Anda di halaman 1dari 63

Membentuk Pernikahan yang Harmonis:

Evaluasi Persiapan dari Segi Keterampilan Komunikasi dan Penyelesaian Konflik

Iza Zahtya Rahma Putri Hariono


Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya
Universitas Trunojoyo Madura
210541100049@student.trunojoyo.ac.id

Abstrak:
Artikel ini bertujuan untuk mengevaluasi persiapan dari segi keterampilan komunikasi
dan penyelesaian konflik dalam membentuk pernikahan yang harmonis. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif.
Melalui analisis literatur, artikel ini menggali informasi dan memperoleh pemahaman
tentang pentingnya keterampilan komunikasi yang efektif dalam mengungkapkan
perasaan dan kebutuhan, serta penyelesaian konflik yang sehat dalam membentuk
keluarga yang kokoh. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi yang
efektif berperan penting dalam membangun hubungan yang sehat. Kemampuan
mendengarkan dengan aktif, berempati, dan menggunakan ungkapan yang berpusat pada
diri sendiri menjadi dasar yang kuat dalam memperkuat pemahaman dan membangun
komunikasi yang sehat antara pasangan. Selain itu, penyelesaian konflik yang efektif juga
memiliki peran penting dalam membentuk keluarga yang harmonis. Kesadaran akan
pentingnya penyelesaian konflik yang sehat, pengembangan keterampilan penyelesaian
masalah, dan kemampuan mencari solusi yang saling menguntungkan membantu
membangun ikatan yang kuat dan memperkuat kepercayaan antar anggota keluarga.
Melalui artikel ini, diharapkan pasangan dan anggota keluarga dapat memahami
pentingnya keterampilan komunikasi yang efektif dan penyelesaian konflik yang sehat
dalam membentuk pernikahan yang harmonis dan keluarga yang kokoh. Dengan
kesadaran, komitmen, dan upaya bersama, pasangan dan anggota keluarga dapat
membangun fondasi yang kuat untuk menghadapi konflik dan mengembangkan
hubungan yang saling mendukung dan harmonis.
Kata Kunci : Pernikahan, Harmonis, Komunikasi, Penyelesaian Konflik
Pendahuluan
Pernikahan merupakan ikatan suci antara dua individu yang bertujuan
menciptakan kehidupan yang harmonis dan penuh kasih. Namun, mencapai
keharmonisan dalam pernikahan tidak selalu mudah. Setiap pasangan akan menghadapi
tantangan dan konflik yang bisa mengganggu kedamaian dalam hubungan mereka. Oleh
karena itu, penting bagi pasangan untuk mempersiapkan diri dengan baik sebelum
memasuki ikatan pernikahan.
Dalam perjalanan menuju pernikahan yang harmonis, keterampilan komunikasi
yang baik menjadi kunci penting. Komunikasi yang efektif dan terbuka antara pasangan
membantu dalam membangun saling pengertian, kepercayaan, dan keintiman emosional.
Dalam konteks pernikahan, kemampuan untuk saling mendengarkan dengan penuh
perhatian, mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan jujur, serta menghargai
pandangan dan perspektif pasangan sangat penting. Keterampilan komunikasi yang baik
juga membantu dalam menghindari kesalahpahaman dan mempercepat penyelesaian
masalah.
Selain itu, kemampuan penyelesaian konflik yang efektif juga sangat penting
dalam membentuk pernikahan yang harmonis. Setiap pasangan pasti akan menghadapi
perbedaan pendapat dan konflik dalam perjalanan hubungan mereka. Namun, bagaimana
konflik tersebut ditangani dapat menentukan arah pernikahan. Pasangan yang mampu
mengelola konflik dengan bijaksana dan membuka ruang untuk pemahaman bersama
akan dapat memperkuat ikatan mereka. Bagaimanapun, penting bagi pasangan untuk
memiliki keterampilan penyelesaian konflik yang sehat, yang melibatkan kemampuan
untuk mengemukakan masalah dengan bijaksana, mendengarkan dengan empati, mencari
solusi yang saling menguntungkan, dan bekerja sama menuju kompromi yang
memuaskan kedua belah pihak.

Dalam artikel ini, kita akan mengevaluasi persiapan pasangan dari segi
keterampilan komunikasi dan penyelesaian konflik sebelum memasuki ikatan pernikahan.
Kita akan menjelajahi berbagai strategi dan teknik yang dapat membantu pasangan
membangun keterampilan ini. Dari komunikasi yang efektif dalam mengungkapkan
perasaan dan kebutuhan, hingga strategi penyelesaian konflik yang konstruktif Melalui
pemahaman dan penerapan keterampilan komunikasi yang baik serta penyelesaian konflik
yang efektif, pasangan dapat menciptakan lingkungan yang saling mendukung dan
membangun dalam pernikahan mereka. Dengan kerja sama yang kuat dan komunikasi
yang terbuka, pasangan dapat merayakan keberagaman mereka dan tumbuh bersama dalam
ikatan pernikahan yang harmonis.
Metode Penelitian
Penelitian ini mengadopsi metode studi kepustakaan dalam pendekatan kualitatif.
Studi kepustakaan adalah analisis literatur yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman
tentang topik yang sedang diteliti. Pendekatan ini melibatkan analisis dan interpretasi
terhadap berbagai jenis referensi, seperti buku, artikel, internet, dan dokumen relevan
lainnya (Mardalis 1999) . Dalam studi ini, peneliti menggunakan teknik interpretasi untuk
mengungkap makna dan menjelaskan secara kritis teks atau fenomena yang diamati, serta
menghubungkannya dengan konteks yang sesuai. Studi kepustakaan sebagai metode
penelitian kualitatif yang kuat memungkinkan analisis terperinci terhadap sumber-sumber
referensi dalam bentuk teks dan penampilannya sesuai dengan tujuan penelitian yang
telah ditetapkan. Pentingnya sumber literatur yang valid, terkini, dan dapat dipercaya juga
ditekankan untuk memastikan akurasi dan kecocokan temuan dengan tujuan penelitian.

Hasil dan Pembahasan


Perkawinan dalam Undang-Undang no 1 tahun 1974 pasal 1 adalah ikatan lahir
batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Pernikahan adalah perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan,
kegembiraan, dan pertumbuhan bersama. Menurut Hurlock (1980) seorang ahli psikologi
perkembangan, mendefinisikan pernikahan merupakan periode individu belajar hidup
bersama sebagai suami istri membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, dan
mengelola sebuah rumah tangga. Untuk mencapai kehidupan pernikahan yang harmonis,
penting bagi pasangan untuk mempersiapkan diri mereka dengan baik, termasuk dalam
hal keterampilan komunikasi yang efektif. Keterampilan komunikasi yang kuat
merupakan dasar yang penting dalam menjalin hubungan yang sehat dan saling
memahami antara suami dan istri. Oleh karena itu, dalam artikel ini, kita akan
mengevaluasi persiapan dari segi keterampilan komunikasi yang dapat membantu
pasangan mencapai pernikahan yang harmonis.
Pertama-tama, kesadaran akan pentingnya keterampilan komunikasi adalah
langkah awal yang penting dalam persiapan pernikahan. Pasangan harus menyadari
bahwa komunikasi yang baik melibatkan tidak hanya kemampuan untuk berbicara, tetapi
juga kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh perhatian. Mendengarkan dengan
aktif dan empati memungkinkan pasangan untuk benar-benar memahami pikiran,
perasaan, dan kebutuhan satu sama lain. Hal ini membuka jalan bagi komunikasi yang
lebih dalam dan saling pengertian.
Selain mendengarkan, ekspresi diri yang jujur dan terbuka juga merupakan aspek
penting dalam keterampilan komunikasi. Pasangan harus merasa nyaman untuk berbagi
pikiran, perasaan, harapan, dan kekhawatiran mereka tanpa takut dihakimi atau ditolak.
Komunikasi yang jujur dan terbuka membangun kepercayaan yang mendalam dan
memungkinkan pasangan untuk membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain.
Selanjutnya, penting untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang tidak
hanya efektif secara verbal, tetapi juga nonverbal. Bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan
kontak mata juga berperan penting dalam menyampaikan pesan dengan jelas dan
memperkuat hubungan antar pasangan. Memperhatikan isyarat nonverbal pasangan dapat
membantu menghindari kesalahpahaman dan menciptakan rasa keintiman yang lebih
dalam.
Dalam evaluasi persiapan keterampilan komunikasi, penting juga untuk mengakui
bahwa konflik adalah bagian alami dari setiap hubungan. Namun, bagaimana pasangan
menangani konflik menjadi kunci untuk menjaga keharmonisan pernikahan.
Keterampilan penyelesaian konflik yang sehat dan bijaksana harus dipelajari dan
diamalkan. Ini termasuk kemampuan untuk mengungkapkan ketidaksetujuan dengan
sopan dan menghargai pandangan pasangan, serta kemampuan untuk mencari solusi yang
saling menguntungkan melalui kompromi dan kerja sama.
Komunikasi yang efektif salah satunya adalah dalam mengungkapkan perasaan
dan kebutuhan merupakan keterampilan yang penting dalam membangun hubungan yang
sehat dan harmonis. Berikut adalah beberapa aspek penting dalam komunikasi yang
efektif dalam mengungkapkan perasaan dan kebutuhan:
⮚ Keterbukaan dan kejujuran: Penting untuk menjadi terbuka dan jujur dalam
mengungkapkan perasaan dan kebutuhan kita kepada pasangan. Ini berarti tidak
menutup-nutupi atau menyembunyikan apa yang kita rasakan atau butuhkan.
Keterbukaan menciptakan ruang untuk keintiman dan pemahaman yang lebih
dalam antara pasangan.

Ekspresi emosi yang sehat: Mengungkapkan perasaan dengan cara yang sehat dan
memadai adalah kunci dalam komunikasi yang efektif. Ini melibatkan
kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengartikulasikan emosi secara jelas
tanpa menyalahkan atau menyerang pasangan. Mengakui emosi kita sendiri dan
mengkomunikasikannya dengan tenang dan terkontrol akan membantu pasangan
untuk memahami dan merespons dengan lebih baik.
⮚ Mendengarkan secara aktif: Komunikasi yang efektif juga melibatkan
kemampuan untuk mendengarkan pasangan secara aktif dan penuh perhatian. Ini
berarti memberikan perhatian sepenuhnya kepada pasangan tanpa gangguan,
menghargai apa yang mereka sampaikan, dan menunjukkan minat yang tulus.
Mendengarkan secara aktif membantu kita memahami perasaan dan kebutuhan
pasangan dengan lebih baik, sehingga memungkinkan respon yang lebih baik
pula.
Pembahasan penting lain dalam persiapan pernikahan adalah penyelesaian konflik.
Konflik adalah bagian tak terhindarkan dalam setiap hubungan, termasuk pernikahan.
Namun, yang membedakan pernikahan yang harmonis adalah kemampuan pasangan untuk
secara bijaksana dan efektif menyelesaikan konflik yang muncul. De Gevona dan Rice
(2005) mengatakan bahwa keberhasilan maupun potensi konflik dalam hidup perkawinan
sudah dapat diprediksi sejak masa persiapan pernikahan. Untuk mencapai hal ini, persiapan
yang baik dalam hal penyelesaian konflik sangat penting. Dalam artikel ini, kita akan
mengevaluasi persiapan dari segi penyelesaian konflik yang dapat membantu pasangan
membangun fondasi yang kokoh untuk pernikahan yang harmonis.
Kesadaran akan pentingnya penyelesaian konflik yang sehat dan konstruktif adalah
langkah awal yang penting dalam evaluasi persiapan. Pasangan harus menyadari bahwa
konflik adalah kesempatan untuk pertumbuhan dan pemahaman yang lebih dalam. Dalam
melihat konflik sebagai peluang, pasangan dapat lebih terbuka untuk belajar dari
pengalaman tersebut dan mencari solusi yang saling menguntungkan.
Selanjutnya, penting untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif
dalam penyelesaian konflik. Hal ini melibatkan kemampuan untuk mendengarkan secara
aktif dan empati, memahami perspektif pasangan, dan mengungkapkan ketidaksetujuan
dengan sopan. Dalam komunikasi konflik, penting untuk menghindari serangan pribadi
atau mengambil posisi yang defensif. Pasangan harus belajar untuk berbicara dengan
tenang, menggunakan ungkapan yang jelas dan memfokuskan pada masalah yang harus
diselesaikan.

Selain itu, kemampuan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan juga
merupakan aspek penting dalam penyelesaian konflik. Pasangan harus berusaha untuk
mengidentifikasi tujuan bersama dan bekerja sama untuk mencapainya. Ini melibatkan
kemampuan untuk melihat di luar kepentingan pribadi dan mempertimbangkan kebutuhan
dan keinginan pasangan. Kompromi dan kerja sama adalah kunci dalam mencapai solusi
yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Selama evaluasi persiapan penyelesaian konflik, penting juga untuk mengembangkan
kesadaran akan gaya penyelesaian konflik yang mungkin muncul. Pasangan harus melihat
apakah mereka cenderung menghindari konflik, mengambil posisi yang dominan, atau
mengikuti gaya kompromi. Mengetahui gaya penyelesaian konflik yang dominan dapat
membantu pasangan untuk lebih memahami bagaimana mereka merespons konflik dan
mencari cara yang lebih efektif untuk menyelesaikannya.
Selain itu, pasangan juga perlu mempersiapkan strategi untuk menghadapi konflik
yang lebih kompleks dan intens. Hal ini melibatkan kemampuan untuk mengendalikan
emosi dalam situasi yang tegang, mencari bantuan dari profesional jika diperlukan, dan
memahami bahwa beberapa konflik membutuhkan waktu dan upaya yang lebih banyak
untuk diselesaikan.
Dalam evaluasi persiapan penyelesaian konflik, penting juga untuk mengakui bahwa
pernikahan adalah perjalanan yang terus berubah. Pasangan harus siap untuk terus belajar
dan berkembang dalam penyelesaian konflik. Perubahan kebutuhan, prioritas, dan
dinamika hubungan dapat mempengaruhi cara penyelesaian konflik dilakukan. Oleh
karena itu, fleksibilitas dan komitmen untuk terus memperbaiki penyelesaian konflik
menjadi kunci dalam mencapai pernikahan yang harmonis.
Dalam rangka membangun pernikahan yang harmonis, evaluasi persiapan dari segi
penyelesaian konflik sangat penting. Dengan kesadaran akan pentingnya penyelesaian
konflik yang sehat, pengembangan keterampilan komunikasi yang efektif, pencarian solusi
yang saling menguntungkan, kesadaran akan gaya penyelesaian konflik yang mungkin, dan
kesiapan untuk belajar dan berkembang, pasangan dapat membangun fondasi yang kokoh
untuk pernikahan yang harmonis dan bahagia.
Kesimpulan
Dalam kajian di atas, kita mengevaluasi persiapan dari segi keterampilan komunikasi
dan penyelesaian konflik dalam membentuk pernikahan yang harmonis. Keterampilan
komunikasi yang efektif dalam mengungkapkan perasaan dan kebutuhan menjadi fondasi
yang kuat untuk membangun hubungan yang sehat. Kemampuan untuk mendengarkan
dengan aktif, berempati, dan menggunakan ungkapan yang berpusat pada diri sendiri
membantu pasangan dalam saling memahami dan merespons dengan baik.
Sementara itu, penyelesaian konflik yang efektif berperan penting dalam membentuk
keluarga yang kokoh. Kesadaran akan pentingnya penyelesaian konflik yang sehat,
pengembangan keterampilan komunikasi yang efektif, dan pencarian solusi yang saling
menguntungkan membantu membangun komunikasi yang sehat dan memperkuat
pemahaman serta empati antar anggota keluarga. Selain itu, penyelesaian konflik juga
mengajarkan keterampilan penyelesaian masalah yang bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari dan membantu membangun kepercayaan serta ikatan yang lebih kuat.
Dalam rangka mencapai pernikahan yang harmonis dan keluarga yang kokoh, penting
untuk memahami dan mengasah keterampilan komunikasi dan penyelesaian konflik.
Melalui kesadaran, latihan, dan kesediaan untuk terus belajar dan berkembang, pasangan
dan anggota keluarga dapat membangun fondasi yang kuat untuk menghadapi tantangan
dan mengembangkan hubungan yang saling mendukung dan harmonis.
Dalam kesimpulan, investasi dalam keterampilan komunikasi yang efektif dan
penyelesaian konflik yang sehat adalah langkah penting dalam membentuk pernikahan
yang harmonis dan keluarga yang kokoh. Dengan kesadaran, komitmen, dan upaya
bersama, pasangan dan anggota keluarga dapat mengembangkan hubungan yang saling
memahami, empatik, dan berlandaskan rasa saling menghormati.

Daftar Pustaka
Purnamasari, L., & Iwannudin, I. (2018). Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) Dalam
Membina Keharmonisan Rumah Tangga Di Kecamatan Metro Timur. JURNAL
MAHKAMAH: Kajian Ilmu Hukum Dan Hukum Islam, 3(2), 323-348.

Hidayat, R., Sugianto, S., Utama, E. P., & Noor, M. A. B. M. (2022). BIMBINGAN
KONSELING PRA NIKAH SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN
KELUARGA BAHAGIA DAN IDEAL DALAM PERSPEKTIF HUMANISTIK
CARL R. ROGERS. Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, 4(1), 45-64.

Najah, U., Desyanty, E. S., & Widianto, E. (2021). Kontribusi Program Pembinaan Calon
Pengantin Terhadap Kesiapan Berumah Tangga Bagi Masyarakat Kota Malang.
Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 7(3), 1303-1312.
Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) Dalam Membina
Keharmonisan Rumah Tangga
Di Kecamatan Metro Timur
1
Lili Purnamasari, 2 Iwannudin
Institut Agama Islam Ma’arif NU (IAIM NU) Mrto Lampung
E-mail: 1 lilipurnamasari4@gmail.com,
2
iwannudin000@gmail.com

Abstract
Marriage is a sunnatullah that applies to all creatures of
God, both humans, animals, and plants. Islam views that
quality marriage will be measured from the process of pre,
right, and post marriage. How someone starts the process of
looking for a prospective wife or husband until the marriage
contract and post-marriage will have offspring, all of which
are clad in a clear Shari'a. So that the hope when having
children, is that children who are pious and pious, can
provide benefits to the people. Based on this matter, the
Ministry of Religion took the initiative to implement the
Candidate Candidate Course program in accordance with
the government regulations that had been made.
This research is a type of field research. The nature of this
research is qualitative descriptive. In this study data
collection methods used were observation, interview and
documentation. In analyzing data, researchers used an
inductive approach.
The results of the study explained that what is meant by pre-
marriage debriefing is the process of transforming behavior
and attitudes in groups or the smallest social unit in society
towards prospective brides. Quality marriage is a condition
where marriage can produce happiness, conformity and
stability of marriage. While the level of quality of marriage
itself is influenced by factors such as optimal family
composition, family life cycle, socio-economic feasibility and
suitability of roles, social and personal resource factors of
husband and wife even by premarital conditions. That the
sakinah family is a family that all family members feel love,
security, peace, protection, happiness, blessing, respect,
respect, trust and blessed by Allah SWT.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


DOI: 10.25217/jm.v3i2.396 E-ISSN: 2527-4422
324 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
Keywords: Courses, Prospective Brides, Harmonious
Families
Abstrak

Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku pada


semua makhluk Allah, baik manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan. Islam memandang bahwa pernikahan
berkualitas akan diukur dari proses pra, pas, dan pasca nikah.
Bagaimana seseorang memulai proses dari mencari calon istri
atau suami hingga sampai akad nikah dan pasca nikah akan
mempunyai keturunan, kesemuanya itu dibalut dalam syariat
yang jelas. Sehingga harapannya ketika mempunyai
keturunan, adalah anak yang sholeh dan sholehah, bisa
memberikan kebermanfaatan untuk umat. Berdasarkan hal
tersebut Kementerian Agama berinisiatif melaksanakan
program Kursus Calon Pengantin (Suscatin) sesuai dengan
peraturan pemerintah yang telah dibuat.
Penelitian ini merupakan penelitian jenis Field
Research (Penelitian Lapangan). Adapun sifat penelitian ini
adalah deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini metode
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
interview dan dokumentasi. Dalam menganalisis data,
peneliti menggunakan pendekatan induktif.
Hasil penelitian menjelaskan, bahwa yang dimaksud
dengan pembekalan pra nikah adalah proses transformasi
perilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil
dalam masyarakat terhadap calon mempelai. Persiapan kearah
perkawinan perlu dilakukan agar mereka yang akan
memasukinya betul-betul siap, baik mental maupun material,
terutama dalam mewujudkan fungsi-fungsi keluarga.
Pernikahan berkualitas adalah kondisi dimana dengan
pernikahan dapat menghasilkan kebahagiaan, kesesuaian
serta kestabilan pernikahan. Sedangkan tingkat kualitas
pernikahan sendiri dipengaruhi oleh faktor seperti komposisi
optimal keluarga, siklus kehidupan keluarga, kelayakan sosio
ekonomi dan kesesuaian peran, faktor sumber daya sosial dan
pribadi suami istri bahkan oleh kondisi pranikah. Bahwa
keluarga sakinah itu adalah keluarga yang semua anggota
keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman,

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 325

perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai,


dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.
Kata Kunci : Kursus, Calon Pengantin, Keluarga Harmonis
Pendahuluan

Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku pada


semua makhluk Allah, baik manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan. Semua yang diciptakan Allah berpasang-
pasangan dan berjodoh-jodohan, sebagaimana berlaku pada
manusia.1
Dalam hal ciptaan Allah yang berpasang-pasangan,
Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an:
﴾٤٩﴿ َ‫َي ٍء َخلَ ْقنَا َزوْ َج ْي ِن لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬
ْ ‫َو ِمن ُك ِّل ش‬
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-
pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran
Allah.”2 (Q.S. Az-Zariyat: 49)
Perkawinan telah terjadi sejak manusia pertama
dijadikan Allah SWT, sebagaimana yang telah terjadi pada
Nabi Adam AS. sebagai manusia pertama yang telah
dikawinkan oleh Allah SWT dengan Siti Hawa. Proses
kejadian itu adalah merupakan proses permulaan dan pertama
kali dalam sejarah kehidupan manusia di bumi ini.
Perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang diliputi rasa
saling cinta mencintai dan rasa kasih sayang antar anggota
keluarga.

1
Boedi Abdullah, Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Perceraian
Keluarga Muslim, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 17
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung:
Diponegoro, 2006), hlm. 417

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
326 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
Perkawinan antar manusia berbeda dengan binatang,
yang melakukan perkawinan dengan bebas sekehendak hawa
nafsunya. Bagi binatang, perkawinan semata-mata kebutuhan
birahi dan nafsu syahwatnya, sedangkan bagi manusia
perkawinan diatur oleh berbagai etika dan peraturan lain yang
menjunjng tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan
berakhlak. Oleh karena itu, perkawinan manusia harus
mengikuti tata cara yang normative dan legal.3
Sebagai agama universal, Islam memandang manusia
sebagai kesatuan umat, dalam hal perkawinan sama sekali
tidak mempersoalkan faktor-faktor perbedaan keturunan
bangsa atau kewarganegaraan, yang jadi persoalan hanyalah
faktor perbedaan agama. Islam menentukan bahwa
keselamatan keyakinan agama harus lebih diutamakan dari
pada kesenangan duniawi, lebih-lebih dalam hubungan
perkawinan yang merupakan batu dasar pembinaan rumah
tangga, kekeluargaan, masyarakat, faktor keyakinan agama
benar-benar ditonjolkan.
Pernikahan berkualitas adalah kondisi dimana dengan
pernikahan dapat menghasilkan kebahagiaan, kesesuaian serta
kestabilan pernikahan. Sedangkan tingkat kualitas pernikahan
sendiri dipengaruhi oleh faktor seperti komposisi optimal
keluarga, siklus kehidupan keluarga, kelayakan sosio
ekonomi dan kesesuaian peran, faktor sumber daya sosial dan

3
Boedi Abdullah, Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Perceraian
Keluarga Muslim., hlm. 17

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 327

pribadi suami istri bahkan oleh kondisi pranikah.4 Islam


memandang bahwa pernikahan berkualitas akan diukur dari
proses pra, pas, dan pasca nikah. Bagaimana seseorang
memulai proses dari mencari calon istri atau suami hingga
sampai akad nikah dan pasca nikah akan mempunyai
keturunan, kesemuanya itu dibalut dalam syariat yang jelas.
Sehingga harapannya ketika mempunyai keturunan, adalah
anak yang sholeh dan sholehah, bisa memberikan
kebermanfaatan untuk umat.
Islam menganjurkan agar seorang pria Muslim memilih
pasangan istri yang shalih, yaitu perempuan yang selalu
mematuhi agama dengan baik, berakhlak mulia,
memperhatikan hak-hak suami dan mampu memelihara serta
mendidik anak-anak dengan baik. Di dalam Al-Qur’an
disebutkan:

           

            

     


Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana
kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu

4
Habib Ismail dan Nur Alfi Khotamin, “Faktor dan Dampak
Perkawinan Dalam Masa Iddah (Studi Kasus di Kecamatan Trimurjo
Lampung Tengah),” JURNAL MAHKAMAH 2, no. 1 (3 Agustus 2017):
hlm. 137, https://doi.org/10.25217/jm.v2i1.81.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
328 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
(Q.S. An-Nisa’: 3)5

Di dalam hadits juga disebutkan seperti halnya yang


telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut:
،‫ ْياَحم ْي َأ ُث‬،‫تُث ْيل ِدك ُثح‬،:‫ا‬،‫ َح َح‬، ‫ َح َح َّن َح‬، ‫ َح َح ْي ِد‬، ‫ ُث‬، ‫ َح َّن‬، ‫ الَّن ِد َّن‬، ‫ َأ َّن‬، ‫ َح ْيل ُث‬، ‫ ُث‬، ‫ َح ِد َح‬،‫ ُث َح ْي َح َح‬، ‫ َأ ِد‬، ‫َح ِد ْي ُث‬
،‫( َأ ْيخ َح َحج ُث‬، ‫ َح َح كَح‬،‫تَح ِد َح ْيت‬،‫ د ِدِل ْي ِدن‬،‫ ِد َحذ ِدت‬، ‫فَح ْيظ َحف ْي‬، ‫ َح ِد ِدِل ْيِنِد َح‬، ‫ َح َح َحَج ِداهَح‬، ‫ َح ِدا َحح َحس ِبِد َح‬، ‫ ِدا َحم ِداهَح‬،:‫ ٍع‬،‫ِد َأ ْي َح‬
)‫ْيا ُثب َحخ ِدى‬
Artinya: “Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi SAW bersabda:
Biasanya wanita dipinang (dikawin) karena
empat: Karena hartanya, kebangsawanannya,
karena kecantikannya dan karena agamanya
(akhlaknya), maka pilihlah yang beragama
(berakhlak) semoga untung usahamu.”6 (HR.
Bukhari, Muslim)

Berdasarkan ayat dan hadits di atas menganjurkan bagi


laki-laki bahwa seyogyanyalah untuk memilih wanita yang
sholehah. Karena jika seorang laki-laki menikahi seorang
wanita hanya karena kecantikannya itu tidaklah cukup.
Kalaupun tidak semua kriteria empat tersebut dimiliki oleh
calon pasangannya, sebaiknya memprioritaskan wanita yang
baik dalam urusan agamanya.
Keluarga memang menjadi tempat paling penting dalam
penanaman ilmu keislaman. Karena di sinilah anak akan
belajar untuk pertama kalinya sebelum memperoleh ilmu dari
luar lingkungan keluarga. Kerjasama yang baik antara ayah
dan ibu sangat vital dalam proses tumbuh kembang anak.

5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya., hlm. 61
6
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Bukhari Muslim, (Surabaya, Bina
Ilmu, 2005), hal. 480

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 329

Akan tetapi, peran keluarga sebagai institusi pendidikan


non formal juga harus mendapat dukungan dari institusi
pendidikan formal mulai dari dasar hingga tingkat lanjutan.
Seperti dijelaskan di awal, bahwa pernikahan adalah hal
rumit dan ini harus dipaparkan dengan gamblang dari yang
bersifat umum hingga mendetail bagaimana Islam mengatur
hal tersebut. Mungkin ada permasalahan yang orang tua
belum bisa menyampaikan dan harus disampaikan oleh yang
lebih ahli dan berilmu. Untuk membentuk keluarga yang
sakinah mawaddah warahmah sudah seharusnya kepada
setiap calon pengantin berhak untuk mendapatkan
pembekalan yang cukup dari instansi atau lembaga terkait
yang berkecimpung di bidang pernikahan sebagai modal awal
dalam mengarungi samudera kehidupan rumah tangga, agar
selamat dari goncangan ombak yang akan menerpanya.
Calon pengantin perlu mendapatkan pembekalan dan
pemahaman tentang syarat keluarga yang berkualitas.
Keluarga berkualitas tidak dilihat dari jumlah anak, namun
yang terpenting adalah kualitas pendidikan, kesehatan, dan
kesejahteraannya. Agar setiap keluarga berkualitas mampu
membangun dirinya secara mandiri minimal harus mampu
menghayati, memiliki dan berperan dalam fungsi-fungsi
keluarga diantaranya norma agama, nilai sosial budaya,
membangun cinta kasih dalam keluarga, mengatur
reproduksinya, dan memelihara lingkungan serta alam.
Calon pengantin perlu mendapatkan pembekalan tentang
norma agama agar bisa menjadi landasan falsafah yang

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
330 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
amanah dari kehidupan yang penuh iman kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Kualitas suatu bangsa sangat ditentukan
oleh kualitas keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat.
Calon pengantin perlu mendapatkan pemahaman tentang
menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dan budaya yang dianut
oleh keluarga lain dan saling hormat menghormati nilai budaya
yang berjalan. Calon pengantin perlu diberikan pengetahuan
bahwa keluarga harus saling memiliki rasa cinta kasih dalam
melaksanakan berbagai hal yang terwujud dalam perilaku,
tutur kata dan perbuatan sehari-hari. Saling mencintai adalah
kemampuan yang harus selalu dirawat dan dikembangkan
dalam keluarga. Calon pengantin perlu mendapat wawasan
tentang ekonomi rumah tangga karena selama ini persoalan
ekonomi menjadi penyebab terbesar terjadinya kasus-kasus
kekerasan dalam rumah tangga. Dengan kemandirian
perempuan dalam keluarga, sehingga bisa mengentaskan
keluarga dari keterbatasan ekonomi merupakan salah satu
upaya yang bisa dipakai untuk menekan angka kekerasan
dalam rumah tangga.
Keluarga merupakan tempat untuk pendidikan dan
pembentukan watak, moral, serta melatih kebersamaan
sebagai bekal kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Keluarga juga merupakan tempat bermuara dan
berlabuhnya semua persoalan sosial kemasyarakatan.
Sehingga diperlukan kedamaian dan ketenangan suasananya.
Keluarga juga merupakan tempat untuk saling memberi
kehangatan, perlindungan dan cinta kasih. Keluarga

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 331

merupakan unsur terkecil dari masyarakat. Kesejahteraan,


ketentraman dan keserasian keluarga, sangat tergantung
kepada perilaku pribadi masing-masing anggota keluarga
tersebut, sedangkan keluarga terbentuk melalui perkawinan.
Tujuan perkawinan bagi pasangan suami-istri adalah untuk
menciptakan kehidupan rumah tangga yang harmonis, penuh
kasih sayang, bahagia dan sakinah mawadah wa rahmah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan persiapan
pra-nikah dan pasca nikah yang mapan dan terencana,
sehingga tujuan tersebut akan mudah dicapai.
Secara terperinci pembekalan pra nikah diarahkan pada
terwujudnya pengetahuan dan pemahaman calon pengantin
akan pengetahuan tentang hukum perkawinan, keluarga,
reproduksi sehat, pemecahan masalah-masalah keluarga,
penanaman nilai keimanan, ketaqwaan, akhlakul karimah,
tuntunan ibadah dan pendidikan agama dalam keluarga.7
Harapan yang diinginkan adalah bahwa setiap pasangan
pengantin mampu untuk membentuk rumah tangga yang
sakinah mawaddah warahmah, sehingga angka perceraian
dapat diminimalisir semaksimal mungkin.

Hasil dan Pembahasan

Pembekalan atau penasehatan secara ilmiah mempunyai


pengertian tersendiri dan hanya dapat dilakukan oleh orang-
orang tertentu yang menguasai ilmu tersebut. Pembekalan pra

7
Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Kementerian
Agama, Buku Pegangan Calon Pengantin, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam
dan Penyelenggaraan Haji Kementerian Agama, 2003), hlm. 17-263

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
332 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
nikah juga termasuk penasehatan perkawinan, yaitu suatu
pelayanan sosial mengenai permasalahan keluarga,
khususnya hubungan suami isteri, tujuan yang hendak dicapai
adalah terciptanya situasi yang menyenangkan dalam suatu
hubungan suami isteri, sehingga dengan situasi yang
menyenangkan tersebut keluarga dapat mencapai
kebahagiaan.8
Melihat uraian diatas, dapat dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan pembekalan pra nikah adalah proses
transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit
sosial terkecil dalam masyarakat terhadap calon mempelai.
Persiapan kearah perkawinan perlu dilakukan agar mereka
yang akan memasukinya betul-betul siap, baik mental
maupun material, terutama dalam mewujudkan fungsi-fungsi
keluarga. Fungsi-fungsi keluarga itu adalah fungsi pengaturan
seksual, fungsi sosialisasi, fungsi penentuan status, fungsi
perlindungan dan fungsi ekonomi.9 Diluar fungsi tersebut
ada fungsi utama yang tidak boleh dilupakan oleh seorang
muslim yakni fungsi pengamalan agama. Dengan
pengamalan agama tersebut, hati merasa tenang dan bahagia.
Persiapan perkawinan dilakukan melalui proses
pembekalan yang cukup matang atau dengan kata lain
melalui proses pendidikan, baik pembekalan itu dilaksanakan

8
Departemen Agama, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat
Nikah, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam da Penyelenggara Haji, 2004), hlm.
58
9
Jamil Sahrodi dkk, Membedah Nalar Pendidikan Islam,
Pengantar kearah Ilmu Pendidikan Islam, (Cirebon: Pustaka Rihlah
Group, 2005), hlm. 76-78

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 333

oleh keluarga maupun yang dilaksanakan oleh instansi


terkait seperti Kantor Urusan Agama (KUA), atau yang
dikenal dengan kursus calon pengantin. Pendidikan dalam
arti luas, sempit atau luas terbatas adalah kegiatan yang
menjembatani antara kondisi-kondisi aktual dengan kondisi-
kondisi ideal, berlangsung dalam satuan waktu tertentu,
merupakan langkah - langkah untuk mengubah kondisi awal
sebagai masukan menjadi kondisi ideal sebagai hasilnya.10
Menurut Unesco pendidikan orang dewasa adalah
keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, apapun
isi, tingkatan, metodenya baik formal atau tidak, yang
melanjutkan maupun menggantikan pendidikan semula
disekolah, akademi dan universitas serta latihan kerja, yang
membuat orang dianggap dewasa oleh masyarakat,
mengembangkan kemampuannya, memperkaya
pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis dan
profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap
dan perilakunya dalam rangka pengembangan sosial
ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas.11 Dilihat
dari penekanan masing-masing definisi tersebut, kajian
tentang pembekalan pra nikah diterapkan sebagai pendidikan
orang dewasa dalam pengertian bahwa pendidikan pra nikah
merupakan usaha yang tidak dipaksa dengan menggunakan

