Anda di halaman 1dari 5

Nama : Kevin Andrianus

NPM : 110110170116
Kelas : Perdagangan Internasional A

Pengaturan Perdagangan Internasional Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun


2014 Tentang Perdagangan

Perdagangan Internasional adalah Perdagangan yang mencakup kegiatan


Ekspor dan/atau Impor atas Barang dan/atau Perdagangan Jasa yang melampaui
batas wilayah negara.1 Perdagangan luar negeri pada Undang-undang Nomor 7
Tahun 2014 diatur dalam Bab V Pasal 35 sampai Pasal 54. Ketentuan tersebut
berisikan ekspor, impor, perizinan ekspor, perizinan impor, dan larangan
pembatasan terhadap ekspor dan impor. Kebijakan perdagangan luar negeri meliputi
peningkatan jumlah dan jenis produk ekspor, pengharmonisasian standar serta
prosedur kegiatan perdagangan dengan negara lain, penguatan secara
kelembagaan dalam hal perdagangan, pengembangan sarana prasarana penunjang
perdagangan, dan perlindungan kepentingan nasional dari risiko yang dapat timbul
dari perdagangan dengan negara lain.
Adapun pengendalian dalam perdagangan luar negeri mencakup perizinan,
standar, pelarangan dan pembatasan.

Ekspor
Ekspor barang dilakukan oleh pelaku usaha yang telah terdaftar dan
ditetapkan sebagai ekporstir. Eksportir yang tidak bertanggung jawab terhadap
barang yang diekspor akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan
perizinan, pencabutan perizinan, pencabutan persetujuan, pencabutan pengakuan,
dan pencabutan penetapan di bidang perdagangan. Eksportir yang melakukan
tindakan penyalahgunaan atas penetapan sebagai eksportir akan dikanakan sanksi
pembatalan penetapan sebagai eksportir. Penetapan Pelaku Usaha sebagai
Eksportir diatur dengan Peraturan Menteri (Pasal 42-48).

Impor
1
Suparji, Pengaturan Perdagangan Indonesia, UAI Press, Jakarta Selatan, Mei 2014, hlm 18
Impor barang hanya dapat dilakukan oleh importir yang memiliki pengenal
sebagai Importir berdasarkan penetapan Menteri. Dalam hal tertentu, Impor barang
dapat dilakukan oleh importir yang tidak memiliki pengenal. Importir bertanggung
jawab sepenuhnya terhadap barang yang diimpor. Importir yang tidak bertanggung
jawab atas barang yang diimpor dikenakan sanksi berupa pencabutan perizinan,
pencabutan persetujuan, pencabutan pengakuan, dan pencabutan penetapan di
bidang perdagangan. Setiap importir berkewajiban mengimpor barang dalam
keadaan baru. Setiap importir yang mengimpor Barang dalam keadaan tidak baru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 5 lima miliar rupiah.
Dalam hal tertentu, Menteri dapat menetapkan barang yang diimpor dalam keadaan
tidak baru. Penetapan disampaikan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan.

Perizinan Ekspor dan Impor


Pada kegiatan ekspor dan impor, Menteri mewajibkan Eksportir dan Importir
memiliki perizinan berupa persetujuan, pendaftaran, penetapan, dan pengakuan.
Menteri mewajibkan eksportir dan importir memiliki perizinan dalam melakukan
ekspor sementara dan impor sementara. Menteri dapat mendelegasikan pemberian
perizinan kepada Pemerintah Daerah. Untuk peningkatan daya saing nasional,
Menteri dapat mengusulkan penambahan pembebanan bea masuk terhadap Barang
Impor Sementara.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan


Pengertian Perdagangan Luar Negeri
Menurut Pasal 1 Angka 3 UU 7/2014, Perdagangan adalah perdagangan yang
mencakup kegiatan ekspor dan/atau impor atas barang dan/atau jasa yang
melampaui batas wilayah negara. Pemerintah dalam hal perdagangan luar negeri
mempunyai kewenagan untuk mengatur melalui kebijakan dan pengendalian di
bidang ekspor dan impor.

Pengendalian Perdagangan Luar Negeri


Didalam UU 7/2014, Pemerintah dapat melakukan pengendalian dalam
perdagangan luar negeri dengan tindakan sebagai berikut:
1. Perizinan;
2. Standar; dan
3. Pelarangan dan pembatasan.

Indonesia adalah negara anggota WTO (World Trade Organization)


berdasarkan ratifikasi Agreement Establishing World melalui UU 7/1994.
Berdasarkan prinsip single undertaking, Indonesia wajib mengimplementasikan
seluruh perjanjian yang tertuang dalam WTO. Pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan
(2) diatur mengenai lingkup pengaturan perdagangan barang dan jasa. Pada Pasal 4
ayat (2) dijelaskan bahwa ada 12 jasa yang diatur sebagaimana yang diatur pula di
dalam WTO. Jasa-jasa yang diatur antara lain jasa bisnis, distribusi, komunikasi,
pendidikan, lingkungan hidup, keuangan, konstruksi dan teknik terkait, kesehatan
dan sosial, rekreasi, kebudayaan, dan olah raga, pariwisata, transportasi, dan
lainnya. Pengaturan mengenai perdagangan jasa ini dapat dilakukan di dalam negeri
maupun melampaui batas wilayah negara.

Larangan dan Pembatasan Ekspor dan/atau Impor


Semua barang dapat diekspor atau diimpor, kecuali yang dilarang, dibatasi,
atau ditentukan lain oleh undang-undang. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 50
ayat (2) diatur mengenai larangan impor atau ekspor barang untuk kepentingan
nasional yang didasarkan kepada tiga alasan yakni untuk melindungi keamanan
nasional, kepentingan umum, termasuk sosial, budaya, dan moral masyarakat,
melindungi HKI, dan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan,
dan lingkungan hidup. Adapun pada Pasal 67 ayat (3) juga diatur mengenai
perlindungan dan pengamanan perdagangan yang meliputi dumping dan lonjakan
impor yang menyebabkan distorsi perdagangan.
Para eksportir dan importir juga dilarang untuk mengimpor barang yang tidak
sesuai dengan ketentuan pembatasan barang yang diekspor dan diimpor. Apabila
aturan ini dilanggar, maka dapat dikenai sanksi administratif yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Barang ekspor yang eksportirnya dihukum akan
dikuasai negara, sementara importir yang dihukum diwajibkan untuk mengekspor
kembali barang impornya (Pasal 52-53). Eksportir dan Importir dilarang mengekspor
dan mengimpor Barang yang ditetapkan sebagai Barang yang dilarang untuk
diekspor dan diimpor. Barang yang dilarang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Eksportir yang mengekspor Barang yang ditetapkan sebagai Barang yang dilarang
untuk diekspor, serta Importir yang mengimpor Barang yang ditetapkan sebagai
Barang yang dilarang untuk diimpor, akan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 5 lima miliar rupiah (Pasal
51 jo Pasal 112).

Standarisasi Barang dan Jasa


Barang dan jasa yang diperdagangkan di dalam negeri harus memenuhi SNI
(Standar Nasional Indonesia) atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan
secara wajib, jika tidak maka Pelaku Usaha dilarang memperdagangkan Barang di
dalam negeri. Barang yang diperdagangkan dan belum diberlakukan SNI secara
wajib dapat dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian sepanjang telah dibuktikan
dengan sertifikat produk penggunaan tanda SNI atau sertifikat kesesuaian. Pelaku
Usaha yang memperdagangkan Barang yang telah diberlakukan SNI atau
persyaratan teknis secara wajib, tetapi tidak membubuhi tanda SNI, tanda
kesesuaian, atau tidak melengkapi sertifikat kesesuaian akan dikenai sanksi
administratif berupa penarikan Barang dari Distribusi.
Sama halnya dengan pelaku usaha yang memperdagangkan Jasa, wajib
dilengkapi dengan sertifikat kesesuaian yang diakui oleh Pemerintah, jika tidak maka
akan dikenai sanksi administratif berupa penghentian kegiatan usaha. Terkait
Standar atau penilaian kesesuaian yang ditetapkan oleh negara lain, diakui oleh
Pemerintah berdasarkan perjanjian saling pengakuan antarnegara. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara penetapan dan pemberlakuan Standardisasi Barang
dan/atau Standardisasi Jasa diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 60-64).
Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang di dalam negeri yang tidak
memenuhi SNI yang telah diberlakukan secara wajib atau persyaratan teknis yang
telah diberlakukan secara wajib, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 5 miliar rupiah (Pasal 113).
Penyedia Jasa yang memperdagangkan Jasa di dalam negeri namun tidak
memenuhi SNI, persyaratan teknis, atau kualifikasi yang telah diberlakukan secara
wajib akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak 5 miliar rupiah (Pasal 114).
Kerjasama Perjanjian Internasional
Pemerintah dapat berkoordinasi dengan DPR untuk melakukan perjanjian
perdagangan. Pada Pasal 84 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap perjanjian
perdagangan internasional disampaikan kepada DPR paling lama 90 hari kerja
setelah penandatanganan perjanjian. Selanjutnya, perjanjian ini akan dibahas DPR
dan diputuskan perlu atau tidaknya persetujuan DPR. Dalam hal perjanjian
internasional yang dapat membahayakan kepentingan nasional, DPR bisa menolak
penjanjian perdagangan internasional.

Anda mungkin juga menyukai