KONSELOR
PERAN GURU SEBAGAI KONSELOR
Bimbingan dan konseling yang dahulu dikenal dengan nama Bimbingan dan
Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian tak terpisahkan dari
sebuah sistem pendidikan. Sebagai sebuah sistem, kehadirannya diperlukan dalam
upaya pembimbingan sikap perilaku siswa terutama dalam menghadapi perubahan-
perubahan dirinya menuju jenjang usia yang lebih lanjut. Permasalahan yang
dialami oleh para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari meski dengan
proses belajar dan pembelajaran yang sangat baik. Hal tersebut disebabkan oleh
karena sumber-sumber permasalahan siswa banyak yang disebabkan oleh hal-hal di
luar sekolah.
Dalam hal ini permasalahan siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja, termasuk
perilaku siswa yang tidak dapat mengatur waktu untuk mengikuti proses belajar dan
pembelajaran sesuai apa yang dibutuhkan, diatur, atau diharapkan. Apabila para
siswa tersebut belajar sesuai dengan kehendak sendiri dalam arti tanpa aturan yang
jelas, maka upaya belajar siswa tersebut tidak dapat berjalan dengan efektif. Apalagi
tantangan kehidupan sosial dewasa ini semakin kompleks, termasuk tantangan
dalam mengelola waktu. Dalam hal ini jika pengelolaan waktu berdasarkan
kesadaran sendiri maupun arahan pihak lain tidak dilakukan dengan disiplin maka
semuanya akan menjadi kacau. Demikian pula dengan kedisiplinan siswa dalam
mengikuti proses belajar dan pembelajaran yang dipadukan dengan aktifitas lain
dalam kehidupan sehari-hari. Disinilah kehadiran bimbingan dan konseling
diperlukan untuk mendampingi mereka.
Tanggung jawab guru adalah membantu peserta didik (siswa) agar dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Potensi pesrta didik
yang harus dikembangkan bukan hanya menyangkut masalah kecerdasan dan
keterampilan, melainkan menyangkut seluruh aspek kepribadian. Sehubungan
dengan hal tersebut, guru tidak hanya dituntut untuk memiliki pemahaman atau
kemampuan dalam bidang belajar dan pembelajaran tetapi juga dalam bidang
bimbingan dan konseling. Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang
dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing
yang baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang
dibimbingnya. Dengan memahami konsep-konsep bimbingan dan konseling, guru
diharapkan mampu berfungsi sebagai fasilitator perkembangan peserta didik, baik
yang menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial, maupun mental spiritual.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa layanan bimbingan dan
konseling di sekolah bukan hanya menjadi tanggung jawab guru bimbingan dan
konseling. Kehadiran dan peran guru kelas maupun guru mata pelajaran dalam
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sangat diperlukan agar layanan
bimbingan dan konseling itu dapat berlangsung dengan baik dan dapat membuahkan
hasil maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Pembahasan berikut akan mengurai
tentang peran guru dalam penyelenggaraan bimgingan dan konseling di sekolah,
peran kepembibingan guru dalam proses pembelajaran, dan teknik membantu siswa
bermasalah.
Berkenaan peran guru kelas dan guru mata pelajaran dalam bimbingan dan
konseling, Surya (1998) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam
melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah,
mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat. Dan
memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru kelas dan guru mata pelajaran
dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut:
Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada
siswa
Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang
memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data
tentang siswa-siswa tersebut.
Peran guru kelas maupun guru mata pelajaran dalam pelaksanaan kegiatan
bimbingan dan konseling sangatlah penting. Keberhasilan penyelenggaraan
bimbingan dan konseling di sekolah akan sulit dicapai tanpa peran serta guru kelas
ataupun guru mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal
tersebut Sulaeman (1988) mengemukakan sembilan peran guru yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu:
1. Sebagai Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif,
laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun
umum.
2. Sebagai Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal
pelajaran dan lain-lain.
3. Sebagai Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan
serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan
swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di
dalam proses belajar dan pembelajaran.
4. Sebagai Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Sebagai Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6. Sebagai Transmitor, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam
pendidikan dan pengetahuan.
7. Sebagai Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses
belajar-mengajar.
8. Sebagai Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9. Sebagai Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik
dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat
menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
1. Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar diarahkan kepada upaya membantu peserta didik dalam
mempelajari konsep dan keterampilan yang terkait dengan program kurikuler
sekolah. Bimbingan belajar di sekolah akan terpadu dengan proses belajar dan
pembelajaran yang berorientasi kepada perkembangan peserta didik. Dalam proses
bimbingan belajar, diharapkan guru dapat memberikan layanan kepada peserta
didik, baik secara individual maupu secara klasikal.
2. Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi lebih terfokus pada upaya membantu peserta didik untuk
mengembangkan aspek-aspek kepribadian yang menyangkut pemahaman diri dan
lingkungan, kemampuan memecahkan masalah, konsep diri, kehidupan emosi, dan
identitas diri. Layanan bimbingan pribadi sangat erat kaitannya dengan membantu
peserta didik menguasai tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahapan-
tahapannya.
Seperti halnya bimbingan belajar, layanan bimbingan pribadi inipun akan banyak
terwujud dalam bentuk penciptaan iklim lingkungan pembelajaran dan kehidupan
sekolah. Ditinjau dari sudut pandang bimbingan, proses belajar dan pembelajaran
di sekolah merupakan wahana untuk mengembangkan aspek-aspek kepribadian
sebagaimana tersebut di atas.
Bertolak dari ekologi perkembangan manusia dalam bimbingan, peran guru dalam
membantu perkembangan pribadi peserta didik dapt dijelaskan sebagai berikut ini.
Bersikap Peduli
Sikap peduli mengandung arti memberi perhatian penuh kepada peserta didik
sebagai pribadi dan memahami apa yang terjadi pada dirinya. Sikap seperti ini
memungkinkan seorang guru mampu menyentuh dunia kehidupan individual
peserta didik dan terbentuknya suatu relasi yang bersifat membantu (helping
relationship).
Bersikap Konsisten
Guru harus berupaya mengembangkan struktur program dan tatanan yang dapat
menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya hidup dalam dunia yang
memiliki ketraturan, stabilitas, dan tujuan. Lingkungan semacam ini akan
membantu perkembangan diri peserta didik, sedang lingkungan yang tidak
menentu, penuh stres, dan kecemasan akan menumbuhkan frustrasi dan perilaku
salah suai.
Bersikap Permisif
Peran penting yang perlu dimainkan guru dalam kaitannya dengan layanan
bimbingan sosial ialah mengembangkan atmosfir kelas yang kondusif. Atmosfir
kelas yang kondusif bagi perkembangan sosial ialah yang dapat menumbuhkan:
a. Rasa turut memiliki kelompok, ditandai dengan identifikasi diri, loyalitas, dan
berorientasi pada pemenuhan kewajiban kelompok.
b. Partisipasi kelompok, ditandai dengan kerjasama, bersikap membantu, dan
mengikuti aturan main.
c. Penerimaan terhadap keragaman individual dan kelompok, serta menghargai
kelebihan orang lain.
Atmosfir kelas yang kondusif dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang bergantung kepada kelompok
kerja kecil yang mengkombinasikan:
a. Tujuan kelompok atau dukungan tim
b. Tanggung jawab individual
c. Kesamaan kesempatan untuk sukses
Pembelajaran kooperatif akan menimbulkan terjadinya dukungan tim berupa
bantuan teman sebaya di dalam mempelajari tugas-tugas akademik. Bantuan teman
sebaya akan melintasi hal-hal akademis dan akan menumbuhkan ikatan sosial di
dalam kelompok. Sebagai contoh, seorang peserta didik yang pandai akan terdorong
untuk membantu peserta didik yang kurang pandai di dalam kelompoknya untuk
menyelesaikan tugas kelompok secara brsama-sama.
Sementara itu, tanggung jawab individual tetap akan tumbuh karena setiap peserta
didik dituntut untuk mempelajari dan menguasai tugas-tugas pembelajaran secara
sungguh-sungguh. Dalam pembelajaran kooperatif ini guru harus meyakinkan
pesrta didik bahwa hasil kerjanya adalah hasil kerja kelompok. Oleh sebab itu setiap
peserta didik harus ambil bagian dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok.
Tingkat tanggung jawab individual tetap akan diukur melalui asesment tingkat
penguasaan bahan ajar.
Kesempatan untuk sukses akan diperoleh setiap peserta didik dalam upaya
memberikan kontribusi kepada prestasi kelompok. Upaya semua peserta didik akan
dihargai sesuai dengan tingkat prestasi yang dicapainya dan penilaian diberikan atas
dasar upaya yang dilakukan.
4. Bimbingan Karier
B. EVALUATOR
GURU SEBAGAI EVALUATOR
Sebagai evaluator guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang
keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam
memerankan perannya sebagai evaluator yaitu:
Evaluasi untuk Menentukan Keberhasilan Siswa
Sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa, evaluasi
memegang peranan yang sangat penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat
menentukan apakah siswa yang diajarnya sudah memiliki kompetensi yang telah
ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru, atau
malah sebaliknya siswa belum dapat mencapai standar minimal sehingga mereka
perlu diberikan program remidial. Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama
dengan melakukan tes, artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia telah
melaksanakan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses
untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasi. Dengan
demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan makna
tersebut. Misalnya Si 'A' dikatakan menguasai seluruh program pembelajaran
berdasarkan hasil rangkaian evaluasi misalnya, berdasarkan hasil tes, ia
memperoleh skor yang bagus, berdasarkan hasil observasi ia telah dapat
menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari, berdasarkan hasil wawancara ia
benar-benar tidak mengalami kesulitan tentang bahan pelajaran yang telah
dipelajarinya.
Berdasarkan rangkaian proses evaluasi akhirnya guru dapat menentukan bahwa Si
'A' pantas diberi program pembelajaran baru. Sebaliknya, walaupun berdasarkan
hasil tes Si 'B' telah dapat menguasai kompetensi seperti yang diharapkan, akan
tetapi berdasarkan hasil wawancara dan observasi, ia tidak menunjukkan perubahan
perilaku yang signifikan misalnya dalam kemampuan berpikir, maka dapat saja guru
menentukan bahwa proses pembelajaran dianggap belum berhasil.
Kelemahan yang sering terjadi sehubungan dengan pelaksanaan evaluasi selama ini
adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas pada hasil tes yang biasa
dilakukan secara tertulis, akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada
kemampuan siswa untuk mengisi soal-soal yang biasa keluar dalam tes.
Di samping itu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, evaluasi itu juga
sebaiknya dilakukan bukan hanya terhadap hasil belajar akan tetapi juga proses
belajar. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses belajar pada dasarnya
evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata.