Anda di halaman 1dari 4

PRINSIP

AKUNTABILITAS 1

BY STHEPHNEN COVEY
Putra saya Stephen, yang berusia tujuh tahun,
mengajukan diri untuk mengurus halaman.
“Nak,” kata saya. “lihat halaman tetangga ?
Hijau dan bersih bukan ? Itulah yang ingin kita
capai : hijau dan bersih. Sekarang, coba lihat
halaman kita. Lihat warnanya. Tidak hijau bukan
? Hijau dan bersih, itulah yang kita inginkan.”
selama dua minggu kami melakukan latihan
dan persiapan, untuk menanamkan dua kata ini :
hijau dan bersih.
Kini saatnya mulai, hari sabtu. Dia tak
melakukan apapun. Minggu... Sama sekali tidak.
Senin... Juga tidak. Saat berangkat kerja selasa
pagi : saya melihat halaman masih kuning dan
berantakan, disinari matahari yang sedang
meninggi.
ini keterlaluan. Saya kecewa dan tak percaya
lagi pada kemampuannya.
saya sudah siap untuk kembali ke model
delegasi “pesuruh”. Tapi bagaimana nanti dampak
pada komitmen dari dalam dirinya ?
jadi saya pura-pura tersenyum. Sepulang
kerja, “Hai, Nak. Bagaimana keadaannya ?
“baik !” Jawabnya.
Saya menggigit bibir dan menunggu sampai
selesai makan malam. Lalu saya berkata, “Nak,
ayo melakukan apa yang sudah kita sepakati.
Mari bersama-sama keliling halaman dan kamu
bisa menunjukkan bagaimana hasil tanggung
jawabmu. “
Begitu melewati pintu, rahang bawahnya
mulai gemetar. Merebak air matanya dan pada
saat kami sampai di tengah-tengah halaman
pecahlah tangisnya.
“sulit sekali untuk dilakukan, Ayah!”
Apanya yang sulit ? Saya berkata dalam hati.
Kamu belum melakukan apapun! Tapi, saya
paham apa sebenarnya yang sulit baginya – yakni
mengelola diri, mengawasi diri sendiri. Jadi saya
berkata, “Apa ada yang bisa ayah bantu ?”
“Apakah Ayah mau ?” isaknya.
“bagaimana perjanjian kita ?”
“Ayah bilang akan membantu jika punya
waktu. “
“Nah, ayah punya waktu.”
Dia lalu berlari masuk ke rumah dan kembali
dengan dua buah karung. Dia memberikan satu
kepada saya. “maukah ayah mengambil yang itu
?” dia menunjuk sampah sisa acara barbeque
malam minggu sebelumnya. “yang itu
membuatku mual!”
Saya mengambilnya. Saya melakukan
apayang dia minta. Pada saat itulah perjanjian
kami ditandatangani di hati kami berdua.
Halaman itu menjadi wilayah kekuasaannya,
tanggung jawabnya.
Dia hanya minta bantuan dua atau tiga kali
sepanjang musim panas itu. Halaman itu
dirawatnya dengan baik. Selalu terjaga lebih bijau
dan bersih daripada sebelumnya saat saya rawat.

Pertanyaan refleksi :

1. Hal apa saja yang bisa kita pelajari dari cerita


diatas ?

2. Ada 7 hal yang sudah dilakukan oleh sang


Ayah untuk memastikan akuntabilitas sang Anak.
Apa sajakah itu ?

3. bagaimana menerapkan hal tersebut kepada


anak buah kita ?

Anda mungkin juga menyukai