Sekolah daring atau online menjadi tren terbaru sebagai konsekuensi dari adanya
pandemi Covid-19. Dengan strategi ini, siswa dan guru tak lagi harus bertatap muka di kelas. Proses pembelajaran dilakukan secara jarak jauh. Tentu kita perlu mengevaluasi, apakah sekolah semacam ini efektif? Dalam hemat penulis, agaknya sulit untuk menerapkan konsep ini secara full di Indonesia. Soalnya, sekolah online membutuhkan berbagai fasilitas wajib yang belum tentu semua warga bisa mengaksesnya. Antara lain;
Smartphone Kuota Sinyal/jaringan internet memadai Listrik yang stabil
Persoalannya, apakah negeri ini sudah mampu menyediakannya? Meskipun katanya
jaringan 4G sudah menjangkau 97% wilayah, tapi bagaimana dengan smartphone dan kuota? Banyak orang tua kelas menengah ke bawah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan ini. Maka, penting bagi pemerintah dan praktisi pendidikan untuk memikirkan upaya lebih kreatif ketimbang bergantung pada sekolah online. Jaman dahulu kala, di Padang Tarok, Sumatra Barat, hiduplah sepasang suami istri, Rajo Babanding dan Sadun Saribai yang tinggal di sebuah rumah yang terletak di sekitar hilir Sungai Batang Agam bersama kedua anaknya. Anak pertamanya adalah seorang gadis cantik bernama Sabai nan Aluih, sedangkan anak bungsunya adalah seorang pemuda tampan bernama Mangkutak Alam. Meski lahir dari tempat yang sama keduanya memiliki peringati yang berbeda satu sama lain. Sabai adalah gadis cantik yang rajin membantu pekerjaan orang tuanya, dan ketika memiliki waktu luang dia menyempatkan dirinya untuk menenun dan merenda. Selain itu sesuai dengan namanya Sabai nan Aluih (Sabai yang halus atau lembut), ia memiliki budi pekerti yang luhur, santun dalam berbicara, dan hormat kepada yang tua. Tak heran jika semua orang menyukainya. Sedangkan adiknya memiliki sifat yang berbeda 180 derajat dengannya. Mangkutak adalah seorang yang sangat pemalas. Kerjanya setiap hari hanya bermain layang-layang, sehingga kulitnya menjadi gelap karena terbakar sinar matahari. Berita tentang kecantikan dan kebaikan hati dari Sabai akhirnya sampai ke telinga seorang teman baik ayahnya yang bernama Rajo nan Panjang. Raja Nan Panjangan adalah seorang yang sangat disegani di kampung Situjuh. Rajo nan Panjang sendiri dikenal sebagai seorang saudagar kaya yang memiliki banyak pengikut dan dikenal kejam dan suka memeras warga di sekitarnya, dia juga dikenal sebagai rentenir karena sering meminjamkan uang dengan bunga yang sangat tinggi. Rajo nan Panjang yang memiliki keinginan untuk mempersunting Sabai langsung menyuruh anak buahnya pergi menemui Rajo Babanding untuk melamar Putrinya yang cantik. Namun, lamaran itu ditolak oleh Rajo Babanding, yang sangat mengenal peringai buruk kawannya itu dan juga Rajo Nan Panjang telah melanggar adat dan sopan santun karena Menurut adat di negeri itu, pinangan tidak boleh disampaikan langsung kepada ayah si Gadis, melainkan kepada mamak atau adik kandung ibu gadis itu Dia pun langsung menantang Rajo Nan Panjang untuk bertarung. Rajo Nan Panjang yang percaya diri dengan kemampuan dan anak buahnya yang banyak, juga mengingat umur Rajo Babanding yang sudah tua membuat Rajo Nan Panjang yakin akan kemenangannya dan langsung menerima tantangan itu. Mendengar itu Hati Sabai selalu bimbang memikirkan keselamatan Ayahnya. Pada malam harinya, Sabai bermimpi buruk, lumbung padi menjadi arang, kerbau sekandang dicuri orang, dan ayam ternak disambar elang. Bagi Sabai, mimpinya itu adalah sevuah pertanda buruk. Hingga Keesokan harinya, ia pun menceritakan mimpinya itu kepada ayahnya untuk mencegah ayahnya berunding dengan Rajo nan Panjang di Padang Panahunan. Meski mendengar penjelasan dari anak gadisnya Raja Babanding tidak bergeming, dia ingin mempertahankan kehormatan anak gadisnya dan juga keluarganya yang sudah di injak-injak oleh Rajo Nan Panjang. Rajo Nan Panjang pun datang ke tempat pertemuan duel bersama pengawalnya dan Rajo Babanding juga datang dengan pengawalnya. Saat mereka bertemu perkelahian pun langsung terjadi. Tapi berbeda dengan prediksinya tadi ternyata Rajo Babanding bukan lawan yang mudah, pertempuran mereka berlangsung cukup lama. Bahkan semua pengawal yang dibawa oleh Raja Nan Panjang semuanya tumbang. Tapi Raja Nan Panjang tidak kehilangan akal, sebelum bertarung dia ternyata sudah menyiapkan anak buahnya yang bernama Rajo nan Kongkong untuk bersembunyi di semak – semak sambil membawa senapan api. Disaat Raja Babanding sedang dia atas angin tiba-tiba sebuah peluru bersarang di dadanya. Ia pun jatuh tersungkur ke tanah. Rajo nan Kongkong pun segera keluar dari balik semak-semak. Pada saat itu, kebetulan ada seorang gembala yang menyaksikan peristiwa itu. Ia pun segera memberitahukan peristiwa itu kepada Sabai. Betapa terkejutnya dia ketika mimpi buruknya terbukti benar. Dia pun langsung menemui adiknya Mangkutak untuk pergi ke Padang Panahunan. Tapi adiknya itu terlalu pengecut untuk ikut bersamanya. Dia pun pergi ke kamar ayahnya dan membawa senapan milik ayahnya. Ketika akan sampai disana, dia bertemu dengan Rajo nan Panjang dan anak buahnya Rajo nan Kongkong. Raja Nan Panjang yang merasa menang menggoda gadis yang bersedih itu. Dia bahkan mengakui pada Sabai nan Aluih telah berlaku curang dan menembak ayahnya dengan senapan. Mendengar itu kesabaran Sabai nan Aluih pun sudah mencapai batasnya. Seketika itu Terdengarlah suara dentaman yang sangat keras. Rajo nan Panjang terjatuh ke tanah, karena sebuah peluru menembus dadanya. Sabai telah menembak saudagar kaya itu. Melihat tuannya tidak sadarkan diri, Rajo nan Kongkong pun langsung lari tunggang-langgang. Sementara Sabai nan Aluih segera menuju ke Padang Panahunan untuk melihat keadaan ayahnya. Betapa hancurnya dia saat menemukan tubuhnya terbujur kaku di tengah lapang. Saat itulah ibunya datang bersama warga untuk membawa jenazah ayahnya untuk dikuburkan dengan layak.