10
Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung: Rosda
Karya, 2006), hlm. 64
11
Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa dari Teori hingga
Aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 12-13.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
334 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
sebagian waktu dan tenaganya untuk pengembangan
individu dan peningkatan partisipasi sosial.
Perkembangan individu dan peningkatan partisipasi
sosial merupakan penekanan yang penting dalam pendidikan
di suatu keluarga. Karena kemunculan pendidikan kehidupan
keluarga didasarkan pada adanya saling mempengaruhi
antara kehidupan keluarga dan lingkungan. Hal ini
menunjukkan bahwa kehidupan keluarga senantiasa
berhadapan dengan berbagai permasalahan yang berkembang
dilingkungan sekitar, seperti pertambahan penduduk,
ekonomi, gizi, perhatian terhadap wanita dan anak- anak,
perumahan dan lain-lain.12
Bidang garapan pendidikan kehidupan keluarga meliputi:
hubungan dalam keluarga, penyadaran diri, pertumbuhan dan
perkembangan anak, persiapan untuk memasuki pernikahan
dan menjadi pemimpin dalam kehidupan keluarga,
pemeliharaan anak, sosialisasi terhadap remaja dalam
memasuki peran orang dewasa, pendidikan sex, manajemen
sumber daya manusia dan harta keluarga, pendidikan
kesehatan (individu, keluarga dan lingkungan), interaksi inter
dan antar keluarga, serta pengaruh perubahan lingkungan
terhadap kehidupan ekonomi, social dan budaya keluarga.13
Teori lain yang berdekatan dengan penyelenggaraan
pendidikan pra nikah adalah teori pendidikan menjadi orang

12
HD. Sujana, Pendidikan Nonformal, Wawasan Sejarah
Perkembangan Filsafat Teori Pendukung Asas, (Bandung: Falah
Production, 2004), hlm. 54.
13
HD. Sujana, Pendidikan Nonformal, Wawasan Sejarah ,
hlm. 56-57

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 335

tua atau dikenal dengan parenting education. Diantara


cakupan dalam pendidikan ini adalah menyangkut bagaimana
peserta dapat mempersiapkan diri sebagai orang tua dan
mendidik anaknya. Pembekalan pra nikah sangat diperlukan
sebagai upaya untuk memberikan bimbingan dan arahan
kepada pasangan calon pengantin guna mempersiapkan diri
membentuk sebuah rumah tangga yang bahagia dan sejahtera
lahir batin.
Rumah tangga bahagia (sakinah) adalah kehidupan
keluarga yang dibina berdasarkan perkawinan yang sah,
mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material yang
layak, mampu menciptakan suasana kasih sayang (mawaddah
warahmah) selaras, serasi seimbang serta mampu
menanamkan dan melaksanakan nilai-nilai keimanan,
ketakwaan, amal sholeh dan akhlakul karimah dalam
lingkungan keluarga sesuai dengan ajaran agama Islam.14
Apabila terdapat kategori keluarga sakinah, maka
dapat dipastikan bahwa keluarga-keluarga yang tidak
termasuk dalam kategori-kategori tersebut, belumlah atau
tidak dapat disebut keluarga sakinah, dengan kata lain dapat
disebut sebagai keluarga pra sakinah. Keluarga Pra Sakinah
adalah keluarga yang dibentuk bukan melalui ketentuan
perkawinan yang sah, tidak memenuhi kebutuhan dasar
spiritual dan material (basic-need) secara minimal, seperti

14
Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Kementerian
Agama RI, Nomor D/71/1999, pasal 3.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
336 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
keimanan, shalat, zakat fitrah, puasa, sandang, pangan,
papan dan kesehatan.15
Ciri utama keluarga pra sakinah adalah karena
pembentukan keluarganya tidak melalui perkawinan yang
sah, baik sah menurut agama maupun sah menurut undang-
undang yang berlaku. Disamping ciri utama tersebut juga
ditambah dengan ciri-ciri yang lain, yaitu: (a) Tidak memiliki
dasar keimanan; (b) Tidak melaksanakan sholat wajib, zakat
fitrah dan puasa wajib; (c) Tidak tamat SD dan tidak dapat
baca tulis; (d) Termasuk dalam katagori keluarga miskin; (e)
Berbuat asusila; dan (f) Terlibat perkara- perkara criminal.
Keluarga pra sakinah atau keluarga broken home yaitu
keluarga yang dalam kehidupan keluarganya tidak
mendapatkan kebahagiaan, baik secara spiritual maupun
material. Keluarga tersebut tidak atau kurang memiliki
keimanan dan ketaqwaan, tidak harmonis, tidak memiliki
akhlak dan moral yang baik, sering bertengkar atau berselisih
dalam keluarga. Hal-hal yang dapat mengakibatkan
kehidupan rumah tangga tidak bahagia, dan perlu dihindari
antara lain: (a) Membuka rahasia keluarga, (b) Cemburu
berlebihan, (c) Rasa dendam, iri hati dan dengki, (d) Judi dan
minuman keras, serta pergaulan bebas tanpa batas, (e)
Kurang menjaga kehormatan diri.16 Keluarga pra sakinah
juga dapat terjadi akibat perselisihan yang terus menerus

15
Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor
D/71/1999, pasal 4
16
Departemen Agama, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta:
Dirjen BMI dan PUH, 2003), hlm. 50-52.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 337

antar pasangan. Hal ini dapat ditimbulkan akibat dari: (a)


Mengulangi cerita lama/nostalgia pribadi, (b) Mengungkit-
mengungkit kekurangan keluarga, (c) Suka mencela
kekurangan suami/istri, dan memuji wanita /pria lain, dan (d)
Kurang peka terhadap hal-hal yang tidak disenangi.17
Peserta pembekalan pra nikah adalah orang dewasa,
minimal 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-
laki dan telah menyiapkan diri untuk memasuki keluarga
baru, maka dari sisi usia, pendidikan pra nikah masuk dalam
kategori pendidikan kehidupan keluarga. Menurut Bryson,
dkk mengatakan bahwa pendidikan orang dewasa adalah
semua aktifitas pendidikan yang dilakukan oleh orang
dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang hanya
menggunakan sebagian waktu dan tenaganya untuk
mendapatkan tambahan intelektual.18 Menurut Bastomi
mengutip pendapat Reeves dan Houle mengatakan bahwa
pendidikan orang dewasa adalah suatu usaha yang ditujukan
untuk mengembangkan diri yang dilakukan oleh individu
tanpa paksaan legal, tanpa usaha untuk menjadikan bidang
utama kegiatannya.19
Menurut Bastomi mengatakan bahwa ciri-ciri keluarga
sakinah mawaddah warahmah itu, antara lain:20 1) Memiliki
kecenderungan kepada agama. 2) Saling menghormati dan

17
Departemen Agama, Membina Keluarga Sakinah, hlm. 52-54.
18
Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa dari Teori hingga
Apikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 13.
19
Wawancara dengan Bastomi (Kepala KUA Kecamatan Metro
Timur) tanggal 20 Mei 2018 di Metro Timur.
20
Wawancara dengan Bapak Bastomi (Ka KUA Kecamatan Metro
Timur) tanggal 20 Mei 2018 di KUA Kecamatan Metro Timur.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
338 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
menyayangi diantara yang muda dan yang tua. 3)
Sederhana dalam belanja. 4) Santun dalam bergaul dan saling
introspeksi diri. 5) Suami isteri harus memfungsikan diri
sesuai hak dan tanggungjawabnya masing-masing. 6) Suami
isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara
sosial dianggap patut (ma`ruf). Dalam rangka mewujudkan
keluarga sakinah mawaddah wa rahmah perlu melalui proses
yang panjang dan pengorbanan yang besar, hal ini dapat
dilakukan dengan cara: 1) Pilihlah pasangan yang shaleh atau
shalehah yang taat menjalankan perintah Allah dan sunnah
Rasulullah SAW. 2) Pilihlah pasangan dengan
mengutamakan keimanan dan ketaqwaannya dari pada
kecantikan, kekayaan, maupun kedudukannya. 3) Pilihlah
pasangan keturunan keluarga yang terjaga kehormatan dan
nasabnya. 4) Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada
Allah SWT dan untuk menghindari hubungan yang dilarang
Allah SWT. 6) Suami berusaha menjalankan kewajibannya
sebagai seorang suami dengan dorongan iman, cinta, dan
ibadah. 7) Istri berusaha menjalankan kewajibannya sebagai
istri dengan dorongan ibadah dan mengharap ridha Allah
semata. 8) Suami istri saling mengenali kekurangan dan
kelebihan pasangannya, saling menghargai, merasa saling
membutuhkan dan melengkapi, menghormati, mencintai,
saling mempercayai kesetiaan masing-masing, saling
keterbukaan dengan merajut komunikasi yang intens. 9)
Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk
selalu bersama dalam mengarungi badai dan gelombang

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 339

kehidupan. 10) Suami mengajak anak dan istrinya untuk


shalat berjamaah atau ibadah bersama-sama. 11) Suami istri
selalu memohon kepada Allah agar diberikan keluarga yang
sakinah mawaddah dan rahmah. 12) Suami secara berkala
mengajak istri dan anaknya melakukan instropeksi diri untuk
melakukan perbaikan dimasa depan.
Rumah tangga bahagia atau keluarga sakinah adalah
kehidupan keluarga yang dibina berdasarkan perkawinan yang
sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material yang
layak, mampu menciptakan suasana kasih sayang (mawaddah
warahmah) selaras, serasi seimbang serta mampu
menanamkan dan melaksanakan nilai-nilai keimanan,
ketaqwaan, amal sholeh dan akhlakul karimah dalam
lingkungan keluarga sesuai dengan ajaran agama Islam.21
Keluarga yang dibina menjadi keluarga sakinah adalah
keluarga yang mawaddah, rahmah serta amanah.
Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang
menggebu-gebu, kasih sayang pada lawan jenisnya (rasa
cinta yang didorong oleh kekuatan nafsu seseorang pada
lawan jenisnya). Karena itu, setiap makhluk Allah kiranya
diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia.
Mawaddah cinta yang lebih condong pada material seperti
cinta karena kecantikan, ketampanan, bodi yang menggoda,
cinta pada harta benda, dan lain sebagainya. Mawaddah itu
sinonimnya adalah mahabbah yang artinya cinta dan kasih

21
Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Kementerian
Agama RI, Nomor D/71/1999, pasal 3.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
340 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
sayang. Warahmah berasal dari pemenggalan kata Wa
artinya dan, sedangkan Rahmah berarti ampunan, anugerah,
karunia, rahmat, belas kasih, rejeki. Jadi, rahmah adalah jenis
cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk
menafkahi atau melayani dan siap melindungi kepada yang
dicintai.
Rahmah lebih condong pada sifat qolbiyah atau suasana
batin yang terimplementasikan pada wujud kasih sayang,
seperti cinta tulus, kasih sayang, rasa memiliki, membantu,
menghargai, rasa rela berkorban, yang terpancar dari cahaya
iman. Sifat rahmah ini akan muncul manakala niatan pertama
saat melangsungkan pernikahan adalah didasari karena
ibadah, mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasulullah serta
bertujuan hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT.
Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain
disertai dengan rasa aman dari pemberinya, karena
kepercayaannya bahwa apa yang diamanahkan itu akan
dijaga dengan baik serta keberadaannya aman ditangan orang
yang diberi amanah tersebut.
Dalam kenyataan di masyarakat, berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 1999 tersebut, keluarga sakinah terdiri dari empat
katagori, dimana pada setiap katagori mempunyai kriteria-
kriteria tersendiri, yaitu: Pertama, Keluarga Sakinah I.
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar spiritual dan material secara minimal, tetapi
masih belum dapat memenuhi kebutuhan sosial

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 341

psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan,


bimbingan keagamaan dalam keluarga dan belum dapat
mengikuti interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya.
Adapun kriteria-kriteria dari Keluarga Sakinah I adalah:
a) Perkawinannya sesuai dengan syariat dan UU Nomor 1
Tahun 1974, b) Keluarga memiliki surat nikah atau bukti lain
sebagai bukti perkawinan yang sah, c) Mempunyai perangkat
alat sholat, sebagai bukti melaksanakan sholat, d) Terpenuhi
kebutuhan makanan pokok, sebagai bukti bukan miskin, f)
Masih sering meninggalkan sholat, g) Masih percaya dengan
perdukunan, h) Tidak datang dipengajian/majelis taklim, dan
i) Rata-rata keluarga tamat atau memiliki ijazah SD.
Kedua, Keluarga Sakinah II. Yaitu keluarga-keluarga
yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,
juga telah mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran
agama serta bimbingan keagamaan dalam keluarga. Telah
mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan dengan
lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati serta
mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan
akhlakul karimah, infaq, wakaf, amal jariyah, menabung dan
sebagainya.
Selain telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah I,
keluarga Sakinah II, hendaknya: a) Tidak terjadi perceraian,
kecuali sebab kematian atau hal sejenis lainnya yang
mengharuskan terjadinya perceraian, b) Penghasilan keluarga
melebihi kebutuhan pokok, sehingga bisa menabung, c) Rata-
rata memiliki ijazah SMP, d) Memiliki rumah sendiri

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
342 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
meskipun sederhana, e) Keluarga aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan dan sosial keagamaan, f) Mampu memenuhi
standar makanan sehat (4 sehat 5 sempurna), dan g) Tidak
terlibat perkara (tindakan kriminal).
Ketiga, Keluarga Sakinah III. Yaitu keluarga-keluarga
yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan,
ketaqwaan, sosial psikologis, dan pengembangan keluarga,
tetapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi
lingkungannya. Selain telah memenuhi kriteria Keluarga
Sakinah II, keluarga tersebut hendaknya aktif dalam upaya
meningkatkan kegiatan dan gairah keagamaan di masjid atau
musholla maupun dalam keluarga.
Hal-hal yang bisa dilakukan dalam rangka mencapai
tingkat Keluarga Sakinah ini, antara lain: a) Keluarga aktif
menjadi pengurus kegiatan keagamaan dan sosial
kemasyarakatan. b) Aktif memberi dorongan dan motivasi
untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta kesehatan
masyarakat pada umumnya. c) Rata-rata keluarga memiliki
ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) keatas. d) Pengeluaran
zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf senantiasa meningkat. e)
Meningkatnya pengeluaran qurban.e ) Melaksanakan ibadah
haji secara baik dan benar sesuai tuntunan agama dan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat, Keluarga Sakinah III Plus. Yaitu keluarga -
keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan,
ketaqwaan, sosial psikologis dan pengembangan keluarga,
serta mampu menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 343

Selain telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah III,


keluarga tersebut hendaknya: a) Keluarga yang telah
menunaikan ibadah haji dapat memenuhi kriteria haji mabrur.
b) Menjadi tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh
organisasi yang dicintai oleh masyarakat dan keluarganya. c)
Pengeluaran zakat, infaq, shodaqoh, jariyah, wakaf
meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. d)
Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat
sekelilingnya dalam memenuhi ajaran agama. e) Keluarga
mampu mengembangkan ajaran agamanya. f) Rata-rata
anggota keluarga mempunyai ijazah sarjana. g) Nilai-nilai
keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah tertanam dalam
kehidupan pribadi dan keluarganya. h) Tumbuh berkembang
perasaan cinta kasih sayang secara selaras, serasi dan
seimbang dalam anggota keluarga dan lingkungannya. i)
Mampu menjadi suri tauladan masyarakat sekaitarnya.
Indikator keluarga sakinah yang ditetapkan dengan Surat
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 1999 sebagaimana tersebut diatas bersifat abstrak. Hal
ini menjadikan sulitnya petugas untuk mengukur tingkat
kesakinahan dari sebuah keluarga. Dengan demikian, perlu
dilakukan pengkajian ulang atau evaluasi terhadap kebijakan
tersebut.
Selanjutnya, untuk terciptanya keluarga yang sakinah
seperti yang disebutkan di atas perlu adanya pembekalan
kepada calon pengantin. Tujuan dilaksanakan suscatin adalah
untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
344 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
kehidupan rumah tangga atau keluarga bagi calon
pengantin dalam mewujudkan keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah serta mengurangi angka perselisihan,
perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga. Suscatin hadir
untuk menjawab setiap persoalan yang mungkin nantinya
akan dihadapi oleh para calon pasangan suami istri saat
berumah tangga. Dalam pelaksanaan suscatin di KUA
Kecamatan Metro Timur, peneliti mewawancarai kepala
KUA Kecamatan Metro Timur dan beberapa peserta suscatin.
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan,
menurut peneliti, dengan dilaksanakan suscatin oleh KUA
Kecamatan Metro Timur dirasa masih kurang maksimal
dalam menjawab setiap persoalan rumah tangga yang
mengakibatkan perceraian. Hal tersebut karena pelaksanaan
suscatin oleh KUA Kecamatan Metro Timur yang memang
kurang maksimal dan masih banyak pihak pelaksana yang
tidak melaksanakannya sesuai dengan peraturan yang ada.
Menurut peneliti, kunci utama keharmonisan sebenarnya
terletak pada kesepahaman hidup suami dan istri. Karena
kecilnya kesepahaman dan usaha untuk saling memahami
akan membuat keluarga menjadi rapuh. Makin banyak
perbedaan antara kedua belah pihak maka makin besar
tuntutan pengorbanan dari kedua belah pihak. Jika salah
satunya tidak mau berkorban maka pihak satunya harus
banyak berkorban. Jika pengorbanan tersebut telah
melampaui batas atau kerelaannya maka keluarga tersebut
terancam. Maka pahamilah keadaan pasangan, baik kelebihan

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 345

maupun kekurangan yang kecil hingga yang terbesar


untuk mengerti sebagai landasan dalam menjalani kehidupan
berkeluarga. Rencana kehidupan yang dilakukan kedua belah
pihak merupakan faktor yang sangat berpengaruh karena
dengan perencanaan ini keluarga bias mengantisipasi hal
yang akan datang dan terjadi saling membantu untuk misi
keluarga.
Wawancara yang dilakukan peneliti adalah setelah
diadakannya suscatin, jadi sedikit banyak para calon
pengantin menjadi lebih paham bagaimana sebuah keluarga
yang harmonis itu dapat dibentuk. Pelaksanaan suscatin ini
dirasa sangat penting bagi calon pengantin, bahkan mungkin
juga untuk semua kalangan tidak hanya mereka yang mau
menikah saja, tetapi juga untuk orang-orang yang belum mau
menikah atau bahkan yang sudah menikah.

