Anda di halaman 1dari 15

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM BIDANG KURIKULUM (BAHASA INDONESIA)

DI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH


(Perkembangan Kurikulum Bahasa Indonesia dari tahun 1968 s.d sekarang)

Dikaikan dg 5 W 1H (what, why, who, whre, when)and how.

SISTEMATIKA
I. Pendahuluan
I.1 Latar belakang
I.2 Lingkup Pembahasan
I.3 Tujuan
I.4 Manfaat
2. Pembahasan
2.1 Perkembangan Kurikulum di Indonesia (Hakikat kurikulum, Alasan Pengembangan, Prinsip
Pengembangan,)
2.2 Perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia
2.3 Perkembangan Kurikulum bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertaama(SMP)
2.4 Implikasi perubahan perubahan kurikulum terhadap kompetensi berbahasa Indoesia dan
perkembangan bahasa Indonesia
3. Penutup
3.1 Simpulan
3.2 Saran
Daftar Rujukan

I.5 Latar belakang

Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan
nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum pendidikan dasar dan menengah,
karena kebijakan ini menjadi dasar bagi pelaksanaan proses pembelajaran di setiap satuan
pendidikan. Sistem pendidikan nasional harus mampu menghasilkan kurikulum yang berpotensi
menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia. Agar lulusan pendidikan
nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan
internasional, kurikulum di masa depan perlu dirancang sedini mungkin. Namun untuk itu perlu
dilakukan dahulu kajian terhadap kebijakan yang terkait dengan kurikulum yang berlaku pada
saat ini. Kajian saat ini difokuskan pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang
termuat di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006.
……

Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 37 menyatakan
bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama; pendidikan
kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu pengetahuan sosial; seni
dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga; keterampilan/kejuruan; dan muatan lokal.
Pernyataan mengenai kurikulum yang diatur d dalam undang-undang tersebut memiliki pengaruh
yang cukup besar dalam merumuskan kebijakan dalam pengembangan kurikulum. Kebijakan
yang diluncurkan menjadi dasar bagi pelaksanaan proses pembelajaran di setiap satuan
pendidikan. Terkait dengan kebijakan ini telah dikeluarkan Permendiknas No. 23 tahun 2006
tentang Standar Isi (SI) dan Permendiknas No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Kajian kebijakan kurikulum mata pelajaran Bahasa ini bertujuan melakukan kajian dan
telaahan terhadap Standar Isi, khususnya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran bahasa. Hasil dari kajian ini untuk memberikan masukan kepada Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) dalam menyempurnaka Standar Isi.
Ruang lingkup kajian meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia SD, SMP, dan SMA
sertamata pelajaran Bahasa Inggris SMP dan SMA. Kajian difokuskan pada dokumen dan
pelaksanaan yang dilakukan melalui seminar, diskusi fokus, workshop, dan presentasi. Peserta
kajian terdiri atas ahli dari perguruan tinggi dan lembaga terkait, guru, dan staf Pusat Kurikulum.
Secara umum, hasil kajian menunjukkan ada kelemahan pada dokumen dan
permasalahan dalam pelaksanaan pada mata pelajaran bahasa. Kelemahan pada Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia antara lain ditemukannya
beberapa kata dan kalimat pada kompetensi dasar yang ditafsirkan ganda oleh guru sehingga
arah pengembangan indikator tidak jelas, terdapat rumusan ompetensi dasar yang dipaksakan
yang mestinya bisa dijadikan satu KD karena pokok utamanya sama, terdapat kompetensi dasar
yang tidak dipayungi standar kompetensi, beban belajar siswa kelas IX pada semester 2 terlalu
berat sehingga perlunya pemindahan kompetensi dasar ke semester 1 dan pada pelaksanaan
terdapat beberapa permasalahan, antara lain guru belum dapat melakukan pemetaan kompetensi
dasar dari empat aspek bahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, guru
mengalami kesulitan dalam memahami rumusan yang terkandung dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Pada dokumen mata pelajaran Bahasa Inggris terdapat beberapa kelemahan,
antara lain terjadi pengulangan rumusan kompetensi komunikatif yang sama bahkan sampai
sebanyak empat kali dan terdapat rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terlalu
sulit bagi siswa kelas. Pada pelaksanaan juga terdapat beberapa permasalahan, antara lain guru
tidak dapat membaca standar kompetensidan kompetensi dasar dengan benar dan guru belum
terbiasa merancang proses belajar berdasarkan kurikulum sehingga tidak terbiasa membaca
kurikulum.
Terkait dengan kelemahan dan permasalahan di atas maka perlu dilakukan
penyempurnaan terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa
Indonesia dan mata pelajaran Bahasa Inggris. Penyempurnaan tertuma dilakukan terhadap
rumusan dan penempatan kompetensi. Pada aspek pelaksanaan juga perlu dilakukan berbagai
usaha agar guru mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik, antara lain
dengan melakukan pelatihan-pelatihan dan penulisan model-model yang dapat dijadikan acuan
oleh guru.

1. Konsep Dasar Kurikulum

A.Kurikulum
Kurikulum adalah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajarai oleh siswa untuk
memperoleh sejumlah pengetahuan (Hamalik, 2003: 16). Menurut nasution (1999: 5) kurikulum adalah
segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar apakah dalam ruangan kelas, dihalaman
sekolahataupun diluar sekolah termsuk kurikulum.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sebelum menentukan materi pelajaran, waktu yang dibutuhkan, cara menyampaikan, lembaga
pendidikan  perlu menentukan terlebih dahulu tujuan pendidikan yang dikelolanya. Manusia
seperti apa yang lembaga pendidikan harapkan? Kurikulum harus dapat menjadi solusi
memenuhi kebutuhan peserta didik untuk mewujudkan yang dicita-citakan.

Muatan kurikulum sesungguhnya merupakan materi yang dirumuskan untuk menunjang


terwujudnya manusia yang memiliki kepribadian, kecerdasan, kehandalan dalam bekerja, serta
keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk meraih kemuliaan hidup.

Prinsip Pengembangan Kurikulum
Posted on 31 Januari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT

Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup:


perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun
kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk
menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan
Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan
kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari
pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat
ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan
dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus,
pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa
berkepentingan dengan pendidikan.

Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya
merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam
kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu,
dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan
prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya,
sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu
pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip –
prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip
khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi
pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan
dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan
penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi
dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan
potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan
masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang
dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta
didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal,
maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum
harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang
pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat
dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum
mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-
prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik
memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik,
kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku,
budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi
substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri
secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan
tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum
dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong
peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan
melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan
dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia
usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,
keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan
vokasional merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi
kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan
secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal
dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah
untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan
nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan
dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rentjana Pembelajaran 1947.
Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada
saat itu masih dalam psoses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utama kurikulum
ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain.

Setelah rentjana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami
penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Yang menjadi ciri
dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari.

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum
pendidikan di Indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana pendidikan 1964. yang menjadi ciri
dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan
moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.

Kurikulum 1968 merupakan pemabaharuan dari kurikulum 1964. Yaitu perubahan struktur
pendiddikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Pemabelajaran diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan serta pengembangan fisik yang sehat dan kuat

kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih
efisien dan efektif. Metode materi dirinci pada Prosedur Pengembangan Sistem Instruksi (PPSI).
Menurut Mudjito (dalam Dwitagama: 2008) Zaman ini dikenal dengan istilah satuan pelajaran yaitu
pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan intruksional
khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1984 mengusung proses skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi
faktor tujuan itu penting. Kurikulum ini juga sering disebut dengan kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebgai subyek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan,hingga melaporkan. Model ini disebut dengan model Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA).

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya
ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,”
kata Mudjito menjelaskan (dalam Dwitagama: 2008).

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada
sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup
banyak.

Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada
materi pelajaran/isi).
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua
siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat
mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat
sekitar.

Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan
siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat
memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka,
dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok
bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara
pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari
hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan
pemahaman.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat
dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya
sebagai berikut:
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/
substansi setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan
berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

Permasalahan di atas saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para
pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan
itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap
mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang
ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana
pendukungnya.

Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan
kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi
pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap
dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di
sekolah.

Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu
tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang. Implementasi
pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang
dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di
bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan
struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis
dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.

Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK
adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus
dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan
dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada
pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi
tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap
serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk
kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.

Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:


Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.

Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi. Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan
Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar
nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan,
(4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.

Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan
kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang
disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi
dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi
(dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.

Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi. Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan
KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana
pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi,
struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan
silabusnya

Menurut hemat saya dari setiap perubahan kurikulum pendidikan telah menunjukkan perbaikan dari
kurikulum-kurikulum sebelumnya. Namun hal itu tidak dibarengi dengan kemajuan kompetensi
siswa yang dimiliki. Hal ini terbukti dari posisi negara kita dalam tingkat kemajuan pendidikan masih
kalah jauh dengan negara tetangga yang notabene secara geografis negara kita lebih luas. Logikanya
semakin luas, jumlah pendudukpun semakin banyak, otomatis bannyak bakat-bakat yang terdapat
dalam setiap individu-individu bangsa Indonesia. Menurut Okta (2007), Secara peringkat.
Berdasarkan dalam laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan,
United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada Kamis
(29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di
antara 130 negara di dunia. Mau tidak mau, itu menggambarkan bahwa kualitas pendidikan kita pun
semakin dipertanyakan. Sebab, tingkat pendidikan Indonesia kian melorot.

Jika melihat fakta ini sungguh ironis, tidak sebanding dengan fakta atas perubahan-perubahan yang
sudah dilakukan sebanyak 7 kali yaitu pada tahun 1947, 1952, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006.
Menurut (dari di internet) negeri kita hanya mampu menjadi bangsa “panjual” tenaga kerja murah
di negeri orang. Dari pendapt di atas dapat disimpulkan betapa gagalnya dunia pendidikan di negara
kita ini yang telah gagal dalam melahirkan tenaga-tenga yang berkualitas yang mampu bersaing
dalam dunia kerja, walaupun kurikulum telah mengalami perubahan sebanyak 7 kali, atau bisa
disebut berkali-kali.
Hal ini juga diungkapkan oleh Prof. Aleks Maryunus guru besar Universitas Negeri Padang
menyebutkan bahwa “selama ini sibuk mengurusi dan membenahi dokumen tetulisnya saja”.
Menurutnya perubahan kurikulum di negara kita lebih menitikberatkan pada perubahan konsep
tertulisnya saja (berupa buku-bukupelajran dan silabus saja) tanpa mau memperbaiki proses
pelaksanaannya di tingkat sekolah. Sedangkan proses dan hasilnya tak pernah mampu dijawab oleh
kurikulum pendidikan kita.

Kurikulum kita 7 kali telah mengalami pergantian. Faktor-faktor apa saja yang menyababkan
perubahan itu. Jika diamati perubahan kurikulum dari tahun 1947 hingga 2006 yang menjadi faktor
atas perubahan itu diantaranya: (1) menyesuaikan dengan perkembangan jaman, hal ini dapat kita
lihat awal perubahan kurikulum dari rentJana pelajaran 1947 menjadi renjtana pelajaran terurai
1952. Awalya hanya mengikuti atau meneruskan kurikulum yang ada kemudian dikembangkan lagi
dengan lebih menfokuskan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. (2) kepentingan politis semata,
hal ini sangat jelas terekam dalam perubahan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurklum 2006 (KTSP).
Secara matematis masa aktif kurikulum 2004 sebelum diubah menjadi kurikulum 2006 hanya
bertahan selama 2 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan perkembangan sebelum-sebelumnya. Dalam
kurun waktu yang singkat ini, kita tidak bisa membuktikan baik tidaknya sebuah kerikulum. Hal
senada juga diungkapkan oleh Bagus (2008), menyebutkan bahwa lahirnya kurikulum 1968 hanya
bersifat politis saja, yaitu mengganti Rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde
Lama.

Hal senada juga diungkapkan oleh Hamalik (2003: 19) menyebutkan bahwa dalam perubahan
kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1.Tujuan filsafat pendidikan nasional yang dijadikan yang dijadikan sebagai dasar untuk
merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan merumuskan tujuan
kurikulum suatu satuan pendidikan.
2.Sosial budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
3.Keadaan lingkungan (interpersonal, kultural, biokologi, geokologi).
4.Kebutuhan pembangunan POLISOSBUDHANKAM
5.Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan
serta budaya bangsa.

Menurut, S. Nasution (dalam Jumari (2007) menyebutkan bahwa perubahan kurikulum mengikuti
dua prosedur, yaitu Administrative approach dan grass roots approach. Administrative approach,
yaitu suatu perubahan atau pembaharuan yang direncanakan oleh pihak atasan untuk kemudian
diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada guru-guru, jadi from the top down, dari
atas ke bawah, atas inisiatif para administrator. Yang kedua, grass roots approach, yaitu yang
dimulai dari akar, from the bottom up, dari bawah ke atas, yakni dari pihak guru atau sekolah secara
individual dengan harapan agar meluas ke sekolah-sekolah lain.

Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum
2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan
otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan
diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Sehingga seorang guru disini
menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntuk
kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di
samping kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia yang
potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena
dalam KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2)
kurangnya sarana dan prasarana yang dimillki oleh sekolah.
Kesimpulan
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan kerikulum dari tahun ketahun
menunjukkan kemajuan yang cukup baik jika diihat dari kontektual. Namun hal itu tidak seiring
dengan kenyataan di lapangan. Keadaan pendidikan mulai saat perubahan kurikulum pertama kali
hingga saat ini, kalau boleh saya bilang kurikulumm Indonesia masih berjalan di Tempat artinya tidak
berkembang hal bisa dibuktikan dengan data yang menunjukkan pperingkat Indonesia masih berada
pada No 62 dari 130 negara yang ada. Hal ini merupakan PR bagi pemerintah bagaimana langkah
yang harus dilakukan.
Sejak ditetapkan sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia terus mengalami
perkembangan. Lebih-lebih setelah pemerintah secara resmi mengangkatnya sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara, pemakaian bahasa Indonesia menjadi lebih luas. Bahkan, hampir
semua bidang kehidupan di negeri ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar perhubungan.

Sebagai alat komunikasi dan interaksi, bahasa Indonesia tidak mungkin menghindari
kontak dengan bahasa-bahasa lain, termasuk dengan bahasa daerah. Sebagaimana kita
ketahui, bahasa daerah yang ada di negeri kita ribuan jumlahnya. Demikian pula masuknya
bahasa asing sebagai konsekuensi perkembangan global, tidak mungkin kita hidari. Justru
bahasa daerah dan bahasa asing tersebut dapat memperkaya bahasa Indonesia terutama dari
segi perbendaharaan kata (Badudu, 1979:7, dalam Warsiman, 2007:1-2).

Sumpah pemuda 28 Oktober 1928, merupakan awal dari ketetapan bahasa Melayu secara
de facto diangkat sebagai bahasa nasional. Pengangkatan bahasa Melayu sebagai bahasa
nasional didasarkan atas: 1) bahasa Melayu sudah lama menjadi lingua franca di kepulauan
Nusantara; 2) bahasa Melayu memiliki sistem yang sederhana; 3) bahasa Melayu mempunyai
potensi untuk dikembangkan; dan 4) suku-suku lain di Indonesia dengan suka rela bersedia
menerima bahasa Melayu sebagai bahasa nasional (Mustakim, 1994:12).

Kesepakatan menerima bahasa Melayu (bahasa Indonesia) menjadi bahasa nasional


secara resmi (de yure) tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36.
Dalam pasal itu selengkapnya berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”.
Sungguhpun bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa nasional, pemerintah tetap
memelihara keberadaan bahasa-bahasa daerah sebagai bagian kekayaan budaya nasional.

