PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru merupakan salah satu komponen penting dalam rangka mencapai amanat Undang-
Undang tersebut dimana guru mempunyai fungsi strategis mengembangkan potensi peserta
didik dalam hal ketakwaan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa secara keseluruhan.
Peran guru juga sangat diharapkan mampu secara optimal mengembangkan peserta didik
dengan tidak hanya sebagai pembelajar, melainkan juga sebagai pembimbing peserta didik
dalam mengenal dirinya dan lingkungannya. Hal ini dilakukan agar peserta didik tidak
tersesat dalam proses menuju generasi yang sesuai amanat Undang-Undang. Salah cara atau
wadah untuk mempermudah mewujudkan hal tersebut adalah layanan bimbingan dan
konseling bagi peserta didik di sekolah.
Bimbingan dan konseling merupakan bantuan kepada individu peserta didik dalam
menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya atau dalam proses
belajarnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, agar setiap peserta
didik dapat lebih berkembang ke arah yang seoptimal mungkin. Dengan demikian bimbingan
dan konseling menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan
sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut, termasuk seorang
guru.
Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, Prayitno (1997:35-36) mengatakan
bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi,
penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan
konseling kelompok.
Realitas di lapangan yaitu yang terjadi di sekolah menunjukkan bahwa peran guru mata
pelajaran dalam pelaksanaan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara optimal
mengingat tugas dan tanggung jawab guru mata pelajaran yang sarat akan beban selain
melaksanakan tugas pokoknya menyampaikan semua materi, guru mata pelajaran juga
dibebani seperangkat administrasi yang harus dikerjakan, sehingga tugas memberikan
layanan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara maksimal.
BAB II
PEMBAHASAN
d. Pertemuan guru-murid
Sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, maka guru perlu mengadakan pertemuan dari
hati-kehati dengan murid. Pertemuan itu dapat dilaksanakan sebelum sekolah dimulai, pada
waktu istirahat, atau setelah sekolah usai. Dari pertemuan tersebut akan didapatkan data
mengenai siswa yang mungkin sedang bermasalah.
3. Keterbatasan Guru
Jika melihat realita bahwa di Indonesia jumlah tenaga konselor profesional memang
masih relatif terbatas, maka peran guru sebagai pembimbing tampaknya menjadi penting.
Ada atau tidak ada konselor profesional di sekolah, tentu upaya pembimbingan terhadap
siswa mutlak diperlukan. Jika kebetulan di sekolah sudah tersedia tenaga konselor
profesional, guru bisa bekerja sama dengan konselor bagaimana seharusnya membimbing
siswa di sekolah. Namun jika belum, maka kegiatan pembimbingan siswa tampaknya akan
bertumpu pada guru.
Beberapa keterbatasan guru antara lain:
a. Guru tidak mungkin lagi menangani masalah-masalah siswa yang bermacam-
macam, karena guru tidak terlatih untuk melaksanakan semua tugas itu.
b. Guru sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi ditambah
tugas yang lebih banyak untuk memecahkan berbagai macam masalah siswa.
A. Kesimpulan
1. Hakikat Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Pertama dapat dibedakan
atas bimbingan dan konseling.
Bimbingan adalah suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat
mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar
memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance),
mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization).
Konseling adalah bantuan diberikan kepada individu yang mengalami masalah agar
memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi masalah guna
memperbaiki tingkah lakunya di masa yang akan datang.
2. Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Pertama karena
berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
3. Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Pertama antara lain: fungsi
penyaluran (distributif), fungsi penyesuaian (adjustif), dan fungsi adaptasi
(adaptif).
4. Kegiatan BK dalam kurikulum berbasis kompetensi, kerangka kerja layanan BK
dikembangkan dalam suatu program BK yang dijabarkan dalam 4 (empat) kegiatan
utama yakni: layanan dasar bimbingan, layanan responsive, layanan perencanaan
individual, dan dukungan sistem.
5. Peran guru mata pelajaran dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling adalah
terletak pada kekuatan intensitas hubungan interpersonal antara guru dengan siswa
yang dibimbingnya.
B. Saran
Sebagai seorang guru mata pelajaran, kita harus memiliki sikap simpati kepada
peserta didik dalam mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada peserta didik
dengan berbagai faktor yang melatar belakanginya. Peran guru sebagai pengajar
sekaligus pendidik harus mampu mendukung dan mengembangkan potensi yang
dimiliki peserta didiknya. Guru mata pelajaran sebaiknya mampu menjadi jembatan
penghubung antara siswa dengan guru pembimbing (guru BK) sehingga mampu
mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA