Anda di halaman 1dari 126

BAB 2

Landasan Teori

2.1. Tinjauan Umum


2.1.1 Definisi Teater
Menurut Santosa (2008: 3), teater berasal dari Yunani “theatron” (bahasa
Inggris, Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam
perkembangannya, dengan pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai
segala hal yang dipertunjukan di depan orang banyak. Dengan demikian, dalam
rumusan sederhana teater adalah pertunjukan, misalnya ketoprak, ludruk,
wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, acrobat, dan
lain sebagainya. Teater dapat dikatakan sebagai manifestasi dari aktivitas
naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebgai ayah dan ibu, bermain
perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater merupakan manifestasi
pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual.
Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki
unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis.
Berdasarkan paparan diatas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa
terjadi. Tetapi batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai
berikut: “tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka,
terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta
laku di dalamnya merupakan realitas fiktif”, (Harymawan, 1993). Dengan
demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan
disaksikan oleh penonton.
Elemen lainnya seperti elemen desain dan tata panggung digunakan untuk
mendukung pementasan guna agar penonton lebih memahami dan merasakan
pertunjukan dengan pencitraan yang lebih indah atau estetis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014), teater adalah gedung atau
ruangan tempat pertunjukan film, sandiwara, dan sebagainya. Dapat berarti
sebagai ruangan besar dengan deretan kursi-kursi ke samping dan ke belakang
untuk mengikuti kuliah atau untuk peragaan ilmiah dan juga memiliki arti
pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi; seni drama; sandiwara;
drama.

5
6

2.1.2 Sejarah Umum


Santosa (2008) menjelaskan bahwa waktu dan tempat pertunjukan teater
yang pertama kali dimulai tidak diketahui. Adapun yang dapat diketahui
hanyalah teori tentang asal mulanya. Di antaranya teori tentang asal mula teater
adalah sebagai berikut.
• Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan pada
upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan teater.
Meskipun upacara agama telah lama ditinggalkan, tapi teater ini hidup terus
hingga sekarang.
• Berasal dari nyanyian untuk menghormati seorang pahlawan di
kuburannya. Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang
pahlawan yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.
• Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu
kemudian juga dibuat dalam bentuk teater (kisah perburuan, kepahlawanan,
perang, dan lain sebagainya).
Rendra dalam Seni Drama Untuk Remaja (1993), menyebutkan bahwa
naskah teater tertua di dunia yang pernah ditemukan ditulis seorang pendeta
Mesir, I Kher-nefert, di zaman peradaban Mesir Kuno kira-kira 2000 tahun
sebelum tarikh Masehi. Pada zaman itu peradaban Mesir Kuno sudah maju.
Mereka sudah bisa membuat piramida, sudah mengerti irigasi, sudah bisa
membuat kalender, sudah mengenal ilmu bedah, dan juga sudah mengenal tulis
menulis. I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah pertunjukan teater
ritual di kota Abydos, sehingga terkenal sebagai Naskah Abydos yang
menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan dewa baik. Jalan cerita naskah
Abydos juga diketemukan tergambar dalam relief kuburan yang lebih tua. Para
ahli bisa memperkirakan bahwa jalan cerita itu sudah ada dan dimainkan orang
sejak tahun 5000 SM. Meskipun baru muncul sebagai naskah tertulis di tahun
2000 SM. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui juga bahwa pertunjukan
teater Abydos terdapat unsur-unsur teater yang meliputi pemain, jalan cerita,
naskah dialog, topeng, tata busana, musik, nyanyian, tarian, selain itu juga
property pemain seperti tombak, kapak, tameng, dan sejenisnya.
Scmolke (2011) dan Santosa (2008), menjelaskan mengenai sejarah
perkembangan arsitektur teater pada dunia barat.
7

A. Teater Yunani Klasik


Menurut Santosa (2008), tempat pertunjukan teater Yunani pertama yang
permanen dibangun sekitar 2300 tahun yang lalu. Teater ini dibangun tanpa atap
dalam bentuk setengah lingkaran dengan tempat duduk penonton melengkung
dan berundak-undak yang disebut amphitheater. Ribuan orang mengunjungi
amphitheater untuk menonton teater-teater, dan hadiah diberikan bagi teater
terbaik. Naskah lakon teater Yunani merupakan naskah lakon teater pertama
yang menciptakan dialog diantara para karakternya. Ciri-ciri khusus pertunjukan
teater pada masa Yunani Kuno adalah Pertunjukan dilakukan di amphitheater,
sudah menggunakan naskah lakon, seluruh pemainnya pria bahkan peran
wanitanya dimainkan pria dan memakai topeng karena setiap pemain
memerankan lebih dari satu tokoh, Selain pemeran utama juga ada pemain
khusus untuk kelompok koor (penyanyi), penari, dan narator (pemain yang
menceritakan jalannya pertunjukan). Panggung dan tempat duduk teater
menggunakan batu.

Gambar 2.1 Teater di Epidaurus


Sumber : Santosa (2008: 6)

Gambar 2.2 Teater Epidaurus, ground plan


Sumber : www.whitman.edu
8

Gambar 2.3 Pertunjukan Teater di Epidaurus


Sumber : Santosa (2008: 7)

Scmolke (2011) menjelaskan bahwa ukuran gedung teater pada masa itu
dapat menampung 13.000 hingga 17.000 penonton. Hal tersebut disebabkan
pertunjukan teater yang diadakan hanya waktu-waktu tertentu dan merupakan
sesuatu yang sangat menarik sehingga dapat mengundang wilayah lainnya.
B. Teater Romawi Klasik
Pada Setelah tahun 200 Sebelum Masehi kegiatan kesenian beralih dari
Yunani ke Roma, begitu juga Teater. Namun mutu teater Romawi tak lebih baik
daripada teater Yunani. Teater Romawi menjadi penting karena pengaruhnya
kelak pada Zaman Renaissance. Bangsa Romawi membangun gedung teater
mereka di dalam kota pada lahan terbuka yang luas. Ukuran dengan kapasitas
17.500 penonton. Kursi teater bangsa Romawi dilengkapi dengan kayu
penyangga. Panggung Romawi jauh diperlebar dibandingkan Yunani sehingga
ruang auditorium dan panggung mampu mencapai kesatuan spasial. Ketinggian
panggung lebih rendah dibandingkan dengan ketinggian panggung Yunani.
Teater Romawi memiliki skene, dinding latar dari batu yang berada di belakang
panggung.
Teater pertama kali dipertunjukkan di kota Roma pada tahun 240 SM.
Pertunjukan ini dikenalkan oleh Livius Andronicus, seniman Yunani. Teater
Romawi merupakan hasil adaptasi bentuk teater Yunani. Hampir di setiap unsur
9

panggungnya terdapat unsur pemanggungan teater Yunani. Namun demikian


teater Romawi pun memiliki kebaruan-kebaruan dalam penggarapan dan
penikmatan yang asli dimiliki oleh masyarakat Romawi dengan ciri-ciri yaitu
koor tidak lagi berfungsi mengisi setiap adegan, Musik menjadi pelengkap
seluruh adegan. Tidak hanya menjadi tema cerita tetapi juga menjadi ilustrasi
cerita, tema berkisar pada masalah hidup kesenjangan golongan menengah,
seluruh adegan terjadi di rumah, di jalan, dan di halman. Teater pada masa lalu
mengandalkan pencahayaan alami. Kelemahan mengandalkan cahaya alami
ialah selain intensitas cahaya matahari yang tidak stabil, juga membuat mata
cepat lelah.

Gambar 2.4 Teater di Pompeii


Sumber : Santosa (2008: 8)

C. Teater Abad Pertengahan


Abad Dalam tahun 1400-an dan 1500-an, banyak kota di Eropa
mementaskan drama untuk merayakan hari-hari besar umat Kristen.
Drama-drama dibuat berdasarkan cerita-cerita Alkitab dan dipertunjukkan di atas
kereta, yang disebut pageant, dan ditarik keliling kota. Bahkan kini pertunjukan
jalan dan prosesi penuh warna diselenggarakan di seluruh dunia untuk
merayakan berbagai hari besar keagamaan.
Para pemain drama pageant menggunakan tempat di bawah kereta untuk
menyembunyikan peralatan. Peralatan ini digunakan untuk efek tipuan, seperti
menurunkan seorang aktor dari atas ke panggung. Para pemain pageant
memainkan satu adegan dari kisah dalam Alkitab, lalu berjalan lagi. pageant lain
dari aktor-aktor lain untuk adegan berikutnya, menggantikannya. Aktor-aktor
pageant seringkali adalah para pengrajin setempat yang memainkan adegan yang
10

menunjukan keahlian mereka. Orang berkerumun untuk menyaksikan drama


pageant religius di Eropa. Drama ini populer karena pemainnya berbicara dalam
bahasa sehari-hari, bukan bahasa Latin yang merupakan bahasa resmi
gereja-gereja Kristen. Pada masa ini tidak ada tirai maupun backdrop yang
digunakan. Dekorasi yang digunakan hanya sebatas properti panggung dan
kostum pemain saja.

Gambar 2.5 Teater Abad Pertengahan


Sumber: Santosa (2008: 10)

D. Renaissance
Abad 17 memberi sumbangan yang sangat berarti bagi kebudayaan Barat.
Sejarah abad 15 dan 16 ditentukan oleh penemuan-penemuan penting yaitu
mesin, kompas, dan mesin cetak. Semangat baru muncul untuk menyelidiki
kebudayaan Yunani dan Romawi klasik. Semangat ini disebut semangat
Renaissance yang berasal dari kata “renaitre” yang berarti kelahiran kembali
manusia untuk mendapatkan semangat hidup baru. Gerakan yang menyelidiki
semangat ini disebut gerakan humanisme.
Pusat-pusat aktivitas teater di Italia adalah istana-istana dan akademi. Di
gedung-gedung teater milik para bangsawan inilah dipentaskan naskah-naskah
yang meniru drama-drama klasik. Para aktor kebanyakan pegawai-pegawai
11

istana dan pertunjukan diselenggarakandalam pesta-pesta istana. Ciri-ciri teater


Zaman Renaissance adalah naskah lakon yang dipertunjukkan meniru teater
Zaman Yunani klasik. Cerita bertema mitologi atau kehidupan sehari-hari, tata
busana dan seting yang dipergunakan sangat inovatif, pelaksanaan bentuk teater
diatur oleh kerajaan maupun universitas, menggunakan panggung proscenium
yaitu bentuk panggung yang memisahkan area panggung dengan penonton,
peristiwa cerita berlangsung dan berpindah secara cepat, terdapat tiga tokoh
yang selalu muncul, yaitu tokoh penguasa, tokoh penggoda, dan tokoh pembantu.
Tempat pertunjukannya di lapangan kota dan panggung-panggung sederhana.
Setting panggung sederhana, yaitu rumah, jalan, dan lapangan.

Gambar 2.6 Teater Abad Pertengahan


Sumber: Santosa (2008: 12)

E. Teater Zaman Elizabeth


Sekitar Pada tahun 1576, selama pemerintahan Ratu Elizabeth I, gedung
teater besar dari kayu dibangun di London Inggris. Gedung ini dibangun seperti
lingkaran sehingga penonton bisa duduk dihampir seluruh sisi panggung.
Gedung teater ini sangat sukses sehingga banyak gedung sejenis dibangun di
sekitarnya. Salah satunya yang disebut Globe, gedung teater ini bisa menampung
3.000 penonton. Penonton yang mampu membeli tiket duduk di sisi-sisi
panggung. Mereka yang tidak mampu membeli tiket berdiri di sekitar panggung.
12

Gambar 2.7 The Globe Theatre di London


Sumber : www.webbaviation.co.uk

Gambar 2.8 Bentuk panggung teater Elizabethan


Sumber : Santosa (2008: 13)

Ciri-ciri khas teater Zaman Elisabeth ialah pertunjukan dilaksanakan siang


hari dan tidak mengenal waktu istirahat, tempat adegan ditandai dengan ucapan
yang disampaikan dalam dialog para tokoh, Penontonnya berbagai lapisan
masyarakat dan diramaikan oleh penjual makanan dan minuman. Corak
pertunjukannya merupakan perpaduan antara teater keliling dengan teater
sekolah dan akademi yang keklasik-klasikan
F. Opera Italia
Republik of Venice menyelesaikan pembangunan gedung opera pertama
pada tahun 1637. Bentuk auditorium yang baru dengan berbentuk silindris dan
kotak berbentuk sarang lebah. Area berdiri terdapat di lantai dasar yang
disediakan untuk umum, dan kotak balkon yang disediakan untuk para
bangsawan.
Di Jerman, dibuat sebuah gedung khusus untuk konser pada akhir abad yang
sama. Teater di Jerman sudah berkembang pada Zaman Renaissance (1500-1600)
meskipun dalam bentuk yang belum sempurna. Inilah sebabnya teater Jerman
13

tak berbicara banyak di Eropa sampai tahun 1725. Teater Jerman dengan model
comedie francaise, menciptakan suatu organisasi teater paling baik di Eropa
pada akhir abad 18. Sejak itu gerakan teater Jerman berpaling dari ide neoklasik
kepada aliran romantik.. Pertunjukan musik sudah hadir di Eropa sejak lama,
biasa diadakan di ballroom atau tempat lainnya yang bukan berfungsi utama
sebagai tempat konser.

Gambar 2.9 Teater La Scala, Milan La Scala


Sumber : www.milanozine.it

Gambar 2.10 Interior Teater


Sumber : giornaledelladanza.com

Akhir abad ke-18M, pembangunan gedung opera meluas ke seluruh Eropa.


Desain auditorium Italia menciptakan kombinasi ideal antara kenyamanan visual
dan akustik. Puncak pembangunan ialah teater La Scala di Milan pada tahun
1778. Gedung teater menjadi tempat pertemuan baru bagi masyarakat, dan
menjadi karakter budaya baru yang unik bagi penduduk Eropa dan
negara-negara yang terpengaruh budaya Eropa.
G. Teater Awal Abad ke-19
Teater dengan konsep tradisional dan Wagnerian hadir berdampingan.
Banyak perubahan dilakukan Richard Wagner untuk desain gedung pertunjukan
14

yang berdampak hingga sekarang. Tujuannya untuk memberikan pandangan


yang baik kepada setiap penonton dan menata kursi penonton pada sikap
keadilan sosial. Panggung dibuat menggunakan struktur kayu. Bagian depan
panggung terdiri dari 2 lengkung proscenium yang sama besar dengan internal
taper. Hal ini menciptakan sebuah ilusi optik dengan maksud menghilangkan
kesan jarak,yang disengaja. Penonton juga dibuat duduk dalam kelompok kecil.
Sekitar 1.645 penonton dapat ditampung dalam auditorium ini.

Gambar 2.11 Interior Teater Wagner, Bayreuth


Sumber : www.andalan.es

Gambar 2.12 Interior Prinzregentheater


Sumber : www.muenchenmusik.de

Penambahan area untuk orkestra dan dibuat besar dan masuk ke dalam di
bawah panggung yang dapat menampung 130 pemusik. Penempatan di bawah
panggung di sebabkan menurut beliau gagasan ini membuat orkestra tidak
terlihat karena menurutnya orkestra menjadi pengalih perhatian penonton dari
pertunjukan. Secara akustik, konstruksi seperti ini memudahkan musik
bergabung dengan latar dan langsung berkaitan dengan panggung.
15

Pada teater Wagner ini, gelombang suara memiliki waktu dengung yang
relatif panjang yang mampu menghasilkan kolaborasi suara yang baik. The
Prinzregententheater di Munich, mengambil inspirasi dari teater Wagner di
Bayreuth. Kapasitas kursi yang lebih sedikit, yakni 1.106 penonton. Hal ini
disebabkan ukuran kursi yang diperbesar dari 52x70cm menjadi 60x80cm.
Keuntungan akustik lainya adalah dinding pemencar berbentuk irisan yang
bukan berfungsi untuk menyebar gelombang suara, seperti yang di Beirut,
namun untuk memfokuskan gelombang suara.
H. Teater di Abad ke-20
Teater telah berubah selama berabad-abad. Gedung-gedung pertunjukan
modern memiliki efek-efek khusus dan teknologi baru. Orang datang ke gedung
pertunjukan tidak hanya untuk menyaksikan teater melainkan juga untuk
menikmati musik, hiburan, pendidikan, dan mempelajari hal-hal baru.
Rancangan-rancangan panggung termasuk pengaturan panggung arena, atau
yang disebut saat ini, teater di tengah-tengah gedung. Dewasa ini, beberapa cara
untuk mengekspresikan karakter-karakter berbeda dalam
pertunjukan-pertunjukan (di samping nada suara) dapat melalui musik, dekorasi,
tata cahaya, dan efek elektronik. Gaya-gaya pertunjukan realistis dan
eksperimental ditemukan dalam teater Amerika saat ini.
Munculnya bioskop berkontribusi untuk pertunjukan visual yang baru.
Dramaturgi membuat sang aktor sebagai pusat perhatian untuk membedakan
bioskop dengan teater. Panggung dibagi menjadi 3 zona, yakni panggung utama
dan 2 sisi panggung. Lengkung proscenium sekarang lebih dianggap sebagai
struktur sekunder bukan sebagai sesuatu yang mewah.
2.1.3 Teater Tradisional Indonesia
Kasim Achmad dalam bukunya Mengenal Teater Tradisional di Indonesia
(2006) mengatakan, sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum
Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater
tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional
merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat
dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”,
sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu
bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara,
unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari
16

spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya. Menurut Brata (2010: 21),


seni tradisional Indonsia termasuk didalamnya seni pertunjukan ialah unsur
kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum atau suku
atau bangsa tertentu yang berkembang dari Barat sampai Timur pulau Indonesia,
dari Sumatra sampai Papua.
Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat
bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh
unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, tergantung kondisi
dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional
lahir. Berikut ini disajikan beberapa bentuk teater tradisional yang ada di
daerah-daerah di Indonesia.
A. Wayang
Wayang merupakan suatu bentuk teater tradisional yang sangat tua, dan
dapat ditelusuri bagaimana asal muasalnya. Pada masa pemerintahan Raja
Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan Wayang seperti yang terdapat
pada Prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi. Prasasti tersebut mewartakan
bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang. Awal mula
adanya wayang, yaitu saat Prabu Jayabaya bertakhta di Mamonang pada tahun
930. Sang Prabu ingin mengabadikan wajah para leluhurnya dalam bentuk
gambar yang kemudian dinamakan Wayang Purwa. Dalam gambaran itu
diinginkan wajah para dewa dan manusia Zaman Purba. Pada mulanya hanya
digambar di dalam rontal (daun tal). Orang sering menyebutnya daun lontar.
Kemudian berkembang menjadi wayang kulit sebagaimana dikenal sekarang.
Jadi, wayang berfungsi sebagai alat “penghadiran kembali” (secara umum
dalam seni rupa dikenal istilah yang hampir sama, yaitu visualisasi) gambaran
nenek moyang. Walaupun bentuk upacara penghadiran nenek moyang tidak
digunakan lagi dalam pementasan wayang, sisa kegiatan tersebut masih tampak,
misalnya dalam upacara ngaruwat/ngruwat) ketika memulai pertunjukkan. Hal
tersebut hampir sama dengan yang diperkirakan oleh para penulis wayang
tentang pementasan wayang kulit kuno Indonesia, yang pada awalnya digunakan
untuk menghormati roh nenek moyang. Cara mementaskan wayang kulit masa
kini, meski bukan untuk “menghadirkan bayang nenek moyang”, hampir sama
dalam pola pertunjukannya, yaitu bentuk wayang yang dinikmati bayangannya
dalam kelir (layar) dihasilkan oleh sinar blencong, cempor, atau bahkan lampu
17

pijar. Pementasan wayang pada mulanya hanya dilakukan malam hari. Hal ini
berkaitan dengan sifat pementasan wayang yang menitikberatkan tampilan
bayangan pada kelir. Baru pada abad ke-16, pertunjukkan diadakan pula pada
siang hari. Bentuk wayang yang dipertontonkan berbeda. Wayang jenis ini
memiliki bentuk trimarta, berupa boneka kayu, yang disebut golek. Wayang
golek pertama ini dibuat oleh Sunan Kudus dipentaskan dengan cerita Wong
Agung.

Gambar 2.13 Pementasan Wayang Kulit


Sumber : Santosa (2008: 24)

Gambar 2.14 Perlengkapan Wayang Kulit


Sumber : kfk.kompas.com

B. Wayang Wong (wayang orang)


Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang orang, yaitu
pertunjukan wayang kulit, tetapi dimainkan oleh orang. Wayang wong adalah
bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang
dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan
18

menari dan menyanyi, seperti pada umumnya teater tradisional dan tidak
memakai topeng. Pertunjukan wayang orang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga pertunjukan wayang orang (terutama
di Cirebon) tetapi tidak begitu populer. Pertunjukan Wayang orang biasanya
dilakukan pada malam Jumat Kliwon, malam Sabtu Pon, malam Minggu Legi,
dan malam Sabtu Pahing dan pada malam satu Suro (Juliati 2014: 8). Lahirnya
Wayang Orang, dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan
pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang.
Wayang yang dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit
-hingga tidak muncul dalang yang memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para
pemainnya sendiri. Sedangkan wujud pergelarannya berbentuk drama, tari dan
musik.

Gambar 2.15 Wayang Wong D.I. Yogyakarta


Sumber: www.ultimoparadiso.com

Gambar 2.16 Wayang Wong D.I. Yogyakarta


Sumber: galeribersama.wordpress.com
19

Gambar 2.17 Denah Pertunjukan Wayang Orang


Sumber: penulis

Wayang orang dapat dikatakan masuk kelompok seni teater tradisional,


karena tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan oleh para pelaku (pemain). Sang
Dalang bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul dalam pertunjukan. Di
Madura, terdapat pertunjukan wayang orang yang agak berbeda, karena masih
menggunakan topeng dan menggunakan dalang seperti pada wayang kulit. Sang
dalang masih terlihat meskipun tidak seperti dalam pertunjukan wayang kulit.
Sang Dalang ditempatkan dibalik layar penyekat dengan diberi lubang untuk
mengikuti gerak pemain di depan layar penyekat. Sang Dalang masih mendalang
dalam pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang karena para
pemain memakai topeng. Para pemain di sini hanya menggerakgerakan badan
atau tangan untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang Dalang. Para
pemain harus pandai menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng
dalang. Semua pemain topeng dalang memakai topeng dan para pemain tidak
mengucapkan dialog. Penempatan alat musik seperti gamelan dan pangrawit
berada di depan panggung dengan level ketinggian lebih rendah dari panggung.
C. Makyong Wayang Wong (wayang orang)
Wayang Makyong merupakan suatu jenis teater tradisional yang bersifat
kerakyatan. Makyong yang paling tua terdapat di pulau Mantang, salah satu
pulau di daerah Riau. Pada mulanya kesenian Makyong berupa tarian joget atau
ronggeng. Dalam perkembangannya kemudian dimainkan dengan cerita-cerita
rakyat, legenda dan juga cerita-cerita kerajaan. Makyong juga digemari oleh
para bangsawan dan sultan-sultan, hingga sering dipentaskan di istana-istana.
Bentuk teater rakyat makyong tak ubahnya sebagai teater rakyat umumnya,
20

dipertunjukkan dengan menggunakan media ungkap tarian, nyanyian, laku, dan


dialog dengan membawa cerita-cerita rakyat yang sangat populer di daerahnya.
Cerita-cerita rakyat tersebut bersumber pada sastra lisan Melayu. Daerah Riau
merupakan sumber dari bahasa Melayu Lama. Ada dugaan bahwa sumber dan
akar Makyong berasal dari daerah Riau, kemudian berkembang dengan baik di
daerah lain. Pementasan makyong selalu diawali dengan bunyi tabuhan yang
dipukul bertalu-talu sebagai tanda bahwa ada pertunjukan makyong dan akan
segera dimulai. Setelah penonton berkumpul, kemudian seorang pawang
(sesepuh dalam kelompok makyong) tampil ke tempat pertunjukan melakukan
persyaratan sebelum pertunjukan dimulai yang dinamakan upacara buang bahasa
atau upacara membuka tanah dan berdoa untuk memohon agar pertunjukan
dapat berjalan lancer .
D. Randai
Randai adalah suatu bentuk teater tradisional yang bersifat kerakyatan yang
terletak di daerah Minangkabau, Sumatera Barat. Sampai saat ini, Randai masih
digemari dan berkembang oleh masyarakat terutama di daerah pedesaan atau di
kampong-kampung. Teater Tradisional di Minangkabau bertolak dari sastra lisan.
Demikian juga Randai bertolak dari sastra lisan yang disebut “kaba” (diartikan
sebagai cerita). Bakaba artinya bercerita. Ada dua unsur pokok yang menjadi
dasar Randai yaitu unsur penceritaan.

Gambar 2.18 Pertunjukan Randai


Sumber: alhamidzpecintatuhan.wordpress.com

Cerita yang isajikan adalah kaba, dan disampaikan lewat gurindam, dendang
dan lagu. Sering diiringi oleh alat musik tradisional Minang, yaitu salung, rebab,
bansi, rebana atau yang lainnya, dan juga lewat dialog. Penempatan alat musik
21

berada di luar panggung atau tempat pertunjukan yang penting ialah pemain
musik dapat melihat langsung pada pemain pertunjukan. Kedua, unsur laku dan
gerak, atau tari, yang dibawakan melalui galombang. Gerak tari yang digunakan
bertolak dari gerak-gerak silat tradisi Minangkabau, dengan berbagai variasinya
dalam kaitannya dengan gaya silat di masing-masing daerah .

Gambar 2.19 Denah Pertunjukan Randai


Sumber: Penulis

E. Mamanda

Gambar 2.20 Pertunjukan Mamanda


Sumber: budaya-indonesia.org

Daerah Kalimantan Selatan memiliki berbagai jenis kesenian antara lain


yang paling populer adalah Mamanda, dimana orang sering menyebutnya
sebagai teater rakyat. Awal mulanya, pada tahun 1897 datang ke Banjarmasin
suatu rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka yang lebih dikenal dengan
Komidi Indra Bangsawan. Pengaruh Komidi Bangsawan ini sangat besar
terhadap perkembangan teater tradisional di Kalimantan Selatan. Sebelum
Mamanda lahir, telah ada suatu bentuk teater rakyat yang dinamakan Bada
22

Moeloek, atau dari kata Ba Abdoel Moeloek. Nama teater tersebut berasal dari
judul cerita yaitu Abdoel Moeloek karangan Saleha. Bermula, Mamanda
mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan
lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting
dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih,
Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu
Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib.
F. Lenong
Menurut Santosa (2008: 29) Lenong merupakan teater rakyat Betawi. Teater
tradisional Lenong antara zaman dulu dengan sekarang ini sudah sangat berbeda
dan jauh berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang ada. Kata
daerah Betawi, dan bukan Jakarta, menunjukan bahwa yang dibicarakan adalah
teater masa lampau. Pada saat itu, di Jakarta, yang masih bernama Betawi (orang
Belanda menyebutnya: Batavia) terdapat empat jenis teater tradisional yang
disebut topeng Betawi, lenong, topeng blantek, dan jipeng atau jinong. Pada
kenyataannya keempat teater rakyat tersebut banyak persamaannya. Perbedaan
umumnya hanya pada cerita yang dihidangkan dan musik pengiringnya. Pada
Lenong, dekor disesuaikan dengan babak cerita yang dimainkan. Pertunjukannya
diawali dengan permainan Gambang Kromong, yang membawakan lagu-lagu
baku sebagai berikut: dimulai dengan tetalu, dimainkan lagu-Iagu berirama Mars
yang berfungsi sebagai alat pemanggil penonton. Kemudian dimainkan acara
Hormat Selamet dengan membawakan lagu Angkat Selamet. Dalam acara ekstra,
lagu yang dibawakan antara lain: Jali-jali, Persi, Stambul, Cente Manis, Seret
Balok, Renggong Manis, dan lainya.
Pertunjukkan Lenong diiringi orkes Gambang Kromong dengan berbagai
alat musik. Alat musik pukulnya Gambang, Kromong (sejenis bonang), gendang,
kempur, kecrek, gong; alat musik geseknya shu kong (sejenis rebab besar) atau
teh yan (rebab kecil); dan alat tiupnya trompet, suling dan akordeon. Lagu-lagu
pengiring pertunjukkan ini terdiri atas lagu cina (misalnya si Patmo, Phobin Cu
Tay) dan lagu Betawi (misalnya Cente Manis, Jali-Jali). Lagu-lagu ini
menggunakan tangga nada pentatonis doremi. Umumnya pertunjukkan Lenong
dimainkan di atas panggung yang disebut pentas tapal kuda. karena pemainnya
masuk ke arena pertunjukan dari sebelah kiri dan keluar arena dari sebelah kanan,
sedang penontonnya melihat hanya dari bagian depan. Masyarakat Betawi sering
23

mementaskan pertunjukan lenong dalam perayaan perkawinan atau khitanan.


Kini pertunjukan ini juga dipentaskan sebagai hiburan di pusat kesenian atau
panggung hiburan lainnya, bahkan di televisi.

Gambar 2.21 Pertunjukan Lenong


Sumber: pakenkbetawi.wordpress.com

Gambar 2.22 Denah Pertunjukan Lenong


Sumber: Penulis

G. Longser
Longser adalah jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan yang
terletak di Jawa Barat, termasuk kelompok etnik Sunda. Ada jenis teater rakyat
lain di daerah etnik Sunda serupa dengan longser, yaitu banjet. Ada lagi di
daerah (terutama, di Banten), yang dinamakan ubrug.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa longser berasal dari kata melong
(melihat) dan seredet (tergugah). Artinya barang siapa melihat (menonton)
pertunjukan, hatinya akan tergugah. Pertunjukan longer sama dengan
pertunjukan kesenian rakyat yang lain, yang bersifat hiburan sederhana, sesuai
dengan sifat kerakyatan, gembira dan jenaka. Sebelum longser lahir, ada
24

beberapa kesenian yang sejenis dengan Longser, yaitu lengger. Ada lagi yang
serupa, dengan penekanan pada tari, disebut ogel atau doger (Santosa, 2008: 30).

Gambar 2.23 Pertunjukan Longser


Sumber: www.disparbud.jabarprov.go.id

Gambar 2.24 Denah Pertunjukan Longser


Sumber: Penulis

H. Ubrug
Ubrug merupakan teater tradisional yang terdapat di daerah Banten. Ubrug
menggunakan bahasa daerah Sunda, campur Jawa dan Melayu, serupa dengan
topeng banjet yang terdapat di daerah Karawang. Ubrug dapat dipentaskan di
mana saja, seperti halnya teater rakyat lainnya. Dipentaskan bukan saja untuk
hiburan, tetapi juga untuk memeriahkan suatu “hajatan”, atau meramaikan suatu
“perayaan”.
Cerita-cerita yang dipentaskan terutama cerita rakyat, sesekali dongeng atau
cerita sejarah. Beberapa cerita yang sering dimainkan ialah Dalem Boncel,
Jejaka Pecak, Si Pitung atau Si Jampang (pahlawan rakyat setempat, seperti juga
di Betawi). Gaya penyajian cerita umumnya dilakukan seperti pada teater rakyat,
25

menggunakan gaya humor (banyolan), dan sangat karikatural sehingga selalu


mencuri perhatian para penonton. (Santosa, 2008: 30)
I. Ketoprak
Menurut Santosa (2008:31), ketoprak merupakan teater rakyat yang paling
populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Ketoprak juga
terdapat di Jawa Timur. Pada daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan
kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan
kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak.
Pada mulanya ketoprak merupakan permainan orang-orang desa yang
sedang menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama, yang
disebut gejogan. Dalam perkembangannya menjadi suatu bentuk teater rakyat
yang lengkap.
Ketoprak teridiri dari Ketoprak Lesung dan Ketoprak Gamelan. Alat musik
yang dipergunakan dalam Ketoprak Lesung terdiri dari lesung, kendang, terbang
dan seruling. Cerita yang dibawakan adalah kisah-kisah rakyat yang berkisar
pada kehidupan di pademangan - pademangan, ketika para demang
membicarakan masalah penanggulangan hama yang sedang melanda desa
mereka atau ceritera-ceritera tentang Pak Tani dan Mbok Tani dalam mengolah
sawah mereka. Oleh karena itu kostum yang dipakaipun seperti keadaan mereka
sehari hari sebagai penduduk pedesaan, ditambah dengan sedikit make up yang
bersifat realis. Untuk mementaskan Ketoprak Lesung dibutuhkan pendukung
sebanyak ± 22 orang, yaitu 15 orang untuk pemain (pria dan wanita) dan 7 orang
sebagai pemusik. Dalam pertunjukan ini tidak dikenal adanya vokalis khusus
atau waranggana. Vokal untuk mengiringi musik dilakukan bersama-sama baik
oleh pemusik maupun pemain. Pertunjukan Ketoprak Lesung ini menggunakan
pentas berupa arena dengan desain lantai yang berbentuk lingkaran. Sampai
sekarang Ketoprak Lesung yang ada masih mempertahankan alat penerangan
berupa obor, tetapi ada juga pertunjukan Ketoprak Lesung yang menggunakan
lampu. Salah satu perbedaan Ketoprak Lesung dengan Ketoprak Gamelan adalah
adanya unsur tari. Pada waktu masuk atau keluar panggung atau kegiatan lain
pemain Ketoprak Lesung melakukannya dengan tarian yang bersifat
improvisasi.
Ketoprak Gamelan, Meskipun merupakan perkembangan lebih lanjut
Ketoprak Lesung akan tetapi fungsi pertunjukan Ketoprak Gamelan ini tidak
26

berubah, yaitu sebagai hiburan bagi masyarakat, yang kadang-kadang


menyelipkan penerangan penerangan dari pemerintah kepada mereka. Hanya
saja ceritera yang dimainkan dalam Ketoprak Gamelan ini lebih banyak diambil
dari ceritera babad tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada, terutama di Jawa.
Untuk mementaskan Ketoprak diperlukan pendukung sebanyak kurang lebih 34
orang pemain, penabuh gamelan, waranggana, dan dalang. Lama pertunjukan
untuk setiap pementasan mencapai 7 sampai 8 jam, dan bisa dilakukan baik
siang maupun malam hari. Dalam pertunjukan Ketoprak ini para aktor biasanya
berpedoman pada naskah singkat yang dibuat oleh dalang. Naskah ini hanya
memuat pedoman tentang adegan apa saja yang harus ditampilkan dari inti dan
ceritera yang dipentaskan. Dialog, blocking dan lainya permainan di panggung
sepenuhnya dilakukan oleh pemain secara improvisasi. Ketoprak ini
menggunakan alat musik yang berupa gamelan Jawa lengkap pelog dan slendro,
atau slendro saja.

Gambar 2.25 Pertunjukan Ketoprak Lesung


Sumber: www.bang-bro.blogspot.com

Gambar 2.26 Pertunjukan Ketoprak Gamelan


Sumber: www.bang-bro.blogspot.com
27

Para pemain Ketoprak memakai kostum dan make up yang bersifat realis
sesuai dengan peran dan waktu ketika mereka tampil. Tempat pertunjukan
berupa pentas berbentuk panggung dengan dekorasi (latar belakang) yang
bersifat realis (sesuai dengan lokasi kejadian, misalnya di hutan, di kraton dan
lainya). Demikian juga dialog yang diucapkan para pemainnya. Ketoprak
Gamelan dapat dikatakan sebagai drama tradisional yang biasanya mengambil
ceritera tentang kerajaan-kerajaan tempo dulu. Sebelum permainan utama
ketoprak di mulai, biasanya disuguhkan terlebih dahulu pertunjukan extra berupa
tari-tarian yang tidak ada hubungannya dengan ceritera yang akan dimainkan.

Gambar 2.27 Denah Pertunjukan Ketoprak Gamelan


Sumber: Penulis

J. Ludruk

Ludruk merupakan teater berasal dari Jawa Timur, daerah Jombang. Bahasa
yang digunakan adalah bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. Dalam
perkembangannya ludruk menyebar ke daerah-daerah barat Jawa Timur seperti
karesidenan Madiun, Kediri, dan sampai ke Jawa Tengah. Ciri-ciri bahasa dialek
Jawa Timuran tetap terbawa meskipun semakin ke barat makin luntur menjadi
bahasa Jawa setempat. Ludruk merupakan salah satu jenis kesenian yang berupa
drama tradisional diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang digelarkan di
sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari,
yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik (Juni,
2014: 3). Lebih lengkapnya, peralatan musik daerah yang digunakan, ialah
kendang, cimplung, jidor dan gambang. Penambahan jumlah alat musik yang
digunakan tergantung pada kemampuan grup yang memainkan ludruk tersebut.
28

Lagu-lagu (gending) yang digunakan, yaitu Parianyar, Beskalan, Kaloagan,


Jula-juli, Samirah, Junian.
Pemain ludruk semuanya adalah pria. Untuk peran wanitapun dimainkan
oleh pria. Hal ini merupakan ciri khusus ludruk. Padahal sebenarnya hampir
seluruh teater rakyat di berbagai tempat, pemainnya selalu pria (randai,
dulmuluk, mamanda, ketoprak), karena pada zaman itu wanita tidak
diperkenankan muncul di depan umum. (Santosa, 2008: 32)

Gambar 2.28 Pertunjukan Ludruk


Sumber: www.bang-bro.blogspot.com

Gambar 2.29 Denah Pertunjukan Ludruk


Sumber: Penulis

K. Gambuh

Gambuh merupakan teater tradisional yang paling tua di Bali dan


diperkirakan berasal dari abad ke-16. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa
Bali kuno dan sangat sukar dipahami oleh orang Bali sekarang. Tarian yang
29

sangat sulit karena merupakan tarian klasik yang bermutu tinggi. Oleh karena itu
tidaklah mengherankan kalau gambuh merupakan sumber dari tari-tarian Bali
yang ada. Sejarah gambuh telah dikenal sejak abad ke-14 di Zaman Majapahit
dan kemudian masuk ke Bali pada akhir Zaman Majapahit. Di Bali, gambuh
dipelihara di istana raja-raja.

Gambar 2.30 Pertunjukan Gambuh


Sumber: www.dansfestival.com

Gambar 2.31 Denah Pertunjukan Gambuh


Sumber: Penulis

Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh mengambil dari struktur cerita


Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang dimainkan di
antaranya adalah Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri. Peran-peran utama
menggunakan dialog berbahasa Kawi, sedangkan para punakawan berbahasa
Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam bahasa
Bali biasa. Suling dalam gambuh yang suaranya sangat rendah, dimainkan
dengan teknik pengaturan nafas yang sangat sukar, mendapat tempat yang
30

khusus dalam gamelan yang mengiringi gambuh. Gamelan dalam pertunjukan


Gambuh sering disebut gamelan “pegambuhan”. Gambuh mengandung
kesamaan dengan “opera” pada teater Barat karena unsur musik dan menyanyi
mendominasi pertunjukan. Oleh karena itu para penari harus dapat menyanyi.
Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak, yang duduk di tengah
gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari dan musik. Selain dua
atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan dengan rebab bersama
seruling. Peran yang paling penting dalam gamelan adalah pemain kendang
lanang atau disebut juga kendang pemimpin. Dia memberi aba-aba pada penari
dan penabuh. (Santosa, 2008: 32)
L. Arja

Gambar 2.32 Pertunjukan Arja


Sumber: www.balinesedance.org

Arja adalah jenis teater tradisional yang terdapat di Bali. Seperti bentuk
teater tradisi Bali lainnya, Arja merupakan bentuk teater yang penekanannya
pada tari dan nyanyi. Semacam gending yang terdapat di daerah Jawa Barat
(Sunda), dengan porsi yang lebih banyak diberikan pada bentuk nyanyian
(tembang). Arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsur-unsur
tarinya, karena penekanannya terdapat pada tembangnya. Tembang (nyanyian)
yang digunakan memakai bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Bali halus.
(Santosa, 2008: 33)
Setelah diuraikan beberapa perwakilan dari seni pertunjukan tradisional
Indonesia, ternyata masih banyak jenis seni pertunjukan tradisional di Indonesia
dimana merupakan asset yang luar biasa untuk diberdayakan menjadi daya tarik
para wisatawan. Bila dilihat secara kuantitas, seni pertunjukan Indonesia sangat
31

banyak jumlahnya, sebab dalam laporan penelitian tentang seni pertunjukan di


Asia Tenggara, 75% berada di Indonesia, sedangkan 25% ada di Negara-negara
Asia Tenggara yang lain, seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam,
Myanmar, Thailand, Laos, dan Vietnam”. (Sutiyoso, 2010: 244). Dan dari
penejalasan mengenai sejarah seni pertunjukan di Indonesia, pementasan seni
pertunjukan tradisional memiliki pengembangan terhadap penampilan
pertunjukannya, di sesuaikan dengan perkembangan zaman seperti penggunaan
tempat dan bahan properti untuk latar panggung. Dialog menggunkan bahasa
yang lebih umum agar dapat dimengerti oleh masyarakat luas.

Gambar 2.33 Denah Pertunjukan Arja


Sumber : Penulis

2.1.4 Fungsi dan Tujuan


Selain dari fungsi dan keterkaitannya dengan aspek sosial budaya, teater
dapat dipahami sebagai tempat yang digunakan sebagai panggung untuk
mementaskan pertunjukan.
A. Teater Sebagai Rumah
Andrew Robert Filmer (2006) dalam thesisnya mengenai Opera House,
mengungkapkan bahwa tempat-tempat pertunjukan sudah menjadi tempat yang
umum bagi banyak peradaban. Di mana pun suatu perkumpulan masyarakat
telah mengembangkan teater sebagai cara mengekspresikan diri, mereka juga
akan membangun tempat sebagai rumah untuk kegiatan itu, atau paling tidak
mereka mengadaptasi dari ruang alami untuk tujuan tersebut. Teater dalam
istilah sehari-hari seperti 'rumah' mengindikasikan dengan kuat dasar dari fungsi
gedung teater, yaitu hanya sebagai bangunan atau sebatas ruangan. Pada
perumpamaan ini, Filmer ingin menekankan fungsi dari teater; teater berfungsi
32

sebagai wadah abadi untuk kegiatan teater. Di dalamnya terdapat pemahaman


yang lebih dalam mengenai koneksi penting antara tempat dan pertunjukannya,
dibandingkan dengan pemahaman semiotik tentang bangunan teater sebagai
bingkai saja.
B. Teater Sebagai Pemeragaan Tindakan Manusia
Thomas S. Hischak, dalam bukunya Theatre as Human Action: An
Introduction to Theatre Arts, menyatakan teater sebagai reka ulang tindakan
manusia karena pemeragaan memang tidak terjadi untuk pertama kalinya. Aktor
telah berlatih untuk menjadi karakter lain sesuai dengan situasi. Penonton
mengetahui dan mengerti hal ini. Teater adalah gerakan karena sesuatu memang
harus terjadi dalam kurun waktu tertentu. Teater memerlukan tindakan manusia
walaupun hanya sebatas percakapan antara dua karakter ataupun lagu dan
tari-tarian yang bersemangat.
Dalam penjelasan lebih lanjut, Hischak menjelaskan bahwa teater
terdapat faktor-faktor yang lebih banyak dibandingkan dengan penampilan seni
lainnya. Empat elemen dasar yang harus ada dalam suatu teater yang sedang
berlangsung ialah actor, naskah, penonton, dan tempat.
Sementara mungkin melakukan suatu pertunjukan tanpa kostum maupun
pemandangan, satu hal yang pasti ialah memiliki tempat untuk melangsungkan
pertunjukan. Sekarang ini terdapat berbagai macam area pertunjukan dimana
mengambil contoh dari model dan teori-teori sebelumnya. Sebagaimana tempat
pertunjukan seni berkembang dan berubah dari waktu ke waktu, aspek baru
seperti aspek produksi mulai berperan dan tergabung dengan teater. Seperti
contoh, ketika suatu pertunjukan berpindah dari lokasi outdoor menjadi indoor,
permainan pencahayaan menjadi suatu hal yang dibutuhkan. Arsitektur Teater
menunjukan pergerakan sejarah teater itu sendiri seperti halnya aktor dan para
pemain yang telah berkembang sesuai dengan pergerakan zaman.
2.1.5 Klasifikasi Jenis Kegiatan Seni Pertunjukan
A. Secara Universal
Ada berbagai macam tipe kegiatan pertunjukan yang diproduksi untuk
ditampilkan di teater atau gedung pertunjukan. Beragam jenis kegiatan tersebut
harus ditempatkan dalam ruang yang sama dengan mempertimbangkan
fleksibilitas ukuran ruang. Ham (1987: 13) dalam bukunya menjelaskan kegiatan
tersebut adalah:
33

1) Drama
Jumlah pemain dalam pementasan drama adalah 2 sampai 20 orang, namun
biasanya lebih dari 12 orang pemain.

Gambar 2.34 Cats karya Andrew Lloyd Webber,Broadway (2012)


Sumber : www.chicagotheaterbeat.com

2) Drama (ukuran besar)


Beberapa pementasan drama, seperti drama karya Shakespeare, memiliki
banyak pemain dengan berbagai figuran.
3) Grand opera, full-scale ballet, musicals, pantomim
Pertunjukan ini melibatkan penyanyi, penari, dan paduan suara. Gaya
pementasan dan dekorasi biasanya spektakuler dan secara general menggunakan
panggung proscenium.

Gambar 2.35 The Nutcracker karya Willam Christensen, Ballet West (2012)
Sumber: online.wsj.com

4) Chamber opera, chamber ballet, music hall and variety, cabaret, plays
with music
Para pemainnya tidak sebanyak pementasan drama, namun harus dibuat
pengaturan letak yang tepat untuk para musisi.
34

Gambar 2.36 Ophelia's Gaze karya Steve Everett (2012)

Sumber: http://vimeo.com/2643909

5) Concerts
Simfoni orkestra rata-rata menampilkan 90 orang pemain, bahkan bisa lebih
dari 120 orang. Pada konser jazz, pop , dan musik tradisional biasanya
menampilkan jumlah pemain sekitar 10 hingga 12 orang, tetapi jika adakalanya
bisa mencapai 50 orang. Recital adalah pertunjukan musik dengan skala terkecil,
yakni menampilkan seorang penyanyi solo dan seorang instrumentalist yang
disertai pengiring. Konser paduan suara membutuhkan ruang untuk 200 hingga
400 penyanyi atau bahkan lebih jika pada acara tertentu dengan tambahan
orkestra.

Gambar 2.37 Susunan Duduk Pemain Orchestra


Sumber: www.basilicata.travel

6) Film
Sebuah gedung pertunjukan pada awal perencanaannya didesain untuk
bioskop (cinema) memang tidak cocok dan tidak diperkenankan untuk
pertunjukan secara langsung, namun film bisa dipertunjukan dengan sangat baik
pada gedung yang memiliki fungsi utama sebagai gedung untuk pertunjukan
langsung.
35

B. Secara Khusus

Pertunjukan seni dan budaya merupakan cerminan dari kebudayaan suatu


bangsa. Indonesia memiliki beragam budaya yang kaya dan patut dibanggakan
oleh warga negaranya. Merupakan Negara kepulauan yang memiliki 34 provinsi,
350 etnis suku dengan 483 bahasa dan budaya. Tidak heran jika Indonesia harta
yang berharga di bidang seni dan budaya. Meskipun berbeda latar belakang
budaya, masyarakat Indonesia tetap merasa sebagai satu bangsa.

Gambar 2.38 Wayang Orang Bharata


Sumber : wisatajuwa.wordpress.com

Gambar 2.39 Tari Kontemporer


Sumber : http://tari.isi-dps.ac.id/about

Santosa (2008) mengatakan, unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan


untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu
upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan
masyarakat kita. Pada waktu itu, yang disebut “teater”, sebenarnya hanyalah
merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan
teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater
36

tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat
dalam masyarakat lingkungannya. Proses terciptanya teater tradisional di
Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini
disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda,
tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana
teater tradisional lahir.
Kesenian-kesenian adat ini terus berkembang hingga saat ini. Sehingga
tercipta suatu periode dimana teater tradisional mengalami suatu perubahan
karena pengaruh budaya lain yang disebut teater transisi. Kelompok teater yang
masih tergolong kelompok teater tradisional dengan memasukkan unsur-unsur
teknik teater Barat, dinamakan teater bangsawan. Pada periode transisi inilah
teater tradisional berkenalan dengan teater non-tradisi. Selain pengaruh dari
teater bangsawan, teater tradisional berkenalan juga dengan teater Barat yang
dipentaskan oleh orang-orang Belanda di Indonesia sekitar tahun 1805 yang
kemudian berkembang hingga di Betawi (Batavia) dan mengawali berdirinya
gedung Schouwburg pada tahun 1821 (Sekarang Gedung Kesenian Jakarta).
2.1.6 Klasifikasi Jenis Aktifitas Dalam Seni Pertunjukan
Pada pembahasan ini, menjabarkan aktivitas-aktivitas yang terjadi atau yang
dilakukan di dalam area gedung pertunjukan menyangkut dengan teater.
A. Pemain
1) Persiapan pertunjukan
Sebelum pertunjukan dipentaskan, para pemain mempersiapkan diri terlebih
dahulu. Aktivitas yang dilakukan seperti latihan, mengingat kembali penentuan
blocking, pemanasan, tata rias, dan menggunakan kostum. Gladiresik umumnya
dilakukan di panggung tempat pementasan atau bisa dilakukan di tempat lain
yang luasannya tidak jauh berbeda dengan panggung pertunjukan.
2) Pentas pertunjukan
Saat pertunjukan sedang berlangsung, aktivitas yang dilakukan selain
pementasan pertunjukan ialah pergantian pemain sesuai dengan bagiannya. Para
pemain yang sedang tidak tampil menunggu di belakang panggung yang sering
disebut dengan backstage atau di area samping panggung. Kejelasan
penyampaian pesan dari suatu pertunjukan ditentukan oleh keahlian dan
komunikasi masing-masing pemain, penari, penyanyi, dan lakon dalam
menyampaikan pertunjukan tersebut. Namun faktor eksternal juga turut
37

mempengaruhi kejelasan dalam penyampaian pesan seperti sound system,


pencahayaan, jarak penonton dengan panggung, dan akustik ruang. Desain
interior gedung pertunjukan juga turut membantu untuk memperkuat ambience.
B. Tim produksi (Crew)
Crew pertunjukan terdiri dari sutradara, penulis naskah, tim properti, tim
tata busana dan tata rias, management, tim lighting, tim sound system, dan
semua orang dari pihak internal teater yang ikut serta di dalam produksi sebuah
pementasan.
1) Persiapan pertunjukan
Persiapan pertunjukan meliputi pengecekan dan percobaan lighting dan
sound system, pengetesan fasilitas panggung seperti pengecekan panggung
hidrolik. Tim produksi mengutamakan pemasangan properti untuk setting
panggung. Semua dilakukan untuk memastikan kelancaran saat pementasan
sehingga menghasilkan pertunjukan yang optimal.
2) Penanganan properti
Properti yang dipakai dalam pementasan umumnya dikerjakan di tempat
lain (workshop) kemudian dibawa ke area gedung dan dipasang untuk
pertunjukan. Setelah pertunjukan, properti di bongkar kembali.
C. Penonton
1) Duduk
Seni pertunjukan biasanya berdurasi sekitar 2 hingga 3 jam. Lamanya durasi
pertunjukan membutuhkan area duduk dan sirkulasi yang memadai dimana
penonton merasa nyaman namun didesain agar penonton tidak tertidur. Jarak
antar tempat duduk yang memiliki sirkulasi cukup lebar memang membuat
penonton lebih nyaman dibandingkan jarak yang sempit, namum berdampak
pada penurunan nilai ekonomis dengan dikaitkan dengan jumlah kapasitas
tempat duduk keseluruhan ruangan. Jarak kursi yang terlalu dekat juga dapat
merusak suasana dan konsentrasi penonton untuk merasakan pengalaman
teatrikal.
2) Melihat
Menurut Appleton dalam bukunya Building for the Performing Arts(2nd Ed.),
Ada keterbatasan visual yang menentukan maksimum jarak dari area panggung
yang mana jika jarak maksimun tersebut dilampaui maka penonton tidak bisa
mengapresiasi pertunjukan seni dengan seharusnya dan untuk para pemain agar
38

bisa menghibur penonton. Jarak dari panggung ke kursi terjauh bervariasi


tergantung jenis pertunjukan dan skalanya. Untuk melihat ekspresi wajah
khususnya drama, jarak maksimum dari panggung ke kursi penonton baris
paling belakang tidak boleh melebihi 20 m. Sedangkan untuk pertunjukan opera
atau konser, di mana mimik wajah tidak terlalu diperhatikan, batas maksimum
penglihatan kurang lebih 30 meter dari panggung.
Christina E. Mediastika dalam bukunya yang berjudul Akustika Bangunan
menjelaskan bahwa kemampuan mata manusia untuk melihat dengan jelas dan
nyaman tanpa perlu memalingkan muka berada pada sudut 20° ke arah kiri dan
20° ke arah kanan atau total 40°. Oleh karena itu idealnya dibuat panggung
yang lebarnya tidak melebihi lebar bagian depan lantai penonton. Selanjutnya,
posisi penonton untuk melihat dengan jelas dan nyaman ke arah panggung
adalah sekitar 100° ke kiri dan 100° ke kanan dari ujung depan kiri-kanan
panggung. Penonton yang berada pada sudut lebih besar dari 100° akan
mendapatkan sudut pandang yang kurang nyaman ke arah panggung.
Menurut Ham dalam bukunya Theatre Planning ABTT, kenyamanan
penonton dalam meilhat pertunjukan bukan hanya ditentukan oleh jarak yang
ideal namun postur saat duduk masing-masing individu juga mempengaruhi
kenyamanan saat menyaksikan pertunjukan. Kunci dimensi pada perhitungan
jarak pandang bergantung pada ketinggian mata seseorang pada posisi duduk
dari atas lantai dan ketinggian ujung atas kepala dari mata. Dengan kata lain,
apabila seseorang anak-anak duduk di belakang orang dewasa bertubuh tinggi
besar, ia pasti tidak akan bisa melihat pertunjukan karena terhalang orang
dewasa tersebut, dan kasus-kasus seperti ini tidak bisa diselesaikan secara
matematis.
3) Mendengarkan
Sebuah ruang teater yang baik harus memiliki akustik yang baik, sehingga
dialog dalam pertunjukan dapat diikuti dengan baik oleh penonton. Dengan
demikian, penonton lebih memahami keindahan dari pertunjukan teater dan
akirnya semakin menyukai teater tradisional (Sidharta, 2014: 50).
Menurut Legoh berdasarkan materi akustik untuk pascasarjana Universitas
Indonesia (2014), aktivitas mendengarkan yang dilakukan oleh penonton sangat
berkaitan erat dengan akustik ruang dalam area penonton. Karakteristik akustik
bergantung pada perilaku pantulan suara dan periode dengung suara.
39

Gelombang bunyi bersifat spherical, gelombangnya seperti gelombang air yang


makin melemah kalau jauh dari sumbernya (untuk di tempat terbuka). Periode
dengung harus pendek bila ruangan digunakan untuk acara seperti puisi,
sehingga penonton dapat mendengar suara dengan jernih; harus lebih panjang
untuk pertunjukan musik; dan harus lebih panjang lagi untuk nyanyian paduan
suara. Terdapat dua hal yang mempengaruhi periode dengung suara, yaitu
jumlah suara yang diserap dan dipantulkan oleh permukaan ruang auditorium
dan volume auditorium dan panggung. Apabila semakin banyak orang dalam
ruang maka suara pemain akan lebih sulit terdengar dan sebaliknya jika
penonton sedikit maka suara pemain akan terdengar lebih jelas dan keras. Hal
ini disebabkan tubuh manusia memiliki kemampuan menyerap gelombang
suara, semakin banyak penonton maka suara akn semakin banyak diserap dan
lebih sedikit dipantulkan.
4) Menunggu pertunjukan
Sebelum pertunjukan dimulai, terdapat kebiasaan di Indonesia memiliki
tanda-tanda baik berupa bunyi gong yang menandakan penonton boleh masuk
ke ruang pertunjukan. Penonton dianjurkan untuk datang selambatnya 30 menit
sebelum pertunjukan dimulai. Saat mengunggu diperbolehkan masuk ke dalam
gedung pertunjukan di area tunngu, para penonton bisa duduk bercengkrama,
makan dan minum, melihat galeri atau pertunjukan kecil di area-area lain di
dalam gedung, dan berbelanja.
D. Pengelola
1) Mengatur program dan pertunjukan
Mengatur dan mengurus program dan pementasan dan mengelola
pertunjukan, mengatur tata suara, tata cahaya, dan tata akustik.
2) Menjalankan pemasaran
Kegiatan pemberitahuan kepada pihak-pihak lain berupa promosi kepada
khalayak umum (hubungan masyarakat).
3) Menjalankan administrasi
Mengurus seluruh data-data administrasi yang diperlukan untuk melakukan
suatu pementasan dan keperluan pengelola.
4) Mengelola sarana dan prasarana
Melakukan perawatan gedung dan menyediakan peralatan yang mendukung
fasilitas gedung.
40

2.1.7 Klasifikasi Fasilitas


Secara garis besar fasilitas yang terdapat di dalam sebuah gedung
pertunjukan dapat dibedakan menjadi:
A. Fasilitas Utama
1) Ruang Panggung
Panggung adalah ruang yang menjadi orientasi utama dalam sebuah ruang
pertunjukan. Panggung diperuntukan bagi penampil untuk mengekspresikan
materi yang disajikan. Bentuk dan dimensi panggung sangat bermacam-macam.
Santosa (2008: 387) mengklasifikasi panggung menurut bentuk dan tingkat
komunikasinya dengan penonton, dibedakan menjadi 3 jenis:
a) Panggung Arena
Panggung arena merupakan panggung yang penontonnya duduk
mengelilingi panggung. Penonton sangat dekat sekali dengan pemain sehingga
komunikasi antara pemain dengan penonton dapat terjalin dengan sangat baik.
Agar semua pemain dapat terlihat dari setiap sisi maka penggunaan set dekor
berupa bangunan tertutup vertikal tidak diperbolehkan karena dapat
menghalangi pandangan penonton. Penata panggung dituntut kreativitasnya
untuk mewujudkan set dekor. Segala perabot yang digunakan dalam panggung
arena harus benar-benar dipertimbangkan dan dicermati secara hati-hati baik
bentuk, ukuran, dan penempatannya. Semua ditata agar enak dipandang dari
berbagai sisi.
Inti dari pangung arena adalah mendekatkan penonton dengan pemain.
Kedekatan jarak ini membawa konsekuensi artistik tersendiri baik bagi pemain
dan (terutama) tata panggung. Karena jaraknya yang dekat, detil perabot yang
diletakkan di atas panggung harus benar-benar sempurna sebab jika tidak maka
cacat sedikit saja akan nampak. Misalnya, di atas panggung diletakkan kursi dan
meja berukir.. Hal ini mempengaruhi nilai artistik pementasan. Lepas dari
kesulitan yang dihadapi, panggung arena sering menjadi pilihan utama bagi
teater tradisional. Kedekatan jarak antara pemain dan penonton dimanfaatkan
untuk melakukan komunikasi langsung di tengah-tengah pementasan yang
menjadi ciri khas teater tersebut. Aspek kedekatan inilah yang dieksplorasi untuk
menimbulkan daya tarik penonton. Kemungkinan berkomunikasi secara
langsung atau bahkan bermain di tengah-tengah penonton ini menjadi tantangan
kreatif bagi teater modern.
41

Gambar 2.40 Panggung Arena


Sumber : Santosa (2008: 388)

Gambar 2.41 Jenis-Jenis Panggung Arena


Sumber : Santosa (2008: 389)

Gambar 2.42 Arena Stage at the Mead Center for American Theater
Sumber : archrecord.construction.com

Banyak usaha yang dilakukan untuk mendekatkan pertunjukan dengan


penonton, salah satunya adalah penggunaan panggung arena. Beberapa
pengembangan desain dari teater arena melingkar dilakukan sehingga bentuk
teater arena menjadi bermacam-macam. Masing-masing bentuk memiliki
42

keunikannya tersendiri tetapi semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu


mendekatkan pemain dengan penonton.
b) Panggung Proscenium
Panggung proscenium dapat disebut sebagai panggung bingkai karena
penonton menyaksikan aksi aktor dalam lakon melalui sebuah bingkai atau
lengkung proscenium (proscenium arch). Bingkai yang dipasangi layar atau
gorden inilah yang memisahkan wilayah pemain dengan penonton yang
menyaksikan pertunjukan dari satu arah. Kelebihan dari pemisahan ini adalah
ketika melakukan pergantian tata panggung dapat dilakukan tanpa
sepengetahuan penonton.

Gambar 2.43 Panggung Proscenium


Sumber : drama-music.wikispaces.com

Gambar 2.44 Muriel Kauffman Theatre


Sumber : www.kauffmancenter.org

Jarak yang sengaja diciptakan untuk memisahkan pemain dan penonton ini
dapat digunakan untuk menyajikan cerita seperti apa adanya. Aktor dapat
bermain dengan leluasa seolah-olah tidak ada penonton yang hadir melihatnya.
Pemisahan ini dapat membantu efek artistik yang dinginkan terutama dalam
gaya realisme yang menghendaki lakon seolah-olah benar-benar terjadi dalam
kehidupan nyata.
43

c) Panggung Thrust
Masyarakat Panggung thrust seperti panggung proscenium tetapi dua per
tiga bagian depannya menjorok ke arah penonton. Pada bagian depan yang
menjorok ini penonton dapat duduk di sisi kanan dan kiri panggung. Panggung
thrust nampak seperti gabungan antara panggung arena dan proscenium. Untuk
penataan panggung, bagian depan diperlakukan seolah panggung
Arena sehingga tidak ada bangunan tertutup vertikal yang dipasang.
Sedangkan panggung belakang diperlakukan seolah panggung proscenium yang
dapat menampilan kedalaman objek atau pemandangan secara perspektif.
Panggung thrust telah digunakan sejak Abad Pertengahan (Medieval) dalam
bentuk panggung berjalan (wagon stage) pada suatu karnaval. Bentuk ini
kemudian diadopsi oleh sutradara teater modern yang menghendaki lakon
ditampilkan melalui akting para pemain secara lebih artifisial (dibuat-buat agar
lebih menarik) kepada penonton. Bagian panggung yang dekat dengan penonton
memungkinkan gaya acting teater presentasional yang mempersembahkan
permainan kepada penonton secara langsung, sementara bagian belakang atau
panggung atas dapat digunakan untuk penataan panggung yang memberikan
gambaran lokasi kejadian.

Gambar 2.45 Catwalk oleh Spectrum Production


Sumber : www.spectrumproductions.co.uk

Berikut adalah pengelompokan jenis panggung berdasarkan tingkat

pengepungan panggung oleh penonton (Ham, 1987:17).

a) 360° encirclement

Tempat pementasan dikelilingi penonton dari segala sisi. Bentuk ini juga
44

disebut sebagai center stage, island stage, arena, atau theatre-in-the-round.

Gambar 2.46 360º Encirclement Stage


Sumber : Ham (1987:17)

b) Transverse stage
Panggung ini berbentuk melintang dan jarang sekali ditemukan.

Gambar 2.47 Transverse Stage


Sumber : Ham (1987:18)

c) 210° -220° encirclement


Yunani kuno dan Helenistik banyak menggunakan panggung ini. Jalur
masuk ke dalam area pentas dapat dibuat berupa dinding vertikal pada bagian
yang terbuka, tetapi area pentas utama berada pada fokus dari semua tempat
duduk. Hal terpenting dari teater Yunani asli adalah lokasinya yang di ruang
terbuka.

Gambar 2.48 210º-220º Encirclement Stage


Sumber : Ham (1987:19)
45

d) 180° encirclement
Teater Romawi memiliki bentuk seperti ini dan teater pertama masa
Renaissance memiliki pola seperti ini. Penekanan fokus pertunjukan telah
berpindah ke arah dinding belakang yang sekarang telah menjadi batas area
pentas. Versi terbaru dari bentuk ini biasa disebut thrust stage, peninsular atau
three-sided stage. Thrust stage sekarang ini memiliki berbagai tingkat
kelengkungan dan sedikit yang mirip dengan teater kuno.

Gambar 2.49 180º Encirclement Stage


Sumber : Ham (1987:20)

e) 90° encirclement
Bentuknya yang seperti “kipas” lingkaran lebih mengarahkan penonton
untuk melihat latar pertunjukan. Bentuk panggung seperti ini memiliki banyak
variasi yang mungkin digunakan, dengan luasan latar yang lebih besar
dibandingkan dengan thrust stage. Namun tetap memiliki jarak pandang yang
terbatas. Teknik pertunjukan tidak jauh berbeda dengan pertunjukan yang
mengunakan panggung proscenium.

Gambar 2.50 90º Encirclement Stage


Sumber : Ham (1987:20)

f) Zero encirclement
Biasa disebut sebagai End Stage. Sebuah panggung terbuka yang area
46

pentasnya menjadi satu dengan area penonton. Adanya batas pandangan bukan
karena adanya latar, namun memang dikarenakan keterbatasan fisik bangunan.
Kondisi ini disebabkan oleh pembatasan struktur yang ada secara sengaja. Pada
dasarnya berbentuk proscenium namun tanpa lengkungan proscenium dan tanpa
area persiapan.

Gambar 2.51 Zero Encirclement Stage


Sumber : Ham (1987:21)

g) Space stage

Space stage merupakan panggung yang mengelilingi penonton dari semua


sisinya, disebut juga sebagai wrapped-around stage atau calliper stage.

Gambar 2.52 Space Stage


Sumber : Ham (1987:21)

Area pertunjukan tidak terlalu luas dan batas panggung tidak terlalu jelas
terbagi namun menyatu dengan auditorium. Latar tidak bisa diletakan pas di
belakang dinding proscenium, karena bisa menghalangi safety curtain dan house
curtain. Garis di mana properti latar tidak boleh diletakan disebut setting line
dan umumnya berjarak 1 meter di belakang proscenium. Bagian dari panggung
antara setting line hingga ujung panggung disebut forestage. Apabila panggung
dimajukan lagi ke arah penonton maka bagian itu disebut apron stage, dan dapat
berfungsi sebagai panggung terbuka dengan memberikan efek pemain berada di
level yang sama dengan penonton.
47

Gambar 2.53 Space Stage


Sumber : Ham (1987:24)

2) Ruang Penonton atau Auditorium

Ham (1987:11) mengungkapkan dalam bukunya, bahwa karakteristik


pertama yang terlintas bila membahas ruang penonton adalah kapasitas kursi,
khususnya dikaitkan dengan nilai ekonomi dari gedung pertunjukan.

Kecil kurang dari 500 kursi


Sedang 500-900 kursi
Besar 900-1500 kursi
Sangat Besar lebih dari 1500 kursi

Penjelasan lebih lanjut, jika secara murni hanya mementingkan nilai


ekonomi yang tinggi maka kapasitas kursi maksimum ialah yang diutamakan.
Namun perlu disadari bahwa tujuan orang untuk datang ialah untuk menikmati
pertunjukan jika hubungan anatara penonton dengan panggung tidak terjalin
baik maka penonton pun tidak lagi merasa nyaman dan terhibur sehingga tidak
lagi menonton pertunjukan. Kapasitas yang ditentukan harus berasal dari
pertimbangan batas visual dan akustik ruang sesuai dengan jenis pertunjukan
dan hubungan interaksi panggung antara pemain dan penonton.
Kapasitas kursi bukanlah satu-satunya penentu dari ukuran sebuah gedung
pertunjukan. Ukuran panggung, fasilitas produksi yang mendukung pertunjukan,
dan skala pertunjukan juga sangat banyak berpengaruh. Cole dalam bukunya
Theatres and Auditoriums. mengatakan susunan kursi berbentuk kipas menjadi
solusi terbaik sebagai jumlah kursi yang lebih banyak dengan pandangan ke
panggung yang lebih terpusat dan relatif lebih sedikit kekurangannya
dibandingkan dengan susunan kursi horizontal. Pusat dari kelengkungan
48

auditorium terdapat pada garis tengah, dengan jarak sebesar antara batas
proscenium dengan dinding paling belakang auditorium, yang terletak di
belakang proscenium ke arah panggung.

Gambar 2.54 Titik Pusat Derajat Kelengkungan Tempat Duduk


Sumber : Cole (1949:33)

B. Fasilitas Pendukung

1) Ruang Persiapan Pementasan

a) Ruang Ganti (Dressing room)


Ham dalam bukunya Theatre Planning ABTT (1987) menjelaskan bahwa
letak ruang ganti harus langsung berhubungan dengan jalur masuk ke panggung
dan posisi terbaiknya berada pada level yang sama dengan panggung, atau tidak
boleh lebih dari 2 pijakan di atas atau di bawah panggung. Hal tersebut
dikarenakan para pemain sering keluar-masuk ruang ganti dengan terburu-buru.
Lebar pintu tidak boleh kurang dari 850 mm, dan lebar koridornya tidak boleh
kurang dari 1500 mm untuk menghindari tabrakan dengan pemain lainnya.
Adanya perbedaan kebutuhan ruang ganti yang digunakan oleh aktor dan
para pemain teater lainnya yang harus mengganti kostum, berdandan, dengan
ruang ganti yang digunakan musisi pada pertunjukan okestra yang hanya tinggal
mengganti pakaian biasa dengan gaun malam dalam waktu singkat. Pembagian
kapasitas ruang ganti bisa bermacam-macam, dimulai dari yang paling
sederhana, satu ruangan besar yang digunakan bersama-sama, terpisah antara
pria dan wanitat, ada pula ruang khusus untuk bintang pertunjukan (star dressing
room), ruang bersama-sama untuk pemain lainnya, ruang untuk paduan suara,
ruang untuk musisi, dan lain sebagainya.
49

Gambar 2.55 Ruang ganti untuk 1 orang dengan piano


Sumber : Ham (1987:183)

Gambar 2.56 ruang ganti untuk 1 orang, bersebelahan


Sumber : Ham (1987:183)

Gambar 2.57 Ruang ganti bersama


Sumber : Ham (1987:183)

Hampir seluruh furnitur yang berada di ruang ganti adalah built-in dengan
kursi-kursi lepasan. Kursi yang paling tepat adalah yang tanpa lengan,
upholstered, dapat berputar, bisa diatur sendiri. Tempat penyimpanan dan laci
pada tiap meja rias dibutuhkan untuk menyimpan barang-barang pribadi pemain.
Penyimpanan pakaian dan kostum dibutuhkan lemari baju gantung dengan
kedalaman minimum 600 mm dengan lebar beragam, tergantung dari jenis
50

pertujukan dan kebutuhan kostum si pemain. Meja riasnya sendiri memiliki


ukuran yang beragam, namun kedalaman meja sebaiknya tidak lebih dari 450
mm dihitung dari permukaan cemin, sehingga aktor tidak terlalu jauh dan dapat
melihat dengan nyaman. Di dalam star dressing room umumnya terdapat sofa
atau daybed. Setiap ruang ganti harus dilengkapi dengan cermin panjang dengan
lampu dengan pencahayaan memadai agar pemain dapat memeriksa kembali
kostumnya sebelum memasuki area panggung.

Gambar 2.58 Ruang ganti untuk 4 orang


Sumber : Ham (1987:182)

Gambar 2.59 Ukuran minimum meja rias


Sumber : Ham (1987:181)

Ruang ganti tradisional biasanya menggunakan bohlam tungsten yang


mengelilingi cermin meja rias. Bohlam tidak boleh lebih dari 40 watt agar tidak
menilaukan mata. Penggunaan Lampu fluorescent sangat tidak dianjurkan. Tiap
meja rias sebaiknya memiliki saklar lampu masing-masing, sehingga ketika
selesai make-up, aktor dapat beristirahat dan mematikan lampu meja riasnya
sendiri. Soket sebaiknya diletakan diantara dua meja yang bersebelahan.
Tujuannya untuk penggunaan hair drier, curler, atau bisa untuk vacuum cleaner.
Fasilitas mandi dan mencuci, selayaknya dipersiapkan 1 basin untuk tiap 4
51

pemain, dengan kaca dan rak handuk. Untuk shower juga memiliki
perbandingan yang sama. Meskipun demikian untuk alasan ekonomis, showers
dapat dikelompokan dan dibuat area mandi bersama untuk dressing room dengan
kapasitas yang besar. Akses antara kamar mandi dengan dressing room harus
mudah dan dekat. Toilet untuk pemain juga memiliki perbandingan idealnya
sendiri. 1 wc untuk tiap 5 wanita, 1 wc untuk tiap 8 pria, dan 1 urinal untuk tiap
5 pria.
b) Jalur masuk ke panggung (Entrances to stage)
Harus ada koridor sebagai penghubung antara jalur dari panggung dengan
ruang ganti untuk mencegah penyimpangan cahaya. Perlu diingat bahwa mata
manusia membutuhkan waktu untuk beradaptasi dari ruangan yang sangat terang
benderang area panggung yang redup. Pencahayaan di area backstage perlu
diatur untuk mengurangi intensitas cahaya sebelum sampai di koridor panggung.
Koridor juga berfungsi sebagai pengunci suara yang menyaring dan meredam
bising yang berasal dari ruang ganti. Para pemain juga bisa berdiri di sini sambil
mendengarkan pertunjukan ataupun untuk mendengar syarat dari panggung
untuk masuk kedalam panggung.
Harus ada setidaknya 2 jalur masuk ke panggung, 1 jalur pada tiap sisinya.
Jalur masuk yang terpisah diperlukan untuk mencegah pemain berkerumun.
Pada panggung proscenium, sebuah jalur yang menghubungkan sisi panggung
yang satu dengn yang lainnya menjadi hal yang penting. Sebuah koridor yang
mengelilingi belakang panggung bisa berfungsi sebagai area persiapan dadakan
atau untuk sirkulasi pemain. Koridor ini harus bebas dari kabel-kabel atau
benda-benda lainnya yang dapat menghalangi bahkan mencelakai pemain. Area
ini harus tetap redup dan minim suara (Ham, 1987:186).

Gambar 2.60 Stage and wing


Sumber : theatredesigner.wordpress.com
52

c) Ruang Latihan (Rehearshal rooms)


Setiap produksi pertunjukan pasti membutuhkan ruang untuk melakukan
latihan. Panggung umumnya digunakan untuk latihan terakhir (gladiresik)
dimana pemain sudah menggunakan kostum lengkap, sehingga penata latar dan
penata cahaya dapat ikut berlatih sebelum pertunjukan.
Pada teater besar dengan jadwal pertunjukan yang padat, kadang memiliki
peraturan untuk tidak menggunakan panggung sebagai tempat latihan. Ruang
latihan dibutuhkan untuk kondisi seperti ini. Ruang latihan merupakan tempat
yang dapat digunakan sebagai gladiresik yakni latihan terakhir oleh seluruh
peroduksi pertunjukan untuk mempersiapkan pertunjukan mereka. Ukurannya
harus sesuai dengan panggung pentas. Ruangan lain yang juga digunakan untuk
latihan menanyi atau pidato tidak perlu seluas panggung asli, tempat seperti itu
disebut practice studio.
Letak ruang latihan harus berdekatan dengan dressing room, dan jika
memungkan berdekatan dengan panggung juga. Ruang latihan sebaiknya
multifungsi, sehingga bisa dijadikan ruang ganti tambahan, dengan dilengkapi
wash basin jika suatu waktu diperlukan. Atau menjadi tempat latihan tari dengan
dinding cermin besar yang juga bisa ditutup bila tidak sedang digunakan.
2) Entrance, hall, foyers, lobby

Gambar 2.61 Lobby utama Oslo Opera House


Sumber : www.barkdesign.com.au

Pintu masuk utama seharusnya tidak berhadapan langsung dengan foyer


untuk menghindari kebisingan jalan raya yang masuk ke dalam ruangan setiap
53

kali pintu dibuka. Perlu ditempatkan sebuah lobby dengan pintu ganda yang
dapat menutup sendiri.
Pada beberapa bengunan, area ini dapat juga dijadikan ruang tunggu atau
tempat box office. Foyer sebagai jalur untuk menhantarkan para penonton ke
dalam ruang pertunjukan. Foyer harus jelas dalam arti pengunjung dapat dengan
mudah untuk mengetahui dimana pintu masuk ruang pertunjukan. Tambahan
dekorasi seperti poster, lukisan, atau karya seni lainnya pada foyer dapat
menambah nilai estetik (Ham, 1987:220).
3) Refreshment area
Ham dalam bukunya Planning Theatre ABTT, mengatakan bahwa Para
penonton tiba di gedung teater setengah jam sebelum pertunjukan dimulai.
Sebagian dari mereka tentu akan pergi ke bar atau restoran untuk sekedar
menghabiskan waktu. Selama interval, adanya kesempatan yang lebih besar
untuk membeli makanan dan minuman. Biasanya disediakan kopi dan teh di
foyer bagi para penonton, dan makanan-makanan kecil juga dijual di sana.
a) Bar
Refreshment area yang berada di area foyer, disediakan untuk aktivitas yang
intens. Area bar seharus cukup untuk menampung pembeli. Lokasi bar harus
terakses langsung dengan sirkulasi publik yang mengrah ke ruang pertunjukan.
Waktu yang dibutuhkan untuk konsumsi harus diperhitungkan. Semua harus
disajikan sepraktis mungkin. Penyajian, penyimpanan, dan servis menjadi
perhatian utama bagi pihak front-of-house.
b) Restoran
Bagi gedung pertunjukan baru, sebuah restoran mampu menjadi daya tarik
tersendiri. Sebuah restoran akan menguntungkan bagi manajemen, sedangkan
bagi pelanggan akan sangat memudahkan dan memberikan kenyamanan dalam
penggunaan kelengkapan fasilitas gedung. Namun, jika ingin menempatkan
sebuah restoran di dalam gedung pertunjukan haruslah direncanakan sejak awal.
Karena sebuah restoran memiliki aturannya sendiri dan struktur-struktur teknis
yang berbeda dengan fungsi gedung pertunjukan.
4) Toilet
Toilet pada area publik biasanya digunakan dalam waktu yang singkat
selama interval. Jumlah penonton yang memasuki toilet banyak khususnya
ketika pertunjukan selesai. Untuk mencegah antrian yang panjang, maka perlu
54

diperhitungkan jumlah toilet yang sesuai dengan kapasitas penonton. Toilet


harus tersebar dan terletak di beberapa lantai guna memudahkan penonton
mencapai akses menuju toilet.
Toilet wanita dilengkapi dengan cermin dan rak sebagai meja rias kecil dan
sebaiknya memiliki powder room untuk berdandan. Kursi, asbak, tissue juga
sebaiknya disediakan demi kenyamanan pengunjung. Untuk toilet pria
disediakan tempat untuk merapikan penampilan.
5) Loket tiket

Gambar 2.62 Box office, Traverse Theatre Edinburg


Sumber : www.birtishdanceedition.com

Ticket box, istilah lain untuk loket tiket, berfungsi sebagai tempat untuk
membeli tiket on the spot. Lokasi untuk loket tiket paling tepat berada di dekat
pintu masuk di mana setiap penonton akan melewatinya. Keamanan area ini
sangat penting karena terjadi transaksi pembelian tiket dan terdapat antrian,
sehingga memungkinkan terjadi tindak kriminal.
C. Fasilitas Servis
1) Ruang peralatan
Ruang peralatan di gedung-gedung pertunjukan Indonesia umumnya
menyimpan properti panggung seperti kursi, meja, lampu, karpet, dan
perlengkapan lainnya yang umum digunakan untuk pementasan. Properti
disimpan dalam jangka waktu panjang dan dapat digunakan oleh siapa saja.
Properti khusus seperti rumah-rumahan, pohon-pohanan dibawa sendiri oleh
pihak produksi teater.
2) Ruang generator
Ruang ini berhubungan dengan listrik dan sumber energi untuk pertunjukan.
55

3) Ruang pengendali
Umumnya terdapat tiga ruang pengendali dalam suatu ruang pertunjukan,
yaitu ruang pengendali suara (sound system), ruang pengendali lighting, ruang
pengendali latar. Masing-masing ruang pengendali ini memiliki akses langsung
ke arah panggung. Biasanya berupa jendela observasi.
Ham (1987:123) menyatakan peralatan elektronik sistem audio harus
ditempatkan pada rak peralatan di dalam ruang kontrol. Posisi operator harus
dekat dengan ruang peralatannya dan terletak pada posisi penonton. Akses
menuju ruang control sebaiknya berada di luar ruang pertunjukan dan terpisah
dari area publik, tetapi pintu yang berada didalam ruang pertunjukan juga
diperlukan saat latihan (gladiresik).
2.1.8 Persyaratan Umum
Persyaratan umum merupakan standarisasi baik secara lokal maupun
internasional pada setiap bangunan yang diperuntukan sebagai fasilitas umum,
tentu ada persyaratan umum yang harus dipenuhi. Berikut merupakan beberapa
persyaratan umum dari sebuah gedung pertunjukan disertai dengan pembahasan
yang lebih mendalam..
A. Garis pandang
1) Garis pandang vertikal

Gambar 2.63 Metode penghitungan kemringan balkon


Sumber : Ham (1987:33)

Garis pandang vertikal harus diperiksa melalui beberapa tempat di dalam


ruang pertunjukan yang dipengaruhi beberapa faktor berikut:
a) Jarak maksimum yang dapat dicapai oleh mata penonton dari tempatnya ke
pemain.
56

b) Kedalaman acting area dan ketinggian vertikal pentas sesuai dengan tipe
pertunjukan.
c) Titik terendah dan terdekat panggung yang harus dapat dilihat oleh
seluruh penonton.
d) Titik tertinggi dari acting area harus bisa dilihat oleh para penonton yang
letaknya paling jauh dari panggung. Dinding penutup balkon, proscenium, atau
border tidak boleh menghalangi garis pandang tersebut (Ham, 1987:32).
.

Gambar 2.64 Kemiringan lantai auditorium harus berkelanjutan


Sumber : Ham (1987:34)

2) Garis pandang horizontal


Garis pandang horizontal hamper selalu menjadi hal yang kritis bagi gedung
pertunjukan dengan panggung proscenium. Seberapa lebar acting area, hal
tersebut akan membatasi garis pandang dan lebar area tempat duduk yang dapat
disediakan. Pandangan dari penonton yang duduk di barisan paling samping
membatasi luasan acting area pada panggung. Adanya proscenium atau border
lainnya semakin mempersempit acting area.
Solusi bagi permasalah penonton yang duduk tepat di belakang penonton
lain adalah letak kursi selang-seling. Namun perlu disadari bahwa kepala dari
penonton di baris depannya akan mempersempit pandangan terhadap lebar
panggung (Ham, 1987:34).
B. Akustik ruang
Akustik diartikan sebagai sesuatu yang terkait dengan bunyi atau suara,
sebagaimana yang diungkapkan Finarya Legoh dalam jurnalnya, bahwa akustik
arsitektur adalah penggabungan antara ilmu pengetahuan dan teknologi
untukmengendalikan bunyi terutama dalam ruang agar mencapai akustik yang
baik. Acapkali arsitek atau perancang membuat desain hanya yang kasat mata saja
untuk kenyamanan penglihatan yang disebut desain estetika namun lupa dengan
57

desain yang dibutuhkan oleh telinga atau kenyamanan pendengaran, desain aural.
Estetika bunyi menentukan sukses atau tidaknya suatu seni pertunjukan, atau
nyamannya suatu ruang tempat berkumpul. Peran akustik arsitektur dan desainer
interior adalah agar dapat mendesain ruang yang tepat penggunaannya, dengan
pemakaian bahan atau finishing yang sesuai dengan pemakaian bidang-bidang
pantul, serap dan difusi pada interior ruang yang dibutuhkan.
Gelombang bunyi bersifat spherical, gelombangnya seperti gelombang air
yang makin melemah kalau jauh dari sumbernya terutama untuk tempat terbuka.
Dalam akustik, harus diperhatikan hal-hal penting seperti berikut ini:
a) Harus ada Jejak perambatan bunyi dari sumber bunyi ke lokasi penerima.
b) Intensitas bunyi akan melemah apabila menjauh dari sumber bunyi.
c) sumber bunyi dan lokasi penerima (source-receiver).
Dalam desain tata akustik, perancang harus memperhatikan pengarahan dan
penguatan intensitas sumber bunyi yang diinginkan dan memperlemah atau
menghilangkan sumber bunyi yang tidak diinginkan oleh penerima. Dapat
mengidentifikasi jejak perambatan bunyi dari sumber bunyi ke lokasi penerima
dan menciptakan bunyi dengan standar back ground noise yang dapat diterima.
Faktor yang sangat penting juga ialah masalah gaung suara agar bisa merata ke
seluruh pemirsa dalam waktu yang bersamaan meskipun posisi duduknya saling
berjauhan dari sumber suara.
Jadi Tata Akustik merupakan pengolahan tata suara pada suatu ruang untuk
menghasilkan kualitas suara yang nyaman untuk dinikmati, merupakan unsur
penunjang terhadap keberhasilan desain yang baik karena pengaruhnya sangat
luas dan dapat menimbulkan efek-efek fisik dan emosional dalam ruang
sehingga seseorang akan mampu merasakan kesan-kesan tertentu.
Persyaratan tata akustik gedung pertunjukan yang baik dikemukakan oleh
Doelle (1990:54) yang menyebutkan bahwa untuk menghasilkan kualitas suara
yang baik, secara garis besar gedung pertunjukan harus memenuhi syarat :
1. Kekerasan (Loudness) yang Cukup
Kekerasan yang kurang terutama pada gedung pertunjukan ukuran besar
disebabkan oleh energi yang hilang pada perambatan gelombang bunyi karena
jarak tempuh bunyi terlalu panjang, dan penyerapan suara oleh penonton dan isi
ruang (kursi yang empuk, karpet, tirai ).
Hilangnya energi bunyi dapat dikurangi agar tercapai kekerasan/loudness
58

yang cukup. Dalam hal ini Doelle (1990:54) mengemukakan persyaratan yang
perlu diperhatikan untuk mencapainya, yaitu dengan cara memperpendek jarak
penonton dengan sumber bunyi, penaikan sumber bunyi, pemiringan lantai,
sumber bunyi harus dikelilingi lapisan pemantul suara, luas lantai harus sesuai
dengan volume gedung pertunjukan, menghindari pemantul bunyi paralel yang
saling berhadapan, dan penempatan penonton di area yang menguntungkan.
a. Memperpendek Jarak Penonton dengan Sumber Bunyi.
Mills (1976:15) mengemukakan pendapat mengenai persyaratan jarak
penonton dengan sumber bunyi untuk mendapatkan kepuasan dalam mendengar
dan melihat pertunjukan, "Jarak tempat duduk penonton tidak boleh lebih dari 20
meter dari panggung agar penyaji pertunjukan dapat terlihat dan terdengar dengan
jelas."
Akan tetapi untuk mendapatkan kekerasan yang cukup saja (tanpa harus
melihat penyaji dengan jelas), misalnya pada pementasan orkestra atau konser
musik, toleransi jarak penonton dengan penyaji dapat lebih jauh hingga jarak
maksimum dengan pendengar yang terjauh adalah 40 meter, sebagaimana yang
dikemukakan Mills (1976:8).
b. Menaikan Sumber Bunyi
Sumber bunyi harus dinaikkan agar sebanyak mungkin dapat dilihat oleh
penonton, sehingga menjamin gelombang bunyi langsung yang bebas
(gelombang yang merambat secara langsung tanpa pemantulan) ke setiap
pendengar.
c. Kemiringan Lantai
Lantai di area penonton harus dibuat miring karena bunyi lebih mudah
diserap bila merambat melewati penonton dengan sinar datang miring (grazing
incidence). Aturan gradien kemiringan lantai yang ditetapkan tidak boleh lebih
dari 1:8 atau 30°-35° dengan pertimbangan keamanan dan keselamatan.
Kemiringan lebih dari itu menjadikan lantai terlalu curam dan membahayakan.
Bila sumber bunyi ditinggikan dan area tempat penonton dimiringkan 30° maka
pendengar akan menerima lebih banyak bunyi langsung yang menguntungkan
kekerasan suara.
d. Sumber bunyi harus dikelilingi lapisan pemantul suara
Untuk mencegah berkurangnya energi suara, sumber bunyi harus dikelilingi
oleh permukaan-permukaan pemantul bunyi seperti gypsum board, plywood,
59

flexyglass dan sebagainya dalam jumlah yang cukup banyak dan besar untuk
memberikan energi bunyi pantul tambahan pada tiap bagian daerah penonton,
terutama pada tempat-tempat duduk yang jauh .Langit-langit dan dinding
samping auditorium merupakan permukaan yang tepat untuk memantulkan bunyi.
Sehubungan dengan upaya penguatan bunyi tersebut Mills (1976:28) berpendapat
sebagai berikut, "Salah satu cara untuk memperkuat bunyi dari panggung adalah
dengan menyediakan pemantul di atas bagian depan auditorium untuk
memantulkan bunyi secara langsung ke tempat duduk bagian belakang, dimana
bunyi langsung (direct sound) terdengar paling lemah."
Permukaan-permukaan pemantul bunyi (acoustical board, plywood, gypsum
board dan lainya) yang memadai akan memberikan energi pantul tambahan pada
tiap-tiap bagian daerah penonton, terutama pada bagian yang jauh. Ukuran
permukaan pemantul harus cukup besar dibandingkan dengan dengan panjang
gelombang bunyi yang akan dipantulkan. Sudut-sudut permukaan pemantul harus
ditetapkan dengan hukum pemantulan bunyi dan langit-langit serta permukaan
dinding perlu dimanfaatkan dengan baik agar diperoleh pemantulan-pemantulan
bunyi singkat yang tertunda dalam jumlah yang terbanyak. Ketepatan dalam
meletakkan langit-langit pemantul dengan pemantulan bunyi yang makin banyak
ke tempat duduk yang jauh, secara efektif menyumbang kekerasan yang cukup.
Langit-langit dan bagian depan dinding-dinding samping auditorium merupakan
permukaan yang cocok untuk digunakan sebagai pemantul bunyi.
e. Kesesuaian luas lantai dengan volume ruang
Terkait dengan kapasitas tempat duduk, The Association of British Theatre
Technicians oleh Mills (1976:32) mengklasifikasikan gedung pertunjukan dari
yang berukuran kecil hingga sangat besar yakni: ukuran sangat besar berkapasitas
1500 atau lebih tempat duduk, ukuran besar 900-1500 tempat duduk, ukuran
sedang 500 – 900 tempat duduk dan ukuran kecil kurang dari 500 tempat duduk.
Doelle (1990:58) menyebutkan bahwa nilai volume per tempat duduk
penonton yang direkomendasikan untuk gedung pertunjukan serbaguna minimal
5.1 m³, optimal 7.1 m³ dan maksimal 8.5 m³. Dari perbandingan tersebut dapat
diperoleh standar ukuran volume yang dipersyaratkan untuk gedung ukuran
tertentu sehingga kelebihan ataupun kekurangan kapasitas ruang dapat dihindari .
f. Menghindari pemantul bunyi yang saling berhadapan
Bentuk plafond paralel secara horisontal tidak dianjurkan, kana akan terjadi
60

pemantulan kembali sebagian besar bunyi scara langsung (direct sound) ke


sumber bunyi, dan sebagian lagi dipantulkan ke langit-langit dengan waktu tunda
singkat yang terbatas baru kemudian disebarkan ke arah penonton sehingga bunyi
langsung yang diterima penonton lebih sedikit sehingga kekerasan sangat
berkurang. Disarankan bentuk permukaan pemantul bunyi yang miring dengan
permukaan yang tidak beraturan, terutama daerah plafond di atas sumber bunyi,
agar sebagian besar bunyi langsung (direct sound) menyebar ke arah penonton
dengan waktu tunda yang panjang sehingga bunyi langsung dapat diterima
sebagian besar penonton hingga ke tempat duduk terjauh.
g. Penempatan penonton di area yang menguntungkan
Penonton harus berada di daerah yang menguntungkan, baik saat menonton
maupun melihat pertunjukan, yakni berada pada area sumbu longitudinal. Area
sumbu longitudinal merupakan area untuk pendengaran dan penglihatan terbaik,
sehingga harus diefektifkan untuk tempat duduk. Harus dihindari perletakan
lorong sirkulasi di area ini.
Selain ditinjau dari kualitas mendengar dan melihat dari segi penontonnya,
juga harus dilihat dari segi kenyamanan pemainnya. Agar pemain masih bisa
leluasa dalam melakukan aksi panggungnya, maka rentang sudut yang masih bisa
ditolerir 135° dari sumber bunyi.

Gambar 2.65 Area sumbu longitudinal


Sumber : Ham (1987:31)

2. Pemilihan Bentuk Ruang yang Tepat


Doelle (1995:95) menyebutkan bahwa bentuk ruang juga mempengaruhi
kualitas bunyi. Ada beberapa bentuk ruang pertunjukan yang lazim digunakan ,
yaitu: bentuk empat persegi (rectangular shape), bentuk kipas (fan shape), bentuk
tapal kuda (horse-shoe shape) dan bentuk hexagonal (hexagonal shape).
61

a. Bentuk Ruang Empat Persegi (rectangular shape)


Merupakan bentuk tradisional yang paling umum digunakan Ruang-ruang
konser dari abad ke- 19 dan awal abad ke-20 seperti The Grosser Musikvereinsaal,
Vienna, Andrew’s Hall Glasgow, The Concertgebouw Amsterdam, The Stadt
Casino Basel dan Symphony Hall Boston, semuanya mempunyai bentuk lantai
empat persegi. Keuntungan dari bentuk ruang ini dijelaskan Mills
(1976:28),"Bentuk ruang empat persegi panjang (rectangular shape) memiliki
tingkat keseragaman suara yang tinggi sehingga terjadi keseimbangan antara
suara awal dan suara akhir. Sisi lebar yang lebih kecil dapat merespon bunyi
lateral /bunyi samping, diperkuat dengan pantulan yang berulang-ulang antar
dinding samping menyebabkan bertambahnya kepenuhan nada, suatu segi akustik
ruang yang sangat diinginkan pada ruang pertunjukan." Kelemahan dari bentuk
ini adalah pada bagian sisi panjangnya, karena menjadikan jarak antara penonton
dengan panggung terlalu jauh.Solusi untuk permasalahan ini adalah dengan
mempersempit area panggung dan memperlebar sisi depannya.
b. Bentuk Lantai bentuk Kipas (Fan Shape)
Bentuk ini membawa penonton dekat dengan sumber bunyi karena
memungkinkan adanya konstruksi balkon. Keuntungan lain dari bentuk ini
menurut Mills (1986: 29) ialah bentuk kipas dapat menampung penonton dalam
jumlah banyak, disamping itu juga menyediakan sudut pandang yang maksimum
bagi penonton. Akan tetapi disisi lain, banyak pula kekurangan dari bentuk ini
memiliki kekurangan yang membuat reputasi akustiknya kurang baik, karena
bentuk dinding samping yang melebar ke belakang menyebabkan pemantulan
yang terlalu cepat ke dinding belakang yang dilengkungkan sehingga
menciptakan gema dan pemusatan bunyi sehingga ruang ini cenderung memiliki
akustik yang tidak seragam, dengan kondisi area duduk penonton bagian tengah
yang kurang baik.
c. Ruang Bentuk Tapal Kuda (Horse-shoe shape)
Merupakan bentuk yang memiliki keistimewaan karakteristik yakni adanya
kotak-kotak yang berhubungan (rings of boxes) yang satu di atas yang lain.
Walaupun tanpa lapisan permukaan penyerap bunyi pada interiornya, kotak-kotak
ini berperan secara efisien pada penyerapan bunyi dan menyediakan waktu
dengung yang pendek. Disamping itu bentuk dindingnya membuat jarak penonton
dengan pemain menjadi lebih dekat. (Doelle:1990). Akan tetapi disisi lain
62

terdapat kekurangan yaitu permukaan dinding bagian belakang yang cekung


merupakan bentuk yang tidak dianjurkan karena akan terjadi penyerapan suara
yang terlalu tinggi di bagian belakang.
d. Bentuk Lantai Hexagonal (Hexagonal Shape)
Bentuk ini dapat membawa penonton sangat dekat dengan sumber bunyi,
keakraban akustik dan ketegasan, karena permukaan-permukaan yang digunakan
untuk menghasilkan pemantulan-pemantulan dengan waktu tunda singkat dapat
dipadukan dengan mudah ke dalam keseluruhan rancangan arsitektur.
3. Distribusi Bunyi yang Merata
Energi bunyi dari sumber bunyi harus terdistribusi secara merata ke setiap
bagian ruang, baik yang dekat maupun yang jauh dari sumber bunyi. Untuk
mencapai keadaan tersebut menurut Doelle (1990:60) perlu diusahakan
pengolahan pada elemen pembentuk ruangnya, yakni unsur langit-langit, lantai
dan dinding, dengan cara membuat permukaan yang tidak teratur, penonjolan
elemen bangunan, langit-langit yang ditutup, kotak-kotak yang menonjol,
dekorasi pada permukaan dinding yang dipahat, bukaan jendela yang dalam dan
lainya.
Pengolahan bentuk permukaan elemen pembentuk ruang terutama dibagian
dinding dan langit-langit dengan susunan yang tidak teratur dan dalam jumlah dan
ukuran yang cukup akan banyak memperbaiki kondisi dengar, terutama pada
ruang dengan waktu dengung yang cukup panjang.
4. Ruang harus bebas dari cacat-cacat akustik
Cacat akustik merupakan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada
pengolahan elemen pembentuk ruang gedung pertunjukan yang menimbulkan
permasalahan akustik. Adapun cacat akustik yang biasa terjadi pada sebuah
gedung pertunjukan yang tidak di desain dengan baik menurut Doelle (1990:64)
ada delapan jenis, yakni: gema/echoes, pemantulan yang berkepanjangan (long -
delayed reflections), gaung, pemusatan bunyi, ruang gandeng (coupled spaces),
distorsi, bayangan bunyi, dan serambi bisikan (whispering gallery).
Gema (echoes) merupakan cacat akustik yang paling berat, terjadi bila bunyi
yang dipantulkan oleh suatu permukaan tertunda cukup lama untuk dapat diterima
dan menjadi bunyi yang berbeda dari bunyi yang merambat langsung dari sumber
suara ke pendengar. Terkait dengan hal ini Mills (1990:28) berpendapat
pemantulan suara yang mengenai permukaan datar yang lebar beresiko terdengar
63

sebagai gema, yang ditandai dengan adanya penundaan yang berulang-ulang dari
bunyi langsung. Pemantulan yang Berkepanjangan (Long - Delayed Reflections)
adalah cacat akustik yang sejenis dengan gema, tetapi penundaan waktu antara
penerimaan bunyi langsung dan bunyi pantul agak lebih singkat, sedangkan
gaung merupakan cacat akustik yang terdiri atas gema-gema kecil yang berturutan
dengan cepat. Peristiwa ini dapat diamati bila terjadi ledakan singkat seperti
tepukan tangan atau tembakan yang dilakukan di antara dua permukaan dinding
atau pemantul bunyi yang sejajar dan rata.Waktu dengung (reverberation time)
berperan penting dalam menciptakan kualitas musik dan kemampuan untuk
memahami suara percakapan dalam ruang. Ketika permukaan ruang memiliki
daya pantul yang tinggi, bunyi akan terus memantul atau menggema secara
berlebihan sehingga mengakibatkan bunyi tidak dapat didengar dan dimengerti
dengan jelas . Pemusatan Bunyi atau disebut juga dengan hot spots atau titik panas,
merupakan cacat akustik yang disebabkan oleh pemantulan bunyi pada
permukaan-permukaan cekung. Intensitas bunyi di titik panas sangat tinggi dan
merugikan daerah dengar karena menyebabkan distribusi energi bunyi tidak dapat
merata . Ruang Gandeng (Coupled Spaces) merupakan cacat akustik yang terjadi
bila suatu ruang pertunjukan berhubungan langsung dengan ruang lain seperti
ruang depan dan ruang tangga, maka kedua ruang tersebut membentuk ruang
gandeng. Selama rongga udara ruang yang bergandengan tersebut terbuka maka
masuknya bunyi dengung dari ruang lain tersebut akan terasa meski dengung di
dalam ruang pertunjukan telah diatasi dengan baik. Gejala ini akan mengganggu
penonton yang duduk dekat pintu keluar masuk yang terbuka.
Distorsi merupakan cacat akustik yang disebabkan oleh perubahan kualitas
bunyi yang tidak dikehendaki. Hal ini terjadi akibat ketidakseimbangan atau
penyerapan bunyi yang terlalu besar oleh permukaan-permukaan dinding.
Bayangan Bunyi merupakan cacat akustik yang terjadi apabila bunyi terhalang
untuk sampai ke penonton. Gejala ini dapat diamati pada tempat duduk di bawah
balkon yang menonjol terlalu jauh dengan kedalaman lebih dari dua kali tingginya.
Serambi Bisikan (Whispering Gallery) merupakan cacat akustik yang disebabkan
oleh adanya frekuensi bunyi tinggi yang mempunyai kecenderungan untuk
merangkak sepanjang permukaan-permukaan cekung yang besar (kubah setengah
bola). Suatu bunyi yang sangat lembut seperti bisikan yang diucapkan di bawah
kubah tersebut akan terdengar pada sisi yang lain. Meskipun gejala ini kadang
64

menyenangkan dan tidak merusak, akan tetapi tetap saja merupakan suatu
keadaan yang tidak diinginkan bagi akustik yang baik.
5. Penggunaan Bahan Penyerap Bunyi
Pemilihan bahan penyerap bunyi yang tepat untuk melapisi elemen
pembentuk ruang gedung pertunjukan sangat dipersyaratkan untuk menghasilkan
kualitas suara yang memuaskan. Doelle (1990:33) menjelaskan mengenai
bahan-bahan penyerap bunyi yang digunakan dalam perancangan akustik yang
dipakai sebagai pengendali bunyi dalam ruang-ruang bising dan dapat dipasang
pada dinding ruang atau di gantung sebagai penyerap ruang yakni yang berjenis
bahan berpori dan panel penyerap (panel absorber) serta karpet.
C. Tatanan tempat duduk
Tata letak duduk penonton menjadi hal yang penting untuk dipahami dimana
kenyamanan saat menonton pertunjukan dipengaruhi batas jarak pandang dan
kemampuan mendengarkan dari tiap individu penonton.

Gambar 2.66 Metode menghitung posisi pandangan , titik P berada di bawah


Sumber : Ham (1987:30)

Gambar 2. 67 Sudut maksimum kemiringan penglihatan.


Sumber : Roberts (2004:202)

Tiap baris dibuat bertingkat sehingga tiap penonton secara teori tidak
terhalang oleh orang di depannya. Dengan ketinggian tiap tangga sekitar 12
65

sampai 15cm. Meskipun begitu, adanya permasalahan penglihatan kearah


panggung terhalang dengan kepala orang yang duduk di depan masih, maka pola
duduk selang-seling menjadi solusinya. Dengan pola duduk seperti ini, seorang
penonton tidak lagi terhalang oleh kepala orang yang duduk di depannya dan
hanya akan sedikit mempersempit lebar pandangan sisi kiri dan kanan.
Melengkungkan barisan kursi juga dapat menambah fokus pandangan ke arah
pusat panggung.

Gambar 2.68 Posisi duduk selang-seling


Sumber : Ham (1987:35)

Gambar 2.69 Kursi Balkon


Sumber : Ham (1987:56)

Area balkon yang menampung penonton pada area atas harus didesain agar
rester bagian atas tidak menjadi tempat untuk meletakan barang-barang kecil
seperti tas yang mungkin jatuh dan menimpa orang lain di bawahnya. Lebar
idealnya sekitar 25 cm karena bila terlalu tipis akan membuat penonton merasa
ngeri. Railing penjaga perlu dipasang di setiap ujung dinding balkon (Ham,
2008:55).
Jarak sirkulasi pada area penonton ideal berdasarkan buku Theatre Planning
ABTT, Ham(1987:54) menyebutkan bahwa:
- A : jarak back-to-back tiap baris untuk kursi dengan sandaran adalah 76 cm
(minimum).
-B : jarak back-to-back tiap baris untuk kursi tanpa sandaran
66

adalah 61 cm (minimum).
- C : Lebar kursi dengan sandaran tangan adalah 51 cm (minimum).
- D : Lebar kursi tanpa sandaran tangan adalah 46 cm (minimum).
- E : Jarak antar baris minimum adalah 30,5 cm.
- F : Jarak maksimum untuk kursi dari lorong adalah 306 cm.
- G : Lebar minimum lorong adalah 107 cm.

Gambar 2.70 Auditorium Seating


Sumber : Ham (1987:55)

D. Instalasi suara dan komunikasi


Instalasi suara dan komunikasi diatur di dalam sebuah sound control room.
Leaknya umumnya bersebelahan dengan lighting control room. Sound control
room harus memiliki jendela observasi yang langsung menghadap panggung dan
orchestra pit jika ada, tanpa ada halangan. Ruangan harus memadai dan kedap
suara, serta akustik di dalamnya sebisa mungkin serupa dengan yang berada di
auditorium.
Menurut Legoh dalam materi akustik untuk pascasarjana Universitas
Indonesia (2014), Sistem penguat bunyi dibutuhkan jika intensitas bunyi asli
tidak cukup keras, volume ruang melebihi 1700 meter kubik, bunyi harus
merambat lebih dari 18 meter ke penonton, dan ruang yang berkapasitas hanya
500 orang namun mempunyai background noise level tinggi. Sistem yang baik
ialah semua penonton dapat mendengar pembicara secara jelas, tidak terganggu,
67

dan dalam level kekerasan yang memadai. Sebaiknya suara terdengar seperti
suara asli yang keluar dari mulut manusia (bukan muncul dari sistem pengeras
suara) - idealnya, penonton tidak menyadari adanya sistem penguat bunyi.
1) Microphone
Menurut Santosa dalam bukunya Seni Teater Jilid 2 (2008), mikrofon
memiliki beberapa tipe yang masing-masing mempunyai karakter sendiri. Efek
suara yang dihasilkan pun berbeda-beda. Ribbon Microphone, Mikrofon ini tidak
tahan terhadap desis angin, dan sangat bagus untuk rekaman yang dilakukan di
dalam studio rekaman (indoor), dilengkapi dengan selector V untuk voice dan M
untuk musik. Wireless Microphone, jenis mikrofon ini dilengkapi dengan
pemancar (transmitter) dan pesawat penerima (reciever). Cara kerja wireless
microphone (mikrofon tanpa kabel) jenis ini sangat tergantung dengan catu daya
atau batere. Kelebihan mikrofon ini adalah sangat nyaman karena pemakainya
dapat bergerak bebas tanpa terganggu adanya kabel. Transmiternya memiliki
pengatur level volume yang dapat diatur menyesuaikan dengan level input audio
mixer.Mikrofon dari cardioid, harus diletakan dengan cara digantung sepanjang
sisi luar panggung. Jumlahnya tergantung lebar panggung. Mikrofon ini harus
dilengkapi dengan shock absorbent fixings sehingga getaran dari panggung itu
sendiri tidak mempengaruhi mikrofon.
Alternative lain untuk mikrofon gantung adalah dengan menggunakan
long-range gun microphones yang menghadap langsung ke ke panggung dari
posisi front-of-house. Uni directional microphone adalah Mikrofon yang hanya
mempunyai kepekaan dari satu arah, yaitu sumber suara yang berada di depan
mikrofon saja. Mikrofon yang memiliki pola arah (patern/polarity) ini sering
digunakan untuk penyiar, wawancara dan sangat baik dipergunakan untuk
pertunjukan musik dan teater karena dapat membatasi atau mengurangi
intervensi suara dari berbagai alat musik. Untuk drama di luar ruangan yang
memiiki tingkat kebisingan tinggi, dapat menggunakan mikrofon super/hiper
cardioid (shotgun mic) di mana mikrofon ini memiliki kepekaan pada sudut
yang sempit sehingga dapat membatasi suara yang berasal dari sudut lain.
Apapun jenisnya, mikrofon yang digunakan harus sekecil mungkin agar tidak
terlihat oleh penonton. Pemilihan jenisnya tergantung dari penggunaan dan
posisi ditempatkannya. Kondisi akustik ruangan juga berhubungan dengan
pemilihan mikrofon.
68

2) Audio mixer
Merupakan suatu peralatan audio yang dipergunakan sebagai alat,
mencampur berbagai sumber suara, mengolah suara, mengatur, dan mengontrol
input serta memperkuat suara menjadi suatu hasil keluaran suara yang
diinginkan. Pada umumnya audio mixer standar dilengkapi dengan line/mic,
phantom power, gain/trim, equalization, feder, mute/solo/PFL, monitor dan
headphone, master out/main out, pan dan assignment.
3) Power amplifier
Peralatan audio atau rangkaian elektronik pelipat tegangan yang berfungsi
sebagai penguat akhir. Power amplifier dilengkapi dengan pengatur besaran
perubahan energi elektrik untuk diteruskan ke speaker monitor.
4) Loudspeaker
Loudspeaker untuk membantu kegiatan pidato atau produksi musik harus
diletakkan sehingga suara timbul dari arah panggung. Pada teater proscenium,
loudspeaker biasanya berada di depan proscenium. Hal ini dikarenakan line
source speakers memiliki desain yang compact dan kualitas yang baik.
E. Tata cahaya panggung
Menurut Ham (2008:110), penataan cahaya panggung pada saat ini
memiliki peranan penting dalam suatu seni pertunjukan dimana dapat membuat
suatu iluminasi dan sebagai ekspresi artistik. Permainan intensitas dan warna
cahaya dapat menciptakan beragam suasana dan membuat perubahan mood
seseorang. Semua skema cahaya panggung harus didasari oleh penerangan
general. Dalam pementasan drama, pencahayaan menjadi sumber dari pusat
perhatian mata penonton. Sebaik apapun posisi duduk penonton dalan
hubungannya dengan panggung, komunikasi akan hilang apabila sang aktor
tidak diterangi dengan baik.

Gambar 2.71 cara menyinari pemain


Sumber : Ham (1987:113)
69

Pencahayaan pada acting area dapat diperoleh dari lampu dengan bias
cahaya yang lebar. Pencahayaan panggung bertujuan untuk menarik perhatian
penonton dapat menciptakan meraih efek dramatis atau dekoratif (motivating
lighting). Hasil seperti ini dapat diciptakan menggunakan permainan warna, arah,
dan intensitas.

Gambar 2.72 Teori peletakan lampu panggung


Sumber : Ham (1987:114)

Ada beberapa posisi dasar pencahayaan panggung dengan hasil tampilan


aktor dan latar yang jelas. Dengan tambahan, mengabungkan beberapa lampu
dengan sudut berbeda akan menghasilkan komposisi yang lebih efektif.
Beberapa lampu besar dari arah penonton harus disusun sedemikian rupa
sehinnga menyorot wajah aktor dengan kemiringan 45°. Bila sudutnya lebih
curam akan menimbulkan bayangan gelap di bawah alis mata, dan bila sudutnya
lebih datar akan menimbulkan bayangan yang merusak pada latar atau pada
aktor lain. Spotlight jarang diarahkan lurus ke arah aktor, biasanya diarahkan
menyilang.
Semua pengaturan pencahayaan dikerjakan di dalam lighting control room
yang juag memiliki jendela observasi yang menghadap langsung ke arah
panggung, sayap panggung, dan dari lantai panggung hingga border, tanpa
halangan. Ruangan sebesar 3 m × 2.4 m seharusnya cukup, namun harus
dipertimbangkan lagi peralatan seperti apa yang disediakan. Akses normal ke
ruang kontrol ini seharusnya dari luar auditorium dan terpisah dari area publik,
namun harus memiliki pintu langsung ke arah auditorium yang diperlukan untuk
kepentingan latihan. Pintu-pintu yang ada harus kedap cahaya sehingga tidak
ada cahaya yang bocor ke dalam auditorium.
70

Meskipun peralatan cahaya panggung dapat berubah dari segi kualitas,


pengembangan teknologi, ukuran dan daya listriknya, prinsip -prinsip penting
yang mendasari pengelompokan peralatan tersebut tetap standar. Ada 4 tipe
dasar:
1) Spotlight - untuk penerangan di depan, penekanan khusus pada acting area.
2) Strip light - penerangan pada border, footlight, cyclorama strip.
3) Floodlights - motivating lights, latar
4) Projector - effects, scenery, shadows.
Berikut ini adalah beberapa jenis lampu yang digunakan untuk tata cahaya
panggung.

Tabel 2. 1 Recomended Basic Layout of Lighting Instrument

No. Gambar Nama

1 Spotlight, lensa fresnel

Sumber : www.pssl.cm

2 Projector parobolic reflector

Sumber : www.christiedigital.com

3 Spotlight Ellipsoidal reflector

Sumber : www.theaterlighting.net

4 Conventional PAR strip light

Sumber : shopsite.hypermart.net

No. Gambar Nama


71

5 LED strip-footlight

Sumber : www.theaterlighting.net

6 Conventional MR-16 striplight

Sumber : www.theaterlighting.net

7 Floodlight

Sumber : www.homieled.co.za

8 Chauvet LED Techno Strobe

Sumber : www.chauvelighting.com

9 Follow spot

Sumber : www.theaterlighting.net

F. Pengaturan Suhu Ruangan dan Ventilasi


Menurut Ham dalam bukunya Theatre Planning ABTT (2008), ventilasi
harus dirancang untuk menghasilkan aliran udara yang baik denga suhu yang
tepat. Udara harus dapat menjangkau tiap sudut ruangan tanpa menyisakan
stagnant zone dan suhu udara harus tetap di setiap area ruangan. Orang-orang
akan lebih nyaman jika hembusan udara bertiup ke arah wajah daripada tertiup
udara dai arah belakang kepala. Sistem penghawaan juga harus beroperasi
dengan tingkat kebisingan yang sangat rendah. Pasokan udara ke dalam
auditorium sebaiknya tidak kurang dari 28m3/jam tiap orang karena jika aliran
udara terlalu besar maka ada kemungkinan tiri-tirai dan latar akan tertiup juga.
Terdapat dua tipe sistem ventilasi untuk ruang auditorium, yakni upward system
of ventilation dan downward system of ventilation. Upward system of ventilation
hanya bisa digunakan jika udara yang masuk memiliki suhu yang sama dengan
udara yang sudah ada di dalam ruangan. Bila selisih temperatur udara besar,
72

akan terjadi angin dingin. Downward system of ventilation adalah cara terbaik
untuk menghadirkan udara sejuk ke dalam auditorium tanpa menyebabkan angin.
Inlet dapat diletakan di langit-langit atau di dinding samping, di bagian kaki
penonton dan di belakang pada posisi yang tinggi.
G. Keamanan
Arsitek dan pihak manajemen gedung harus mengerti mengenai
prinsip-prinsip keamanan gedung dan bekerja sama untuk mewujudkannya.
Selain permasalahan teknis konstruksi bangunan, perlu dikakukan konsultasi
dengan pemerintah daerah tempat gedung tersebut didirikan untuk membahas
mengenai standar keamanan gedung sesuai lokasi gedung.
Ham (1987: 42) mengungkapkan bahwa jaminan keamanan publik yang
terbaik adalah efisiensi dan integritas manajemen pengelola sehari-hari, dan ini
dapat mendukung jika yang bersangkutan memiliki pemahaman tentang
pengaturan keamanan.
1) Bahaya dan perlidungan
Bahaya terbesar pada model panggung pementasan kuno ialah terjadinya
kebakaran di atas panggung. Api akan sangat sulit dipadamkan bila kanvas dan
kayu menjadi material utama panggung. Kemudian digunakannya kanvas tahan
api agar membuat kanvas lebih sulit terbakar namun ketika sudah terbakar, asap
yang ditimbulkan menjadi pekat. Strategi untuk menangani kebakaran di area
panggung adalah dengan mebatasi api dengan keempat sisi dinding panggung
dan membuat cerobong asap beserta dengan penyedot asapnya, sehingga
menjauhkan api dan asap dari penonton.
2) Dinding proscenium
Dinding proscenium dibuat untuk memberikan batasan antara panggung
dengan area penonton. Dinding proscenium dilengkapi dengan safety curtain
yang akan menutup area panggug dan mencegah keluarnya api dan asap.
3) Lentera panggung
Ventilasi udara otomatis atau stage lantern (lentera panggung) merupakan
perlindungan terhadap api yang paling penting yang harus dimiliki panggung
pertunjukan.
4) Ventilasi auditorium
Ventilasi pada ruang auditorium didesain untuk menjaga aliran udara
menuju panggung setiap saat. Harus ada sistem pada lobby untuk mencegah
73

penghambatan udara menuju jalan keluar dari arah panggung.


Bila kebakaran terjadi di atas panggung, maka stage lantern akan terbuka
baik secara manual, otomatis, atau dengan memecahkan kaca tipis khusus yang
berada di bawah panggung untuk mengeluarkan panas. Safety curtain diturunkan
dan drencher dinyalakan. Sprinkler otomatis di atas panggung akan membantu
mengurangi api sebisa mungkin.
Pada kondisi seperti ini, para pemain dan crew hanya memiliki waktu yang
sangat singkat untuk menyelamatkan diri, dan hal semacam ini sudah harus
direncanakan sejak awal, termasuk untuk bagian selain panggung seperti stage
basement, the flys, dan the grid. Letak ruang ganti pribadi, gudang properti,
kantor, dan lainya, harus terpisah dari panggung. Petugas pengelola gedung
harus dapat segera memandu para pengguna gedung untuk dapat menyelamatkan
diri dan tiba di tempat perlindungan yang aman, karena merekalah yng
seharusnya memahami seluruh seluk beluk gedung dan jalur-jalur evakuasi yang
ada.
5) Peralatan pemadaman api
Peralatan pemadam api dan peletakannya harus di konsultasi terlebih dahulu
dengan ahlinya dengan mengikuti regulasi yang berlaku.
Peralatan yang berada di auditorium dan area publik secara general di
pasang secara permanen dan memiliki gulungan selang. Panggunng
menggunakan sistem sprinkler yang juga dilengkapi dengan hydrant, gulungan
selang dan ember. Panggung dan dressing room harus memiliki lapisan dari
wool tebal. Area belakang panggung harus memiliki pemadam jenis air yang
bisa dibawa oleh tangan, yang juga diletakan di koridor. Berbagai macam
jenis pemadam api diciptakan untuk tujuan yang berbeda-beda. Pemadam dari
karbon dioksida digunakan untuk memadamkan api yang bersumber dari
peralaran listrik. Pemadam berupa foam untuk kebakaran yang bersumber dari
minyak.
6) Pertanggungjawaban pengelola
Jika harus melakukan proses evakuasi, mental dan pelatihan merupakan hal
yang penting. Mereka harus memiliki keyakinan untuk melaksanakan
langkah-langkah keamanan dan keselamatan yang tepat harus dapat
dilaksanakan kapanpun. Pengetahuan dan keyakinan yang kurang mengenai
keamanan dan keselamatan, juga peralatan-peralatan tertentu yang tidak
74

terpelihara dapat mengakibatkan bencana. Permasalahan yang dihadapi


pengelola harus benar-benar diperhatikan. Survei secara berkala dan inspeksi
harus dilakukan untuk meninjau apakah sarana dan prasarana gedung dipelihara
dan dalam kondisi aman.
H. Jalan Keluar
Dari sekian banyak pengunjung yang datang ke sebuah gedung pertunjukan,
pasti ada sebagian yang baru pertama kali datang dan ada juga yang belum
merasa familiar dengan gedung. Jika terjadi kondisi darurat yang mengharuskan
tindak evakuasi dalam waktu singkat, maka kejelasan denah bangunan dengan
petunjuk-petunjuk (signage) menuju jalur evakuasi sangat berperan untuk
penyelamatan diri. Paling sedikit terdapat 2 jalur evakuasi yang tersedia pada
tiap lantainya. Tiap-tiap jalur harus berdiri sendiri dan berjauhan satu sama lain.
Jalur keluar dari auditorium harus didistribusikan dengan aman dan harus
terhubung dengan sirkulasi normal pada area publik.

Gambar 2.73 Scissors escape stairs


Sumber : Ham (1987: 53)

Pada kondisi darurat, orang-orang akan menjauhi sumber bahaya dan segera
mencari jalur keluar. Misalnya, bila terjadi kebakaran pada area panggung,
semua orang pastinya tidak akan menuju pintu keluar sebelah panggung
meskipun telah terpasang safety curtain, tetapi berbondong-bondong menuju
pintu keluar di bagian belakang auditorium. Oleh karena itu, pintu keluar pada
75

area belakang auditorium harus disediakan lebih dari satu pintu keluar.
Sedangkan apabila kebakaran terjadi di bagin belakang auditorium, di mana
keadaan ini jarang sekali terjadi, para penonton dapat keluar melalui pintu di
dekat panggung. Lebar pintu keluar berhubungan dengan fungsinya. Ham (1987:
51) menuliskan,"Rata-rata pergerakan orang di dalam gedung tater adalah 45
orang tiap menit tiap pintu dengan lebar 52-53 cm. Pada bangunan baru, lebar
pintu keluar sebaiknya tidak kurang dari 96-107 cm."
Jumlah pintu keluar dan lebarnya diasusmsikan bahwa 1 orang penonton
harus dapat meninggalkan auditorium dalam waktu 2,5 menit. Seluruh pintu
keluar harus bisa dnegan mudah dibuka dan mudah dikenali dan adanya
penerangan darurat untuk jalur evakuasi. Semua pintu darurat harus dibuka
dengan arah keluar karena efisien dan memudahkan. Hanya pintu masuk utama
gedung yang perlu didbuat dapat dibuka dari kedua arahnya. Jalur evakuasi
sebisa mungkin terpisah dari jalur lainnya dan menuju langsung ke tempat yang
aman. Harus dibangun menggunakan material tahan api dan aman untuk
digunakan dalam keadaan panik. Bentuk-bentuk yang tidak wajar serta
permukaan yang tidak rata harus dihindari.
2.1.9 Persyaratan Fasilitas
Perizinan dan peraturan bangunan gedung seni pertunjukan dibuat untuk
menjadi pedoman dalam menjaga ketertiban umum. Pemberian izin terkait
dengan persyaratan keamanan gedung dan fungsinya. Pemerintah daerah
bertugas untuk mengatur perundangan, harus memiliki rasa kepedulian terhadap
keberlangsungan seni pertunjukan. Di Indonesia, undang-undang tentang
bangunan gedung diatur dalam Undang-Undang RI. Nomor 28 Tahun 2002
Tentang Bangunan Gedung. Di dalam undang-undang ini dijelaskan secara rinci
mengenai persyaratan penyelnggaraan, fungsi, peran masyarakat, dan pembinaan.
Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung
yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras
dengan lingkungannya; mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung
yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan; mewujudkan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan bangunan gedung.
Terdapat perlakuan khusus baik secara perizinan dan regulasi terhadap
gedung seni pertunjukan yang telah ditetapkan menjadi gedung cagar budaya.
76

Seperti Gedung Kesenian Jakrta. Berikut ini adalah peraturan perundangan yang
terkait dengan pelestarian Gedung Kesenian Jakarta:
Pasal 38
(1) Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar
budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan
dilestarikan.
(2) Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan
dilestarikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dan/atau Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan
perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan
atas bangunan gedung dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar
budaya yang dikandungnya.
(4) Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan
lingkungan cagar budaya yang dilakukan menyalahi ketentuan fungsi dan/atau
karakter cagar budaya, harus dikembalikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) serta teknis pelaksanaan perbaikan, pemugaran dan
pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pengelolaan Gedung Kesenian Jakarta mengacu pada Peraturan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta No. 83 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Gedung Kesenian. Fungsi dan tugas pokok Gedung Keseina Jakarta mengacu
pada Keputusan Kepada Dinas Kebudayaan dan Permuseuman provinsi DKI
Jakarta No.210/2006 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata kerja Pengelola
Gedung Kesenian Jakarta.

2.2. Tinjauan Khusus


Untuk mendapatkan referensi mengenai gedung-gedung pertunjukan budaya,
perlu dilakukan kegiatan survey terhadap gedung-gedung pertunjukan di Jakarta,
seperti Gedung Kesenian Jakarta, Teater Tanah Airku, dan Ciputra Artpreneur. Selain
itu juga perlu dilakukan pengumpulan data mengenai tempat-tempat pertunjukan
77

tradisional baik di Indonesia maupun di luar negeri, seperti Bali Theatre di Bali
Safari and Marine Park dan Siam Niramit di Thailand.
2.2.1 Gedung Kesenian Jakarta
Gedung Kesenian Jakarta berlokasi di Jalan Gedung Kesenian no.1, Jakarta
Pusat. Gedung yang dibangun pada masa kolonial Belanda ini masih digunakan
hingga hari ini dan menjadi tempat bagi para seniman dari seluruh Nusantara,
maupun internasional, mempertunjukkan hasil kreasi seninya, seperti drama,
teater, tari, film, sastra, dan lain sebagainya.

Gambar 2.74.Tampak Serong Depan GKJ Gambar 2.75 Tampak Samping GKJ
Sumber : dokumentasi penulis Sumber : dokumentasi penulis

A. Sejarah
1) Masa Inggris
Ide munculnya gedung ini berasal dari Gubernur Jendral Belanda, Daendels.
Kemudian direalisasikan oleh Gubernur Jendral Inggris, Sir Thomas Stamford
Raffles pada tahun 1814 yang merasa prihatin ketika pertama kali menduduki
Batavia pada tahun 1811 karena menyaksikan kota ini tidak memiliki gedung
kesenian. Pada tanggal 27 Oktober 1814 gedung pertunjukan yang tidak
mengesankan dibuka dan diresmikan. Dinding gedung terbuat dari gedek dan
bagian atasnya ditutup dengan alang-alang, berdiri di atas lahan kosong dekat
daerah Pasar Baru. Walau bentuk teater tersebut buruk, namun mencapai
tujuannya untuk menghibur tentara Inggris yang haus hiburan. Dengan bangga
gedung tersebut mereka beri nama "Gedung Teater militer di Weltevreden" tapi
orang Belanda mengejeknya dengan sebutan "Bamboo Theater". Gedung inilah
yang merupakan cikal bakal lahirnya Gedung Kesenian Jakarta.
2) Masa Belanda
"Bamboo Theater" pun akhirnya berpindah tuan. Beruntung penguasa
78

Belanda tidak menghancurkan gedung pertunjukan tersebut. Bangunan yang


semula bermaterial bambu, atas dukungan langsung dari Pemerintah Kolonial
Belanda, akhirnya diganti menjadi gedung kesenian yang ideal dan permanen
yang dibuka secara resmi pada tanggal 7 Desember 1821 oleh Pemerintah
Kolonial Belanda.
Dalam perkembangan selanjutnya, bangunan ini sering dikenal dengan nama
Gedung Kesenian Pasar Baru, Gedung Komidi (Comedelgebow) dan
Schouwburg (gedung pertunjukan, dalam bahasa Belanda). Gedung ini bergaya
Yunani baru (Neo Grekse Stijl), merupakan perkembangan dari gaya Rococo
yang populer pada masa itu. Pelaksanaan pembangunannya dipercayakan pada
Firma Lie A Cie, pemborong terkenal pada waktu itu. Awal berfungsinya
Schouwburg menggunakan penerangan lampu-lampu minyak kemudian
menggunanakan lampu gas pada tahun 1864 dan tahun 1882 digunakan lampu
listrik, sedang di luar gedung sampai tahun 1910 masih digunakan lampu gas.
Shcouwburg pada masa itu memang menjadi pusat perhatian seni
pertunjukan, sehingga tak mengherankan apabila Pangeran Hendrik dari Belanda
ketika berkunjung ke Batavia juga pernah mendapat suguhan sandiwara di
gedung ini. Dan pada tahun 1833 didatangkan rombongan sandiwara dari
Perancis, setelah itu secara bergiliran ditampilkan rombongan kesenian setempat
ditambah rombongan yang didatangkan dari Perancis dan Belanda.
3) Masa Jepang
Masa yang paling menyedihkan dalam perjalanan gedung kesenian ini
adalah ketika masa pendudukan Jepang. Tidak hanya karena tempat ini telah
"dipaksa" harus menyesuaikan diri dengan kepentingan mereka sebagai
penguasa Asia, gedung ini untuk beberapa lama dipakai sebagi markas tentara
sehingga banyak hiasan dan perlengkapan gedung yang rusak atau hilang. Baru
setelah dibentuknya Badan Urusan Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho) oleh
Pemerintah Pendudukan Jepang pada bulan April 1943, bangunan ini digunakan
kembali sebagai tempat pertunjukan dengan nama Siritsu Gekizyoo.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, Gedung Kesenian juga dijadikan ajang
persiapan para seniman muda progresif untuk menghadapi tugas-tugas untuk
menyiapkan kemerdekaan. Ketika bala tentara Sekutu mendarat di Jakarta
setelah Perang Dunia Kedua usai, mereka membentuk perkumpulan yang mereka
beri nama "Seniman Merdeka". Kelompok ini beranggotakan Usmar Ismail,
79

Cornel Simanjuntak, Soerjo Soemanto, D. Djajakususma, Soedjono S., Basuki


Resobowo, Rosihan Anwar, Sarifin, Suhaimi, dan satu-satunya gadis yakni
Malidar Malik. Mereka berkeliing menggunakan sebuah truk yang berhasil
mereka bawa dari Pusat Kebudayaan Jepang (Keimin Bunka Shidosho). Truk
tersebut digunakan untuk mengadakan pertunjukan sandiwara keliling seta
memberi dorongan dan semangat rakyat agar serempak menentang penjajah.
Sedangkan gedung kesenian mereka gunakan sebagai pangkalan tetap selama
perjuangan mereka.
4) Masa Kemerdekaan
Menurut catatan sejarah, Gedung Kesenian Jakarta yang waktu itu masih
bernama Gedung Kesenian pernah digunakan untuk sidang pertama KNIP, yakni
pada tanggal 29 Agustus 1945 atau tept 12 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia. Peristiwa penting ini dicatat karena merupakan peristiwa
politik pertama yang menggunakan gedung kesenian itu. KNIP sendiri waktu itu
bisa disetarakan dengan parlemen atau DPR. Peristiwa ini semakin penting
karena dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta.
Pada tahun 1951 gedung pertunjukan ini sempat pula " melenceng" dari
fungsi sebenarnya, yakni dijadikan ruang kuliah para mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan hukum Universitas Indonesia, pada pagi hari. Tetapi dimalam hari
tetap dijadikan tempat pentas oleh beberapa kelompok teater dan drama. Pada
tahun 1968, gedung ini kembali berganti peran, yakni sebagai bioskop "Diana" di
bawah pimpinan Prof. Siswabessy yang kemudian menjadi Menteri Kesehatan
tahun 1968, Disinilah masyarakat bisa menonton film-film India. Tahun 1969
dibentuk Yayasan Gedung Kesenian di bawah Almarhum Brigjen Pringadi yang
bertujuan menjaga agar gedung tetap terawat. Setahun kemudian, yayasan
tersebut berubah menjadi bioskop "City Theater " yang khusus memutar film
mandarin. Gedung menjadi tak terawat dan kehilangan fungsinya. Sementara
bangunan lainnya ada yang digunakan sebagai tempat bilar dan kantor pajak
(dibagian belakang). Bahkan ada juga bangunan lama di lingukngan ini yang
dijadikan tempat tinggal. Setelah mengalami satu periode yang terlantar dan
keluhan para seniman akan butuhnya tempat pertunjukan lain yang lebih
memenuhi syarat, selain Taman Ismail Marzuki (TIM), tiba-tiba terbersit suatu
ide dari Gubernur R. Suprapto untuk merenovasi gedung yang bersejarah ini dan
dikembalikan kepada fungsinya lewat SK Gubernur DKI Jakarta NO.
80

4248/14/1984. Arsitektur dari Gedung Kesenian tidak berubah hanya di dalam


gedung direnovasi secara total dan disesuaikan dengan perkembangan jaman.
Pada tanggal 5 September 1987 Gedung Kesenian Jakarta diresmikan oleh
Gubernur R . Suprapto yang menjabat kembali sebagai Gubernur DKI jakarta
pada periode itu dan Gedung Kesenian Jakarta kembali sebagai teater yang
mempergelarkan kesenian, serupa masa lampau. Penyelenggaraan pertunjukan
kesenian di Gedung Kesenian Jakarta dilaksanakan oleh grup-grup yang terpilih
berdasarkan inovasi dan kreatifitas yang mewakili kesenian lokal, nasional
maupun internasional. Hal ini terus dilakukan agar Gedung Kesenian Jakarta
tetap menjadi tempat pertunjukan yang representative, eksklusif dan bertaraf
internasional disamping menjadi oase budaya bagi masyarakat Jakarta,
persinggahan dan dialog budaya para seniman dan seniwati dalam dan luar
negeri.
Dalam perjalanannya hingga saat ini , Gedung Kesenian Jakarta telat
menerima beberapa penghargaan, yakni
1. Tahun 2004 Penghargaan Adikaryottama Wisata
2. Tahun 2001 Penghargaan Adikaryottama Wisata
3. Tahun 1997 Penghargaan Gedung Kesenian Jakarta Termasuk 60
Bangunan Terpilih dalam tahun 1996 yang Mendukung Pelestarian Tapak
Sejarah Perkembangan Kota Jakarta Ibukota Negara Republik Indonesia
4. Tahun 1997 Penghargaan Adikaryottama Wisata
5. Tahun 1996 Penghargaan Adikaryottama Wisata
6. Tahun 1995 Penghargaan Adikaryottama Wisata
B. Visi dan Misi
Visi Gedung Kesenian Jakarta adalah menjadi gedung seni petunjukan
kebanggaan Jakarta khususnya, dan Indonesia serta di tingkat internasional.
Untuk mendukung visi tersebut di atas Gedung Kesenian Jakarta
mempunyai misi:
1) Menyajikan pertunjukan kesenian yang memiliki kualitas yang baik
2) Menjadi sumber inspirasi bagi proses perkembangan budaya bangsa,
khususnya dlaam bidang seni pertunjukan, serta mengkatkan apresiasi
masyarakat terhadap seni budaya
3) Menjadi wadah dialog budaya para seniman/seniwati lokal, nasional, dan
mancanegara melalui karya-karya inovatif yang diciptakan
81

4) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam mengimbangi


persaingan atas maraknya gedung-gedung pertunjukan dan galeri-galeri
yang ada serta berperan dalam bidang kesenian melalui pelayanan secara
baik dan profesional.
C. Fungsi dan Tugas Pokok
Mengacu pada Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
Provinsi DKI Jakarta no. 210/2006 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja
Pengelola Gedung Kesenian Jakarta, fungsi dan tugas pokok Gedung Kesenian
Jakarta adalah:
1. Turut berperan aktif dalam mengembangkan serta meningkatkan apresiasi
masyarakat terhadap kesenian, khususnya seni pertunjukan dalam nuansa etnik,
klasik, tradisi, sampai modern di bidang seni musik, tari, teater, balet, seni
kolaborasi dalam skala nasional khususnya dan Internasional umumnya.
2. Mendukung Pemda Provinsi DKI Jakarta dalam menampilkan program
-program seni budaya berkualitas sebagai sarana pendukung bidang pariwisita,
ekonomi sekaligus menunjang perkembangan seni budaya khususnya seni
pertunjukan.
3. Meningkatkan saling pengertian internasional melalui kegiatan pertukaran
budaya.
4. Menjalin berbagai hubungan kemitraan demi pengembangan kesenian
Indonesia.
5. Melaksanakan misi Gedung Kesenian Jakarta sebagai etalase budaya dan
tempat yang bergengsi untuk menampilkan kesenian berbobot.
6. Menyediakan fasilitas yang memadai untuk pementasan karya-karya seni
upaya memberi motivasi kepada seniman dalam berkarya.
7. Menyelenggarakan pelayanan yang optimal terhadap mitra kerja Gedung
Kesenian Jakarta termasuk grup pengisi acara dan penonton kesenian.
8. Menyediakan tempat untuk menjalin hubungan antar bangsa melalui
pementasan kesenian dan saling bertukar apresiasi sebagai sarana memupuk
perkembangan kesenian, persahabatan sekaligus sebagai rangsangan
peningkatan kreatifitas.
D. Struktur Organisasi
Pengelolaan Gedung Kesenian Jakarta mengacu pada Peraturan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta No.83 Tahun 2006 tenteng Pedoman Pengelolaan Gedung
82

Kesenian. Keputusan Kepala Dinas Permuseuman dan Kebudayaan provinsi


DKI Jakarta No.83 tahun 2006 tentang Stuktur Organisasi Gedung Kesenian
Jakarta.

Diagram 2.1 Struktur Organisasi GKJ


Sumber : GKJ

Pada tahun 2015, Gedung Kesenian Jakarta memiliki karyawan sebanyak 38


orang yang terdiri dari empat orang PNS, duapuluh orang Non-PNS, dua orang
pensiunan., 6 orang cleaning service, 6 orang satpam, empat orang Pengelola
GKJ dipimpin oleh seorang direktur dan 4 orang pembantu direktur yang
mengepalai divisinya masing-masing. Berikut ini adalah penjelasan mengenai
tugas yang dimiliki para pegawai GKJ :
1) Divisi Artistik
Berhubungan dengan kegiatan pemantasan dan pihak penampil yang akan
melakukan pertunjukan.
a) Subdivisi Program mengurus berbagai program yang akan
diselenggarakan di GKJ dan berhubungn langsung dengan pihak
penampil yang akan melakukan pertunjukan.
b) Subdivisi Pergelaran mengurus jalannya pertunjukan terdiri dari seorang
stage manager, lighting operator, sound operator, dan crew panggung.
83

2) Divisi Pemasaran
Berhubungan dengan pihak-pihak di luar GKJ, selain grup penampil.
a) Subdivisi Promosi menangani kegiatan promosi program GKJ.
b) Subdivisi Humas menjadi pihak yang berhubungan dengan pihak luar
seperti media, kedutaan besar, pusat kebudayaan asing, dan sponsor.
3) Divisi Administrasi
Mengurus bagian administrasi GKJ.
a) Subdivisi Umum mengurus kepentingan karyawan.
b) Subdivisi Keuangan mengurus keuangan manajemen GKJ.
4) Divisi Sarana Prasarana
Mengurus berbagai keperluan gedung
a) Subdivisi Perlengkapan - menyediakan semua kebutuhan operasional
gedung dan kebutuhan pertunjukan.
b) Subdivisi Gedung - melakukan pemeliharaan terhadap gedung.
E. Kegiatan
Dalam penyelenggaraan kegiatan program, Gedung Kesenian Jakarta
mendapat bantuan/subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas
Periwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Perolehan dana tersebut
digunakan untuk bantuan biaya operasional grup kesenian. Di luar
bantuan/subsidi tersebut Gedung Kesenian Jakarta memperoleh dana dari
kerjasama dengan grup kesenian berupa kegiatan berikut ini.
1) Penjualan Tiket
Pola kerjasama pergelaran dilakukan dengan maksud dapat menghasilkan
pendapatan yang baik dari setiap penyelenggaraan kegiatan pertunjukan, dengan
menggunakan pola kerjasama baik untuk kedua belah pihak baik Gedung
Kesenian Jakarta maupun grup penampil yang tentunya dengan menampulkan
pergelaran seni pertunjukan yang memiliki kualitas.Sesuai dengan surat
Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1145/2004 tentang pemberian Sumbangan
kepada Badan Pengelola Gedung Kesenian Jakarta berupa pengembalian seluruh
pajak hiburan atau pementasan kesenian seni budaya nasional yang
diselenggarakan di Gedung Kesenian Jakarta, dimana GKJ harus menyetor lebih
dahulu Pajak Hiburan sebesar 10% dari harga tiket yang dicetak.
2) Penggunaan Gedung
Tidak sedikit pergelaran yang ditampilkan di Gedung Kesenian Jakarta
84

tanpa bantuan biaya operasional ataupun kerjasama bagi hasil pernjualan tiket
dengan Badan Pengelola Gedung Kesenian Jakarta. Penampil dapat tampil di
Gedung Kesenian Jakarta melalui seleksi materi pertunjukan dan membayar
kompensasi biaya penggunaan fasilitas gedung pertunjukan. Hasil Kompensasi
biaya penggunaan fasilitas ini dialokasikan untuk gaji pengawal , perawatan dan
pengadaan peralatan ringan, perlengkapan gedung dan kantor, pengadaan bahan
promosi dan pengeluaran lain yang dianggap perlu.
F. Ruang Lingkup Kegiatan
Di bawah naungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,
Gedung Kesenian Jakarta menjalin hubungan baik dengan badan / instansi
pemerintah lainnya diantaranya : Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesian, Dinas Penerangan Jalan Umum (PJU) Provinsi DKI
Jakarta, Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Pusat, Dinas Pertamanan dan
Pemakaman Provinsi DKI Jakarta dan lainnya.
Dalam menunjang programnya Gedung Kesenian Jakarta menjalin
hubungan baik dengan:
a. Kedutaan Besar
b. Pusat Kebudayaan Asing
c. Para Penampil diantaranya :
1) Para Seniman
2) Komunitas seni
3) Institusi Pendidikan , diantaranya :
Sekolah Balet, Sekolah,Musik,Lembaga Kesenian,Sanggar Teater, Wayang
Orang , Sekolah dan Universitas di Jakarta, Rumah Produksi
d. Mitra Sponsor
e. Media Partner diantaranya :
1) Media Cetak (surat kabar,majalah,tabloid)
2) Media elektronik (televisi, radio)
3) Media Online (website, situs)
G. Fasilitas dan Ruang Khusus
1) Entrance dan Lobi
Entarnce merupakan tempat masuknya penonton. GKJ memiliki dua pintu
masuk utama pada sisi depan gedung, dan masing-masing satu pintu masuk di
setiap sisi samping gedung. Pada bagian depan juga terdapat ticket box.
85

Sedangkan Lobby berfungsi sebagai area transisi antara auditorium dan teras
gedung.

Gambar. 2.76 Teras depan GKJ Gambar. 2.77 Gong di Lobby GKJ
Sumber : dokumentasi penulis Sumber : dokumentasi penulis

2) Foyer

Gambar. 2.78 Foyer kanan GKJ


Sumber : dokumentasi penulis
86

Foyer adalah tempat untuk menunggu pertunjukan dan sebagai bersantai


bagi pengunjung. Di Gedung Kesenian Jakarta, foyer terletak pada sisi kiri dan
kanan auditorium, disediakan tempat duduk dan juga terdapat counter
penjualan makanan dan minuman ringan, serta 1 set gamelan jawa pada sisi
foyer kiri.
3) Auditorium
Auditorium GKJ memiliki kapasitas tempat duduk 472 kursi; 395 di bagian
bawah dan 77 kursi di balkon.

Gambar. 2.79 Auditorium GKJ


Sumber : dokumentasi penulis

4) Panggung
Ukuran panggung 10.5×14.8×4.5 meter dengan kedalaman panggung
1.17meter. Lantai panggung terbuat dari kayu. Terdapat panggung hidrolik
dengan masksimum ketinggian 2 meter.

Gambar. 2.80 Panggung GKJ Gambar 2.81 Alat Panggung Hidrolik


Sumber : www.anneahira.com Sumber : dokumentasi penulis
87

5) Belakang Panggung
Area di belakang panggung disebut sebagai green room, berfungsi ssebagai
tempat istirahat pemain dan ruang tunggu. Ruangan ini tersedia tempat duduk
dan TV dengan dinding dipenuhi poster-poster pertunjukan.

Gambar 2.82 Green Room GKJ


Sumber : dokumentasi penulis

6) Wing
Panggung Gedung Kesenian Jakarta memiliki 2 buah wing. Letak wing
tersebut berada di sisi kiri dan kanan. Wing menjadi jalur masuknya pemain ke
acting area dan juga terhubung langsung dengan green room dan ruang rias.

Gambar 2.83 Wing Kiri Panggung GKJ


Sumber : dokumentasi penulis

7) Ruang Rias
Terdapat 2 buah ruang rias pada lantai bawah dan lantai dua. Ruang rias
88

lantai bawah lebih besar dibandingkan lantai atas dengan menampung kurang
lebih 80 orang pemain. Di dalam ruang rias ini disediakan meja-meja rias,
lemari dan gantungan-gantungan baju. Di dalamnya juga terdapat kamar mandi.

Gambar 2.84 Ruang Rias Atas di GKJ


Sumber : dokumentasi penulis

8) Gudang Properti

Gudang properti disediakan untuk menyimpan dan mempersiapkan


berbagai properti yang digunakan untuk pertunjukan.

Gambar 2.85 Gudang Properti GKJ


Sumber : dokumentasi penulis

9) Kantor Pengelola

Gambar. 2.86 Kantor Pengelola GKJ


Sumber : dokumentasi penulis
89

Kantor digunakan oleh para karyawan GKJ untuk melakukan berbagai


aktivitas kerjanya. Awalnya kantor pengelola berada di dalam gedung
pertunjukan. Namun saat kepemimpinan direktur yg kedua, kantor dipindahkan
ke bangunan rumah yang berda di bagian belakang area GKJ.
H. Fasilitas Lainnya
1) Fasilitas Tata Cahaya di GKJ

Tabel 2.2 Fasilitas Tata Cahaya GKJ

BARANG JUMLAH

Plano Convex Spot (1000 watt / 220 Volt) 15

Fresnel Spot (1000 watt / 220 Volt) 15


PAR 64 (1000 watt / 220 Volt) 10

Fixed Beam Frofil 19° 6

Fixed Beam Frofil 26° 10

Fixed Beam Frofil 36° 10

CYC 1 Kw 12

Follow Spot 750 SR (1000 watt / 220 Volt) 2

Lighting Control Console (180 Pf, 20 Page, 20SM) 1

Dimmer Cabinet (130x15A, 4x25A) 1

Moving Head 1

Smoke Gun 1

Hazer 1

Strobelight 1,5 Kw 1

Sumber : GKJ
90

2) Fasilitas Tata Suara di GKJ

Tabel 2.3 Fasilitas Tata Suara GKJ


BARANG JUMLAH

Mixer Type Allen & Heath / GL2800-48 Chanel 1

Digital Processor For Speaker TOA Type DP-0206 2

Multi Channel Power Amplifier 2x250watt TOA DA-250 F 2

Multi Channel Power Amplifier 2x250watt TOA DA-550 F 3

CD Recorder TASCAM CD-RW 900SL 1

CD Player DENON 2

Tape Recorder TASCAM 202 mkV 1

Headphone AKG / K240 Studio 1

Speaker System W/Box FOH 4

Power Conditioner Furman PS-Pro E II 1

Stage Monitor Speaker System TOA SR-M3L 2

Stage Monitor Speaker System TOA SR-M3R 2

FGM Speaker (Delay) TOA Z-240 G 4

2 Way Monitor Speaker System (R.Kontrol) TOA Z-240G 2

2 Way Monitor Speaker System (R.Lighting) TOA Z-240G 1

2 Way Monitor Speaker System (Foyerl) TOA Z-240G 2

MIC Dynamic 16

Hanging MIC 6

Wireless Clip-on 6

Stand Mic Tinggi 15

Stand Mic Pendek 15

Wireless Handhall 4
Sumber : GKJ
91

I. Elemen Interior
1) Lantai
Auditorium lantai dibuat bertingkat dan menanjak. Lantai lobi dan
auditorium seluruhnya ditutupi oleh karpet berwarna merah yang berfungsi
sebagai penyerap suara. Area lainnya menggunakan keramik. Dari segi
perawatan, menggunakan keramik lebih mudah membersihkan kotoran yang
menempel.

Gambar. 2.87 Ramp menuju toilet Gambar 2.88 Lorong pada barisan kursi
Sumber : Dokumentasi Penulis Sumber : Dokumentasi Penulis

2) Dinding

Gambar 2.89 Detail dinding auditorium Gambar. 2.90 Green Room


Sumber : Dokumentasi Penulis Sumber : Dokumentasi Penulis

Secara keseluruhan bangunan dinding menggunakan bata. Dalam ruang


auditorium, dinding bata di lapisi dinding penyerap suara sebagai elemen
92

akustik yang dirancang untuk dapat memantulkan suara dan menyerap suara
secara terarah dan teratur. Terdapat ornamen ukiran dengan gaya rococo yang
dicat warna emas. Sedangkan untuk ruangan lainnya menggunakan dinding
bata yang dicat putih.
3) Ceiling
Di dalam ruang auditorium, ceiling berbentuk kubah dengan penambahan
material pendukung akustik dengan luasan hamper setengah dari luas kubah.
Material pendukung akustik dirancang sedemikian rupa agar menyatu dengan
ruangan dan memiliki nilai estetis. Sisi kubah lainnya dicat putih sama seperti
dinding. Profil kubah menggunakan ornamen ukiran klasik yang dilapisi cat
emas..
Untuk ruang foyer, ketinggian ceiling cukup tinggi sekitar 5 meter, dan
ceiling juga dihiasi dengan profil klasik. Untuk ruangn lainnya ceiling dibuat
rata dan dicat putih.

Gambar. 2.91 Detail ceiling auditorium Gambar 2.92 Detail ornamen ukiran
Sumber : Dokumentasi Penulis Sumber : Dokumentasi Penulis

4) Pencahayaan

Gambar 2.93 Pencahayaan pada foyer Gambar 2.94.Pencahayaan Panggung


Sumber : Dokumentasi Penulis Sumber : Dokumentasi Penulis
93

Penerapan penerangan disesuaikan dengan kebutuhan fungsi tiap-tiap


ruang. Pada ruang auditorium, sumber pencahayaan berasal dari downlight
yang dipasang pada sisi samping area duduk, dari lampu panggung, chandelier,
dan lampu sorot. Ruangan harus segelap mungkin ketika pertunjukan
berlangsung. Area panggung memiliki sistem pencahayaan sendiri yang diatur
oleh operator dari control room.
Pencahayaan di foyer, menggunakan cahaya matahari langsung yang
masuk melalui jendela-jendela besar di sisi bangunan ketika di siang hari,
sedangkan pada malam menggunakan chandelier dan lampu dinding antik yang
sudah ada sejak awal gedung ini berdiri memberikan kesan mewah dan
menawan. Sedangkan untuk area di belakang panggung, pencahayaan
menggunakan lampu TL (fluorescent).
5) Penghawaan
Sistem penghawaan yang digunakan adalah AC central yang disalurkan ke
setiap ruangan di dalam gedung. Namun, ceilingnya yang tinggi juga dapat
sangat membantu agar ruangan tidak pengap. Pada foyer, ceiling yang tinggi
menciptakan hawa yang sejuk ditambah penggunaan material keramik pada
lantai.
6) Akustik

Gambar 2.95 Auditorium GKJ


Sumber : Dokumentasi Penulis
94

Akustik dalam auditorium dirancang sedemikian rupa sehingga dapat


mendukung kegiatan pertunjukan. Lantai dilapisi dengan karpet tebal, dinding
dan ceiling juga diberi lapisan akustik. Pintu didesain untuk mencegah
kebocoran suara. Perancangan akustik pada area lainnya, seperti area di
belakang panggung kurang maksimal karena keterbatasan dana renovasi. Pada
Green Room hanya difokuskan untuk mencegah kebocoran suara ke panggung
dengan hanya memperhatikan desain pintu yang memiliki lapisan peredam.
Namun sebagai konsekuensi, orang yang berada di green room dan wing harus
menjaga ketenangan dengan berbisik saat biacara atau tidak bicara sama sekali.
7) Keamanan
Sejak tahun 2011 Gedung Kesenian Jakarta telah dilengkapi dengan CCTV
pada setiap sudut ruangan sebagai sistem keamanan. Setiap sisi auditorium
dilengkapi beberapa pintu yang akan dibuka untuk jalur evakuasi jika terjadi
keadaan darurat.
J. Permasalahan
Berikut permasalahan-permasalahan yang ditemukan pada Gedung
Kesenian Jakarta.
1) Kurangnya kesadaran pengunjung terhadap peraturan dasar, seperti tidak
membawa makanan dan minuman ke dalam auditorium.
2) Fasilitas untuk pemain disable terbatas.
3) Tingginya kadar air bangunan membuat lapisan dinding cepat terlihat kotor
dan cacat. Meskipun baru satu bulan di cat ulang, sudah nampak bercak.
4) Akses antara Control room untuk lighting dan sound system terpisah cukup
jauh dan peralatan yang ada sudah tua sekali, pihak operator mendambakan
ruangan yang lebih nyaman dan berdekatan.
5) Ruang ganti yang disediakan sudah cukup besar namun peralatan yang
ada di dalamnya kurang terjaga dengan baik.
6) Pergantian tempat duduk yang baru kurang memperhatikan peletakan tempat
duduk dengan kondisi arsitektur gedung. Seperti kursi di letakan di belakang
kolom. Sirkulasi jalur tengah auditorium berubah menjadi menyempit pada
bagian belakang sehingga tidak sesuai dengan standar sirkulasi teater.
7) Setelah melakukan renovasi, kapasitas kursi berkurang menyebabkan
penonton pertunjukan menjadi terbatas padahal keinginan dari pengelola ialah
penambahan jumlah tempat duduk.
95

2.2.2 Ciputra Artpreneur

Gambar 2.96 Ciputra Artpreneur


Sumber : Dokumentasi Penulis

Ciputra Artpreneur, dengan luas sekitar 10.000 meter persegi, adalah


tempat yang didedikasikan untuk seni dan terdiri dari sebuah galeri, museum,
teater berstandar internasional, dan ruang multifungsi, dan fasilitas pendukung
lainnya. Terletak di Jakarta Golden Triangle, Ciputra Artpreneur terletak di
lantai atas Mall Ciputra World Jakarta, yang merupakan kompleks besar yang
terdiri dari kantor, apartmenets, hotel, dan mal. Berencana meluncurkan pada
akhir tahun 2013.
Ciputra Artpreneur memiliki quotes, “A place of destination to discover,
explore, experience and celebrate Indonesian and International Art”. Ciputra
Artpreneur bertujuan untuk menjadi mitra inkubator untuk artpreneurs
Indonesia; budaya, pendukung intelektual dan pemberdayaan sumber daya
manusia Indonesia. Ciputra Artpreneur dikelola oleh Citra Art Management,
yang telah mengelola berbagai pameran seni terkemuka di Jakarta maupun
internasional. Pameran masa lalu termasuk The Eye Indonesia (Jakarta dan
London, Inggris (Saatchi Gallery)), Beyond The East (Roma, Italia (MAKRO)),
pameran Artpreneur tahunan serta pameran fotografi, Beyond Photography.
A. Sejarah
Ide Ciputra Artpreneur berawal dari Dr. Ir. Ciputra. Berdasarkan
pengalaman pribadinya dalam bisnis yang berkembang di Indonesia dan luar
negeri selama lima dekade terakhir, beliau percaya kewirausahaan adalah kunci
sukses dari penciptaan kekayaan. Untuk semangat kewirausahaan akan
96

mendorong orang untuk menciptakan kekayaan dengan menggunakan semua


sumber daya yang tersedia di sekitarnya melalui inovasi. Bapak Ciputra
menyebutnya tindakan mengubah sampah menjadi emas. Salah satu sumber daya
yang jarang digunakan di Indonesia adalah seni. Sebagai seorang pecinta seni
dan antusias selama enam dekade, saya menyimpulkan bahwa inovasi radikal
dalam seni sebagai cara yang sangat signifikan untuk menciptakan kekayaan dari
seni.
Pembangunan awal Ciputra Artpreneur dimulai sejak tahun 1995.
Merupakan bangunan lama dengan perancangan gedung bertingkat lebih dari 2
lantai. Namun pada tahun 1998 terjadi perhentian pembangunan selama
beberapa tahun yang di karenakan terjadinya krisis moneter di Indonesia
sehingga kondisi perekonomian dan politik serta sosial yang sangat tidak stabil.
Pada tahun 2005, ide Ciputra Artpreneur berkembang menjadi lebih kompleks.
sebagai artpreneurship; istilah tertentu mengacu pada proses penciptaan
kekayaan di dunia seni didorong oleh kreativitas para seniman. Sebuah
Artpreneur, aktor artpreneurship, adalah orang yang menciptakan nilai-nilai
seni dalam bentuk produk seni atau jasa yang mewujudkan 7E; eksotis,
entertainment, estetika, exclusive, ekspansif, edukatif, dan escalate.
Berkeinginan untuk menyebarkan semangat artpreneurship seluruh dunia seni
rupa Indonesia dan menjadi bahan bakar untuk kemajuan budaya Indonesia.
Pada tahun 2008 di mulai pengaktifan kembali pembangunan Ciputra
Artpreneur dimana dulunya disebut Ciputra Artpreneur Center. Konsep
pembangunanpun berubah yang awalnya berbentuk seperti rumah dan sekarang
ingin dijadikan High Rise Building. Dilakukan penambahan dan pergantian
fondasi dimana rumah sebelumnya di jadikan tempat parkir basement. Sekarang
di dalam basement terdapat kolom-kolom besar yang kurang lazim itu di
karenakan perubahan konsep bangunan., Pemikiran di tahun 2008, Ciputra
Artpreneur hanya sebatas gallery dan museum yang menampilkan berbagai
koleksi karya seni Bapak Ciputra ciptaan Hendra Gunawan. Namun setelah
melakukan perhitungan visibility, jika hanya membuka gallery dan museum
maka tidak akan tutup modal sehingga muncul pemikiran untuk membuat
sesuatu yang dapat menarik dan mendatangkan orang banyak yang berkaitan
dengan seni. Maka di tahun 2012 diputuskan untuk membangun teater dengan
konsep broadway dengan standar internasional.
97

Dalam proses pembangunan dan desain, Ciputra Artpreneur bekerja sama


dengan Benoy, merupakan konsultan arsitek dari London, Inggris dan bekerja
sama dengan konsultan teater, Philip Soden. Sementara untuk hal-hal yang
berkaitan dengan mechanical electrical dipercayakan kepada BECA.

Gambar 2.97 Tampak Luar Teater Ciputra Artpreneur


Sumber : www.ciputraartpreneur.com

Peresmian Ciputra Artpreneur di berlangsungkan bersamaan dengan ulang


tahun pernikahan Bapak Ciputra dengan Ibu Dian Sumeler yang ke-60.
Perayaan dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2014.
B. Visi dan Misi
Visi dan misi Ciputra Artpreneur seperti yang dikatakan oleh Ir. Dr. Ciputra,
“Saya suka seni, terutama karya-karya master seni modern di Indonesia, Hendra
Gunawan. Dan aku bangga dianggap sebagai kolektor terbesar karya-karyanya.
Gairah saya untuk perkembangan seni rupa Indonesia telah membuat saya
membayangkan sebuah pusat dengan tujuan meningkatkan taraf hidup / nilai
seniman Indonesia dan perkembangan dunia seni rupa Indonesia; Ciputra
Artpreneur, realisasi mimpi saya lama dicari. Ini adalah perwujudan dari visi
saya untuk membuat inkubator untuk artpreneurs Indonesia dan tempat untuk
melakukan advokasi budaya, intelektualitas dan pemberdayaan bagi negara kita
tercinta. Saya sangat berharap bahwa Ciputra Artpreneur akan menjadi tempat
untuk menemukan, mengeksplorasi, pengalaman, dan merayakan Indonesia dan
98

Seni Internasional yang pada akhirnya akan memperkuat dampak artpreneurship


dan menyebarkan pesan di seluruh dunia.”
C. Fungsi dan Tugas Pokok
Dalam pemograman, Ciputra Artpreneur menyajikan fasilitas bangunan
dan event organizer dengan standar internasional, dapat menjadi tuan rumah
pameran seni, melaksanakan berbagai program MICE, drama kelas dunia, dan
acara bergengsi lainnya. Turut kita ketahui bahwa di Indonesia belum ada
gedung seni pertunjukan yang berstandar internasional. Setiap pertunjukan seni
dengan standar internasional yang diselenggarakan di ASEAN cenderung
dilaksanakan di Singapura. Oleh karena itu fungsi dan tugas pokok Ciputra
Artpreneur ialah sebagai jembatan untuk memperkenalkan budaya Indonesia
melalui penyediaan fasilitas dan aktifitas seni budaya yang memiliki standar
internasional. Dalam menjalankan program-programnya, Ciputra Artpreneur
dibantu oleh berbagai lembaga, terutama lembaga-lembaga swasta maupun
perorangan. Di samping itu Ciputra Artpreneur selalu berusaha bekerjasama
dengan sejumlah lembaga asing—misalnya pusat-pusat kebudayaan asing yang
ada di Jakarta—untuk mendatangkan sejumlah kelompok ke Indonesia.
Mitra Penyelenggara adalah lembaga-lembaga non-pemerintah dan
non-profit yang bersama Ciputra Artpreneur menyelenggarakan program seni
dan pemikiran di Ciputra Artpreneur. Lembaga yang pernah menjadi mitra
penyelenggara Ciputra Artpreneur adalah:
• UNICEF
• Kedutaan Italia
• Kedutaan Mexico
• Kedutaan Cina
• Komunitas Kriya Kayu Kontemporer Indonesia
• Sidharta
• D’Art Beat
• Yahoo
• JPNN
• Net TV
D. Struktur Organisasi
Sebenarnya tidak terdapat struktur organisasi secara tertulis. Namun
berdasarkan pembagian tugas dapat digambarkan seperti diagram di bawah ini.
99

Diagram 2.2 Struktur Organisasi Ciputra Artpreneur


Sumber : Ciputra Artpreneur

1) Manager Gallery, Museum dan Teater


Mengatur dan mengkordinir segala keperluan galeri, museum dan teater
berdasarkan dengan persetujuan presiden direktur.
2) Sales
Menangani strategi marketing dan penyewaan fasilitas Ciputra
Atpreneur.kepada pihak yang akan melaksanakan pertunjukan atau pameran.
3) Arsitek
Merancang pembangunan galeri, museum dan teater dan menangani
permasalahan yang berhubungan dengan gedung setelah pembangunan.
4) Graphic / Branding
Membuat identitas koorporasi yang jelas kemudian dikomunikan pada
berbagai media.
5) Teknik Informatika
Menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan teknik informatika
seperti pembuatan website Ciputra Artpreneur.
6) Publikasi
Menangani kegiatan promosi Ciputra Artpreneur dan berhubungan dengan
pihak luar seperti media, kebudayaan asing, dan sponsor.
100

E. Kegiatan
Dalam tujuh bulan sejak di resmikannya Ciputra Artpreneur pada Agustus
2014 hingga sekarang, Maret 2015, telah menampilkan 30 acara pentas tari dan
teater, konser musik, pelelangan seni rupa, penghargaan seni, pameran seni rupa
dan fotografi dan pemutaran film. Di samping itu, Ciputra Artpreneur juga
menyelenggarakan diskusi dan ceramah, untuk menggiatkan perbincangan
publik yang saat ini belum banyak ruangnya; baik tentang entreuprepneurship,
bisnis dan isu yang sedang hangat.
Beberapa program khusus yang diselenggarakan Group Ciputra Artpreneur
sebagai berikut:
1. Artpreneurship 1 : Space & Image - Visual Art Exhibition
2. Artpreneurship 2 : 1001 Doors : Reinterpreting Traditions
3. Dream Team Annual Award and Recognition Night 2014
4. Anugerah Adipura IV Citra Raya 2014 Ecoculture
5. Founders Day 2014 - Building Up Entrepreneurial Organization
F. Fasilitas dan Ruang Khusus
Sebagai wadah untuk kreasi seni dengan berbagai kegiatan yang dilakukan,
Ciputra Artpreneur mempunyai fasilitas-fasilitas yang dapat mengakomodasi
semua kegiatan seni yang akan dilakukan. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
1.) Entrance dan Lobi

Gambar 2.98 Lobi lantai 13


Sumber : Dokumentasi Penulis

Ciputra Artpreneur memiliki 3 akses untuk mencapai area lobi yaitu melalui lift,
eskalator, dan drop car untuk lobi lantai 11 dan akses lobi lantai 13 dapat
101

menggunakan lift dan escalator. Desain lobi lantai 11 cukup sederhana dan
terdapat artwork. Lantai 12 merupakan area foyer dan terdapat beberapa
artwork. Lobi di Lantai 13 di desain menarik dengan banyak penggunaan
bentuk organik. Terdapat box office yang berfungsi sebagai penjualan tiket dan
pada waktu tertentu dapat di sewakan kepada tenant untuk menjual makanan
dan minuman ringan.
2.) Teater Ciputra Artpreneur
Teater Ciputra Artpreneur yang terletak di lantai 13 dapat menampung
hingga 1.190 penonton. Inilah gedung teater berstandar broadway
internasional pertama di Indonesia. Fasilitas untuk persiapan dan penerimaan
tamu ialah box office, VIP lounge, akses kontrol, dan view.

Gambar 2.99 Teater Ciputra Artpreneur 1


Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 2.100 Teater Ciputra Artpreneur 2


Sumber : Dokumentasi Penulis
102

Fasilitas belakang panggung ialah ruang latihan, ruang ganti, ruang tat arias,
ruang peralatan dan property, dan workshop. Dalam ruang tat arias, lampu
penerangan disekeliling cermin menggunakan lampu LED. Sementara fasilitas
dalam teater terdapat orchestra pit, fly tower, area yang luas di bawah panggung,
front of house office. Desain yang sangat unik dan futuristic, elemen dinding
dan plafon menyatu dengan menggunakan 72 modul segitiga. Menggunakan
spesialis tata suara dan sound system oleh Meyer. Berdinding kedap suara, teater
ini dilengkapi segala peralatan tata panggung, orchestra pit menggunakan
spesialis konsultan teater oleh Phillips Hadden, dan pencahayaan menggunakan
lampu LED dan 72 customized LED untuk penerangan dalam modul segitiga di
dinding dan plafon. Selain itu ada beberapa keistimewaan lainnya pada
panggung teater ini ialah memiliki 48 fly out, ketinggian panggung dapat
diturunkan atau dinaikan sekitar 50 sampai 100 cm dan sistem hidrolik untuk
panggung orkestra.

Gambar 2.101 Ruang tata rias


Sumber : Dokumentasi Penulis

3.) Museum Ciputra Artpreneur


Museum Ciputra yang terletak di lantai 11, merupakan institusi yang
mempertunjukan koleksi dari Dr. Ir. Ciputra. Melalui pameran, program,
penelitian dan publikasi, museum ini mendokumentasikan dan menjelaskan
koleksinya sendiri. Menyediakan berbagai informasi dan perspektif
perkembangan seni Indonesia dari periode modernisasi hingga sekarang
berkaitan dengan karya Hendra Gunawan.
103

Museum Ciputra bertujuan untuk menjadi tempat yang memperlihatkan dan


mempelajari mengenai seni Indonesia. Memberikan kontribusi untuk
pengembangan endogen komunitas sosial dan aspirasi budaya. Museum ini
menciptakan kesempatan untuk belajar dan merasakan pengalaman pengunjung
yang membawa kepada penghargaan lebih kepada seni budaya Indonesia.

Gambar 2.102 Entrance Museum Ciputra Artpreneur


Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 2.103 Museum Ciputra Artpreneur


Sumber : Dokumentasi Penulis

Desain museum yang unik dengan bentuk organik pada dinding pintu masuk
memberikan kesan baru karena pada umumnya museum di Indonesia masih
bersifat konvensional. Desain plafon gypsum terdapat up ceiling dengan bentuk
104

organik menyusri ruangan sehingga tercipta flow dalam ruangan tersebut. Lantai
nya menggunakan granit dengan dinding finishing cat berwarna putih.
4.) Galeri Ciputra Artpreneur
Galeri Ciputra terletak di lantai 11 terdiri dari tiga galeri seni dimana setiap
galerinya di rancang menjadi suatu ruang yang bersifat netral dan dapat digabung
secara fleksibel. Galeri terkoneksi dengan prefunction lobby sehingga
menyediakan area yang lebih luas. Galeri Ciputra dilengkpai dengan ruang
serbaguna, ruang persiapan, direct guest access, akses langsung untuk loading
dan koneksi internet WiFi.

Gambar 2.104 Innovate Gallery Gambar 2.105 Collaborate Gallery


Sumber : www.ciputraartprenur.com Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 2.106 Experience Gallery 1 Gambar 2.107 Expereience Gallery 2


Sumber : www.ciputraartprenur.com Sumber : Dokumentasi Penulis

Galeri pertama disebut dengan Innovate Gallery dengan luasan 320 m2 dan
ketinggian 5.4 m, cocok digunakan untuk acara pribadi. Denah galeri ini di
105

desain dengan gaya modern didukung dengan perlengkapan teknis yang detail
sehingga memudahkan pengguna untuk memakai galeri ini. Galeri kedua disebut
dengan Collaborate Gallery. Hampir sama dengan galeri sebelumnya,
perbedaannya hanya terletak pada luasan. Menyediakan area yang lebih luas,
cocok di gunakan untuk acara pribadi atau pameran kecil. Luasan area sebesar
442 m2 dengan ketinggian 5.4 m.
Galeri yang ketiga disebut dengan Experience Gallery. Merupakan galeri
terbesar yang di rancang seperti koridor besar dengan luas 730 m2 dengan
dinding kaca mencapai ketinggian 12 m menyuguhkan pemandangan kota
Jakarta yang menghadirkan kesan mewah dan megah pada galeri ini. Di sisi lain,
terdapat balkon yang terhubung dari dua tangga melingkar. Experience Gallery
di lengkapi dengan high-tech proyektor dimana dapat meng-highlight lantai,
dinding, dan plafon. Untuk acara yang besar, Experience Gallery dapat
digabungkan dengan kedua galeri lainnya.
5.) Ruang serbaguna
Ciputra Artpreneur memiliki dua runag serbaguna, berada di lantai 11 dan
lantai 13. Ruangan dengan luasan 155 m2 dan tinggi 5.4 m cocok di gunakan
untuk area persiapan, kantro staff sementara atau lokasi sub acara sebagai
pendukung acara utama. Dapat digunakan juga untuk acara pribadi seperti film
screening dan rapat pertemuan. Ruang serbaguna di lantai 13 memiliki luasan
area yang lebih besar sekitar 700 m2. Dirancang untuk memenuhi kebutuhan
acara teater atau pertemeuan pribadi skala medium. Ruang serbaguna ini
memiliki lobby dan loading akses tersendiri.
6.) Retail Gallery

Gambar 2.108 Retail Gallery


Sumber : Dokumentasi Penulis
106

Ciputra Artpreneur bekerja sama dengan tenant untuk penyewaan tempat


baik untuk galeri, fotografi, atau apapun yang ada hubungannya dengan seni.
Umumnya took dibuka jika ada perjanjian dengan pihak toko atau ketika sedang
ada pertunjukan.
7.) Kantor Pengelola
Kantor pengelola terletak di lantai 10. Kantor di desain seadanya namun
terdapat banyak unsur dekoraitf berupa artwork dan lukisan.

Gambar 2.109 Kantor Pengelola


Sumber : Dokumentasi Penulis

H. Elemen Interior
1) Lantai
Sebagian besar lantai bangunan di lantai 11 dan 12 menggunakan marmer
dan granit. Sedangkan di lantai 13 dimana merupakan tempat teater, seluruhnya
menggunakan karpet kecuali area box office dan area belakang panggung
menggunakan granit dan keramik. Penggunaan karpet berfungsi untuk
meredam suara. Pada panggung teater menggunakan kayu.

Gambar 2.110 Lantai Teater Ciputra Artpreneur


Sumber : dokumentasi penulis
107

2) Dinding
Ciputra Artpreneur menggunakan dinding bata dan dengan berbagai
finishing. Seperti di Museum finishing hanya menggunakan cat, di galeri
menggunakan wallpaper, cat, dan marmer. Sedangkan untuk teater selain
wallpaper, panel kayu dan kaca, banyak menggunakan bahan peredam seperti
fabric sebagai elemen akustik.

Gambar 2.111 Penggunaan dinding kaca di koridor teater


Sumber: dokumentasi penulis

3) Ceiling
Pada ceiling teater menggunakan modular segitiga sebagai modul desain
yang dirancang untuk meredam suara dan memantulkan suara. Dan pada ceiling
di bawah lantai dua area duduk penonton, hanya menggunakan gypsum yang
terdapat hidden light di sepanjang ceiling.

Gambar 2.112 Struktur ceiling akustik teater


Sumber: dokumentasi penulis
108

Gambar 2.113 Ceiling Lobi Teater


Sumber: dokumentasi penulis

4) Pencahayaan
Pencahayaan menggunakan lampu LED dengan banyak menggunakan
sistem downlight dan hidden light. Hanya pada Experience Gallery yang
mengandalkan pencahayaan alami di siang hari dikarenakan dinding kaca yang
besar.
5) Penghawaan
Seluruh ruangan baik dari lantai 11 sampai 13 menggunakan AC sentral yang
dapat dikendalikan di setiap lantainya. Saluran untuk pembuangan udara kotor
terdapat di sisi panggung paling belakang. Dalam ruang auditorium, AC
terdapat di bagian kaki di area duduk penonton. Di tempatkan demikian dengan
pemikiran jika ditempatkan pada langit-langit, ketinggian ruang sangat tinggi
sehingga membutuhkan listrik dan energi yang lebih banyak.
6) Akustik
Sistem akustik yang digunakan untuk meredam suara ialah melalui bahan
yang digunakan untuk melapisi dinding, ceiling, lantai. Material tempat duduk
juga menggunakan bahan peredam suara. Teater Ciputra Artpreneur
mengandalkan sound system yang dapat menyesuaikan dengan keadaan
bangunan. Sound system yang dirancang khusus oleh Meyer menggunakan
digital teknologi dengan kualitas suara standar internasional dimana dipastikan
suara tidak menggema dan volume suara di setiap tempat duduk sama besar.
7) Keamanan
Selain penjaga keamanan yang mengawasi di setiap lantai, Ciputra
109

Artpreneur dilengkapi dengan CCTV untuk membantu menjaga keamanan. Jika


terjadi keadaan darurat, telah disediakan jalur-jalur evakuasi dan alat pemadam
kebakaran.
G. Permasalahan
Terdapat berbagai permasalahan yang ditemukan pada Ciputra Artpreneur,
antar lain:
1) Permasalahan utama ialah perancangan sistem secara teknis baru
dirancang setelah perancangan desain. Seperti perancangan AC dan sound
system.
2) Akses menuju galeri, museum, khususnya teater kurang memadai.
Penyediaan lift kurang banyak dan kurang luas.
3) Terdapat kekeliruan struktur WF melintang pada jalan backstage yang
menyebabkan pemain dan staff sering terbentur dengan struktur tersebut.
2.2.3 Teater Tanah Airku
Teater Tanah Airku berlokasi di Jalan Jl. Raya Taman Mini Jakarta Timur.
letaknya di dalam kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dekat dengan
pintu masuk utama, Museum Indonesia, dan anjungan Bengkulu. Teater Tanah
Airku adalah Gedung pertunjukan pertama di Indonesia yang menggunakan
teknologi mulitimedia dengan peralatan berstandar internasional.

Gambar 2.114 Tampak Depan Teater Tanah Airku


Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku
110

Gambar 2.115 Peta Lokasi Teater Tanah Airku dalam TMII


Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

A. Sejarah
Berawal dari sejarah singkat Taman Mini Nasional Indonesia atau yang
disingkat TMII. Ibu Tien Soeharto menyampaikan gagasan pembangunan
Miniatur Indonesia pada rapat pengurus YHK tanggal 13 Maret 1970 di Jl.
Cendana No. 8, Jakarta. Bentuk dan sifat isian proyek berupa bangunan utama
bercorak rumah-rumah adat yang dilengkapi dengan pergelaran kesenian,
kekayaan flora-fau-na, dan benda budaya lain dari masing-masing daerah yang
ada di Indonesia. Gagasan itu dilandasi oleh suatu keinginan untuk
membangkitkan kebanggaan dan rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air, serta
untuk memperkenalkan Indonesia kepada bangsa-bangsa lain di dunia. Gagasan
tersebut makin mantap setelah Ibu Tien selaku ibu negara menyertai perjalanan
kerja Presiden Soeharto ke berbagai negara, dimana ia mendapat kesempatan
mengunjungi obyek-obyek wisata di luar negeri, diantaranya Disneyland
Amerika Serikat dan Timland di Muangthai. Kunjungan Ibu Tien Soeharto ke
pbyek-obyek wisata tersebut mendorong untuk mewujudkan ide ke dalam suatu
proyek dengan membuat taman tempat rekreasi yang mampu menggambarkan
kebesaran dan keindahan Indonesia dalam bentuknya yang mini.
Penggagas pembangunan Taman Mini "Indonesia Indah" (TMII) adalah Siti
Hartinah Soeharto, akrab dipanggil Ibu Tien Soeharto. Gagasan itu muncul
setalah ia mendengarkan dan menghayati isi pidato Presiden Soeharto tentang
keseimbangan pembangunan Umum DPR GR Tahun 1971 berikut ini :aman ini
111

memberikan gambaran yang menunjukkan kekayaan budaya dan kondisi


alamiah seperti ragam bangunan-bangunan bercorak arsitektur, kesenian, adat
istiadat, bahasa, kekayaan alam, dan kekayaan pemikiran yang dimiliki
Indonesia. Tanggai 30 Januari 1971, pada penutupan Rapat Kerja Gubernur,
Bupati, dan Walikota seluruh Indonesia di Istana Negara, yang juga dihadiri
oleh Presiden Rl, Ibu Tien Soeharto dengan di dampingi Menteri Dalam Negeri
Amir Mahmud untuk pertama kalinya memaparkan maksud dan tujuan
pembangunan Miniatur Indonesia "Indonesia Indah" di depan umum. Pada
tanggai 11 Agustus 1971, dengan surat YHK, Ibu Tien Soeharto menugaskan
Nusa Consultans untuk membuat rencana indukdan studi ke-layakan. Tugas itu
selesai dalam waktu 3,5 bulan.
Pada tanggai 30 Juni 1972 pembangunan dimulai tahap demi tahap secara
bersinambungan. Rancangan bangunan utama berupa peta relief Miniatur
Indonesia berikut penyediaan airnya,Tugu Api Pancasila, bangunan Joglo, dan
Gedung Pengelolaan disiapkan oleh Nusa Consultants berikut pembuatan jalan
dan penyediaan kaveling tiap-tiap bangunan; sedang rancangan bangunan lain,
seperti bangunan khas tiap daerah, dikerjakan oleh berbagai biro arsitek; Nusa
Konsultan hanya membantu menjaga keserasian keseluruhannya. Berkat
kegotong-royongan semua potensi nasional: masyarakat di sekitar lokasi,
pemerintah usat dan daerah, swasta, dan berbagai unsur masyarakat lainnya,
dalam kurun waktu tiga tahun pembangunan TMII tahap pertama dinyatakan
selesai. Pada tanggai 20 April 1975 di bawah terik matahari sore langit kota
Jakarta, Taman Mini "Indonesia Indah" diresmikan pembukaannya oleh
Presiden Soeharto.
"Pembangunan hakekatnya adalah pembangunan manusia untuk
kepentingan manusia. Sebab itu di samping pembangunan ekonomi, kita pun
terus membangun segi lain dari kehidupan kita yaitu : Politik, Sosial, Budaya,
Pendidikan, Mental, dan sebagainya".
Teater Tanah Airku yang didirikan di atas tanah seluas 2.400m2 di bangun
pada tahun 1997 dengan lamanya waktu pembangunan memakan waktu 6 bulan
sebelum diresmikan pada tanggal 20 april 1998 oleh Presiden Soeharto. Dalam
rangka peresmian, Teater Tanah Airku menampilkan Opera Anoman selama 5
hari.Bentuk bangunanya memadukan unsur arsitektur tradisional dan modern,
menyatu secara serasi dan artistik. Bagian atap diilhami oleh atap rumah adat
112

Sumatra dan Sulawesi, sedang ragam hiasnya memadukan unsur nusantara


dengan budaya global. Pada bagian depan terdapat ragam hias gunungan dari
Jawa di apit ragam hias khas Batak Toba serta ragam hias naga dan burung
enggang yang mewakili budaya Dayak. Sementara di dinding-dinding bagian
samping gedung dipenuhi ragam khas budaya Indonesia Timur.

Gambar 2.116 Perayaan kick off 300 hari jelang SEA Games XXVI
Sumber : www.antarafoto.com

Teater Tanah Airku disewakan dan dikelola oleh PT. Total Image Solution.
Pada awalnya teater ini sering digunakan untuk pertunjukan tarian daerah dan
pertunjukan tradisional oleh Teater Koma namun setelah habis kontrak jarang
menggunakan teater Tanah Airku lagi. Pertunjukan musik dan orkestra oleh Adi
M.S. kerap kali dilakukan yang di sponsori oleh Sampoerna. Pertunjukan
diadakan sekitar sebulan sekali dan berlangsung hingga 2002. Karena
pertunjukan bersifat sosial, maka penonton tidak di perkenakan biaya sehingga
di halaman luar teater diapasang layar sementara agar pengunjung yang tidak
kebagian tempat didalam auditorium, tetap dapat menyaksikan pertunjukan.
Sekarang teater Tanah Airku lebih sering menjadi tempat pertunjukan music
dan lagu-lagu juga acara televisi seperti ANTV, Trans 7, RCTI dan Indosiar.
B. Visi dan Misi
Karena Teater Tanah Airku masih di dalam lingkupan TMII, visi dan misi
juga sama dengan TMII. Visi dan misi TMII memperkenalkan Kebudayaan dan
Kekayaan Alam kepada Bangsa Indonesia dan Bangsa lain dengan cara
Mengembangkan kerjasamakemitraan dan jaringan kerja dengan berbagai
pihak diantara lembaga konservasi, pelaku usaha rekreasi, Meningkatkan
kualitas koleksi budaya, flora dan fauna nusantara di TMII dan
113

meningkatkan mutu pelayanan bagi pengunjung dan para mitra.


Mempromosikan potensi keunikan unggulan daerah untuk menarik wisatawan
dan investor dengan Menyediakan sarana informasi potensi unggulan daerah
yang menarik dan komunikatif, memberikan jaminan kepastian hukum bagi
insvestor, memperkuat data base dan penguatan kualitas SDM.
Mengembangkan RIEKKA yang produktif dan berdaya guna sebagai sumber
inspirasi peradaban bangsa dengan Menyediakan sarana wisata dan pendidikan
yang sehat dan nyaman, Meningkatkan produktifitas pengelolaan potensi
wahana-wahana dilingkungan TMII, Meningkatkan mutu Standar kompentensi
pengelola wahana-wahana dilingkungan TMII.
C. Struktur Organisasi
Struktur pengelola Teater Tanah Airku tidak memiliki bagan struktur
organisasi secara tertulis namun dapat digambarkan seperti diagram berikut.

Pemilik
PT. Total Image
Solution

Pemimpin
PT. Total Image
Solution

Diagram 2.3 Struktur Organisasi PT. Total Image Solution


Sumber : Teater Tanah Airku

Pengelola dibawah pemimpin hanya berjumlah empat orang dan tidak


menutup kemungkinan perkerjaan satu dengan yang lainnya dapat dikerjakan
secara bersama. Pembersihan, perawatan dan pemeliharaan teater juga dilakukan
oleh keempat orang tersebut.
D. Kegiatan
Pada tahun 1998 sampai tahun 2002 gedung ini kerap digunakan sebagai
seni pertunjukan tradisional dan orkestra. Dimana pertunjukan dapat
berlangsung selama setiap hari dalam seminggu atau hanya di hari-hari tertentu.
114

Namun sekarang lebih sering digunakan untuk pertunjukan media televisi seperti
acara musik, lagu-lagu dan acara media tertentu. Karena pertunjukan yang
diselenggarakan biasanya bersifat sosial yang berarti tidak perlu membayar tiket
atau bahkan penonton di bayar, sehingga pengunjung yang datang cukup banyak
dan jika pengunjung tersebut tidak mendapat tempat duduk di dalam auditorium
dapat menonton pada teras gedung teater yang telah dipasang layar proyektor.
Durasi setiap pertunjukan berkisar satu sampai dua jam dan jika pertunjukan
cukup lama terdapat waktu istirahat sekitar 20 menit dan di penghujung acara
dapat mengambil foto dengan para pemain tapi itupun tergantung dengan pemain
yang akan tampil.
Adanya beberapa pertimbangan yang dapat mempengaruhi izin penggunaan
gedung, seperti jenis pertunjukan apa yang mau ditampilkan. Pertunjukan tidak
boleh menyinggung isu SARA, khotbah, dan juga tidak boleh digunakan untuk
kepentingan kampanye. Profil dari grup penampil juga menjadi pertimbangan
pihak pengelola, karena hal ini berhubungan dengan kualitas pertunjukan yang
harus dimiliki gedung ini.
E. Fasilitas dan Ruang Khusus
Teater Tanah Airku terdiri atas tiga lantai, yakni lantai dasar, auditorium, dan
lantai balkon, yang dibagi dalam empat zona pemanfaatan.Ke empat zona
tersebut adalah zona penerimaan, zona penggunaan, zona pelayanan, dan zona
penunjang. Zona penerimaan terdiri atas pendapa dan taman yang di tata
menyatu sehingga memberi kenyamanan bagi pengunjung yang akan memasuki
gedung. Zona penggunaan terdiri atas panggung penunjang pentas pasang
bongkar, tempat pemain musik (orchestra pit), auditorium untuk penonton
berdaya tampung 1.054 tempat duduk, dan fly tower untuk peralatan pentas.
Zona pelayanan memiliki ruang penerangan, cafeteria dan tempat penjualan
tiket.Adapun zona penunjang terdiri atas jalan, genset dan toilet.
1) Entrance
Pintu masuk utama Teater Tanah Airku terletak di bagian depan gedung.
Gedung ini memiliki tiga sisi yang terbuka untuk publik yakni pintu utama, dan
dua pintu masing-masing di sayap kiri dan kanan gedung. Pintu utama berupa
pintu kaca yang secara langsung memperlihatkan lobby dari gedung pertunjukan
ini. Loket tiket terletak di samping kiri dan kanan pintu masuk dan tersedia ram
untuk disable.
115

Gambar 2.117 Entrance Teater Tanah Airku


Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

Gambar 2.118 Jalur Ram untuk Disable


Sumber : Dokumentasi Penulis
2) Lobby

Gambar 2.119 Lobby dan Logo Teater Tanah Airku


Sumber : Dokumentasi Penulis

Lobi Teater Tanah Airku memiliki dua perbedaan ketinggian. Setengah dari
area lobi memiliki tinggi sekitar 12 m dan setengahnya lagi dengan ketinggian 3
m. Lobi tersebut kosong untuk mengoptimalkan sirkulasi. Ketika masuk,
116

terdapat logo Teater Tanah Airku. Tidak ada unsur dekoratif pada lobi ini.
Dinding hanya di cat putih, dan ada sediikit permainan pola keramik pada lantai.
3) Auditorium
Auditorium Teater Tanah Airku berkapasitas 1.054 kursi yang terdiri dari 2
lantai. Pintu masuk terletak di belakang auditorium dan pintu keluar terletak di
kiri dan kanan dekat panggung. Desain ruangan tidak begitu diolah. Terdapat
running text LED yang terletak di dinding balkon lantai dua. Tempat duduk
menggunakan produk Futura. Dalam Auditorium memiliki 2 ruang control yaitu
untuk control cahaya dan sound system.

Gambar 2.120 Auditorium Teater Tanah Airku


Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 2.120 Running Text LED


Sumber : Dokumentasi Penulis

4) Panggung
Panggung utama berukuran 18x14.5 m dengan dua panggung 20.3 x 14.5 m
di sisi kiri dan kanan. Sebuah orchestra pit dibuat menyatu dengan panggung
utama. Lantai panggung terbuat dari kayu. Memiliki sistem hidrolik namun pada
saat ini sedang tidak berfungsi dikarenakan adanya kompnen yang rusak.
117

Gambar 2.121 Panggung Teater Tanah Airku


Sumber : Dokumentasi Penulis

5) Ruang VIP

Gambar 2.122 Pintu Masuk Ruang VIP


Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

Gambar 2.123 Interior Rruang VIP


Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

Auditorium GBB berkapasitas 850 kursi, baris A hingga P di lantai bawah


dan baris O hingga W pada bagian balkon. Pintu masuk utama ke dalam
auditorium adalah melalui lobby lantai 2, dan melalui lobby lantai 3 untuk
masuk ke area balkon. Auditorium berbentuk melebar dengan lantai yang
menurun hingga ke panggung.
118

6) Dressing Room

Gambar 2.124 Dressing Room


Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

Memiliki 4 buah ruang ganti dan sekaligus ruang tata rias di lantai dasar dan
di lantai auditorium dimana di setiap ruang ganti terdapat kamar mandi.
Ruangan dengan dinding di cat putih yang diisi beberapa kursi dan cermin untuk
merias.Cermin di kelilingi lampu dimana masing-masing lampu memiliki daya
sebesar 40 watt.
7) Ruang Latihan
Ruang Latihan terletak di lantai dasar diantara empat ruang ganti. Dinding
kaca dengan list alumunium di sepanajang sisi kiri ruang dapat dimanfaatkan
untuk memakai penerangan alami di siang hari.

Gambar 2.125 Ruang Latihan


Sumber : Dokumentasi Penulis

8) Backstage dan wing


Area belakang panggung yang dimiliki Teater Tanah Airku cukup luas dan
memiliki pintu belakang untuk keluar-masuk properti pertunjukan juga untuk
119

akses peralatan genset. Pintu samping digunakan untuk keluar masuk pemain
dan crew agar tidak terlihat oleh pengunjung.

Gambar 2.126 Wing dari panggung Teater Tanah Airku


Sumber : Dokumentasi Penulis

9) Kantor Pengelola
Terdapat dua kantor pengelola dimana terletak tepat dibelakang lobi untuk
karywan dan kantor pengelola di koridor kanan untuk pemimpin PT. Total Image
Solution. Pemimpin PT. Total Image Solution sangat jarang ditempat hanya
sekitar 3 sampai 6 bulan sekali datang ke Teater Tanah Airku. Kantor pengelola
tidak di desain secara khusus memang hanya di peruntukan untuk bekerja.

Gambar 2.127 Kantor Pengelola


Sumber : Dokumentasi Penulis

F. Elemen Interior

1) Lantai
Lantai bangunan secara keseluruhan menggunakan keramik kecuali
auditorium menggunakan karpet untuk peredam suara dan panggung
menggunakan kayu. Di lobi keramik memiliki pola perulangan.
120

Gambar 2.128 Pola pengulangan lantai keramik


Sumber : Dokumentasi Penulis

2) Dinding
Sebagian besar dinding bata hanya di cat termasuk dinding Auditorium.
Tidak ada treatment khusus untuk finishing dan desain dinding.
3) Ceiling
Secara keseluruhan, ceiling menggunakan gypsum dan konkrit yang di cat
putih. Ceiling akustik digunakan di dalam kantor pengelola dan auditorium.
4) Pencahayaan
Pencahayaan alami dapat diandalkan ketika siang hari untuk ruangan yang
berhubungan langsung ke area luar gedung seperti pada area lobby, koridor dan
ruang latihan. Namun untuk ruangan lainnya, penerangan buatan sangat
dibutuhkan, karena gedung ini tidak memiliki banyak jendela.

Gambar 2.129 Pencahayaan koridor lantai dua


Sumber : Dokumentasi Penulis

5) Penghawaan
Teater Tanah Airku sangat mengandalkan AC untuk penghawaan pada setiap
121

ruangnya kecuali area lobi. Ketika AC dimatikan, seperti pada saat gedung tidak
digunakan, ruangan akan terasa panas dan pengap.
6) Akustik
Ruang auditoriun menggunakan lantai karpet. Dinding juga dilapisi dengan
material akustik di area tertentu. Ceiling menggunakan material akustik guna
mendukung pertunjukan. Ruang ini juga menggunakan beberapa perlatan sound
system.
7) Keamanan
Keamanan menggunakan CCTV, karyawan Teater Tanah Airku, dan dari
pihak TMII.
G. Permasalahan
Terdapat berabagai permasalahan yang ditemukan pada Teater Tanah Airku,
antar lain:
1) Kurangnya kepedulian pengunjung terhadap peraturan dasar, seperti tidak
membawa makanan dan minuman ke dalam auditorium, dan pengunjung yang
tidak berpakaian formal.
2) Ketinggian lobi yang berbeda jauh dengan jarak yang sedikit, membuat lobi
terlihat kurang proposional.
3) Kondisi gedung sudah cukup tua dan terkesan lama dan lusuh. Dibutuhkan
suatu pembaharuan sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan kepuasan
pengunjung terhadap gedung.
4) Tempat duduk dan tirai panggung yang belum pernah diganti atau di
bersihkan semenjak di bangunnya teater ini membuat auditorium lusuh dengan
kebersihan yang kurang baik. Kualitas tirai juga sudah tidak layak.
5) Kurangnya pekerja untuk perawatan dan pemeliharaan gedung sehingga
banyak area-area yang kotor.
6) Sistem akustik yang kurang memadai disebabkan dinding kurang di olah dan
hanya sebagian kecil di lapisi material akustik sehingga pemantulan suara yang
tidak merata.
2.2.4 Bali Theatre
Bali Theatre adalah kompleks teater indoor berkapasitas 1200 penonton,
yang dibangun dengn standar internasional lengkap dengan tata cahaya
panggung, state-of-art dan sound system, tempat duduk yang mewah, lounge
yang luas, dan fasilitas modern lainnya. Lokasi 45 menit dari Bandara I Gusti
122

Ngurah Rai, terletak di jantung Bali Safari and Marine Park di sepanjang jalan
raya pantai yang baru dikembangkan, Jalan Ida Bagus Mantra, Bali Selatan.

Gambar 2.130 Logo Bali Theatre


Sumber : www.twitter.com

A. Pertunjukan
Teater ini mempersembahkan sebuah pertunjukan seni dengan
menggabungkan tari tradisional dengan kontemporer merupakan suatu hal yang
sangat segar dan baru bagi seni pertunjukan Indonesia. Konsep yang
mempertahankan esensi budaya Bali tanpa menambah atau menguranginya.
Melainkan mengembangkan bentuk pertunjukan yang lebih modern baik dari
segi tata cahaya, tat arias, kostum, dan musik.
Kolaborasi besar dari 180 pemainnya mencerminkan setiap aspek sejarah
pulau itu dari masa lalu. Bali Agung, demikian judul pertunjukannya,
menceritakan kembali kisah epik Bali dengan adegan surga pulau itu, suasana
kerajaan dan hutan ajaib yang adalah latar untuk adegan romantis dan heroik.
Semua ini diiringi dengan 3 pengaruh musik yang berbeda. Musik ditulis secara
khusus dan dibawakan oleh orkestra Barat yang disertai dengan ensamble
pentatonik gamelan Bali secara langsung dan simbal Cina. Pertunjukan
ditampilkan setiap hari selasa hingga minggu pukul 2.30 sampai dengan pukul
3.30 sore di teater modern, yang merupakan pertama di Bali terutama untuk
melayani penonton internasional. Penampilan khsusus ialah parade sepuluh
gajah hidup (dahulu raja-raja Bali berkeliling pulau menggunakan gajah), kolam
sungai nyata dengan nakhoda perahu dan kapal tradisional di atasnya, wayang
dan dalang yang menceritakan kembali sejarah kerajaan dan beberapa hewan
eksotis seperti harimau, rusa, dan berbagai jenis burung hidup yang
meningkatkan nilai kualitas pertunjukan.
123

Gambar 2.131 Bali Agung 1 Gambar 2.132 Bali Agung 2


Sumber : www.balitheatre.com Sumber : www.balitheatre.com

Gambar 2.133 Bali Agung 3 Gambar 2.134 Bali Agung 4


Sumber : www.balitheatre.com Sumber : www.balitheatre.com

Gambar 2.135 Bali Agung 5 Gambar 2.136 Bali Agung 6


Sumber : www.balitheatre.com Sumber : www.facebook.com/BaliTheatre

B. Cerita
Dalam masa jabatannya pendek dan penuh gejolak antara 1179 - 1181M,
Raja Sri Jaya Pangus dari dinasti Warmadewa memerintah dalam apa yang
mungkin menjadi masa bersejarah dan yang paling menggembirakan dari
kerajaan Bali. Dia menentang hukum adat dengan mengambil orang asing, Kang
Ching Wie dari dinasti Kang Cina, menjadi permaisurinya. Teguran dari imam
besar tidak menghentikan raja dan kekuatan cinta sejatinya. Sang Raja
124

memindahkan istananya ke lokasi baru yang dikenal sebagai Balingkang, dari


kata-kata "Bali" dan "Kang" (dinasti). Di sana, dalam waktu yang relatif singkat,
ia segera memperoleh pengikut yang kuat, menjadi salah satu dari raja-raja Bali
yang paling dihormati. Sayangnya, tanpa restu dari imam besar, pasangan itu
tidak memiliki anak. Frustrasi, raja berangkat ziarah ke kuil terdekat dari
Gunung Batur. Di sana ia bertemu dengan dewi danau, Dewi Danu, dan asmara
timbul di antara mereka. Pasangan ini dikaruniai bayi laki-laki. Inilah kisah cinta
dan perkelahian sengit yang ternyata pada akhirnya ia bersama dengan
permaisurinya dikutuk menjadi patung batu.
Namun keilahian pasangan kerajaan ini masih sangat dihormati oleh
orang-orang Bali hari ini, di mana stupa mereka dibawa berkeliling selama
perayaan Galungan dan Kuningan.

Gambar 2.137 Karakter Utama dalam Bali Agung


Sumber : www.balitheatre.com

C. Fasilitas

Gambar 2. 138 Lobby Bali Theatre Gambar 2. 139 Lounge Bar Bali Theatre
Sumber : www.balitheatre.com Sumber : www.balitheatre.com
125

Gambar 2. 140 Auditorium Bali Theatre 1


Sumber : www.facebook.com/BaliTheatre

Gambar 2.141 Auditorium Bali Theatre 2


Sumber : www.facebook.com/BaliTheatre

Fasilitas ruang yang disediakan ialah ruang tunggu yang dibagi menjadi
empat kategori yaitu VVIP, Madya, Agung, dan Pratama. Kursi untuk orang
cacat tersedia di dekat pintu masuk agar mudah diakses, ruang latihan, ruang
ganti dan kamar mandi yang luas dan mewah, ruang penyimpanan untuk lemari
pakaian dan properti, entrance yang berbeda untuk pemain dan binatang yang
akan tampil.
2.2.5 Siam Niramit
Siam Niramit merupakan pertunjukan seni dan kebudayaan Thailand kelas
dunia. Siam Niramit memiliki dua tempat pertunjukan, satu di Bangkok dan satu
lagi di Phuket. Pertunjukan spektakuler ini menjadi tontonan wajib bagi para
wisatawan internasional.

Gambar 2. 142 Logo Siam Niramit


Sumber : www.tica.or.th
126

A. Pertunjukan

Gambar 2. 143 Siam Niramit Show


Sumber : www.siamniramit.com

Pertunjukan dilakukan setiap hari pada pukul 8 malam selama 80 menit


tanpa istirahat. Pertunjukan dilakukan di atas panggung raksasa yang terdaftar
Guinness World Records ini menampilkan lebih dari 100 orang pemain, kostum
mewah, dan desain set yang menakjubkan. Efek khusus dan teknologi tercanggih
digunakan untuk menghasilkan pengalaman menyaksikan pertunjukan yang
sangat realistis dan inspiratif.
B. Cerita
Terdapat 3 judul cerita dalam pertunjukan di Siam Niramit. Cerita pertama
berjudul Journey Back into History, mengisahkan tentang Negeri Siam dengan
peradaban pada masa lampau telah menjadi rumah bagi beberapa budaya
berbeda. Di awali dengan raja dan ratu memeluk agam Buddha dan menyembah
relik Sang Buddha. Setelah silang waktu tertentu, pengaruh Islam datang yang
kemudian Thai Buddhist dan budaya Islam berbaur harmonis. Pedagang Cina
datang dari seberang lautan. Peristiwa ajaib terjadi ketika penduduk desa
sedang merayakan festival keagamaan di depan kuil suci, sebuah kuil Khmer
kuno yang dihormati muncul di depan mata mereka dan "Apsara" (malaikat)
hidup secara ajaib. Dalam cerita ini para petani hidup sederhana, budidaya padi
di tanah subur dari Dataran Tengah. Kehidupan di istana, sebaliknya, sangat
127

besar, sebagai duta Barat tiba untuk membahas hubungan luar negeri. Saksi
prosesi megah tongkang kerajaan.

Gambar 2. 144 Adegan Journey Back into History


Sumber : www.siamniramit.com

Gambar 2. 145 Adegan Journey Beyond Imagination


Sumber : www.siamniramit.com

Cerita kedua adalah Journey Back into Imagination. Meskipun beragam


budaya dan mata pencaharian, semua rakyat Thailand terikat oleh suatu
kepercayaan umum dalam prinsip agama dari Hukum Karma. Perbuatan baik
atau perbuatan buruk di dunia ini akan menghasilkan kebaikan atau penderitaan
dalam kehidupan berikutnya.
Cerita ketiga adalah Journey Through Joyous Festivals. Pada cerita ini kita
semua diajak untuk melihat kepercayaan Thai Buddhist secara lebih dekat.
Kepercayaan yang sudah menjadi budaya ini memiliki banyak sekali perayaan
dan festival keagamaan yang dilakukan setiap tahunnya dengan penuh warna
dan kebahagiaan.
128

C. Atraksi dan Fasilitas


Selain pertunjukan teatrikal, Siam Niramit juga memiliki atraksi-atraksi
lainnya yang juga tak kalah menarik yang dapat dinikmati sebelum pertunjukan
dimulai, yakni pada saat lokasi dibuka untuk umum pada pukul 17.30.
Atraksi dan fasilitas lainnya adalah Village of the 4 regions, musik dan
tarian tradisional serta atraksi outdoor, menunggangi dan memberi makan gajah,
pijat tradisional Thai, toko suvenir, restoran. Siam Niramit juga memiliki
fasilitas antar jemput gratis dari Thailand Cultural Center MRT yang datang
setiap 15 menit. Mushola juga tersedia di tempat wisata ini.
2.2.6 Kuesioner
Untuk melihat seberapa besar antusiasme masyarakat terhadap pertunjukan
seni dan budaya tradisional, penulis membuat sebuah kuisioner online yang
disebar kepada masyarakat secara acak melalui situs jejaring sosial. Dalam 7 hari,
dari ratusan orang yang diminta untuk mengisi kuisioner ini, didapat 50
responden.

Tabel 2.4 Hasil survei kuesioner


HASIL SURVEY KUESIONER

KATEGORI PILIHAN JML RESPONDEN PERSENTASE

pria 22 44
jenis kelamin
wanita 28 56

15-19 7 14

20-25 34 68

26-35 5 10
usia
36-40 2 4

41-50 0 0

di atas 50 2 4

pelajar/mahasiswa 33 66

seniman/budayawan 1 2
pekerjaan
pelaku bisnis 3 6

lain-lain 7 14

ya 46 92
suka seni pertunjukan
tidak 3 6
tradisional
tidak tahu 1 2
129

HASIL SURVEY KUESIONER

KATEGORI PILIHAN JML RESPONDEN PERSENTASE

Ya 24 84
suka seni pertunjukan tidak 6 12
tradisional Indonesia?
tidak tahu 2 4

musik 33 34
pertunjukan apa yg
tari 28 30
diminati
teater 35 36

ya 46 92
jika Indonesia punya
untuk turis 3 6
gedung pertunjukan
tidak 0 0
budaya
tidak tahu 1 2

Pada pertanyaan esai, jika pergi ke negara lain, sebagian besar responden
akan menonton pertunjukan budaya khas negara tersebut dan berpendapat bahwa
kebudayaan lain sangat menarik dan jika menonton pertunjukan tersebut dan
merupakan suatu hal yang baru untuk di lihat ditambah memperkaya
pengetahuan seni budaya Negara lain. Dan ingin didukung dengan tempat yang
bagus dan terpelihara dengan pertunjukan yang berkelas.
2.2.7 Kesimpulan Hasil Survey dan Observasi

Tabel 2.5 Kesimpulan Hasil Survei Lokasi


Ciputra Teater
SUBJEK GKJ Artpreneur Tanah Airku
Kapasitas

Desain
Akustik

Panggung

Fasilitas lain
Pemeliharaan
Akses ke
lokasi
Ekslusivitas

sangat baik; baik; kurang baik


130

Dari ketiga gedung pertunjukan di Jakarta yang sudah disurvey, ketiganya


memiliki kekurangan dan keunggulan masing-masing. Namun dapat kita lihat
bahwa Ciputra Artpreneur merupakan yang terbaik. Kapasitasnya yang besar,
dengan tata akustik, sound system, pencahayaan, desain, dan pemeliharaan
gedung pertunjukan yang sangat baik dengan standar internasional.
Teater Gedung Kesenian Jakarta kapasitasnya cukup besar meskipun masuk
dalam kategori gedung pertunjukan kecil, karena kurang dari 500 kursi. Gedung
ini cukup terpelihara, meskipun ada beberapa bagian yang masih perlu
direnovasi. Secara keseluruhan gedung dengan usia ratusan tahun ini masih
terbilang relatif baik. Namun, gaya bangunan dan interior mendominasi gaya
barat tidak sesuai dengan judul penulisan ini. Teater Taanah Airku sebetulnya
juga cukup baik secara desain dan usianya yang lebih baru dibandingkan dengan
Gedung Kesenian Jakarta. Namun perawatan yang sangat kurang sehingga teater
ini terlihat lusuh dan kurang terawat. Desain interior gedung yang tidak
memberikan kesan terhadap pengunjung padahal arsitektur bangunannya cukup
diolah konsep desainnya mengaplikasikan budaya-budaya dari Indonesia.
Untuk kegiatan pertunjukan, Bali Theatre dan Siam Niramit dapat menjadi
contoh yang baik. Esensi tradisional dapat disampaikan kepada masyarakat luas
baik nasional maupun internasional dengan sangat fantastis mampu menarik
minat wisatawan. Dari keduanya dapat diambil kesimpulan bahwa seni
pertunjukan harus dapat dimengerti semua orang meskipun menggunakan bahasa
daerah atau bahasa Indonesia, ekspresi dan gerak tubuh pemain harus
dimaksimalkan. Pada saat ini, pertunjukan lebih merujuk kepada esensi
tradisional, menggunakan tarian, alat musik, dan cerita tradisional namun dengan
tampilan pertunjukan yang modern di dukung dengan berbagai tekonologi
canggih guna mempersembahkan pertunjukan seni bergengsi layak di konsumsi
dalam skala internasional.
Semangat dan antusiasme masyarakat terhadap pertunjukan budaya memang
belum besar untuk saat ini. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, dapat
dianalisa bahwa sebenarnya masyarakat tertarik seni pertunjukan tradisional
namun tidak terlalu semangat menontonnya karena pertunjukan tidak dikemas
dengan spektakuler dan fasilitas pertunjukan yang kurang. Jika hal-hal tersebut
di perbaiki dan di tingkatkan maka pertunjukan tradisional juga dapat menyaingi
kualitas pertunjukan budaya di luar negeri dan peminatnya akan terus bertambah.

Anda mungkin juga menyukai