Anda di halaman 1dari 64

1

Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

DAFTAR ISI
BAGIAN I – PENDAHULUAN
A. Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring
1. Latar Belakang
2. Tujuan dan Ruang Lingkup
3. Dasar Hukum
4. Metoda Penyusunan
B. Anak dan Perlindungan Anak
1. Definisi Anak dan Perlindungan Anak
2. Hak Anak
3. Anak dan Pendidik Hebat Era Digital

BAGIAN II – ANALISIS SITUASI PERLINDUNGAN ANAK DI RANAH DARING

A. Situasi Global
B. Situasi Nasional
1. Kebijakan dan Tata Kelola
2. Penegakan Hukum
3. Penanganan Korban
4. Partisipasi Publik
5. Industri Teknologi Digital
6. Media dan Komunikasi
C. Tantangan

BAGIAN III – TARGET DAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN ANAK DI RANAH DARING


TAHUN 2021-2025

A. Rekomendasi Berdasar Enam Pilar


1. Kebijakan dan Tata Kelola
2. Penegakan Hukum
3. Penanganan Korban
4. Partisipasi Publik
5. Industri Teknologi Digital
6. Media dan Komunikasi
B. Matriks Rekomendasi

2
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

BAGIAN I
PENDAHULUAN

A. Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring


1. Latar Belakang
Berikut beberapa poin yang mendasari pentingnya penyusunan dokumen peta jalan
perlindungan anak di ranah daring:
a. Indonesia belum memiliki dokumen Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring.
Sampai hari ini, dokumen terkait masih berupa pengantar yang telah diinisiasi oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pada tahun 2017.1
b. Pemangku kepentingan pada isu ini terus menyuarakan pentingnya Indonesia
memiliki peta jalan sebagai penyempurna pengantar sebelumnya. Indonesia Child
Online Protection (ID-COP2) adalah salah satu contohnya. ID-COP (melalui
jejaringnya) terus mendorong dan mengajak berbagai pihak, khususnya pemerintah
melalui berbagai kegiatan, seperti talkshow, diskusi publik, Focus Group Discussion
(FGD), konsultasi anak dan pemangku kepentingan, dan lain sebagainya. Bukan
tanpa alasan ID-COP melakukan ajakan dan dorongan ini. Berikut antara lain
beberapa fakta terkait;
1) Tahun 2017, Kementerian Kesehatan bersama dengan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan melakukan penelitian mengenai isu pornografi pada anak-
anak. Responden penelitian tersebut diambil dari 3 kota, yaitu Jakarta,
Yogyakarta, dan Aceh yang merupakan 6000 siswa Sekolah Menengah Pertama

1 Dokumen ini berjudul “Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)” yang
terbit pada 18 Agustus 2017. Saat itu, Kemkominfo mendapatkan dukungan langsung dari beberapa pihak, yakni
KPAI, UNICEF, ICT Watch, PUSKAKOM UI, Relawan TIK, ID-COP, dan IGF Indonesia dalam proses penyusunan
dokumen ini. Selain itu, masih banyak lagi pemangku kepentingan (baik dari unsur pemerintah maupun non-
pemerintah) yang terlibat dalam rangkaian kegiatan penyusunan pengantar peta jalan ini.
2 ID-COP resmi dibentuk pada Mei 2015. Merupakan aliansi beberapa elemen pemerintah dan
nonpemerintah yang konsen pada isu perlindungan anak di ranah daring. Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan KPAI adalah contoh keterwakilan unsur pemerintah di ID-COP. Sementara itu
dari non-pemerintah, beberapa organisasi yang tergabung antara lain; ECPAT Indonesia,ICT Watch, SEJIWA, Save
the Children Indonesia, Terre des Hommes (TdH), dan lain-lain.

3
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

dan Sekolah Menengah Atas dengan rentang umur 13 sampai 18 tahun.


Hasilnya mengkhawatirkan, dimana 95,1% dari responden telah terpapar oleh
pornografi, seperti misalnya melihat gambar-gambar dan film porno di youtube
dan media sosial. Dari 6000 siswa yang diteliti, 4,8% kecanduan pornografi
ringan, dan 0,1% sangat kecanduan;
2) Hasil Survey Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun
2018 yang dilaksanakan di 150 kabupaten/kota dari 32 provinsi menunjukkan 1
dari 17 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak perempuan pernah mengalami
kekerasan seksual; dan 2 dari 3 anak dan remaja perempuan dan laki-laki di
Indonesia pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya, termasuk di ranah
daring3;
3) Tahun 2018, ECPAT Indonesia menemukan 150 kasus berkaitan dengan anak,
dimana 15 kasus merupakan prostitusi online, dan 3 merupakan online
grooming4. Sebanyak 42 kasus merupakan pornografi online. Total jumlah anak-
anak yang dieksploitasi secara seksual sebanyak 379;
4) Juli 2019, seorang predator anak asal Bekasi telah melakukan online-grooming,
dengan cara mendekati anak lewat online games. 27 anak telah menjadi
korbannya.5;
5) Penelitian selama April-Juni 2020: kenaikan kecanduan internet pada remaja
meningkat hingga 19,3%. Dari riset yang dilakukan terhadap 2.933 remaja di 33
provinsi, 59% diantaranya juga mengaku mengalami peningkatan durasi online
per hari (11,6 jam/hari)6;
3 Online grooming adalah metode paling popular yang digunakan pedofil untuk menjerat korbannya.
Mereka pedofil menggunakan berbagai aplikasi daring dengan cara membangun koneksi emosional kepada
korban.
4 Online game yang dimaksud adalah Hago. Salah satu pemberitaannya bisa disimak di
https://news.detik.com/berita/d-4644215/cari-korban-via-hago-tersangka-child-grooming-pasang-foto-abg-ganteng
5 Komitmen ini tercetus ke publik kali pertama pada acara Diskusi Publik dan FGD dengan tema “Arah
Kebijakan Perlindungan Anak di Internet” yang diselenggarakan oleh ID-COP pada 21 Februari 2019 di Balaikota
DKI Jakarta. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Safer Internet Day tahun 2019. Untuk
menegaskan komitmen ini, KPPPA kemudian menyelenggarakan sebuah kegiatan sebulan setelahnya. Kegiatan ini
dinamakan Forum Koordinasi Perlindungan Anak dari Kekerasan dengan topik “Melengkapi Peta Jalan
Perlindungan Anak Indonesia di Internet” pada 21-22 Maret 2019.
6 Hal ini merujuk pada definisi pornografi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
Tentang Pornografi

4
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

6) ….[pencurian identitas anak - masukan Setiawan Nugroho]


c. Pada awal 2019, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KPPPA) melalui Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi
menyatakan komitmennya untuk mewujudkan Peta Jalan Perlindungan Anak
Indonesia di Ranah Daring.7;
d. Kebutuhan akan peta jalan ini semakin mendesak seiring penetapan penyebaran
COVID-19 sebagai pandemi global. Dampak pandemi ini sangat luar biasa, termasuk
bagi dunia pendidikan. Kurang lebih sejak Maret 2019, anak-anak di seluruh
Indonesia, harus Belajar Dari Rumah (BDR) secara daring sebagai pengganti
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Akses anak-anak Indonesia pada internet
semakin tidak terbatasi. Tentu hal ini juga berpeluang memunculkan peluang
terjadinya kekerasan dan ekses negatif bagi anak.

2. Maksud dan Tujuan


Maksud dari Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring ini adalah untuk menjadi
rujukan bagi pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan untuk penyusunan
program dan kebijakan termasuk untuk menentukan skala prioritas
Penyusunan peta jalan ini bertujuan untuk:
a. Memetakan situasi kerentanan dan kekerasan terhadap anak di ranah daring;
b. Membangun sinergi rencana dan program pembangunan untuk setiap pemangku
kepentingan terkait perlindungan anak di ranah daring;
c. Mendorong terjadinya perubahan regulasi / kebijakan dan program perlindungan
anak di ranah daring;
d. Mewujudkan ranah daring yang ramah anak

7 Menurut TechTerm, jejak digital merupakan jejak data yang tertinggal saat seseorang menggunakan
internet. Bentuk jejak digital bisa bermacam-macam mulai dari situs yang pernah dikunjungi, surel yang dikirimkan,
dan beragam informasi yang sempat dikirim atau dibagikan secara daring (online), seperti blog, meia sosial dan lain
sebagainya.

5
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Terdapat enam (6) pilar yang akan menjadi ruang lingkup sekaligus sasaran dokumen
peta jalan ini:
a. Pilar A - Kebijakan dan Tata Kelola;
b. Pilar B - Penegakan Hukum;
c. Pilar C - Penangan Korban;
d. Pilar D - Partisipasi Publik;
e. Pilar E - Industri Teknologi Digital;
f. Pilar F - Media dan Komunikasi;
Pada bagian 2 dokumen peta jalan, masing-masing pilar di atas akan dianalisis
bagaimana sejauh ini pelaksanaanya di Indonesia.
Pada bagian 3, akan disusun rekomendasi berdasar enam pilar tersebut dengan
memuat target, faktor keberhasilan, indikator dan target waktu (tahun) pencapaian.

3. Dasar Hukum
Penyusunan peta jalan ini dilakukan berdasar pijakan legal formal. Pijakan yang
dimaksud adalah:
1) Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen ke IV pasal 28b;
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak;
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia;
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak;
6) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang
Perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 taun 2002 Tentang Perlindungan

6
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Anak;
7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan;
8) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana
Perdagangan Orang;
10) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi;
11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
12) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak;
13) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan
atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik;
14) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengesahan
Pengesahan Optional Protocol To The Convention on the Rights of the Child on the
Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography (Protokol Opsional
Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi
Anak);
15) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Selain itu, penyusunan peta jalan ini juga berpijak pada strategi nasional dan
operasional, diantaranya:
1) Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024;
2) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan
Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak;
3) Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak
PBB;

7
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

4) Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan Anak


Indonesia (KPAI);
5) Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional dalam
Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak;
6) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11
Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/kota Layak Anak;
7) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 2
Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan terhadap Anak;
8) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 4
Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kebijakan Partisipasi Anak dalam
Pembangunan;
9) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 126 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penatalaksanaan Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan
Anak di Rumah Sakit;
10) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor
Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Terhadap Anak;
11) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika no 19 tahun 2014 tentang
Pengendalian Situs Internet Bermuatan Negatif;
12) Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran
Covid-19.

4. Metoda Penyusunan
Dalam menyusun Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring, dilaksanakan tahap-
tahap berikut:

Tahapan Aktivitas

Persiapan - Diskusi dengan pemangku kepentingan

8
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

(stakeholder)
- Diskusi dengan Forum Anak
- Diskusi penetapan kegiatan dengan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Pelaksanaan - Studi Literatur


- Diskusi dengan pemangku kepentingan
(stakeholder)
- Diskusi Pakar
- Penulisan Peta Jalan

Monitoring & Evaluasi - Konsultasi Publik


- Review dan Evaluasi

B. Anak dan Perlindungan Anak di Indonesia


Semangat terbesar dari penyusunan peta jalan ini adalah terlindunginya anak-anak
Indonesia dari semua kekerasan dalam bentuk apapun. Tidak hanya dalam dunia nyata,
tetapi juga dalam dunia maya.
1. Definisi Anak dan Perlindungan Anak
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan bernegara dimana dalam
dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya. Ia berhak untuk menikmati
kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara fisik, mental dan sosial dan berhak
atas perlindungan dan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan anak serta pemenuhan
hak-haknya.
Baik secara internasional maupun nasional, definisi anak sebenarnya cukup beragam
dilihat dari sisi usia. Definisi anak yang dipakai pada dokumen peta jalan ini merujuk
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah direvisi
sebanyak dua kali yaitu UU No.35 Tahun 2014 dan UU No.17 Tahun 2016, yakni
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
Undang-undang tersebut juga secara jelas menyatakan bahwa perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak  dan hak-haknya

9
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara  optimal  sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Sejauh ini, peran perlindungan anak di Indonesia secara khusus ada di bawah
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di bawah
koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(Kemenko PMK). Kemenko PMK memiliki jalur koordinasi dengan Gugus Tugas Nasional
Tindak Pidana Anti-Perdagangan Orang (UNICEF, 2016). Selain KPPPA, terkait isu
perlindungan anak di ranah daring, beberapa institusi negara yang lain yang erat terkait
seperti Patroli Cyber POLRI, Tim Cyber Anti Narkoba, dan Radikalisme Kementerian
Agama.
2. Hak Anak
Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Pertama Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dijelaskan bahwa hak
anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi
oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) melalui Keputusan Presiden
Nomor 36 Tahun 1990. Ratifikasi tersebut merupakan wujud nyata komitmen
pemerintah dalam memberikan jaminan atas pemenuhan hak dan perlindungan
seluruh anak Indonesia. Dalam Mukadimah KHA disebutkan bahwa “anak, karena
alasan ketidakdewasaan fisik dan jiwanya, membutuhkan perlindungan dan
pengasuhan khusus, termasuk perlindungan hukum yang tepat, baik sebelum dan juga
sesudah kelahiran”. Ada empat prinsip yang terkandung di dalam Konvensi Hak Anak,
yakni:
a. Prinsip Non Diskriminasi. Setiap negara peserta akan menjamin hak yang diatur
dalam konvensi ini untuk semua anak yang berada dalam wilayah hukum
mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, termasuk ras, warna kulit,
asal-usul kebangsaan, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, etnis,
status sosial, cacat atau tidak, dan diskriminasi lainnya;

10
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

b. Prinsip Terbaik Bagi Anak. Kepentingan terbaik anak harus menjadi


pertimbangan utama dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau badan
legislati
c. Prinsip Atas Hak Hidup, Kelangsungan & Perkembangan. Negara peserta
mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan dan
menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak;
d. Prinsip Penghargaan Terhadap Pendapat Anak. Negara peserta menjamin agar
anak akan memperoleh hak untuk menyatakan pendapat/ pandangan dan
pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan kematangan
anak.

