Anda di halaman 1dari 10

MELAWAN LUPA ATAS KEJAHATAN DAN KEKEJAMAN ARIEL SHARON

TERHADAP RAKYAT PALESTINA

William Hendri, S.H., M.H.


(Kader Ikatan Cedekiawan Muslim Indonesia Orda Kota Tanjungpinang)

Ketika mendengar nama Ariel Sharon, tentu kita akan mengenali dia sebagai pemimpin kaum
Zionis yang kejam. Kejahatan yang dilakukannya kepada rakyat Palestina sungguh teramat kejam
dan tidak ada rasa kemanusiaan sedikitpun dalam mencapai tujuan pendirian negara ilegal Israel
dan menganeksasi wilayah Palestina yang di duduki agar menjadi lebih luas.

Tanah Palestina, di masa lampau dikenal dengan sebutan Kan’an, meliputi daerah seluas 25.000
km2, terletak di pantai timur Laut Mediterania, dan berbatasan dengan Mesir, Suriah, Yordania,
dan Lebanon. Palestina adalah tanah yang subur dengan iklim sedang. Dia menjadi saksi
datangnya nabi-nabi besar, seperti Isa as. dan Musa as. Dan dia juga merupakan tanah yang
dilewati dan tinggali oleh Ibrahim as. Dari sudut geopolitik, Palestina adalah negeri yang sangat
sensitif dan strategis.

Kota Yerusalem, yang dikenal oleh kaum Muslim sebagai kota Bait al Muqaddas atau Al Quds
atau secara singkat menjadi Quds, yang berarti ‘suci’, dibangun di perbukitan Yudea dan terletak
di puncak Bukit Moriah, bersama dengan Kuil Yehovah. Bukit ini adalah salah satu tempat
penting di Palestina, di sebelah timurnya terletak bukit Zion, dan di sebelah baratnya terletak
bukit Olives.

Bait al Muqaddas didirikan pertama kalinya oleh Nabi Daud as. dan bangunan ini kemudian
diselesaikan oleh Nabi Sulaiman as. Bait al Muqaddas didirikan 1.100 tahun setelah pendirian
Ka’bah di Makkah oleh Nabi Ibrahim as., dan 970 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa as. Daud as.
adalah keturunan ke-14 dari Ibrahim as., dan menurut Injil Matius, Isa as. merupakan keturunan
ke-28 dari Daud as. Oleh karena itu, Makkah (Ka’bah) merupakan tempat suci pertama para
monoteis (penyembah satu Tuhan), dan Masjid al Aqsha di Quds adalah yang kedua.

ZIONISME
Seiring perkembangan zaman, tanah Palestina dihuni oleh warga palestina yang mayoritas Islam
dan dapat hidup berdampingan dengan umat Kristen dan Yahudi. Terkait dengan Zionisme, perlu
dicermati pada dua bagian yang berbeda. Yakni Zionisme sebagai gerakan keagamaan dan
Zionisme sebagai gerakan politik. Pada mulanya Zionisme sebagai gerakan keagamaan tidak
menimbulkan penolakan, perlawanan dan pertentangan dari orang Kristen atau Islam Palestina.
Namun masalah mulai timbul, ketika Zionisme sebagai gerakan politik muncul. Zionisme sebagai
gerakan politik adalah gerakan politik yang terorganisir yang bertujuan menyatukan orang-orang
Yahudi di pengasingan (diaspora) dengan menempatkan mereka di Palestina. Gerakan ini muncul
pada akhir abad ke-19 dan mencapai puncaknya pada tahun 1948 dengan pendirian negara ilegal
Israel. Nama zionisme diambil dari kata Zion, nama bukit dimana Kuil Yerusalem berada. Istilah
‘zionisme’ pertama kali digunakan bagi gerakan politik ini pada tahun 1890 oleh seorang filsuf
Austria berkebangsaan Yahudi yang bernama Nathan Birnbaum.

Selanjutnya penggagas zionisme modern adalah Theodor Herzl (1860 – 1904), seorang penulis
dan jurnalis Yahudi kelahiran Hungaria. Pada 1896 ia mempublikasikan bukunya yang berjudul
The Jewish State (Negara Yahudi). Ia berperan besar dalam pembetukkan negara ilegal Israel. Ia
adalah orang yang mengorganisasikan Kongres Zionis pertama yang diadakan di Basel, Swiss
pada 1897. Kongres tersebut melahirkan Program Basel yang dijadikan platform dasar bagi
gerakan Zionisme sebagai gerakan politik. Program tersebut menentukan tujuan dari Zionisme,
yaitu pembentukan “tanah air bangsa Yahudi di Palestina yang dijamin hukum publik.” Kongres
tersebut juga melahirkan World Zionist Organization (Organisasi Zionis Dunia) yang permanen
dan menugaskannya untuk membuka cabang di negara-negara di mana terdapat populasi Yahudi
yang signifikan.

Berdirinya Israel di tanah Palestina, tidak terlepas dari peran besar Inggris. Inggris juga memiliki
dosa sosial terhadap rakyat Palestina dengan mensponsori Zionis untuk mendirikan negara ilegal
Israel Raya di tanah Palestina. Walau kita ketahui saat ini, peran Inggris telah bergeser ke
Amerika Serikat sebagai pelindung utama negara ilegal Israel. Tujuan pembentukan Israel Raya
oleh Zionis, meliputi wilayah bentangan sungai Nil hingga Eufrat, atau dengan kata lain meliputi
seluruh wilayah Arab, termasuk Mesir dan juga Hijaz. Maka dengan ini, tujuan Zionis belumlah
sepenuhnya selesai selagi wilayah bentangan sungai Nil hingga Eufrat belum dikuasai
sepenuhnya.

Pada prinsipnya, kaum atau komunitas Yahudi sungguh berbeda dengan kaum Zionis atau
permasalahan Zionisme. Kaum Zionis bukanlah termasuk mereka yang beragama. Kaum Zionis
Yahudi sama sekali tidak menjalankan ajaran Nabi Musa as. selayaknya kaum Yahudi yang
beriman pengikut Musa as. Kaum zionis melawan semua agama, mereka adalah kelompok
gerakan politik yang melakukan aksi dengan menghalalkan segala cara dalam mencapai
tujuannya yang banyak merugikan umat manusia di muka bumi namun selalu mengklaim sebagai
pengikut Musa as. Kaum Yahudi beriman pengikut Musa as. menolak dan tidak menerima
mereka serta memadang hina mereka. Kaum Zionis selalu mengaku sebagai pengikut Musa as.,
namun hal ini terjadi kontradiksi karena sangat jelas bahwa Musa as. seorang Nabi melawan
thaghut, sedangkan mereka (kaum Zionis) adalah thaghut itu sendiri.

AREIL SHARON

Tokoh pembantai keji umat Islam Palestina ini lahir pada tanggal 26 Februari 1928 di Kfar Malal,
Mandat Britania atas Palestina. Ariel Sharon sejak berusia 10 tahun sudah terlibat dalam
pergerakan pemuda Zionis, Hassadeh. Pada usia 14 tahun, Ariel Sharon menjadi anggota Gadna,
yaitu batalion militer, kemudian Haganah, pasukan militer bawah tanah Yahudi. Ketika era
pembentukan negara ilegal Israel, Ariel Sharon dilantik menjadi komandan Alexandroni. Pada
tahun 1949, Ariel Sharon dinaikkan pangkat menjadi komandan Briged Golani dan tahun
berikutnya, pegawai Central Command, seterusnya Komandan Unit 101, yaitu Unit pertama
tentara Israel (1951). Untuk selanjutnya, Ariel Sharon berkarir di Angkatan Bersenjata Israel –
Israeli Defense Force (IDF).

Pada tahun 1981, Ariel Sharon diangkat menjadi Menteri Pertahanan Negara ilegal Israel, di masa
inilah semakin leluasa penjahat perang ini membuat prestasi kejahatannya terhadap rakyat
Palestina. Kejahatan demi kejahatan dilakukannya kepada rakyat Palestina, terutama yang
terkenal dengan pembantaian terhadap rakyat Palestina di pengungsian Sabra dan Shatilla
Lebanon Selatan dengan menggunakan tangan milisi Falangis Lebanon.

Selanjutnya, Ariel Sharon menjabat Menteri Industri dan Perdagangan pada masa 1984 – 1990.
Lalu pada tahun 1990 – 1992, Ariel Sharon menjabat sebagai Menteri Perumahan dan
Pembangunan. Tahun 1996 – 1999, menjabat sebagai Menteri Infrastruktur Nasional dan Menteri
Luar Negeri. Puncak karirnya, Ariel Sharon pada tanggal 6 Ferbruari 2001 terpilih sebagai
Perdana Menteri Negara ilegal Zionnis Israel setelah mengalahkan Perdana Menteri sebelumnya,
Ehud Barak.

KEJAHATAN DAN KEKEJAMAN ARIEL SHARON


Rekam jejak Ariel Sharon merupakan catatan sejarah yang ditulis dengan tinta darah. Sebagian
besar dari sepak terjang Ariel Sharon dapat terlacak, sementara detail-detail lain yang tak kalah
mengerikannya juga sempat disampaikan oleh mereka yang pernah kenal Ariel Sharon. Unit 101
merupakan merupakan refleksi sifat Ariel Sharon : haus darah, brutal dan licik. Ariel Sharon
pernah menggorok seorang tentara Mesir yang sedang tidur. Anak buahnya juga telah membunuh
tentara Suriah dengan jumlah yang sangat banyak, sampai-sampai David Ben Gurion Perdana
Menteri pertama Negara ilegal Israel mengatakan bahwa aksi-aksi mereka “kelewat sukses”.

Ariel Sharon diceritakan pernah memarahi salah seorang perwiranya karena orang itu
melewatkan kesempatan untuk membunuh dua orang Arab yang sudah tua renta. Ariel Sharon
pernah menyiksa seorang Arab – sambil menertawakannya – kemudian menembaknya dari jarak
dekat.
Berikut ini beberapa kejahatan besar dan kekejaman yang sudah dilakukan oleh Ariel Sharon :

Pembantaian Qibya
Penyerbuan Qibya terjadi pada tanggal 14 Oktober 1953. Sebagai Komandan Unit 101, berbekal
600 kilogram bahan peledak Ariel Sharon melakukan penyerbuan di Qibya serta menggunakan
habis bahan peledak tersebut untuk membantai. Qibya terletak di Palestina, 44 km dari Ramallah.
Ariel Sharon telah membantai penduduk desa, menghancurkan rumah warga, rumah ibadah dan
sekolah serta sebuah waduk.

Situs berita resmi Wafanews, menyatakan bahwa pembantaian terjadi dalam rangka
meningkatkan eskalasi operasi militer terhadap sejumlah desa-desa Palestina di Tepi Barat paska
penandatangan perjanjian Arab dan Israel.

Unit 101 meledakkan puluhan rumah tanpa memeriksa apakah di dalamnya masih ada orang atau
tidak. Mereka tak peduli apakah semua orang telah melarikan diri atau belum. Hasilnya, 96 orang
tewas, separuh dari mereka ialah wanita dan anak-anak yang masih bersembunyi di dalam rumah
saat serangan terjadi.

Menurut laparan diplomatik, pasukan Zionis Israel memasuki desa dan secara terencana
membunuh seluruh penghuni rumah, dengan menggunakan senjata-senjata otomatis, granat, dan
bom-bom pembakar; lalu mendinamit rumah yang ada penghuninya. Puluhan rumah, sekolah
desa, dan sebuah waduk dihancurkan. Dua puluh dua ternak dibunuh dan enam toko dijarah.

Perintah resmi yang dikeluarkan oleh Staf Jenderal Zionis Israel adalah melakukan serangan
dengan tujuan pendudukan sementara, peledakan rumah-rumah dan melakukan upaya-upaya
untuk merugikan penduduknya. Namun, dibawah komando Ariel Sharon, perintah itu telah
berubah menjadi “bunuh sebanyak-banyaknya yang mampu dibunuh”.
Jurnal Katolik terkenal The Sign, yang diterbitkan di Amerika Serikat, juga melaporkan
pembantaian massal yang dilakukan selama serangan ini. Editor Ralph Gorman menerangkan
pemikirannya sebagai berikut: “Teror menjadi sebuah senjata politik Nazi. Namun Nazi tidak
pernah menggunakan teror dengan cara yang lebih berdarah dingin dan tanpa alasan seperti yang
dilakukan Zionis Israel dalam pembantaian di Qibya.”

Orang-orang yang kemudian datang ke tempat pembantaian ini menyaksikan pemandangan yang
mengerikan. Sebagian besar mayat mengalami luka tembak di belakang kepala, dan banyak yang
tanpa kepala. Bersama orang-orang yang tewas di bawah reruntuhan rumah mereka, banyak
wanita-wanita dan anak-anak tak berdosa yang juga dibunuh secara brutal.

Pembantaian Sabra-Shatila
Tragedi Sabra-Shatila merupakan salah satu bagian dari Perang Lebanon. Peristiwa ini terjadi
pada Senin, 16 September 1982, setelah serdadu Zionis Israel di bawah komando Ariel Sharon
menduduki Beirut dan memberikan jalan kepada milisi Falangis (sekutu Zionis Israel) di Lebanon
Selatan untuk memasuki kamp pengungsian rakyat Palestina. Di pengungsian Sabra-Shatila,
20.000 orang pengungsi sebenarnya hidup dan mendapatkan perindungan Internasional.
Pembantaian Sabra-Shatila ini berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 16 sampai 18 September
1982. Tidak kurang dari 3.500 – 8.000 orang tewas dibunuh, termasuk anak-anak, bayi,
perempuan, dan orang tua. Mereka di bantai dan dihabisi dengan cara yang kejam oleh tentara
Zonis Israel dan milisi Falangis (sekutu Zionis Israel).
Tentara Zonis Israel, di bawah komando Ariel Sharon dan Panglima IDF, Rafael Etan,
memastikan bahwa pasukan mereka telah mengepung kamp pengungsi itu. Mengisolasi
penghuninya, dan memberikan kesempatan kepada Falangis untuk menyerang dan membunuh
ribuan pengungsi di kamp Sabra-Shatila.
Tentara Zonis Israel, disamping ikut membantai, mereka benar-benar memfasilitasi milisi
Falangis untuk membantai rakyat Palestina di pengungsian. Tentara Zonis Israel menembaki
ratusan suar selama pembantaian pada waktu malam untuk menerangi jalanan dan bangunan-
bangunan. Hal ini bertujuan untuk membantu para milisi Falangis menemukan para pengungsi
yang bersembunyi atau yang berusaha melarikan diri dari kamp tersebut.

Pasukan Zonis Israel mengklaim bahwa mereka hanya berusaha menemukan 1.500 orang pejuang
PLO yang diperkirakan sedang bersembunyi di kamp tersebut. Namun, sebenarnya para pejuang
tersebut sedang berada di tempat lain, mereka sedang bertempur melawan agresi Zonis Israel.
Dan mereka yang di tinggal di kamp – yang terpaksa menghadapi akhir yang mengerikan itu –
sebagian besar hanyalah perempuan dan anak-anak.

Hasan Salamah, berusia 57 tahun, yang saudara laki-lakinya tewas dalam pembantaian itu,
mengatakan “mereka datang dari pegunungan dengan mengendarai tiga puluh truk yang sangat
besar”. Awalnya mereka membunuh orang-orang dengan pisau sehingga tidak menimbulkan
suara gaduh. Setelah saat itu, beberapa penembak jitu di kamp Shatila mulai menembaki orang-
orang yang menyebrangi jalan. Lalu orang-orang bersenjata mulai masuk ke rumah-rumah dan
menembaki pria, wanita, dan anak-anak. Mereka meledakkan rumah-rumah dan mengubahnya
menjadi tumpukan puing.

Kekejaman yang dialami orang-orang tak bersalah di Sabra-Shatila merupakan cermin bagi
ideologi kepemimpinan Zioins Israel. Sebagian besar wanita yang terbunuh di kamp Sabra-
Shatila telah di perkosa sebelumnya. Para wanita hamil dirobek perutnya sehingga bayi-bayinya
bisa direnggut keluar dan dibunuh. Anak-anak 3 atau 4 tahun dibunuh di depan para orangtua
mereka. Kebanyakan lelaki yang tewas dipotong telinga dan hidungnya sebelum di tembak mati.

Setelah milisi Falangis sekutu Zionis Israel menyelesaikan pekerjaannya di kamp Sabra-Shatila,
mereka melanjutkan pekerjaan kotornya di Rumah Sakit Gaza. Mereka menyeret para dokter,
perawat, dan yang terluka ke luar rumah sakit dan membunuh mereka.

Diketahui bahwa tujuan akhir Zionis Israel adalah untuk menciptakan teror dan rasa takut rakyat
Palestina, mengusir mereka dari tanahnya, dan menundukkan orang Palestina kepada keinginan
mereka melalui sebuah kebijakan pembersihan etnis yang terencana.

Pembunuhan Massal di Jenin


Peristiwa pembunuhan massal di Jenin terjadi pada tanggal 1 sampai 11 April 2002 saat Ariel
Sharon berkuasa menjadi Perdana Menteri negara illegal Zionis Israel, dan semua tindak tanduk
perbuatan genosida terhadap rakyat Palestina adalah tidak terlepas dari perintah Ariel Sharon.
Peristiwa pembantain Jenin disebut media Barat sebagai “Pembantaian Sabra dan Shatila jilid
dua”. Selama Sembilan hari, kamp Jenin berubah menadi rumah jagal. Serbuan ini tak diragukan
lagi merupakan tindakan yang terorganisir untuk menyerang para pengungsi di kamp Jenin.
Kamp ini didirikan bagi warga Palestina yang terusir dari tanahnya pada tahun 1948. Dalam
operasi ini, tentara Israel mengepung kamp, yang menjadi tempat tinggal bagi 15.000 pengungsi.
Namun, Jenin tidak sekadar dikepung, Jenin menjadi medan yang penuh teror bagi setiap
pengungsi Palestina yang bernaung di sana.

Andrei Vdovin, utusan Rusia untuk Timur Tengah menegaskan, “Ini penghancuran besar-
besaran.” Utusan PBB untuk Timur Tengah, Terje Roed Larsen, saat mengunjungi Jenin
menggambarkan bahwa suasananya sangat menakutkan, bahkan lebih menakutkan daripada kabar
yang santer terdengar tentang konflik itu di media. Jenin tak ubahnya sebuah tempat yang telah
diguncang gempa bumi besar, sehingga membuatnya rata dengan tanah.

Pembunuhan massal di kamp pengungsi Jenin mengakibatkan ratusan orang tewas. Akan tetapi,
Zionis Israel menyangkal tuduhan tersebut. Menurut versi Zionis, korban yang tewas sebagian
besar disebabkan oleh pertempuran, bukan akibat serangan sepihak. Saat tank-tank Zionis Israel
menyerbu kamp itu, roket-roket juga turut diluncurkan dari helikopter tempur Zionis. Sementara
Buldoser meratakan rumah-rumah, tank-tank menembaki apapun yang bergerak. Mereka yang
luput dari serangan roket terjebak di bawah reruntuhan rumah mereka. Tentara Zionis Israel jika
menemukan warga yang masih hidup diantara puing-puing itu langsung membunuh mereka.
Zionis Israel tidak mengizinkan ambulans memasuki kamp. Teriakan dan rintihan terdengar
setiap sepanjang hari, sebab sama sekali tak ada seorangpun yang dapat memberikan pertolongan
medis kepada para korban.

Rasa takut sesungguhnya bukan muncul karena para pengungsi yang berhasil lari, melainkan
karena mereka yang masih tertinggal. Kenangan kamp pengungsian Sabra dan Shatila muncul
seolah belum lama terjadi. Pemandangan yang paling menakutkan ialah saat Ahmed menyaksikan
tentara Zionis Israel menggiring delapan orang pengungsi Jenin dan membariskan mereka,
kemudian menembak mereka semua.

Bau busuk tercium dari reruntuhan. Pengungsi yang selamat menceritakan bahwa ketika itu
tentara Zionis Israel melepaskan tembakan secara membabi-buta dan menghancurkan setiap
bangunan yang dilaluinya. Seorang petugas rumah sakit di Jenin mengatakan bahwa jumlah
jenazah terus bertambah sejak peristiwa penyerangan itu berlangsung. Masih banyak jenazah
yang terkubur di bawah reruntuhan rumah yang dihantam roket dan dibuldoser oleh tentara Zionis
Israel. Arab News menyebutkan bahwa tragedi di Jenin mirip seperti tragedi yang terjadi di
Srebrenica, Bosnia. Ketika itu, 8.000 orang termasuk anak-anak dibantai oleh tentara Serbia.
Setelah Zionis Israel menyatakan bahwa pengepungan telah berakhir, para wartawan, dokter, dan
petugas HAM tetap dilarang memasuki kamp itu. Jenin penuh dengan mayat, termasuk mayat
anak-anak, perempuan, dan orang tua. Zionis Israel mengumumkan bahwa mereka yang terluka
akan diangkut oleh tentara Zionis Israel, sementara mayat-mayat yang dikumpulkan akan dikubur
di pemakaman massal di perbatasan Yordania. Jelaslah bahwa Israel hendak menutup-nutupi
sebuah upaya pembataian yang terencana.

Abu Muweis melanjutkan kesaksiannya di majalah Palestine Monitor, “Saya melihat mayat anak-
anak menyembul dari reruntuhan. Saya melihat tubuh orang-orang berusia 60-an dan 70-an
membusuk di jalanan. Ini baru satu kamp, sebuah tempat kecil yang diizinkan untuk dimasuki.
Kejahatan bersejarah ini akan tetap menjadi kekejian memalukan bagi dunia yang beradab.
Ratusan lelaki, wanita, dan anak-anak tak berdaya, dijagal tanpa rasa kasihan oleh tentara paling
biadab di dunia yakni Zionis Israel.

Justin Higgler, dari The Independent mempertanyakan pengabaian dunia atas pembataian di Jenin
dalam artikelnya, “The Camp That Became a Slaughterhouse” : “Selama Sembilan hari, kamp
pengungsi Jenin menjadi rumah jagal. Lima belas ribu orang Palestina tinggal dalam tempat satu
kilometer persegi di kamp ini, sejumlah gang-gang dengan ruangan-ruangan sempit. Ribuan
orang sipil menderita, wanita dan anak-anak, menggigil ketakutan dalam rumah mereka ketika
helicopter Zionis Israel menghujankan roket terhadap mereka, dan tank-tank menembakkan rudal
ke dalam kamp.”

Yang terluka banyak yang ditinggal dan ditelantarkan hingga mereka meregang nyawa. Tentara
Zionis Israel menolak ambulans untuk merawat para korban. Ini merupakan kejahatan perang
menurut Konvensi Jenewa. Palang Merah memberitahukan bahwa orang-orang semakin banyak
yang meninggal karena pasukan Zionis Israel menghambat ambulans. Pihak Zionis Israel
mungkin dapat menyembunyikan bukti, tetapi mereka tak bisa membungkam cerita yang telah
dilontarkan oleh orang-orang yang berhasil melarikan diri dari pembunuhan di kamp Jenin.
Laporan-laporan ini diperoleh sekalipun pihak Zionis Israel berupaya menutup segala akses
komunikasi dengan Jenin. Setelah pengepungan ini terungkap, dunia mendapatkan bukti lebih
banyak tentang aksi penjagalan ini.

Pihak Palestina mengklaim bahwa tentara Zionis Israel membunuh ratusan orang dalam
penyerangan di kamp pengungsi Jenin. Namun pihak Zionis Israel mengatakan, jumlah korban
hanya puluhan, itu pun kebanyakan di antaranya ialah orang bersenjata.
Pembantaian di Jenin merupakan aksi brutal Ariel Sharon lainnya sebelum dia dilarikan ke rumah
sakit akibat sroke, dan sekarat (koma) hingga bertahun-tahun lamanya, lalu mati sebagai manusia
hina karena telah melenyapkan rasa kemanusiaan masyarakata dunia. Namun tanpa sempat diadili
sebagai penjahat perang di Mahkamah Internasional.

Melihat kejahatan demi kejahatan yang dilakukan Ariel Sharon sebagai pemimpin Zionis Israel,
sudah jauh dari batas kekejaman dan kebrutalan atas nama kemanusiaan. Jika memang benar
bangsa Yahudi dibantai oleh Nazi Hitler di Jerman yang sering disebut dengan peristiwa
Holocaust, yang menjadi pertanyaan kita bersama, kenapa harus bangsa Palestina yang menjadi
korban kekejaman Zionis Yahudi Israel dan harus menerima dosa-dosa yang yang telah dilakukan
oleh Nazi. Jika benar hak-hak dasar Yahudi ditindas oleh rezim Nazi, kenapa usai Perang Dunia
II Zionis Yahudi Israel tidak mendirikan negara Zionis Israel di wilayah Jerman. Mata dunia
harus benar terbuka dan kritis melihat kejahatan kemanusiaan yang telah dan hinga saat ini masih
dilakukan oleh rezim Zionis Israel di tanah Palestina.
Dalam ceramahnya di Columbia University, New York pada tanggal 24 September 2007,
Ahmadinejad mantan Presiden Republik Islam Iran menyatakan : Selama 60 tahun, orang-orang
Palestina diusir; selama 60 tahun, mereka terus dibunuhi; selama 60 tahun, setiap hari mereka
mengalami konflik dan teror; selama 60 tahun, perempuan dan anak-anak tak berdosa
dihancurkan dan dibunuh oleh helikopter-helikopter dan pesawat-pesawat tempur yang
menghancurkan rumah-rumah mereka; selama 60 tahun, anak-anak sekolah dipenjarakan dan
disiksa; selama 60 tahun, keamanan Timur Tengah berada dalam bahaya; selama 60 tahun, slogan
ekspansionisme “Dari Nil hingga Eufrat” terus di gemakan kelompok-kelompok terntentu.
Selanjutnya, pada Pidato KTT ke-11 OKI di Senegal tanggal 14 Maret 2008, Ahmadinejad
menyatakan : Apa yang sedang terjadi di Palestina? Tragedi, pembunuhan massal, keterusiran,
ketidakamanan, dan upaya menghalangi sebuah bangsa untuk tumbuh dan berkembang.
Holocaust yang nyata sedang terjadi selama 60 tahun di Palestina. Kita baru-baru ini
menyaksikan apa yang menimpa penduduk Gaza: sebuah bangsa sedang di blokade total secara
ekonomi dan militer, dan diserang oleh tentara-tentara Zionis; ratusan orang hancur menjadi debu
dan darah dalam waktu singkat. Dewan Keamanan PBB tetap diam. Alih-alih menindak pelaku
para kriminal, sekjen PBB malah mengecam para pejuang Palestina. Kini, adalah mengejutkan,
dan kita harus memprotes, mengapa KTT ini tidak ada wakil dari pemerintah Palestina yang
merupakan hasil Pemilu? Padahal, wakil dari salah satu pendukung rezim Zionis telah diundang.
Bukankah Organisasi Kofarensi Islam didirikan dengan filosofi untuk mendukung bangsa
Palestina dan melawan Rezim Zionis?
Maka dengan ini, dunia harus membuka mata selebar-lebarnya, dan wajib melawan lupa atas
kejahatan demi kejahatan yang telah dilakukan oleh Ariel Sharon dan Ariel-Ariel Sharon junior
lainnya hingga saat ini kepada rakyat Palestina, sebagai gerombolan penjagal yang diberi nama
Zionis Israel dan dilindungi oleh Amerika Serikat beserta sekutu-sekutunya.

Referensi :
Dina Y. Sulaeman. Ahmadinejad on Palestine. Depok: Pustaka IIman. 2008.
Haris Priyatna. Ariel Sharon Pembantai Ribuan Muslim. Jakarta: Zahira. 2014.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_Qibya
https://suarapalestina.com/post/3999/desa-qibya-saksi-bisu-kekejaman-israel
https://www.kaskus.co.id/thread/52d1fe98148b46fc138b4638/8-fakta-sejarah-kejahatan-ariel-
sharon/

Sudah pernah di publish di media:


https://lihatkepri.com/2020/05/19/melawan-lupa-atas-kejahatan-dan-kekejaman-ariel-sharon-
terhadap-rakyat-palestina/
pada tanggal 19 May 2020

Anda mungkin juga menyukai