Konsekuensi dari ketetapan itu, kedudukan bahasa Indonesia baik sebagai bahasa
nasional maupun bahasa negara, pelestarian, pembinaan dan pengembangannya menjadi
kewajiban bagi setiap warga negara yang merasa dirinya sebagai bangsa Indonesia. Tidak
hanya itu, pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus dilaksanakan dengan
mewajibkan penggunaannya secara baik dan benar.

Untuk mengakomodasi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, khususnya


sebagai bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta
teknologi modern, pemerintah telah berupaya mengembangkan melalui lembaga-lembaga
pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Berdasarkan catatan sejarah sejak, pada tanggal 19 Agustus 1945, Presiden Soekarno
membentuk dua belas kementerian, dan salah satu di antara lembaga kementerian itu adalah
kementerian Pengajaran. Di bawah kementerian inilah pengajaran formal di sekolah-sekolah
diselenggarakan (Rusyana, 1984:79).

Sebagai ketetapan mutlak dari pengejawantahan komitmen tersebut, bahasa Indonesia


harus dipakai sebagai pengantar di setiap jenjang pendidikan yang diselenggarakan di seluruh
tanah air. Sekalipun demikian, kedudukan bahasa daerah tetap berperan penting sebagai
bahasa pengantar pada kelas-kelas awal, mengingat tidak semua anak negeri ini terlahir
dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama.

Upaya pembinanaan dan pengembangan bahasa Indonesia terus dilakukan. Sejak


tahun 1938 hingga dewasa ini setidaknya telah delapan kali kongres bahasa
diselenggarakan. Kebijaksanaan pembakuan bahasa, pedoman peristilahan, pedoman
penyerapan dan sebagainya, terus dilakukan agar bahasa Indonesia mencapai
kesempurnaan, dan dapat menunjukkan jati dirinya.

C. Bahasa Indonesia Dahulu

Setelah kementerian pengajaran berdiri, penetapan kebijaksanaan bidang pengajaran


mulai dijalankan. Tugas kementerian pengajaran tersebut di antaranya adalah
menyusun rencana-rencana pengajaran. Salah satu bagian dari rencana pengajaran itu
adalah rencana pengajaran bahasa Indonesia, mengingat Bahasa Indonesia pada waktu
itu memiliki kedudukan amat penting sebagai identitas negara yang baru saja meraih
kemerdekaan.

Kementerian pengajaran pada tahun 1946 secara resmi mengeluarkan rencana


pelajaran. Rencana pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar misalnya,
kementerian menetapkan alokasi jumlah jam terbesar di antara sebelas matapelajaran
yang lain. Pada waktu itu model pelajaran di sekolah dasar masih menggunakan dua
daftar jam pelajaran yang terbagi atas: sekolah dasar dengan satu bahasa dan sekolah
dasar dengan dua bahasa. Sekolah dasar dengan satu bahasa yang dimaksud adalah
sekolah tersebut hanya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar,
sedangkan sekolah dasar dengan dua bahasa, selain menggunakan bahasa Indonesia,
sekolah tersebut juga menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar terutama pada
kelas-kelas permulaan (Rusyana, 1984:80). Hal ini sesuai dengan kerangka kurikulum
sekolah dasar 1968 yang mengamanatkan pelajaran Bahasa Indonesia digunakan
sebagai bahasa pengantar dari kelas I sampai dengan kelas VI, dan atau digunakan
sebagai bahasa pengantar dari kelas IV sampai dengan kelas VI. Dasar dari dua
kerangka ini tertuang dalam UU tentang Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 tahun
1950.

Berdasarkan ketetapan Undang-Undang tersebut, pengajaran Bahasa Indonesia dibagi


dalam dua kelompok. Kelompok pertama Bahasa Indonesia diajarkan sejak kelas I
sampai dengan kelas VI, sedangkan kelompok kedua diajarkan sejak kelas III sampai
dengan kelas VI. Dengan demikian, jika dihitung akan terdapat perbedaan jumlah jam
pelajaran sebesar 340 jam pada kelompok pertama yang mengajarkan Bahasa
Indonesia selama enam tahun dibandingkan dengan kelompok kedua yang hanya
empat tahun. Dalam Kurikulum 1968 pelajaran Bahasa Indonesia mendapatkan
alokasi jam pelajaran sebesar 1.680, dan alokasi jam pelajaran ini akan semakin
banyak lagi dalam kurikulum tahun 1975, sehingga bidang studi Bahasa Indonesia
menduduki jumlah jam pelajaran terbesar, yaitu delapan jam pelajaran pada setiap
minggu dibandingkan dengan pelajaran yang lain yakni, antara dua sampai enam jam
pelajaran (lihat Rusyana, 1984:80).

Selanjutnya, dalam amanat Undang-Undang itu tujuan umum pengajaran Bahasa


Indonesia adalah untuk menanamkan, memupuk dan mengembangkan: (1) perasaan
dan kesadaran nasional; (2) kecakapan berbahasa Indonesia lisan dan tulisan; (3)
kecakapan berpikir dinamis, rasional dan praktis dalam bahasa Indonesia; dan (4)
kemampuan memahami, mengungkapkan dan menikmati keindahan bahasa Indonesia
yang sederhana baik lisan maupun tulisan (PPK, 1968:97, dalam Rusyana, 1984:82).

Bertolak dari tujuan tersebut upaya penyelenggaraan pengajaran Bahasa Indonesia


dilakukan melalui prosedur pengembangan sistem intruksional, dengan rumusan
tujuan sebagai berikut: 1) tingkah laku murid. Bentuk tingkah laku yang dimaksud,
pelajaran Bahasa Indonesia diharapkan dapat membentuk sikap, perilaku dan
kemampuan siswa dalam menggunakan Bahasa Indonesia; 2) Penetapan materi
pelajaran. Penetapan materi pelajaran yang dimaksud, materi tersebut disesuaikan
dengan tingkat dan jenjang pendidikan anak; 3) Perencanaan kegiatan belajar
mengajar. Perencanaan kegiatan belajar mengajar yang dimaksud adalah penyiapan
dengan sebaik-baiknya segala hal ikhwal berkaitan dengan proses pembelajaran,
karena proses pembelajaran yang disiapkan dengan matang dapat menciptakan minat
yang tinggi terhadap siswa untuk belajar bahasa; 4) Penetapan alat praga. Jika perlu
guru dapat menciptakan alat praga sebagai sarana untuk memudahkan anak
menerima materi pelajaran, dan 5) penetapan alat evaluasi. Maksudnya, guru
menyiapkan seperangkat alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur
kemampuan anak setelah menerima materi pelajaran (cf. Depdikbud, 1976:15-16).

D. Bahasa Indonesia Kini

Sistem pendidikan di Indonesia sampai saat ini dianggap masih belum stabil. Setiap
pergantian pejabat selalu menimbulkan masalah tersendiri. Jika ditengok perjalanan
kurikulum pendidikan kita, selalu saja berganti-ganti. Yang terkini adalah diubahnya
kurikulum berbasis kompetensi menjadi kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP),
meskipun dengan dalih sebagai pengembangan kurikulum sebelumnya.

Banyak praktisi pendidikan yang bingung terhadap kebijaksaan tersebut. Yang lebih
memperihatinkan, sering sebelum kebijaksanaan itu tersosialisasi dengan baik di
tingkat bawah, telah muncul kebijaksanaan baru. Akibatnya para guru banyak yang
putus asa, karena apa yang dilakukan selama ini, sebelum sampai pada tujuan yang
ingin dituju, terpaksa harus berbalik arah.
Imbas dari kebijaksanaan itu dirasakan pula oleh guru-guru Bahasa Indonesia.
Banyak guru Bahasa Indonesia yang turut kebingungan mengikuti arah kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut, sehingga banyak pula diantara mereka yang
akhirnya kembali mengajar dengan menggunakan pola lama.

Dengan ditetapkannya kebijaksanaan tentang ujian akhir nasional (UAN) oleh


pemerintah, di sisi lain merupakan harapan baru bagi perkembangan Bahasa
Indonesia. Dengan ketetapan itu mau tidak mau Bahasa Indonesia akan mendapatkan
apresiasi yang besar di masyarakat, tetapi di lain pihak menjadi beban tersendiri bagi
guru Bahasa Indonesia, karena mereka harus bekerja ekstra memenuhi dua tuntutan
sekaligus. Di sisi lain ia harus pengajar memenuhi tuntutan kurikulum, dan di lain
pihak ia harus mempersiapkan ujian akhir nasional.

Banyak terdengar suatu lembaga pendidikan menetapkan sebuah kebijaksanaan yang


melaggar ketetapan kurikulum. Misalnya, lembaga pendidikan yang hanya
mengajarkan tiga bidang studi kepada siswa-siswanya pada tahun terakhir menjelang
diselenggarakannya ujian akhir nasional, sedangkan matapelajaran lain diabaikan.
Yang lebih parah lagi ada sekolah yang hanya mengadakan driil soal-soal UAN dari
ketiga bidang studi yang akan diujikan tersebut, pada lima atau enam bulan menjelang
diselenggarakannya UAN.

Pelajaran Bahasa Indonesia juga tidak luput dari kebijaksanaan itu. Banyak guru
Bahasa Indonesia harus ikut-ikutan melakukan praktik tersebut agar mereka tidak
disebut gagal dalam mengajar. Sebagaimana persepsi sebagian besar masyarakat,
bahwa keberhasilan guru terletak pada keberhasilannya membawa anak mencapai
nilai tertinggi, atau lulus pada ujian akhir nasional.

E. Bahasa Indonesia Akan Datang

Kendati pelajaran Bahasa Indonsia masuk dalam materi ujian akhir nasional (UAN), tetapi
kenyataan ini tidak seperti yang kita harapan. Dalam UAN itu materi Bahasa Indonesia
banyak berbicara tentang kebahasaan, dan belum sampai berbicara tentang terampil
berbahasa. Padahal, dalam amanat kurikulum pelajaran Bahasa Indonesia hendaknya
mengajarkan anak agar trampil/mahir berbahasa, dan bukan sekedar mengajarkan anak
menguasai tentang bahasa. Penguasaan tentang bahasa seharusnya dijadikan sebagai
jembatan menuju anak terampil/mahir berbahasa.

Amanat kurikulum, pengajaran Bahasa Indonesia seharusnya diajarkan dalam tataran apektif
dan psikomotorik, dan bukan hanya sekedar tataran kognitif. Karena itu, meskipun bahasa
Indonesia masuk dalam ujian akhir nasional, tetapi hendaknya harus tetap memperhatikan
kedua ranah itu sebagai indikator keberhasilan belajar berbahasa.

Diakui banyak guru kesulitan membuat alat ukur dari kedua ranah itu. Lebih-lebih jika kedua
ranah itu harus dimasukkan ke dalam materi ujian akhir nasional. Namun, dapat dimaklumkan
bila penetapan kelulusan tidak diputuskan sepenuhnya oleh pemerintah pusat, mengingat
perkembangan sikap dan perilaku anak (apektif dan psikomotor), yang dianggap

DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nasution. 1999. Asas – asas kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jumari, kang. 2007. http:// kangjumari.blogspot.com/27/12/kurikulum-di-indoonesia-
pembahuruan.html. rabu. 8 januari 2009.
Dwitagama, dedi. 2007. //kesadaransejarah.blogspot.com./2007/11/kurikulum-pendidikan-kita. Html.
Rabu januari 2009.
Bagus, andi. 2008. //andibagus.blogspot.com/2008/03/kurikulumm –pendidikan-di-indonesia.html. 8
januari 2009

Badudu, J.S. 1979. Membina bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Prima

Depdikbud. 1975. Kurikulum Sekolah Dasar 1975: Buku I Ketetapan-Ketetapan Pokok.


Jakarta: Balai Pustaka.

Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa: Panduan ke Arah Kemahiran


Berbahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV
Diponegoro.

Warsiman. 2007. Kaidah bahasa Indonesia yang Benar: untuk Penulisan Karya Ilmiah
(Laporan-Skripsi-Tesis-Desertasi). Bandung: Dewa Ruchi.

Anda mungkin juga menyukai