Anda di halaman 1dari 9

Nama : Intan Hafidhatun Nisaa’

NIM : 200101110047
Kelas/SMT : PAI-B/3
Mata Kuliah : Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen : Prof. Dr. Hj. Sutiah, M.Pd
Subject : UAS Kurikulum Pembelajaran SMT 3

1. Pengembangan Kurikulum
Saat ini proses pengembangan kurikulum di Indonesia mengikuti kebijakan yang
telah ditetapkan dalam UU nomor 20 tahun 2003, PP nomor 19 tahun 2005 dan
Permendiknas nomor 22, 23, dan 24. Berlandaskan ketetapan tersebut, maka proses
pengembangan kurikulum di Indonesia mengikuti dua langkah besar yaitu proses
pengembangan kurikulum yang dilakukan di Pemerintah Pusat dan pengembangan
kurikulum yang dilakukan di setiap satuan pendidikan. Pada sebelumnya sudah
diberlakukan beberapa masa kurikulum seperti kurikulum 1994 dan Kurikulum 2004.
Kurikulum 2004 disebut sebagai implementasi dari hasrat Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003. Sejak tahun 1945 hingga tahun 2013
telah terjadi perubahan kurikulum sebanyak 10 kali yaitu tahun 1947 (Rencana
Pelajaran yang dirinci dalam rencana Pelajaran terurai); Tahun 1964 (Rencana
Pendidikan Sekolah Dasar); Tahun 1968 (Kurikulum Sekolah Dasar); Tahun 1973
(Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pengembangan (PPSP)); Tahun 1975 (Kurikulum
Sekolah Dasar); Tahun 1984 (Kurikulum 1984); Tahun 1997 (Revisi Kurikulum 1984);
Tahun 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)); dan Tahun 2006 (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Tahap-tahap perubahan kurikulum tersebut berubah karena adanya tuntutan
pengembangan kurikulum yang mengikuti perkembangan zaman. Contoh tahapan
pengembangan kurikulum misal dikaitkan dengan pendekatan sentralistik dan
desentralistik. Kedua pendekatan tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan tersendiri. Kelebihan pendekatan sentralistik yaitu mudahnya dicapai
konsensus, sangat baik dalam memelihara budaya nasional sangat membantu dalam
perluasan kesempatan belajar dan mudah dalam mengadakan inovasi. Adapun
kekurangannya yaitu kurang mampu beradaptasi dengan kebutuhan lokal atau daerah.
Sedangkan pendekatan desentralistik mempunyai kelebihan yaitu beradaptasi dengan
keutuhan dan situasi sosial dan budaya lokal, akan tetapi pendekatan ini memiliki
kelemahan terutama yaitu kesulitan untuk mencapai konsensus dan berbagai keragaman
kebutuhan daerah.
Salah satu kebijakan pemerintah dalam menyikapi undang-undang tentang
desentralisasi yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Yang mana pada
hakekatnya merupakan penguat, penyempurna dan koreksi terhadap kebijakan
kurikulum sebelumnya Yang yang berbasis tujuan dan bersifat sentralistik. Kita
menyadari bahwasannya pengembangan kurikulum merupakan proses yang dinamis,
maka dari itu penyusunan dan pelaksanaan KBK didasarkan pada 9 prinsip yaitu:
1) Budi pekerti luhur, dan dan nilai-nilai budaya.
2) Penguatan integritas nasional.
3) Etika logika estetika dan kinestetika.
4) Kesamaan memperoleh kesempatan.
5) Perkembangan pengetahuan dan teknologi.
6) Pengembangan kecakapan hidup.
7) Belajar sepanjang hayat.
8) Berpusat pada anak, dan
9) Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.

Sedangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum


operasional pendidikan yang disusun oleh dan juga dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh UndangUndang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan
menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta
Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun
pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah
itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan
muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan SI dan SKL. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan
kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Sedangkan SKL digunakan
sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan. KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut: 1) Berpusat pada
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya;
2) Beragam dan terpadu; 3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni; 4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; 5) menyeluruh dan
berkesinambungan; 5) Belajar sepanjang hayat; dan 6) Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah. Kesiapan KTSP di sekolah ditandai dengan
terselesaikannya dokumen kurikulum.dokumen kurikulum meliputi minimal
rasionalitas, struktur kurikulum, muatan lokal pengembangan diri, ketuntasan belajar
dan kalender pendidikan, serta dilampiri dengan silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).

Dan yang terakhir yaitu Pengembangan Kurikulum 2013, merupakan Langkah


lanjutan dari Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah
ditetapkan pada tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada
tahun 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara
terpadu. Pengembangan kurikulum 2013 dilaksanakan atas dasar beberapa prinsip
utama. Pertama standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan. Kedua standar
isi diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata
pelajaran. Ketiga semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan
sikap keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Keempat mata pelajaran diturunkan
dari kompetensi yang ingin dicapai. Kelima semua mata pelajaran diikat oleh
kompetensi inti. Keenam keselarasan tuntutan kompetensi lulusan, isi, proses
pembelajaran dan penilaian kurikulum 2013 diberlakukan secara bertahap mulai dari
tahun pelajaran 2013-2014 melalui pelaksanaan terbatas khususnya bagi sekolah yang
sudah siap melaksanakannya. Prinsip Pengembangan Kurikulum 2013 didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:1). Elemen utama perbaikan Kurikulum 2013 dalam
revolusi proses pembelajaran meliputi: a. Lintasan taksonomi Anderson untuk
pengetahuan, Dyers untuk keterampilan, dan Krathwohl untuk sikap, b. Pendekatan
saintific, c. Inquiry dan discovery, d. Project based learning, dan e. Cooperative
learning. 2). Selanjutnya Kurikulum 2013 mengusung adanya keseimbangan antara
sikap, keterampilan, dan pengetahuan untuk membangun soft skills dan hard skills.

Pengembangan kurikulum perlu dilaksanakan karena adanya berbagai macam


tantangan yang dihadapi baik tantangan internal maupun tantangan eksternal.

Adapun tantangan internal dunia pendidikan, diantaranya yaitu:

a. Pemenuhan delapan Standar Naional Pendidikan yang memuat standar


pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar
kompetensi lulusan.
b. Perkembangan penduduk Indonesia yang dilihat dari pertumbuhan penduduk
usia produktif. Sumber Daya Manusia (SDM) usia produktif yang melimpah
apabila memiliki kompetensi dan keterampilan akan menjadi modal untuk
pembangunan yang luar biasa. Akan tetapi jika tidak memiliki kompetensi dan
keterampilan tentunya akan menjadi beban pembangunan.

Sedangkan tantangan eksternal yang dihadapi antara lain, yaitu:

a. Tantangan masa depan yaitu globalisasi dan kemajuan teknologi informasi.


b. Kompetensi masa depan antara lain kemampuan berkomunikasi, kemampuan
berpikir jernih dan kritis, kemampuan menjadi warga negara yang bertanggung
jawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan
yang berbeda, dan memiliki kesiapan untuk bekerja.
c. Persepsi masyarakat antara lain yaitu terlalu menitikberatkan pada aspek
kognitif, beban siswa terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter.
d. Perkembangan pengetahuan dan pedagogik antara lain yaitu neurologi,
psikologi, observation based (discovery) learning dan collaborative learning.
e. Fenomena negatif yaitu di antaranya perkelahian pelajar narkoba korupsi,
plagiarisme, dan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional.
2. Implementasi model evaluasi kurikulum menurut:
a. Model Stuffebern
Model CIPP adalah model yang pertama kali dirancang oleh Danial-Stuffebearn
pada akhir tahun 1960-an. Model ini dirancang untuk
b. Model Stake
c. Model Atkinson
d. Model CEMREL
3. Dinamika perubahan pengembangan kurikulum PAI...
4. Peran pendidik dalam pengembangan kurikulum sebagai:
a. Implementers
b. Adapters
c. Developers
d. Researchers
5. a. Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah.
Menurut Mendikbud, program merdeka belajar akan menjadi arah
pembelajaran ke depan yang fokus pada meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM) sebagaimana mandat dari bapak presiden dan wakil presiden.
Terdapat empat pokok kebijakan dalam kurikulum “Merdeka Belajar” yaitu: a)
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) tahun 2020 diganti dengan ujian
(asesmen) yang hanya diselenggarakan oleh sekolah; b) Pada tahun 2021, UN akan
diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter (SK);
c) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disederhanakan; d) Zonasi Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) lebih fleksibel.
Secara garis besar, konsep Merdeka Belajar oleh Kemendikbud untuk sekolah
dibagi menjadi tiga poin utama, antar lain:
1) Digitalisasi Sekolah. Digitalisasi pendidikan merupakan sebuah kebutuhan di
zaman milenial saat ini. Semua aspek kehidupan saat ini sangat dekat dengan
dunia digital. Pendidikan harus sesuai dengan perkembangan ICT
(Information and Communication Technology). Kita harus memulai sekolah
digital. Siswa harus memiliki akses ke berbagai konten pendidikan dan
pelatihan serta layanan bimbingan belajar. Hal ini akan memberikan
kebebasan kepada siswa untuk belajar dari berbagai sumber. Digitalisasi juga
dapat membantu para guru menemukan materi pembelajaran yang up-to-date
dan menarik untuk mengajar. Kegiatan administrasi juga akan difasilitasi.
2) Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak. Sekolah Penggerak merupakan
sekolah yang hadir sebagai percontohan bagi sekolah lain yang terlibat dalam
pelaksanaan Merdeka Belajar. Menjadi sekolah penggerak tidak hanya
mendatangkan sarana atau prasarana yang berkualitas, tetapi juga jumlah guru
penggerak yang ada di sekolah tersebut. Program Guru Penggerak adalah
program pelatihan/pendidikan bagi guru yang lulus ujian seleksi untuk
menjadi praktisi karya akademik berdasarkan prinsip Merdeka Belajar.
Pengajaran dilakukan selama 9 bulan dengan dukungan tenaga ahli. Guru
Penggerak harus menjadi mentor bagi guru yang lain agar ekosistem
pendidikan yang berpusat pada siswa dapat terwujud sepenuhnya.
3) Peningkatan Kualitas pada Kurikulum Pendidikan dan Asesmen Kompetensi
Minimum. Kurikulum akan disesuaikan kebutuhan zaman. Pelaksanaan UN
juga akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Adapun
aspek yang diukur dalam asesmen ini meliputi: Literasi; Numerisasi; Karakter.
Konsep ini diharapkan dapat memaksimalkan potensi siswa dan guru.
Pembelajaran dapat ditingkatkan secara mandiri, dan inovasi pendidikan dapat
terus terjadi.
Berikut ini beberapa penerapan kurikulum Merdeka Belajar di sekolah yang
kira-kira akan terjadi:
1) Blended Learning. Proses pembelajaran bisa lebih fleksibel dan interaktif.
Pemanfaatan ICT dilakukan untuk memungkinkan pembelajaran yang tidak
dibatasi oleh tempat dan waktu. Semua konten pembelajaran disediakan secara
digital. Dalam penerapan Blended Learning ini, fasilitas yang diperlukan
antara lain: Sistem Manajemen Sekolah; Sistem Manajemen Pembelajaran;
Tablet/smartphone untuk semua siswa; dan sebagainya.
2) Student Orientation. Pembelajaran berfokus pada peserta didik. Proses belajar
tidak lagi kaku. Guru menjadi fasilitator dan mitra belajar peserta didik. Untuk
menunjang realisasi tersebut, sekolah memerlukan berbagai alat bantu
pembelajaran dan teknologi tertentu untuk mendukung proses pendidikan.
Fasilitas ekstrakurikuler juga harus disediakan untuk mendukung peningkatan
potensi siswa.
3) Pembelajaran Berbasis Proyek. Teori tanpa praktek agaknya tidak berguna.
Dengan pembelajaran berbasis proyek, peserta didik dapat langsung
menerapkan apa yang telah dipelajarinya untuk memecahkan suatu masalah
atau menemukan sesuatu. Untuk memaksimalkan implementasinya, sekolah
harus membekali diri dengan laboratorium pendidikan yang diperlukan.
4) Link and Match. Lembaga pendidikan harus mampu menciptakan sinergi
dengan dunia kerja. Link and Match dalam hal ini melibatkan penerapan
kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan industri serta beberapa
kerjasama lain antara lembaga pendidikan dan perusahaan.
5) Penerapan ICT. Hidup di era digital menuntut guru dan peserta didik untuk
memiliki keterampilan komputer dan analisis data yang baik. Keterampilan di
bidang ini sangat dibutuhkan seiring perkembangan Industri 4.0 yang semakin
mengarah ke Internet of Things dan big data. Pendidikan mengenai
penggunaan komputer, Internet, pemrograman, analisis data, dan lain-lain
harus mulai dipraktikkan baik untuk guru maupun peserta didik. Agar
implementasi ini lebih optimal, sekolah harus memiliki sejumlah komputer
yang tersedia di sekolah dengan spesifikasi yang mumpuni.
Lima hal di atas tentunya hanya sebagian dari pelaksanaan program Merdeka
Belajar. Tentu banyak hal yang bisa dilakukan oleh sekolah. Fasilitas sekolah di
atas hanyalah gambaran kecil. Jika tersedia lembaga pendidikan yang lebih inklusif,
penyelenggaraan pendidikan berbasis Merdeka Belajar tentunya dapat lebih
maksimal.
b. Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar-Kampus Merdeka di Perguruan
Tinggi
Penerapan kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka secara efektif perlu
didukung oleh tata kelola yang melibatkan banyak pihak dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan tinggi keagamaan Islam. Setiap bagian yang terlibat dalam
penyelenggaraan dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam rangka tata
kelola tersebut. Adapun para pihak yang terlibat dalam tata kelola kebijakan ini
mulai dari unsur Kementrian Agama Pusat, PTKI, mahasiswa, dan mitra kerjasama
yang memiliki peran, tugas, dan fungsi yang saling berkaitan dan mendukung.

1) Kementrian Agama
a. Menyiapkan panduan imlementasi kebijakan Merdeka Belajar-Kampus
Merdeka di PTKI.
b. Melakukan pendampingan terhadap PTKI yang akan melaksanakan
kebijakan tersebut.
2) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI)
a. Perguruan Tinggi wajib memfasilitasi hak bagi mahasiswa (bisa diambil
atau tidak) untuk: a) Dapat mengambil SKS di luar program studi di PT
asal, selama 1 semester atau setara dengan 20 SKS; b) Dapat mengambil
SKS di luar program studi di perguruan tinggi lain paling lama 2 semester
atau setara dengan 40 SKS; c) Dapat mengambil SKS di luar program studi
di perguruan tinggi lain atau instansi terkait dengan implementasi beberapa
bentuk pembelajaran dalam program dan kebijakan Merdeka Belajar-
Kampus Merdeka, paling lama 2 semester atau setara dengan 40 SKS.
b. Menyusun kebijakan dan pembuatan pedoman pengembangan akademik
untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran di luar prodi atau kegiatan lain
yang relevan.
c. Melakukan kerja sama kemitraan dengan berbagai pihak yang relevan
dalam menerapkan kebijakan kurikulum Merdeka Belajar-Kampus
Merdeka dengan menyiapkan dokumen kerja sama (MoU/SPK) dengan
para mitra kerja sama.
3) Fakultas
a. Menyiapkan sejumlah mata kuliah tingkat fakultas yang bisa diambil
mahasiswa lintas prodi dari perguruan tinggi asal.
b. Menyiapkan dokumen yang diperlukan sebagai tindak lanjut dari kerja
sama (MoU/SPK) dengan mitra yang relevan.
4) Program Studi
a. Menyusun atau menyesuaikan kurikulum yang sejalan dengan arah
penerapan kebijakan kurikulum Merdeka Belajar-Kampus Merdeka.
b. Memfasilitasi mahasiswa yang akan mengambil program pembelajaran
lintas prodi dalam perguruan tinggi.
c. Menawarkan mata kuliah yang bisa diambil oleh mahasiswa di luar prodi
dan luar perguruan tinggi beserta persyaratannya.
d. Melakukan ekuivalensi dan transfer kredit mata kuliah dengan kegiatan
pembelajaran luar prodi dan luar perguruan tinggi.
e. Mendesain pembelajaran daring jika ada mata kuliah/SKS yang belum
terpenuhi dari kegiatan pembelajaran luar prodi dan luar perguruan tinggi,
sebagai alternatif untuk memenuhi tuntutan jumlah SKS.
5) Mahasiswa
a. Merencanakan bersama Dosen Pembimbing Akademik dalam menentukan
mata kuliah/program pembelajaran yang akan diambil di luar prodi.
b. Melakukan pendaftaran terkait terkait dengan keikutsertaannya dalam
program pembelajaran atau kegiatan di luar prodi.
c. Melengkapi persyaratan yang diperlukan dalam keikutsertaannya dalam
kegiatan pembelajaran luar program studi, termasuk mengikuti seleksi bila
ada.
d. Mengikuti program kegiatan pembelajaran di luar prodi sesuai dengan
ketentuan pedoman akademik yang ada di perguruan tinggi asal maupun di
perguruan tinggi lain yang terkait dengan pelaksanaan program dan bentuk
Merdeka Belajar-Kampus Merdeka.
6) Mitra
a. Membuat dokumen kerja sama (MoU/SPK) bersama perguruan
tinggi/fakultas atau program studi sesuai dengan tingkatan dan ruang
lingkupnya.
b. Memfasilitasi mahasiswa dalam melaksanakan program dan kegiatan di
luar prodi sesuai dengan ketentuan yang ada dalam dokumen kerja sama
(MoU/SPK) yang telah disepakati bersama.
6. j

Anda mungkin juga menyukai