Anda di halaman 1dari 13

RMK

KARAKTERISTIK PROFESI AKUNTAN DAN EKSPEKTASI


MASYARAKAT

Nama Kelompok :
1. Gabriela Anggraeni (1907341035)
2. Mega Yustika Dewi (1907341038)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
KARAKTERISTIK PROFESI AKUNTAN DAN EKSPEKTASI
MASYARAKAT
1. Definisi Profesi
Kata “profesi” diadaptasi dari bahasa Inggris, yaitu “profession” yang berasal dari bahasa
Latin “professus”. Kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, yaitu mampu atau ahli di
bidang tertentu. Mengacu pada asal katanya tersebut maka pengertian profesi adalah suatu
pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu yang didapat dari pendidikan tinggi, di mana
umumnya mencakup pekerjaan mental yang didukung dengan kepribadian dan sikap
profesional. Jadi secara umum, pengertian profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan
ilmu pengetahuan atau keterampilan khusus sehingga orang yang memiliki pekerjaan tersebut
harus mengikuti pelatihan atau pendidikan tertentu agar dapat melakukan pekerjaannya dengan
baik. Mereka yang memiliki profesi di bidang tertentu biasanya disebut dengan profesional,
yaitu seseorang yang memiliki keahllian teknis di bidang tertentu. Misalnya arsitek, dokter,
akuntan, tentara, pengacara, desainer, dan lain sebagainya.
Pengertian profesi menurut para ahli, yaitu:
Peter Jarvis
Menurut Peter Jarvis (1983:21), pengertian profesi adalah suatu pekerjaan yang sesuai
dengan studi intelektual atau pelatihan khusus dimana tujuannya untuk menyediakan
pelayanan keterampilan bagi orang lain dengan upah tertentu.
Everett Hughes
Menurut Hughes (1963), pengertian profesi adalah suatu pekerjaan di bidang tertentu
dimana seorang profesional memiliki pengetahuan lebih baik dari kliennya mengenai
sesuatu yang terjadi pada klien tersebut.
Moriss L Cogan
Menurut Cogan (1983:21), pengertian profesi adalah suatu keterampilan khusus yang
dalam prakteknya didasarkan atas suatu struktur teoritis tertentu dari beberapa bagian
ilmu pengetahuan.

2. Ciri-Ciri Profesi
Ada beberapa sifat dan karakteristik profesi yang tidak terdapat pada jenis pekerjaan
yang bukan merupakan profesi. Adapun ciri-ciri profesi adalah sebagai berikut:
 Terdapat keahlian atau pengetahuan khusus yang sesuai dengan bidang pekerjaan,
dimana keahlian atau pengetahuan tersebut didapatkan dari pendidikan atau
pengalaman.
 Terdapat kaidah dan standar moral yang sangat tinggi yang berlaku bagi para
profesional berdasarkan kegiatan pada kode etik profesi.
 Dalam pelaksanaan profesi harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat di
atas kepentingan pribadi.
 Seorang profesional harus memiliki izin khusus agar dapat menjalankan pekerjaan
sesuai profesinya.
 Pada umumnya seorang profesional merupakan anggota suatu organisasi profesi di
bidang tertentu.
Pada dasarnya profesi sangat berhubungan dengan pekerjaan, namun tidak semua jenis
pekerjaan merupakan profesi. Terdapat beberapa karakteristik yang membedakan antara
profesi dengan pekerjaan lainnya, yaitu:
1. Keahlian berdasarkan pengetahuan teoretis, para profesional memiliki pengetahuan
teoretis yang ekstensif dan keahlian dalam mempraktekkan pengetahuan tersebut.
2. Adanya pendidikan yang ekstensif, yaitu proses pendidikan yang cukup lama
dengan jenjang pendidikan yang tinggi bagi profesi yang prestisius.
3. Terdapat ujian kompetensi, yaitu ujian mengenai pengetahuan atau kompetensi di
bidang tertentu, di mana umumnya terdapat syarat untuk lulus tes yang menguji
pengetahuan teoretis.
4. Terdapat pelatihan institusional, yaitu suatu pelatihan pelatihan untuk mendapatkan
pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi profesi.
5. Adanya asosiasi profesional, yaitu organisasi suatu profesi yang bertujuan untuk
meningkatkan status para anggotanya.
6. Adanya lisensi, yaitu sertifikasi di bidang tertentu sehingga seorang profesional
dianggap memiliki keahlian dan dianggap bisa dipercaya.
7. Kode etik profesi, yaitu suatu prosedur dari organisasi profesional yang mengatur
para anggotanya agar bekerja sesuai aturan.
8. Adanya otonomi kerja, yaitu pengendalian kerja dan pengetahuan teoretis para
profesional untuk menghindari intervensi dari luar.
9. Mengatur diri, seorang profesional diatur oleh organisasi profesi tanpa adanya
campur tangan pemerintah.
10. Layanan publik dan altruisme, yaitu pendapatan atau penghasilan dari kerja profesi
yang dipertahankan selama berhubungan dengan keperluan masyarakat.
11. Status dan imbalan tinggi, seorang profesional yang sukses akan mendapatkan
status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak sebagai pengakuan terhadap
layanan yang diberikan kepada publik.

