Anda di halaman 1dari 7

Tugas Perkembangan Keluarga pada Tahap Keluarga Baru

Oleh Annisa Nastasia, 1806139891, Mahasiswi S1 Reguler FIK UI 2018,


annisanastasia10@gmail.com

Setiap individu memiliki arti keluarga yang berbeda satu sama lainnya.
Banyak individu yang menempatkan keluarga menjadi prioritas utamanya,
keluarga merupakan tempat berbagi kasih sayang, keluarga merupakan tempat
belajar pertama kali, serta banyak yang mengartikan keluarga adalah segalanya
dalam hidup mereka. Tidak hanya individu, keluarga juga akan mengalami
perubahan dan perkembangan secara konstan seiring berjalannya waktu. Setiap
tahap perkembangan di dalam keluarga memiliki tugas perkembangan yang perlu
dicapai. Hal ini membantu keluarga dan individu di dalamnya mendapatkan
kestabilan di setiap tahap perkembangannya. Banyak keluarga maupun individu
yang tidak menyadari adanya tahapan dan tugas perkembangan dari keluarga itu
sendiri. Hal ini dapat mengakibatkan individu di dalam keluarga tersebut menjadi
tidak siap ketika mengalami transisi ke tahap selanjutnya dan berbagai masalah
pun akan muncul seiring berjalannya waktu. Tulisan yang menggunakan metode
literatur ini, memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman menganai tahap dan
tugas perkembangan keluarga, khususnya pada tahap keluarga baru.

Perkembangan keluarga terdiri dari delapan tahapan dengan tugas


perkembangan di masing masing tahapannya. Terdapat dua jenis keadaan utama
perkembangan keluarga, yaitu keadaan bertambahnya anggota keluarga sehingga
peran dan hubungkan bertambah serta keadaan berkurangnya anggota keluarga,
baik itu meninggalkan rumah maupun meninggal (Allender, Rector, & Warner,
2014). Delapan tahap perkembangan keluarga terdiri dari pasangan menikah,
keluarga dengan bayi, keluarga dengan anak preschool, keluarga dengan anak usia
sekolah, keluarga dengan anak remaja, keluarga dengan anak dewasa muda
(launching family), keluarga usia pertengahan, dan keluarga usia lanjut (Kaakinen,
Coehlo, Steele, Tabacco, & Hanson, 2015). Perkembangan keluarga akan menuju
tahap selanjutnya, jika ada pertambahan jumlah anggota keluarga atau
berkurangnya jumlah anggota keluarga
Tahap keluarga yang pertama adalah pasangan yang baru menikah
(married couple). Tahap pasangan yang baru menikah (married couple) ini terdiri
dari dua individu, laki laki dan perempuan yang memutuskan untuk menjalani
hidupnya bersama. Tahap ini berlangsung kurang lebih selama dua tahun
(Handayani, Setiawan, & Yulianti, 2019). Tugas perkembangan pada tahap ini
seputar memperkuat hubungan satu sama lain sebagai pasangan suami istri,
memadukan kebutuhan individu, mengembangkan pendekatan konflik dan
resolusi, serta membangun pola komunikasi dan keintiman (Kaakinen et al.,
2015). Individu yang berada pada tahap ini juga perlu membangun hubungan
dengan keluarga dan teman dari masing masing pasangan (Potter, Perry, Stockert,
& Hall, 2013). Dua individu yang mengalami tahap ini perlu beradaptasi dan
berkomitmen dengan sistem yang baru (Potter et al., 2013). Tugas perkembangan
tersebut perlu dicapai oleh kedua individu untuk menghindari masalah di
kemudian hari.

Pasangan suami istri dulunya merupakan orang yang asing satu sama lain
dan tentunya memiliki banyak perbedaan serta tidak mengetahui keadaan secara
keseluruhan satu sama lainnya. Tentunya banyak hal yang berbeda ketika berada
di tahap pasangan yang baru menikah, setiap pasangan memiliki hal hal yang
tidak terduga ketika menjalani pernikahan. Hal hal yang tidak terduga ketika baru
menikah dan menjadi masa penyesuaian diri, diantaranya adalah hal hal kecil atau
kebiasaan yang dimiliki tiap pasangan, loyalitas satu sama lain, kekecewaan
terhadap afeksi dan kebersamaan, tanggung jawab yang serius, dan peran di dalam
hubungan. (Hall, 2011). Aspek tersebut jika tidak dikomunikasikan dengan baik,
maka bisa menyebabkan masalah serius di dalam rumah tangga yang dialami tiap
pasangan.

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mempererat hubungan dan


keintimanan pada pasangan yang baru menikah. Terdapat beberapa faktor yang
penting dalam membentiuk sebuah pernikahan yang memuaskan, yaitu
komunikasi, keintiman, komitmen, kongruensi, dan keyakinan beragama
(Humaira, 2018). Faktor penting utama agar tercapainya tugas perkembangan bagi
pasangan baru adalah komunikasi. Komunikasi merupakan kunci utama dalam
setiap hubungan pernikahan, karena dengan adanya komunikasi yang baik,
penyelesaian konflik juga dapat ditangani dengan baik (Humaira, 2018). Melalui
komunikasi, tiap individu dalam suatu pasangan akan belajar saling memahami
dan mengenal satu sama lain sehingga keterbukaan pada pasangan tersebut akan
tercapai. Hal ini dapat memperlancar jalannya pernikahan dan mencapai
kepuasaan dalam pernikahan (Humaira, 2018).

Masa awal penikahan merupakan masa penyesuaian untuk saling


mengenal dan memahami baik dan buruknya sifat dari tiap tiap pasangan. Setiap
informasi, kebiasaan, kelebihan, kekurangan, serta sifat baik atau buruk yang
dimiliki oleh tiap individu perlu dikomunikasikan dengan baik kepada tiap
pasangan. Kemampuan berkomunikasi yang positif dapat mencakup berbagi
pikiran dan perasaan, mendiskusikan masalah bersama, serta dapat mendengarkan
sudut pandang satu sama lain (Humaira, 2018). Pasangan yang memiliki
komunikasi dan pikiran yang positif akan berusaha beradaptasi dan menerima
kebiasaan, kekurangan, atau kelebihan dari tiap individu. Ketidaksukaan atau
ketidakselarasan terhadap sifat antar individu sebaiknya dikomunikasikan
secepatnya, agar masalah tersebut dapat tertangani dengan baik dan tidak
menimbulkan konflik berkepanjangan.

Keintiman atau intimacy menjadi faktor penting selanjutnya agar keluarga


baru dapat mencapai tugas perkembagannya, Keintiman dapat diartiakan sebagi
sebuah keakraban atau kemesraan (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia., 2016). Keintiman juga dapat didefiniskan sebagai cara suami
atau itri menunjukkkan kedekatan secara biopsikososial (Humaira, 2018).
Keintiman yang dilakukan oleh pasangan baru diantaranya dapat berupa saling
berbagi dalam minat, aktivitas, pemikiran, perasaan, nilai, serta suka dan duka.
Saling bergantung satu sama lain dan menjalin kebersamaan merupakan hal yang
dapat meningkatkan keintiman antar pasangan (Humaira, 2018).

Faktor yang dapat membantu pasangan baru mencapai tugas


perkembangan adalah komitmen. Komitmen merupakan keterkaitan atau
perjanjian untuk melakukan sesuatu (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia., 2019). Komitmen dalam pernikahan dapat dikatakan sebagai
pengalaman dari pasangan suami dan istri yang menjalankan hidup bersama untuk
tetap mempertahankan fungsi, bagian, dan interaksi dalam pernikahannya
(Harahap, 2018). Arti komitmen dapat disimpulkan menjadi keterkaitan dari
pasangan yang menjalankan hidup bersama untuk tetap mempertahankan
pernikahannya.

Pembentukan komitmen pada pasangan yang baru menikah dapat dilihat


dari penyesuaian diri dengan pasangannya. Individu yang bisa menerima
kekurangan pasangannya serta tidak meninggalkannya, maka ia memiliki
komitmen yang kuat terhadap pernikahannya. Komitmen berupa keputusan
memiliki anak, pembagian finansial, suami yang memberikan izin kepada istri
untuk bekerja atau belajar, atau istri yang akan mengikuti suami pindah kerja ke
kota lain merupakan beberapa komitmen yang perlu dikomunikasikan di awal
pernikahan. Individu yang sudah memiliki komitmen yang kuat terhadap
pernikahannya, akan cenderung berkomunikasi dalam memecahkan masalah, serta
diskusi yang relevan untuk mempertahankan hubungannya (Harahap, 2018).
Pasangan yang memiliki komitmen yang tinggi akan sejalan dengan komunikasi
yang akan dilakukan oleh pasangan tersebut untuk mempertahankan
pernikahannya.

Kongruensi merupakan faktor lain yang dapat mencapai tugas


perkembangan pada tahap keluarga baru atau pasangan baru. Kongruensi dalam
suatu hubungan dapat diartikan dengan kesesuaian dalam hal komunikasi,
komitmen, orientasi keluarga, intimasi, serta orientasi agama (Humaira, 2018).
Persepsi antar individu di dalam pasangan tersebut harus disesuaikan satu sama
lain. Pasangan yang sudah melaraskan persepsi hubungan di dalam pernikahan
akan merasa lebih nyaman terhadap pernikahan tersebut.

Faktor terakhir yang bisa membantu tercapainya tugas perkembangan di


tahap ini adalah keyakinan beragama. Keyakinan beragama pada pasangan yang
baru menikah dapat ditunjukkan dengan beribadah bersama sama ataupun saling
berbagi nilai nilai agama yan dianutnya. Hal ini menjadikan pernikahan mereka
lebih kuat karena mendapatkan dukungan sosial, emosional, serta spiritual melalui
agama yang dianutnya (Humaira, 2018).
Tidak hanya memperkuat hubungan satu sama lain dan membangun pola
komunikasi dan keintiman antar pasangan, namun tiap individu di dalam
pasangan yang baru menikah perlu membangun hubungan dengan keluarga dan
teman dari masing masing pasangan. Tiap individu di dalam pasanga tersebut
harus mengenal keluarga besarnya dengan baik dan berusaha untuk membangun
hubungan yang harmonis pada keluarga masing masing pasangan. Tiap individu
harus mencari cara untuk mengatasi setiap karakteristik yang dimiliki oleh
keluarga besar pasangan, khususnya orang tuanya. Menjalin hubungan yang baik
dengan keluarga pasangan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti
memahami bahwa keluarga baru merupakan budaya baru, menyediakan waktu
dan usaha untuk menyenangkan keluarga tiap pasagan, menyelesaikan masalah
atau konflik dengan menjelaskannya secara baik baik, serta membuat batasan
batasan dengan keluarga pasangan dan pasanagan itu sendiri sehingga pasangan
itu masih memiliki otoritas atau hak dalam berumah tangga (Humaira, 2018).
Komunikasi yang baik akan menjalin hubungan yang baik juga antara tiap
individu dengan keluarga pasangannya.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap awal ini perlu dicapai agar tidak
menimbulkan masalah di kemudian hari. Masalah yang dapat terjadi jika tugas
perkembangan pada tahap pasangan baru atau keluarga baru ini tidak tercapai
diantaranya adalah disfungsional proses keluarga, terganggunya proses keluarga,
serta kesiapan untuk meningkatkan hubungan (NANDA-I, 2018).

Disfungsional proses keluarga didefinisikan sebagai kegagalan fungsi


keluarga untuk mendukung kesejahteraan anggota keluarga. (NANDA-I, 2018).
Kegagalan membangun komunikasi, komitmen, ataupun konflik yang tidak
terselesaikan dengan baik dapat menjadikan keluarga tersebut dalam masalah ini.
Terganggunya proses keluarga didefinisikan sebagai kegagalan dalam kelanjutan
membangun fungsi keluarga yang mendukung kesejahteraan anggotanya
(NANDA-I, 2018). Perubahan keintiman, pola komunikasi, kepuasaan keluarga,
ataupun perubahan pola hubungan dapat menjadi penyebab masalah ini muncul
pada keluarga baru. Kesiapan untuk meningkatkan hubungan dapat didefiniskan
dengan pola untuk memperkuat hubungan untuk memenuhi kebutuhan masing
masing pasangan (NANDA-I, 2018). Pasangan yang baru menikah sangat
membutuhkan dukungan untuk meningkatkan pola komunikasi, kolaborasi,
kebutahan emosional, kepuasaan, serta autonomi antara pasangan.

Perkembangan keluarga pada tahap pasangan yang baru menikah memiliki


tugas perkembangan yang berfokus memperkuat hubungan satu sama lain sebagai
pasangan suami istri untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi
kedepannya. Aspek yang dapat mendukung untuk tercapainya tugas
perkembangan ini dapat terdiri dari komunikasi, keintiman, kongruensi,
komitmen, dan keyakinan beragama. Perawat sebagai tenaga kesehatan memiliki
peran yang penting dalam tahap perkembangan keluarga ini. Perawat perlu
berinteraksi dengan keluarga baru tersebut serta memberikan intervensi terkait
kesiapan dalam membangun keluarga bagi klien yang berada pada tahap ini.

Daftar Pustaka

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). Community public health
nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Hall, S. S. (2011). Newlyweds’ unexpected adjustments to marriage. Family and


Consumer Sciences Research Journal, 39, 375–378.

Handayani, A., Setiawan, A., & Yulianti, P. D. (2019). Individual adaptation


based on family development stage. Advances in Social Science, Education
and Humanities Research, 287, 185–189.

Harahap, S. R. (2018). Peranan komitmen dan komunikasi interpersonal dalam


meningkatkan kepuasan pernikahan pada suami yang memiliki istri bekerja.
Jurnal Psikologi, 14, 120–128.

Humaira, H. (2018). Komunikasi interpersonal dan kepuasan pernikahan pada


pasangan baru menikah. Universitas Muhammadiyas Malang.

Kaakinen, J. R., Coehlo, D. P., Steele, R., Tabacco, A., & Hanson, S. M. H.
(2015). Family health care nursing: Theory, practice, and research.
Philadelphia: F.A. Davis Company.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2016). Keintiman.
Retrieved from https://kbbi.web.id/intim

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2019).


Komitmen. Retrieved from https://kbbi.web.id/komitmen

NANDA-I. (2018). Nursing diagnoses definition and classification 2018-2020


(8th ed.). New York: Thieme Publishers New York.

Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamental of
nursing (8th ed.). Canada: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai