Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH SEJARAH PEMINATAN

STRATEGI PERJUANGAN RADIKAL/NON KOOPERATIF

Di susun oleh :
1. Akbar Yunus Aji Prastya (02)
2. Khusna Amalia Larasati (15)
3. Najah Aliya Keisha (21)
4. Salma Putri Rahmawati (28)
5. Sinta Yulianti (29)

MAN 1 BOYOLALI
Tahun Pelajaran 2022/2023
A. Pengertian Strategi Perjuangan Radikal/non kooperatif
Periode radikal merupakan periode penegasan
perjuangan pergerakan nasional melalui tuntutan
kemerdekaan Indonesia dan menolak kerja sama dengan
pemerintah kolonial. Dalam periode ini, gerakan
nasionalisme di Indonesia ditujukan untuk mencapai
kemerdekaan.
Periode ini diperkuat dengan lahirnya Sumpah Pemuda
sebagai bukti autentik pada tanggal 28 Oktober 1928
dalam naungan semangat persatuan.
Periode radikal berlangsung antara tahun 1920-1930
yang dipengaruhi perkembangan politik luar negeri,
seperti Revolusi Rusia tahun 1917 yang mempengaruhi
perkembangan gerakan komunis internasional. Disisi lain,
gerakan radikal berupa kekuatan kolektif juga mulai
tampak, seperti Perhimpunan Indonesia, Partai Nasional
Indonesia (PNI), dan Partai Komunitas Indonesia (PKI).
Salah satu bukti radikalisme pada masa ini diantaranya
para anggota organisasi massa tidak bersedia duduk
dalam Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad) yang telah
dibentuk pemerintah Belanda.
Pemerintah kolonial sangat berhati-hati dengan
organisasi massa radikal, sehingga mereka melakukan
pengawasan yang ketat dan membatasi pergerakan
organisasi tersebut. Organisasi pergerakan mulai
bersikap radikal pada pemerintah kolonial adalah sebagai
berikut :
1. Pengaruh Revolusi Rusia Tahun 1917
Revolusi Rusia pada tahun 1917 berpengaruh terhadap
munculnya organisasi pergerakan yang berpaham
komunis. Hal ini dapat dilihat pada pergerakan nasional
di Indonesia yang mulai menggunakan paham Marxis
sehingga melahirkan Partai Komunis Indonesia.
Manifes Partai Komunis Rusia berpengaruh terhadap
perkembangan PKI di Indonesia. Hal ini dapat dilihat
oada kongres PKI tahun 1920 yang menghasilkan dua
keputusan penting yaitu menyatakan dengan tegas,
bahwa PKI menggabungkan diri pada Communistische
Internatioanale (Comintern), selanjutnya PKI
mengirimkan anggotanya sebagai anggota Volksraad. Hal
ini bukan berarti partai tersebut bersikap moderat. Akan
tetapi, hal ini merupakan salah satu cara PKI untuk
melancarkan kritikan secara langsung pada pemerintah
kolonial.
Sikap radikal PKI terhadap pemerintah kolonial semakin
terlihat dari beberapa aksi pemergokan yang dilakukan
oleh kaum buruh. Pada tahun 1922, Tan Malaka
mengerahkan buruh pekerja pegadaian untuk melakukan
aksi pemergokan. Tahun selanjutnya, Semaun memimpin
pemergokan buruh trem dan kereta api.

2. Pengaruh Doktrin Wilson


Perang dunia satu membawa perubahan politik di
beberapa negara di dunia. Terutama setelah
dikeluarkannya Doktrin Wilson (Wilson's Fourteen
Points). Salah satu pasal dalam Doktrin Wilson
menyebutkan tentang hak seluruh bangsa menentukan
nasibnya sendiri (right of self determinatioan). Doktrin
Wilson ini berpengaruh besar di tanah jajahan termasuk
Indonesia, sehingga menimbulkan harapan yang besar.
Atas dasar pernyataan dalam Doktrin Wilson, banyak
organisasi pergerakan nasional di Indonesia mulai
menunjukkan sikap radikal terhadap pemerintah
kolonial. Misalnya Indonesische Vereeniging sejak tahun
1922 mengemukakan asas perjuangannya, yaitu self-help
(menolong diri sendiri) dan self-reliance (percaya pada
diri sendiri).

3. Adanya Pergantian Gubernur Jenderal Hindia Belanda


Pada tahun 1921, terjadi perubahan gubernur jenderal
du Hindia Belanda, yaitu pergantian Gubernur Jenderal
van Limburg Stirum digantikan oleh Gubernur Jenderal D.
Fock. Pemerintahan D. Fock sangat reaksioner terhadap
pergerakan nasional. Ia menunjukkan sikap yang etis
terhadap pergerakan nasional. Sikap D. Fock tersebut
menimbulkan kekecewaan terhadap golongan terpelajar,
karena D. Fock lebih menekan perluasan kekuasaan
penduduk pribumi termasuk dalam hal berorganisasi. Hal
ini dilakukan untuk menanggulangi krisi ekonomi dan
masalah keuangan di tanah jajahan. Kebijakan
pemerintahan D. Fock semakin mengakibatkan organisasi
massa bersikap radikal.

4. Perubahan Pasal 111 RR (Regerings Reglement)


Pemerintah kolonial memberlakukan Pasal 111
Regerings Reglement atau Peraturan Pemerintah Tahun
1854 yang berisi larangan untuk pendirian organisasi
berasaskan politik di Hindia Belanda. Hal ini berdampak
pada munculnya organisasi pergerakan yang bersifat
ekonomi, sosial, dan agama (Firmansyah, 2013 : 57).
Pada tanggal 1 September 1919, terjadi perubahan
pasal 111 Regerings Reglement khususnya tentang
pengakuan hak berserikat. Akan tetapi, perkumpulan
politik tetap dibatasi oleh pemerintah kolonial. Hal ini
mendapat pengakuan berdasarkan Keputusan Raja
(Koninklijk Besluit) tertanggal 17 Desember 1919 yang
tertuang dalam Pasal 3. Perubahan pasal ini memberi
kesempatan kepada organisasi politik untuk melancarkan
kritikannya terhadap pemerintah.
B. Faktor Penyebab Munculnya Organisasi Pergerakan
Radikal
Faktor yang memengaruhi munculnya organisasi
pergerakan nasional yang memiliki sifat radikal, antara
lain:
1. Munculnya Krisis Ekonomi Dunia (Malaise) Yang
Terjadi Pasca Perang Dunia I (1914-1918)
Krisis ekonomi ini diawali sejak tahun 1921 terjadi krisis
gula yang menjadikan hancurnya tatanan ekonomi dunia,
terutama bagi negara-negara di Eropa termasuk Belanda.
Daerah-daerah pemasaran menjadi hancur, daya beli
masyarakat pun menjadi rendah sehingga terjadi
kelebihan hasil produksi yang menyebabkan
meningkatnya angka pengangguran.
Kondisi ini juga berdampak terhadap daerah-daerah
jajahan termasuk daerah kolonial Hindia-Belanda
(Indonesia). Krisis ekonomi ini dijadikan sebagai peluang
bagi organisasi-organisasi pergerakan untuk melancarkan
berbagai aksi politik sebagai bentuk perlawananan
terhadap Pemerintah Hindia Belanda dalam upaya untuk
mewujudkan Indonesia merdeka.
2. Pergantian Kepala Pemerintahan Yang Lebih Bersifat
Reaksioner
Pada tahun 1921, terjadi pergantian pemerintahan di
Hindia Belanda. Van Limburg Stirum yang pada masa itu
menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda
digantikan oleh Dirk Fock. Dirk Fock memiliki sikap yang
lebih reaksioner dengan membuat beberapa kebijakan
yang merugikan rakyat, yakni mempersulit hak untuk
berserikat, memperkuat dinas intelejen Hindia Belanda,
menerapkan pasal penyebaran kebencian, dan
melakukan penghematan besar-besaran yang
mengakibatkan banyak PHK.

Organisasi-organisasi yang memiliki sifat radikal terhadap


pemerintah kolonial Belanda melakukan upaya
perjuangan berupa:
a. Menggembleng semangat kebangsaan serta persatuan
di masyarakat melalui rapat umum dan surat kabar
b. Menuntut pemerintah kolonial supaya memberikan
kebebasan bergerak untuk partai-partai,
c. Mengecam keras pemerintah kolonial yang melakukan
tindakan sewenang-wenang
d. Melakukan aksi pemogokan.
Organisasi pergerakan yang bersifat radikal non
kooperatif antara lain :
1. Indische Partij ( 1911 – 1913 )
2. Partai Komunis Indonesia (PKI; 1924)
3. Perhimpunan Indonesia (PI; 1925)
4. Partai Nasional Indonesia (PNI; 1927)
5. Partai Indonesia (PARTINDO; 1931)
6. Pendidikan Nasional Indonesia – Baru (PNI–Baru;
1931).

Anda mungkin juga menyukai