3. Prinsip Etika Bisnis


Dalam etika profesi ada beberapa prinsip-prinsip dasar yang perlu diketahui. Prinsip-
prinsip ini melandasi pelaksanaan etika profesi, diantaranya sebagai berikut :
1. Prinsip tanggung jawab
Semua tenaga kerja profesional sudah sepatutnya bekerja dengan diliputi rasa tanggung
jawab yang besar. Pekerjaan harus dilakukan secara serius dan baik sehingga hasilnya
bisa maksimal. Dengan memiliki rasa tanggung jawab dalam menjalankan pekerjaan,
maka perusahaan dapat dianggap memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.
2. Prinsip keadilan
Dalam menjalankan setiap pekerjaan dan tanggung jawab profesi, maka seorang
karyawan atau tenaga kerja haruslah mengedepankan keadilan. Keadilan ini harus
diberikan kepada setiap orang yang berhak menerimanya termasuk dalam hal pekerjaan.
3. Prinsip otonomi
Bila Anda bekerja dan menempati suatu jabatan di dalam perusahaan, itu berarti Anda
memiliki wewenang dan kebebasan dalam menjalankan pekerjaan tertentu. Tentunya
wewenang dan kebebasan ini harus dijalankan sesuai dengan kode etik yang dimiliki
oleh Anda sebagai seorang profesional. Dengan begitu setiap tugas yang dikerjakan
dapat diselesaikan dengan baik.
4. Prinsip integritas moral
Yang dimaksud dengan Integritas moral disini adalah kualitas kejujuran serta prinsip
moral dalam diri seseorang yang harus dilakukan dengan secara konsisten dalam
menjalankan profesinya. Tentunya konsistensi dalam menjalankan moral ini berkaitan
dengan profesionalitas.
Bagi seorang profesional harus memiliki komitmen terhadap dirinya untuk dapat
menjaga kepentingan profesi itu kepada diri sendiri dan masyarakat. Memiliki moral
yang baik nantinya akan membawa Anda untuk bisa bekerja dengan baik juga dan akan
selalu mengutamakan kepentingan bersama.

4. Syarat Profesi
Secara umum, terdapat beberapa syarat pada suatu profesi. Adapun syarat-syarat
profesi adalah sebagai berikut:
 Memiliki pengetahuan khusus di suatu bidang ilmu tertentu.
 Melibatkan berbagai kegiatan intelektual.
 Membutuhkan adanya suatu persiapan tertentu yang cukup dalam, jadi bukan hanya
sekedar latihan saja.
 Membutuhkan latihan yang berkesinambungan di dalam melaksanakan
pekerjaannya atau jabatannya.
 Lebih mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi.
 Adanya organisasi para profesional sesuai dengan bidang profesi.
 Terdapat kode etik atau standar baku dalam pelaksanaan pekerjaannya

5. Kode Etik Profesi


A. Definisi Kode Etik Profesi
Kata etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti cara berpikir, kebiasaan, adat
istiadat, perasaan, sikap, budi pekerti, moralitas atau sifat kebiasaan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata moral dapat menggunakan 3 (tiga) arti, yaitu:
1. Moralitas sebagai sistem nilai atau nilai atau norma moral, yang dapat digunakan
sebagai pedoman perilaku seseorang atau kelompok.
2. Sebagai kumpulan prinsip atau nilai yang berkaitan dengan moralitas atau
moralitas.
3. Sebagai pengetahuan tentang baik dan jahat yang diterima masyarakat, ini menjadi
bahan metodis untuk penelitian dan refleksi sistematis.
Etika mencerminkan apa yang disebut “pengendalian diri” karena segala sesuatu
diciptakan dari dan mendapat manfaat dari kelompok sosial (profesional) itu sendiri. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa suatu profesi hanya dapat memenangkan kepercayaan
masyarakat, jika dalam elit profesional, ketika ingin memberikan layanan pengetahuan
profesional kepada mereka yang membutuhkan, mereka sangat menjunjung tinggi etika
profesi.
Kode etik profesi muncul dalam bentuk norma, dan setiap anggota profesi harus berpegang
pada norma tersebut dalam menjalankan tugas profesional dan kehidupan sosialnya.
Norma-norma ini berisi petunjuk tentang bagaimana anggota industri menjalankan
profesinya dan larangannya, yaitu peraturan tentang hal-hal yang tidak boleh mereka
lakukan atau lakukan, tidak hanya untuk menjalankan tugas profesionalnya, tetapi juga
melibatkan perilaku anggota. Secara umum, mereka semua adalah profesional dalam
komunikasi sehari-hari di masyarakat.
B. Prinsip Kode Etik Profesi
Dalam berkarir, seseorang perlu memiliki landasan yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Prinsip tanggung jawab. Profesional harus bisa bertanggung jawab atas dampak
profesinya, terutama yang ada di sekitar mereka.
2. Prinsip keadilan. Menuntut seseorang untuk dapat menjalankan profesinya tanpa
merugikan orang lain, terutama yang berkaitan dengan profesinya.
3. Prinsip otonomi. Didasarkan pada kebutuhan untuk memberikan kebebasan penuh
kepada para profesional untuk menjalankan profesinya.
4. Prinsip integritas moral. Profesional juga harus membuat komitmen pribadi untuk
melindungi kepentingan profesional, pribadi dan sosial mereka

C. Fungsi dan Tujuan Kode Etik Profesi


Kode etik pada dasarnya memiliki rangkap fungsi, yaitu sebagai pelindung dan
pengembangan profesi. Fungsi ini sama dengan yang dikemukakan oleh Gibson dan
Michel (1945-449) yang menekankan kode etik, menjadikan kode etik sebagai kode untuk
menjalankan tugas profesional, dan menjadikan masyarakat sebagai kode jabatan.
Pada dasarnya tujuan dibentuk atau dirumuskannya kode etik profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan organisasi profesi. Secara umum, tujuan pembentukan kode etik
adalah sebagai berikut:
1. Menjaga Martabat Profesional
Dalam hal ini yang harus dilindungi adalah “citra” orang luar atau
masyarakat sehingga “orang luar” itu memandang rendah atau “memandang
rendah” profesinya. Oleh karena itu, setiap kode etik profesi akan melarang
segala bentuk fitnah profesi terhadap dunia luar. Dari perspektif ini, kode etik
juga memiliki namanya atau disebut “kode kehormatan.”
2. Menjaga Kesejahteraan Anggota
Artinya kesejahteraan berupa kesehatan materi dan mental atau mental.
Mengenai kesejahteraan material anggota profesional, kode etik biasanya
melarang anggota melakukan perilaku yang merugikan kesejahteraan
anggotanya.
Misalnya dengan menetapkan remunerasi minimal bagi pelaku industri
untuk menjalankan tugasnya, sehingga siapapun yang tarifnya di bawah
remunerasi minimum dianggap tercela karena tidak pantas dan tidak
menguntungkan sesama pekerjaannya.
Sejauh menyangkut kesehatan mental atau mental anggota profesional,
kode etik biasanya mengarahkan anggotanya untuk menjalankan tugas
profesionalnya. Selain itu, kode etik juga memberikan batasan kepada
anggotanya agar tidak melakukan perilaku yang dianggap tercela oleh
masyarakat.
Kode Etik juga menetapkan peraturan yang dirancang untuk membatasi
perilaku yang tidak pantas atau tidak jujur pada interaksi anggota industri
dengan anggota industri lainnya.
3. Tingkatkan Layanan Profesional
Dalam hal ini, kode etik juga memuat tujuan pengabdian tertentu, sehingga
para profesional dapat dengan mudah memahami tanggung jawab dan tanggung
jawab pelayanannya saat menjalankan tugas profesionalnya. Oleh karena itu,
Kode Etik menetapkan aturan yang harus diterapkan oleh para profesional
dalam menjalankan tugasnya.
4. Tingkatkan Kualitas Profesional
Dalam rangka meningkatkan kualitas profesional, kode etik juga memuat
rekomendasi yang relevan, sehingga anggota profesional senantiasa berupaya
untuk meningkatkan kualitas anggotanya sesuai bidang pelayanannya.
Selain itu, kode etik juga mengatur bagaimana menjaga dan meningkatkan
kualitas organisasi profesi. Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa tujuan
penyusunan kode etik profesi adalah untuk menjaga harkat dan martabat
profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan anggota, meningkatkan tingkat
pelayanan anggota dan meningkatkan etika profesi. Kualitas profesional dan
organisasi profesional yang sempurna.

D. Sanksi atas Pelanggaran Kode Etik


Berikut sanksi pelanggaran bagi yang melanggar kode etik:
1. Menerima Peringatan
Pada tahap ini, pelaku akan menerima peringatan halus, misalnya jika seseorang
menyebutkan instansi terkait (tetapi levelnya tidak terlalu ketat), dia dapat menerima
email dengan peringatan, jika tidak jelas, dia dapat melanjutkan Lanjut ke level
berikutnya, seperti peringatan parah atau lainnya.
2. Blokir
Update tersebut berisi status SARA, mengupload data yang mengandung gambar
dan elemen pornografi berupa .gif, programmer inilah yang mendistribusikan
malware tersebut. Ini adalah contoh pelanggaran dalam situasi yang sangat berbeda,
dalam hal ini mungkin akun diblokir saat pelaku melakukan aksinya.
Misalnya, jika Anda berniat membuat akun sosial pribadi dari grup yang
melecehkan agama, dan orang lain merasa tersinggung, akun tersebut mungkin
dinonaktifkan oleh server. Atau menyebabkan website / blog diblokir pada website /
blog yang mengandung konten pornografi.

3. Hukum Pidana/Perdata
“Setiap administrator negara, individu, entitas komersial atau asosiasi, jika
dirugikan oleh orang lain karena penggunaan nama domain dan tidak memiliki hak
orang lain, berhak mengajukan gugatan untuk meminta pembatalan nama domain
yang bersangkutan” (Pasal 23, paragraf 3) ).
“Setiap orang melakukan tindakan apapun dengan sengaja, tanpa hak atau
melawan hukum, yang menyebabkan sistem elektronik terputus dan / atau sistem
elektronik tidak dapat bekerja secara normal” (Pasal 33). “Memulai gugatan perdata
sesuai dengan hukum” (Pasal 39).
Ini merupakan bagian dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(UU ITE) Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang
memuat 54 pasal. Tentunya ada undang-undang yang mengatur informasi dan
transaksi yang terjadi di dunia maya. Seperti halnya kejahatan kita mengendarai
sepeda motor dan menyinggung orang lain.
Misalnya, tanpa SIM card jelas kita akan mendapat sanksi dan pelanggaran
dilarang dari ketentuan umum. Perilaku, penyelesaian sengketa, investigasi, dan
klausul kriminal mulai menjelaskan peristiwa di dunia maya.

6. Good Governance
A. Pengertian Good Governance
Good Governance adalah suatu penyelegaraan manajemen pembangunan yang
solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara
politik maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan
legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses
pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara
bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan
sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara.
B. Prinsip Good Governance
Berikut Prinsip-prinsip dari Good Governance:
1. Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan
sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas
untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk menjamin
agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam
rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan
saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur
komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan
penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan
masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda
pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan
mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.
2. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan
kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan
dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good governance, harus diimbangi
dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter antara
lain sebagai berikut: Supremasi hukum (the supremacy of law), Kepastian hukum
(legal certainty), Hukum yang responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan
non-diskriminatif, Indepedensi peradilan. Kerangka hukum harus adil dan
diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang
menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-
balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses
pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-
pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar
dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan
pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah
masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Peduli Kepada Stakeholder/Dunia Usaha
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha
melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks praktek lapangan
dunia usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung
bagaimana good governance dapat berjalan dengan baik di masing-masing
lembaganya. Pelaksanaan good governance secara benar dan konsisten bagi dunia
usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan etika bisnis yang seharusnya dimiliki
oleh setiap lembaga korporasi yang ada didunia. Dalam lingkup tertentu etika
bisnis berperan sebagai elemen mendasar dari konsep CSR (Corporate Social
Responsibility) yang dimiliki oleh perusahaan. Pihak perusahaan mempunyai
kewajiban sebagai bagian masyarakat yang lebih luas untuk memberikan
kontribusinya. Praktek good governance menjadi kemudian guidence atau
panduan untuk operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan
internal maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional
perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih
kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya,
termasuk didalamnya publik.
5. Berorientasi Pada Konsensus (Consensus)
Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses
musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain
dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi
keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan mempunyai
kekuatan memaksa (coercive power) bagi semua komponen yang terlibat untuk
melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu dikembangkan dalam
konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah
persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara
partisipasi, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang
terwakili. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan
yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa
yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus
dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan (Equity)
Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua warga
masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan
kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik
antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Informasi
adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu
proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang
disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan
berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui
koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan
yang jelas tentang cara mendapatkan informasi.
7. Efektifitas dan Efesiensi (Effectiveness and Efficiency)
Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas,
pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan
efisien yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif biasanya di ukur
dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan
masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu
efektif dan efisien, maka para pejabat pemerintahan harus mampu menyusun
perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan
disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional tersebut,
maka harapan partisipasi masyarakat akan dapat digerakkan dengan mudah,
karena program-program itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka. Proses-
proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan
warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada
seoptimal mungkin.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap
masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka.
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi
masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-
lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu
dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar
akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen
politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan
instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem
pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan
sanksi yang jelas dan tegas.
9. Visi Strategis (Strategis Vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang
akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan
jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta
kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan
tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas
kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

C. Penerapan Good Governance Di Indonesia


Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan
sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi
perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih
sehingga Good Governance merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak
diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan
Reformasi yang sudah berjalan selama 12 tahun ini, penerapan Good Governance
diIndonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita
Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam
pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good
Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang
dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good Governance yang baik,
diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap publik
mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN.
Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas
manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya.
Undang-undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan Good
governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan
dengan sektor publik pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan
juga pada era Orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent of
development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang
sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.
Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa dampak
positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu membawa
dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan lahirnya Good
Corporate Governance. Dengan landasan yang kuat diharapkan akan membawa bangsa
Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan amanah.

7. Profesi Perpajakan
Akuntan pajak adalah seseorang yang memiliki tugas untuk mengurus berbagai hal
terkait dengan perpajakan. Tugas yang dilakukan oleh akuntan pajak yaitu menganalisis
fenomena serta menentukan strategi perpajakan dengan tepat.
Di samping itu, strategi pajak yang dijalankan juga harus berstandar pada undang-
undang pajak yang berlaku di negara tersebut. Akuntan pajak ini bekerja pada suatu
perusahaan serta memastikan perusahaan tersebut untuk membayar kewajiban pajaknya.
Seorang akuntan pajak memiliki prospek yang bagus dalam bidang pekerjaan, baik
itu di perusahaan, pemerintahan, ataupun lembaga lainnya. Beberapa sektor prospek
kerjanya yaitu:
1. Perusahaan Big Four
2. Bank dan Lembaga Keuangan
3. Lembaga Pemerintahan
4. Pegawai Bea Cukai
5. Dinas Keuangan Daerah
Definisi pada Kode Etik Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) adalah setiap
orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan pekerjaannya, secara bebas dan
profesional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan.” (Kode Etik IKPI, 2009) Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa ciri-ciri
konsultan pajak, yaitu memiliki keahlian perpajakan
1. Memahami betul materi perpajakan dan bisa menjelaskan secara jelas sehingga
mudah dipahami masalah serta solusi yang diberikankepada klien oleh
konsultan pajak.
2. Memiliki sertifikasi Seorang konsultan pajak yang profesional harus memiliki
sertifikat untuk mendirikan kantor konsultan pajak tanpa terkecuali.

Untuk menjadi konsultan pajak diwajibkan memiliki sertifikat konsultan pajak.


Pengertian sertifikat konsultan pajak dalam ketentuan pasal 1 angka 2 dalam KMK-
485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia, “Sertifikat Konsultan Pajak adalah
Sertifikat yang menunjukkan tingkat keahlian seorang Konsultan Pajak dalam memberikan
jasa profesional di bidang perpajakan, yang diperoleh setelah yang bersangkutan lulus
Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak.”
Ujian sertifikasi konsultan pajak ditetapkan dalam ketentuan pasal 1 angka 4 KMK-
485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia, “Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak
adalah ujian yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia untuk
memperoleh Sertifikasi Konsultan Pajak.”
Perihal Organisasi Ikatan Konsultan Pajak ditegaskan dalam pasal 1 angka 6 KMK-
485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia, “Ikatan Konsultan Pajak Indonesia
adalah suatu organisasi yang beranggotakan para Konsultan Pajak dan dibentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diberikan kewenangan
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan ini.”
Untuk melakukan praktek konsultan pajak, bagi setiap konsultan pajak yang telah
memiliki sertifikasi diwajibkan memiliki Surat Izin Praktek Konsultan Pajak. Hal ini diatur
dalam pasal 1 angka 5 KMK-485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia, “Izin
Praktek Konsultan Pajak adalah Surat Izin Praktek Konsultan Pajak yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.”
8. Ekspektasi Masyarakat Terhadap Profesi Perpajakan
Kata ekspektasi sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu expectation atau
expectancy yang berarti harapan atau tingkat harapan. Secara sederhana, maka pengertian
ekspektasi adalah harapan. Terjadinya krisis keuangan yang disebabkan skandal keuangan
oleh berbagai perusahaan besar di dunia menyebabkan perubahan pada persepsi mayarakat
terhadap nilai serta perilaku etika perusahaan.
Masyarakat pada umumnya berharap bahwa para akuntan dapat mematuhi standar
dan sekaligus tata nilai yang berlaku dilingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat
dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. Dalam hal ini,
seorang akuntan dipekerjakan oleh sebuah organisasi atau KAP, tidak akan ada undang-
undang atau kontrak tanggung jawab terhadap pemilik perusahaan atau publik. Walaupun
demikian, sebagaimana tanggung jawabnya pada atasan, akuntan professional publik
mengekspektasikannya untuk mempertahankan nilai-nilai kejujuran, integritas,
objektivitas, serta pentingannya akan hak dan kewajiban dalam perusahaan.
Seorang akuntan harus memiliki ketelitian yang tinggi. Hal ini dikarenakan
pekerjaan akuntan adalah mengoreksi laporan perusahaan. Publik atau pihak eksternal
sangat mengharapkan seorang akuntan bekerja independen. Artinya, akuntan tidak boleh
memihak kepada klien yang mempekerjakannya. Dengan bekerja independen, laporan
keuangan yang dibuat merupakan laporan yang dapat diandalkan. Artinya, laporan tersebut
dapat dipercaya dan dapat dijadikan dasar dalam mengambil keputusan.
Publik/masyarakat sangat bergantung pada profesi akuntan. Hal ini karena
masyarakat akan menilai atau mengambil keputusan ekonomi setelah melihat laporan
keuangan perusahaan. Hubungan saling ketergantungan antara perusahaan dan masyarakat
mulai menjadi pokok perhatian pada dekade 80-an. Perusahaan kemudian menanggapi
harapan masyarakat, baik sebagai shareholder maupun sebagai stakeholder dengan
menghadirkan :
o Menghadirkan konsep tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) melalui pembentukan sistem pengendalian internal untuk menjamin
tercapainya tujuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan melindungi hak-hak
pemegang saham
o Membuat serangakaian code of conduct sebagai pedoman bagi internal perusahaan
dalam hubungannya dengan para stakeholder seperti karyawan, pemerintah dan
masyarakat umum.

Anda mungkin juga menyukai