arah yang lebih baik, maka lahirlah kurikulum
2004 yang dikenal dengan (KBK) yang terus berkembang menjadi KTSP.

Perubahan kurikulum 1968 hingga kurikulum 2004 menunjukkan kuatnya anggapan


bahwa kegagalan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia hanya disebabkan oleh
kesalahan rancangan kurikulum. Beberapa faktor yang dimaksud adalah kompetensi guru
dalam melaksanakan kurikulum, ketidaktersediaan sarana dan prasarana sekolah,
kurangnya keterlibatan stakeholder, tidak terciptanya kerjasama yang baik antara
perguruan tinggi sebagai pencetak tenaga guru, pemerintah, dan sekolah, sistem evaluasi
dan standarisasi nasional dan daerah yang tidak akurat, serta ketidakjelasan arah serta
model pendidikan yang diselenggarakan.

Pengembangan kurikulum Tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang mengacu pada


standar nasional pendidikan bertujuan untuk menjamin pencapaian tunjuan pendidikakan
nasional, standar nasional pendidikan terdiri atas Standar Isi dan Standar Proses,
Kompetensi Lulusan, Tenaga Kependidikan, sarana dan prasarana. Undang-undang
No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan PP No.19 tahun 2005 tentang standar
nasional pendidikan mengamanatkan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah
disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada SI, SKL, dan panduan yang
disusun oleh BSNP serta ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU N0. 20
tahun 2003 dan PP No. 19 Tahun 2005.
PERJALANAN KURIKULUM INDONESIA
OLEH RUDIANTO
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, salah satu kunci untuk menentukan kualitas lulusan adalah
kurikulum pendidikannya. Karena pentingnya kurikulum maka setiap kurun waktu
tertentu kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar. Departemen Pendidikan
Nasional juga secara teratur melakukan evaluasi terhadap peraturan yang berkait dengan
kurikulum.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi, pengetahuan dan metode belajar
semakin lama semakin maju pesat. Oleh karena itu, tidak mungkin dalam dunia
pendidikan tetap mempertahankan kurukulum lama. Hal ini akan mengakibatkan suatu
generasi tidak dapat sejajar dengan generasi di belahan bumi lainnya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang begitu pesat. Sementara di sisi lain,
prioritas kebijakan nasional ikut berubah. Begitu pun pola pembiayaan pendidikan serta
kondisi sosial, termasuk perubahan pada tuntutan profesi serta kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Semua itu ikut memberikan dorongan bagi penyelenggara pendidikan untuk
selalu melakukan proses perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang
digunakan.
Indonesia yang merdeka pada tahun 1945 atau kurang lebih sudah 65 tahun lamanya,
tentu sudah mengalami berbagai macam perubahan kurikulum. Seperti apakah perubahan
kurikulum di Indonesia terjadi? Pertanyaan inilah yang akan dijawab dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini berusaha menjawab pertanyaan
1. Kapan dan berapa kali perubahan kurikulum di Indonesia?
2. Apa latar belakang perubahan kurikulum di Indonesia?
3. Bagaimana karakteristik kurikulum hasil perubahan ?

C. Manfat
Manfat pembuatan makalah ini adalah untuk memaparkan seperti apa perkembangan
kurikulum di Indonesia.

BAB II LANDASAN TEORI


Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup:
perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal
membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil
tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta
didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha
mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum
merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar
hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan,
dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya
melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di
dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta
didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan
pendidikan.
A. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya
merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang
dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh
karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin
terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di
lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang
digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang
dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas,
kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan
tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan
dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media
dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi
dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan
potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan
masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang
dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta
didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara
vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan
kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar
jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat
dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum
mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada
pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting
adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang
terkandung dalam pengembangan kurikulum.
Pendapat lain mengatakan pengembangan kurikulum dilakukan dengan bersandar pada
prinsip- prinsip seperti berikut:
1) Ada keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika.
2) Memungkinkan memperoleh kesempatan yang sama, dengan maksud ada jaminan
keberpihakan kepada peserta didik yang kurang beruntung dari segi ekonomi dan sosial
yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul.
3) Memperkuat identitas Nasional dengan tujuan untuk mempertahankan kelanjutan
tradisi budaya yang bermanfaat dan mengembangkan kesadaran, semangat, dan kesatuan.
4) Mengikuti perkembangan pengetahuan dengan fokus dapat mendorong subyek didik
meningkatkan kemampuan metakognitif, kemampuan berpikir dan belajar dalam
mengakses, memilih, menilai pengetahuan, dan mengatasi situasi yang membingungkan
dan penuh ketidakpastian.
5) Mampu menyongsong tantangan teknologi informasi dan teknologi yang berpotensi
memudahkan belajar elektronik atau belajar dengan kabel on-line yang mempermudah
akses ke dalam informasi .dan ilmu pengetahuan baru yang tidak tertulis dalam
kurikulum.
6) Mengembangkan keterampilan hidup agar peserta didik mampu menghadapi tantangan
hidup yang terjadi di masyarakatnya. Beberapa aspek utama keterampilan hidup antara
lain kerumahtanggaan, pemecahan masalah, berpikir kritis, komunikasi, dan kemampuan
vokasional.
7) Pengintegrasian unsur-unsur penting ke dalam kurikuler dalam arti kurikulum perlu
memuat dan mengintegrasikan pengetahuan dan sikap, hak-hak asasi, pariwisata,
lingkungan hidup, home economics, perdamaian, demokrasi, dan sebagainya.
8) Menyediakan pendidikan alternatif, prinsip ini menekankan bahwa pendidikan tidak
hanya terjadi secara formal di sekolah namun berlangsung di mana-mana.
9) Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan yang bertumpu pada usaha
memandirikan belajar, berkolaborasi, mengadakan pengamatan. Dalam hal ini peran
utama pengajar sebagai fasilitator belajar.
10) Pendidikan multikultur dan multibahasa melalui implementasi metodik yang
produktif dan kontekstual untuk mengakomodasikan sifat dan sikap masyarakat
pluralistik dalam kerangka pembentukan jati diri bangsa.
11) Penilaian berkelanjutan dan komprehensif.
12) Pendidikan sepanjang hayat (life long education) dengan penekanan pada penyediaan
kompetensi dan materi yang berguna bukan untuk kepentingan masa sekarang, tetapi juga
untuk masa mendatang.

BAB III
PERJALANAN KURIKULUM PENDIDIKAN INDONESIA

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004,
dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan
sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu
Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan
serta pendekatan dalam merealisasikannya.

A. Rencana pelajaran 1947


Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan, dalam
bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran. Istilah ini lebih popular ketimbang curriculum
(bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada
saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan
kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan
sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem
pendidikan kolonial Belanda. Hal itu karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih
dalam semangat juang merebut kemerdekaan. Maka pendidikan sebagai development
conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang
merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah
kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950.
Bentuknya memuat dua hal pokok:
a) Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
b) Garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. yang diutamakan pendidikan
watak
a) Kesadaran bernegara dan bermasyarakat
b) Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari
c) Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
B. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran
Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-
1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung
Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum
1964.
Fokusnya pada pengembangan Pancawardhana, yaitu :
a. Daya cipta
b. Rasa
c. Karsa
d. Karya
e. Moral
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi:
a. Moral
b. Kecerdasan
c. Emosional/artistic
d. Keprigelan (keterampilan)
e. Jasmaniah.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
C. Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok
pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah
mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan
pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan,
dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila
sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata
pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak
mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja
yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
D. Kurikulum 1975
1. Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1975
Dalam Kata Pengantar Kurikulum 1975, Menteri Pendidikan Republik Indonesia pada
waktu itu Sjarif Thajeb, menjelaskan tentang latar belakang ditetapkanya Kurikulum
1975 sebagai pedoman pelaksanaan pengajaran di sekolah. Penjelasan tersebut sebagai
berikut :
1) Sejak Tahun 1969 di Negara Indonesia telah banyak perubahan yang terjadi sebagai
akibat lajunya pembangunan nasional, yang mempunyai dampak baru terhadap program
pendidikan nasional. Hal-hal yang mempengaruhi program maupun kebijaksanaan
pemerintah yang menyebabkan pembaharuan itu adalah :
a) Selama Pelita I, yang dimulai pada tahun 1969, telah banyak timbul gagasan baru
tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
b) Adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan
dalam GBHN yang antara lain berbunyi : “Mengejar ketinggalan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat lajunya pembangunan.
c) Adanya hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaaan mendorong pemerintah untuk meninjau kebijaksanaan pendidikan
nasional.
d) Adanya inovasi dalam system belajar-mengajar yang dianggap lebih efisien dan efektif
yang telah memasuki dunia pendidikan Indonesia.
e) Keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan untuk meninjau system yang
kini sedang berlaku.
2) Pada Kurikulum 1968, hal-hal yang merupakan faktor kebijaksanaan pemerintah yang
berkembang dalam rangka pembangunan nasional tersebut belum diperhitungkan,
sehingga diperlukan peninjauan terhadap Kurikulum 1968 tersebut agar sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang sedang membangun.

2. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan prinsip-prinsip di


antaranya sebagai berikut :
1) Berorientasi pada tujuan.
2) Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan
peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4) Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada
tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku
siswa.
5) Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (drill).
3. Komponen Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 memuat ketentuan dan pedoman yang meliputi unsur-unsur :
1) Tujuan institusional baik SMP maupun SMA. Tujuan Institusional adalah tujuan yang
hendak dicapai lembaga dalam melaksanakan program pendidikannya
2) Struktur program KurikulumStruktur program adalah kerangka umum program
pengajaran yang akan diberikan pada tiap sekolah.
3) Garis-Garis Besar Program PengajaranSesuai dengan namanya, Garis-Garis Besar
Program Pengajaran, pada bagian ini dimuat hal-hal yang berhubungan dengan program
pengajaran, yaitu :
(a) Tujuan Kurikuler, yaitu tujuan yang harus dicapai setelah mengikuti program
pengajaran yang bersangkutan selama masa pendidikan.
(b) Tujuan Instruksional Umum, yaitu tujuan yang hendak dicapai dalam setiap satuan
pelajaran baik dalam satu semester maupun satu tahun.
(c) Pokok bahasan yang harus dikembangkan untuk dijadikan bahan pelajaran bagi para
siswa agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
(d) Urutan penyampaian bahan pelajaran dari tahun pelajaran satu ke tahun pelajaran
berikutnya dan dari semester satu ke semester berikutnya.
4) Sistem Penyajian dengan Pendekatan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional)
Sistem PPSI ini berpandangan bahwa proses belajar-mengajar sebagai suatu system yang
senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan. Sistem pembelajaran dengan pendekatan
system instruksional inilah yang merupakan pembaharuan dalam system pengajaran di
Indonesia.
5) Sistem Penilaian. Dengan melaksanakan PPSI, penilaian diberikan pada setiap akhir
pelajaran atau pada akhir satuan pelajaran tertentu. Inilah yang membedakan dengan
kurikulum sebelumnya yang memberikan penilaian pada akhir semester atau akhir tahun
saja.
6) Sistem Bimbingan dan Penyuluhan. Setiap siswa memiliki tingkat kecepatan belajar
yang tidak sama. Di samping itu mereka mereka memerlukan pengarahan yang akan
mengembagkan mereka menjadi manusia yang mampu meraih masa depan yang lebih
baik. Dalam kaitan ini maka perlu adanya bimbingan dan penyuluhan bagi para siswa
dalam meniti hidupnya meraih masa depan yang diharapkanya.
7) Supervisi dan Administrasi. Sebagai suat lembaga pendidikan memerlukan
pengelolaan yang terarah, baik yang digunakan oleh para guru, administrator sekolah,
maupun para pengamat sekolah. Bagaimana teknik supervisi dan administrasi sekolah ini
dapat dipelajari pada Pedoman pelaksanaan kurikulum tentang supervise dan
administrasi.
Ketujuh unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang mewarnai Kurikulum 1975 sebagai
suatu sistem pengajaran.
E. Kurikulum 1984
1. Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1984
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan
sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan
keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke
kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian
kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah
sebagai berikut.
a. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
b. Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan
kemampuan anak didik.
c. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
d. Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
e. Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan
yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat
atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
f. Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan
perkembangan lapangan kerja.
2. Ciri-ciri Kurikulum 1984
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan
masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975
dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum
1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian
pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah
harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus
dicapai siswa.
b. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif
(CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan
siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor.
c. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah
pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan
keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan
luas materi pelajaran yang diberikan.
d. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep
yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan
latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media
digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
e. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian
materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada
jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan
abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan.
Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
f. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah
pendekatan belajar-mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan
keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya.
Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam
mencapai tujuan pelajaran.
3. Kebijakan Dalam Penyusunan Kurikulum 1984
Kebijakan dalam penyusunan Kurikulum 1984 adalah sebagai berikut :
a. Adanya perubahan dalam perangkat mata pelajaran inti
Kalau pada Kurikulum 1975 terdapat delapan pelajaran inti, pada Kurikulum 1984
terdapat enam belas mata pelajaran inti. Mata pelajaran yang termasuk kelompok inti
tersebut adalah : Agama, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa, Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia, Geografi Indonesia, Geografi Dunia,
Ekonomi, Kimia, Fisika, Biologi, Matematika, Bahasa Inggris, Kesenian, Keterampilan,
Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Sejarah Dunia dan Nasional.
b. Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan masing-masing.
c. Perubahan program jurusan
Kalau semula pada Kurikulum 1975 terdapat 3 jurusan di SMA, yaitu IPA, IPS, Bahasa,
maka dalam Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan dalam program A dan B.
Program A terdiri dari :
i. A1, penekanan pada mata pelajaran Fisika
ii. A2, penekanan pada mata pelajaran Biologi
iii. A3, penekanan pada mata pelajaran Ekonomi
iv. A4, penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya
Sedangkan program B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan
yang akan dapat menerjunkan siswa langsung berkecimpung di masyarakat. Tetapi
mengingat program B memerlukan sarana sekolah yang cukup maka program ini untuk
sementara ditiadakan.
d. Pentahapan waktu pelaksanaan
Kurikulum 1984 dilaksanakan secara bertahap dari kelas I SMA berturut tahun
berikutnya di kelas yang lebih tinggi.

F. Kurikulum 1994
1. Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1994
Adapun yang menjadi latar belakang diberlakukanya kurikulum 1994 adalah sebagai
berikut :
a. Bahwa sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang.
b. Bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan, diperlukan
peningkatan dan penyempurnaan pentelenggaraan pendidikan nasional, yang disesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, perkembangan
masyarakat, serta kebutuhan pembangunan.
c. Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional maka Kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut.
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan
pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang
memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan
pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih
mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu
dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum
di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup
banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu
akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai
dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam
satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk
dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.

2. Pokok Kurikulum 1994


Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya
sebagai berikut.
a. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.
b. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
c. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum
untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga
daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan
lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
d. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam
mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban
konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
e. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan
terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan
pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
f. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang
sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
g. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama
sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content
oriented), di antaranya sebagai berikut.
a. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/substansi setiap mata pelajaran
b. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini
mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah
satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.
Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip
penyempurnaan kurikulum, yaitu;
a. Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan
kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan
kebutuhan masyarakat.
b. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara
tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan
serta sarana pendukungnya.
c. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi
pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
d. Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan
materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
e. Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikan dan
tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang
tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan
bertahap yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.

G. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004


Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus
dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata
pelajaran matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang
persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu
diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu
bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan
adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan
lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik
menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25
tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Sehingga dikembangkan kurikulum baru yang
diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Menurut Mulyasa (2006:39) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah suatu
konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat
dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi
tertentu.
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah
dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak
secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi
kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk
melakukan sesuatu (Puskur, 2002:55). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep
kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut.
1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai
konteks.
2. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi
kompeten.
3. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang
dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
4. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan
luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
(Puskur, 2002:56).
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar
mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum
sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang
diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang
bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan
kebutuhannya.
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa
yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan
kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara
bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok,
yaitu:
1. pemilihan kompetensi yang sesuai.
2. spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian
kompetensi.
3. pengembangan sistem pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi. (Depdiknas dalam Mulyasa, 2004:42)
Mulyasa (2004:40-41) mengemukakan tiga landasan teoritis yang mendasari kurikulum
berbasis kompetensi, yaitu :
1. Adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual.
Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri sesuai dengan
kemampuan masing-masing, serta tidak tergantung kepada orang lain.
2. Pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagai
penguasaan (learning for mastery) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan
bahwa dengan system pembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapat mempelajari
semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik.
3. Pendefinisian kembali terhadap bakat. Dalam kaitan ini Hall (1986) sebagaimana
dikutip dari Mulyasa (2004 : 41) menyatakan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai
tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup.
Menurut Wardhani (2004: 2) kerangka dasar KBK memuat tentang :
1. Kompetensi: Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai
yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
2. Standar Kompetensi: Standar kompetensi merupakan seperangkat kompetensi yang
dibakukan secara nasional dan diwujudkan dengan hasil belajar peserta didik. Standar
kompetensi merupakan hasil jabaran dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Penjabaran standar kompetensi terdiri atas: standar kompetensi lintas kurikulum, standar
kompetensi lulusan, standar kompetensi bahan kajian, standar kompetensi mata pelajaran,
standar kompetensi mata pelajaran per kelas.
3. Penilaian pada kurikulum 2004: Penilaian berbasis kelas yaitu dilakukan oleh guru,
bersifat internal, bagian dari pembelajaran, sebagai bahan untuk memperbaiki mutu hasil
belajar, berorientasi pada kompetensi, menggunakan acuan patokan/kriteria dan
ketuntasan belajar (individu peserta didik), dilakukan dengan berbagai cara.
4. Kegiatan pembelajaran pada kurikulum 2004: Kegiatan pernbelajaran berpusat pada
peserta didik, mengembangkan kreatifitas, kontekstual, menantang dan menyenangkan,
menyediakan pengalaman belajar yang beragam, belajar melalui berbuat.
5. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah: Mengacu pada visi dan misi sekolah, sekolah
mengembangkan perangkat kurikulum (silabus, program penilaian, dan rencana ,
pembelajaran), pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lainnya untuk
meningkatkan mutu hasil belajar, pemantauan dan penilaian untuk meningkatkan
efisiensi, kinerja dan kualitas pelayanan terhadap peserta didik, berkolaborasi secara
horisontal (dengan sekolah lain, komite sekolah, organisasi profesi) dan vertikal (dewan
pendidikan dan dinas pendidikan).
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran
memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang
diharapkan dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia, Kompetensi dasar bahasa Indonesia merupakan pernyataan minimal atau
memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau
subaspek mata pelajaran bahasa Indonesia. (Puskur, 2002b).
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran bahasa Indonesia merupakan gambaran kompetensi
yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran
mata pelajaran bahasa Indonesia. Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk mencapai
keterampilan (kecakapan) bahasa Indonesia yang mencakup kemampuan mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, dan memiliki sikap menghargai dan mengapresiasi bahasa
dan sastra Indonesia.
Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen
aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran,
disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar
ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil
belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu
lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan
keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang
dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk
menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil
belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk
menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator
bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk
membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk
menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan
bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat
ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan
tugas lainnya.

H. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)/Kurikulum Sekolah


Kurikulum terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang selanjutnya ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006.
Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat 15, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP dilakukan
oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi serta kompetensi
dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Disamping
itu, pengembangan KTSP harus disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan, potensi
dan karakteristik daerah, serta peserta didik.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut
berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
tersebut dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik
daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
Terdapat beberapa tujuan mengapa pemerintah memberlakukan KTSP pada setiap
jenjang pendidikan. Tujuan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan
memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada
lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
2. Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas
pendidikan yang akan dicapai. Mulyasa (2006: 22-23)
Mulyasa (2006: 23) mengemukakan bahwa KTSP perlu diterapkan pada satuan
pendidikan berkaitan dengan tujuh hal berikut :
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang
akan dikembangkan.
3. Pengambilan keputusan lebih baik dilakukan oleh sekolah karena sekolah sendiri yang
paling tahu yang terbaik bagi sekolah tersebut.
4. Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum dapat
menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
5. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikannya masing-masing.
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
7. Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah secara
cepat serta mengakomodasikannya dengan KTSP.

KTSP dikembangkan dengan dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah


sebagai berikut :
1. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
3. Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
4. Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
5. Permendiknas nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas nomor 22 dan
23 tahun 2006.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas nomor 22 tahun
2006 sebagaimana dikutip dari Mulyasa (2006: 151-153) adalah sebagai berikut :
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan
lingkungannya.
Pengembangan kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa peserta didik adalah sentral
proses pendidikan agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, serta
warga negara yang demokratis sehingga perlu disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan lingkungan peserta didik.
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman peserta didik, kondisi
daerah dengan tidak membedakan agama, suku, budaya, adat, serta status sosial ekonomi
dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan
lokal, dan pengembangan diri secara terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
berkembang secara dinamis.
4. Relevan dengan kebutuhan.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan relevansi pendidikan tersebut dengan
kebutuhan hidup dan dunia kerja.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua
jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan global, nasional, dan
lokal untuk membangun kehidupan masyarakat.

Menurut Mulyasa (2006: 153-167), terdapat tujuh strategi yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan KTSP di sekolah. Strategi-strategi tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Sosialisasi KTSP di sekolah
Sosialisasi KTSP terhadap seluruh warga sekolah bahkan terhadap masyarakat dan orang
tua peserta didik dapat meningkatkan pengenalan dan pemahaman warga sekolah
terhadap visi dan misi sekolah, serta KTSP yang akan dikembangkan. Hal ini bertujuan
agar KTSP dapat dilaksanakan secara optimal serta warga sekolah, masyarakat, dan
orang tua merasa memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan KTSP.

2. Menciptakan suasana yang kondusif


Lingkungan sekolah yang aman, nyaman, tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari
warga sekolah, serta adanya kegiatan-kegiatan yang terpusat pada diri peserta didik
merupakan iklim yang dapat membangkitkan nafsu, gairah, dan semangat belajar.
Iklim belajar yang kondusif antara lain dapat dikembangkan dengan pelayanan dan
kegiatan sebagai berikut :
a. Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam
melaksanakan tugas pembelajaran.
b. Memberikan pembelajaran remidial bagi peserta didik yang kurang berprestasi.
c. Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, dan nyaman. Termasuk dalam
hal ini adalah penyediaan bahan pembelajaran yang menarik dan menantang bagi peserta
didik.
d. Menciptakan kerja sama saling menghargai baik antar peserta didik maupun antara
peserta didik dengan guru.
e. Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan pembelajaran
f. Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta
didik dengan guru sehingga guru dapat lebih bertindak sebagai fasilitator pembelajaran.
g. Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada
evaluasi diri.
Dapat dilihat bahwa hal-hal yang dapat dilakukan dalam perwujudan iklim yang kondusif
hampir seluruhnya terjadi di lingkungan kelas sehingga komponen yang paling berperan
dalam hal ini adalah guru. Dengan demikian dibutuhkan kesiapan yang matang dari guru
dalam pelaksanaan KTSP.

3. Menyiapkan sumber belajar


Sumber belajar yang perlu dikembangkan dalam KTSP di sekolah antara lain
laboratorium, pusat sumber belajar, dan perpustakaan, serta tenaga pengelola yang
profesional. Kreatifitas guru dan peserta didik perlu senantiasa ditingkatkan untuk
membuat dan mengembangkan alat-alat pembelajaran serta alat peraga lain yang berguna
bagi peningkatan kualitas pembelajaran. Kewajiban yang harus melekat pada diri setiap
guru adalah untuk berkreasi, berimprovisasi, berinisiatif, dan berinovatif.

4. Membina disiplin
Dalam pengembangan KTSP, guru harus mampu membina kedisiplinan peserta didik,
terutama disiplin diri (self- discipline). Beberapa strategi yang dapat digunakan dalam
mengembangkan disiplin di sekolah menurut Mulyasa (2006 : 159-160) antara lain :
a. Konsep diri. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik,
menerima, hangat, terbuka sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan
perasaannya dalam memecahkan masalah.
b. Guru harus memiliki ketrampilan berkomunikasi secara efektif agar dapat mendorong
kepatuhan peserta didik.
c. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami. Guru disarankan menunjukkan secara tepat
perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik mengatasi perilakunya serta guru
dapat memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
d. Klarifikasi nilai. Ini dilakukan untuk membantu siswa mengetahui tentang nilai-nilai
dan membentuk sistem nilainya sendiri.
e. Analisis transaksional. Dalam hal ini guru disarankan belajar sebagai orang dewasa,
terutama dalam menghadapi siswa yang bermasalah.

5. Mengembangkan kemandirian kepala sekolah


Kemandirian dan profesionalisme kepala sekolah merupakan salah satu faktor penting
dalam pelaksanaan KTSP di sekolah. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan KTSP
diperlukan kemampuan manajemen serta kepemimpinan yang tangguh agar mampu
mengambil keputusan dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
Kemandirian kepala sekolah terutama diperlukan dalam memobilisasi sumber daya
sekolah dalam kaitannya dengan KTSP, pengembangan silabus, pembelajaran, sarana dan
sumber belajar, pelayanan peserta didik, dan penciptaan iklim sekolah.

6. Membangun karakter guru


Guru merupakan faktor penting dalam keberhasilan proses dan hasil belajar.
Pengembangan KTSP menuntut aktifitas dan kreatifitas guru dalam membentuk
kompetensi peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran harus sebanyak mungkin
melibatkan peserta didik. Dengan demikian, perlu dibangun karakter guru, agar mereka
mempu menjadi fasilitator dan mitra belajar bagi peserta didik. Dalam hal ini tugas guru
tidak hanya menyampaikan informasi melainkan juga sebagai fasilitator yang
memberikan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik.

7. Memberdayakan Staf
Keberhasilan pendidikan di sekolah juga sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala
sekolah dalam pemberdayaan staf. Adapun fungsi manajemen staf yang harus dilakukan
kepala sekolah adalah menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi staf guna
mencapai tujuan pendidikan secara optimal.

BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
Perubahan kurikulum di setiap Negara perlu dilaksanakan setiap saat. Saat dilaksanakan
perubahan kurikulum manakala ada perubahan yang signifikan dalam sendi kehidupan.
Pada saat sekarang perubahan itu terjadi setiap saat. Dan kurikulum harus selalu mutakhir
agar lulusan dari sebuah lembaga pendidikan diterima oleh masyarakat. Maka yang harus
diperhatikan kurikulum harus siap menghadapi maa depan.
Kurikulum yang bagus adalah kurikulum yang mampu menyiapkan lulusan untuk siap
hidup di masyarakat pada saatnya. Oleh sebab itu, kurikulum harus mampu memprediksi
masa depan agar begitu seorang siswa lulus dari lembaga pendidikan dia bisa hidup layak
Perubahan kurikulum harus memperhatikan filosofi Negara tersebut dan memperhatikan
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
Di Indonesia sejak merdeka tahun 1945 sampai sekarang sudah mengalami beberapa kali
perubahan kurikulum. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan
nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975,
1984, 1994, 2004, dan KTSP 2006. Setiap perubahan kurikulum memiliki ciri dan
karakter tersendiri. Namun kita yakin setiap perubahan kurikulum tujuannya baik.

B. Saran
Kita tidak boleh apriori ketika ada perubahan kurikulum. Istilah “ganti menteri ganti
kurikulum” merupakan pernyataan yang tidak tepat. Apalagi sekarang, setiap lima tahun
peradaban sangat berubah. Serta-merta kurikulum juga harus berubah. Jadi kita harus
selalu siap dengan perubahan. Tidak ada yang abadi di dunia ini, yang abadi adalah
perubahan itu sendiri. Setiap saat pasti ada perubahan. Manusia yang siap maju adalah
manusia yang siap dengan perubahan.

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, andi. 2008. //andibagus.blogspot.com/2008/03/kurikulumm –pendidikan-di-


indonesia.html. 8 januari 2009.
Dwitagama, dedi. 2007. //kesadaransejarah.blogspot.com./2007/11/kurikulum-
pendidikan-kita. Html. Rabu januari 2009.
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jumari, kang. 2007. http:// kangjumari.blogspot.com/27/12/kurikulum-di-indoonesia-
pembahuruan.html. rabu. 8 januari 2009.
Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdkarya.
_________. 2006. Kurikulum Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
_________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution. 1999. Asas – asas kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suderadjat, Hari. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung:
CV Cipta Cekas Grafika.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Manfat 1
BAB II LANDASAN TEORI 2
A. Prinsip Pengembangan Kurikulum 2
BAB III 5
PERJALANAN KURIKULUM PENDIDIKAN INDONESIA 5
A. Rencana pelajaran 1947 5
B. Rencana Pelajaran Terurai 1952 6
C. Kurikulum 1968 7
D. Kurikulum 1975 7
1. Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1975 7
2. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum 1975 8
3. Komponen Kurikulum 1975 8
E. Kurikulum 1984 10
1. Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1984 10
2. Ciri-ciri Kurikulum 1984 10
3. Kebijakan Dalam Penyusunan Kurikulum 1984 11
F. Kurikulum 1994 12
1. Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1994 12
2. Pokok Kurikulum 1994 13
G. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004 15
H. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 19
BAB IV PENUTUP 25
A. Simpulan 25
B. Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26

Anda mungkin juga menyukai