Dalam perkembangan menuju abad 21 yang telah berlangsung sejak tahun tujuh
puluhan, banyak aspek dalam kehidupan yang mengalami perubahan. Perkembangan zaman
yang merubah gaya hidup masyarakat ikut juga mewarnai kehidupan keluarga khususnya
dalam pola asuh dan pendidikan anak. Pola asuh dan Pendidikan anak dirumah tidak bisa
mempertahankan pola lama sepenuhnya. Orang tua tak lagi menjadi pewarna tunggal dalam
perkembangan pola sikap dan tingkah laku anak. Ada lingkungan yang lebih luas dan leluasa
memasuki kehidupan keluarga dalam menawarkan berbagai bentuk perilaku untuk diamati,
dipilih dan diambil alih anak. Masalah Pendidikan anak yang mewarnai abad 21 perlu
disikapi sungguh sungguh. Bekal untuk anak agar bisa tumbuh dan berkembang sebagai
sosok pribadi yang mampu beradaptasi dalam era globalisasi ini menjadi semakin perlu
diperhatikan kualitasnya. Disini peran pewarna pendukung seperti guru sangat dibutuhkan
dalam mendampingi pendidikan anak.
Sebagai seorang pendidik atau yang biasa kita sebut sebagai seorang guru, kita harus
dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Dimasa sekarang Student Centered
Learning (SCL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang kini sangat popular di
kalangan praktisi pendidikan di dunia. SCL dipercaya sangat efektif dalam meningkatkan
proses pembelajaran guna meraih hasil belajar siswa secara optimal karena berpusat kepada
siswa. Dalam pendekatan ini para siswa menjadi pelaku aktif dalam kegiatan belajar. SCL
adalah model pembelajaran yang memfasilitasi para siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
Guru dalam pembelajaran yang berpusat kepada siswa ini, berperan sebagai fasilitator
yang harus mampu membangkitkan ketertarikan siswa terhadap suatu materi belajar dan
menyediakan beraneka pendekatan cara belajar sehingga siswa memperoleh metode belajar
yang paling sesuai baginya. Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan
termasuk ketersediaan fasilitas guna memberi kemudahan dalam kegiatan belajar bagi peserta
didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang kurang
kondusif dan mendukung menyebabkan minat belajar peserta didik menjadi rendah.
Maka dari itu peran guru sebagai fasilitator, setidaknya harus mampu melakukan
beberapa hal untuk mendukung ketertarikan siswa terhadap proses pembelajaran. Salah
satunya adalah memberi siswa hak berpendapat, dalam pembelajaran sangat penting bagi
siswa untuk memahami apa yang diajarkan oleh guru. Dan juga sebaliknya, guru harus
memahami betapa pentingya mengetahui bahwa setiap anak didik mempunyai hak dalam
menyampaikan pkirannya, baik tentang argumentasi mereka pada guru bidang pelajaran atau
mengenai permasalahan dalam ruang lingkup sosial. Selain itu juga guru harus melakukan
aktivitas yang paling penting dimana seorang guru mampu menjadikan momentum
pembelajaran sesuai dengan prinsip “merdeka belajar” yaitu coaching. Dalam proses
coaching, murid diberi kebebasan. Namun pendidik sebagai figur memberi tuntunan dan
arahan agar murid tidak kehilangan arah. Dalam aktivitas ini diperlukannya pendekatan
secara personal, guna mengetahui hal hal yang bersifat pribadi yang dapat mempengaruhi
pola belajar siswa. Dan yang terakhir adalah menjadi pembelajar dan menjadi teman. Stigma
bahwa guru adalah seorang pengajar sangat melekat dikehidupan kita sehari hari karena
menganggap hanya murid saya yang menjadi seorang pembelajar. Padahal seorang guru tidak
akan mampu bekerja sama tanpa menjadi seorang pembelajar. Untuk memahami keinginan
siswa dan memberi nasihat pun, guru harus mampu meningkatkan literasinya sehingga bisa
memberi pengaruh kuat pada perkembangan anak didik. Dan juga, guru yang baik adalah
guru yang bisa diterima oleh anak didik. Sebagai fasilitator, guru perlu menyamakan derajat
dengan mengimbangi dirinya dengan siswa agar diterima. Dengan berperan menjadi teman,
penyampaian guru berpeluang besar dalam diterima oleh siswa. Tidak hanya itu, pribadi guru
juga akan lebih mudah diterima dengan baik oleh mereka.
Referensi :