Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TENTANG KEPABEANAN IMIGRASI

DAN BEA CUKAI

DI SUSUN OLEH:
Muhammad Rizki Fahada
NIM:180505011162
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
kepabeanan imigrasi dan bea cukai dengan judul “Pengertian Kepabeanan
Imigrasi dan Bea Cukai”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Tangerang, 15 April 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bandar Udara Internasional pada suatu Negara merupakan gerebang masuk bagi Negara tersebut.
Gerbang masuk bagi orang, barang maupun tumbuhan dan hewan. Setiap Negara mempunyai
wewenang untuk menentukan siapa saja danapa saja yang boleh masuk maupun keluar dari negaranya.
Oleh karena itu di tiap bandara internasional di berikan suatu counter khusus yaitu counter CIQ atau
pabean,imigirasi dan karantina. CIQ mempunya tugasnya masing-masing. Bagian kepabeanan berfungsi
sebagai pengawasan lalu lintas keluar masuknya barang. Kepabean akan menentukan boleh atau
tidaknya barang yang dibawa penumpang untuk masuk atau keluar dari suatu Negara. Ada juga jenis
barang yang boleh dibawa masuk tetapi dikenakan pajak tambahan karena peraturan yang berlaku.
Selain itu kepabeanan juga berperan penting dalam mengawasi peredaraan narkotika yang masuk
maupun keluar dari Negara tersebut. Pihak Imigrasi berfungsi sebagai pengawas dalam lalu lintas orang
asing yang masuk ataupun warga negaranya yang ingin keluar. Dalam hal ini pihak imigrasi akan
menentukan siapa-siapa saja yang boleh masuk ataupun keluar dari Negara tersebut. Dengan data yang
ada makan akan terlihat siapa-siapa saja yang akan diizinkan. Selain itu Keimigrasian akan mengecek
dokumen perjalanan dari setiap orang yang ingin masuk ataupun keluar. Jika seseorang sedang ada
dalam daftar pencarian atau dalam daftar pencekalan maka pihak imigrasi berhak menindak orang
tersebut bahkan mendeportasi jika ada orang asing yang tidak berkepentingan masuk ke negaranya.
Lalu yang terakir adalah bagian karantina. Karantina dibagi menjadi 3 bagian yaiu: karantina manusia ,
karantina hewan dan karantina tumbuh tumbuhan. Pada karantina manusia bertujuan untuk mencegah
masuknya orang-orang yang membawa wabah atau orang yang menidap penyakit menular seperti AIDS
dan Antrax. Hal tersebut agar warga negaranya terlindungi dari wabah penyakit tersebut. Karantina
hewan, karantina hewan ini berfungsi sebagai pencegahan masuk dan tersebarnya penyakit hewan.
Selain itu itu bertujuan juga sebagai pengawasan terhadap keluar masuknya hewan-hewan yang
dilindungi oleh suatu peraturan pemerintah.
Karantina tumbuhan hampir sama dengan karantina hewan yaitu bertujuan untuk melindungi atau
pengawasan keluar masuknya tumbuhan-tumbuhan yang dilindungi oleh pemerintah atau pencegahan
terhadap tumbuhan yang dapat merusak kehidupan makhluk lain seperti tumbuhan parasit yang dapat
merugikan. Jadi peran CIQ dalam menjaga keamanan Negara dan segenap warga negaranya sangat vital
karena banyak hal – hal yang merugikan bisa dengan mudah masuk melalui gerbang suatu Negara yaitu
Bandar udara internasional sehingga pihak CIQ harus lebih ketat dalam menjaga arus lalu lintas manusia
ataupun barang.
Custom Immigration Quarantine atau Bea Cukai, Imgrasi, Karantina ( CIQ ) kami akan menjelaskan
tentang CIQ dan membandingkan antara jalur darat dan udara.
Makalah ini dibuat agar penulis dapat memahami pengertian dan segala sesuatu yang bersangkutan
dalam Custom Immigration Quarantine ( CIQ ). Dewasa ini, di negeri kita ini sangat sering terjadi
berbagai pelanggaran yang terjadi, mulai dari pelanggaran yang kecil, hingga merambah ke pelanggaran
yang besar. Berbagi pelanggaran dilakukan oleh semua kalangan atau lapisan masyarakat tanpa
terkecuali, termasuk di dalam sektor pariwisata.
Di dalam sektor pariwisata sering kita jumpai pelanggaran yang terjadi seperti pelanggaran yang
dilakukan oleh para pelaku pariwisata, pelanggaran seperti penyelundupan manusia melalui udara
(migrasi ilegal), (tidak sesuai dengan pertaturan perundang-undangan) pariwisata, pelanggaran HAM,
dan masih banyak lagi, pelanggaran - pelanggaran lainnya. Apakah semua pelaku yang bergerak dalam
dunia pariwisata di negeri ini melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Kerangka konsep pokok permaslahan ini meliputi apa yang dimaksudkan diatas yaitu: CIQ (Custom
Immigration Quarantine atau Bea Cukai, Imigrasi, Karantina). Bagi para penumpang pada penerbangan
internasional dalam rangka kegiatan wisata atau perjalanan dari dan ke luar negeri dipastikan melalui
proses pemeriksaan petugas Bea dan Cukai, Imigrasi dan Karantina yang dikenal dengan sebutan CIQ
(Custom, Immigration, Quarantine), yaitu lembaga pemerintahan yang bertugas mengatur, mengawasi
dan mengamankan lalu-lintas keluar masuknya manusia, barang-barang dan mahluk hidup lainnya demi
tegaknya kewibawaan pemerintah suatu Negara.
Proses pemeriksaan dokumen perjalanan (document clearance) ini wajib dilaksanakan karena
merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi Negara yang akan ditinggalkan atau Negara yang akan
dikunjungi maupun Negara yang dilalui oleh penumpang bersangkutan. Nilai Pabean atau Customs
adalah nilai yang digunakan sebagai dasar menghitung Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor.
Didalam sistem self-asessment , besarnya Nilai Pabean harus diberitahukan oleh Importir dalam suatu
pemberitahuan pabean dengan jujur. Importir yang nakal cenderung untuk memanipulasi
pemberitahuan nilai pabean ini dengan maksud ia dapat membayar Bea Masuk dan Pajak dalam rangka
impor yang rendah .
Caranya ialah dengan memalsukan dokumen pelengkap pabean berupa invoice atau merubah uraian
barang atau spesifikasi tehnis barang yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pihak Pabean
yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai salah satu institusi fiskal di Indonesia sesuai tugas dan
fungsinya ditugasi untuk mengawasi pemasukan barang impor dengan tujuan untuk memaksimalkan
penerimaan negara dari penerimaan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor.
Diantaranya yang menjadi salah satu tugasnya adalah melakukan penelitian terhadap kebenaran
pemberitahuan nilai pabean oleh Importir pada dokumen pemberitahuan impor dan kelengkapannya .
Pasal 16 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah atau
ditambah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2006 , menyebutkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai
berwenang menetapakan tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk sebelum diajukan
pemberitahuan pabean atau dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak pemberitahuan pabean.
Ditingkat internasional masalah nilai pabean lambat laun menjadi isu yang sangat penting didalam arus
perdagangan antar negara . Dengan melalui mekanisme penetapan nilai pabean yang tinggi , suatu
barang dapat dihambat pemasukannya ke negara lain. Bahkan nilai pabean dapat digunakan sebagai
sarana anti dumping. Sebelum adanya kesepakatan internasional tentang nilai pabean , pengaturan nilai
pabean antar negara sangat berbeda-beda. Masing-masing negara mengatur sendiri sesuai kondisi dan
selera masing-masing. Kondisi ini tentu saja sangat tidak menguntungkan karena dapat menimbulkan
ketegangan hubungan antar Negara terutama didalam perdagangan bilateral atau multilateral. Itulah
sebabnya Organisasi Perdagangan Dunia WTO kemudian memandang perlu adanya pengaturan-
pengaturan yang seragam dibidang nilai pabean bagi semua anggotanya .
Dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1994 , Indonesia telah meratifikasi perjanjian pembentukan badan
dunia WTO. Salah satu persetujuan yang terlampir pada perjanjian tersebut adalah Agreement on
Implementation of Article VII of the GATT 1994. Persetujuan ini sering disebut sebagai GATT atau WTO
Valuation Agreement. Sebagai anggota WTO , Indonesia wajib menyesuaikan semua perundang-
undangannya dengan ketentuan WTO.
Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah memuat semua ketentuan tentang nilai
pabean sesuai dengan ketentuan-ketentuan WTO Valuation Agreement dan mulai diberlakukan sejak
tanggal 1 April tahun 2005. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai pikhak yang mengawasi lalu lintas
barang yang keluar atau masuk daerah dan melakukan pemungutan terhadap Bea masuk, Cukai, PDRI
serta mengawasi barang-barang yang dilarang dan dibatasi sesuai dengan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah dan yang tidak kalah pentingnya Bea dan Cukai bertanggung jawab atas kelancaran dan
lalu lintas barang tersebut.
Pengawasan merupakan suatu tindakan atau kegiatan secara sistematis untuk dapat diketahuinya
kepatuhan terhadap Undang-undang dan peraturan pelaksananya dengan menggunakan segala
tendakan terhadap barang untuk kepentingan pengamanan keuangan Negara dan kelancaran arus
penumpang, barang dan arus dokumen. Seiring perkembangan perdagangan internasional, maka kantor
pengawasan dan pelayanan bead an cukai tipe A1 Soekarno-Hatta selaku unsur pelaksana Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang berada di pintu gerbang Pelabuhan Udara terbesar di Indonesia yang
merupakan pintu gerbang antara Indonesia dan pihak luar negeri dinanggap sarana yang tepat dan
strategis bagi pihak-pihak yang mempunyai niat baik dengan berusaha untuk memasukkan barang-
barang tersebut merupakan tugas dan tantangan berat bagi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai Tipe A1 Soekarno –Hatta untuk melakukan pengawasan yang optimal terhadap barang bawaan
penumpang dan awak sarana pengangkutan. Dalam melakukan pengawasan, salah satu langkah yang
diambil oleh Bea dan Cukai yaitu melakukan penetapan jalur dengan tanpa mempengaruhi kelancaran
arus barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut yang memasuki daerah pabean.
Pengawasan penetapan jalur pabean inilah yang menjadi perhatian kami untuk mengadakan analisa
karena melalui pengwasan terhadap penetapan jalur merah dan jalur hijau masih perlu diketahui oleh
berbagai pihak terhadap penetapan jalur merah dan jalur hijau masih perlu diketahui oleh berbagai
pihak baik pengguna jasa maupun pihak-pihak lain yang ikut terpengaruh di dalamnya. Berdasarkan
alasan tersebut di atas, maka kami mencoba mengemukakan permasalahan-permasalahan dalam dalam
pengawasan barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut yang ada di Kantor Pengawasan
dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A1 Soekarno Hatta.
Adapun permasalah yang timbul adalah adanya perbedaan-perbedaan kriteria penetapan jalur merah
dan jalur hijau terhadap barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut, sehingga
memperlambat kelancaran arus lali lintas barang penumpang dan awak sarana pengangkut.

PENGAWASAN PABEAN
Menurut Colin Vassarotti, tujuan pengawasan Pabean adalah memastikan semua pergerakan barang,
kapal, pesawat terbang, kendaraan dan orang-orang yang melintas perbatasan Negara berjalan dalam
kerangka hukum, peraturan dan prosedur pabean yang ditetapkan (lihat Colin Vassarotti, “Risk
Management A Customs Prespective”, hal.19).
Untuk menjaga dan memastikan agar semua barang, kapal dan orang yang keluar atau masuk dari dan
ke suatu negara mematuhi semua ketentuan kepabeanan. Setiap administrasi pabean harus melakukan
kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan pabean meliputi seluruh pelaksanaan wewenang yang
dimiliki oleh petugas pabean dalam perundang-undangannya yaitu memeriksa kapal, barang,
penumpang, dokumen, pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain.
Dalam modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh World Customs Organization
(WCO) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode untuk mencegah dan
mendeteksi pelanggaran kepabeanan.
Berdasarkan modul WCO tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung
pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan : penelitian
dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca impor.
Di samping tiga kegiatan itu menurut hemat penulis patroli juga merupakan pengawasan Bea Cukai
untuk mencegah penyelundupan. Jika kita lihat uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
tidak nampak adanya fungsi pencegahan pelanggaran, penindakan dan penyidikan tetapi kalau dilihat
pada fungsi seksi-seksi di dalamnya nampak ada fungsi patroli, pemeriksaan kapal, periksaaan barang,
pemeriksaan badan, penelitian dokumen dan sebagainya yang merupakan kegiatan pengawasan
(Customs Control) menurut terminologi WCO.
Apabila kita meninjau dari kegiatan kepabeanan mulai dari saat kedatangan kapal atau penumpang,
pembongkaran barang, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang atau penumpang, nampaklah
bahwa fungsi-fungsi yang dimiliki seksi-seksi di dalam Kantorn Pelayanan telah dapat melaksanakan
sebagian fungsi pengawasan.
Petugas Kantor Pelayanan berwenang melakukan pengawasan pembongkaran, penelitian dokumen,
pemeriksaan barang dan pemeriksaan penumpang. Yang tidak dapat dilaksanakan hanyalah kegiatan
audit pasca impor, penindakan dan penyidikan karena ketiga kegiatan ini tidak tercantum dalam uraian
tugas dan fungsi Kantor Pelayanan maupun seksi-seksi di dalamnya.
Kegiatan penindakan dan penyidikan sebenarnya merupakan tindak lanjut dari pengawasan pabean.
Pengawasan pabean yang dilakukan melalui penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, audit pasca-impor,
maupun patroli jika menemukan adanya pelanggaran atau tindak pidana akan ditindaklanjuti dengan
penindakan atau bahkan penyidikan. Penelitian dokumen atau audit yang menemukan dokumen palsu
akan segera ditindaklanjuti dengan penyidikan.
Demikian juga apabila dalam pemeriksaan fisik ditemukan barang terlarang akan ditindaklanjuti dengan
penyidikan. Jika petugas Bea Cukai di Kantor Pelayanan tidak mempunyai wewenang melakukan
penindakan akan timbul masalah apabila dalam tugasnya ia menemukan pelanggaran misalnya
menemukan adanya pembawa uang rupiah dalam jumlah lebih dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah).
Petugas Bea Cukai yang menemukan pelanggaran akan melakukan penegahan atau penyegelan, tetapi
kalau tidak mempunyai wewenang untuk itu akan menimbulkan keadaan vakum menunggu petugas dari
Kantor Wilayah. Kegiatan Bea cukai merupakan satu mata rantai yang tidak terputus mulai dari
kedatangan kapal, penyerahan pemberitahuan, penelitian dokumen, pemeriksaan barang sampai
dengan pengeluaran barang.

Demikian pula apabila petugas menemukan pelanggaran pada pemeriksaan barang harus ditindaklanjuti
dengan penindakan atau penyidikan. Jika ada petugas yang menemukan narkotika dalam koper
penumpang harus segera ditindaklanjuti dengan penyidikan. Jika wewenang penyidikan hanya diberikan
kepada Kantor Wilayah akan menyebabkan terhambatnya proses penyidikan. Memberikan wewenang
pemeriksaan terhadap petugas Kantor Pelayanan tetapi tidak memberikan wewenang tindak lanjut
berupa penindakan atau penyidikan seperti membuat segmentasi atau pengkotak-kotakan tugas yang
akan menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi Bea Cukai.
Meskipun dalam tugas dan fungsi Kantor Pelayanan tidak disebutkan secara tersurat adanya wewenang
penindakan dan penyidikan bahkan unit kerja penindakan dan penyidikan juga tidak ada namun kedua
kegiatan ini harus tetap dapat dilaksanakan di situ karena merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan
barang. Di kantor-kantor pelayanan saat ini terdapat juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang
berwenang melakukan penyidikan. Kalau mereka tidak difungsikan karena fungsi penyidikan tidak ada
dalam struktur organisasi Kantor Pelayanan akan menimbulkan kesulitan kalau terjadi tindak pidana dan
harus mendatangkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kantor Wilayah.
Dalam Undang-Undang Kepabeanan diatur wewenang Pejabat Bea dan Cukai mulai dari pasal 74 sampai
dengan pasal 92 yang antara lain berisi wewenang penindakan dan pasal 112 tentang wewenang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai.
Jika wewenang-wewenang itu tidak dapat dijalankan oleh petugas Kantor Pelayanan akan menyebabkan
hambatan dalam tugas pokok Bea dan Cukai. Pada Kantor Pelayanan terdapat seksi Kepabeanan yang
menyelenggarakan fungsi pemeriksaan barang, mengoperasikan X-Ray, pemeriksaan badan,
menetapkan klasifikasi barang, tarif bea masuk dan nilai pabean, penelitian kebenaran, penghitungan
bea masuk. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pengawasan pabean, meskipun nama unit kerjanya
bukan Seksi Pengawasan, Seksi Operasi, atau Seksi Pemberantasan Penyelundupan.
Tugas yang dilakukan Seksi Kepabeanan yaitu pemeriksaan barang, pemeriksaan badan, penelitian tarif
bea masuk dan nilai pabean pada hakekatnya adalah pengawasan dalam pengertian manajemen yaitu
upaya menjaga agar semua kegiatan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan memeriksa barang, mencocokkan apakah semua barang
yang diimpor telah diberitahukan dengan benar atau apakah tarif dan harganya telah diberitahukan
dengan benar. Benar di sini adalah sesuai dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku
mengenai pemberitahuan impor.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan ini tidak berbeda
dengan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Aparat pengawasan seperti Inspektorat
Jenderal atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam melaksanakan tugasnya akan
mencocokkan apakah peraturan yang berlaku telah dilaksanakan oleh petugas di lapangan. Dipandang
dari sudut ini apa yang dilakukan oleh petugas Inspektorat Jenderal atau Badan Pemeriksa Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) sama saja dengan petugas pemeriksa barang atau dokumen di Kantor
Pelayanan.
Dokumen perjalanan tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Paspor (dokumen perjalanan resmi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah suatu negara).
2. Visa (ijin memasuki wilayah negara lain).
3. Exit atau Reentry Permit (ijin meninggalkan atau kembali lagi).
4. Surat Keterangan Sehat (health certificate).
Penerapan peraturan dan ketentuan CIQ antara Negara satu dengan Negara lainnya tentunya tidak
sama.

B. Rumusan masalah
Hal-hal yang di uraikan dalam makalah ini adalah tentang sebagai berikut :
1. Apakah peranan CIQ di Bandar Udara international ?2.

Apa saja masalah yang terjadi CIQ di Indonesia?


3. Dokumen apa saja yang perlu ditunjukan kepada petugas CIQ?4. Apakah Pengertian CIQ Custom
immigration Quarantine ( CIQ ) ?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas Custom Immigation Quarantine (CIQ).
2. Memahami tentang CIQ.
3. Menguasai pengetahuan yang lebih luas tentang CIQ.
4. Memberikan informasi tentang CIQ.
(Custom Immigration Quarantine atau Bea Cukai, Imigrasi, Karantina). Bagi para penumpang pada
penerbangan internasional dalam rangka kegiatan wisata atau perjalanan dari dan ke luar negeri
dipastikan melalui proses pemeriksaan petugas Bea & Cukai, Imigrasi dan Karantina yang dikenal dengan
sebutan CIQ (Custom, Immigration, Quarantine), yaitu lembaga pemerintahan yang bertugas mengatur,
mengawasi dan mengamankan lalu-lintas keluar masuknya manusia, barang-barang dan mahluk hidup
lainnya demi tegaknya kewibawaan pemerintah suatu Negara.
Proses pemeriksaan dokumen perjalanan (document clearance) ini wajib dilaksanakan karena
merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi Negara yang akan ditinggalkan atau Negara yang akan
dikunjungi maupun Negara yang dilalui oleh penumpang bersangkutan. Dokumen perjalanan tersebut
antara lain:
Dokumen perjalanan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Paspor (dokumen perjalanan resmi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah suatu negara).
2. Visa (ijin memasuki wilayah negara lain).
3. Exit atau Reentry Permit (ijin meninggalkan atau kembali lagi).
4. Surat Keterangan Sehat (health certificate).

Adapun undang-undang CIQ (Custom, Immigration, Quarantine) yaitu antara lain adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 TAHUN 2006 tentang perubahan atas undang-
undang Nomor 10 tahun 1995 tentang KEPABEANAN.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 TAHUN1992 tentang Tentang KEIMIGRASIAN.
3. Indeks: ADMINISTRASI. HANKAM. KEHAKIMAN.
4. Imigrasi Warganegaraan, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 TAHUN 1992 tentang
KARANTINA. Hewan, ikan, dan tumbuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IMIGRASI
Istilah imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang berarti perpindahan orang dari suatu tempat atau
negara menuju ke tempat atau negara lain. Jadi Imigrasi adalah masuknya penduduk dari suatu negara
ke negara lain dengan tujuan menetap atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan
orang asing diwilayah Indonesia.
Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk
dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang bersifat nonpermanen (sementara)
misalnya turisme baik nasional maupun internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen
(menetap). Mobilitas penduduk permanen disebut migrasi. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari
suatu tempat ke tempat lain dengan melewati batas negara atau batas administrasi dengan tujuan
untuk menetap.

Pengertian Migrasi
Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Dalam
mobilitas penduduk terdapat migrasi internasional yang merupakan perpindahan penduduk yang
melewati batas suatu negara ke negara lain dan juga migrasi internal yang merupakan perpindahan
penduduk yang berkuat pada sekitar wilayah satu negara saja.

Jenis-jenis Migrasi
Migrasi dapat terjadi di dalam satu negara maupun antarnegara. Berdasarkan hal tersebut, migrasi
dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
a. Migrasi Internasional, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lainnya. Migrasi
internasional dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :
1. Imigrasi
Imigrasi, yaitu Perpindahan orang dari suatu Negara atau Bnagsa (Nation State) ke Negara lain, di mana
ia bukan merupakan Warga Negara.
2. Emigrasi
Emigrasi, yaitu keluarnya penduduk dari suatu negara ke negara lain. Orang yang melakukan emigrasi
disebut emigran.
3. Remigrasi atau repatriasi
Remigrasi atau repatriasi, yaitu kembalinya imigran ke negara asalnya

Jenis Dokumen Perjalanan


1. Paspor
Dokumen resmi atau surat keterangan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah bagi warga negaranya
yang akan mengadakan perjalanan keluar negeri atau orang asing yang tidak memiliki status
kewarganegaraan, namun berdomisili dinegara dimana paspor itu dikeluarkan.
2. Visa
Visa adalah sebuah rekomendasi atau keterangan yang ditulis di dalam paspor atau dokumen perjalanan
lainnya, yang menerangkan bahwa pemilik paspor atau visa tersebut diperbolehkan memasuki atau
memasuki kembali Negara yang memberikan visa tersebut.
3. Fiscal
Fiscal adalah surat keterangan atau tanda bukti telah membayar pajak sebelum meninggalkan Negara
tempat seseorang berdomisili.

B. KARANTINA
Karantina adalah Pembatasan aktivitas yang ditujukan terhadap orang atau binatang yang telah kontak
dengan orang atau binatang yang menderita penyakit menular pada masa penularan. Tujuannya adalah
untuk mencegah penularan penyakit pada masa inkubasi jika penyakit tersebut benar-benar diduga
akan terjadi. Karantina juga tempat untuk menahan ternak impor yg baru datang dari luar negeri, guna
mencegah penyebaran penyakit menular.

Ada tiga macan karantina sebagai berikut, yaitu:


1) Karantina untuk manusia
Karantina ini bertujuan untuk melindungi bangsa Indonesia dari penyakit yang belum ada (sudah ada) di
Indonesia. Jika suatu penyakit sudah ada di Indonesia, pemerintah harus berusaha mengurangi
penyebabnya. Namun, jika penyakit tersebut belum ada, pemerintah harus berusaha mencegah
penyakit tersebut agar tidak masuk ke wilayah Indonesia.
2) Karantina untuk hewan
Tugas pokok karantina hewan adalah melakukan tindakan pencegahan terhadap masuk dan tersebarnya
penyakit hewan ke dalam wilayah Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku
serta mencegah pemusnahan hewan-hewan yang di lindungi oleh pemerintah.
3) Karantina untuk tumbuh-tumbuhan
Tumbuhan adalah segala jenis sumber daya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati, baik belum
diolah maupun sudah diolah. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) adalah semua
orgasme pengganggu tumbuhan yang ditetapkan pemerintah untuk di cegah masuk dan tersebarnya ke
dalam wilayah Republik Indonesia.
Instansi karantina tumbuhan adalah upaya atau kegiatan yang dilakukan petugas karantina tumbuhan
dalam rangka mencegah masuk serta tersebarnya OPTK dari luar negeri dan dari satu daerah kedaerah
lain di dalam negeri atau keluarnya dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku. Penerapan peraturan dan ketentuan CIQ antara Negara satu dengan Negara lainnya
tentunya tidak sama.

C. Bea Cukai (Customs)


Untuk mengatur mengawasi serta mengamankan keluar masuknya barang impor dan ekspor
dilaksanakan oleh petugas Bea Cukai (Ditjen Bea Dan Cukai). Di Bandar udara Internasional secara umum
dikatakan bahwa tugas Ditjen. Bea dan Cukai selain melaksanakan pemungutan bea cukai juga
mencegah dan pemberantasan penyelundupan serta mengawasi masuknya orang asing tanpa ijin.
Dalam rangka memberi kemudahan, kelancaran dalam pelayanan proses pemeriksaan Bea dan Cukai di
Bandar Udara dibuat suatu sistim pelayanan penumpang dengan memakai “Jalur Hijau” dan “Jalur
Merah” sehingga dapat menciptakan rasa senang bagi para penumpang yang melaksanakan proses
pemeriksaan.

Jalur Hijau (Green Channels)


Jalur Hijau (Green Channels) adalah jalur yang disediakan bagi penumpang datang adalah berangkat
yang berdasarkan ketentuan tidak diwajibkan memberitahukan barang bawaannya kepada petugas Bea
dan Cukai.
Jalur Merah (Red Channels)
Jalur Merah (Red Channels) adalah jalur yang disediakan bagi penumpang datang atau berangkat yang
berdasarkan ketentuan diwajibkan memberitahukan barang bawaannya kepada petugas Bea dan Cukai.
Fiskal Luar Negeri
Sebagaimana kita ketahui bahwa aturan mengenai Fiskal Luar Negeri sejak 1 Januari 2009 telah
mengalami perubahan dimana tidak semua orang yang ke luar negeri harus bayar Fiskal Luar Negeri.
Berikut adalah tata cara mendapatkan pembebasan Fiskal Luar Negeri sebagaimana diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 1/PJ/2009 Tentang Tata Cara Perubahan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 53/PJ/2008 tentang Cara Pembayaran, Pengecualian dan Pengelolaan
Administrasi Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Neger sebagai berikut :
 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang memiliki NPWP
Wajib Pajak atau penumpang tujuan Luar Negeri menyerahkan foto copy Kartu NPWP, SKT atau SKTS,
foto copy paspor dan boarding pass ke petugas UPFLN.
 Wajib Pajak lainnya yang dikecualikan.
o Dibebaskan secara langsung.
o Dibebaskan melalui penerbitan SK BFLN.
o Wajib Pajak yang Wajib Bayar Fiskal Luar Negeri, sebagai berikut adalah :
o Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah beruasia 21 (dua puluh
satu) tahun yang akan bertolak ke luar negeri wajib membayar FLN . Termasuk Wajib Pajak orang pribadi
sebagaimana dimaksud di atas adalah istri atau suami, anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak
sebagaiman dimaksud di atas dan diakui oleh Wajib Pajak tersebut berdasarkan dokumen pendukung
dan hukum yang berlaku.
 Besarnya Fiskal Luar Negeri (FLN)
o Besarnya FLN yang wajib dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 adalah: Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap orang setiap kali
bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara.
• Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan angkutan laut.

o Pembayaran Fiskal Luar Negeri (FLN)


Pelunasan FLN harus dilakukan di sebagai berikut:
Bank yang ditunjuk oleh Kantor Wilayah atau Kepala KPP sebagai penerima pembayaran FLN.
UPFLN tertentu yang dapat menerima pembayaran jika di bandar udara tempat pemberangkatan ke
luar negeri tidak terdapat bank penerima pembayaran.
Tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

D. Tugas Imigrasi (Immigration)


Tugas instansi Imigrasi adalah mengatur , mengawasi dan mengamankan kelengkapan dokumen
perjalanan manusia. Bagi setiap warga Negara yang akan datang atau bepergian dari atau ke luar negeri
melalui bandar udara atau pelabuhan pada saat proses pendaratan atau pemberangkatan wajib
memenuhi persyaratan formalitas keimigrasian yang tidak boleh dilanggar yaitu dengan melaporkan
kedatangan atau keberangkatan kepada petugas Imigrasi di bandara atau pelabuhan yang telah
ditetapkan.
Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS)
Sesuai Kepres.No.103 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No.18 Tahun 2003
bahwa Bebas Visa Kunjungan Singkat adalah kunjungan tanpa Visa yang diberikan sebagai pengecualian
bagi orang asing warga Negara dari Negara-negara tertentu yang bermaksud mengadakan kunjungan ke
Indonesia dalam rangka:
a) Berlibur;
b) Kunjungan sosial budaya;
c) Kunjungan usaha dan;
d) Tugas pemerintahan.
Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVSK) ini diberikan semata-mata untuk kepentingan kunjungan
berdasarkan asas manfaat, saling menguntungkan, dan tidak menimbulkan gangguan keamanan.
Fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) diberikan kepada 11 negara, yaitu:
o Thailand
o Malaysia
o Singapore
• Brunei Darussalam
o Philipina
o Hongkong (SAR)
o Macao (SAR)
o Chile
o Maroko
o Peru
• Vietnam

Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) diberikan selama 30 (tiga puluh hari); Dalam hal terjadi Bencana
Alam, Kecelakaan atau Sakit dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan Menteri.
• Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK)
Visa Kunjungan Saat Kedatangan yang populer disebut Visa On Arrival (VOA) diberikan kepada orang
asing warga Negara lain yang tidak mendapat Fasilitas BVKS
Biaya VKSK, sebagai berikut yaitu:
a. US$ 10 per orang untuk 3 (tiga) hari.
b. US$ 25 per orang untuk 30 (tiga puluh) hari.

Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yang berwenang memberi VKSK (VOA) di Bandar Udara Internasional
di Indonesia sebagai berkut, yaitu :
a. Polonia – Medan.
b. Sultan Syarif Karim – Pekanbaru.
c. Tabing – Padang.
d. Soekarno Hatta –Tangerang.
e. Juanda – Surabaya.
f. Ngurah Rai – Denpasar.
g. Sam Ratulangi – Manado.
h. Halim Perdana Kusuma – Jakarta.
i. Adi Sucipto – Jogyakarta
j. Adi Sumarmo – Surakarta.
k. Selaparang – Mataram.
l. Sepinggan – Balikpapan.
m. Hasanuddin – Makassar.
n. El Tari – Kupang.

E. Tugas Karantina (Quarantine).


Tugas Karantina yaitu untuk mengatur, mengawasi dan mengamankan segala sesuatu yang menyangkut
masalah kesehatan masyarakat, hewan dan tumbuh-tumbuhan serta dampaknya terhadap lingkungan di
suatu Negara bersangkutan, sehingga dapat mencegah dan menghindari adanya penyakit menular yang
dibawa oleh penumpang datang atau berangkat ke luar negeri maupun terhadap hewan ternak serta
flora dan fauna yang dilindungi.

Proses pemerikasaan Karantina di bandar udara dilaksanakan oleh petugas Karantina dari Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) suatu lembaga dibawah Departemen Kesehatan. Analisis perbandingan
mendasar antara Pelabuhan udara dan perbatasan darat.

Garis batas negara merupakan salah satu hal yang harus dihormati antar warga negara. Garis batas
negara ini dapat merupakan perbatasan darat, laut, bahkan pelabuhan-pelabuhan darat dan udara.
Perbatasan inilah yang merupakan pintu masuk menuju sebuah negara. Dalam hal ini perbedaan
mendasar antara keduanya ialah sebagai berkut, yaitu:
Kondisi umum kawasan perbatasan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu:
Pada perbatasan darat.
1) Aspek Sosial Ekonomi
Merupakan daerah yang kurang berkembang (terbelakang) yang disebabkan antara lain oleh: lokasinya
yang relatif terisolir atau terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang rendah, rendahnya tingkat
pendidikan dan kesehatan masyarakat, rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat
daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal), langkanya informasi tentang
pemerintah dan pembangunan yang diterima oleh masyarakat di daerah perbatasan (blank spots).
2) Aspek Pertahanan Keamanan
Kawasan perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang
tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintahan sulit dilaksanakan, serta
pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien.
3) Aspek Politis
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan
sosial ekonomi di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang kerawanan di bidang
politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, namun
dimungkinkan adanya kecenderungan untuk bergeser ke soal politik, terutama apabila kehidupan
ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai ketergantungan kepada perekonomian negara
tetangga, maka hal inipun, selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat
menurunkan harkat dan martabat bangsa.
F. Pada Pelabuhan Udara
1. Aspek sosial ekonomi
Pelabuhan udara merupakan tempat terbuka yang bisa dilalui seseorang untuk dapat masuk ke sebuah
negara. Dengan demikian, tentu saja telah direncakan terlebih dahulu pembuatannya. Hal ini mengacu
kepada tersedianya fasilitas keamanan, komunikasi dan aksesbilitas yang tinggi.
2. Aspek Pertahanan dan Keamanan
Bandara merupakan salah satu pintu utama untuk masuk ke dalam sebuah negara. Mengingat hal itu
maka, sebuah negara telah menyiapkan segala bentuk pengamanan untuk menjaga keamanan negara
itu sendiri. Dibandingkan dengan perbatasan darat di Indonesia bandara memiliki banyak peralatan
canggih untuk dapat mencegah kriminalitas, contohnya: penyelundupan.
3. Aspek Politis
Kehidupan politis dalam perbatasan tidak mempengaruhi persis kehidupan politis di sebuah negara.
Karena sebenarnya, pelabuhan udara di Indonesia tidak berbatasan langsung dengan wilayah negara
tetangga.

G. CONTOH KASUS
Penyelundupan manusia melalui perairan kawasan Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara, juga
cenderung meningkat. Australia yang berada di bagian selatan kawasan Asia Tenggara, merupakan salah
satu negara tujuan para imigran gelap. Hal tersebut menjadikan perairan di kawasan Asia Tenggara,
termasuk perairan Indonesia, menjadi jalur laut menuju benua tersebut.
Penyelundupan manusia tidak dapat dipandang sebagai masalah yang sederhana. Upaya
penanggulangannya melibatkan beberapa negara dengan berbagai kepentingan yang berbeda, terutama
keamanan, kemanusiaan, ekonomi, dan politik. Kegiatan migrasi ilegal berskala besar kerap kali
dilakukan oleh organisasi yang memiliki jaringan internasional. Migrasi ilegal memberikan dampak
negatif terhadap negara tujuan dan negara transit sehingga sering menimbulkan persoalan politik, sosial
ekonomi, dan ketegangan hubungan antarnegara.
Disamping migrasi ilegal, kasus penyelundupan manusia, seperti penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan bayi, atau wanita ke negara lain melalui wilayah perairan juga marak akhir-akhir ini.
Kegiatan penyelundupan melalui wilayah perairan antar negara yang tidak kalah maraknya pada dekade
terakhir ini di kawasan Asia Tenggara adalah penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak.
Kegiatan ilegal tersebut memiliki aspek politik, ekonomi, dan keamanan antar negara maupun di negara
tujuan.

Di bidang keamanan, penyelundupan senjata menimbulkan masalah yang sangat serius karena secara
langsung akan mengancam stabilitas keamanan negara tujuan. Perompakan di laut dan penyelundupan
yang diuraikan di atas merupakan tindakan ilegal lintas negara yang menimbulkan kerugian bagi negara-
negara di kawasan maupun bagi negara-negara yang menggunakan lintas perairan. Tindakan ilegal lintas
negara itu cukup signifikan dan semakin menguatirkan negara-negara di kawasan. Tindakan ilegal
tersebut diorganisasi dengan rapi, sehingga perlu kerjasama antar negara untuk mengatasinya
a. keamanan
Persoalan perbatasan wilayah darat kembali mencuat setelah kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan.
Salah satu argumen yang berkembang mengaitkan kasus tersebut dengan stigma pemerintah terhadap
kawasan perbatasan sebagai wilayah yang perlu diawasi karena menjadi tempat persembunyian para
pemborantak. Hal ini mengusung paradigma yang lebih memandanga wilayah perbatasan dalam
perspektif keamanan. Sehingga pendekatan pembangunan wilayah perbatasan lebih berorientasi
militeristik.
Paradigma ini tidak sepenuhnya keliru, mengingat potensi keamanan di wilayah tersebut sangat rentan
tergerus konflik. Namun, memandang wilayah perbatasan hanya bersumber pada paradigma
pertahanan dan keamanan, justru menimbulkan keengganan masyarakat untuk beradaptasi dengan
lingkungannya. Konflik tidak selalu bersumber dari lemahnya sistem pertahanan dan keamanan, tapi
juga karena faktor kemisikinan, kebodohan dan ketertinggalan.
b. Ekonomi
Pada akhir 2007 sejumlah penduduk yang bermukim di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia
di Kalimantan direkrut menjadi Tentara Milisi yang disebut “Askar Wataniah”. Kegiatan tersebut telah
berlangsung lama tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Mereka mendapat tawaran gaji yang
cukup besar dalam melakukan peran itu. Mereka memilih menjadi Tentara Milisi dengan pertimbangan
ekonomi, meski harus menggadaikan identitas dan jati diri kebangsaan mereka sebagai warga negara
Indonesia. Lemahnya pengamanan di kawasan perbatasan darat membuat eskalasi pelanggaran semakin
meningkat. Pelanggaran tidak saja menyulut konflik, namun juga mengadakan kerja sama ekonomi yang
bersifat ilegal. Selisih harga yang cukup tinggi dengan harga dalam negeri membuat masyarakat tertarik
untuk bekerja sama dengan pihak luar. Aktivitas ekonomi yang memanfaatkan jalur perbatasan
didukung oleh masyarakat.
Upaya pencegahan terkadang menyulut konflik dengan aparat penegak hukum yang berjumlah lebih
sedikit. Situasi itulah yang terjadi dalam kasus illegal logging yang melibatkan oknum pengusaha kayu
tertentu yang menjual kayu secara ilegal melalui perbatasan darat Indonesia dengan Malaysia. Sebagian
penduduk perbatasan memiliki kedakatan hubungan kekerabatan dengan negara tetangga, seperti
Malaysia.
Hubungan tidak hanya terjadi pada aspek sosial dan budaya, tapi juga aspek ekonomi. Daerah terpencil
yang memiliki akses yang cukup jauh dari pusat pemerintahan membuat penduduk terisolasi. Akibatnya
mereka hidup dalam keadaan miskin, bodoh dan tertinggal. Kehidupan mereka bergantung pada
ekonomi negara tetangga.
c. Politis
Banyaknya kasus pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti kegiatan terorisme, pengambilan
sumber daya alam oleh warga negara lain, dan banyaknya nelayan Indonesia yang ditangkap oleh polisi
negara lain karena nelayan Indonesia melewati batas wilayah negara lain akibat tidak jelasnya batas
wilayah negara.
Masalah lain adalah ketidakjelasan siapa yang berwenang dan melakukan koordinasi terhadap masalah-
masalah perbatasan antara Indonesia dan negara-negara tetangga, mulai dari masalah konflik di wilayah
perbatasan antara masyarakat perbatasan, siapa yang bertugas mengawasi wilayah perbatasan dan
pulau-pulau terluar, sampai kepada siapa yang berwenang mengadakan kerja sama dan perundingan
dengan negara-negara tetangga, misalnya tentang penentuan garis batas kedua negara.
Analisis Permasalahan yang Terjadi
Semua permasalahan yang terjadi dapat dibendung dengan penindakan hukum yang tegas dengan dan
kerjasama antar kedua belah negara yang perbatasannya saling bersiggungan.

H. TIPE PELANGGARAN DAN TERSEDIANYA INFORMASI


Pengawasan pabean adalah salah satu cara untuk mencegah dan mendeteksi adanya pelanggaran.
Pengawasan yang efektif memungkinkan Bea dan Cukai mengurangi terjadinya pelanggaran. Menurut
WCO Hanbook for Comercial Fraud Investigators ada enambelas tipe pelanggaran utama di Bidang
kepabeanan yaitu sebagai berikut :

Penyelundupan
Yang dimaksud dengan penyelundupan disini adalah menimpor atau mengekspor di luar tempat
kedudukan Bea dan Cukai atau mengimpor/mengekspor di tempat kedudukan Bea dan Cukai tetapi
dengan cara menyembunyikan barang dalam alas atau dinding dinding palsu (concealment) atau di
badan penumpang.

Uraian Barang Tidak Benar


Uraian Barang Tidak Benar dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari bea masuk yang rendah atau
menghindari peraturan larangan dan pembatasan.

Pelanggaran Nilai Barang


Dapat terjadi nilai barang sengaja dibuat lebih rendah untuk menghindari bea masuk atau sengaja
dibuat lebih tinggi untuk memperoleh restitusi (draw-back) yang lebih besar.

Pelanggaran Negara Asal Barang


Memberitahukan negara asal barang dengan tidak benar misalkan negara asal Jepang diberitahukan
Thailand dengan maksud memperoleh preferensi tarif di negara tujuan. Pelanggaran Fasilitas
Keringanan Bea Masuk Atas Barang Yang Diolah. Yaitu tidak mengekspor barang yang diolah dari bahan
impor yang memperoleh keringanan bea masuk.
Pelanggaran Impor Sementara. Tidak mengekspor barang seperti dalam keadaan semula.

Pelanggaran Perizinan Impor atau Ekspor


Misalnya memperoleh izin mengimpor bibit bawang putih ternyata dijual ke pasaran bebas sabagai
barang konsumsi.

Pelanggaran Transit Barang


Barang yang diberitahukan transit ternyata di impor untuk menghindari bea.

Pemberitahuan Jumlah Muatan Barang Tidak Benar


Tujuannya agar dapat membayar bea masuk lebih rendah atau untuk menghindari kuota.
Pelanggaran Tujuan Pemakaian
Misalnya memperoleh pembebasan bea masuk dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) tetapi
dijual untuk pihak lain.

Pelanggaran Spesifikasi Barang Dan Perlindungan Konsumen


Pemberitahuan barang yang menyesatkan untuk menghindari persyaratan dalam Undang-Undang
Spesifikasi Barang atau Perlindungan Konsumen.

Barang Melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual


Yaitu barang palsu atau bajakan yang diimpor disuatu negara atau diekspor dari suatu negara.

Transaksi Gelap
Transaksi yang tidak dicatat dalam pembukuan perusahaan untuk menyembunyikan kegiatan ilegal.
Pelanggaran ini dapat diketahui dengan mengadakan audit ke perusahaan yang bersangkutan.

Pelanggaran Pengembalian Bea


Klaim palsu untuk memperoleh pengembalian bea/pajak dengan mengajukan dokumen ekspor yang
tidak benar.

Usaha Fiktif
Usaha fiktif diciptakan untuk mendapatkan keringanan pajak secara tidak sah. Contohnya adalah
perusahaan yang melakukan ekspor fiktif yang ternyata tidak mempunyai pabrik dan alamat kantornya
tidak dapat ditemukan.