3. Anak Milenial dan Pendidik Hebat Era Digital


Mendiskusikan perlindungan anak di ranah daring di tengah pesatnya teknologi digital
menjadi penting untuk merumuskan seperti apa anak milenial hebat di era digital ini.
Selain itu, agar terbentuk anak-anak yang hebat di era digital ini, diperlukan rumusan
tentang pendidik hebat bagi para milenial tersebut. Pendidik yang dimaksud di sini
tidak terbatas pada guru di sekolah, tetapi juga orang tua, serta pendamping anak.

Di bawah ini disajikan secara ringkas ciri-ciri anak serta bagi pendidik hebat di era
digital, agar semua pihak memiliki tujuan untuk dituju bersama. Selain itu, disajikan
realita di lapangan yang terjadi secara umum pada anak maupun para pendidik. Hal ini
untuk memahami “where we want to go serta where we are”, agar kita dapat
merumuskan how to get there.

Adapun ciri-ciri anak hebat era digital, antara lain:


● Cerdas, berkarakter, dan mandiri (CBM);
● Memiliki life skills: keterampilan hidup, kebiasaan-kebiasaan positif sesuai usia;
● Memiliki social skills: keterampilan bersosialisasi, tertarik untuk bergaul dan
berkolaborasi dalam kegiatan-kegiatan yang mereka minati;

11
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

● Memiliki learning skills: keterampilan untuk belajar tentang segala sesuatu


terkait kehidupan;
● Ceria, kreatif, percaya diri, dan berdaya juang
Dalam membangun anak yang tangguh dan sukses di era digital ini, diperlukan para
pendidik unggul bagi Generasi Z dan Generasi Alpha (generasi yang lahir setelah tahun
1998) dengan kompetensi sebagai berikut:
● Mampu menjadi suri tauladan bagi anak, baik di dunia luring maupun dunia
daring;
● Memiliki integritas, konsisten dalam mendidik;
● Mampu menjadi pendidik, pendamping dan pelindung anak, hadir terlibat dalam
kehidupan anak, baik dalam kehidupan nyata maupun di ranah daring;
● Mampu memanfaatkan teknologi digital, khususnya yang terkait dengan tumbuh
kembang putra-putrinya;
● Dapat mengajak anak memilih dan memilah konten-konten yang baik untuk
anak;
● Mendampingi anak di ranah online dan berkomunikasi tentang hal-hal yang
menguatkan wawasan anak;
● Memahami tindakan pencegahan secara teknis seperti membatasi screen time
atau menggunakan aplikasi parental control;
● Mampu berkomunikasi asertif, menang-menang dan berempati (orangtua yang
FAB: Funky, Asyik, Bergaul, sehingga selalu dekat dengan anak);
● Mampu menginspirasi anak, mempengaruhi dan membangun kebiasaan anak
yang baik, di ranah kehidupan yang nyata maupun di ranah daring.

C. Tantangan Perlindungan Anak di Ranah Daring


Profil anak hebat era digital di atas dihadapkan pada cukup banyak tantangan yang tidak
ringan dan realitas yang menunjukkan keadaan yang belum ideal. Karakter anak menjadi
salah satu yang paling menonjol. Anak-anak di era digital cenderung ‘cuek’, kurang
bersosialisasi, lebih banyak menghabiskan waktu luang mereka di ranah daring, daya juang

12
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

yang cenderung berkurang dalam belajar atau mengerjakan tugas-tugas harian mereka,
sulit diatur, kurang respek kepada orang tua, membawa HP ke kamar dan cenderung
berada di gawainya hingga larut malam, mengkonsumsi konten-konten yang tidak pantas
tanpa pengawasan. Dampaknya, ciri-ciri anak hebat di atas sulit tercapai. Belum lagi realita
soal pendidik atau orang dewasa di sekitar anak.
Realita yang cenderung terjadi pada orang tua antara lain:

● Orangtua banyak yang tidak sadar akan adanya konten-konten negatif pada anak,
sehingga cenderung membiarkan anak dengan gawainya, dan terjadilah pembiaran.
Peran orangtua sebagai pendidik, pendamping dan pelindung anak tidak dipenuhi.
● Kedekatan orangtua tergantikan oleh kedekatan anak dengan gawainya, dan orangtua
tidak sadar akan dampak-dampaknya.
● Ketika anak telah sulit diatur, orangtua cenderung memarahi, sehingga anak semakin
mencari pelarian, sayangnya pelarian yang paling mudah adalah kepada gawainya.
● Ketika anak sudah terlalu larut pada gawainya, orangtua tidak juga segera sadar, yang
terjadi adalah orang tua cenderung menyerah hingga akhirnya anak sudah benar-benar
tidak tertarik sekolah, bergaul maupun melakukan kegiatan-kegiatan sehari-hari

Selain realitas tersebut di atas, berbagai potensi kekerasan pada anak di ranah daring juga
mengintai anak-anak milenial. Berikut data dan fakta dari baik dari riset, survey maupun
pemberitaan media.
1. Kekerasan pada Anak di Ranah Daring
Peta jalan ini dibuat salah satunya atas dasar semakin dinamisnya isu dan tantangan
perlindungan anak secara global, termasuk di Indonesia. Hal ini tak terlepas dari
pesatnya perkembangan teknologi digital. Saat ini, pengguna internet[1] dan
penetrasinya di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Survei APJII pada tahun
2019-2020 menunjukkan pengguna internet di Indonesia sebesar 196,71 juta jiwa,
dengan penetrasi sebesar 73,7% dari jumlah populasi.[2] Jumlah ini meningkat cukup
pesat dibanding survei serupa di tahun sebelumnya yang menyebutkan jumlah
pengguna internet di Indonesia tahun 2018 sebesar 171,17 juta jiwa.

13
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Selain menghadirkan banyak manfaat, teknologi digital juga mempengaruhi situasi


keselamatan anak di ranah daring. Minimnya daya filter anak saat beraktivitas secara
daring, tentu mendekatkan mereka pada risiko keselamatan mereka.
Menurut ASEAN Cyber Wellness Training of Tutors (2017), paling tidak ada 3 jenis
kasus yang berkaitan dengan anak di dunia siber (baca; online/daring). Pertama, cyber
abuse/kekerasan siber, yaitu kasus dimana perangkat siber digunakan sebagai alat
untuk tujuan-tujuan yang berbahaya. Baik dilakukan oleh orang dewasa atau juga
anak. Anak memungkinkan menjadi korban, dan tidak menutup kemungkinan menjadi
pelaku. Contoh atau bentuknya antara lain; eksploitasi seksual daring, self harm dan
suicide, radikalisme, dan lain-lain. Kedua, cyber addiction/adiksi siber, yaitu kasus
dimana anak mengalami ketergantungan pada kegiatan-kegiatan siber yang
menyebabkan mereka mengabaikan kegiatan-kegiatan di dunia nyata. Contoh atau
bentuknya antara lain; adiksi internet, adiksi pornografi, adiksi game daring, dan lain
sebagainya. Ketiga, cyberbullying/perundungan siber, yaitu berbagai bentuk
kekerasan, intimidasi, dan ancaman yang ditujukan pada orang lain melalui perangkat
siber.
Berikut penjelasan dari masing-masing contoh dan bentuk dari 3 jenis kasus yang
berkaitan dengan anak di dunia siber.
a. Eksploitasi seksual anak daring
Berdasarkan Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi 8,
Eksploitasi Seksual Anak Online (daring) didefinisikan sebagai kejahatan yang
ditujukan kepada anak-anak dengan memanfaatkan informasi dan teknologi sebagai
media untuk mengkomunikasikan, mempertunjukkan, mempertontonkan, atau
mendistribusikan material pornografi anak atau aktivitas seksual anak. Anak-anak
dijadikan objek kekerasan seksual dan menjadi objek seks komersial.
Memiliki gambar-gambar porno, suara anak yang direkam yang mengandung
konten erotisme, dan segala sesuatu yang mengandung konten seksual anak yang

8 Catahu atau Catatan tahunan Komnas Perempuan merupakan catatan pendokumentasian berbagai kasus
kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani oleh berbagai lembaga negara, lembaga layanan
maupun yang dilaporkan ke Komnas Perempuan.

14
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

disimpan di dalam komputer juga termasuk Eksploitasi Seksual Anak Online, karena
memiliki potensi untuk disebarluaskan.
Beberapa bentuk Eksploitasi Seksual Anak Daring antara lain:
- Sexting: kegiatan mengirimkan dan/atau menerima gambar yang bermuatan
seksual yang dibuat sendiri oleh anak baik dilakukan dengan persetujuan atau
tanpa persetujuan untuk mendapatkan kesenangan dari pengalaman tersebut.
- Grooming (bujuk rayu) untuk tujuan seksual: sarana yang digunakan oleh pelaku
untuk membangun hubungan serta kepercayaan dengan anak agar pelaku dapat
memiliki waktu hanya berdua dengan anak tersebut dan dalam tingkat ekstrim,
ketika berdua dengan anak tersebut pelaku mulai melakukan ancaman untuk
melakukan kegiatan seksual terhadap anak.
- Kekerasan seksual anak yang disiarkan secara langsung: pemanfaatan jaringan
internet berkecepatan tinggi untuk menyiarkan secara langsung dan tidak
meninggalkan jejak atas perlakuan kekerasan seksual terhadap anak melalui
beragam aplikasi maupun website yang tersedia di internet.
b. Adiksi pornografi
Atau kecanduan pornografi merupakan kasus dimana anak mengalami
ketergantungan pada gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya
melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum,
yang memuat pencabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma
kesusilaan dalam masyarakat.9 Umumnya, proses kecanduan pornografi sebagai
berikut:
○ Melihat. Hanya butuh waktu sekejap saja bagi seseorang untuk memproses
gambar yang dilihat dan muncul rasa penasaran.
○ Mulai kecanduan. Dirinya merasa senang dan nyaman, perasaan yang timbul
karena hormone dopamine telah dirilis oleh otak.

9 Salah satu highlight sasaran 2024 pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tertuang dalam
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2020-2024

15
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

○ Penurunan kepekaan. Setelah melihat satu kali maka akan merasa bosan
kemudian mencari tayangan yang semakin meningkat kadar pornonya, begitu
seterusnya.
○ Peniruan perilaku. Terdorong untuk mempraktekan apa yang dilihatnya tanpa
bisa mengendalikan dirinya.
○ Merasa gelisah dan cemas ketika tidak berhasil menemukan pornografi.
Dampak bagi seorang anak yang sudah adiksi pornografi, antara lain:
○ Kerusakan pada otak
○ Penurunan prestasi akademik dan prestasi lainnya
○ Penyimpangan seksual
○ Anak-anak mulai melakukan aktivitas seksual
○ Meningkatnya kehamilan dini
○ Kecenderungan melakukan pelecehan seksual
○ Motivasi menurun
○ Meningkatnya kecemasan
○ Depresi
○ Sulit bermain dengan anak-anak sebaya karena fungsi kesenangan pada otak
yang berbeda dengan anak-anak lain
○ Minat yang menurun untuk bersosialisasi sehingga semakin menjauh dari
pergaulan dan kehidupan nyata
○ Kebiasaan baik yang semakin hari semakin dilupakan
c. Cyber bullying
Menurut Zahro dan Alfiasari (2018), cyberbullying terjadi ketika seseorang
melecehkan, menghina, atau mengejek seorang anak menggunakan media internet
melalui ponsel atau perangkat elektronik lainnya. Contoh dan bentuknya antara
lain:
■ Flaming (amarah): tindakan seseorang yang mengirimkan pesan teks yang
berisi kata-kata frontal dan penuh amarah.
■ Harassment (pelecehan): kiriman teks yang melecehkan seseorang.

16
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

■ Denigration (pencemaran nama baik): mengumbar keburukan orang lain di


internet untuk merusak reputasinya
■ Cyberstalking (memata-matai): memata-matai secara intens untuk
menimbulkan rasa was- was dan ketakutan pada seseorang.
■ Impersonation (peniruan): seseorang berpura-pura menjadi orang lain dan
mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik.
■ Outing: tindakan menyebarkan rahasia orang lain, misalnya berupa foto-foto
pribadi seseorang yang setelah disebarkan menimbulkan rasa malu atau
depresi. Dalam banyak kasus, pelaku outing biasanya juga melakukan trickery.
■ Trickery (tipu daya): yaitu membujuk seseorang dengan tipu daya supaya
mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut.
Dampak cyberbullying menurut Khusnul Aini dan Rista Apriana (2018), bisa
dikelompokkan dalam beberapa kelompok dan bisa sangat beragam levelnya, yakni
berupa:
● Dampak fisik. Contohnya antara lain; migren, sakit perut, insomnia, gatal-
gatal, hilang nafsu makan, dan lain-lain.
● Dampak sosial. Misalnya berupa; menarik diri dari pergaulan (baik di sekolah
maupun di rumah), rasa percaya diri yang menurun, dan lain sebagainya.
● Dampak akademis, menurunnya prestasi akademis dan hilangnya motivasi
belajar adalah segelintir contohnya.
● Dampak emosional. Dampak ini bisa berupa; mudah marah, malu, kecewa,
cemas, ketakutan. Dalam beberapa kasus, anak yang sering mengalami
cyberbullying kemudian menjadi pribadi yang sangat tertutup. Mereka
memilih untuk tidak memberitahu orang lain tahu tentang kejadian
cyberbullying yang menimpa dirinya, karena takut dilecehkan dan
dipermalukan.
● Dalam kondisi ekstrim, seseorang bisa bunuh diri.
Sama seperti cyber abuse, seorang anak berpeluang menjadi korban serta
berpotensi menjadi pelaku cyberbullying. Seorang anak yang menjadi pelaku

17
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

cyberbullying itu artinya ia meninggalkan jejak digital 10 yang negatif. Jejak digital ini
dapat merugikan pelaku cyberbullying di kemudian hari, karena jejak digital negatif
dapat menjadi batu sandungan untuk ia bisa mendapatkan kesempatan-
kesempatan baik seperti untuk bekerja maupun mendapatkan beasiswa.

2. Hasil Studi
Berbagai bentuk risiko/ dampak negatif dari penggunaan gawai dan internet bagi anak
yang dipaparkan di atas memang benar-benar menjadi fakta berdasarkan berbagai
studi/penetilian yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Kecanduan internet
Menggunakan aplikasi Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI), Dr. dr. Kristiana Siste,
SP.Kj menguji 643 remaja di Jakarta dengan memberikan 44 pernyataan yang
dirumuskan 14 pakar, terdiri dari psikiater anak dan remaja, psikiater bidang perilaku
adiksi, psikiater bidang neuropsikiatri, serta dokter spesialis anak. Prevalensi yang
didapatkan adalah 31,4% anak dan remaja kecanduan internet dan perlu ditelusuri lebih
jauh dengan wawancara klinis oleh pakar tenaga kesehatan 11. Penelitian lanjutan oleh
peneliti yang sama di bulan April-Juni 2020 menunjukkan kenaikan kecanduan internet
pada remaja meningkat hingga 19,3%. Dari 2.933 remaja di 33 Provinsi yang dilakukan
riset, 59 persen diantaranya mengaku mengalami peningkatan durasi online per hari
(11,6 jam/hari). Data 4.730 responden dewasa muda usia 20-40 tahun menunjukkan
peningkatan penggunaan internet menjadi 14,4% (dari 3%) selama pandemi. Beberapa
rekomendasi yang diajukan antara lain12:
1. Adanya Kebijakan pemerintah terutama dalam masa Normal Baru mengenai:
- Penggunaan Gadget bagi siswa

10 Dalam RPJMN 2020-2024 disebutkan bahwa “major project” ini diharapkan memiliki manfaat;
Berkurangnya kesenjangan digital, menyediakan layanan internet cepat untuk mendukung digitalisasi sektor
ekonomi, sosial, dan pemerintahan. Lebih detail lihat pada RPMJN 2020-204 bagian I.43
11 Selain transformasi digital, ada tujuan pembangunan berkelanjutan, gender, dan modal social budaya.
12 RPMJN 2020-2024 hal.24

18
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

- Sistem pembatasan bagi usia anak & remaja, “shut down” otomatis di jam sore
s/d malam
- Sistem kelelahan bermain dari operator permainan games online – hanya
diperbolehkan bermain internet beberapa jam berturut-turut dan setelah itu
dikenakan penalty
2. Membuat program rehabilitasi model camp adiksi gadget (di seluruh Rumah
Sakit Jiwa di Indonesia) dan self help program

Cyberbullying
Survei Penetrasi Internet dan Perilaku Pengguna Internet di Indonesia 2018 yang dirilis
oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan 49% pengguna
internet pernah mengalami perundungan siber (cyber bullying) dalam bentuk diejek
atau dilecehkan di media sosial.
Pengguna internet juga memiliki berbagai respon dalam menyikapi aksi perundungan.
Sebesar 31,6% pihak yang dirundung membiarkan tindakan pelaku. Sementara,
pengguna internet yang merespons dengan membalas sebesar 7,9%. Kemudian 5,2%
pengguna memilih tindakan untuk menghapus ejekan. Namun, hanya sebanyak 3,6%
pengguna Internet yang melaporkan tindakan tersebut kepada pihak berwajib.

Eksploitasi seksual anak daring


Situasi pandemi COVID-19 membuat anak semakin rentan terhadap segala bentuk
eksploitasi seksual di ranah daring. Hal ini tercermin dari tingginya laporan kasus
eksploitasi seksual anak online di masa pandemi. Secara global, Laporan kasus
eksploitasi seksual anak online yang diterima NCMEC (National Center for Missing and
Exploited Children) dari Maret 2020 (awal physical distancing secara global) hingga April
2020 meningkat hingga dua juta laporan (Forbes, 2020). Peningkatan ini jauh lebih besar
dari laporan pada bulan-bulan sebelumnya.
Kerentanan anak dari eksploitasi seksual anak di ranah daring juga terjadi di Indonesia.
Studi yang dilakukan ECPAT Indonesia bersama Aliansi Down to Zero semakin

19
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

menguatkan situasi tersebut. Melalui metode kuantitatif kepada 195 anak di empat
wilayah kerja Down to Zero di masa pandemi COVID-19, studi ini menemukan 3 dari 10
responden anak mengalami kejahatan dalam bentuk eksploitasi seksual anak online,
mulai dari dikirimi gambar/video porno hingga diminta untuk membuat baju atau
berpose di depan kamera tanpa berpakaian. Kondisi ini diperburuk karena sekitar 64
persen responden tidak didampingi oleh orang tua ketika mengakses internet. Hal ini
menyebabkan risiko anak mengalami eksploitasi seksual di ranah daring juga semakin
tinggi (Survei ECPAT Indonesia, 2020).

Adiksi Pornografi
Paparan konten pornografi memberikan banyak dampak buruk bagi anak. Salah satu
studi terkini menunjukkan bahwa paparan konten pornografi menjadi faktor dominan
dalam mendorong anak melakukan delinkuensi dalam bentuk kekerasan seksual kepada
anak.
Studi kuantitatif yang dilakukan ECPAT Indonesia dan Kementerian Sosial terhadap anak
yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak lainnya menemukan, paparan konten
pornografi dan teman sebaya sebagai faktor yang paling signifikan dalam mendorong
anak untuk melakukan kekerasan seksual terhadap anak lainnya (ECPAT Indonesia dan
Kementerian Sosial RI, 2017).

Kekerasan berbasis Online atau Cyber


Di dalam catahu13 Komnas HAM, kekerasan berbasis online atau Cyber baru dibahas
secara khusus pada catahu tahun 2017. Istilah kekerasan berbasis online masih
menggunakan istilah cyber crime. Pada tahun tersebut jumlah pelaporan melalui
komnas perempuan hanya sekitar 5 Kasus.
Pada tahun tersebut laporan berkisar pada kasus pembunuhan karakter, pelecehan
seksual melalui serangan di dunia maya yang dirasakan dan berdampak langsung dan
berjangka panjang pada korban, terkadang pelaku sulit dideteksi, namun respon dan

13 Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi, Deputi Bidang Perlindungan Anak,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2019, hal 53-60

20
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

perlindungan hukum belum cukup memadai, karena disederhanakan menjadi ranah UU


ITE (Komnas Perempuan, 2017)
Catahu Komnas perempuan tahun 2018, menunjukan angka korban Kekerasan Gender
Berbasis Online (KGBO) mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Selain itu, pada
catatan tahunan ini, Komnas Perempuan sudah spesifik membahas tentang KtP
(kekerasan terhadap perempuan) berbasis cyber. Pada Catahu Komnas Perempuan
angka KtP berbasis cyber menunjukan ada sekitar 65 kasus yang terlapor.
Bentuk kekerasan yang dilaporkan cukup beragam dan sebagian besar masih dilakukan
oleh orang yang dekat dengan korban, seperti pacar, mantan pacar, dan suami korban
sendiri. Luasnya akses dalam ranah dunia maya juga memungkinkan adanya pihak lain
yang menjadi pelaku kekerasan, seperti kolega, sopir transportasi online, bahkan orang
yang belum dikenal sebelumnya. (Komnas Perempuan; 2018 ; 38)

Bentuk- Bentuk KtP berbasis Cyber tahun 2017

Cyber grooming Pendekatan untuk memperdaya 1

Cyber harassment Pengiriman teks untuk menyakiti/ menakuti/ 20


mengancam/ mengganggu

Hacking Peretasan 4

Illegal Content Konten ilegal 16

infringement of Pelanggaran privasi 6


privacy

malicious Ancaman distribusi foto/video pribadi 19


distribution

Online defamation Penghinaan/pencemaran nama baik 6

Recruitment Rekrutmen online 21

(Sumber : Catahu Komnas Perempan 2018)

21
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Korban KtP berbasis cyber pada tahun 2018 menurut Catatan tahunan Komnas
perempuan 2019 terdapat sekitar 97 kasus yang melakukan pelaporan kepada Komnas
Perempuan. Angka ini naik dari tahun sebelumnya (lihat Catahu Komnas Perempuan
2017). Hasil pengolahan data kasus siber ini juga menemukan bahwa tindakan/perilaku
women cyber violence yang teridentifikasi dari tiap-tiap kasus dari 97 aduan perkara
terjadi di 125 tindakan/ perilaku (Komnas Perempuan; 2019).

(Sumber: Catahu Komnas Perempuan 2019)

Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2020 menunjukan angka kekerasan


terhadap perempuan berbasis siber meningkat hingga 300% dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2019 laporan yang masuk berkaitan dengan KtP berbasis cyber kepada
komnas perempuan adalah sebanyak 281 kasus.
Dara data tahun 2017 - 2020 angka pelaporan KtP berbasis Cyber terus menunjukan tren
meningkat berikut ilustrasi peningkatan data tersebut;

22
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Data CATAHU selama 3 tahun terakhir menemukan bahwa ada pelaku usia anak, jika
dibagi dengan penduduk usia yang sama, 7 anak per 1.000.000 usia anak kurang dari 18
tahun berpotensi menjadi pelaku per tahun. Dengan kata lain setiap hari rata-rata dua
anak menjadi pelaku kekerasan (Komnas Perempuan; 2020).
Komnas perempuan memang tidak secara implisit menunjukan angka KGBO terhadap
anak, namun bila melihat perbandingan tersebut anak-anak menjadi kelompok yang
cukup rentan dalam menjadi korban.

3. Statistik Pengguna Internet dan Media Sosial

(Sumber : Survei APJII 2014-2020)

23
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Hingga pertengahan tahun 2020 tercatat bahwa ada sekitar 196,71 Juta Jiwa pengguna
internet di Indonesia dari perbandingan sekitar 266,91 Juta jiwa penduduk Indonesia.
Atau dapat dikatakan sekitar 73,7% penduduk indonesia mengakses Internet. Bila
melihat sebaran pulau-pulau besar, Pulau Jawa merupakan pulau yang paling banyak
menyumbangkan penetrasi Internet di Indonesia yakni sekitar 56,4% dari seluruh
pengguna internet di Indonesia (Survei APJII; 2020). Dari tahun ketahun jumlah
pengguna internet di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2013 jumlah pengguna
internet 71,19 Juta. Dari tahun 2013 hingga pertengahan 2020 terjadi peningkatan
hampir 3 kali lipat (Survei APJII ; 2015).

Perkembangan teknologi internet di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan pemerintah


Indonesia yang mengeluarkan program-program go online atau go digital. Pada tahun
2010 pemerintah Indonesia memiliki program MPLIK (Mobil Pusat Layanan Internet
Kecamatan). MPLIK diluncurkan Kominfo, sebagai bagian dari program layanan USO,
yang menghadirkan layanan dasar (voice) sampai layanan data (internet) (Detik.com ;
2020). Selain itu bersamaan dengan MPLIK, Pemerintah memiliki program PLIK -
SP. .Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menggelar program pusat layanan
internet kecamatan (PLIK) sebanyak 5.748 titik di setiap ibu kota kecamatan yang
termasuk dalam wilayah universal telekomunikasi (Kominfo.go.id : 2012).

Peningkatan infrastruktur internet lainnya adalah pembangunan infrastruktur palapa


ring. Gagasan Palapa ring ini sudah ada sejak tahun 2005. Palapa Ring merupakan
proyek infrastruktur telekomunikasi berupa pembangunan serat optik di seluruh
Indonesia sepanjang 36.000 kilometer. Proyek itu terdiri atas tujuh lingkar kecil serat
optik (untuk wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua, Sulawesi, dan
Maluku) dan satu backhaul untuk menghubungkan semuanya (Kominfo.go.id ; 2013).
Pada tanggal 14 Oktober 2019, presiden Joko Widodo meresmikan pembangunan
jaringan palapa ring sebagai tulang punggung jaringan Optik di Indonesia. Wilayah
pembangunan Palapa ring ini terdiri dari tiga wilayah yakni Barat, tengah dan Timur.

24
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Dengan adanya jaringan ini maka Indonesia telah memiliki jaringan yang memungkinkan
setiap daerah dapat mengakses Internet dengan cepat (Kominfo.go.id ; 2019)

4. Indeks Perlindungan Anak


a. Indeks Perlindungan Anak14
Pembangunan Perlindungan Anak merupakan upaya mewujudkan Indonesia Layak
Anak. Dalam RPJMN 2020 - 2024, terdapat indikator untuk mengukur keberhasilan
pembangunan perlindungan anak, yaitu Indeks Perlindungan Anak (IPA) yang
merupakan Indeks yang disusun berdasarkan klaster pada Konvensi Hak Anak dan
klaster pada KLA. IPA merupakan alat untuk mengukur capaian pembangunan
perlindungan anak, sehingga dapat menjadi acuan dalam menyusun perencanaan
dan intervensi kebijakan / program /kegiatan terkait baik di Pusat maupun Daerah.
dan merupakan indikator pembangunan yang dapat dijadikan sebagai salah satu alat
ukur untuk menyelesaikan permasalahan perlindungan anak di Indonesia.

14 Antara lain Perda Peraturan Wali Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2006, Peraturan Daerah Kota
Surabaya Nomor 1 Tahun 2014, Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 14 Tahun 2012, Peraturan Daerah Kota
Bandung Nomor 10 Tahun 2012

25
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Indikator pembentuk IPA adalah sebagai berikut:

Indeks Perlindungan Anak di tahun 2018 sebesar 62,72, dan ditargetkan nilainya
akan meningkat di angka 73,49 pada tahun 2024

26
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

b. Global Cybersecurity Index


Global Cybersecurity Index (GCI) merupakan index pengukuran yang disusun oleh
International Telecommunication Union (ITU) untuk mengukur komitmen negara-
negara terhadap keamanan siber di tingkat global serta untuk meningkatkan
kesadaran akan pentingnya dan dimensi yang berbeda dari terkait isu keamanan
siber.
GCI disusun berdasarkan 5 (lima) pilar berikut:
1) Legal: keberadaan lembaga hukum dan kerangka kerja yang menangani

keamanan siber dan kejahatan siber.


2) Teknikal: keberadaan lembaga teknis dan kerangka kerja yang menangani

keamanan siber
3) Organisasional: keberadaan lembaga koordinasi kebijakan dan strategi

pengembangan keamanan siber di tingkat nasional


4) Pengembangan Kapasitas: adanya program penelitian dan pengembangan,

pendidikan dan pelatihan, profesional bersertifikat dan lembaga sektor publik


yang mendorong pengembangan kapasitas
5) Kerjasama: keberadaan kemitraan, kerangka kerja sama dan jaringan berbagi
informasi.

27
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Terkait Perlindungan Anak di Ranah Daring, GCI mengukur dari aspek-aspek berikut:
● Regulasi keamanan siber: apakah terdapat regulasi terkait perlindungan anak
daring
● Teknikal: apakah terdapat lembaga negara yang secara khusus di bidang
perlindungan anak di ranah daring, ketersediaan nomor telepon pengaduan
khusus yang bersifat nasional terkait dengan masalah-masalah yang muncul
terkait anak di ranah daring, adanya mekanisme secara teknis untuk
membentuk melindungi anak di ranah daring, aktivitas oleh organisasi
pemerintah atau non-pemerintah yang menyediakan pengetahuan dan
dukungan untuk pemangku kepentingan lainnya tentang bagaimana
melindungi anak di ranah daring

Indonesia pada pengukuran GCI di tahun 2018 menempati peringkat 41 dari 175
negara. Walaupun cukup baik tetapi beberapa item pengukuran terkait
perlindungan anak di ranah daring di Indonesia masih banyak yang harus diperbaiki.
Inisiatif dan aktivitas terkait hal tersebut sudah banyak dilakukan baik oleh
pemerintah maupun non-pemerintah, akan tetapi terkait regulasi dan teknikal
perlindungan anak ranah daring secara nasional masih perlu dikembangkan.

c. Child Online Safety Index


DQ Institute (https://www.dqinstitute.org/) meluncurkan Indeks Keamanan Anak
Daring (Child Online Safety Index) pada Safer Internet Day 2020, setelah mensurvei
145.426 anak dan remaja di 30 negara selama tiga tahun terakhir. Child Online
Safety Index (COSI) mengukur tingkat keamanan daring untuk anak-anak di seluruh
dunia berdasarkan enam pilar:
1. Risiko Siber (Cyber Risk) Menilai apakah anak-anak terpapar risiko dunia maya
seperti perundungan siber, kontak berisiko, atau penggunaan teknologi yang
tidak teratur

28
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

2. Disiplin Penggunaan Digital (Discipline Digital Used): menilai apakah anak-anak


menghabiskan banyak waktu berlebihan dengan perangkat elektronik dan media
3. Kompetensi Digital (Digital Competency): menilai apakah anak-anak memiliki
keterampilan digital, seperti empati digital dan pengaturan jejak digital, yang
meminimalkan risiko dunia maya dan memungkinkan mereka menjadi baik
4. Bimbingan & Pendidikan (Guidance & Education): Menilai apakah anak-anak
memiliki keterampilan digital, seperti empati digital dan manajemen jejak digital,
yang meminimalkan risiko dunia maya dan memungkinkan mereka menjadi baik
5. Infrastruktur Sosial (Social Infrastructure): Menilai apakah pemerintah dan
industri bekerja dengan mengedepankan prinsip perlindungan anak-anak dari
risiko dunia maya
6. Konektivitas (Connectivity): Menilai apakah anak-anak dapat mengakses internet
dengan kecepatan yang memadai

Masing-masing pilar ini dibentuk oleh 2-8 area, yang memungkinkan penilaian
menyeluruh atas keamanan daring untuk anak-anak. Skor COSI dihitung untuk

29
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

setiap negara mulai dari 0 (keamanan daring terburuk untuk anak-anak) hingga 100
(keamanan daring terbaik untuk anak-anak).

Indonesia menempati rangking 26 dari 30 negara yang dinilai Indonesia


memperoleh skor total 17.5, di bawah skor rata-rata 30 negara. Nilai yang paling
rendah terdapat pada pilar “Bimbingan dan Edukasi” yang mencakup dua area:
Bimbingan Orang Tua dan Pendidikan Keamanan Daring. Sekolah dan keluarga
harus ditingkatkan kapasitasnya untuk dapat membantu menjaga anak di dunia
digital. “Kompetensi Digital” juga menjadi catatan yang perlu diperhatikan karena
lemahnya pengaturan terkait screen time buat anak dan juga empati digital.

30
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

BAGIAN II
ANALISIS PROGRAM DAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN ANAK DI RANAH DARING

A. Program dan Kebijakan Global


1. ITU Guidelines on Child Online Protection

International Telecommunication Union (ITU) meluncurkan Panduan tentang


Perlindungan Anak di Ranah Daring (Child Online Protection – COP), yang berisikan
serangkaian rekomendasi komprehensif untuk anak-anak, orang tua dan pendidik,
industri dan pembuat kebijakan tentang cara berkontribusi pada pengembangan
lingkungan online yang aman dan memberdayakan untuk anak-anak dan remaja.

Internet dan teknologi digital telah membuka cara baru bagi anak-anak untuk
berkomunikasi, belajar dan bermain, menikmati musik, dan terlibat dalam berbagai
kegiatan budaya, pendidikan, dan peningkatan keterampilan. Namun, mereka juga
terpapar pada berbagai konten, kontak, dan perilaku berbahaya di ranah daring.

Panduan ini dirancang untuk mencerminkan perubahan signifikan dalam lanskap digital
tempat anak-anak berada, seperti Internet of Things, mainan yang terhubung
(connected game), permainan daring (game online, robotika, pembelajaran mesin, dan
kecerdasan buatan.

Selain itu, panduan ini membahas kekosongan penting: situasi yang dihadapi oleh anak-
anak penyandang disabilitas, di mana dunia online menawarkan jalur kehidupan yang
sangat penting untuk partisipasi sosial yang penuh dan terpenuhi. Pertimbangan
kebutuhan khusus anak-anak migran dan kelompok rentan lainnya juga dimasukkan.

Panduan ini dirancang sebagai cetak biru yang dapat diadaptasi dan digunakan oleh
berbagai negara dengan mempertimbangkan budaya dan hukum setempat. Juga

31
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

mendorong pelibatan semua pemangku kepentingan yang relevan - pemerintah, sektor


swasta, orang tua dan guru, dan anak-anak itu sendiri - dalam diskusi seputar tindakan
dan tindakan yang ditargetkan untuk menciptakan lingkungan daring yang lebih aman

Panduan Perlindungan Anak di Ranah Daring terdiri dari empat bagian yang disesuaikan
dengan target utama: anak-anak, orang tua dan pendidik, industri, dan pembuat
kebijakan.

1) Panduan untuk Anak

Panduan untuk anak ditekankan kepada bagaimana anak dapat mempelajari cara
mengelola risiko di ranah daring, sambil memberdayakan anak untuk menggunakan
hak dan terlibat dalam peluang yang ditawarkan Internet.

Panduan untuk anak dibagi menjadi 3 (tiga) bagian:

● Online with Sango – buku cerita daring untuk anak di bawah 9 tahun.
Menyajikan enam skenario dengan pertanyaan untuk anak pikirkan dan jawab
untuk mempelajari tentang hak dan keamanan di ranah daring. Dapat diakses
di: https://www.itu-cop-guidelines.com/storybook
● Work with Sango - Buku kerja untuk anak-anak usia 9-12 tahun yang berisi
tentang aktivitas bersifat edukasi yang bisa diselesaikan untuk mempelajari
hak-hak anak saat daring, dan juga risiko terhadap keamanan saat daring. Dapat
diakses di: https://www.itu-cop-guidelines.com/workbook

32
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

● The Net rules challenge: Kampanye media sosial untuk anak berusia 13 hingga
18 tahun, membantu mereka mempelajari cara mengelola risiko yang muncul di
ranah daring, dan mendukung mereka dalam pengalaman daring yang aman
dan positif. Dapat diakses di: https://www.itu-cop-guidelines.com/netrules

2) Panduan untuk Orang Tua dan Pendidik

Panduan untuk orang tua dan pendidik ini bertujuan untuk membuat keluarga
memahami potensi risiko dan ancaman di ranah daring serta membantu
menumbuhkan lingkungan daring yang sehat di rumah, dan juga di kelas.

Pedoman ini juga menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan dialog


berkelanjutan dengan anak-anak, menciptakan ruang yang aman di mana pengguna
internet muda merasa diberdayakan dan dapat menyampaikan kekhawatiran.

Panduan ini juga mencakup risiko dan bahaya utama bagi anak-anak saat online,
termasuk masalah privasi, perundungan siber, serta eksploitasi dan pelecehan
seksual (CSEA), juga memberikan perhatian tambahan pada dampak teknologi baru
dan yang sedang berkembang pada anak.

Secara umum panduan untuk orang tua adalah sebagai berikut:

● Lakukan diskusi dengan anak-anak - coba lakukan beberapa aktivitas online


dengan mereka.

33
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

● Identifikasi teknologi, perangkat, dan layanan di seluruh keluarga / rumah


tangga Anda.
● Pertimbangkan apakah program filtering/penyaringan dan pemblokiran atau
pemantauan dapat membantu dan mendukung keluarga Anda.
● Buat kesepakatan sebagai satu keluarga tentang penggunaan Internet dan
perangkat pribadi.
● Waspadai layanan online dan seluler yang digunakan oleh anak-anak Anda.
● Pertimbangkan terkait usia persetujuan digital.
● Kontrol penggunaan kartu kredit dan mekanisme pembayaran lainnya.
● Tahu bagaimana melaporkan masalah.
● Sadarilah bahwa iklan bisa jadi tidak pantas atau menyesatkan.
● Ciptakan budaya di rumah agar anak dan remaja merasa mendapatkan
dukungan.
● Mendidik anak-anak tentang bahayanya bertemu dengan orang asing.
● Bantu anak Anda memahami dan mengelola informasi pribadi mereka.
● Pastikan anak-anak dan remaja memahami apa artinya memposting foto di
internet.

Secara umum panduan untuk pendidik adalah sebagai berikut:

● Pastikan semua perangkat aman dan dilindungi kata sandi.


● Instal perangkat lunak anti-virus dan firewall.
● Buat kebijakan yang merinci bagaimana teknologi dapat digunakan.
● Pertimbangkan bagaimana mengatur pengambilan dan penyimpanan gambar
dari para siswa.
● Pastikan bahwa koneksi Internet yang disediakan oleh sekolah disaring dan
dipantau.
● Meningkatkan kesadaran akan pentingnya jejak digital dan reputasi online.
● Memahami pentingnya komunikasi online profesional dengan siswa, orang
tua dan pemangku kepentingan lainnya.

34
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

● Pahami risiko dan manfaat yang dapat dihadapi siswa saat mereka online.

Panduan untuk Orang Tua dan Pendidik lebih lengkap dapat dilihat di:
https://www.itu-cop-guidelines.com/parentsandeducators

3) Panduan untuk Industri

Panduan untuk industri tentang Perlindungan Anak di Ranah Daring berfokus pada
perlindungan anak-anak di semua area dan dari semua risiko dunia digital.
Menyoroti praktik yang baik dari pemangku kepentingan industri yang dapat
dipertimbangkan dalam proses penyusunan, pengembangan, dan pengelolaan
bisnis perlindungan online anak kebijakan dan tindakan.

Pedoman ini juga bertujuan agar industri tetap dapat mengembangkan bisnisnya
sambil memahami tanggung jawab hukum dan moral terhadap anak dan
masyarakat.

Panduan ini juga menyoroti beberapa area kunci untuk melindungi dan
mempromosikan hak-hak anak seperti:

● Mengintegrasikan pertimbangan hak anak ke dalam semua kebijakan


perusahaan dan proses manajemen,
● Mengembangkan proses standar untuk menangani materi pelecehan seksual
terhadap anak (CSAM),
● Menciptakan lingkungan online yang lebih aman dan sesuai dengan usia anak,
● Mendidik anak, pengasuh, dan pendidik tentang keselamatan anak-anak dan
penggunaan TIK yang bertanggung jawab serta mempromosikan teknologi
digital sebagai mode untuk meningkatkan keterlibatan sipil.

Panduan untuk Industri lebih lengkap dapat dilihat di: https://www.itu-cop-


guidelines.com/industry

4) Panduan untuk Pembuat Kebijakan

35
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Panduan bagi Pembuat Kebijakan terkait Perlindungan Anak di Ranah Daring


bertujuan mendukung terciptanya lingkungan daring yang aman dan
memberdayakan anak-anak. Pembuat kebijakan memainkan peran kunci dalam
memastikan keselamatan dan kesejahteraan anak-anak saat online dan offline.

Perlindungan anak di ranah daring merupakan tantangan yang membutuhkan


pendekatan berdasarkan strategi nasional yang harmonis dan inklusif. Panduan bagi
pembuat kebijakan memberikan rekomendasi konkret tentang bagaimana
mengembangkan strategi nasional pada Perlindungan Anak Daring, dilengkapi
dengan alat untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan utama yang akan
dilibatkan, upaya koordinasi dan keselarasan dengan kerangka kerja nasional dan
rencana strategi yang ada.

Panduan untuk Industri lebih lengkap dapat dilihat di: https://www.itu-cop-


guidelines.com/policymakers

2. Children's Online Privacy Protection Act of 1998 (COPPA)

Di beberapa negara, perlindungan dan keselamatan anak di dunia maya sudah ada
regulasinya, di Amerika Serikat (AS) salah satunya. AS memiliki Children's Online Privacy
Protection Act of 1998 (COPPA). Undang-undang tersebut, berlaku mulai tanggal 21 April
2000. UU ini terkait pengumpulan informasi pribadi secara online oleh orang atau
entitas di bawah yurisdiksi AS tentang anak-anak di bawah usia 13 tahun termasuk anak-
anak di luar AS, jika entitas tersebut berbasis di AS.

3. WePROTECT Global Alliance Model National Response (MNR)

The WePROTECT Global Alliance to End Child Sexual Exploitation Online merupakan
gerakan internasional yang didedikasikan untuk aksi nasional dan global untuk
mengakhiri eksploitasi seksual anak secara online, beranggotakan para pemangku
kepentingan majemuk (multi-stakeholders) dari berbagai negara di dunia. Pada tahun
2015, WeProtect merilis Model National Response (MNR)

36
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Model ini dikembangkan pada membantu negara-negara untuk membangun tanggapan


mereka terhadap eksploitasi seksual anak secara online. Penanganan hal ini tidak dapat
dilakukan secara terpisah dan diperlukan serangkaian aktivitas atau program yang lebih
luas untuk mencegah dan menangani eksploitasi dan pelecehan seksual terhadap anak-
anak sehingga diperlukan untuk memastikan tanggapan nasional yang komprehensif.

MNR ini bertujuan:

● Mendorong suatu negara untuk mengukur tanggapannya saat ini dan


mengidentifikasi kesenjangan
● Memprioritaskan upaya nasional untuk mengisi kesenjangan
● Meningkatkan pemahaman dan kerjasama internasional

Secara garis besar, terdapat 6 kapabilitas yang terkait dalam model ini:
A - Kebijakan dan Tata Kelola
B - Penegakan Hukum
C - Penangan Korban
D - Partisipasi Publik
E - Industri Teknologi Digital
F - Media dan Komunikasi

37
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

38
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

B. Program dan Kebijakan Nasional


1. Kebijakan dan Tata Kelola
Pada tahun 2018, Pemerintah telah meluncurkan gerakan Making Indonesia 4.0.
Gerakan ini sejalan dengan era digitalisasi yang memfasilitasi pengintegrasian
informasi untuk tujuan peningkatan produktivitas, efisiensi, dan kualitas layanan,
khususnya dalam bidang perekonomian. Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam era
digitalisasi juga cukup besar. Dari sisi kesiapan inovasi untuk menghadapi revolusi
digital seperti yang ditunjukkan oleh Network Readiness Index, Indonesia berada pada
peringkat 73 dari 139 negara. Sementara negara-negara yang setara memiliki kesiapan
yang lebih baik, seperti Malaysia (peringkat 31), Turki (48), China (59), Thailand (62).
Indonesia memiliki keunggulan dalam harga, namun jauh tertinggal dalam infrastruktur
dan pemanfaatan oleh masyarakat.
Kesiapan Indonesia untuk mengadopsi dan mengeksplorasi teknologi digital yang
mampu mendorong transformasi dalam pemerintahan, model usaha dan pola hidup
masyarakat juga kurang. Hal ini ditunjukkan oleh data World Digital Competitiveness
Ranking tahun 2019 di mana Indonesia berada pada peringkat ke 56 dari 63 negara.
Cara beradaptasi, pendidikan dan pelatihan, ekosistem teknologi dan integrasi
informasi teknologi menjadi isu-isu yang perlu ditangani agar Indonesia dapat
memanfaatkan kemajuan teknologi digital bagi pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kualitas hidup. Tantangan lain yang dihadapi oleh Indonesia berkaitan
dengan pengembangan SDM, dan perlindungan anak menjadi isu penting di dalamnya.

The United Nations Convention on the Rights of the Child (UN-CRC) mengakui hak anak
untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan
pelecehan. Sehingga, individu dan organisasi yang bersinggungan dan berhubungan
dengan anak harus memastikan mereka dilindungi dan aman dari bahaya ketika
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan.

39
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Indonesia belum memiliki pengaturan spesifik tentang perlindungan anak di ruang


siber. Saat ini kebijakan perlindungan anak secara umum tersebar di beberapa regulasi
dan kebijakan, antara lain :

1) Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang


kemudian, direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014, dan revisi ke II
melalui Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 yang menyebutkan bahwa
Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
3) Undang-Undang nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi
4) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
5) Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang ITE terutama mengatur
penambahan sanksi sepertiga dari hukuman terhadap pornografi anak .

Padahal kemajuan teknologi dan pemanfaatan internet yang menjadi salah satu bagian
kehidupan anak, regulasi dan kebijakan menjadi suatu hal yang dibutuhkan untuk
melindungi dampak negatif dari pemanfaatan internet.

Transformasi Digital (RPJMN 2020 – 2024): Pembangunan Infrastruktur


- Menetapkan “Infrastruktur TIK untuk Mendukung Transformasi Digital” 15 sebagai
salah satu proyek prioritas strategis (major project) dari 41 major project yang
ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024.
- 95% desa terjangkau infrastruktur jaringan bergerak pita lebar (mobile broadband)
- 60% kecamatan tercakup jaringan tetap pita lebar.
- 80% populasi terjangkau siaran digital.

15 Sumber FGD KPPPA 14 Mei 2019, FGD KPPPA/IDCOP 6 Nov 2020

40
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

- Transformasi digital juga ditetapkan menjadi salah satu dari empat (4)
pengarusutamaan (mainstreaming)16 dalam RPJMN 2020-2024. Pengarusutamaan
transformasi digital merupakan upaya untuk mengoptimalkan peranan teknologi
digital dalam meningkatkan daya saing bangsa dan sebagai salah satu sumber
pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Strategi pengarusutamaan
transformasi digital terdiri dari aspek pemantapan ekosistem (supply),
pemanfaatan (demand) dan pengelolaan big data.
- Pembentukan dewan transformasi digital sebagai salah satu implementasi dari
transformasi digital.

Penyederhanaan Regulasi17
- Pendekatan Omnibus Law, yakni penggabungan beberapa ketentuan undang-
undang ke dalam satu undang-undang dengan membatalkan undang-undang
sebelumnya.
- Analisis dampak regulasi (Regulatory Impact Analysis/RIA) dan analisis biaya dan
manfaat (Cost and Benefit Analysis/CBA), dengan tujuan; mengurangi tumpang
tindih regulasi yakni dengan membentuk 1 regulasi baru dengan mencabut 2
aturan yang masih berlaku dan substansinya mengatur hal yang sama, regulasi
yang berorientasi tujuan, dan regulasi yang mengutamakan kualitas dibanding
kuantitas.

Selain itu Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) juga tengah menyusun
Peta Jalan Indonesia Digital Nation yang bertujuan untuk mewujudkan dunia digital
Indonesia yang bermartabat, berkeadilan dan berdaya saing. Dalam peta jalan tersebut
terdapat berbagai upaya diantaranya penyediaan infrastruktur, pembuatan aplikasi,
menyiapkan regulasi, melakukan pengendalian, hingga pengadopsian teknologi
pendukung. Selain itu penyiapan SDM Digital juga menjadi bagian penting yang
menjadi pilar dari peta jalan ini.

16 Kita-butuh-bicara-tentang-hubungan-orang-tua-dan-anak
17 Refleksi-seni-berbicara-dengan-diri-sendiri

41
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Mulai dari regulasi dan kebijakan, pengendalian, aktivitas digital, aplikasi,


infrastruktur , SDM Digital, teknologi penunjang serta riset dan inovasi, diharapkan
memperhatikan terkait perlindungan anak di dalamnya sehingga pengembangan
teknologi digital ke depan juga mendukung hak anak.

2. Penegakan Hukum
Dalam upaya menjamin keamanan dan keselamatan anak di ranah daring, tentunya
membutuhkan upaya penegakan hukum yang komprehensif. Indonesia sudah memiliki
serangkaian peraturan perundang-undangan dalam melindungi anak di situasi ranah
daring seperti yang tertulis dalam bagian I urgensi peta jalan perlindungan anak di
ranah daring.
Undang-undang tersebut tidak semuanya mengatur perlindungan anak secara
langsung, tetapi ada juga yang mengatur masalah perlindungan anak secara tidak
langsung, bahkan sebagian adalah ratifikasi konvensi (opsional protokol) internasional.
Namun demikian, semuanya memiliki relasi atau keterkaitan dengan perlindungan
anak di Indonesia.
Dalam mengimplementasikan peraturan ini ada setidaknya pemerintah telah
melakukan beberapa upaya dengan membentuk adanya gugus tugas pencegahan dan
penanganan pornografi sebagai konsekuensi disahkannya undang-undang No.

42
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

44/2008. Pembentukan gugus tugas tersebut merupakan suatu bentuk perhatian


serius dari pemerintah terhadap bahaya pornografi,
Kementerian Komunikasi dan Informatika giat melakukan pembatasan konten internet
yang mengandung unsur pornografi dengan filtering, sehingga anak-anak tidak
terpapar konten pornografi dan anak-anak tidak dijadikan target pornografi.
Kepolisian RI sejak 2017 saat ini telah memiliki 7 kepolisian daerah yang memiliki
peralatan alat dan dilatih khusus dalam direktorat siber polri untuk pemberantasan
cybercrime dan salah satu yang menjadi perhatian unit ini adalah kejahatan seksual
anak di ranah daring, namun disayangkan belum merata ke semua kepolisian daerah.
Karena keterbatasan sumber daya manusia maupun sumber dana maka kasus-kasus
kejahatan yang melibatkan anak di ranah daring yang berhasil ditangani juga sangat
sedikit sekali. Unit ini hanya ada di Markas Besar Kepolisian RI dan ditambah dengan
tiga Kepolisian Daerah di Indonesia. Oleh karena itu, kasus-kasus SECO yang masuk
dalam pengadilan juga sangat minim. Praktis tidak banyak kasus yang diproses
penegak hukum Indonesia. Kesulitan yang dihadapi adalah ruang lingkup kasus anak di
ranah siber cukup luas sehingga memerlukan keahlian khusus dari penegak hukum.
Namun upaya ini masih dirasakan kurang karena perkembangan teknologi yang
berubah begitu cepat namun tidak diimbangi dengan peraturan perundang-undangan
yang semestinya perlu diharmonisasi dan direvisi sesuai dengan kebutuhan masanya.
Upaya pemerintah dalam ranah teknologi dan informatika semestinya semakin kuat
dengan adanya Badan Siber Sandi Negara yang dibentuk sejak tahun 2017 dengan
tujuan untuk mengkonsolidasikan kewenangan, tugas dan fungsi yang tumpang tindih
di antara kelembagaan terkait siber diantaranya Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Badan Intelijen Negara, Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Pertahanan, Kepolisian RI dan institusi lainnya.

Upaya penegakan hukum juga memerlukan partisipasi publik, dalam hal ini
pemerintah mendorong adanya pelaporan online yang bisa diakses masyarakat
diantaranya:

43
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

No. Portal Pelaporan Keterangan

 1. bully.id Pelaporan untuk kasus bullying yang ditemui atau


dihadapi oleh seseorang.

 2. aduankonten.id Kominfo menerima laporan dari masyarakat terkait


konten negatif

 3. patrolisiber.id Portal pengaduan bagi masyarakat yang


dibuat/disiapkan oleh unit siber Polri.

 4. TEPSA 1500771 Hotline pelaporan untuk permasalahan anak yang


dikelola oleh kemensos.

Tantangan dalam upaya penegakan hukum adalah memastikan seluruh APH memiliki
pengetahuan, komitmen dan keterampilan yang memadai dalam upaya penindakan,
sayangnya hal ini belum bisa diperoleh karena keterbatasan resources yang dimiliki,
belum lagi dengan adanya sistem mutasi atau pindah jabatan dalam waktu yang
pendek,
Tantangan lainnya adalah bagaimana memastikan Indonesia bisa memiliki data base
materi kekerasan seksual pada anak yang terkoneksi dengan database internet.
Sehingga upaya penuntutan dan penegakan hukum mampu membuahkan hasil
tuntutan dan putusan di pengadilan.
Di Indonesia belum tersedia focal point yang secara khusus menangani kejahatan
seksual pada anak secara daring. Ditambah lagi belum adanya peraturan perundang-
undangan di Indonesia yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku “Grooming online”

Beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia menyebutkan eksploitasi


seksual anak, namun tidak ada definisi dan penjelasan yang konkret tentang
eksploitasi seksual anak online18. Misalnya, dalam KUHP meskipun ada beberapa

18https://www.kominfo.go.id/content/detail/6859/program-prioritas-konektivitas-pita-lebar/0/pp_broadband

44
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

aturan yang secara tersirat melarang tindakan sexting (Pasal 282-283) namun tidak
spesifik ESA online. Dalam Pasal 297 KUHP tentang perdagangan wanita dan anak,
masih belum memuat aturan ketika pelakunya menggunakan sarana internet (online)
dalam melakukan aksinya. Undang-Undang Perlindungan Anak, meskipun
menyebutkan eksploitasi untuk tujuan seksual, namun tidak menyebutkan secara
spesifik definisinya, termasuk eksploitasi seksual anak online. Selain itu, Pasal 81 dan
Pasal 82 UU Perlindungan Anak tidak dapat mengkriminalisasi perbuatan bujuk rayu,
membangun hubungan serta kepercayaan dengan tujuan “hanya” agar dapat berdua
dengan korban sebagaimana yang disebutkan dalam perbuatan grooming. Pasal ini
hanya dapat dipergunakan apabila tindakan yang dilakukan oleh pelaku bertujuan
langsung untuk melakukan pencabulan atau persetubuhan. Menariknya, beberapa
peraturan daerah19 telah memiliki definisi eksploitasi seksual anak yang lebih spesifik
dibandingkan peraturan perundang-undangan di atasnya meskipun belum memiliki
definisi yang jelas tentang eksploitasi seksual anak online.

3. Penanganan Korban
Sejauh ini belum ada program penanganan korban kekerasan anak di ranah daring
secara khusus. Penanganannya masih menjadi bagian dari program penanganan
korban kekerasan lainnya. Beberapa layanan di lembaga yang memiliki otoritas
tersebut malah belum menyediakan layanan penanganan untuk anak secara terpisah,
sehingga tidak dibedakan dengan orang dewasa.
Berikut beberapa program yang dijalankan oleh pemerintah dan non-pemerintah (Civil
Society Organization/CSO) yang memasukkan pendampingan korban kekerasan
online20
a. KPPPA: Penjangkauan dan pendampingan kasus, melalui Unit Pelaksana Teknis
Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Hingga saat ini, UPTD PPA
sudah terbentuk di 28 Provinsi dan 70 Kabupaten/Kota di Indonesia. Berdasarkan

19 https://setkab.go.id/presiden-jokowi-visi-indonesia-wujudkan-ekonomi-digital-terbesar-di-asean/

20 https://www.kominfo.go.id/content/detail/7479/tiga-jurus-tangani-penyalahgunaan-tik/0/berita_satker

45
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018, KPPPA juga bertanggung jawab
untuk memperkuat dan mengembangkan layanan UPTD PPA di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
KPPPA juga telah menyusun desain rencana strategis Penurunan Kekerasan
Terhadap Anak tahun 2020-2030, yang memprioritaskan aksi pencegahan kekerasan
pada anak dengan melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat; memperbaiki
sistem pelaporan dan layanan pengaduan kasus kekerasan pada anak; dan
melakukan reformasi besar-besaran pada manajemen penanganan kasus kekerasan
pada anak agar bisa dilakukan dengan cepat, terintegrasi, dan komprehensif.
Pelatihan UPTD PPA dilakukan dengan bekerjasama dengan Save the Children:
http://mkonline.stc.or.id/
b. Kominfo: Menyediakan akses pelaporan dan akses layanan melalui:
www.layanan.kominfo.go.id
c. KPAI: Memediasi pelanggaran hak anak, menerima dan menelaah pengaduan
masyarakat.
d. BNN:
- Program rehabilitasi napza, termasuk anak yg kecanduan napza dan games.
- Program untuk keluarga, termasuk anak. Membuat KIE tentang pencegahan
bahaya narkoba bagi anak dan keluarga, kerjasama dgn Kemdikbud.
- Bekerjasama dengan UNODC, membuat modul Ketahanan Diri Remaja 1.0 (untuk
anak dan keluarga) dan pemetaan data dasar ketahanan diri remaja.
- Edukasi lewat sosmed, REAN21, Program HIdup 100%22
- Ada kecenderungan anak menjadi pengedar napza, dan pelaku di kasus
pornografi.
e. LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban):
- Program perlindungan korban eksploitasi dan pornografi dalam bentuk
pendampingan hukum, psikologis, dan restitusi. Hambatan yang dihadapi

21 https://indonews.id/artikel/26720/Enam-Kebijakan-Pemerintah-Optimalkan-Teknologi-untuk-Pembangunan/
22 Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi, Deputi Bidang Perlindungan Anak,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2019

46
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

adalah terkadang korban dan keluarga keberatan melanjutkan proses hukum


sehingga penegakan hukum tidak tuntas. Alasan korban/keluarga a.l. karena
korban berulang-ulang diminta untuk menjelaskan tentang apa yang ia lami
kepada APH, atau korban sudah ceria kembali, atau keluarga berasal dari
keluarga mampu dan tidak mau memperpanjang permasalahan.
- Program Edukasi life skills oleh teman sebaya dan pemberdayaan anak yang
menjadi pelaku kekerasan
f. Kementerian Sosial:
- Merespon kasus, melayani pengaduan melalui telepon, rehabilitasi sosial,
pendampingan psikososial, terapi, pemberian akses layanan dan pendampingan
dalam proses hukum
- Program psikososial untuk ketahanan keluarga dan pencegahan kekerasan
dengan melakukan penjangkauan ke sekolah2.
- Program LK3 (Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga) untuk konsultasi
(offline dan daring), meskipun belum semua LK3 aktif.
- Penyediaan mobil konsultasi
g. Kementerian Kesehatan (Direktorat Kesehatan Keluarga):
- Modul untuk guru (SD-SMA) tentang kesehatan reproduksi, termasuk risiko
internet di era digital a.l .bullying (kerjasama dgn UNFPA).
- Pengadaan layanan konsultasi dan konseling di Puskesmas PKPR (Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja), baru ada sekitar 6000 di tingkat kecamatan
- Belum ada penelitian mengenai perbedaan dampak korban kekerasan online
dan non-online
h. Nawala Nusantara: Membantu korban dan pihak berkepentingan dalam
mengurangi dampak dari korban kejahatan internet.
i. ECPAT Indonesia: Memberikan dampingan hukum bagi korban dan pelaku.
j. Sejiwa: Pendampingan psikologis untuk orang tua korban dan anak
k. Aliansi Down to Zero: Penyediaan dan/atau pemberian akses layanan (tempat
aman, kesehatan, psikologis, bantuan hukum) untuk korban dan keluarga oleh

47
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Surabaya Children Crisis Center (SCCC) di Surabaya, Yayasan Galang Anak Semesta
(GAGAS) di Lombok, Yayasan Bandungwangi di Jakarta, dan Yayasan Embun Pelangi
(YEP) di Batam, bekerja sama dengan kelompok-kelompok komunitas, anak dan
kaum muda, serta jaringan perlindungan perempuan dan anak di daerah masing-
masing.

4. Partisipasi Publik
Bagian ini memaparkan bagaimana publik, -melalui lembaga non-pemerintah,
akademisi, media, dan lain sebagainya- terlibat dan berpartisipasi dalam upaya
perlindungan anak di ranah daring melalui berbagai kebijakan dan program. Terdapat
cukup banyak lembaga non-pemerintah yang dimaksud, antara lain;

Silahkan mulai tulis di sini

5. Industri Teknologi Digital


Saat ini industri digital telah memasuki revolusi 4,0. Ini menjadi bukti bahwa saat ini
perkembangan industri tidak dapat terlepas dari perkembangan teknologi. Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar untuk perkembangan
industri digital. Google dan TEMASEK (2018) dalam hasil penelitiannya, menyebutkan
bahwa salah satu hal yang mendukung perkembangan internet di Indonesia adalah
banyaknya jumlah pengguna internet di Indonesia.
Jumlah pengguna internet di Indonesia yang cukup besar mengundang banyaknya
industri IT untuk beroperasi di Indonesia. sebagai contoh perusahaan IT terbesar
sudah memiliki kantor perwakilan di Indonesia seperti Google, Twitter, Facebook,
Microsoft, dan tiktok, belum lagi dengan adanya platform digital karya anak Indonesia
sendiri seperti gojek, ruang guru dan lain sebagainya. Perusahaan IT ini menawarkan
berbagai jasa kepada pengguna Internet.
Perkembangan industri teknologi digital tentunya dapat membawa potensi baik,
namun juga menjadi tantangan di pemerintah dalam membuat kebijakan. Potensi

48
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

tumbuhnya bisnis baru di IT, bahkan sampai penyalahgunaan IT itu sendiri.


(Perkembangan ekonomi digital di Indonesia, strategi dan sektor potensial,kominfo
2019)
Dalam pengembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraana masyarakat melalui
pengembagan IT pemerintah23 memiliki agenda prioritas
1) Pengembangan Infrastruktur Pitalebar termasuk Layanan 4G untuk
menghubungkan 497 kab/kota di indonesia.
2) Efisiensi Industri Telekomunikasi
3) Mendorong Peningkatan Jumlah Kandungan Dalam Negeri pada Alat dan
Perangkat Telekomunikasi
4) Mengintegrasikan Nomor Panggilan
5) Penataan Registrasi Prabayar
6) Mengurangi Peredaran Perangkat Telepon Seluler Ilegal
Tidak dipungkiri perkembangan teknologi juga membawa dampak perekonomian,
dalam hal ini Presiden Jokowi menyampaikan upaya Indonesia dalam penerapan
teknologi memiliki visi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara yang mencapai USD
130 miliar pada 2020,” terutama pengembangan industri start-up. Rencana aksi jangka
menengah dan jangka panjang telah diambil Indonesia untuk dapat mendorong
terwujudnya visi tersebut. Diantaranya adalah dengan pemberian akses pembiayaan
bagi UMKM dan perusahaan IT baru.24

Visi, misi, dan strategi yang disusun dalam Rencana Induk Pembangunan Industri
Nasional (RIPIN 2015-2035) Bappenas adalah Indonesia Menjadi Negara Industri
Tangguh yang bercirikan:
1) struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat, dan berkeadilan;
2) industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global; dan
3) industri yang berbasis inovasi dan teknologi.

23 Dr. dr. Kristiana Siste, SP.Kj (2020), (Ketua PEKESWARI (Perkumpulan Kesehatan Jiwa Anak & Remaja Indonesia)
dan Ka. Instalasi Anak& Remaja RSJ Soeharto Heerdjan - materi disampaikan di webinar Perlindungan Anak dari
Dampak Negatif Gadget yang diadakan oleh KPAI pada tgl 7 Agustus 2020
24 https://britabrita.com/36004/

49
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, kemudian pemerintah melalui Policy Brief
Pengembangan Industri TIK (Kementerian PPN/BAPPENAS, 2018), pembangunan
industri nasional mengemban misi sebagai berikut:
1) meningkatkan peran industri nasional sebagai pilar dan penggerak
perekonomian nasional;
2) memperkuat dan memperdalam struktur industri nasional;
3) meningkatkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta industri
hijau;
4) menjamin kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan
yang merugikan masyarakat;
5) membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
6) meningkatkan persebaran pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia
guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
7) meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.

Keseluruhan pengembangan ekosistem digital ini dimaksudkan untuk menumbuhkan


investasi TIK pada sektor hulu dan antara, menciptakan kemitraan yang strategis,
pemberdayaan UMKM, penguatan ekonomi digital, pengembangan industri nasional
TIK,
Potensi negatif yang muncul dari berkembangnya teknologi, pemerintah melalui
Kominfo25 sudah menyiapkan 3 (tiga) pendekatan dalam menangani penyalahgunaan
TIK yaitu:
1) Pendekatan Teknologi yaitu upaya melindungi pelajar dari konten dan akses situs
negatif melalui sistem penyaringan konten negatif yaitu Trust Positif, DNS

25 Disampaikan oleh Dr. dr. Suzy Yusna Dewi, SpKJ(K), MARS Perlindungan Anak Dari Dampak
Negatif Gadget, 7 Agustus 2020

50
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Nawala, dan Sistem Whitelist Nusantara yang menyediakan rekomendasi situs-


situs positif.
2) Pendekatan Hukum, di mana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE), Pasal 27 sampai dengan Pasal 29 menjelaskan mengenai perbuatan yang
dilarang untuk disebarluaskan karena berisi informasi kesusilaan, perjudian,
penghinaan dan pemerasan berita bohong dan SARA dan ancaman kekerasan
serta UU tentang Pornografi dan UU tentang Hak Cipta.
3) Pendekatan Sosio Kultural, yaitu dengan melalui pelatihan agen perubahan
informatika (internet CAKAP dan Relawan TIK), pembuatan video animasi digital
hero Indonesia, serta melalui penyelenggaraan berbagai kompetisi seperti
INAICTA, AICTA, Duta Internet CAKAP, Kartini Next Generation.

Peranan teknologi untuk mengakselerasi era transformasi ekonomi yang dicanangkan


sebagai salah satu program prioritas Presiden Jokowi memang langkah tepat dan
didukung. Namun prioritas ini semestinya tetap harus memperhatikan ancaman,
gangguan dan hambatannya yang harus diprediksi sedini mungkin baik oleh
Kemenristekdikti, BPPT, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) maupun Badan Intelijen
Negara (BIN) dengan menggandeng OJK dan komunitas NGO atau lembaga privat yang
mendalami masalah ancaman siber. Hal ini penting dilakukan agar tidak mengganggu
atau menginterupsi kepentingan nasional ke depan.26

6. Media dan Komunikasi


Media sebagai sarana komunikasi berperan sangat penting dalam mengedukasi
masyarakat tentang pentingnya memperhatikan keselamatan anak di ranah daring.
Bukan saja masyarakat, tapi para pemangku kepentingan juga bisa mendapatkan
pemahaman dengan pemberitaan yang tepat dan berbobot.

26 SNPHAR 2018 adalah Survei Rumah Tangga Nasional yang disusun oleh Kemen PPPA bekerjasama dengan
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, Badan Pusat Statistik, Kementerian Sosial, Pusat Kebijakan
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gajah Mada (PKMK UGM) serta Pusat Kajian dan Advokasi
Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA UI)

51
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Dalam hal ini peningkatan literasi digital menjadi salah satu poin sangat penting dalam
membangun kesadaran kita bersama dalam upaya perlindungan anak di ranah daring.
Japelidi 2017 membuat kajian tentang peta gerakan literasi digital di 9 kota di
Indonesia. Mendapati bahwa pelaku upaya literasi digital 56% berasal dari perguruan
tinggi, 14,34% dari pemerintah, 13,52% dari komunitas, 5,32% dari lembaga swadaya
masyarakat, sekolah dan korporasi 3,68%, asosiasi profesi dan ormas 2,86% dan media
0,4%

Di era situasi pandemik dimana aktivitas masyarakat saat ini beralih dari aktivitas
pertemuan tatap muka menjadi pertemuan jarak jauh dengan menggunakan fasilitas
internet dan gadget. Aktivitas daring menjadi aktifitas terbesar dalam keseharian
masyarakat, baik itu untuk urusan pekerjaan, pendidikan, hiburan, penyaluran hobi,
bahkan sampai ke bisnis.
Tentunya masyarakat dengan mudah mengakses informasi sebagian besar dari media
daring dengan keberagaman informasi yang ditawarkan. Kadang kala informasi yang
tidak tepat ataupun tidak layak untuk anak akhirnya terakses oleh anak juga. Sangat
diperlukan sekali panduan yang baku yang bisa digunakan dan menjadi standar oleh
media. Dalam Hal ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah menerbitkan pedoman
perilaku penyiaran dan standar program siaran yang menjadi acuan bagi industri

52
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

media dalam menyampaikan informasi. Namun pedoman ini tidak berlaku untuk
media sosial yang digunakan oleh masyarakat.

Beberapa tahun silam Kementerian informatika melakukan tindakan tegas berupa


pemblokiran terhadap beberapa aplikasi media sosial yang terindikasi di dalam
platformnya banyak sekali peredaran pornografi. Hal ini akhirnya mendapat perhatian
dari pihak industri media sosial untuk memperhatikan aturan yang berlaku di
Indonesia dan membuat aturan lebih ketat terkait pembatasan usia pengguna media
sosial, meningkatkan aturan komunitas platformnya dan menyediakan kantor
perwakilannya di Indonesia.

Saat ini juga belum ada kewajiban pihak platform media sosial untuk melaporkan
konten yang menyalahi aturan atau konten yang melanggar undang-undang.
Meskipun beberapa platform media sosial melakukan pelaporan seperti itu kepada
negara asal perusahaan tersebut didirikan. Seperti contohnya perusahaan IT berbasis
dari Amerika memiliki kewajiban melaporkan insiden kekerasan/eksploitasi seksual
anak ke NCMEC sebagai Lembaga yang ditunjuk negara untuk memproses laporan
yang masuk dan menggunakannya untuk melakukan upaya pencegahan dan distribusi
ulang ke semua platform lainnya yang bekerjasama dengan NCMEC.

Saat ini inisiatif dari dunia industri IT khususnya di media sosial memiliki peran aktif
dalam melakukan edukasi ke masyarakat tentang literasi digital dan bekerjasama
dengan pemerintah juga dalam hal-hal melakukan kampanye yang mengedukasi
masyarakat tentang pentingnya literasi digital, diantaranya sebagai berikut:
● Kampanye TikTok saat Asian Games,
● Program Asah Digital Facebook,
● Program internet aman, smart school online dan tangkas berinternet oleh
Google dan lainnya.

53
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Program semacam ini jelas berkontribusi dalam menciptakan kesadaran masyarakat


tentang pentingnya literasi digital.

54
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

BAGIAN III
TARGET DAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN ANAK DI RANAH DARING
2021-2025

A. Rekomendasi Berdasar Enam Pilar


1. Kebijakan dan Tata Kelola
Silahkan mulai tulis di sini

2. Penegakan Hukum
Beberapa rekomendasi untuk penegakan hukum terkait kekerasan anak online
berdasarkan Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi dipaparkan
sebagai berikut:
- Sampai saat ini belum ada aturan hukum yang secara khusus mengatur dan
mendefinisikan mengenai eksploitasi seksual anak online. Satu-satunya peraturan yang
menjelaskan tentang eksploitasi anak di ranah online dan melarang penyebaran
konten yang bermuatan pornografi anak dalam bentuk apapun termasuk melalui
media online adalah Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Penjualan Anak,
Prostitusi Anak dan Pornografi Anak, tepatnya pasal 3 yang berbunyi:
“mengkriminalisasi segala macam tindakan membuat, mendistribusikan,
menyebarluaskan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, menjual atau memiliki
konten yang bermuatan pornografi anak”.

