Anda di halaman 1dari 4

TEORI TENTANG EVOLUSI KELUARGA MANUSIA

Suatu soal yang telah menarik diperhatikan baik kalangan umum maupun kalangan para ahli
ilmu sosial adalah masalah asal mula dan perkembangan keluarga dalam masyarakat
manusia. Demikian pula para ahli Antropologi dari pertengahan abad ke-19 yang lalu
sebenarnya telah juga mencari perbandingan dengan masyarakat binatang. Di dalam
kelompok keluarga inti, yang baru ini ibulah yang menjadi ketua keluarga. Demikian
keturunan yang dilahirkan mereka juga tetap tinggal di dalam kelompok si pria.

Demikian patriarchaat lambat laun hilang dan berobah menjadi suatu susunan kekerabatan
yang disebut oleh Wilken susunan parentaal. Adapun teori Lubbock dll, terirai di atas, pada
akhir abad ke-19 dan permulaan abad kee-20 mulai amat banyak dikritik oleh para ahli
antropologi berdasarkan data etnografi konkret yang sejak akhir abad ke-19 itu memang
mulai amat membanyak berkat kegiatan penelitian dan field work dari para ahli itu. Dari
bahan itu telah terbukti misalnya bahwa masyarakat dengan sistem kekerabatan yang
berdasarkan prinsip matrilineat tidak ada pada masyarakat yang tingkat perkembangan
kebudayaannya amat rendah , tetapi pada banyak kebudayaan yang asal dari berbagai
tingkat perkembangan. Suku bangsa Kutchin misalnya, suku bangsa yang hidup dari berburu
di daerah hutan-hutan koniferus di daerah sungai-sungai besar di Kanada Barat laut, yang
belum lama waktu yang lalu masih amat rendah taraf perkembangan
kebudayaanya, mempunyai suatu sistem kekerabatan yang didasarkan prinsip
matrilinial, tetapi demikian pula suku bangsa Minangkabau di Indonesia, yang terasa jauh
lebih tinggi taraf perkembangan kebudayaannya.

Kecuali itu banyak contoh dalam etnografi yang menunjukkan adanya suku-suku bangsa di
berbagai tempat di dunia yang taraf perkembangan kebudayaanya masih amat
rendah, tetapi mempunyai sistem kekerabatan yang berdasarkan prinsip
bilateral. Bertambah pula ada juga contoh yang menunjukan pernah adanya proses
perkembangan dari masyarakat bilateral ke masyarakat matrilineal, ialah pada suku bangsa
Indian Kwakiult di pulau-pulau di hadapan pantai barat Kanada. Dengan singkat, proses
perkembangan melalui empat tingkat seperti apa yang telah dikontruksikan secara rapi
dalam alam abstrak oleh para ahli dari abad ke-19 yang lalu itu telah disangkal oleh
kenyataan konkret bahwa proses-proses perkembangan masyarakat pada umumnya, dan
sistim-sistim kekerabatan pada khususnya, tidak hanya mungkin melalui suatu garis
perkembangan saja, tetapi bisa juga melalui berbagai kemungkinan yang ditentukan oleh
banyak faktor yang beraneka warna sifatnya.

PERHATIA PARA AHLI ANTROPOLOGI TERHADAP KEHIDUPAN BINATANG BERKELOMPOK


Seperti apa yang telah dikatakan di atas, teori-teori tentang perkembangan bentuk-bentuk
keluarga di dalam masyarakat manusia itu sering mempergunakan perbandingan yang
diambil dari kehidupan binatang bekelompok. Misalnya, konsep promiscuity terurai di atas
adalah terang suatu konsep yang asal dari bayangan para ahli tua itu mengenai masyarakat
binatang, karena belum pernah ada diantara mereka yang dapat menunjukan secara
konkret suatu masyarakat manusia yang benar-benar berdasarkan promiscuity. Melihat ke
alam menambah pengertian tentang hakekat dari masyarakat manusia,memang suatu hal
yang berguna; hanya sayang bahwa cara para ahli dari satu abad yang lalu terus berbicara
tentang kehidupan kera berkelompok itu, berdasarkan bayang-bayangan yang spekulatif
saja; karena dalam kenyataan mereka tidak pernah mempelajari dengan konkret
bagaimanakah bentuk kehidupan kera berkelompok itu. Pada zaman ahli-ahli itu memang
belum banyak penelitian dan observasi yang sistematis mengenai kehidupan binatang
berkelompok pada umumnya, dan kehidupan kelompok-kelompok kera pada
khususnya. Kelompok manusia berburu seperti orang Bushmen di Afrika Selatan, orang
eskimo di Pantai Uatara Kanada atau orang-orang Indian di padang-padang Steppa di
Amerika Selatan, bisa mengembara sampai lebih dari 100 km persegi. Dalam hal ini makhluk
manusia lebih menyerupai binatang berkelompok yang lain, seperti misalnya srigala.
Berbicara mengenai makanan, kera pada dasarnya amat berbeda dengan manusia dalam hal
mencari makanan. Semua macam kera itu, walaupun hidup dalam berkelompok, amat
individualistis dalam hal makanannya. Walaupun demikian ada satu ciri pada banyak macam
kera dan pada manusia, ialah masa birahi yang terus menerus. Malahan ada ahli yang
menganggap bahwa ciri breeding season yang konstan inilah sebagai salah satu sebab yang
mendorong terjadinya bentuk kehidupan bersama dalam masyarakat manusia yang disebut
keluarga itu. Lepas dari kera gibbon yang juga menggabung ke dalam kelompok-kelompok
yang menyerupai keluarga manusia itu karena faktor-faktor lain, semua kera tropik yang
amnivorus dnegan amat mudah bisa mendapat makan dalam semua musim. Hal ini
menstimulasi suatu perkembangan keadaan bahwa dalam beberapa macam makhluk primat
termasuk pongid dan manusia, anak itu bisa dilahirkan tiap waktu, tidak tergantung pada
keadaan musim tertentu. Musim birahi yang terus menerus yang sebaliknya mungkin juga
distimulasi karena keadaan, tentu amat cocok dengan ciri tersebut tadi. Kecuali itu, para ahli
biologi makhluk primat telah mengobeservasi makin lama masa mengandung dari makhluk
betinanya, relatif makin sedikit jumlah anak yang dilahirkan dan makin lama masa
mengasuh anak, sampai anak itu bisa hidup sendiri dan menjadi dewasa.
RUMAH TANGGA
Sebagai akibat dari perkawinan akan terjadi suatu kesatuan sosial yang disebut rumah
tangga atau household. Kesatuan ini mengurus ekonomi rumah tangga sebagai
kesatuan. Sebaliknya, kalau suatu keluarga muda tinggal di rumah orang tua tetapi sudah
makan dari dapur mereka sendiri, artinya mengurus ekonomi rumah tangga mereka
sendiri, barulan mereka dapat disebut suatu rumah tangga khusus. Kalau seorang peneliti
dalam field worknya harus menghitung jumlah rumah tangga, maka sebaiknya ia tidak
menghitung jumlah rumah atau jumlah keluarga inti dalam masyarakay yang merupakan
obyek penelitiannya, tetapi jumlah dapur. Demikian misalnya, kalau ia pernah akan datang
ke desa suku bangsa Iban di Kalimantan Barat misalnya, yang sering terdiri dari hanya satu
rumah panggung panjang diantara 50 – 150 m lebih di tepi sungai.

KELUARGA INTI
Sebagai akibat dari perkawinan, akan juga terjadi suatu kelompok kekerabatan yang disebut
keluarga inti, atau nuclear family. Suatu keluarga inti terdiri dari seorang suami, seorang
istri, dan anak-anak mereka sendiri yang belum kawin.anak tiri dan anak angkat yang secara
resmi mempunyai hak wewenang yang kurang lebih sama dengan anak kandungnya, dapat
pula kita anggap sebagai anggota suatu keluarga inti.
Bentuk keluarga inti serupa dengan apa yang terurai di atas, adalah bentuk keluarga inti
yang sederhana dan biasanya disebut keluarga batih yang berdasarkan monogami. Dalam
hal ini ada seorang suami dan seorang istri sebagai ayah-ibu dari anak-anak. Sebaliknya, ada
keluarga batih yang bentuknya lebih kompleks, ialah apabila ada lebih dari seorang suami
atau istri. Keluarga inti serupa ini disebut keluagra inti yang berdasarkan poligami. Secara
khusus keluaga inti dimana ada seorang suami tapi lebih dari seorang istri, disebut keluarga
inti yang berdasarkan poligini, sedangkan sebaliknya keluarga inti dimana ada seorang istri
tetapi lebih dari seorang suami, disebut keluarga inti yang berdasarkan poliandri.
Rupanya jumlah suku bangsa di dunia yang mengenal suatu mayarakat dengan keluarga-
keluarga inti yang berdasarkan poligini lebih besar dari pada keluarga-keluarga inti yang
berdasarkan monogami. Sebaliknya tidak boleh diluapakan bahwa pada semua suku bangsa
di dunia yang mengenal sistim poligini, tidak pernah didapat keluarga inti secara 100 %
berdasarkan poligini.

inti merupakan kelompok dimana si individu pada dasarnya dapat menikmati bentuan
utama dari sesamanya serta keamanan dalam hidup.
inti merupakan kelompok dimana si individu itu, waktu ia sebagai kanak-kanak masih belum
berdaya, mendapat pengasuhan dan permulaan dari pendidikannya.
Disamping kedua fungsi tersebut, keluarga inti dalam banyak masyarakat juga merupakan
kelompok sosial yang menjalankan ekonomi rumah tangga sebagai kesatuan, sungguhpun
terhadap fungsi ini banyak terkecualiannya. Di atas telah kita lihat bahwa dalam masyarakat
Jakarta misalnya, dan juga dalam banyak masyarakat lain di dunia, banyak keluarga inti tidak
mengurus ekonomi rumah tangga sendiri, tetapi hanya menumpang saja dan ikut makan
pada keluarga inti yang lain.
Akhirnya ada fungsi penting lain yang juga amat penting, ialah sebagai kesatuan dalam
masyarakat yang melakukan usaha-usaha produktif, seperti bertani di ladang dan bertani di
sawah. Terhadap fungsi ini tentu ada banyak sekali terkecualiannya. Dalam suku-suku
bangsa yang hidup dari berburu misalnya, keluarga inti tidak merupakan suatu kesatuan
dalam usaha-usaha produktif, karena berburu dilakukan suami dan anak-anak laki-laki yang
besar saja, yang bekerjasama dengan laki-laki lain, sedangkan istri bekerja sama dengan
wanita-wanita lain untuk menanam atau mencari tumbuh-tumbuhan. Juga dalam
masyarakat kita sendiri kita bisa mendapat contoh yang lebih mudah dari keluarga inti yang
tidak merupakan kesatuan suatu kesatuan dalam usaha produktif. Di Jakarta
misalnya, suami menjadi supir jawatan, sedangkan istri memproduksikan pisang goreng
yang dijual di warung kopi.
Pada banyak masyarakat di dunia kedua fungsi tambahan tersebut terakhir tadi memang tak
ada pada keluarga inti, tetapi ada pula masyarakat dimana salah satu, bahkan kedua fungsi
dasar dari keluarga inti, juga mulai beralih ke lain-lain kelompok atau pranata
kemasyarakatan. Dengan itu keluarga inti tidak akan ada fungsi-fungsi yang mengikatnya
lagi, dan sungguhpun dalam masyarakat serupa itu keluarga inti secara formil atau secara
yuridis masih ada, tetapi banyak kenyataan kelompok akan hilang.

Anda mungkin juga menyukai