Daftar Pustaka

Abdullah, Boedi Beni, Saebani, Ahmad., 2013. Perkawinan


Perceraian Keluarga Muslim, Bandung: Pustaka Setia.

Al-jamaah, Muhmmad bin Ali., 2013. Hadits-Hadits Pilihan


Seputar Agama dan Akhlak, Indonesia:
IslamHouse.com.

Arikunto, Suharsimi., 2010. Prosedur Penelitian, Suatu


Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.

Baqi, Muhammad Fu’ad Abdul., 2005. Bukhari Muslim,


Surabaya, Bina Ilmu.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
346 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….
Chamidi, Ya’qub., 2011. Menjadi Wanita Shalihah &
Mempesona, no place, Mitrapress.

Departemen Agama RI, 2006. Al-Qur’an dan Terjemahnya,


Bandung: Diponegoro.

Departemen Agama, 2003. Membina Keluarga Sakinah,


Jakarta: Dirjen BMI dan PUH.

Departemen Agama, 2004. Pedoman Pembantu Pegawai


Pencatat Nikah, Jakarta: Dirjen Bimas Islam da
Penyelenggara Haji.

Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Kementerian


Agama, 2003. Buku Pegangan Calon Pengantin,
Jakarta: Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji
Kementerian Agama.

Ghazali, Imam., 1995. Perkawinan Sakinah, Alih Bahasa Ny.


Kholila Marhijanto, Surabaya: Tiga Dua.

Ismail, Habib, dan Nur Alfi Khotamin. “Faktor dan Dampak


Perkawinan Dalam Masa Iddah (Studi Kasus di
Kecamatan Trimurjo Lampung Tengah).” JURNAL
MAHKAMAH 2, no. 1 (3 Agustus 2017): 135.
https://doi.org/10.25217/jm.v2i1.81.

Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji


Kementerian Agama RI, Nomor D/71/1999.

Margono, S., 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan,


Jakarta: Rineka Cipta.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin…. 347

Moleong, Lexy J., 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif,


ed. rev, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Mudyahardjo, Redja., 2006. Filsafat Ilmu Pendidikan,


Bandung: Rosda Karya.

Sahrodi, Jamil., dkk. 2005. Membedah Nalar Pendidikan


Islam, Pengantar kearah Ilmu Pendidikan Islam,
Cirebon: Pustaka Rihlah Group.

Sarwono, Sarlito Wirawan, et. al., 1996. Apa & Bagaimana


Mengatasi Problema Keluarga, Jakarta; Pustaka
Antara.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan


R&D, Bandung: Alfabeta.

Sujana, HD. 2004. Pendidikan Nonformal, Wawasan


Sejarah Perkembangan Filsafat Teori Pendukung
Asas, Bandung: Falah Production.

Suprijanto, 2007. Pendidikan Orang Dewasa dari Teori


hingga Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara.

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
348 Lilik, Iwannudin: Kursus Calon Pengantin….

Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 P-ISSN: 2548-5679


E-ISSN: 2527-4422
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

BIMBINGAN KONSELING PRA NIKAH SEBAGAI UPAYA


MEWUJUDKAN KELUARGA BAHAGIA DAN IDEAL DALAM
PERSPEKTIF HUMANISTIK CARL R. ROGERS

Rahmat Hidayat
Institut Agama Islam An Nur Lampung
hidayatrahmat677@gmail.com

Sugianto
Institut Agama Islam An Nur Lampung
sugiantoalfaruqi3@gmail.com

Esen Pramudya Utama


Institut Agama Islam An Nur Lampung
pramudyautama863@gmail.com

Mohd Asrul Bin Mohd Noor


Sekolah Rendah Sri Subang Jaya, Selangor Malaysia
shababfillah88@gmail.com

ABSTRAC
Marriage is sunnatullah, for everything in the world is created in pairs. In this
paper, the author aims to uncover the guidance of premarital counseling to realize a
happy family perspective of Carl R. Rogers. The results showed that the premarital
counseling guidance approach was from the perspective of Carl R. Roger through a
humanistic approach. This approach is carried out with the stages of forming a
mindset and forming a soul pattern based on Islamic religious values. thus, if the
mindset and pattern of the soul are based on Islamic values, then the justification of
the motivation will be in accordance with the rules of Islamic shari'a.
Keywords: Pre-Marriage Conseling; Happy and Ideal; Humanistic
Approach.

Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

45
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

A. PENDAHULUAN
Islam memandang pernikahan sebagai suatu bentuk ibadah
yang kompleks karena meliputi semua aspek, baik aspek materi, jiwa,
waktu, dan tenaga. Dibalik tanggung jawab yang besar, pernikan juga
mempunyai manfaat dalam struktur sosial masyarakat. Kepentingan
sosial itu adalah memelihara kelangsungan jenis manusia, memelihara
keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam
penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta
menjaga ketenteraman jiwa.
Perbedaan antara dua orang baik dari perbedaan latar belakang,
perbedaan jenis kelamin, perbedaan budaya dan adat istiadat dapat
disatukan melalui ikatan pernikahan. Melalui ikatan pernikan ini,
dapat digunakan untuk mewujudkan tatanan sosial yang harmonis1.
Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: Perkawinan merupakan
ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menikah mempunyai dua peluang yang sama besar. Jika
masing-masing mampu menyeimbangkan antara hak dan
kewajibannya masing-masing maka akan terwujud keluarga yang
sakinah, mawadah dan rahmah. Sebaliknya, jika masing-masing saling
menuntuk haknya dan mengabaikan kewajibanya masing-masing,
maka untuk mewujudkan sakinah, mawadah dan rahmah akan sulit 2.
Selain itu, pernikahan juga menjadi fenomena sosial, karena pernikahan
menghubungkan dua keluarga besar yang berbeda dari pihak laki-laki
dan pihak perempuan3. Pada sisi lain, melalui tahapan pernikahan
terdapat tuntunan walimah. Walimah merupakan media untuk
menyatukan interaksi sosial masyarakat, yakni interaksi sosial dua
keluarga besar.
Interaksi sosial dalam keluarga merupakan media penyambung
tali silaturahmi, ajang reuni, dan penymbung ikatan kekerabatan yang

1 Mariamah, “konseling pranikah dalam meningkatkan kematangan

prikologi calon pengantin (studi kasus KUA kecamatan Batulayar),” bimbingan dan
konseling islam (2020).
2 Ahmad Juhaidi dan Masyithah Umar, “Pernikahan Dini, Pendidikan,

Kesehatan Dan Kemiskinan Di Indonesia : Masihkah Berkorelasi?,” Khazanah: Jurnal


Studi Islam dan Humaniora 18, no. 1 (2020): 1.
3 Muzdalifah M Rahman, “Upaya Orang Tua dalam Membimbing Remaja,”

Jurnal Bimbingan Konseling Islam 6, no. 1 (2015): 41–62,


https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJA.
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

46
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

hampir putus. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw


“Sesungguhnya termasuk kebajikan adalah seseorang menghubungi teman-
teman ayahnya”. Akan tetapi secara realitasnya kondisi ideal tersebut
belum sepenuhnya dipahami oleh calon pengantin dan masih banyak
calon pengantin yang mengalami ketakutan untuk membina rumah
tangga, atas dasar inilah perlu dilakukan bimbingan konseling
terhadap pra nikah. Dengan harapan diadakan konseling tersebut
mampu mengurangi ketakutan yang dialami oleh pasangan pengantin4.
Terdapat sebagian orang yang berasumsi bahwa pernikahan
merupakan sebuah “jebakan tikus”, asumsi tersebut muncul
diakibatkan karena adanya kasus negtif dalam masyarakat sehingga
kasus tersebut dijadikan dasar untuk generalisasi terhadap pernikahan.
Asumsi yang keliru inilah yang perlu diluruskan, bahwa pernikan
merupakan institusi sakral, oknum yang tidak bertanggung jawablah
yang mengotori sakralitas pernikahan.
Sebagaimana pandangan C. R. Adams, dalam bukunya How to
Pick a Mate, mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1)
Orang menikah hidup lebih lama dibandingkan dengan orang yang
hidup membujang; 2) Di dalam penjara lebih sedikit prosentase orang
yang menikah dibandingkan dengan orang yang membujang; 3) Orang
yang menikah jauh lebih sedkit yang bunuh diri dibandingkan orang
yang hidup membujang; 4) Orang yang menikah jauh lebih kecil
kemungkinannya menjadi gila dibandingkan dengan orang yang
membujang. Kesimpulan yang dikemukakan oleh Dr. C. R. adams
tersebut, dapat digunakan sebagai bukti bahwa pernikahan
mempunyai banyak manfaat, baik manfaat secara jiwa maupun
biologis dan manfaat sosial.
Fakta manfaat menenai pernikahan, bahwa secara struktural
fungsional dapat dilakukan pembagian tugas antara suami dan istri
untuk meraih ketentraman jiwa dan kebahagiaan hidup bersama. Fakta
tersebut semua orang dapat melihat bahwa manusia sebagai pribadi
bukanlah makhluk yang langka, yang dapat berdiri sendiri. Oleh karena
itu institusi anak cucu Adam tidak berfungsi sempurna jika tidak ada
makhluk lain yang membantunya5. Menurut penulis, subtansi
pernikahan adalah mencapai kebahagian bersama.

4 Witrin Noor Justiatini dan Muhammad Zainal Mustofa, “Bimbingan Pra


Nikah Dalam Mbentukan Keluarga Sakinah,” Iktisyaf: Jurnal Ilmu Dakwah dan
Tasawuf 2, no. 1 (2020): 13–23.
5 Beni Ahmad Saebani, Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-Undang:

Perspektif Fiqh Munakahat dan UU no. 1/1974 Tentang Poligami dan Problematikanya
(Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 129.
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

47
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pada tulisan


ini akan diungkap tentang konseling pra nikah dalam menuju
kebahagiaan studi atas pendekatan behavioristik.

B. PEMBAHASAN
1. Pernikahan Perspektif Ajaran Islam
Kehadiran islam mempunyai misi utama sebagai rahmatan lil
„alamin atau bersifat universal, yaitu mengatur seluruh sendi
kehidupan termasuk mengatur masalah pernikahan. Pernikahan
merupakan akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak
dan kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
bukan mahram6. Secara leksikal kata pernikahan mempunyai akar kata
nikah yang mendapat imbuhan awalan per dan imbuhan ahir an. Kata
nikah berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: ‫) النكاح‬
yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu berasal dari
kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: ‫ )نكاح‬yang
berarti persetubuhan. Secara sosial, kata pernikahan dipergunakan
dalam berbagai upacara perkawinan. Nikah merupakan asas hidup
yangpaling utama delam pergaulan atau embrio bangunan masyarakat
yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang
amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan,
tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu
perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang lain, dan pereknalan
itu akan menjadi jalan interrelasi antar satu kaum dengan laum yang
lain7.
Esensi akad nikah merupakan pertalian yang kuat dalam
kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya,
melainkan antara dua keluarga. Sehubungan dengan hal ini Abu
Zahrah8 mengemukakan bahwa pernikahan merupakan suatu akad
yang menghalalkan hubungan kelamin antara seorang pria dan wanita,
saling membantu, masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi menurut ketentuan syari’at.

6 Nida Amelia, “Layanan Bimbingan Pranikah dalam Meningkatkan


Keharmonisan Keluarga di KUA Cileunyi” 8 (2020): 41–58.
7 Arditya Prayogi dan Muhammad Jauhari, “Bimbingan Perkawinan Calon

Pengantin: Upaya Mewujudkan Ketahanan Keluarga Nasional,” Islamic Counseling :


Jurnal Bimbingan Konseling Islam 5, no. 2 (2021): 223.
8 Muhammad Abu Zahra, Al Aqidah Al Islamiyah Ka Ma Ja‟a Biha Al Qur‟an

Al Karim (Majma’ Al Buhus Al Islamiyah, 1975),


Http://Opac.Iainkediri.Ac.Id/Opac/Index.Php?P=Show_Detail&Id=6102, h. 19.
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

48
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

Ikatan pernikahan yang telah diatur oleh Islam merupakan


suatu ikatan janji yang kuat, seperti disebut dalam Al-Qur’an senagai
mitsaqan ghalidan sebagaimana dalam QS. An-Nisa ayat 21: bagaimana
kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri dan mereka 9istri-istrimu)
telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (QS. An-Nisa: 21). Konsep
tersebut dipertegas dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 2 bahwa
perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau mitsaqan ghalidan, untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. “Islam menganjurkan hidup
berumah tangga dan menghindari hidup membujang. Imam bin Hanbal
mengatakan hidup membujang bukanlah ajaran Islam, Nabi Muhammad
SAW. berumah tangga. Beliau melarang hidup membujang. Barang siapa
yang tidak menyukai perbuatan nabi, ia bukanlah jalan yang benar.Lebih
lanjut, Wahid pun mengemukakan bahwa akad nikah bukan untuk
jangka pendek, tetapi untuk selamnya. Baik suami maupun istri mesti
berusaha memlihara rumah tangga yang penuh kedamaian lahir batin.
Karena ikatan suami istri sangatlah suci dan terhormat, dan tinggi
nilainya sesuai dengan tingginya nilai manusia itu sendiri.

a. Aspek Personal
Aspek personal mempunyai dua aspek yakni aspek
kebutuhan biologis dan reproduksi. Adapun kedua hal tersebut,
yaitu:
Penyaluran Kebutuhan Biologis. Sebagai suatu sunnatullah,
manusia hidup berpasangan diantara dua jenis kelamin yang
berlainan. Hidup bersama dan berpasangan tidaklah harus selalu
dihubungkan dengan masalah seks, walaupun faktor ini
merupakan faktor yang dominan. Kebutuhan manusia akan seks
telah menjadi fitrah manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh
karena itu perlu disalurkan pada proporsi yang tepat dan sah
sesuai derajat kemanusiaan. Reproduksi generasi. Diantara aspek
lain dalam perkawinan yaitu reproduksi generasi. Sebagaimana
diketahui bahwa syari’at Islam tentang pernikahan tidak hanya
masalah reproduksi, melainkan menjaga keturunan sebagai
amanah dari Sang Pencipta. Pernikahan menjadi bagian dari
maqosyid syari’at, yakni memelihara keturunan (hifdzh an-nafs)9.

Yusuf Qardawi, Ghairu al Muslim fii Mujtama‟ al islami (Bandung: MIZAN,


9

1994).
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

49
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

b. Aspek Sosial
Masyarakat yang baik berasal dari rumah tangga yang baik.
Rumah tangga yang baik menjadi pondasi terbentuknya
masyarakat yang baik10. Pernikahan menjadi perekat yang kuat
untuk menjaga keharmonisan dalam kehidupan masyarakat.
Sebagaimana dalam al-Qur’an disebut sebagai mawaddah dan
rahmah, itulah yang menyebabkan mereka begitu kuat
mempengaruhi bahtera kehidupan, sebagaimana dalam QS. Ar-
Rum ayat 21: Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu
rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” ( QS. Ar-Rum:21).
Keluarga menjadi bagian dari struktur suatu bangsa mempunyai
kontribusi besar terhadap bangsa itu sendiri. Jadi kuat atau
tidaknya suatu bangsa tergantung pada kuat atau tidaknya
kumpulan keluarga.

c. Aspek Ritual
Pernikahan diartikan sebagai ibadah, pelaksanaannya
merupakan refleksi ketaatan mahluk kepada khaliq-nya. Dalam
ajaran Islam terdapat aturan yang rinci dalam mengenai
pelaksanaan pernikahan. Aturan tersebut mencakup pra nikah,
dalam pernikahan dan pasca pernikahan. Kesemuanya diatur
secara detail dalam islam, khususnya dalam fiqh munakahat11.
Pandangan lain menegaskan bahwa Nabi Muhammad melarang
membujang12. Hal ini karena libido seksualitas merupakan fitrah
manusia dan juga makhluk hidup lainnya yang melekat dalam diri
setiap makhluk hidup yang suatu asaat akan mendesak
penyalurannya. Bagi manusia, penyaluran itu hanya ada satu jalan
yaitu melalui perkawinan. Rasulullah menegaskan kembali dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqash: Rasulullah
menolak Utsman bin Mu‟adz untuk membujang, andaikan dia dibolehkan
membujang,tentu kami (para sahabat) akan berkebiri saja. ( HR. Bukhari).

10 H. Rahmat Hakim, Hukum perkawinan islam (Bandung: Pustaka Setia,


2000), http://katalogdpkprovntb.perpusnas.go.id/detail-opac?id=4541, h. 17-18.
11 H. Rahmat Hakim, Hukum perkawinan islam, h. 19.
12 Saebani, Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-Undang: Perspektif

Fiqh Munakahat dan UU no. 1/1974 Tentang Poligami dan Problematikanya, h. 47.
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

50
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

Di samping itu, Allah memberikan janji kehidupan yang


layak bagi mereka yang melangsungkan pernikahan. Sebagaimana
dalam firman-Nya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berakwin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin, Allah akan memampukan merela dengan kurnia-Nya dan Allah
Maha Luas(pemberian-Nya) laga Maha Mengetahui (QS. An-Nur: 32).
Salah satu tujuan pernikahan yang dilakukan adalah untuk
memperoleh kebahagiaan, sehingga harus dipersiapkan secara
matang dalam segala aspek. Karena Allah akan membagikan rizki
bagi pasangan yang telah melangsungkan pernikahan. Pernikahan
memunculkan tanggung jawab, kewajiban dan hak. Perasaan
tanggung jawab inilah yang kemudian melahirkan priduktivitas
yang pada gilirannya mendatangkanrizki bagi mereka.
d. Aspek Moral
Secara moral, perbuatan manusia terdiri atas dua jenis,
yakni perbuatan yang mengandung moralitas yang baik dna
moralitas yang buruk. Perkawinan yang dilakukan oleh manusia
dengan mengikuti syariat Allah adalah perkawinan yang
memberikan indikator penting untuk membedakan manusia
dengan binatang. Itulah sebabnya perkawinan yang diatur menurut
syari’at Islam adalah perkawinan yang benar-benar dimaksudkan
untuk membentuk moralitas mulia manusia dan membebaskan
manusia dari moralitas hewani.
e. Aspek Kultural
Dari sudut kebudayaan, perkawinan merupakan bagian
dari proses interaksi manusia dalam masyarakat. Keluarga menjadi
embrio masyarakat yang nantinya membangun dunia sosial yang
lebih besar. Keluarga yang memiliki pondasi kultural yang baik
akan membangun dunia kultural sosial yang baik pula, sehingga
ukuran terendah dari kultur masyarakat yang baik adalah
keluarga itu sendiri. Disamping itu dalam praktek keseharian,
peristiwa pernikahan sepertinya tidak cukup hanya dengan
persyaratan-persyaratan agama semata, namun ditambah dengan
kuktur-kultur lokal yang sarat dengan simbol. Sesuatu yang oleh
Islam diperbolehkan selama tidak mengarah pada hal-hal yang
terlarang.

2. Tahapan Pernikahan Menurut Syariat Islam


Sebuah pernikahan yang bukan saja menyatukan wanita dan pria

Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

51
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

serta disahkan secara hukum agama dan negara, akan tetapi


pernikahan merupakan sebuah ritual suci dalam semua ajaran agama
yang diresmikan oleh negara13. Emban tugas yang dijalankan oleh
pejabat berwenang dalam urusan pencatatan pernikahan memiliki
tujuan yang secara narasi Islam membangun, membina, membentuk
dan meraih keluarga yang sakinah, mawadhah dan warohmah. Persaksian
yang di dasari kesiapan dan kehadiran kerabat, keluarga dan handai
taulan dan utamanya disaksikan oleh wakil atau hakim yang
disyariatkan secara hukum agama atau Islam 14.
Dalam Nasaruddin Latif 15, sebuah ikatan erat atau pernikahan
adalah sebuah gerbang kehidupan yang harus dilalui umumnya oleh
setiap manusia bagi yang melakukannya. Di dalamnya Nasaruddin
mengatakan bahwasanya sebuah keluarga yang kokoh, tegar, tegak
adalah sebuah syarat penting dalam membangun kesejahteraan
masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karenanya sangat penting sekali
bila mana di dalam pernikahan tersebut haruslah dipersiapkan dan
dirancang sesuai dengan tata aturan dan syariat agama. Dengan
begitulah sebuah keluarga dibangun dan dirancang untuk menciptakan
sebuah keluarga yang ideal dan harmonis dikemudian hari.
Perjanjian atau pertalian yang terjalin antara pria dan wanita
yang sering kita sebut dengan pernikahan yang secara hakikat berisikan
persetujuan bersama di dalam menyelenggarakan kehidupan
berkeluarga yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai hukum syariat
(Allah)16. Dalam kajian sosial pernikahan merupakan sebuah kontrak
sosial berupa nilai-nilai persetujuan bahwasanya wanita dan pria
tersebut serta keluarganya dan masyarakat akan mendapatkan status
sah sebagai pasangan suami istri. Secara konsensus dan undang-
undang agama, adat dan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
digariskan atau disepakati bersama17.

13 S Sugianto dan R Hidayat, “Moderasi Beragama Sebagai Jalan Dakwah


Mayoritas Muslim Pada Minoritas Non Muslim,” Jurnal Bimbingan Penyuluhan … 3,
no. 1 (2021): 23–41, https://e-
journal.metrouniv.ac.id/index.php/JBPI/article/view/3270.
14 Agustina Nurhayati, “Pernikahan dalam Perspektif Al-Quran” 3, no. 1

(2011): 332–333.
15 Nasaruddin Latif, Marriage Counseling: Problematika Seputar Keluarga dan

Rumah Tangga (Bandung: Pustaka Hidaya, 2005),


http://katalogdpkbontang.perpusnas.go.id/detail-opac?id=19258, h. 13-18.
16 Muhammad Nasor et al., “The International Journal of Social Sciences

Teenagers ’ Perception of Da ’ wah in Constructing Good Morality” 10, no. 1 (2022).


17 Beni Ahmad Saebani, Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-Undang:

Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

52
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

Jauh sebelum melanjutkan kejenjang pernikahan yang


mengikrarkan janji suci dengan persaksian dan membaiat dengan nama
agama, alangkah dan diwajibkan atas calon pasangan suami istri baik
pria ataupun wanita menanggalkan keraguan. Keraguan hati dan
sebagainya yang dapat mencederai dan mengotori prosesi sakral
tersebut. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Nabi
Muhammad Saw; “Tinggalkanlah hal-hal yang meragukanmu menuju hal-hal
yang tidak meragukanmu”(HR. Tirmidzi).

Dalam Islam, pernikahan merupakan sebuah ibadah dan itu


semua menjadi fitrah manusia pada umumnya. Sebagai seorang muslim
yang dapat memikul sebuah tanggung jawabnya di dalam melakukan
pembinaan dan pendidikan atas apa yang diamanahkan kepadanya
sebagai bentuk pemeliharaan amanah tersebut. Itulah sebabnya sebuah
pertalian pernikahan memiliki tujuan dan manfaat yang penting di
dalam status sosial pada masyaraikat. Utamanya sebagai bentuk
normativnya pernikahan ialah menjaga kelangsungan kehidupan umat
manusia, menjaga keturunan, kemaslahatan masyarakat luas dari
penyakit sosial, dan ketenangan jiwa.
Maka dapat kita simpulkan, bahwasanya sebuah pernikahan
tidak dapat hanya disandarkan pada satu pertalian semata. Pertalian
batin saja atau pertalian lahiriah semata. Namun jauh dari hal tersebut
dibutuhkan pertalian dari keduanya untuk membangun sebuah
keluarga yang ideal menurut Islam sebagai syariat. Secara tata cara
agama, negara ataupun adat yang dilegalkan dan menjadi kesepakatan
dari masyarakat. Maka pernikahan bernilai sebuah hukum yang
mempertemukan kewajiban ataupun hak satu dengan lainya. Bukan
hanya sebagai perbuatan hukum agama semata, namun hukum negara
memberikan penjelasan tersendiri terkait dengan sebuah pernikahan.
Sebagai bentuk kesiapan dalam melaksanakan pernikahan, patutlah ada
langkah dan tahapan yang harus dipersiapkan dengan teliti dan
matang, sebagaimana yang digambarkan18;
Pertama, Menentukan Batas Waktu Kesiapan Sebagai bentuk
persiapan yang wajib dimaksimalkan, baiknya wanita ataupun peria
sudah harus cukup memiliki sebuah perhitungan kesiapan dan
pelaksanaan pernikahan yang direncanakan. Inilah yang diharapkan,
dalam sebuah kesiapan dirasa perlu adanya sebuah pertimbangan

Perspektif Fiqh Munakahat dan UU no. 1/1974 Tentang Poligami dan Problematikanya
(Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 127.
18 Mubasyaroh, “Konseling Pra Nikah dalam Mewujudkan Keluarga

Bahagia” 7, no. 2 (n.d.): 47–49.


Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

53
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

keputusan yang realistis dan ilmiah ketika memutuskan sebuah


pernikahan dan menentukan pilihan hidup. Namun jika dirasa waktu
dalam persiapan dan keputusan tersebut dinilai masih cukup lama,
maka diwajibkan untuk menjadi dirinya baik-baik. Itulah sebabnya
sebuah persiapan perlu ditata agar kedepannya ketika waktu yang
ditentukan telah sampai maka difokuskan untuk berkonsentrasi pada
hal yang serius dan utama.
Bila mana dirasa waktu yang ditentukan adalah terbilang masih
jauh dan lama, maka setiap individu dianjurkan untuk menempa dan
membina diri sebagai dasar di dalam mengarungi kehidupan
dikemudian hari. Karena sebuah rumah tangga membutuhkan pondasi,
landasan dan pegangan yang kuat serta pilar-pilar yang baik dalam
keseriusan mencapainya. Dan yang perlu dicatat adalah setiap individu
janganlah khawatir akan tidak mendapatkan jodohnya. Hal demikian
yang sering dialami oleh para kaum hawa dengan sifatnya yang pasif
dan lebih pada menunggu laki-laki untuk meminang dirinya. Inilah
yang melandasi dan menjadi dasar kekhawatiran para wanita dikala
usianya telah menginjak dewasa jikalau sampai tidak mendapatkan
jodohnya dari sekarang karena ketakutan kemudian tidak ada yang
melamarnya.
Kedua, Syura’ dengan Orang Sholeh Dalam menetralisir
bergejolaknya hawa nafsu dan terjebak kedalam jurang kemaksiatan
dan kesalahan fatal semata, baiknya dari setiap insan untuk
meningkatkan pemahaman, pengetahuan, pengamalan dan intensitas
hubungan dengan orang-orang sholeh. Di masyarakat dan lingkungan
sebagai bentuk penetapan dan keputusan ketika ia akan menikah dan
menetapkan pasangan hidupnya. Maka ada sejawat, guru dan keluarga
yang sebaiknya dijadikan syura’ dan menempaan nilai-nilai norma
agama. Namun disisi ini, keluarga atau orang tualah yang memegang
dan mengamalkan Islam dengan tekun adalah sebagai pihak paling
urgen dan utama serta layak untuk dijadikan sandaran, pertimbangan
dalam mengambil keputusan kelak ketika akan memutuskan menikah.
Ketiga, Menentukan Pilihan Setelah melalui berbagai persiapan
dan tahapan di dalam prosesi pemantapan diri menjelang pernikahan,
langkah akhirnya ialah menentukan pilihan. Setelah melalui berbagai
tahapan yang realistis berdasarkan berbagai pertimbangan, perhitungan
dan kesiapan memilih dan menjadikan seseorang sebagai pasangannya.
Selain karena ketampanan atau kecantikan, kedudukan atau status
sosial, kekayaan atau keturunan, ada hal yang sangat penting ialah
agamanya.
Pola atau metode di dalam pemenuhan tersebut dapat
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

54
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

dilakukan dengan prose pengenalan terlebih dahulu. Yang isinya secara


jelas dipercayakan kepada orang atau pihak yang secara emosional
dapat menjaga amanah dan kebaikanya dapat dipegang. Inilah proses
awal di dalam pernikahan dengan memilih calon pasangan hidupnya
kelak. Hal tersebut akan menentukan hasil dengan konsep bagi laki-laki
siapakan wanita yang akan dia lamar dan nikahi atau sebaliknya bagi
wanita siapa yang akan dia terima dan menjadi pendamping hidupnya.
Pertimbangan perempuan yang akan dinikahi, didasarkan pada
empat pertimbangan, sebagaimana sabda rasulullah Saw: Perempuan
itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, atau karena agamanya. Pilihlah berdasarkan agamanya
agar selamat dirim. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits inilah yang di dasarkan pada sebuah motivasi pemilihan
seorang istri. Hal pertama ialah karena sebuah nilai ekonomi atau harta
kepemilikannya (li maaliha), kedua karena setatus sosial, kedudukan
ataupun sebuah kepentingan dalam sebuah masyarakat (li nasabiha)
atau keturunan, susunan ketiga ialah sebagai ketertarikan laki-laki
terhadap wanita ialah dengan keelokannya, kecantikannya, atau
ketertarikan hatinya (li jamaliha) dan keempat ialah sebuah kepemilihan
calon istri karena nilai-nilai fundamental dan keimanan di dalam
seorang wanita yaitu agamanya (wa li diniha). Sisi keempat ini menjadi
kata kunci dalam memilih wanita yang akan dinikahi karena agamanya,
karena kebaikan agamanya akan menjadi sebuah jaminan pribadi setiap
individu wanita.
Itulah sebagai timbal balik dari kepemilihan laki-laki atas
wanita, dan wanitapun memiliki hak prerogatif dalam penentuan dan
kepemilihan bagi laki-laki yang hendak menikahinya. Pertama wanita
dipersiapkan hatinya dalam menentukan kreteria laki-laki yang akan
dia jadikan sebagai pendamping dan pelindungnya, hal ini dilakukan
agar wanita tidak terjebak dalam arus pragmantisme dalam hal memilih
calon suaminya. Bukanlah suatu cela jika seorang perempuan muslimah
memilih calon suami yang kaya, tampan dan memiliki status sosial yang
baik, dari beberapa laki-laki muslim yang datang kepadanya. Para laki-
laki tersebut beragama Islam berakhlak bagus, taat dalam beragama,
tetapi berbeda-dalam ketampanan, kekayaan dan status sosial mereka
(Takariawan, 2010: 60)19. Sebagai kuncinya, wanita haruslah memilih
dari sekian lelaki yang datang padanya dengan dijatuhkan pada pria
muslim yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mental dan akhlak

19 Nur Ahmad, “Tantangan Dakwah di Era Formulasi Karakteristik,


Popularitas dan,” Addin 8, no. 2 (2014): 319–344.
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

55
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

mulia dalam berprilaku dan aspek lainya sebagai pertimbangan


tambahan dibandingkan dengan hal-hal utama tersebut. Ini sama
artinya dengan mengeneralisir hak kepemilihan laki-laki atas wanita,
secara pribahasa kesamaan itu pula dimiliki haknya oleh wanita.
Artinya, wanita diberikan hak untuk menentukan pilihan pada laki-laki
yang baik secara ke Islamanya, ditambah dengan ketampanan,
kemapanan dengan status sosial serta dari keturunan yang baik pula.

3. Sebuah Pendekatan Humanistik sebagai Konseling Pra Nikah


Momentum pernikahan adalah hal sakral yang diidamkan bagi
setiap manusia sekali seumur hidupnya. Sehingga berbagai macam
persiapan haruslah ditentukan dan dirancang sebagaimana mestinya
dan sematang-matangnya. Dan hal ini dapat dilakukan dengan sebuah
konseling, komunikasi dan pendekatan yang di antaranya dengan
humanistik.
Itulah sebabnya, bimbingan keluarga dimulai dan sama dengan
sebuah bimbingan pernikahan. Menjadi sebuah motivasi dan
merupakan pemberian bantuan kepada setiap individu untuk menjadi
pemimpin ataupun anggota di dalam rumah tangga yang
mendambakan dan mencita-citakan keluarga ideal (utuh dan
harmonis). Mengembangan dan memberdayakan kemampuan atau
potensi secara produktif, melaksanakan dan menjalankan norma-
norma agama, sosial dan kebiasaan masyarakatnya dan mencapai
sebuah kesepakatan di dalam capaian kehidupan bahagia20. Badannya
di dalam rumah tangga ialah setiap individu dalam keluarga akan
mengetahui tugas dan tanggung jawabnya dalam segala hal yang
dimulai dari bimbingan keluarga. Dengan hal ini dapat menjadi dasar
dan landasan di dalam membangun keluarga yang sukses, harmonis
dan bahagia sebagaimana strategi dan tekhnik yang diajarkan dalam
bimbingan keluarga.
Pernikahan adalah cikal bakal dan awal mula terbentuknya
sebuah keluarga. Di dalamnya ada ibu, ayah dan anak sebagai awal
dari sebuah pembentukan masyarakat. Dari sinilah secara permulaan
maka keluargapun membutuhkan konseling, agar sebuah pernikahan
yang dibangun oleh sepasang suami istri menjadi baik dan ideal.
Sebagai sistem sosial yang paling terkecil, keluarga secara alamiah
akan membentuk dan membangun sistem-sistem dan norma atau

20 A. Juntika Nurihsan Syamsu Yusuf L.N, Landasan Bimbingan Dan


Konseling (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 17.
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

56
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

aturan, komunikasi dan berbagai macam negosiasi sosial di antara


anggotanya. Berbagai bentuk instrumen tersebut secara eksplisit
berimplikasi pada perkembangan nilai keluarga dan keberadaanya,
baik dalam status sosial secara umum dan anggotanya secara khusus.
Kemudian ada metode dan strategi lanjutan yang dapat membantu
proses konseling terhadap sebuah keluarga, yakni dengan menjalin dan
mengharmonisasikan hubungan antar keluarga, antar anggotanya yang
juga sama-sama dituntut untuk memodofikasi pola interaksi di dalam
pemenuhan kebutuhan dari anggota keluarga untuk sebuah
perubahan.
Selanjutnya Nurihsan21 menjelaskan bahwasanya sebuah upaya
dan cara di dalam pembinaan atau konseling keluarga tidaklah akan
menghilangkan eksistensi secara signifikan dari sebuah proses
itrapisikis yang sifatnya privat, akan tetapi penempatan sebuah
pandangan individu dan anggota lainya kepada arah yang lebih luas.
Hal inilah yang dinilai sebagai bentuk yang pasti akan terjadi dalam
sistem sosial dari setiap keluarga. Itulah sebabnya akan mudah muncul
dan lahir paradigma atau metode tradisional sebagai upaya di dalam
memahami sebuah prilaku manusia pada arah epistimologi cybernetic.
Paradigma demikian akan memudahkan dan melahirkan sebuah
umpan balik (feed back) dari sebuah mekanisme di dalam stabilitas
perubahan soaial. Itulah sebabnya dalam perjalanan dan proses
konseling akan lebih baik memfokuskan permasahan pada sebuah
pemahaman proses keluarga dari pada berupaya mencari penjelasan
yang sifatnya linier.
Bentuk dan corak di dalam melakukan konseling dalam
keluarga yang dimulai dari konseling pranikah ialah dengan
melakukan pendekatan humanistik. Sebagai bentuk konseling yang
diimplementasikan pada sebuah keluarga akan berbeda nilai pada
umumnya yang berorientasi pada sebuah pentingnya diagnosa dan
interpretasi pada permasalahan individu yang privasi. Carl Rogers
memberikan penjelasan terhadap suatu pendekatan konseling pada
klien atau partener konseling22. Hal terpenting di dalamnya adalah
klien diberikan keleluasaan, keluasan kesempatan dan kebebasan
dalam mengekspresikan emosi dan dirinya dalam kepercayaan dirinya
untuk sanggup dan mampu memikul segala bentuk tanggung jawab

21 Ibid, h. 99.
22 Bonnie J F Meyer, “IDENTIFICATION OF THE STRUCTURE OF PROSE
AND ITS IMPLICATIONS FOR THE STUDY OF READING AND MEMORY a,” no.
1974 (n.d.).
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

57
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

dari pemecahan masalahnya23.


Keyakinan Rogers tersebut senada dengan sebuah kaidah
pisikologi yang dimiliki oleh setiap individu. Karena dalam
mengungkapkan segala bentuk permasalahan, atau situasi hati, sosial,
masyarakat dan pengalaman, individu itulah yang memahami dan
mengerti dengan apa yang akan dia sampaikan. Oleh sebabnya, di
dalam konseling pra nikah para calon pengantin inilah yang
memahami secara detail terkait dengan permasalahan ataupun upaya
di dalam penyelesaian yang dia hadapi. Oleh karena itu, ketika
konseling ini matang dan telah disepakati dalam pemenuhan solusi
yang lair dari diri sendiri maka tidak akan lahir yang namanya sebuah
kekhawatiran atau masalah menjelang pernikahan. Sehingga dengan
pendekatan humanistik melalui jalur konseling pra nikah ini,
diharapkan para calon pengantin pria maupun wanita dapat
mempersiapkan pernikahannya dengan matang, terencana dan mapan
sebagai bentuk perwujudan mencapai kehidupan berkeluarga yang
bahagia, harmonis dan ideal.
Orientasi monistik sebagaimana disebutkan oleh Rogers dengan
istilah person centered. Pandangan yang manusiawi dengan sebuah
naluri bahwasanya manusia dilahirkan dengan membawa sifat dan
karakter dasar yang baik. Cenderung memiliki sifat dan tabiat
konstruktif, positif, sosial, rasional, perfikir kedepan dan maju, realistis,
analitis, inovatif dan sifat lainya dengan pembawaan dalam sebuah
tingkah laku mencapai keseimbangan. Juga bentuk aktualisasi diri
untuk memperoleh suatu hal dan berupaya di dalam
mempertahankannya. Dikarenakan harkat martabat manusia sebagai
individu dengan dorongan ataupun dukungan sifat alamiahnya akan
menjadikan manusia berupaya mempertahankan diri dari serangan
atau mengurai permasalahan yang dihadapinya24.
Pendekatan humanistik ini pada intinya adalah berfokus pada
sebuah objek manusia. Secara detail utamanya ialah sebuah sikap yang
menekankan pada pemahaman atas manusia merupakan sebuah alih
atau sistem tekhnik yang dipergunakan dalam mempengaruhi klien
atau lawan konseling. Artinya pendekatan konseling semacam ini
bukan berarti pendekatan tunggal dan berdiri sendiri. Akan tetapi
sebuah pendekatan yang cakupannya ialah terapi yang landasanya

23 Johana E Parawitasari, M A Subandi, PSIKOTERAPI Pendekatan


Konvensional dan Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
24 G. R Patterson, “Performance models for antisocial boys,” American

Psychologist 41, no. 4 (1986), https://doi.org/10.1037/0003-066X.41.4.432, h. 45.


Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

58
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

ialah konsep ataupun asumsi tentang manusia. Dalam Gerald Corey


beberapa konsep pendekatan humanistik yang ia tawarkan, di
antaranya;
Pertama, Kesadaran Diri Alamiah diri sebagai manusia, ia
diberikan keluasan dan kesanggupan dalam menyadari dirinya sendiri.
Kemungkinan-kemungkinan manusia untuk membentuk dan
membangun klan atau ciri khasnya yang berbeda dengan lainya.
Keunikan dan kenyataan di dalam pemutusan sebuah perkara atau
kondisi dan sanggup untuk berfikir dalam upaya memutuskannya.
Semakin besar upaya dalam menyadari dirinya, maka akan menjadi
semakin besar sebuah nilai kebebasan yang terdapat dalam dirinya.
Keputusan dan kemampuan dari kesanggupan ia memilih alternatif
dan melangkah sebebas dalam kerangka tanpa pembatasan aalah
sebuah aspek yang sangat esensial dalam diri manusia.
Kedua, Kebebasan Tanggung jawab dan Kecemasan Sebuah nilai
akan kebebasan dan sadar akan segala konsekuensinya maka akan
melahirkan dan berembrio pada nilai kecemasan pada diri manusia.
Terdapat sebuah nilai mendasar yang sangat eksistensi dari kecemasan
dan akan kemungkinan dugaan muncul karena keterbatasan akan
kesadaran pemikirannya yang sangat tidak akan terhindar dari nilai
untuk mati. Karena nilai kematian menjadi sangat penting bagi
kehidupan, yang dimana akan menimbulkan kesadaran bahwasanya
setiap individu pada kenyataanya dia memiliki waktu dan kondisi atau
situasi yang terbatas dalam mengungkap potensi yang dimiliki.
Ketiga, Penciptaan Makna Manusia adalah mahluk di alam ini
yang unik. Sebagai contoh manusia diberikan insting untuk dapat
menemukan tujuan hidupnya dan mampu menciptakan nilai-nilai atau
norma dan dipergunakan dalam kehidupannya. Artinya secara hakikat
manusia memiliki kebutuhan sosial yang hidup secara rasional. Dan
hal inilah yang sangat disayangkan, sebagai bentuk penciptaan makna
maka setiap manusia sebagai mahluk sosial harus bisa
mempertahankan hubungannya dengan jangan sampai menciptakan
kegagalan hubungan yang akan berakibat pada lahirnya kondisi
keterasingan dan kesepeian. Artinya, dari tahapan dan langkah ini,
manusia dituntut untuk mempertahankan eksistensinya atau mampu
mengaktualisasikan kemampuannya di dalam upaya mengungkap
potensi dasar dan alamiahnya sampai pada tingkatan tertentu. Gerald
Corey juga menyebutkan ada beberapa tujuan dalam konseling
eksistensial humanistik, seperti;
Pertama, Agar klien menyadari eksistensi dan keberadaan
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

59
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

dirinya secara otentik dengan menjadi sadar atas segala potensi dan
tindakan yang di dasarkan pada potensi kemampuannya. Otentik
tersebut sebagai nilai utama dari psikoterapi dan sebuah nilai
eksistensial pokok. Dan terdapat tiga nilai atau karakteristik akan
eksistensi tersebut, seperti; 1) Menyadari dengan seluruhnya kedaan
sekarang dialami, 2) Mampu memilih dan merekonstruksi bagaimana
hidup pada saat sekarang dan 3) Konsekuensi dalam memikul
tanggung jawab atas pilihannya.
Pendekatan humanistik salah satu di dalamnya membahas
tentang konseling keluarga serta struktural dan bagaimana arah sebuah
keluarga mencapai keberlangsungan kehidupan kedepan. Dengan
harapan idealisasi kehidupan sebuah keluarga berjalan sebagaimana
mestinya dan dapat berfungsi sesuai dengan peranannya masing-
masing (Belkin, 1980: 347) 25.
Sirkulasi kehidupan dalam keluarga mendeskripsikan
bahwasanya sebuah tujuan pembentukan dan membangun rumah
tangga akan engarah pada sebuah tata aturan pada sebuah pandangan
bahwa keluarga merupakan sistem yang pasti akan mengalami
perubahan. Terdapat tugas, fungsi dan aturan khusus yang seiring
dengan perkembangan tersebut.
Dalam Walgito26 bahwasanya sebuah perkawinan pasti ada
yang namanya ikatan lahir dan batin dalam keluarga yang utamanya
adalah antara suami istri sebagai pasangan. Ikatan tersebut adalah
nampak, dan secara keseluruhanya sesuai dengan tata aturan yang
berlaku dalam norma sosial27. Dan batin adalah sebuah ikuatan dalam
rumah tangga yang tidak nampak yang dimana sesungguhnya ini
adalah ikatan pisikologis dari sebuah keluarga. Kewajiban ikatan
tersebut haruslah dimiliki oleh setiap pasangan suami istri.
Oleh karenanya sebuah kebahagiaan akan muncul dengan salah
satunya ialah pasangan suami istri dalam rumah tangga memiliki
ikatan emosional lahir dan batin satu sama lainya. Normatifnya ini
memang menjadi nilai yang relatif dan pasti. Artinya sebuah
kebahagiaan yang ideal dalam rumah tangga akan lahir jikalau ikatan
tersebut terjalin, dijaga dan selalu dirawat. Namun yang perlu dicatat,

25Mubasyaroh, “Konseling Pra Nikah dalam Mewujudkan Keluarga Bahagia.”


26 Bimo Walgito, Pengantar Pisijologi Umum (Yogyakarta: Andi, 2010), h. 12.
27 Rahmat Hidayat, “Peran Penyuluh Agama dalam Kehidupan Beragama

guna Meningkatkan Keluarga Sakinah (Studi Kasus pada Majelis Ta’lim Al-
Muhajirin Sukarame II Bandar Lampung)” 1, no. 1 (2019): 92–108.
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

60
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

setiap ikatan dan ataupun kebahagiaan satu keluarga dengan keluarga


lainya pasti akan berbeda dan memiliki nilai belum tentu dapat dicapai
oleh keluarga lainya.
Nilai relatif tersebut ialah sebuah nilai yang suwaktu-waktu
dapat dicapai dan bisa berubah. Ada kalanya dapat menimbulkan nilai
kebahagiaan bagi rumah tangga tersebut dan ada kalanya tidak
melahirkan kebahagiaan. Karena hal tersebut akan menyangkut dan
menyoal permasalahan yang sangat intim frame of reference atas setiap
kehidupan individu yang bersangkutan. Walau sesungguhnya nilai
kebahagiaan adalah sebuah nilai yang relatif dan subjektif, namun ada
patokan yang dijadikan sebagai landasan penilaian bahwasanya
sebuah keluarga itu dinilai bahagia dengan welafare. Adalah nilai
kebahagiaan bilamana di dalam sebauh keluarga tidak didapati
kegoncangan dan kegelisahan klimaks (frame from quarelling)28. Baik
individu sebagai anggota keluarga, individu sebagai pimpinan
keluarga, ataupun antara individu sebagai sebuah tim dalam
keluarga29.
Dapat kita simpulkan, bahwasanya membangun dan membina
rumah tangga adalah tujuan dari pernikahan dalam menciptakan
kehidupan keluarga yang bahagia, ideal dan bersifat kekal. Inilah
dasarnya sebuah kesadaran dalam rumah tangga bahwasanya
pernikahan perlulah diresapi dan hayati bahwa pernikahan hanya
sekali dan untuk selamanya. Nilai ini merupakan sebuah kesadaran
dan cita-cita setiap keluarga, dan terkecuali sebuah pernikahan akan
terpisah ketika maut dan kematian yang mempertemukannya. Maka,
dengan adanya bimbingan dan konseling pra pernikahan dengan
menggunakan sebuah pendekatan humanistik, besar harapan pasangan
yang sedang mempersiapkan dan merencanakan sebuah pernikahan
akan memperoleh bangunan kebahagiaan di dalam keluarganya. Ideal
membangun rumah tangganya, sesuai dengan norma dan aturan yang
ada dan menjadi kesepakatan bersama dalam agama, negara dan adat
istiadat.

C. KESIMPULAN
Pertalian yang kokoh, kuat dan ulet bagi wanita dan laki-laki

28 Rofiq Faudy Akbar, “Analisis Persepsi Pelajar Tingkat Menengah Pada


Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus,” Journal Edukasia; Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam 10, no. 1 (2015): 189–210.
29 Bimo Walgito, Pengantar Pisijologi Umum.

Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

61
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

sebagai jalinan harmonisasi ikatan adalah dengan pernikahan.


Melangsungkan kehidupan bukan saja hanya sepasang suami dan istri
semata, namun di dalamnya pun akan melahirkan norma-norma dan
sistem sosial dengan permulaan dari sebuah keluarga. Yang terdiri dari
orang tua ayah dan ibu serta anak. Memperikat dalam ikatan dan janji
suci bukanlah saja hanya semata antara sepasang suami dan istri, namun
ada kondisi dan sistem sosial yang dibangun atas kekerabatan keluarga
dari kedua pihak. Ikatan tersebut membangun struktur sosial dan
kompleksitas kehidupan majemuk yang lebih paripurna. Karena kedua
belah pihak menjadi sebuah nilai yang saling terintegral dalam berbagai
urusan yang akan dipecahkan secara bersama. Sebagai bentuk mencapai
mufakat dan kebaikan bersama serta mencegah dari perbuatan dan
kejahatan yang tidak diinginkan. Dalam syariat Islam, ikatan pernikahan
akan menjadi tameng bagi intinya dari perbuatan maksiat, dosa dan
hawa nafsu.
Namun yang perlu kita sama-sama cermati secara realitas masih
ada pasangan calon pengantin yang mengalami kekhawatiran (sindrom)
tentang bagaimana dan apa yang akan terjadi kemudian hari dalam
pernikahannya. Dan dari realitas demikianlah maka perlu adanya
sebuah bimbingan bagi mereka yang akan menjalankan sebuah
pernikahan. Yang dimana agar kekhawatirannya terurai dan segala
permasalahan dapat diminimalisir dikemudian hari. Bahkan dalam
faham ini, ada jua yang merasa fobia ataupun bimbang di dalam
perjalanan dan memasuki gerbang pernikahan.
Dilain sisi sebagai sebuah konseling keluarga dengan melalui
pendekatan humanistik dan banyak membahas bagaimana struktur
bangunan dan komunikasi dalam keluarga yang berlangsung. Sehingga
sebuah keluarga yang dicita-citakan dan ideal yang diharapkan akan
berjalan sebagaimana mestinya. Upaya tersebut adalah dengan
menjalankan peran dan fungsinya masing-masing sehingga akan timbul
dan lahirlah pencapaian kebahagiaan dalam sebauh pernikahan.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Rofiq Faudy. “ANALISIS PERSEPSI PELAJAR TINGKAT
MENENGAH PADA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS.” Journal Edukasia; Jurnal Penelitian Pendidikan Islam 10, no. 1
(2015): 189–210.
Amelia, Nida. “Layanan Bimbingan Pranikah dalam Meningkatkan
Keharmonisan Keluarga di KUA Cileunyi” 8 (2020): 41–58.
Bimo Walgito. Pengantar Pisijologi Umum. Yogyakarta: Andi, 2010.
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

62
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

H. Rahmat Hakim. Hukum perkawinan islam. Bandung: Pustaka Setia, 2000.


http://katalogdpkprovntb.perpusnas.go.id/detail-opac?id=4541.
Juhaidi, Ahmad, dan Masyithah Umar. “Pernikahan Dini, Pendidikan,
Kesehatan Dan Kemiskinan Di Indonesia : Masihkah Berkorelasi?”
Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora 18, no. 1 (2020): 1.
Latif, Nasaruddin. Marriage Counseling: Problematika Seputar Keluarga dan
Rumah Tangga. Bandung: Pustaka Hidaya, 2005.
http://katalogdpkbontang.perpusnas.go.id/detail-opac?id=19258.
M A Subandi, Johana E Parawitasari. PSIKOTERAPI Pendekatan Konvensional
dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Mariamah. “konseling pranikah dalam meningkatkan kematangan
prikologi calon pengantin (studi kasus KUA kecamatan Batulayar).”
bimbingan dan konseling islam (2020).
Meyer, Bonnie J F. “IDENTIFICATION OF THE STRUCTURE OF PROSE
AND ITS IMPLICATIONS FOR THE STUDY OF READING AND
MEMORY a,” no. 1974 (n.d.).
Mubasyaroh. “Konseling Pra Nikah dalam Mewujudkan Keluarga Bahagia”
7, no. 2 (n.d.): 47–49.
muhammad abu zahra. al Aqidah al islamiyah ka ma ja‟a biha al qur‟an al karim.
Majma’ al buhus al islamiyah, 1975.
http://opac.iainkediri.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=6102
.
Nasor, Muhammad, Rendra Nasrul Rifai, Esen Pramudya Utama, Nina
Ayu, dan Puspita Sari. “The International Journal of Social Sciences
Teenagers ’ Perception of Da ’ wah in Constructing Good Morality” 10,
no. 1 (2022).
Noor Justiatini, Witrin, dan Muhammad Zainal Mustofa. “Bimbingan Pra
Nikah Dalam Mbentukan Keluarga Sakinah.” Iktisyaf: Jurnal Ilmu
Dakwah dan Tasawuf 2, no. 1 (2020): 13–23.
Nur Ahmad. “Tantangan Dakwah di Era Formulasi Karakteristik ,
Popularitas , dan.” Addin 8, no. 2 (2014): 319–344.
Nurhayati, Agustina. “Pernikahan dalam perspektif alquran” 3, no. 1 (2011):
332–333.
Patterson, G. R. “Performance models for antisocial boys.” American
Psychologist 41, no. 4 (1986). https://doi.org/10.1037/0003-
066X.41.4.432.
Prayogi, Arditya, dan Muhammad Jauhari. “Bimbingan Perkawinan Calon
Pengantin: Upaya Mewujudkan Ketahanan Keluarga Nasional.” Islamic
Counseling : Jurnal Bimbingan Konseling Islam 5, no. 2 (2021): 223.
Rahman, Muzdalifah M. “Upaya Orang Tua dalam Membimbing Remaja.”
Jurnal Bimbingan Konseling Islam 6, no. 1 (2015): 41–62.
Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

63
Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Vol.4 No.1 Januari-Juni 2022

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJA.
Rahmat Hidayat. “Peran Penyuluh Agama dalam Kehidupan Beragama
guna Meningkatkan Keluarga Sakinah (Studi Kasus pada Majelis
Ta’lim Al-Muhajirin Sukarame II Bandar Lampung)” 1, no. 1 (2019):
92–108.
Saebani, Beni Ahmad. Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-Undang:
Perspektif Fiqh Munakahat dan UU no. 1/1974 Tentang Poligami dan
Problematikanya. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Sugianto, S, dan R Hidayat. “Moderasi Beragama Sebagai Jalan Dakwah
Mayoritas Muslim Pada Minoritas Non Muslim.” Jurnal Bimbingan
Penyuluhan … 3, no. 1 (2021): 23–41. https://e-
journal.metrouniv.ac.id/index.php/JBPI/article/view/3270.
Syamsu Yusuf L.N, A. Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan Dan Konseling.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Yusuf Qardawi. Ghairu al Muslim fii Mujtama‟ al islami. Bandung: MIZAN,
1994.

Rahmat Hidayat Dkk.... Bimbingan Konseling Pra Nikah....

64
AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal
P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310 DOI prefix 10.37905
Volume 07, (03) September 2021
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara

Kontribusi Program Pembinaan Calon Pengantin Terhadap Kesiapan


Berumah Tangga Bagi Masyarakat Kota Malang
Ummu Najah, Ellyn Sugeng Desyanty, Edi Widianto
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang
ummu.najah.170146@students.um.ac.id, ellyn.sugeng.fip@um.ac.id,
edi.widianto@fip.um.ac.id

Received: 09 Juny 2021; Revised: 26 July 2021; Accepted: 28 August 2021


DOI: http://dx.doi.org/10.37905/aksara.7.3.1303-1312.2021

Abstract: This study aims to determine the prospective bride and groom development
program, determine the household readiness of the prospective bride and groom coaching
participants, and the contribution of the bride and groom coaching program to the
readiness for marriage in KUA throughout Malang City. Respondents in this study were
88 participants of the bride and groom. The results of this study indicate that a) The Bridal
Guidance Program is included in the good category, b) The household readiness of the
bride and groom coaching participants is included in the good category, c) The
contribution of the Bridal Guidance Program to Household Readiness is 70.04%, meaning
that there is a significant contribution. There is a big difference between the prospective
bride and groom development program on household readiness.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program pembinaan calon pengantin,
mengetahui kesiapan berumah tangga peserta pembinaan calon pengantin, dan kontribusi
program pembinaan calon pengantin terhadap kesiapan berumah tangga di KUA Se-Kota
Malang. Responden dalam penelitian ini sebanyak 88 peserta calon pengantin. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa a) Program pembinaan calon pengantin termasuk
dalam kategori baik, b) Kesiapan berumah tangga peserta pembinaan calon pengantin
termasuk dalam kategori baik, c) Kontribusi Program Pembinaan Calon Pengantin
terhadap Kesiapan Berumah Tangga adalah 70,04% artinya terdapat kontribusi yang
besar antara program pembinaan calon pengantin terhadap kesiapan berumah tangga.

Kata Kunci: pembinaan, calon pengantin, kesiapan berumah tangga

PENDAHULUAN

Sarana yang sah dalam pembentukan keluarga berdasarkan ikatan agama adalah
pernikahan. Pernikahan bukan hanya suatu cara terhormat untuk mendapatkan keturunan,
menjaga faraj atau hanya menyalurkan naluri, atau hanya untuk menyalurkan biologis
saja (Wahab dkk., 2017). Pernikahan yaitu penyatuan dua insan yang memiliki
kepribadian yang berbeda dan disatukan untuk membangun rumah tangga dalam ikatan
pernikahan untuk membentuk sebuah keluarga.
Terwujudnya keluarga yang sakinah mawaddah warohmah merupakan hal yang
didambakan setiap keluarga, yaitu keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang, harmonis,

AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal 1303


AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal
P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310 DOI prefix 10.37905
Volume 07, (03) September 2021
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara

bahagia, dan keluarga yang damai. Kerja sama yang baik antar anggota keluarga
diperlukan agar terwujudnta keluarga yang sakinah mawaddah warohmah dengan cara
seluruh anggota keluarga dapat menjalankan peranya dengan baik. Kehidupan keluarga
seperti sebuah bangunan, dan untuk melindunginya dari gempa bumi, guncangan, dan
badai, harus dibangun di pondasi yang kuat dari bahan bangunan yang kokoh. Begitu pula
dalam membangun sebuah keluarga atau rumah tangga dibutuhkan pondasi yang kuat
yaitu ajaran agama Islam. Selain itu, kesiapan fisik, mental calon ayah maupun ibu, serta
hak dan kewajiban suami istri perlu difahami setiap pasangan.
Berdasarkan laporan perkara yang diterima Pengadilan Agama Kota Madya Malang
bulan Januari sampai dengan Februari 2021 terdata ada 156 cerai talak dan 427 cerai
gugat, angka perceraian di Kota Malang tergolong tinggi. Oleh karena itu perlu
diadakannya program pembinaan calon pengantin di Kota Malang yang merupakan salah
satu kepeduliaan pemerintah terhadap pernikahan, sesuai dengan Peraturan Dirjen Bimas
Islam Kemenag Nomor: DJ.II/542 Tahun 2013 diinstruksikan sebelum menikah setiap
pasangan calon pengantin terlebih dulu harus diberikan pengetahuan atau pandangan
mengenai makna suatu rumah tangga dengan mengikuti kursus calon pengantin (sucatin)
yang diselenggarkan Kantor Urusan Agama (KUA). Pada peraturan berisi mengenai
proses pelaksanaan kursus pranikah mulai dari petunjuk teknis dan pedoman untuk calon
pengantin. Pedoman buku yang diberikan pada calon pengantin didalamnya berisi tentang
gambaran atau kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga, sehingga
nantinya apabila terjadi masalah dalam berumah tangga dapat diminimalisir dan
mengantisipasinya dengan baik.
Program pembinaan calon pengantin termasuk dari salah satu bagian Pendidikan
Luar Sekolah karena dalam pelaksanaanya termasuk dalam kegiatan kursus karena
peserta pembinaan calon pengantin mendapatkan bekal pengetahuan serta ketrampilan
mengenai kehidupan berumah tangga atau berkeluarga dan dapat menambah kesiapan
berumah tangga peserta pembinaan calon pengantin. Pernyataan tersebut sama dengan
UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat (5) Tujuan dari
kursus dan pelatihan adalah untuk mengembangkan potensi pribadi, mengembangkan
karir, usaha dan kewirausahaan serta memberikan kecakapan hidup, ketrampilan,
pengetahuan dan sikap yang diperlukan untuk pendidikan lebih lanjut di tingkat yang
lebih tinggi di masyarakat. Menambah ketrampilan individu untuk mendukung fungsi dan
tugas pada organisasi maupun untuk kehidupan individu itu sendiri merupakan tujuan
pelatihan (Widianto, 2018)
Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pelaksanaan pembinaan calon pengantin
di Kota Malang memiliki 5 KUA yang ada di masing-masing kecamatan yaitu, KUA
Blimbing, KUA Klojen, KUA Lowokwaru, KUA Sukun, dan KUA Kedungkandang.
Pembinaan calon pengantin bertujuan untuk mengurangi angka perceraian yang ada
dimasyarakat, mewujudkan keluarga yang harmonis dengan menambah pengetahuan dan
pemahaman calon pengantin mengenai kehidupan rumah tangg, dan juga untuk
menghindari kekerasan dalam rumah tangga (Amelia dkk., 2020).
Penelitian ini membahas tentang kontribusi program pembinaan calon pengantin
terhadap kesiapan berumah tangga. Pelakasanaan program pembinaan calon pengantin
memiliki kontribusi atau tidak terhadap kesiapan berumah tangga bagi masyarakat Kota
Malang. Penelitian ini membahas tetang calon pengantin yang telah mengikuti program
pembinaan calon pengantin dan kontribusinya terhadap kesiapan berumah tangga.

1304 AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal


AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal
P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310 DOI prefix 10.37905
Volume 07, (03) September 2021
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara

Menurut (Sari dkk., 2016) dalam menentukan kesiapan menikah seorang individu ada
delapan faktor utama yang dinilai penting, yaitu faktor ketrampilan, faktor ekonomi,
faktor sosial, faktor emosi, faktor hubungan interpersonal, faktor kesiapan mental, faktor
kesiapan fisik, faktor usia
Materi program pembinaan calon pengantin penyelenggaraanya sudah diatur pada
Peraturan Dirjen Bimas Islam Kemenag tahun 2013. Pada peraturan tersebut, materi yang
disampaikan dalam program pembinaan calon pengantin dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu: kelompok dasar (perkenalan kebijakan pemerintah mengenai pembinaan pranikah),
kelompok inti (pengenalan kehidupan rumah tangga), dan kelompok penunjang
(pemantapan pemahaman pernikahan). Materi yang disampaikan mencakup tentang
undang-undang KDRT, fungsi dalam keluarga, merawat cinta dalam keluarga dengan
membangun komunikasi yang baik dalam keluarga, manajemen konflik dalam keluarga
dengan memberikan cara agar anggota keluarga dapat menyelesaikan masalah tanpa
emosi.
Kesiapan menikah yaitu keadaan seseorang yang sudah siap menerima tanggung
jawab sebagai istri atau suami, sudah siap berhubungan fisik atau seskusal dengan
pasangan, bersedia berhubungan dengan pasangan, telah siap membina keluarga, serta
sudah siap mengurus anak (Duvall & Miller, 1985). Ketika seseorang sudah memutuskan
untuk menikah berarti sudah siap baik secara mental maupun psikisnya, sudah siap
menjalankan peran sebagai suami atau istri, sudah siap membangun keluarga, sudah siap
berhubungan secara fisik dengan pasangan, dan telah siap mengurus dan memiliki anak.
Agar dapat mewujudkan keluarga yang harmonis dan bahagia, maka kesiapan menikah
perlu disiapkan secara matang sebelum memasuki masa pernikahan.
Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia serta merupakan
bagian dari siklus kehidupan manusia (Syepriana dkk., 2018). Dalam membentuk
keluarga yang bahagia dan harmonis banyak yang harus dipersiapkan sebelum memasuki
jenjang pernikahan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan pernikahan yang harmonis dan
bahagia harus disiapkan dengan matang agar saat sudah memasuki usia pernikahan tidak
kaget karena sudah mempersipkan sebelumya. Ada 6 upaya yang perlu dilakukan dalam
persiapan pernikahan yaitu: keadaan kedua pasangan sebelum memasuki kehidupan
berkeluarga, kesehatan jasmani maupun rohani kedua pasangan, pemahaman kedua
pasangan mengenai pernikahan maupun keluarga, keadaan keluarga tempat
dibesarkannya kedua pasangan, keadaan sosial maupun ekonomi keluarga, dan kehidupan
beragama (Kenedi, 2005) .
Menurut (Sari dkk., 2016) dalam menentukan kesiapan menikah seorang individu ada
delapan faktor utama yang dinilai penting, yaitu faktor ketrampilan, faktor ekonomi,
faktor sosial, faktor emosi, faktor hubungan interpersonal, faktor kesiapan mental, faktor
kesiapan fisik, faktor usia. Menurut (Blood, 1978) kesiapan menikah terdiri dari kesiapan
emosi, peran, sosial, usia, dan finansial. Ada banyak persiapan yang harus disiapkan oleh
calon pengantin serta banyak aspek yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan agar
ketika sudah waktunya menikah calon pengantin sudah siap dalam berumah tangga.
Selain itu, kesiapan menikah dapat dilihat dari tujuh aspek yaitu aspek individu, emosi,
intelektual, finansial, sosial, moral, dan mental istri (Syepriana dkk., 2018). Berdasarkan
penelitian (Ghalili dkk., 2012) ada kesiapan menikah yang perlu dimiliki oleh calon
pengantin antara lain: kesiapan interpersonal, mental, emosi, finansial, usia, moral, fisik,
dan kontak sosial.

AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal 1305


AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal
P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310 DOI prefix 10.37905
Volume 07, (03) September 2021
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara

Jadi dapat disimpulkan faktor- faktor kesiapan berumah tangga dapat dilihat dari 10
faktor,yaitu: kesiapan emosi, peran, sosial, usia, finansial, hubungan interpersonal, fisik,
mental, intelektual, dan moral.
Penelitian ini membahas tentang kontribusi program pembinaan calon pengantin
terhadap kesiapan berumah tangga. Pelakasanaan program pembinaan calon pengantin
memiliki kontribusi atau tidak terhadap kesiapan berumah tangga bagi masyarakat Kota
Malang. Penelitian ini meneliti calon pengantin yang telah mengikuti program pembinaan
calon pengantin dan kontribusinya terhadap kesiapan calon pengantin dalam membangun
rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi program pembinaan
calon pengantin terhadap kesiapan berumah tangga calon pengantin.

METODE
Metode penelitian kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini menggunakan uji
hipotesis regresi linier sederhana. Populasi dan sampel penelitian adalah peserta program
pembinaan calon pengantin di KUA Se-Kota Malang. Peneliti menggunakan teknik
Purposive Sampling untuk menemukan sampel dari subyek yang akan diteliti yaitu lembaga
KUA di Kota Malang populasi dalam penelitian ini berjumlah 112 peserta pada bulan Maret
2021 dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 88 peserta pembinaan calon pengantin
yang ditentukan menggunakan rumus Slovin. Data program pembinaan calon pengantin
diperoleh melalui kuesioner dengan menggunakan instrument materi yang disampaikan
dalam program pembinaan calon pengantin yaitu kelompok dasar (perkenalan kebijakan
pemerintah tentang pembinaan pranikah), kelompok inti (pengenalan kehidupan rumah
tangga), dan kelompok penunjang (pemantapan pemahaman pernikahan). Data tentang
kesiapan berumah tangga diperoleh melalui kuesioner dengan menggunakan faktor-faktor
kesiapan berumah tangga dapat dilihat dari 10 faktor, yaitu: kesiapan emosi, peran, sosial,
usia, finansial, hubungan interpersonal, fisik, mental, intelektual, dan moral.
Penelitian instrument ini menggunakan kuesioner dengan skala likert dengan 4
alternatif jawaban sebagai skala pengukuran datanya. Uji coba instrument penelitian ini
dilakukan kepada 31 peserta pembinaan calon pengantin tahun 2020 dengan jumlah 60
pernyataan. Hasilnya ada 1 pernyataan yang tidak valid yang kemudian dilakukan
tindakan drop out. Hasil uji realiabilitas pada variabel X dan Y nilai alpha Cronbach lebih
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa instrument tersebut reliable. Teknik
pengumpulan datanya menggunakan kuesioner dan dokumentasi. Kuesioner dibagikan
langsung kepada peserta pembinaan calon pengantin di Kua setiap kecamatan Se-Kota
Malang. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada tanggal 15-24 Maret 2021. Analisis
data pada penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif, lalu uji asumsi klasik
yaitu uji linieritas, uji normalitas, uji multikolineritas, dan uji heteroskedastitas. Pada
tahap uji hipotesis menggunakan analisis regresi linier sederhana.

1306 AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal


AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal
P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310 DOI prefix 10.37905
Volume 07, (03) September 2021
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Hasil penelitian pada program pembinaan calon pengantin diperoleh menggunakan
kategori berdasarkan rumus (Azwar, 2012) yaitu sebagai berikut:
Rentang Nilai F % Keterangan
X < 85,11 22 25 Cukup Baik

85,11 ≤ X < 103,91 48 54,55 Baik


X≤103,91 18 20,45 Sangat Baik
Jumlah 88 100
Dari 88 peserta program pembinaan calon pengantin, sebanyak 48 jawaban
peserta termasuk dalam kategori baik pada titik rentang 85,11 ≤ X < 103,91 (kategori
baik) dan dipresentasikan menjadi 54,55%. Pada hasil kesiapan berumah tangga diperoleh
dengan menggunakan kategorisasi berdasarkan rumus Azwar yaitu sebagai berikut:
Rentang Nilai F % Keterangan
X < 96,21 17 19,32 Cukup Baik
96,21 ≤ X<116,85 52 59,09 Baik
X≤ 116,85 19 21,59 Sangat Baik
Jumlah 88 100
Dari keseluruhan responden sebanyak 88 peserta pembinaan calon pengantin,
sebanyak 52 peserta termasuk dalam kategori baik dengan rentang nilai 96,21 ≤ X <
116,85 dan dipresentasikan menjadi 59,09%.
Hasil uji linieritas menunjukkan nilai signifikansi 0,318 > 0,05 maka dapat
disimpulkan hubungan antara variabel bebas adalah linier. Hasil uji normalitas
menunjukkan nilai signifikansi 0,618 > 0,05 maka dapat disimpulkan memenuhi syarat
uji normalitas dan berdistribusi normal. Hasil uji multikolineritas menunjukkan nilai
tolerance sebesar 1,000 > 0,10 dan nilai VIF 1,000 < 10 maka dapat disimpulkan tidak
terjadi gejala multikolineritas. Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan nilai
signifikasi 0,264 > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
Coefficientsa
Model Unstandardized Standar T Sig.
Coefficients dized
Coeffic
ients

B Std. Beta
Error
(Cons 19.605 6.102 3.213 .002
tant)
1
P. .920 .064 .839 14.315 .000
Catin
a. Dependent Variable: K. Rumah Tangga
T tabel = t(a/2 : n-k-1) = t (0,025 : 86) = 1.987934
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa t hitung 14,315 > t tabel 1,987 dan nilai
signifikasi 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan Ha diterima sehingga secara parsial

AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal 1307


AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal
P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310 DOI prefix 10.37905
Volume 07, (03) September 2021
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara

variabel program pembinaan calon pengantin (X) berkontribusi secara signifikan


terhadap kesiapan berumah tangga (Y).
Koefisien regresi tersebut bernilai positif, sehingga dapat dikatakan arah pengaruh
variabel X dan Y positif. Hal ini menunjukkan semakin besar kontribusi program
pembinaan calon pengantin semakin besar pula kesiapan berumah tangga peserta
pembinaan calon pengantin.
Model Summaryb
Std.
Adjusted
R Error of
Model R R
Square the
Square
Estimate
1 .839a 0.704 0.701 5.642
a. Predictors: (Constant), Program Pembinaan
Calon Pengantin
b. Dependent Variable: Kesiapan Berumah
Tangga
Berdasarkan tabel diatas hasil dari uji analisis regresi linier sederhana koefisien
determinasi sebesar 0,704 atau 70,4%, Sehingga dapat disimpulkan variabel pengaruh
program pembinaan calon pengantin (X) terhadap variabel kesiapan berumah tangga (Y)
adalah sebesar 70,4%.

Pembahasan

Program Pembinaan Calon Pengantin

Pedoman pelaksanaan kursus pra nikah yang terdapat pada peraturan Dirjen Bimas
Islam pasal 2 No. DJ.II/542 tahun 2013 menyatakan bahwa peraturan ini bertujuan untuk
meningakatkan pemahaman serta menambah pengetahuan kepada calon pengantin
mengenai kehidupan berkeluarga atau berumah tangga untuk mewujudkan keluarga yang
sakinah, mawaddah warahmah, memgurangi kekerasan dalam rumah tangga, mengurangi
perceraian, serta perselisisihan dalam keluarga. Penyebab banyaknya konflik dalam
keluarga adalah kurang matangnya persiapan mental dan fisik dari calon pengantin serta
kurangnya pembekalan tentang pernikahan (Sundani, 2018). Oleh karena itu, diharapkan
setelah adanya pembinaan calon pengantin masyarakat lebih mengetahui cara berumah
tangga yang baik serta mengetahui hak dan kewajiban setiap pasangan dalam bekeluarga
maupun dalam membina anggota keluarga agar dapat terwujudnya keluarga yang sakinah,
mawaddah, dan warrahmah.
Berdasarkan data analisis deskripsi terdapat variabel program pembinaan calon
pengantin yang telah dijelaskan sebelumnya, diperoleh bahwa program pembinaan calon
pengantin di KUA Se-kota Malang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu
untuk kategori yang cukup baik sebanyak 25%, untuk kategori yang baik sebanyak
54,55%, dan untuk kategori yag sangat baik sebanyak 20,45%. Jadi, untuk program
pembinaan calon pengantin termasuk kategori baik, dikarenakan pada kategori baik
memiliki jumlah frekuensi yang paling banyak. Sedangkan kategorisasi nilai per sub
variabel pada program pembinaan calon pengantin seluruh sub variabel termasuk dalam
kategori baik, namun presentase paling tertinggi sebesar 73,86% pada sub variabel
pengenalan kehidupan rumah tangga dan pemantapan pemahaman pernikahan. Sebagai

1308 AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal


AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal
P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310 DOI prefix 10.37905
Volume 07, (03) September 2021
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara

upaya menambah kesiapn calon pengantin untuk membentuk keluarga yang bahagia
dalam upaya mewujudkan kehidupan berkeluarga perlu mempersiapkannya dengan
matang, dengan pembinaan pranikah (Alam, 2019). Pemahaman proses keluarga lebih
difokuskan oleh konselor keluarga (Mubasyaroh, 2017) dalam pemantapan pemahaman
pernikahan. Semua materi yang disampaikan pada program pembinaan calon pengantin
telah menambah pribadi individu dalam berkeluarga serta menambah kesiapan berumah
tangga para peserta calon pengantin. Hal yang sangat penting dalam mencapai kesuksesan
keluarga adalah dengan mempersiapkan kesiapan menikah dengan baik sebelum menikah
(Afni, 2020).

Kesiapan Berumah Tangga Pesera Pembinaan Calon Pengantin

Kesediaan seseorang untuk membentuk suatu ikatan batin maupun lahir antara
pasangan suami istri untuk membentuk keluarga yang sah serta diakui menurut agama,
masyarakat, dan hukum disebut kesiapan menikah (Dewi, 2006). Kesiapan menikah dapat
terbentuk ketika sesorang memliki pengetahuan dan persepsi yang positif mengenai
pernikahan. Persepsi positif terhadap pernikahan akan terbentuk apabila seseorang
memiliki pengetahuan yang baik tentang pernikahan. Ketika seseorang sudah
memutuskan untuk menikah berarti sudah siap baik secara mental maupun psikisnya,
sudah siap menjalankan peran sebagai suami atau istri, sudah siap membangun keluarga,
sudah siap melakukan hubungan seksual, serta sudah siap memiliki anak dan mengasuh
atau mendidik anak. Kesejahteraan dalam pernikahan dapat tercapai apabila kedua
pasangan yang akan menikah memiliki kesiapan menikah (Mawarpuri dkk., 2019).
Kesipan menikah pelu disiapkan dengan matang sebelum memasuki jenjang pernikahan
agar dapat mewujudkan keluarga yang bahagia dan harmonis.
Berdasarkan data anlisis deskripsi variabel kesiapan berumah tangga dapat diketahui
kesiapan berumah tangga peserta pembinaan calon pengantin di KUA Se-kota Malang
terdapat tiga kategori yaitu untuk kategori cukup baik dengan hasil presentase sebanyak
19,32%, untuk kategori baik dengan hasil presentase sebanyak 59,09%, dan untuk
kategori sangat baik dengan hasil presentase sebanyak 21,59%. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa variabel kesiapan berumah tangga termasuk pada kategori baik dengan hasil
presentase sebesar 59,09% yang disebabkan karena memiliki jumlah frekeunsi yang
paling banyak. Meminimalisisr terjadinya ketidakstabilan dalam keluarga serta
mengurangi risiko terjadinya perceraian apabila kedua pasangan memilki kesiapan
menikah yang baik (Tsania dkk., 2015).

Kontribusi Program Pembinaan Calon Pengantin Terhadap Kesiapan Berumah


Tangga
Riset ini memiliki tujuan untuk menguji hipotesis penelitian yang berbunyi
“terdapat kontribusi program pembinaan calon pengantin terhadap kesiapan berumah
tangga”. Hasil informasi analisis penelitian menggunakan bantuan Spss versi 21 for
windows. Setelah peneliti melakukan analisis deskripsi kemudian peneliti melakukan uji
asumsi klasik yang pertama adalah uji linearitas, berdasarkan hasil pengujian linearitas
dapat diketahui bahwa nilai signifikan 0,318 yang berarti nilai sig > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel bebas yaitu program pembinaan calon pengantin (X) dengan
variabel terikat kesiapan berumah tangga (Y) mempunyai hubungan linier. Uji yang

AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal 1309


AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal
P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310 DOI prefix 10.37905
Volume 07, (03) September 2021
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara

kedua yaitu uji normalitas diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Z pada nilai


unstandardized residual untuk variabel bebas yaitu program pembinaan calon pengantin
terhadap variabel terikat yaitu kesiapan berumah tangga sebesar 0,618 diperoleh dari
nilai Asymp.Sig.(2-tailed), sehingga kesimpulannya bahwa nilai Sig lebih besar dari 0,05
maka variabel mempunyai distribusi yang normal. Uji yang ketiga yaitu uji
multikolinearitas diketahui pada variabel program pembinaan calon pengantin bahwa
nilai VIF 1,000 < 10 dan nilai tolerance sebesar 1,000 > 0,10 maka dapat diambil
kesimpulan variabel program pembinaan calon pengantin (X) tidak terjadi gejala
multikolinearitas. Uji yang keempat yaitu uji heteroskedastisitas menggunakan uji
glejser nilai signifiks diketahui pada variabel program pembinaan calon pengantin
memiliki nilai 0,264 > 0,05, sehingga kesimpulanya tidak terjadi heteroskedastisitas.
Berdasarkan analisis regresi linier sederhana diperoleh model persamaan Y’ =
19,605 + 0,920 X yang artinya konstanta sebesar 19.605 menunjukkan jika program
pembinaan calon pengantin (X) bernilai nol (0), maka kesiapan berumah tangga (Y)
bernilai 19,605. Koefisien regresi X sebesar 0,920 menunjukkan setiap bertambah 1%
nilai program pembinaan calon pengantin, maka nilai kesiapan berumah tangga akan
bertambah sebesar 0,920. Pengaruh variabel X terhadap Y adalah positif karena koefisien
regresi tersebut bernilai positif artinya semakin tinggi pengaruh program pembinaan
calon pengantin maka semakin meningkat kesiapan berumah tangga peserta calon
pengantin. Berdarakan uji parsial (uji t) diketahui t hitung 14,315 > t tabel 1,987 dan nilai
signifikasi 0,000 < 0,05) artinya t hitung bernilai positif maka kontribusi program
pembinaan calon pengantin berpengaruh positif terhadap kesiapan berumah tangga dan
nilai signifikasi bernilai 0,000 < 0,05 maka ada pengaruh yang signifikan. Nilai sebesar
0,704 atau 70,4% adalah nilai koefisien determinasi (𝑅2 ) maka dapat diambil kesimpulan
bahwa pengaruh atau kontribusi program pembinaan calon pengantin (X) terhadap
variabel kesiapan berumah tangga (Y) adalah sebesar 70,4%. Sedangkan 29,6% kesiapan
berumah tangga dipengaruhi variabel lain yang tidak ada dalam penelitian ini. Sehingga
kesimpulannya bahwa Ha diterima karena ada pengaruh signifikan dan positif antara
program pembinaaan calon pengantin (X) terhadap kesiapan berumah tangga (Y).

PENUTUP
Kesimpulan
Program pembinaan calon pengantin termasuk pada kategori baik dengan jumlah frekuensi
sebesar 48 dan dipresentasikan menjadi 54,55%. Pada kesiapan berumah tangga termasuk
pada kategori baik dengan jumlah frekuensi sebesar 52 dan dipresentasikan menjadi
59,09%. Nilai Signifikasi pada uji regresi menunjukkan hasil nilai signifikasi 0,000 <
0,05, maka dapat disimpulkan memiliki pengaruh yang signifikan. Nilai sebesar 0,704
atau 70,4% adalah nilai koefisien determinasi (𝑅2 ), sehingga dapat disimpulkan bahawa
pengaruh program pembinaan calon pengantin (X) terhadap variabel kesiapan berumah
tangga (Y) adalah sebesar 70,4% artinya terdapat kontribusi yang besar antara program
pembinaan calon pengantin terhadap kesiapan berumah tangga

Saran
Bagi KUA Kota Malang diharapkan pemerintah melaksanakan program pembinaan
calon pengantin secara rutin agar semua masyarakat Kota Malang yang akan menikah
mempunyai kesempatan mengikuti pembinaan calon pengantin. Bagi peserta pembinaan

1310 AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal


AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal
P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310 DOI prefix 10.37905
Volume 07, (03) September 2021
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara

calon pengantin diharapkan menerapkan semua yang diajarkan pada saat pembinaan
dalam kehidupan rumah tangga agar dapat terwujudnya keluarga yang sakinah,
mawaddah, dan warahmah. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat dijadikan
tambahan rujukan dari hasil penelitian ini untuk dikembangkan oleh peneliti selanjutnya,
bisa menggunakan variabel lainnya agar teridentifikasi faktor lain yang bepengaruh
dalam kesiapan berumah tangga.

DAFTAR RUJUKAN
Afni, Safura. 2020. “Layanan Konseling Islami Dalam Membina Kesiapan Menikah
Pada Siswa Smk Broadcasting Bina Creative Medan.” Jurnal Ikatan Alumni
Bimbingan dan Konseling Islam (IKA BKI) 2(2):1–129.
Alam, Samsul. 2019. “Pembinaan Pranikah Dalam Peningkatan Pemahaman
Keagamaan Calon Pengantin Di Kua Kecamatan Sleman.” 4(1):25–30.
Azwar, S. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Amelia, N., D. I. Efendi, & L. A. Marfuah. 2020. “Layanan Bimbingan Pranikah dalam
Meningkatkan Keharmonisan Keluarga di KUA Cileunyi.” Irsyad: Jurnal
Bimbingan … 8:41–58. doi: 10.15575/irsyad.v8i1.1480.
Blood, M, D. 1978. Marriage 3(rd). New York: Free Pass.
Dewi, Ika Sari. 2006. Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Awal Yang Bekerja.
Skripsi tidak diterbitkan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Duvall, E, M., & C. Miller, B. 1985. Marriage and Family Development. New York,
US: Harper and Row.
Ghalili, Zohreh, Ozra Etemadi, S. Ahmad Ahmadi, Maryam Fatehizadeh, &
Mohammad Reza Abedi. 2012. “Marriage readiness criteria among young adults of
Isfahan: a qualitative study.” International Journal of Contemporary Research in
Business 4(4):1076–83.
Kementerian Agama. 2013. Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam.
Nomor:DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra
Nikah
(online),(https://jatim.kemenag.go.id/file/file/peraturantentangPNS/esdz142587374
4.pdf), diakses 9 April 2020.
Kenedi, H, Gusril. 2005. Model Konseling Pranikah Berorientasi Pengembangan
Konsep-DirI : Studi Kasus Tentang Persiapan Pernikahan Mahasiswa Etnis
Minangkabau di IAIN Imam Bonjol Padang. Tesis tidak diterbitkan. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Mawarpuri, Marty, Syarifah Faradina, Sari Mawaddah, & Lely Safrina. 2019.
“Perbedaan Kesiapan Menikah Pada
Dewasa Awal Ditinjau Dari Jenis Kelamin Di Banda Aceh.” Empati 8(1):320–28.
Mubasyaroh. 2017. “Konseling Pra Nikah Dalam Mewujudkan Keluarga Bahagia (Studi
Pendekatan Humanistik Carl R. Rogers).” KONSELING RELIGI Jurnal Bimbingan
Konseling Islam 7(2):1. doi: 10.21043/kr.v7i2.2128.
Pengadilan Agama Kota Kodya Malang Tentang Laporan Perkara yang Diterima
Pengadilan Agama Kota Madya Malang bulan Januari sampai dengan Februari
2021 (online),
(https://www.pamalangkota.go.id/arsip/images/Laporan/Perkara_Diterima/perkara
_diterima_per_februari_2021.jpg), dikases 19 Juli 2021.

AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal 1311


AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal
P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310 DOI prefix 10.37905
Volume 07, (03) September 2021
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara

Sari, Yunita, Andhita Nurul Khasanah, & Sarah Sartika. 2016. “Studi Mengenai
Kesiapan Menikah Pada Muslim Dewasa Muda.” Prosiding Seminar Nasional
Penelitian dan PKM Kesehatan 6(1):2010–14.
Sundani, Fithri Laela. 2018. “Layanan Bimbingan Pra Nikah dalam Membentuk
Kesiapan Mental Calon Pengantin.” Irsyad : Jurnal Bimbingan, Penyuluhan,
Konseling dan Psikoterapi Islam 6(2):165–84.
Syepriana, Yunita, Firdaus Wahyudi, & Ari Budi Himawan. 2018. “Gambaran
karakteristik kesiapan menikah dan fungsi keluarga pada ibu hamil usia muda.”
Jurnal Kedokteran Diponegoro 7(2):935–46.
Tsania, Nurlita, Euis Sunarti, & D. K. Pranaji. 2015. “Karakteristik Keluarga, Kesiapan
Menikah Istri, dan Perkembangan Anak Usia 3-5 tahun.” Jurnal Ilmu Keluarga
dan Konsumen 8(1):28–37. doi: 10.24156/jikk.2015.8.1.28.
Undang-Undang RI No.20 SIDIKNAS Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. (online),
http://pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/uuno20th2003ttgsisdiknas.pdf.,
dikakses 19 Juni 2021.
Wahab, Zulkfli, Supardin, & Patimah. 2017. “Bimbingan Keluarga Sakinah.” Jurnal
Diskursus Islam 05:146–60.
Widianto, Edi. 2018. “Pola Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Di Balai Diklat
Keuangan Kota Malang.” Ilmu Pendidikan: Jurnal Kajian Teori dan Praktik
Kependidikan 3(1):40–49. doi: 10.17977/um027v3i12018p040.

1312 AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal

Anda mungkin juga menyukai