Anda di halaman 1dari 8

QALB

3 Dalil Al-Qur’an tentang Qalb

3 Hadist tentang Qalb

3 Pendapat Ulama tentang Qalb

1. Daya kognisi, hubungan antara qulb dan ya’qilun

‫ض َف َت ُك ْو َن َل ُه ْم قُلُ ْوبٌ يَّعْ قِلُ ْو َن ِب َهٓا اَ ْو ٰا َذانٌ يَّسْ َمع ُْو َن ِب َه ۚا َف ِا َّن َها اَل‬
ِ ْ‫اَ َف َل ْم يَسِ ْير ُْوا فِى ااْل َر‬
‫ص ُد ْو ِر‬ُّ ‫صا ُر َو ٰل ِكنْ َتعْ َمى ْالقُلُ ْوبُ الَّ ِتيْ فِى ال‬ َ ‫َتعْ َمى ااْل َ ْب‬
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu
yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj [22] : 46)

2. Daya emosi, berasal hubungan qalb dan khasya’a (kerendahan hati, takut).
Mangandung makna perasaan atau emosi
‫اَ َل ْم َيْأ ِن لِلَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا اَنْ َت ْخ َش َع قُلُ ْو ُب ُه ْم لِذ ِْك ِر هّٰللا ِ َو َما َن َز َل م َِن ْال َح ۙ ِّق َواَل َي ُك ْو ُن ْوا َكالَّ ِذي َْن‬
‫ت قُلُ ْو ُب ُه ۗ ْم َو َك ِث ْي ٌر ِّم ْن ُه ْم ٰفسِ قُ ْو َن‬ َ ‫ا ُ ْو ُتوا ْالك ِٰت‬
ْ ‫ب ِمنْ َق ْب ُل َف َطا َل َع َلي ِْه ُم ااْل َ َم ُد َف َق َس‬
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada
mereka),.. dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima
kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati
mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.
(QS. Al-Hadid [57]:16)

3. Daya konasi, qalb melakukan keinginan dengan menerima konsekuensi


sebagaimana firman Allah

‫ان هّٰللا ُ َغفُ ْورً ا رَّ ِح ْيمًا‬ ْ ‫ْس َع َل ْي ُك ْم ُج َنا ٌح فِ ْي َمٓا اَ ْخ َطْأ ُت ْم ِبهٖ َو ٰل ِكنْ مَّا َت َعم‬
َ ‫َّدَت قُلُ ْو ُب ُك ْم َۗو َك‬ َ ‫َو َلي‬
“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi
(yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab [33]:5)
1. Dalam sebuah hadis, Rasulullah khawatir jikalau setan menyusupkan
kejelekan ke dalam qalb manusia, karena setan mengalir seperti darah dalam
tubuh manusia.
‫وب ُك َما‬ َ ‫يت َأنْ َي ْقذ‬
ِ ُ‫ِف فِى قُل‬ ُ ِ‫ َوِإ ِّنى َخش‬، ‫ان َم ْج َرى الد َِّم‬
ِ ‫س‬َ ‫ش ْي َطانَ َي ْج ِرى مِنَ اِإل ْن‬
َّ ‫ِإنَّ ال‬
‫سو ًءا‬
ُ
“Sesungguhnya setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah.
Aku khawatir sekiranya setan itu menyusupkan kejelekan dalam hati kalian
berdua.” (HR. Bukhari no. 3281 dan Muslim no. 2175)

2. Ilustrasi darah dalam hadis di atas, bahwa darah tersebar ke seluruh bagian
tubuh dengan membawa oksigen dan makanan untuk bagian-bagian itu.
Namun, ketika qalb disusupi setan maka dengan mudah, darah itu
menyebarkan keburukan keseluruh tubuh. Dalam hadis lain, Rasulullah
menjelaskan bahwa setiap kesalahan akan membekas hitam dalam hati
manusia
َ ‫س ْو َدا ُء ُث َّم َإذا َأ ْذ َن َب ُنك‬
َ ‫ِت فِي َق ْل ِب ِه ُن ْك َت ٌة‬
‫س ْو َدا ُء‬ َ ‫ِت فِي َق ْل ِب ِه ُن ْك َت ٌة‬ َ ‫إنَّ ا ْل َع ْب َد َإذا َأ ْذ َن َب ُنك‬
‫ف َم ْع ُرو ًفا َواَل ُي ْن ِك ُر ُم ْن َك ًرا‬ ُ ‫ح َّتى َي ْب َقى َأ ْس َودَ ُم ْر َب ًدّ ا اَل َي ْع ِر‬.َ
Artinya, “Sungguh apabila seorang hamba melakukan dosa, maka akan ditulis
dalam hatinya sebuah titik hitam, kemudian jika melakukan dosa (kembali) maka
akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, sampai (hatinya) tersisa menjadi hati
hitam selamanya, ia tidak akan mengetahui kebenaran, ia juga tidak akan ingkar
pada kemungkaran.” (Syamsuddin al-Muqdisi, al-Adabusy Syar’iyah, [Darul ‘Alam:
1999], juz I, halaman 188).

3. Dapat ditarik pemahaman, hadis ini mengisyaratkan tentang setiap perilaku


manusia pasti memiliki bekas di dalam qalb. Titik hitam yang dimaksud ialah
memori buruk yang memengaruhi kesucian qalb. Menjadikan qalb yang buta
kebaikan dan sakit ruhaninya, sehingga tidak bisa menerima cahaya
keimanan dan hidayah.

ُ ‫صلَّى هَّللا‬
َ ِ ‫سول ُ هَّللا‬ ُ ‫ َقال َ َر‬: َ ‫ص ْخ ٍر َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َقال‬َ ‫الر ْح َم ِن ْب ِن‬ َّ ‫ؤ َعنْ َأ ِبي ه َُر ْي َر َة َع ْب ِد‬
ِ ُ‫ َو َلكِنْ َي ْن ُظ ُر ِإ َلى قُل‬، ‫ص َو ِر ُك ْم‬
‫وب ُك ْم‬ ُ ‫سا ِم ُك ْم َوالَ ِإ َلى‬َ ‫ ِإنَّ هَّللا َ الَ َي ْن ُظ ُر ِإ َلى َأ ْج‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫َع َل ْي ِه َو‬
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah Abdirrahman bin Syahrin radhiyallahu
‘anhu, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah
tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia
melihat kepada hati kalian.” (HR. Muslim)
1. Qalb menurut al-Ghazali

Dalam memahami Qalb al-Ghazali memiliki dua makna. Pertama, Qalb berarti
sepotong daging di dada sebelah kiri yang disebut jantung, yang berongga di
dalamnya dan diisi dengan darah hitam, dan yang juga merupakan sumber ruh atau
kehidupan. Jantung adalah pusat atau penyebaran darah. Deskripsi terperinci
tentang jantung dapat ditemukan dalam anatomi. Jantung ada pada manusia dan
hewan yang lebih rendah dan berhubungan dengan dunia material. Makna kedua,
dari Qalb adalah jiwa. Jiwa adalah hal yang tak berwujud atau elemen subtansial
dasar yang tidak berbentuk, yang memiliki hubungan dengan jantung materi. Ia
seperti listrik yang tak terlihat. Ia adalah hal utama dalam diri manusia. Ia
memperoleh pengetahuan tentang Allah dan dunia spiritual. Ia diberi hukuman dan
pahala. Hubungan jiwa dengan jantung adalah hubungan atribut dengan anggota
tubuh, atau mesin dengan manusia mesin, atau rumah dengan penghuninya.
Hubungan ini terdiri dari dua jenis. Satu jenis hubungan adalah dengan Ulum
Mokashafa atau pengetahuan spiritual. Namun, dalam pandangan ini, tujuan al-
Ghazali adalah untuk menceritakan Ulum Muamalah atau pengetahuan tentang
kebiasaan dunia.

Berangkat dari beberapa pengertian di atas, jantung (heart) disebut qalb


karena memang secara fisik keadaannya terus-menerus berdetak dan bolak-balik
memompa darah. Namun dalam pengertian secara psikis, qalb merupakan suatu
keadaan rohaniyah yang selalu bolak-balik dalam menentukan suatu ketetapan.
Dalam hubungan ini alTirmidziy, sebagaimana dikutip oleh al-Syarqawiy, berkata,
“Dinamakan qalb karena ia senantiasa berbolak-balik (taqallub), dan karena qalb
berada di antara dua “jari” dari beberapa “jari” Yang Maha Pengasih, di mana Dia
membalikkan sesuai dengan kehendak-Nya terhadap diri si qalb.

Terjemahan yang benar Qolbu adalah Jantung. Karena Qolbu dalam bahasa
Arab adalah salah satu organ manusia yang berperan dalam sistem peredaran
darah, terletak di rongga dada agak sebelah kiri fungsinya menyaring racun atau
penyakit dari darah. dan ini artinya jantung bukan hati.Sedangkan "Hati" letaknya
tidak di dada, tetapi di perut. Hati dalam Bahasa Arab disebut dengan ‘kibdatun’
atau ‘kibdun’ atau 'kabid'. Dalam bahasa Inggris adalah Liver. Jantung dalam bahasa
Inggris "Heart".

Final paper: SINOATRIAL NODE MODERN DALAM PERSPEKTIF TASAWUF


IMAM ABU HAMID AL-GHAZALI

5 ayat + tafsirnya (tafsir itu bisa diambil jika ada tulisan sholihun lil makbuk)
Hadist + pendapat filosof

1. Daya kognisi, hubungan antara qulb dan ya’qilun

‫ض َف َت ُك ْو َن َل ُه ْم قُلُ ْوبٌ يَّعْ قِلُ ْو َن ِب َهٓا اَ ْو ٰا َذانٌ يَّسْ َمع ُْو َن ِب َه ۚا َف ِا َّن َها اَل‬
ِ ْ‫اَ َف َل ْم يَسِ ْير ُْوا فِى ااْل َر‬
‫ص ُد ْو ِر‬ُّ ‫صا ُر َو ٰل ِكنْ َتعْ َمى ْالقُلُ ْوبُ الَّ ِتيْ فِى ال‬ َ ‫َتعْ َمى ااْل َ ْب‬
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu
yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj [22] : 46)

Tafsir Jalailan Juz 1 (46). (Maka apakah mereka tidak berjalan) mereka orang-
orang kafir Mekah itu (di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu
mereka dapat memahami) apa yang telah menimpa orang-orang yang mendustakan
sebelum mereka (atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat
mendengar?) berita-berita tentang dibinasakannya mereka dan hancurnya negeri-
negeri tempat tinggal mereka, oleh sebab itu mereka mengambil pelajaran darinya.
(Karena sesungguhnya) kisah yang sesungguhnya (bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada) kalimat ayat ini berfungsi
mengukuhkan makna sebelumnya.

‫( اَ َف َل ْم يَسِ ْير ُْوا‬Maka apakah mereka tid.ak berjatan) merekaorang-orans kanr


Mekah itu - ‫و َن ِب َهٓا‬B ِ ْ‫فِى ااْل َر‬, (di muha bttmi, lalu mereka
ْ Bُ‫وبٌ يَّعْ قِل‬Bْ ُ‫و َن َل ُه ْم قُل‬Bْ ‫ض َف َت ُك‬
mernpunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami) apa yang telah
menimpa orang-orang yang mendustakan sebelum mereka - ‫هَا اَ ْو‬ۚ ‫ٰا َذانٌ يَّسْ َمع ُْو َن ِب‬
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar?) berita-berita
tentang dibinasakannya mereka dan hancurnya negerinegeri tempat tinggal mereka.
Oleh sebab itu, mereka mengambil pelajaran darinya. - ۚ ‫( َف ِا َّن َها‬Karena
ْ ‫صا ُر َو ٰل ِكنْ َتعْ َمى‬
sesungguhnyo) kisah yang sesungguhnya ‫القُل ُ ْوبُ الَّ ِتيْ فِى‬ َ ‫اَل َتعْ َمى ااْل َ ْب‬
‫ص ُد ْو ِر‬
ُّ ‫ ال‬bukankah mata itu, yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam
dada) kalimat ayat ini berfungsi mengukuhkan makna sebelumnya. (Tafsir Jalailan
Juz 2)

(Tafsir Al-Qurthubi Jilid 12) Firman Allah Swt, ِ ْ‫ ْير ُْوا فِى ااْل َر‬BB‫اَ َف َل ْم َي ِس‬,
‫ض‬
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi,” maksudnya adalah orang-
orang kafir Makkah, kemudian mereka menyaksikan negeri ini, mengambil
pelajaran darinya, dan mewaspadai datangnya hukuman dari Allah SWT
sebagaimana halnya hukuman yang menimpa umat-umat sebelumnya.

‫ َف َت ُك ْو َن َل ُه ْم قُلُ ْوبٌ يَّعْ قِلُ ْو َن ِب َهٓا‬, “Lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu
mereka dapat memahami.” Allah menisbatkan pemahaman kepada hati, sebab hati
adalah tempatnya, sebagaimana telinga adalag tempat mendengar. Menurut satu
pendapat, tempat pemahaman adalah otak. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu
Hanifah. Namun aku tidak menilah pendapat ini Shahih bersumber darinya.

َ ‫ َف ِا َّن َها اَل َتعْ َمى ااْل َب‬, “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta.”
‫ْصا ُر‬
Al Farra berkata, “Huruf ha’ adalah tiang.” Namun boleh juga disebut dengan lafazh
fainnahu. Ini adalah qira’ah Abdullah bin Mas’ud. Pengertian qira’ah ini dengan
qira’ah sebelumnya adalah sama. Pemggunaan dhamir mudzakar (kata ganti untuk
َ ‫( ااْل َب‬mata) atau kisah.
pria) karena dhamir tersebut kembali kepada lafaz ‫ار‬B ‫ْص‬
Maksudnya, karena sesungguhnya mata itu tidak buta, atau karena sesungguhnya
kisah.

َ ‫“ اَل َتعْ َمى ااْل َب‬Bukanlah


‫ار‬BBB‫ْص‬ mata itu yang buta,” maksudnya adalah,
penglihatan mata ada pada mereka. ُّ ‫و ٰل ِكنْ َتعْ َمى ْالقُلُ ْوبُ الَّ ِتيْ فِى ال‬,َ “tetapi yang
‫ص ُد ْو ِر‬
buta ialah hati yang didalam dada,” yakni buta untuk menemukan kebenaran dan
pelajaran. Qatadah berkata, “mata yang dapat melihat dijadikan sebagaimana
kepatuan dan manfaat, sedangkan mata yang dapat mendatangkan manfaat terletak
di dalam hati.” Mujajid berkata, “setiap individu memiliki empat mata,” maksudnya
adalah, setiap orang memiliki empat mata yaitu: (1) dua di kepala untuk kehidupan
dunia, dan (2) dua lainnya di hati untuk kehidupan akhirat.

Jika kedua mata kepalanya buta, sementara kedua mata hatinya dapat
melihat, maka hal itu tidak akan memudharatkannya sedikit pun. Tapi jika kedua
mata kepalanya dapat melihat, sementara kedua mata hatinya buta, maka
penglihatannya itu tidak akan memberinya manfaat sedikit pun. Qatadah dan Ibnu
Jubair berkata, “ayat ini diturunkan tentang Ibnu Ummi Maktum yang buta. Ibnu
Abbas dan Muqatil berkata, “Ketika turun ayat man kaana fii hadzihi a’maa ‘dan
barangsiapa yang but (hatinya) di dunia ini, Ibnu Ummi maktum berkata,’Ya
Rasullah aku di dunia ini buta. Apakah di akhirat juga aku akan buta? Maka
turunlah ayat, ُّ ‫وبُ الَّ ِتيْ فِى‬Bْ Bُ‫ا ُر َو ٰل ِكنْ َتعْ َمى ْالقُل‬B ‫ْص‬
‫ ُد ْو ِر‬B ‫الص‬ َ ‫ َف ِا َّنهَا اَل َتعْ َمى ااْل َب‬, ‘karena
sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di
dalam dada, maksdunya adalah, barang siapa yang di dunia ini hatinya buta dari
agama Islam, maka di akhirat nanti dia akan berada dalam neraka.
2. Daya emosi, berasal hubungan qalb dan khasya’a (kerendahan hati, takut).
Mangandung makna perasaan atau emosi

‫اَ َل ْم َيْأ ِن لِلَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا اَنْ َت ْخ َش َع قُلُ ْو ُب ُه ْم لِذ ِْك ِر هّٰللا ِ َو َما َن َز َل م َِن ْال َح ۙ ِّق َواَل َي ُك ْو ُن ْوا َكالَّ ِذي َْن‬
‫ت قُلُ ْو ُب ُه ۗ ْم َو َك ِث ْي ٌر ِّم ْن ُه ْم ٰفسِ قُ ْو َن‬ َ ‫ا ُ ْو ُتوا ْالك ِٰت‬
ْ ‫ب ِمنْ َق ْب ُل َف َطا َل َع َلي ِْه ُم ااْل َ َم ُد َف َق َس‬
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada
mereka),.. dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima
kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati
mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.
(QS. Al-Hadid [57]:16)

Tafsir Jalalilen Juz 1 (16). (Belumkah datang) maksudnya apakah belum tiba
saatnya (bagi orang-orang yang beriman) ayat ini diturunkan berkenaan dengan
kelakuan para sahabat, yaitu sewaktu mereka banyak bergurau (untuk tunduk hati
mereka mengingat Allah dan mengingat apa yang telah diturunkan kepada mereka)
dapat dibaca Nazzala dan Nazala (berupa kebenaran) yakni Alquran (dan janganlah
mereka) di'athafkan kepada lafal Takhsya'a (seperti orang-orang yang sebelumnya
telah diturunkan Alkitab kepadanya) mereka adalah orang-orang Yahudi dan orang-
orang Nasrani (kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka) yaitu zaman
antara mereka dan nabi-nabi mereka telah berlalu sangat lama (lalu hati mereka
menjadi keras) tidak lunak lagi untuk mengingat Allah. (Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang fasik).

(tafsir al-Qurtubi) Pewuma: Fiman Allah SWT, belumkah datang waktunya


bagi orang-orang yang beriman." Yakni semakin dekatkah atau sudah tibakah
saatnya. Bentuk fi’il madhi untuk kata yakni adalah anaa (dengan menggunakan
huruf ya) dan fi’il mudari adalah ya’nii. Adapun jika dikatakan aana laka an taf’al
kadza (dengan memanjangkan huruf hamzahnya) yaitu ainan maknanya sama
seperti ungkapan anaa laka an taf’al kadza (pemanjangan huruf hamzah pada kata
aana adalah kebalikan dari pemanjangan bacaan pada kata anaa, padahal kedua
kata ini memiliki makna yang sama, ayitu sekarang) yakni: inilah saat yang tepat
bagimu untuk melakukan hal itu.

Kata alamm pada ayat ini dibaca oleh Al Hasan dengan menambahkan huruf
mim dan huruf alif di akhir kata tersebut, yakni alammaa. Dimana pada awalnya
bacaan tersebut sama seperti bacaan jumhur yaitu alam, lalu ia menambahkan kata
ma setelahnya, maksud dari kalimat ini (alamma) adalah jawaban dalam bentuk
negative apabila ada seseorang yang mengatakan qad kaana kadza (telah terjadi
seperti ini), sedangkan pada bacaan jumhur (alam) adalahjawaban dalam bentuk
negative.

Dalam kitab shahih Muslim Ibnu Mas’ud berkata: jarak antara masuknya
kami ke dalam agama Islam dan diturunkannya sebuah ayat yang menyindir kami
terdapat pada firman Allah SWT “`Belumkah datang waktunya bagi orang-orang
yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.: adalah empat tahun
saja. Untuk tunduk hati “Maksdunya, melembutkan hati mereka atau
merendahkannya hanya untuk berdzikir dan mengingat Allah serta melantukan
ayat-ayat Ilahi.

Sebuah Riwayat hadist menyebutkan Nabi Saw bersabda: “Sesungguhnya


(dengan diturunkan ayat ini) Allah meredamkan kalian dengan cara berkhusu.”
Lalu setelah itu para sahabat berkata; “kami akan berusaha untuk khusu’

Ibnu Abbas mengatakan: sesungguhnya Allah ingin meredamkan hati orang-


orang munafik yang beriman, lalu disindirkanlah mereka di penghujung tahun ke 13
semenjak di turunkannya al-Qur’an. Sebuah Riwayat lain menyebutkan, bahwa ayat
ini diturunkan pada kisah orang-orang munafik di tahun pertama setelah hijrah (1
H), yaitu ketika mereka meminta kepada Salman untuk menceritakan kepada
mereka tentang keajaiban yang ada pada kitab suci Taurat. Lalu diturunkanlah
firman Allah:

Al-baqarah 1-3
ۖ
٣ ‫و ۙ َن‬Bۡ ُ‫ ٰلو َة َو ِممَّا َر َز ۡق ٰنهُمۡ ي ُۡنفِق‬B‫الص‬
َّ ‫و َن‬Bُۡ ‫ب َو ُيق ِۡيم‬ ِ ‫ال َغ ۡي‬B ِ َ ۚۛ ‫ك ۡالڪ ِٰتبُ اَل َر ۡي‬
ۡ ‫و َن ب‬Bۡ ‫ الَّذ ِۡي َن ي ُۡؤ ِم ُن‬٢ ‫ب ف ِۡي ۛۚ ِه ه ًُدى لِّ ۡل ُم َّتق ِۡي ۙ َن‬ َ ِ‫ ٰذل‬١ ‫ا ٓل ۚ ّٓم‬
ٰ ٓ ٰ ‫اۡل‬ ٓ ٰ ُ ‫َوا‬
ۡ‫دى م ِّۡن رَّ ب ِِّهم‬Bً B‫ك َعلى ُه‬ َ ‫ اُول ِٕٮ‬٤ ‫و َؕن‬Bۡ B‫ا ٰ خ َِر ِة هُمۡ ي ُۡوقِ ُن‬BB‫ك َو ِب‬B
َ ۚ Bِ‫ ِز َل م ِۡن َق ۡبل‬B‫مَا ا ُۡن‬
ۤ ‫ك َو‬ َ B‫ ِز َل ِالَ ۡي‬B‫ ا ا ُۡن‬B‫و َن ِب ۤ َم‬Bۡ B‫ َوالَّذ ِۡي َن ي ُۡؤ ِم ُن‬ ‫ك ُه ُم‬ َ ‫ول ِٕٮ‬
٥ ‫ۡالم ُۡفلِح ُۡو َن‬

pada ayat ini Allah memberitahukan kepada orang-orang munafik itu bahwa
kisah tentang orang2 terdahulu telah tercantum dalam al-qur’an dengan
penyampaian yang lebih baik dan bermanfaat. Kemudian untuk saat itu orang-
orang munafik tidak lagi bertanya kepada Salman. Namun tidak lama kemudian
mereka bertanya lagi dengan pertanyaan yang serupa, maka diturunkanlah fiman
Allah SWT, "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk
tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka).

Dengan penjelasan seperti itu maka orangrorang yang beriman pada saat itu
memperlihatkan keimanan mereka melalui lisan mereka secara terbuka.

Riwayat yang serupa juga disanpaikan oleh Ibnu Mas'ud, lalu ia juga
menanbahkan: jarak antara masuknya kani ke dalan agana Islam dan diturunkannya
ayat yang merupakan sindiran bagi kani ini adalah empat tahun. Pada saat itu kami
kebingungan dan saling beprdangan satu sama lain,dan berkata,"Apa yang telah
terjadi?."LaluAI Hasanmenjawab,"Allah ingin meredamkan hati mereka, karena
mereka adalah makhluk yang paling dicintai oleh-Nya.

Ibnu Mas'ud mengatakan: sesungguhnya ketika telah berlalu pada bani Israel
walrfui yang cukup panjang, hati mereka menjadi keras dan tidak lagi menerima
hidayah. Ialu mereka membuat-buat kitab baru yang disesuaikan dengan keinginan
mereka sendiri, dan kebenaran pun telah tertutupi oleh hawa nafsu mereka
itu,hingga akhinya Kitab suci yang asli mereka lemparkan jauh-jauh dan tidak
mereka gunakan lagi, seckan Khab suci itu tidak pemah ada sebelumnya. Kemudian
mereka berkata: "Tunjukkanlah kitab ®alsu) ini kepada selunh bani Israel, apabila
mereka mengikuti kalian maka biarkanlah mereka, namun apabila mereka menolak
maka bunuhlah mereka."

Anda mungkin juga menyukai