Likuidasi Palsu
Perusahaan beroperasi dalam periode singkat untuk meningkatkan pendapatan dengan cara tidak
membayar pajak. Kalau pajak terhutang sudah menumpuk kemudian menyatakan bangkrut untuk
menghindari pembayaran. Pemiliknya kemudian mendirikan perusahaan baru. Di Indonesia praktek ini
dipakai oleh Importir yang sudah sering dikenakan tambah bayar supaya bisa memperoleh jalur hijau
maka ia mendirikan perusahaan baru.
Dari berbagai tipe pelanggaran di atas sebagian besar adalah pengimporan atau pengeksporan di
pelabuhan tempat pengawasan Bea dan Cukai. Untuk tipe pelanggaran ini informasinya lebih banyak
dan lebih mudah diperoleh dari dokumen dokumen yang diajukan pada Bea dan Cukai Kantor
Pelayanan, tetapi untuk penyelundupan yang terjadi di luar tempat kedudukan Bea dan Cukai
informasinya harus dicari langsung di lapangan. Informasi untuk penyelundupan di luar tempat
kedudukan Bea dan Cukai diperoleh melalui Surveillance dapat dilakukan oleh petugas di Kantor
Pelayanan kalau diberi wewenang untuk itu.
Dalam organisasi dan tata kerja yang baru kegiatan intelijen (pengumpulan dan pengolahan informasi)
secara umum tidak dimungkinkan di Kantor Pelayanan. Yang dimungkinkan hanya pengumpulan
informasi muatan kapal yang tercantum pada manifest. Tetapi fungsi patroli ada juga di Kantor
Pelayanan dan untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan pengumpulan informasi. Tanpa informasi
yang diperoleh dengan baik, patroli tidak terarah dan tidak tahu daerah rawan yang beresiko tinggi. Mau
tidak mau kegiatan Intelijen harus dilakukan juga di Kantor Pelayanan agar patroli berjalan efektif. Kalau
Intelijen (termasuk Surveillance) hanya dilakukan oleh petugas Kantor Wilayah tidak akan efektif dan
tidak mungkin bisa meliputi seluruh wilayah karena terbatasnya jumlah petugas dan dana dibandingkan
dengan luasnya wilayah. Secara teoriti bisa secara rutin dikirim satuan tugas Surveillance dari Kantor
Wilayah untuk mengumpulkan dan mencari informasi ke seluruh wilayah tetapi secara teknis sulit kalau
wilayahnya relatif luas.
Akan lebih mudah kalau kegiatan intelijen juga dilakukan oleh Kantor Pelayanan karena mereka berada
didekat sumber informasi. Penyelundupan narkotika dan psikotropika yang melalui pelabuhan
laut/udara ada yang informasinya diperoleh dari pihak luar negeri melalui Kantor Pusat dan ada yang
dideteksi dengan Profiling ataupun penggunaan X-Ray scanner.
Dilihat dari prosentasenya berdasarkan data yang tersedia lebih banyak tangkapan yang diperoleh dari
Profilling dan deteksi X-Ray dibandingkan yang berasal dari informasi yang sudah matang. Berarti dalam
hal inipun Kantor Pelayanan lebih banyak menguasai informasi dan melakukan deteksi melalui
pengamatan mereka sendiri terhadap gerak-gerik penumpang. Tipe pelanggaran pemberitahuan yang
tidak benar, penyalahgunaan fasilitas Kepabeanan, pelanggaran perizinan impor dan sebagainya lebih
mudah dideteksi melalui dokumen impor atau ekspor yang berada di Kantor Pelayanan Informasi
tentang adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa diperoleh jika kita mengolah informasi-informasi
dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Manifest, Bill of Lading
(B/L), Invoice, Packing List, data perusahaan, data kapal, data kontainer dan lain-lain. Informasi ini
sebagian besar berada di Kantor Pelayanna dan dapat digunakan setiap saat.
Pada umumnya yang dianggap informasi bagi orang awam adalah pemberitahuan dari seseorang atau
badan secara tertulis atau lisan bahwa akan terjadi penyelundupan yang dilakukan oleh seseorang.
Informasi yang sudah matang ini di Bea Cukai lazim disebut hasil intelijen atau intelijen positif.
Sebenarnya informasi tidak hanya sebatas yang sudah matang saja tetapi banyak informasi yang masih
mentah berseraka disana-sini berada dalam dokumen Pabean maupun dokumen pelengkapnya,
informasi ini kalau diolah juga akan menghasilkan informasi matang (intelijen positif) yang dapat
digunakan mendeteksi penyelundupan atau pelanggaran Kepabeanan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengawasan secara umum berarti kegiatan untuk menjaga agar rencana yang telah dibuat dapat
dilaksanakan dengan efektif. Pengertian ini hakikatnya sama dengan definisi Colin Vassarotti mengenai
pengawasan pabean yaitu suatu kegiatan yang tujuannya memastikan semua pergerakan barang, kapal,
pesawat terbang, kendaraan dan orang-orang yang melintas perbatasan negara berjalan dalam kerangka
hukum, peraturan, dan prosedur pabean yang telah ditetapkan. Pengertian ini tidak sejalan dengan
pengertian bentuk pengawasan yang digunakan dalam buku-buku World Customs Organizations (WCO).
Pengawasan pabean antara lain adalah : Penelitian dokumen , pemeriksaan fisik dan audit pasca-impor.
Untuk dapat melaksanakan pengawasan diperlukan informasi yang mencukupi dan khusus untuk Bea
dan Cukai informasi yang diperlukan itu sebagian besar berada dalam dokumen pabean atau dokumen
pelengkap pabean yang diserahkan kepada Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan. Dengan demikian Kantor
Pelayanan mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan Kantor Wilayah dalam penguasaan
informasi ini dan lebih mudah melakukan pengawasan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan
No: 32/KMK.01/1998 tanggal 4 Pebruari 1998 tentang Organisasi dan Tatakerja Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai titik berat fungsi pengawasan berada pada Kantor Pelayanan namun kalau dilihat dari
ketersediaannya informasi dan akses ke arah informasi Kantor Pelayanan lebih potensial untuk
melakukan pengawasan dalam pengertian dayto-day-operations.
Fungsi pengawasan yang bersifat pencegahan (Preventif) oleh Kanto Wilayah akan menghadapi kendala
kurangnya informasi, jumlah tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan tetapi untuk pengawasan yang
tidak bersifat pencegahan misalnya verifikasi dan audit dapat dilakukan sepenuhnya. Meskipun di dalam
fungsi Kantor Pelayanan tidak tersebut adanya pencegahan, penindakan dan penyidikan namun
seyogyanya kegiatan ini tetap dapat dilaksanakan di. Kantor Pelayanan sebab kegiatan-kegiatan tersebut
merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang, pemeriksaan penumpang,
hasil patroli.

B. SARAN
Penulis menyarankan perlunya lagi di perbaiki permasalahan Pabean, keimigrasian dan karantina yang
ada di Indonesia ini. Perbaikan yang di maksud bisa melaui Hukum juga kesadaran bagi para seluruh
anggota masyarakat yang terkait dalam dunia Kepabeanan di Indonesia. Pentingnya kerjasama dari
semua pihak akan menjadikan Pabean di Indonesia menjadi lebih baik dan disiplin.
DAFTAR PUSTAKA

o Arif, Moh. 1997. Keimigrasian Suatu Pengantar. Pusat Pendidikan, dan Latihan Pegawai Departemen
Kehakiman. Jakarta:. Departemen Kehakiman RI.
o BPHN. 1995/1996. Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta Pembangunan Hukum
Jangka Panjang. Jakarta.
o Hanitijo, Ronny. 1998. Metode Penelitian dan Jurumetr. Jakarta: Ghalia.
o Hadi Mulyanto. Felix.R, Sugiharto Endar. 1997. Pabean Imigrasi dan Karantina Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
o Santoso, M Iman. 1993. Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional.
Jakarta: Universitas Indonersia ( UI – Press ).
o Moleong J, Lexy. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
o KH, Ramadhan, Yusra, Abrar. 2005. Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia. Jakarta: Dirjen Imigrasi Hukum
dan HAM RI.
o Kansil, C.S.T. Hukum Kewarganegaraan Indones.: Jakarta: Sinar Grafika
o Marpaung, Leden. 2005. Asas- Teori –Praktek Hukum Pidana. Jakarta.
o Soedarto. 1984. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni.
o Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia ( UI- Press
).
o Soetopo, HB. 1991. Pengantar Penelitian Hukum. Makalah Training Penelitian Hukum. Surakarta:
Fakultas Hukum UNS.
o Soetopoprawiro, Koerniatmanto. 1994. Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia (
Sejarah Poloitik Keimigrasian Indonesia ). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
o Subekti, Tjitrosudibio, R. 1986. Kamus Hukum. Jakarta: PT. Pradya Paramitha:
o Syahriful, Abdullah H ( James ).1993. Memperkenalkan Hukum Keimigrasian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
o Tangun Susilo, I Wayan, dkk. 1993. Usaha Penanggulangan Tindak Pidana Imigrasi dan Imigrasi Gelap
di Kota Denpasar ( Laporan Penelitian ). Denpasar: Universitas Udayana.
o Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
o http/www.ditjenim.go.id
o Imi-Solo@Yahoo.Co.Uk
o Undang-undang RI Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dan Penjelasannya.
o Peraturan Pemerintah RI Nomor 30 Tahun 1994 Tentang Keimigrasian dan tata cara Pelaksanaan
Pencegahan dan Penangkalan dan Penjelasannya.
o Direktorat Jendral Imigrasi.1993.Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jendral Imigrasi No. F-
963.01.01.1993. Jakarta
o Brosur Profil Kantor Imigrasi Kelas II Surakarta. 2005. Surakarta: Kantor Imigrasi Surakarta
o Sumber Data Kantor Imigrasi Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai