Anda di halaman 1dari 4

Hubungan hukum antara debitur dan kreditur dituangkan dalam perjanjian apa?

Jawab :

Sebagai subjek hukum yang merupakan pengemban hak dan kewajiban, masing-masing

pihak baik debitur dan kreditur pastilah berhak melakukan suatu perbuatan hukum dan saling

melakukan hubungan hukum. Merujuk pada Putusan Pengadilan Negeri Pati Nomor

24/Pdt.GS/2020/PN Pti, hubungan hukum yang dimiliki oleh debitur yaitu Suparno (tergugat)

dan kreditur yaitu Dedi Hariadi, S.H sebagai Branch Manager P.T. REKSA FINANCE

Cabang Semarang (penggugat) adalah berupa Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan

Fidusia.

Perjanjian Pembiayaan merupakan perjanjian yang dibuat oleh kreditur dan debitur

dimana kreditur memberikan dana untuk debiturnya guna membeli barang yang dipakai sebagai

pemenuhan kebutuhan debitur dan si debitur wajib untuk mengembalikan pinjaman tersebut baik

berupa pokok ataupun bunga sesuai dengan tempo jangka waktu yang telah disepakati.

Perjanjian ini tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW),

maka demikian perjanjian ini merupakan perjanjian Innominaat atau perjanjian tidak

bernama. Perjanjian Innominat merupakan perjanjian yg tidak diatur secara khusus baik dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Perjanjian pembiayaan diikuti dengan jaminan-jaminan didalamnya. Jaminan yang diberikan

dalam transaksi pembiayaan konsumen pada prinsipnya serupa jaminan terhadap perjanjian

kredit bank khususnya kredit konsumen, salah satunya adalah Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia

merupakan hak jaminan pada sebuah benda yang bergerak, baik itu yang memiliki wujud

ataupun tidak memiliki wujud, dan juga suatu benda yang tidak bergerak seperti bangunan yang
tidak bisa dibebani hak tanggungan. Adapun benda tersebut yang merupakan objek jaminan pada

putusan ini adalah sebuah kendaraan.

Wanprestasi debitur ke kreditur dan akibat hukum

Jawab:

Pada pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Negeri Pati Nomor 24/Pdt.GS/2020/PN

Pti, dapat kita cermati bahwa debitur yaitu Suparno (tergugat) tidak melakukan pembayaran

angsuran setiap bulannya sesuai perjanjian pembiayaan yang telah disepakati dengan kreditur.

Debitur memang telah membayar kewajibannya selama 7 angsuran namun setelah itu terjadi

kredit macet walaupun sudah diperingati oleh kreditur atas keterlambatannya.

Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur sebagai pihak yang bertanggungjawab,

tidak memenuhi prestasi yang telah disepakati bersama kreditur dengan sebagaimana mestinya

sehingga itu merupakan suatu kesalahan bagi debitur. Adapun bentuk dari wanprestasi adalah:

1. Debitur tidak melakukan sesuai apa yang telah diperjanjikan.

2. Debitur melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan

dalam perjanjian.

3. Debitur melakukan apa yang sudah diperjanjikan tidak sesuai tenggat waktu yang ditentukan

dalam perjanjian.

4. Debitur melakukan sesuatu yang oleh dilarang dalam perjanjian.

Sesuai dengan bentuk-bentuk wanprestasi tersebut, dapat kita lihat bahwa apa yang dilakukan

oleh debitur dalam putusan diatas merupakan wanprestasi dimana debitur melakukan apa

yang diperjanjikan tetapi tidak sesuai apa yang diperjanjikan yaitu debitur telah
membayar angsuran selama 7 angsuran namun tidak membayar untuk angsuran

selanjutnya setiap bulannya pada tanggal yang sudah ditetapkan dalam perjanjian.

Akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang

dilakukan oleh subyek hukum terhadap objek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan

karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap

sebagai akibat hukum. Akibat hukum atas wanprestasi yang terjadi dalam putusan tersebut sesuai

dengan petitum adalah akibat hukum ganti rugi yaitu debitur mengembalikan fasilitas

Pembiayaan multiguna dengan cara pembelian dengan pembayaran secara angsuran (Installment

Financing) pertanggal 21 Juli 2019 sebesar Rp107.097.000,- ditambah pembayaran denda

sebesar Rp. 0,5% dari jumlah angsuran tiap-tiap hari keterlambatan secara tunai. bilamana

Tergugat tidak mampu untuk mengembalikannya maka debitur wajib menyerahkan kepada

kreditur Objek Jaminan Fidusia.

Bagaimana Sita atas benda jaminan di tangan kreditur?

Jawab:

Pada putusan tersebut, kreditur atau penggugat memberikan penjelasan dalam pokok

perkaramya, bahwa supaya gugatannya tidak menjadi illusoir dimana tujuan utama dari

penyitaan adalah agar barang harta kekayaan tergugat tidak dipindahkan kepada orang lain

sehingga keutuhan dan keberadaan harta kekayaan tergugat tetap utuh seperti semula agar pada

saat putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, barang yang disengketakan dapat diserahkan

dengan sempurna kepada penggugat, karena adanya kekhawatiran yang didasarkan atas sangkaan
tersebut maka kreditur memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Pati agar meletakkan Sita

Revindikasi atas objek Jaminan Fidusia.

Sita revindikasi merupakan upaya pemilik barang yang sah untuk menuntut kembali

barang miliknya dari pemegang yang menguasai barang itu tanpa hak. Selanjutnya, dapat kita

pahami bahwa kreditur memohonkan sita tersebut agar barang miliknya yang saat ini berada

dalam kekuasaan orang lain dapat kembali padanya. Namun, dalam pertimbangan hakim atas hal

yang dimohonkan oleh kreditur dijelaskan bahwa karena selama dalam proses persidangan pihak

penggugat yaitu kreditur tidak pernah mengajukan permohonan sita tersebut secara tersendiri

maka terhadap hal tersebut ditolak. Maka, gugatan penggugat dikabulkan sebagian.

Anda mungkin juga menyukai