Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. DEFINISI
Tumor jinak dan ganas dapat berkembang pada permukaan dinding
kandung kemih atau tumbuh di dalam dinding dan dengan cepat
menyerang otot di bawahnya. Sekitar 90% kanker kandung kemih
merupakan karsinoma sel transisional, berasal dari epitel transisional
dari membran mukosa. Tumor kandung kemih paling sering terjadi
pada orang lanjut usia yang berusia lebih dari 50 tahun, dan lebih
sering terjadi pada pria dibanding wanita, serta di area industri dengan
penduduk padat (Joan dan Lyndon 2014).
Kanker kandung kemih adalah kanker non agresif yang muncul
pada lapisan sel transisional kandung kemih. Kanker ini sifatnya
kambuh. Dalam kasus yang lebih sedikit, kanker kandung kemih
ditemukan menginvasi lapisan lebih dalam dari jaringan kandung
kemih. Dalam kasus ini, kanker cenderung lebih agresif. Paparan zat
kimia industri (cat, tekstil), riwayat penggunaan cyclophosphamide,
dan merokok meningkatkan resiko kanker kandung kemih (Di
Giulio,et al., 2007). Kanker kandung kemih (karsinoma buli-buli)
adalah kanker yang mengenai kandung kemih dan kebanyakan
menyerang laki-laki (Nursalam 2009).

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Vesica Urinaria
a. Lokasi dan Deskripsi
Vesica urinaria terletak tepat dibelakang os.pubis di dalam
rongga pelvis. Pada orang dewasa, kapasitas maksimum vesika
urinaria sekitar 500ml. Vesica urinaria mempunyai dinding otot
yang kuat. Bentuk dan batas-batasnya sangat bervariasi sesuai
dengan jumlah urin yang dikandungnya. Vesica urinaria yang

1
kosong pada orang dewasa terletak seluruhnya di dalam pelvis;
waktu terisi, dinding atasnya terangkat sampai masuk regio
hypogastrica (Gambar 1). Pada anak kecil, vesica urinaria yang
kosong menonjol di atas pintu atas panggul; kemudian bila rongga
pelvis membesar, vesica urinaria terbenam ke dalam pelvis untuk
menempati posisi seperti orang dewasa (Snell 2011).

Gambar 1. A. Vesica urinaria tampak lateral.


B. Bagian dalam vesica urinaria laki-laki tampak depan
(Snell 2011).

2
b. Bentuk dan Permukaan
Vesica urinaria yang kosong berbentuk piramid (Gambar
2) mempunyai apex, basis, dan sebuah facies superior serta dua
buah facies infero lateralis; juga mempunyai collum. Apex
vesica urinaria mengarah kedepan dan terletak dibelakang pinggir
atas symphisis pubis. Apex vesicae dihubungkan dengan
umbilicus dengan ligamentum umbilicale medianum (sisa
urachus). Basis atau facies poterior vesicae, menghadap ke
posterior dan berbentuk segitiga. Sudut superolateralis merupakan
tempat muara ureter, dan sudut inferior merupakan tempat asal
urethra(Gambar 2). Pada laki-laki, kedua duktus deferens terletak
berdampingan difacies posterior vesicae dan memisahkan vesicula
seminalis satu dengan yang lain. Bagian atas facies posterior
vesicae diliputi peritoneum, yang membentuk dinding anterior
excavatio rectovesicalis. Bagian bawah facies posterior
dipisahkan dari rectum oleh ductus deferens, vesicula
seminalis, dan fascia rectovesicalis. Pada perempuan, uterus dan
vagina terletak berhadapan dengan facies posterior.
Facies superior vesicae diliputi peritoneum dan berbatasan
dengan lengkung ileum atau colon sigmeideum. Sepanjang pinggir
leteral permukaan ini, peritoneum melipat ke dinding lateral
pelvis. Bila vesica urinaria terisi, bentuknya menjadi lonjong,
permukaan superiornya membesar dan menonjol ke atas, ke dalam
cavitalis abdominalis. Peritoniumyang meliputinya terangkat pada
bagian bawah dinding anterior abdomen, sehingga vesica urinaria
berhubungan langsung dengan dinding anterior abdomen. Facies
inferolateralis di depan berbatasan dengan bantalan lemak
retropubis. Dan os.pubis. Lebih ke posterior, di atas berbatasan
dengan musculus obturator internus dan di bagian bawah dengan
musculus levatorani.
Collum vesica teterletak di inferior dan pada laki-laki

3
terletak pada permukaan atas prostat. Di sini, serabut otot polos
dinding vasicae urinaria dilanjutkan sebagai serabut otot polos
prostat. Collum vesicae dipertahankan pada tempatnya oleh
ligamentum pubo prostaticum pada laki-laki dan ligamentum
pubo vesicale pada perempuan. Kedua ligamentumini merupakan
penebalan dari fascia pelvis. Pada perempuan karena tidak
terdapat prostat, collum vesicae terletak langsung pada facies
superior diaphragmatis urogenitalis. Bila vesicae urinaria terisi,
posisi facies posterior dan collum vesica erelatif tetap, tetapi
facies permukaan superiornya naik ke atas, masuk ke dalam
rongga abdomen seperti telah dijelaskan pada paragraf
sebelumnya (Snell 2011).

4
Gambar 2. A. Vesica urinaria, prostat, dan vesicula seminalis
dilihat dari lateral
B. Vesica urinaria, prostat, ductus deferens, dan
vesikula seminalis dilihat dari posterior (Snell
2011).
1) Permukaan Interior
Tunica mucosa sebagian besar berlipat-lipat pada vesica
urinaria yang kosong dan lipatan-lipatan tersebut akan
hilang bila vesica urinaria terisi penuh. Area tunica mucosa
yang meliputi permukaan dalam basis vesicae urinaria
dinamakan trigonum vesicae. Disini, tunika mucosa selalu
licin, walaupun dalam keadaan kosong karena mmembran
mucosa pada trigonum ini melekat dengan erat pada lapisan
otot yang ada di bawahnya. Sudut superior trigonum ini
merupakan tempat muara dari ureter dan sudut
inferiornya merupakan orificium urethrae internum.
Ureter menembus dinding vesica urinaria secara miring dan
keadaan ini membuat fungsinya seperti katup, yang
mencegah aliran balik urin pada waktu vesica urinaria
terisi.
Trigonum vesicae di atas dibatasi oleh rigi muscular yang
berjalan dari muara ureter yang satu ke muara ureter yang
laindan disebut sebagai plica interureterica, uvula vesicae
merupakan tonjolan kecil terletak tepat di belakang

5
orificum urethrae yang disebabkan oleh lobus medius
prostate yang ada di bawahnya (Snell 2011).
2) Tunica Muscularis Vesica Urinaria
Tunica muscularis vesica urinaria terdiri atas otot polos
yang tersusun dalam tiga lapis yang saling berhubungan yang
disebut sebagai musculus detrusor vesicae. Pada collum
vesicae, komponen sirkular dari lapisan otot ini menebal
membentuk musculus sphincter vesicae (Snell 2011).
3) Ligamentum-ligamentum Vesica Urinaria
Collum vesicae dipertahankan dalam posisinya pada laki-
laki oleh ligamentum pubo prostaticum dan pada perempuan oleh
ligamentum pubo vesicale. Ligament ini dibentuk dari fascia
pelvica (Snell 2011).
4) Batas-batas Vesicae
- Pada Laki-laki (Gambar3):
1. Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan
dinding anterior abdomen.
2. Ke posterior: vesica rectovesicalis peritonei, ductus
deferens, vesicula seminalis, fascia rectovesicalis, dan
rectum.
3. Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan
dibawah musculus levatorani.
4. Ke superior: cavitas peritonealis, lengkung ileum, dan
colon sigmoideum.
5. Ke inferior: prostat

6
Gambar 3. Potongan sagital pelvis pada laki-laki (Snell 2011)
- Pada Perempuan (Gambar 4)
Karena tidak ada prostata, vesica urinaria terletak rendah di
dalam pelvis perempuan dibandingkan dengan pelvis laki-laki,
dan collum vesicae terletak langsung di atas diaphragm
urogenitale. Batas-batasan antara vesica urinaria dengan
uterus dengan vagina, yaitu:
1. Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan
dinding anterior abdomen.
2. Ke posterior: dipisahkan dari rectum oleh vagina.
3. Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan di
bawah musculus levatorani.
4. Ke superior: excavatio utero vesicalis dan corpus uteri.
5. Ke inferior: diaphragma urogenital.

2. FISIOLOGI MIKSI
Kapasitas maksimum vesica urinaria orang dewasa adalah

7
sekitar 500ml. Miksi merupakan suatu kerja refleks yang pada
orang dewasa normal dikendalikan oleh pusat yang lebih
tinggi di otak. Refleks berkemih mulai bila volume urin
mencapai kurang lebih 300 ml. Reseptor regangan di dalam
dinding vesica urinaria terangsang dan impuls tersebut
diteruskan kesusunan saraf pusat,dan orang itu mempunyai
kesadaran ingin berkemih. Sebagian impuls naik ke atas
melalui nervisplanchnici pelvici dan masuk ke segmen
sacralis kedua, ketiga, keempat medulla spinalis. Sebagian
impuls aferen berjalan bersama dengan saraf simpatik yang
membentuk plexus hypogastricus dan masuk segmen lumbalis
pertama dan kedua medula spinalis (Snell 2011).
Impuls eferen parasimpatik meninggalkan medula spinalis
dari segmen sacralis kedua, ketiga, dan keempat lalu berjalan
melalui serabut-serabut preganglionik parasimpatik dengan
perantara nervi splanchnici pelvici dan plexus hypogastricus
inferior ke dinding vesica urinaria, tempat nervus tersebut
bersinaps dengan neuron posganglionik. Melalui lintasan
saraf ini, otot polos dinding vesica urinaria (musculus
detrusor vesicae) berkontraksi dan musculus sphincter vesicae
dibuat relaksasi, impuls eferen juga berjalan ke musculus
sphincter urethrae melalui nervus pudendus (S2,3, dan 4) dan
menyebabkan relaksasi. Bila urin masuk ke urethrae, impuls
aferen tambahan berjalan ke medula spinalis dari urethra dan
memperkuat refleks. Miksi dapat dibantu oleh kontraksi otot-
otot abdomen yang menaikkan tekanan intra abdominalis dan
tekanan pelvicus sehingga timbul tekanan dari luar pada
dinding vesica urinaria (Snell 2011).
Pada anak kecil miksi merupakan refleks sederhana dan
terjadi bila vesica urinaria mengalami peregangan. Pada orang
dewasa,refleks regangan sederhana ini dihambat oleh aktivitas

8
cortex cerebri sampai waktu dan tempat untuk miksi tersedia.
Serabut-serabut inhibitor berjalan ke bawah bersama tractus
corticospinalis menuju segmen sacralis kedua, ketiga, dan
keempat medula spinalis. Kontraksi musculus sphincter
urethrae yang menutup urethra dapat dikendalikan secara
volunter; dan aktivitas ini dibantu oleh musculus sphincter
vesicae yang menekan leher vesica urinaria. Pengendalian
miksi secara volunter normalnya berkembang pada tahun
kedua dan ketiga kehidupan (Snell 2011).

C. Faktor Resiko
Ada 3 hal penyebab terjadinya karsinoma,, yaitu:
1. Host
a. Genetik
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih
maupun kanker lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal
(RCC) akan menimbulkan resiko kanker kandung kemih.
b. Life style
1) Mengkonsumsi makanan yang mengandung 4P (Pemanis,
pewarna, pengawet, penyedap rasa)
2) Merokok selama bertahun-tahun memiliki resiko lebih
tinggi daripada orang yang tidak merokok atau orang yang
merokok dalam jangka waktu yang pendek. Rokok mengandung
bahan karsinogen berupa amin aromatic dan nitrosamine.
3) Sering mengkonsumsi kopi dalam jangka waktu lama
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Infeski saluran kemih, ca colon, ca rnal, ca prostat, ca rectum.
d. Obat atau tindakan (cytoksan dan cyclofosfamid). Orang yang
pernah mendapatkan pengobatan kanker dengan obat-obatan
tertentu seperti cyclophosphamide akan meningkatkan resiko

9
kanker kandung kemih. Juga orang yang pernah mendapatkan
terapi radiasi di abdomen atau panggul akan memiliki resiko.
2. Agent
Invasi kuman (parasit: schistozomiasis yang terdapat pada
siput).
3. Environment
Berhunbungan dengan pekerjaan di pabrik kimia (terutama cat),
pabrik rokok, penyamak kulit dan pekerja salon karena sering
terpapar oleh bahan karsinogen (senyawa ain aromatic: 2
naftilamin, bensidin dan 4 aminobifamil).
Faktor Resiko kanker kandung kemih, antara lain: (Lyndon
2014)
a. Para pekerja di pabrik kimia (terutama cat), laboratorium
pabrik korek api, tekstil, pabrik kulit dan pekerja salon
karena sering terpapar oleh bahan karsinogen (senyawa ain
aromatic: 2 naftilamin, bensidin dan 4 aminobifamil).
b. Perokok aktif karena rokok mengandung bahan karsinogen
berupa amin aromatic dan nitrosamine.
c. Infeksi saluran kemih seperti E-coli dan proteus sp yang
menghasilkan nitrosamine sebagai zat karsinogen.
d. Sering mengkonsumsi kopi, pemanis buatan yang
mengandung sakarin dan siklamat, serta pemakaian obat-
obatan siklofosfamid melalui intravesika, fenasetin,opium,
dan antituberkulosis INH dalam jangka waktu lama.
Kanker kandung kemih memiliki beberapa faktor resiko
termasuk interaksi antara latar belakang genetik dan faktor
lingkungan dan merokok adalah faktor resiko utama pemicu
kanker kandung kemih (Cohen, et al., 2000 dalam Rouissi, et al.,
2011), dan bertanggung jawab atas 50% kasus pada pria dan 35%
pada wanita (Zeegers,et al., 2000 dalam Rouissi, et al., 2011).
Asap rokok mengandung sejumlah xenobiotics termasuk oksidan

10
dan radikal bebas, sehingga asap rokok dapat menurunkan serum
dan folat sel darah merah dalam darah dan antioksidan vitamin
B12 (Maninno, et al., 2003; Tungtrongchitr, et al., 2003 dalam
Rouissi,et al., 2011). Sebagai tambahan laporan mengindikasikan
bahwa konsentrasi total plasma homocysteine lebih tinggi pada
perokok daripada non perokok (Lwin, et al., 2002; Saw, et al.,
2001 dalam Rouissi. et al., 2011). Penemuan-penemuan ini
menunjukkan bahwa fungsi polimorfisme pada gen terlibat dalam
metabolisme folat dan tingkat serum dari vitamin B12 memiliki
peranan penting dalam perkembangan karsinogenesis kanker.
Bagaimanapun juga, peneliti yakin bahwa orang-orang
dengan faktor resiko tertentu akan memiliki kemungkinan lebih
tinggi untuk terpapar kanker kandung kemih. Penelitian
menemukan bahwa faktor-faktor berikut beresiko terhadap
munculnya kanker kandung kemih (National Cancer Institute
2010):
1. Merokok
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk kanker
kandung kemih. Merokok merupakan penyebab utama dari
beberapa kasus kanker kandung kemih. Orang yang merokok
selama bertahun-tahun memiliki resiko lebih tinggi daripada orang
yang tidak merokok atau orang yang merokok dalam jangka waktu
yang pendek.
2. Bahan-bahan kimia di tempat kerja
Orang-orang tertentu memiliki resiko lebih tinggi karena
bahan kimia penyebab kanker di tempat mereka bekerja. Pekerja
di industri pewarnaan, karet, kimia, logam, tekstil,dan bulu, akan
memiliki resiko terkena kanker kandung kemih. Resiko lain juga
muncul pada penata rambut, masinis, pekerja printer, pengecat,
dan supir truk.

11
3. Riwayat kanker kandung kemih
Orang-orang yang memiliki riwayat kanker kandung kemih
memiliki kemungkinan untuk kembali memiliki penyakit yang
sama.
4. Pengobatan kanker tertentu
Orang yang pernah mendapatkan pengobatan kanker
dengan obat-obatan tertentu seperti cyclophosphamide akan
meningkatkan resiko kanker kandung kemih. Juga orang yang
pernah mendapatkan terapi radiasi di abdomen atau panggul akan
memiliki resiko.
5. Arsenik
Arsenik merupakan suatu racun yang mampu
meningkatkan resiko kanker kandung kemih. Dibeberapa bagian
dunia, kadar arsenik mungkin ditemukan tinggi pada air minum.
6. Riwayat keluarga dengan kanker kandung kemih
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih
maupun kanker lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC)
akan menimbulkan resiko kanker kandung kemih.
7. Infeksi
Infeksi kronis saluran kencing dan infeksi dari parasit.
Haematobium juga dikaitkan dengan peningkatan resiko
kanker kandung kemih, seringnya pada karsinoma sel
skuamosa. Inflamasi kronis juga diperkirakan memainkan peran
penting pada proses karsinogenesis pada kasus ini.

D. BENTUK TUMOR
Tumor buli-buli dapat berbentuk, antara lain: (Yosef 2007)
1. Papiler
2. Tumor non invasif (in situ)
3. Noduler (infiltrat)

12
4. Campuran antara papiler dan infiltrat

Gambar 5. Bentuk tumor buli-buli (Yosef 2007)

E. PATOFISIOLOGI
Menurut Amiruddin, kanker kandung kemih terjadi karena
beberapa faktor yaitu, usia Kanker kandung kemih lebih sering
terjadi pada usia di atas 50 tahun dan angka kejadian laki-laki
lebih besar daripada perempuan. Usia dapat menyebabkan
imunitas seseorang turun sehingga rentan terpapar oleh radikal
bebas, selain itu lifestyle seperti kebiasaan merokok dan
bahan-bahan karsinogenik seperti pabrik jaket kulit bagian
pewarnaan. Kedua faktor ini akan masuk ke dalam sirkulasi
darah daan masuk ke dalam ginjal yang selanjutnya terfiltrasi
di glomerulus. Radikal bebas bergabung dengan urin secara
terus menerus dan masuk ke kandung kemih. Selanjutnya
terjadi stagnasi radikal bebas, radikal bebas mengikat elektron
DNA dan RNA sel transisional sehingga terjadi kerusakan
DNA. Apabila terjadi kerusakan DNA maka tubuh akan
malukan perbaikan DNA jika berhasil maka sela akan kembali
normal, jika tidak maka akan terjadi mutasi pada genom sel
somatik. Mutasi dari genom sel somatik ada 3 hal yang terjadi
pertama adalah pengaktifan onkogen pendorong pertumbuhan,
kedua perubahan gen yang mengandalikan pertumbuhan dan
yang terakhir adalah pengnonaktifan gen supresor kanker.
Ketiga hal tersebut mengakibatkan produksi gen regulatorik
hilang. Selanjutnya terjadi replikasi DNA yang berlebih.
Akhirnya terjadi kanker pada kandung kemih.

13
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis pada kanker kandung kemih, antara lain:
1. Lokal
a. Obstruktif
1) Kencing sedikit: sebagai akibat dari tumbuhnya tumor
yang menutup aliran menuju uretra.
2) Hematuria: massa tumor memiliki sifat mudah ruptur
dan sifat urin adalah asam yang akan mengikis tumor
tersebut sehingga akan terjadi bleeding dan dikeluarkan
melalui urin.
3) Pancaran melemah: karena adanya obtruksi sehingga
kencing menjadi sedikit dan mengakibatkan pancaran
melemah.
b. Iritatif
1) Frekuensi: terjadi peningkatan frekuensi karena adanya
retensi urine dan pengisian kandung kemih secara
kontinyu.
2) Urgensi
3) Nocturia ( jarang )
4) Urge incontinensia
5) Disuria
2. Sistemik
a. Anemia: sebagai akibat dari adanya hematuria sehingga
tubuh kekurangan Hb.
b. Hiperventilasi : karena tidak adanya Hb yang mengikat
O2 sehingga mengakibatkan sesak napas.
c. Hipertensi: karena adanya gangguan pada fungsi ginjal
sehingga mengakibatkan aldosteron terganggu,
pembuluh darah menjadi vasokonstriksi sehingga
muncul hipertensi.

14
d. Oedema: karena adanya gangguan pada renin
angiotensin yang berdampak pada pompa Na dan K,
kemudian Na tidak dapat keluar sehingga mengikat
banyak air yang mengakibatkan oedema.
Manifestasi klinis dari kandung kemih, antara lain:
1. Hematuria
Hematuria dapat dibagi menjadi hematuria
intermiten atau penuh, dan dapat dinyatakan sebagai
hematuria awal atau terminal hematuria, sebagian dari
pasien kanker kandung kemih akan ada pembuangan
gumpalan-gumpalan darah dan bangkai-bangkai busuk.
2. Iritasi kandung kemih
Tumor terbentuk di trigonum kandung kemih,
lingkup patologi meluas atau saat terjadi infeksi dapat
menstimulasi sampai ke kandung kemih sehingga
menyebabkan fenomena sering buang air kecil dan urgen.
3. Gejala obstruktif saluran kemih 
Tumor yang lebih besar, tumor pada leher kandung
kemih dan penyumbatan gumpalan darah akan
menyebabkan buang air bahkan sampai retensi urin.
Infiltrasi tumor ke dalam lubang saluran kemih dapat
menyebabkan obstruksi saluran kemih, sehingga
menimbulkan nyeri pinggang, hidronefrosis dan fungsi
ginjal terganggu.
4. Gejala metastase 
Invasi tumor stadium lanjut sampai ke jaringan
kandung kemih sekitarnya, organ lain atau metastasis
kelenjar getah panggulsimpul, akan menyebabkan nyeri di
daerah kandung kemih, uretra fistula vagina, dan edema
ekstremitas bawah, metastasis sampai organ yang lebih
jauh, nyeri tulang dan cachexia.

15
Gambaran klinis dari kanker kandung kemih, antara lain:
(Shenoy 2014)
1. Pada 90% kasus, gejala klinis yang awal adalah hematuria
intermitten yang tidak disertai nyeri.
2. Gejala klinis menyerupai sisititis yang hebat terjadi pada ulkus
karsinoma
3. Selanjutnya dapat kencing bercampur darah yang disertai nyeri
4. Stranguria adalah rasa nyeri saat miksi dengan perdarahan dan
pengososngan buli yang tidak lampias
5. Nyeri pinggang disebabkan oleh obstruksi ureter dengan
hidronefrosis
6. Nyeri suprapubik, nyeri lipat paha, nyeri perineal disebabkan
oleh infiltrasi nervus. Keadaan ini menandakan bentuk tumor
yang sudah lanjut
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan, antara lain:
1. Palpasi Bimanual (Shenoy 2014)
Yaitu per reto-abdominal pada pria dan per vagino-
abdominal pada wanita dilakukan di bawah anastesi umum.
Penebalan dinding buli, mobilitas, fiksasi, dan keras
tidaknya tumor dapat ditentukan. Palpasi bimanual
dikerjakan dengan narkose umum (supaya otot buli-buli
relaks) pada saat sebelum dan sesudah reseksi tumor TUR
buli-buli. Jari telunjuk kanan melakukan colok dubur atau
colok vagina sedangkan tangan kiri melakukan palpasi buli-
buli di daerah suprasimfisis untuk memperkirakan luas
infiltrasi tumor. Kontribusi perawat dalam pemeriksaan
bimanual adalah untuk mengetahui apakah teraba tumor
pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi sesuai
prosedur.
2. Pemeriksaan Laboratorium (Nursalam 2009)

16
a. Laboratorium rutin.
1) Hb (untuk mengetahui adanya anemia)
Normal: M : 13-16 g/dl
F : 12-14 g/dl
b. Pemeriksaan Fungsi Faal Ginjal
1) BUN, eksresi urea yang tidak maksimal akan
meningkatkan kadar nitrogen urea darah (Joan dan
Lyndon 2014)
Normal: 10-45 mg/dl
2) Kreatinin Serum, dapat mengukur kerusakan ginjal
dengan baik dibandingkan dengan kadar nitrogen
serum, karena ganggguan ginjal yang berat dan
persisten akan menyebabkan peningkatan kreatinin
yang signifikan (Joan dan Lyndon 2014)
Normal: M : 0,9-1,5 mg/dl
F : 0,7-1,3 mg/dl
c. Urinalisis
Pemeriksaan air seni untuk melihat adanya darah
dalam air seni, khususnya yang kasat mata. Selain itu
juga untuk mengetahui adanya epitel, eritrosit, atau
leukosit pada urin. Pemeriksaan sitologi urin, memiliki
sensitifitas 38-78%, dan meningkat pada tumor tingkat
tinggi. Kultur air seni dapat diperiksa untuk
menyingkirkan adanya infeksi atau peradangan.
d. Sitologi Urin, yaitu pemeriksaan sel-sel urotelium yang
terlepas bersama urin (biasanya nilai negatif palsu
tinggi). Sitologi urin merupakan pemeriksaan
mikroskopik terhadap sel-sel didalam urin. pemeriksaan
ini dilakukan untuk mendiagnosis kanker saluran kemih.
Sitologi urin juga dilakukan untuk penyaringan kanker
pada orang-orang resiko tinggi (misalnya perokok,

17
pekerja petrokimia dan penderita perdarahan tanpa rasa
nyeri). Untuk penderita yang telah menjalani
pengangkatan kanker kandung kemih, sitologi digunakan
untuk evaluasi dan follow up
e. Cell survey antigen study, yaitu pemeriksaan
laboratorium untuk mencari sel antigen terhadap kanker,
bahan yang digunakan adalah darah vena.
f. Flow cytometri, yaitu mendeteksi adanya kelainan
kromosom sel-sel urotelim.
3. Pemeriksaan Radiologi (Shenoy 2014)
a. BOF/ BNO (Buik Nier Overzicht)
Untuk mengetahui struktur dari kandung kemih bagus
atau tidak.
Kontribusi perawat adalah:
1. Sebelum pemeriksaan anjurkan klien untuk makan
bubur, bukan santan karena akan memerlukan waktu
penyerapan yang lama dan mengandung kolesterol.
2. Klien dipuasakan 6-8 jam
3. Dilakukan lavement/huknah/enema untuk mengurangi
intepretasi kesalahan pada gambaran kolon dan kandung
kemih
b. IVP
Defek pengisian dalam buli, dilatasi ureter dapat
ditemukan. Konstribusi perawat adalah untuk melakukan
pemeriksaan fungsi ginjal (BUN dan Kreatinin) dan
pemeriksaan alergi sebelum dilakukan tindakan.
c. Ultrasonografi
Merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat
yang dapat mendeteksi karsinoma buli. Pemeriksaan ini
juga dapat mendeteksi adanya metastase hati. Kontribusi
perawat adalah menganjurkan klien untuk menahan

18
kencing untuk mengetahui perbedaan urin dan massa
tumor.
d. CT Scan
Merupakan pemeriksaan pilihan terutama untuk
mengetahui penyebaran penyakit. Pemeriksaan CT scan
bermanfaat khususnya untuk mengetahui adanya
infiltrasi adanya infiltrasi pada otot, jaringan prevesika
serta prostat, dan dinding pelvik. Indikasi untuk
sitoskopi, antara lain:
1) Hematuria dengan IVP yang normal
2) Gejala klinis saluran kemih bagian bawah
3) Sel maligna dalam sitologi urine
e. MRI
Dapat memberikan keterangan tambahan
mengenai penyebaran tumor. Jika tumornya berupa kista,
bisa diambil contoh cairan untuk dilakukan analisa.
Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa dilakukan
sebagai persiapan pembedahan untuk memberikan
keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri renalis.
f. Sistoskopi
Sitoskopi merupakan pemeriksaan gold standart
untuk menentukan lokasi lesi dan mengambil biopsi yang
sangat diperlukan untuk penatalaksanaan kasus lebih
lanjut. Peran perawat yaitu memantau adanya komplikasi
pasca prosedur sistoskopi berupa perdarahan, perforasi
kandung kemih, dan infeksi. Perawat melakukan
observasi terhadap perubahan warna urin. Pasca
dilakukan sistoskopi, urin normalnya berwarna merah
muda karena trauma saat memasukkan instrumen, tetapi
bila ada perdarahan nyata harus segera dilaporkan.
Perawat memantau kecukupan asupan cairan klien untuk

19
mencegah statis urin dan obstruksi darah beku. Perawat
memantau tanda-tanda vital klien secara teratur untuk
mendeteksi dini potensi adanya infeksi.

H. PENATALAKSANAAN
1. Hematuria
a. Dilakukan three way kateter untuk irigasi kandung kemih
yang mengalami perdarahan akibat massa dengan PZ 1000
cc.
Konstribusi perawat:
1. Monitoring irigasi
2. Monitoring balance cairan urin yang di tampung pada urin
bag dikurangi dengan cairan yang masuk {PZ}).
3. Evaluasi warna urin
4. Kondisi bladder
b. Oksigenasi karena kilen mengalami hiperventilasi
c. Transfusi + farmakologi (asam traneksamat serta vitamin K)
untuk penatalksaan perdarahan.
2. TURB-T (Trans-Urethral Resection of Bladder-Tumor)
Dilakukan reseksi untuk mengambil tumor. Jika terjadi
perdarahan dilakukan tindakan irigasi kandung kemih , jika
urine tidak keluar , curiga adanya stone cell dan tatalaksana
dengan dilakukan spool.
3. Cystektomy radikal atau parsial
Sistektomi radikal yang diikuti dengan kemoterapi
sistemik (MVAC-Methotrexate, Vinblastine, Adriamycin,
Cisplatin). Sistektomi radikal merupakan pengangkatan buli
dengan lemak perisistikserta prostat dan vesikula seminalis,
uretra pada priadan buli serta lemak perisistik, serviks, uuterus,
kubah vagina anterior, uretra dan ovarium pada wanita.
Sistektomi radikal merupakan suatu operasi mayor dengan

20
angka mortalitas 3 sampai 8%.
4. Diversi Urine
Sistektomi radikal adalah pengangkatan kandung
kemih dan jaringan sekitarnya (pada pria berupa
sistoprostatektomi) dan selanjutnya aliran urine dari ureter
dialirkan melalui beberapa cara diversi urine, antara lain:
(Yosef, 2007)
a. Uretrosigmoidostomi, yaitu membuat anastomosis kedua
ureter ke dalam sigmoid. Cara ini sekarang tidak banyak
dipakai lagi karena banyak menimbulkan penyulit.
b. Kondisi usus, yaitu mengganti kandung kemih dengan
ileum sebagai penampung urin, sengakan untuk mengeluarkan
urine dipasang kateteer menetap melalui sebuah stoma.
Konduit ini diperkenalkan oleh Bricke pada tahun 1950 dan
saat ini tidak banyak dikerjakan lagi karena dianggap tidak
praktis.
c. Diversi urin kontinen, yaitu mengganti kandung kemih
dengan segmen ileum dengan membuat stoma yang kontinen
(dapat menahan urin pada volume tertentu). Urin kemudian
dikeluarkan melalui stoma dengan melakukan kateterisasi
mandiri secara berkala. Cara diversi urin ini yang terkenal
adalah cara Kock pouch dan Indian pouch.
d. Diversi urin Orthotopic, adalah membuat neobladder dari
segmen usus yang kemudian dilakukan anastomosis dengan
uretra. Teknik ini dirasa lebih fisiologis untuk pasien, karena
berkemih melalui uretra dan tidak memakai stoma yang
dipasang di abdomen. Teknik ini pertama kali diperkenalkan
oleh Camey dengan berbagai kekurangannya dan kemudian
disempurnakan oleh Studer dan Hautmann.
5. Kemoterapi intra Buli
Kemoterapi intravesika pasca bedah dengan

21
Thiotepa/Adriamycin/Mitomycin yang ditahan di sisi dalam
kandung kemih selama 1 jam, 6-8 serial seperti ini dengan
interval setiap seminggu diberikan untuk mengurangi angka
kekambuhan.

22
I. PATWAY

Faktor-faktor resiko

Host Agent Environment

Genetik Life Riwayat Obat/ Invasi kuman Pekerjaan (pabrik cat,


style penyakit tindakan penyamak kulit, tembakau,
dahulu pegawai salon)

4P, ISK, Ca. Cytoksan, Parasit


merokok, Colon, Ca. cyclofosfa (schistozomiasis)
konsumsi Renal, Ca mide
kopi Prostat, Ca.
Rectum

Faktor-faktor resiko merangsang pertumbuhan sel

Pertumbuhan sel-sel baru pada jaringan kandung kemih

Proliferasi sel meningkat cepat kerusakan struktur fungsional kandung kemih

Kanker kandung kemih

Lokal Sistemik

Obstruktif Iritatif Anemia Hormon

Kencing Pancaran Hematuri FUNUD Hiperventilasi Renin , Aldosteron


sedikit melemah a (frekuensi, angioste
urgensi, nsin
nocturia, Sesak nafas
urge Vasokontriksi
MK: Gangg pembuluh
Gangguan incontinensi uan darah
eliminasi a, disuria) MK: pompa
Urin Ketidakefe Na dan
ktifan pola K 23 Hipertensi
Refluks nafas
oedema MK:
Hidroureter Penurunan
cardiac
MK: output
Hidronefrosis MK: Peningkatan
Nyeri volume
Akut cairan
Mual muntah

MK: Mual

Penatalaksanaan

Non pembedahan Pembedahan (TURB-T,


(kemoterapi, irigasi Diversi Urin, Cystectomy)
kandung kemih,
farmakologi)
Stoma Post .op

MK : Resiko MK : Resiko
Kerusakan infeksi
Integritas Kulit

24
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Usia:
Menurut Brunner & Suddarth, 2004 Kanker kandung kemih lebih
sering terjadi pada orang dewasa berusia 50 sampai 70 tahun, usia rata-
rata pada saat diagnosis adalah 65 tahun, dan pada periode tersebut
sekitar 75% dari kanker kandung kemih terlokalisasi pada kandung
kemih, 25% telah menyebar ke kelenjar getah bening regional atau
tempat yang jauh.
Jenis Kelamin:
Pria memiliki resiko 3 kali lipat lebih besar dibanding dengan wanita
(Brunner & Suddarth 2004).
2) Pekerjaan:
Pekerja di pabrik bahan kimia, penyamak kulit, pegawai salon,
pewarna, karet, minyak bumi, industri kulit, dan percetakan memiliki
risiko lebih tinggi. Karsinogenik yang spesifik meliputi benzidin,
betanaphthylamine, dan 4-aminobiphenyl. Perkembangan tumor dapat
berlangsung lama (Emil Tanagho dan Jack W. McAninch 2007).
3) Tempat Tinggal:
Terdapat insiden kanker kandung kemih yang tinggi di banyak negara
di Afrika, terutama Mesir, terkait paparan parasit Schistosoma
haematobium, yang dapat ditemukan dalam kandungan air di negara-
negara ini (Connie Yarbro, dkk, 2010).
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan Utama : Klien akan mengeluhkan hematuria.
2) Riwayat Penyakit Sekarang:
Obstruktif : a. Kencing sedikit
b. Hematuria
c. Pancaran melemah
Iritatif : a. Frekwensi

25
b. Urgency
c. Nocturia (jarang)
d. Urge inkontinencia
e. Dysuria
3) Riwayat Penyakit Dahulu:
Orang-orang yang memiliki riwayat kanker kandung kemih, infeksi
kronis saluran kencing, dan infeksi dari parasit memiliki
kemungkinan untuk kembali memiliki penyakit yang sama (National
Cancer Institute 2010).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun
kanker lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan
menimbulkan resiko kanker kandung kemih (National Cancer Institute
2010).
5) Riwayat psikososial dan spiritual:-
6) Kondisi lingkungan rumah:
Pada area industri dengan penduduk padat yang memungkinkan
lingkungan terpapar oleh karsinogen tertentu, seperti: tembakau, 2-
naftilamin, dan nitrat diketahui sebagai faktor predisposisi tumor sel
transisional (Joan dan Lyndon 2014).
7) Kebiasaan sehari-hari
Konsumsi 4 P (Pemanis, pewarna, pengawet, penyedap rasa),
merokok, kopi.
c. Pemeriksaan fisik
Nyeri atau ketidak nyamanan : nyeri tekan abdomen, nyeri
tekan pada area ginjal pada saat palpasi, nyeri dapat digambarkan
sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
a. Keadaan Umum: Klien tampak pucat, merasa mual.
b. Tanda-tanda vital:

26
1) Peningkatan TD, karena ada gangguan pada fungsi aldosteron
yang menyebabkan vasokontriksi pembulu darah yang berakibat
pada hipertensi
2) Peningkatan RR (Hiperventilasi), karena terjadi penurunan Hb
yang berakibat pada penurunan O2
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah dan letih
Tanda : Perubahan kesadaran
2) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah normal (hipertensi)
Tanda : Tekanan darah meningkat, takikardia, bradikardia,
disritmia
3) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan BAK
Tanda : Nyeri saat BAK, Urine bewarna merah
5) Makanan & Cairan
Gejala : Mual muntah
Tanda : Muntah
6) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara (Vertigo)
Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan mental
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit pada daerah abdomen
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri
8) Interaksi Sosial
Gejala : Perubahan interaksi dengan orang lain

27
Tanda : Rasa tak berdaya, menolak jika diajak berkomunikasi
9) Keamanan
Gejala : Trauma baru
Tanda : Terjadi kekambuhan lagi
10) Seksualisasi
Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga silus menstruasi berturut-turut
Tanda : Atrofi payudara, amenorea
11) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden
depresi
Tanda : Prestasi akademik tinggi
d. Pemeriksaan per sistem
1) B1(Breathing)
Bisa ditemui pernapasan cuping hidung, penggunaan
otot bantu napas, retraksi dada yang disebabkan karena
hiperventilasi.
2) B2 (Blood)
Fungsi renal terganggu dapat menyebabkan, gangguan
pada fungsi aldosteron yang menyebabkan vasokontriksi
pembulu darah yang berakibat pada hipertensi (peningkatan
TD).
Saat terjadi hematuria, maka banyak darah yang
dikeluarkan dan tubuh kekurangan Hb berdampak pada
anemia.
3) B3 (Brain)
Kepala dan wajah tidak ada kelainan, pucat, mata:
sklera icterus, conjunctiva pucat, pupil isokor, leher tekanan
vena jugularis normal. Persepsi sensori tidak ada kelainan.
4) B4 (Bladder)
Inspeksi:
Obstruktif : a. Kencing sedikit

28
b. Hematuria
c. Pancaran melemah
Iritatif : a. Frekwensi
b. Urgency
c. Nocturia (jarang)
d. Urge inkontinencia
e. Dysuria
Auskultasi : arteri renalis ada bruit atau tidak
Palpasi : teraba massa supra sympisis, diameter 10 x 10 cm,
keras, fixed.
5) B5 (Bowel)
Mulut dan tenggorok kering, agak merah (iritasi)
disebabkan adanya mual dan muntah pada klien kanker
kandung kemih.
6) B6( Bone)
Gangguan pada Renin-Angiotensin yang berakibat
pada gangguan pompa Na dan K, sehingga Na tidak dapat
dikeluarkan yang menyebabkan edema pada ekstermitas.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pra Operasi
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Mual berhubungan dengan tumor lokal di kandung kemih
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
Post Operasi
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

29
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Pra Operasi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No. Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Gangguan NOC: NIC :
eliminasi urin Urinary Elimination Irigasi Kandung Kemih
berhubungan Tujuan: 1. Jelaskan prosedur
dengan Setelah dilakukan kepada klien
obstruksi tindakan keperawatan 2. Atur suplai irigasi
anatomik selama 3x24 jam nyeri yang steril, pelihara
teratasi, dengan kriteria teknik kesterilan dari
hasil: agen protokol
1. Pola eliminasi 3. Bersihkan jalur mask
2. Jumlah urin atau ujung terkahir Y-
3. Warna urin connector dengan
4. Kejernihan urin alkohol swap
5. Intake cairan 4. Tetap irigasi cairan
6. Pengosongan setiap agen protokol
kandung kemih 5. Observasi
secara maksimal perlindungan diri
7. Tampak darah 6. Monitor dan pelihara
dalam urin rate flow sesuai
8. Frekuensi urine kebutuhan
9. Urgency with 7. Tulis cairan yang
urination dibutuhkan,
10. Urge inkontinence karakteristik cairan,
jumlah pengeluaran,
dan respon pasien,
dan agen protokol

30
2. Ketidakefektifan NOC: NIC :
pola napas Respiratory Status: Oxygen Therapy
berhubungan Ventilation 1. Pertahankan
dengan Setelah dilakukan kepatenan jalan nafas
hiperventilasi tindakan keperawatan 2. Sediakan oksigen
selama 3x24 jam ketika pasien
ketidakefektifan pola membutuhkan
napas pasien teratasi 3. Ajarkan klien dan
dengan kriteria hasil: keluarga cara
1. Respiratory rate menggunakan
2. Irama pernafasan peralatan oksigen di
3. Retraksi otot dada rumah
4. Penggunaan otot 4. Monitor peralatan
bantu nafas oksigenasi sudah
5. Pursed lips sesuai atau tidak
breathing
Ventilation Assistance
1. Bantu klien merubah
posisi secara berkala,
sesuai kebutuhan
2. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
3. Posisikan klien untuk
meringankan dyspnea
4. Posisikan klien
semifowler untuk
meminimalkan usaha
dalam bernafas
5. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi

31
3. Mual NOC: NIC:
berhubungan Nausea and Vomitting Nausea Management
dengan tumor Control
1. Dorong pasien untuk
lokal di kandung Tujuan:
memantau mual
kemih Setelah dilakukan
secara sendiri
tindakan keperawatan
2. Dorong pasien untuk
selama 2x24 jam mual
mempelajari strategi
teratasi dengan kriteria
untuk mengelola
hasil:
mual sendiri
1. Mengenali awitan
3. Lakukan penilaian
mual
lengkap mual,
2. Menjelaskan faktor
termasuk frekuensi,
penyebab
durasi, tingkat
3. Penggunaan anti
keparahan, dengan
emetik
menggunakan alat-
alat seperti jurnal
perawatan, skala
analog visual, skala
deskriptif duke dan
indeks rhodes mual
dan muntah (INV)
bentuk 2.
4. Identifikasi
pengobatan awal
yang pernah
dilakukan
5. Evaluasi dampak
mual pada kualitas
hidup.
6. Pastikan bahwa obat

32
antiemetik yang
efektif diberikan
untuk mencegah
mual bila
memungkinkan.
7. Identifikasi strategi
yang telah berhasil
menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk
tidak mentolerir mual
tapi bersikap tegas
dengan penyedia
layanan kesehatan
dalam memperoleh
bantuan farmakologis
dan nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat
yang cukup dan tidur
untuk memfasilitasi
bantuan mual
10. Dorong makan
sejumlah kecil
makanan yang
menarik bagi orang
mual
11. Bantu untuk mencari
dan memberikan
suport emosional

Vomitting Management
1. Pastikan obat

33
antiemetik yang
efektif diberikan
untuk mencegah
muntah, bila
memungkinkan.
2. Posisikan klien untuk
mencegah aspirasi
3. Pertahankan jalan
napas melalui mulut
4. Berikan dukungan
fisik selama muntah
5. Berikan kenyamanan
selama episode
muntah
6. Tunjukkan
penerimaan muntah
dan berkolaborasi
dengan orang ketika
memilih strategi
pengendalian muntah
7. Bersihkan area yang
tekena muntah
setelah episode
muntah sebelum
menawarkan lebih
banyak cairan untuk
pasien
8. Mulailah cairan yang
jelas dan bebas dari
karbonasi
9. Secara bertahap

34
tingkatkan cairan jika
tidak ada muntah
terjadi selama 30
menit
10. Ajarkan penggunaan
teknik non
pharmakological
untuk mengelola
muntah
11. Kaji emesis untuk
warna, konsistensi,
darah, waktu, dan
sejauh mana itu kuat.
12. Ukur atau estimasi
volume emesis.
13. Sarankan membawa
kantong plastik untuk
muntah penahanan.
14. Catat riwayat
pengobatan awal
lengkap.
15. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
menyebabkan atau
memberikan
kontribusi untuk
muntah
4. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan
1. Tentukan dampak
injury asuhan selama 3 x 24,

35
nyeri teratasi dengan nyeri terhadap
kriteria hasil: kualitas hidup klien
1. Kenali awitan nyeri (misalnya tidur, nafsu
2. Jelaskan faktor makan, aktivitas,
penyebab nyeri kognitif, suasana hati,
3. Gunakan obat hubungan, kinerja
analgesik dan non kerja, dan tanggung
analgesik jawab peran).
4. Laporkan nyeri yang 2. Kontrol faktor
terkontrol lingkungan yang
mungkin
menyebabkan respon
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
4. Kaji rasa nyeri secara
komprehensif untuk
menentukan lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri, dan
faktor pencetus.

36
5. Observasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien
yang mengalami
kesulitan
berkomunikasi.

Pasca Operasi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No. Intervensi
Keperawatan Hasil

1. Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan
1. Tentukan dampak
injury asuhan selama 3 x 24,
nyeri terhadap
nyeri teratasi dengan
kualitas hidup klien
kriteria hasil:
(misalnya tidur, nafsu
1. Kenali awitan
makan, aktivitas,
nyeri
kognitif, suasana hati,
2. Jelaskan faktor
hubungan, kinerja
penyebab nyeri
kerja, dan tanggung
3. Gunakan obat
jawab peran).
analgesik dan non
2. Kontrol faktor
analgesik
lingkungan yang
4. Laporkan nyeri
mungkin
yang terkontrol
menyebabkan respon

37
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
4. Kaji rasa nyeri secara
komprehensif untuk
menentukan lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri, dan
faktor pencetus.
5. Observasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien
yang mengalami
kesulitan
berkomunikasi.
1. Resiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan Infection Severity Infection protection
dengan prosedur Tujuan : 1. Lakukan tindakan
invasif Setelah dilakukan pencegahan
tindakan keperawatan neutropenia

38
selama 3x 24 jam 2. Isolasi semua
pasien tidak pengunjung untuk
mengalami infeksi penyakit menular
Kriteria Hasil : 3. Pertahankan asepsis
1. Klien tidak untuk pasien berisiko
demam 4. Periksa kondisi setiap
2. Klien tidak sayatan bedah atau
mengalami luka
peningkatan 5. Pantau tanda-tanda
jumlah sel darah dan gejala infeksi
putih sistemik dan lokal
Bayi 9000 – 6. Monitor kerentanan
baru 30.000 / terhadap infeksi
Lahir mm3 7. Pantau perubahan
Bayi/ 9000 – tingkat energi atau
anak 12.000/ malaise
mm3
Dewasa 4000- Infection control
10.000/ 1. Bersihkan lingkungan
mm3 setiap kali setelah
digunakan pasien
2. Isolasi dengan orang
yang terkena
penyakit menular
3. Batasi jumlah
pengunjung yang
sesuai
4. Tingkatkan cara
mengajar mencuci
tangan untuk tenaga
kesehatan

39
5. Anjurkan pasien
tentang teknik cuci
tangan yang tepat
6. Instruksikan
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
7. Gunakan sabun
antimikroba untuk
mencuci yang sesuai
8. Cuci tangan sebelum
dan sesudah setiap
kegiatan perawatan
pasien

3. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan sesuai intervensi
4. EVALUASI
Menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi atau tidak teratasi

DAFTAR PUSTAKA
Brunner &Suddarth. 2002.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

40
Coleman, EA., Lord, JE, Huskey, SW, Black JM, dan Jacobs EM. 1997. Medical-
Surgical Nursing: Clinical Management For Continuity of Care 5th
Edition.USA: Saunders Company
Di Giulio, M, Jackson, D, dan Keogh, J. 2007. Medical-Surgical Nursing,
Demystified: A Self-Teaching Guide. USA: The Mc Graw-Hill
Companies
Ferri, FF. 2014. Ferri's Clinical Advisor 2014. USA: MosbyInc.
Jiang, Q dan Lizhong C. 2008. Karsinoma Ginjal dalam Buku Ajar Onkologi
Klinis. Edisi2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Nursalam & Batticaca, FB. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar-dasar Urology Ed 1. Jakarta: Sagung Seto
Pusponegoro, dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher
Saputra, Lyndon. 2011. Master Plan Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher
Shenoy, K. Rajgopal dan Anita N. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid Satu.
Tangerang: Karisma Publishing Group
Snell, RS. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC
Umami, Vidhia. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: PT. Gelora Aksara
Pratama
Wein, AJ, Kavaoussi, LR, Novick, AC, Partin, AW, Peters, CA. 2012.Campbell-
Walsh Urology Tenth Edition. USA: Saunders
Yosef, Herman. 2007. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV. Infomedika

41

Anda mungkin juga menyukai