Pemerintah Indonesia sedang dalam proses membuat laporan implementasi protokol


opsional ini, namun tetap harus merumuskan peraturan yang lebih spesifik tentang
bentuk-bentuk baru dari eksploitasi seksual anak online. Direkomendasikan pula agar
pemerintah Indonesia untuk segera melakukan review dan kajian komprehensif untuk
merumuskan bentuk eksploitasi seksual anak online dan unsur-unsur tindak
pidananya.

55
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

- Untuk sexting, sampai saat ini belum ada aturan hukum yang secara khusus mengatur
dan mendefinisikan sexting dalam perundang-undangan. Salah satu upaya penegakan
hukum terhadap kasus sexting dapat dilakukan dengan mengidentifikasi unsur-unsur
dari sexting itu sendiri, sehingga pelaku tetap dapat dikriminalisasi. Di tataran teknis
diperlukan definisi dan unsur-unsur yang lebih jelas terkait sexting sehingga dalam
upaya preventif dan rehabilitasi lebih jelas.

- Pengaturan mengenai grooming ini belum diakomodir oleh perundang-undangan yang


ada di Indonesia. Pasal 81 dan Pasal 82 UU Perlindungan Anak mengkriminalisasi
perbuatan membujuk, melakukan tipu muslihat, atau rangkaian kekerasan yang
dilakukan oleh orang dewasa kepada anak dengan tujuan untuk melakukan
persetubuhan atau perbuatan cabul dengan anak tersebut. Aturan dalam UU
Perlindungan Anak ini tidak dapat mengkriminalisasi perbuatan bujuk rayu,
membangun hubungan serta kepercayaan dengan tujuan “hanya” agar dapat berdua
dengan korban sebagaimana yang disebutkan dalam perbuatan grooming. Pasal 81
dan Pasal 82 UU Perlindungan Anak dapat dipergunakan hanya apabila tindakan yang
dilakukan oleh pelaku bertujuan langsung untuk melakukan pencabulan atau
persetubuhan. Pemerintah Indonesia memiliki kerangka hukum yang lebih jelas dalam
mempidanakan para predator seks anak yang melakukan grooming (bujuk rayu) untuk
tujuan seksual kepada anak-anak.

- Sampai saat ini belum ada aturan hukum yang secara khusus mengatur dan
mendefinisikan mengenai Kekerasan Seksual Anak yang disiarkan secara langsung
(streaming online sexual abuse). Seiring berkembangnya teknologi dan media sosial
seperti instagram, facebook dll, fitur penyiaran secara langsung mulai digemari; dan
aktivitas ini dapat dilakukan secara jarak jauh dan dari berbagai negara. Namun aturan
hukum untuk penggunaan fitur-fitur tersebut sebagai sarana kejahatan belum
memadai. Lebih khusus untuk kejahatan seksual, UU ITE Indonesia belum memiliki
instrumen hukum yang dapat mengkriminalisasi perbuatan penyiaran secara langsung

56
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

kekerasan seksual terhadap anak. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia


direkomendasikan untuk segera melakukan review dan kajian komprehensif terhadap
istilah kekerasan seksual anak yang disiarkan secara langsung. Hal ini penting karena
bentuk kejahatan ini tidak meninggalkan jejak dalam bentuk dokumen digital setelah
proses siaran langsung tersebut selesai dilakukan.

3. Penanganan Korban
Berdasarkan FGD KPPPA 14 Mei 2019:
● Penetapan satu kementerian menjadi focal point yg bertanggung jawab atas Standar
Prosedur Penanganan Korban khusus Kekerasan Anak Online
● Menyusun Standar Prosedur Penanganan Korban Kasus Kekerasan Anak Online, yang
disosialisasikan ke K/L terkait
● Pembentukan hub penanganan korban KA online sebagai satu sistem rujukan nasional
yang efektif
● Setiap lembaga/institusi yang menangani korban KA online memiliki kapasitas dan
standar pelayanan yang sama, yang dilatih berdasarkan standar prosedur
● Pengidentifikasian anak yang menjadi korban di ranah internet untuk memastikan hak
anak yang menjadi korban
● Meningkatkan kapasitas kelompok masyarakat untuk menjadi bagian dari sistem
rujukan sebagai gugus tugas terdekat di komunitas
● Integrasi sistem dan mekanisme yang jelas untuk identifikasi anak korban, pelaporan,
rujukan, dan kompensasi bagi anak korban
● Adanya klasifikasi khusus atau mengintegrasikan COP dalam sistem aduan konten yang
sudah ada
Berdasarkan FGD KPPPA/IDCOP 6 Nov 2020:
● Adanya hotline, mekanisme pelaporan dan sistem penanganan kasus yang terpadu,
bisa dijangkau oleh siapa saja, termasuk oleh anak, termasuk menyediakan layanan
konsultasi anak secara daring.

57
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

● Meningkatkan peran orang tua dan pengasuh lainnya di pengawasan dunia daring
untuk mencegah kekerasan anak online.
● Pemenuhan hak sebagai saksi, korban dan pelaku oleh pemerintah pusat dan pemda
dalam pengadilan pidana.
● Program rehabilitasi anak sebagai pelaku. Program ke depan seperti yang dicanangkan
BNN patut ditunggu dan kemudian bisa menjadi referensi. BNN berencana membuat
modul Perlindungan Anak di Ranah Daring untuk kelas khusus rehabilitasi rawat inap
anak pelaku antara lain tentang penggunaan gadget secara bijak.
● Mengoptimalisasikan fungsi dan peran Puskesmas PKPR untuk menjangkau remaja
dan anak muda korban atau rentan kekerasan pada anak secara daring.

4. Partisipasi Publik

Silahkan mulai tulis di sini

5. Industri Teknologi Digital


Silahkan mulai tulis di sini

6. Media dan Komunikasi


Silahkan mulai tulis di sini

B. Matriks Rekomendasi
Dari paparan mengenai rekomendasi perlindungan anak Indonesia di ranah daring di atas,
berikut matriks rekomendasi yang mempermudah semua pemangku kepentingan untuk isu
ini.

PILAR A - KEBIJAKAN DAN TATA KELOLA

58
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Target Kebijakan dan tata kelola yang jelas terkait perlindungan anak di ranah
daring

Faktor ● Kolaborasi lintas sektor (eksekutif dan legislatif)


Keberhasilan ● Kemauan untuk melakukan penegakan hukum dan sistem peradilan
● Rotasi jabatan yang berbasis

Indikator 1. Kepemimpinan a. Kementerian/Lembaga yang menjadi 2021


leading sector perlindungan anak di
ranah daring
b. Komitmen pemerintah untuk
berkoordinasi dengan semua pemangku
kepentingan dan untuk memastikan
penegakan hukum agar korban
terdampingi dengan baik dan isu yang
terjadi dapat teratasi.
c. Strategi nasional, misalnya peta jalan
lima tahunan untuk perlindungan anak
di ranah daring

2. Peraturan d. Peraturan dan kerangka hukum yang 2021


komprehensif dan efektif untuk isu
perlindungan anak di ranah daring yang
berorientasi pada pengusutan kasus
perlindungan korban.
e. Memasukkan indikator perlindungan
anak di ranah daring pada
penilaian/penetapan Kota/Kabupaten
Layak Anak (KLA).

3. Penelitian, f. Melakukan penelitian, analisis, dan 2021

59
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

Analisis & pengawasan tahunan situasi nasional


Pengawasan tentang risiko kekerasan pada anak di
ranah daring
g. Memasukkan indikator perlindungan di 2022
ranah daring pada indeks perlindungan -
anak tahunan. 2
h. Pelibatan lembaga masyarakat yang
mengawasi implementasi peraturan
terkait perlindungan anak di ranah
daring

PILAR B - PENEGAKAN HUKUM

Target Investigasi dan penegakan hukum yang efektif dan ramah anak

Faktor ● Kemauan APH melakukan penegakan hukum dan sistem peradilan


Keberhasilan yang ramah anak
● Sistem pelaporan yang terintegrasi dan mudah diakses

Indikator 4. Dedikasi aparat Aparat penegak hukum yang terlatih dan 2021
penegak mampu menerapkan protokol penanganan -
hukum kasus ramah anak 2023
Perluasan Unit Cyber crime di tingkat
Kepolisian Daerah

5. Manajemen Registrasi Pelaku kekerasan pada anak baik 2021


penanganan daring maupun luring.
pelaku

6. Akses data 2021

60
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

PILAR C - PENANGANAN KORBAN

Target Tersedianya layanan yang lengkap dan terintegrasi bagi korban, saksi dan
anak sebagai pelaku

Faktor ● Sistem pelaporan yang terintegrasi dan mudah diakses


Keberhasilan ● Masyarakat dan profesional memahami dan mendukung
pendampingan korban yang ramah anak
● Kesadaran akan kesetaraan gender

Indikator 7. Layanan bagi Penyediaan layanan yang terintegrasi mulai 2023


korban dari proses investigasi hingga rehabilitasi

8. Pendamping Pendamping korban yang terlatih dan


korban memiliki kapasitas, dan terkoordinasi

9. Layanan untuk Tersedia layanan (helpline) untuk pelaporan


pelaporan dan rujukan kasus

PILAR D - PARTISIPASI PUBLIK

Target Masyarakat berpartisipasi aktif dalam pencegahan, pelaporan dan


penanganan korban.

Faktor ● Masyarakat dan profesional memahami dan mendukung


Keberhasilan pendampingan korban yang ramah anak
● Penguatan kearifan lokal dan kebhinekaan global
● Sumber daya keuangan dan manusia yang memadai
● Kerangka kebijakan dan hukum yang sesuai dengan KHA dan standar
mekanisme internasional lainnya

Indikator 10. hotline Tersedia satu nomor khusus (hotline) yang


terhubung dengan APH dan sistem

61
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

perlindungan anak

11. Program Program edukasi perlindungan anak online


edukasi bagi anak, anak muda, orang tua, guru,
praktisi, pemuka adat dan agama

12. Tersedia
layanan
dukungan bagi
anak sebagai
korban/saksi/p
elaku (berbasis
masyarakat?
atau
psikososial?)

PILAR E - INDUSTRI TEKNOLOGI DIGITAL

Target Publik dapat secara proaktif melaporkan kasus. Industri memiliki


kekuatan dan kemauan untuk melakukan blok dan penghapusan konten
negatif dan secara aktif berperan serta dalam mengatasi isu-isu
kekerasan anak di ranah daring.

Faktor ● Kerangka kebijakan dan hukum nasional yang sesuai dengan KHA
Keberhasilan dan standar mekanisme internasional lainnya
● Penguatan sistem database kekerasan pada anak di ranah daring
● Penelitian dan pengembangan terkait perlindungan anak di ranah
daring

Indikator 13. Prosedur Pemberdayaan & pelibatan lembaga


pemberitahuan masyarakat (CSO) baik di tingkat nasional
& penghapusan maupun lokal dalam melakukan blocking dan

62
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

konten penghapusan konten

14. Pelaporan Peraturan hukum yang mempermudah


kasus industri dalam melaporkan kasus, termasuk
memindahkan konten untuk keperluan
penegakan hukum

15. Penguatan industri untuk membantu


Pengembangan mengatasi isu-isu perlindungan anak di ranah
Solusi Inovatif daring

16. Program Program CSR dari industri teknologi digital


CSR yang fokus pada isu perlindungan anak di
ranah daring

PILAR F - MEDIA DAN KOMUNIKASI

Target Database dan bukti kekerasan pada anak di ranah daring

Faktor ● Penguatan sistem database kekerasan pada anak di ranah daring


Keberhasilan ● Kebebasan pers yang bertanggung jawab terkait pemberitaan kasus
kekerasan anak di ranah daring

Indikator 17. Etika


Media

18. Media
Komunikasi
Informasi dan
Edukasi (KIE)

19. Istilah Panduan dan


Umum

63
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Ranah Daring

64

Anda mungkin juga menyukai