Anda di halaman 1dari 5

RESUME

Pada tanggal 30 Agustus 2023, sebuah acara sosialisasi yang diselenggarakan oleh
Institute of Indonesia Chartered Accountants (IAI) dan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan
(PPPK) berlangsung. Acara ini dipresentasikan oleh Luluk Widyawati, PhD. Dalam
presentasinya, Luluk Widyawati, PhD mengungkapkan bahwa pandangan yang disampaikan
dalam presentasi ini adalah pandangan dari pembicara, bukan secara resmi mewakili IAI atau
PPPK. Acara ini diselenggarakan sebagai bahan diskusi terkait isu terkait, dan tidak
mencerminkan posisi resmi dari IAI dan PPPK, yang hanya akan ditentukan setelah melalui
prosedur dan proses diskusi yang sesuai dengan peraturan IAI dan PPPK.

1. Lanskap Pelaporan Keberlanjutan (Sustainability Reporting Landscape)

Acara ini dimulai dengan membahas mengapa keberlanjutan sangat penting. Menurut
Rockström (2023), keberlanjutan adalah konsep utama dalam memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ini
melibatkan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). ESG merujuk pada penggunaan
faktor-faktor (kriteria) Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola untuk menilai kinerja keberlanjutan
perusahaan, biasanya dalam konteks pengambilan keputusan terkait keuangan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, keberlanjutan perlu diukur, dilaporkan, dan diasuransikan karena "apa yang
diukur akan dikelola." Sebuah organisasi hanya dapat mengubah perilakunya jika memiliki
informasi berkualitas baik dan tepercaya. Ini juga menciptakan keterkaitan antara catatan
keberlanjutan dan aspek keuangan perusahaan.

2. Tantangan Pelaporan Keberlanjutan (Sustainability Reporting Challenges)

Dalam acara ini, ditekankan pentingnya pengungkapan informasi tentang pengelolaan


dan kinerja ESG. Harapan yang semakin tinggi dari semua pihak menunjukkan perkembangan
ekonomi yang baru. Perusahaan harus mengubah fokusnya dari memaksimalkan nilai pemegang
saham menjadi penciptaan nilai bagi semua pihak terkait untuk mencapai keberlanjutan jangka
panjang. Namun, masalah pelaporan keberlanjutan yang terfragmentasi, beragam tujuan
pelaporan, kebingungan di antara pengguna informasi keberlanjutan, serta praktik
"greenwashing" yang menyesatkan investor dan pelanggan, menjadi tantangan besar. Ini dapat
merusak reputasi perusahaan dan mengancam keakuratan, keandalan, dan transparansi informasi.
Oleh karena itu, ada tuntutan mendesak untuk standar global yang seragam dalam pelaporan
keberlanjutan.

3. Framework dan Standar Pelaporan Keberlanjutan (Sustainability Reporting


Framework and Standards)

Dalam diskusi ini, diperlihatkan bahwa saat ini terdapat beragam kerangka kerja, standar,
indeks, dan peringkat yang digunakan dalam pelaporan keberlanjutan. Ini menciptakan
kebingungan di antara pengguna informasi keberlanjutan, meningkatkan biaya, dan kurangnya
kepercayaan. Namun, ada kebutuhan mendesak untuk menciptakan sistem global yang koheren
dalam pelaporan perusahaan yang saling terkait. Ada juga berbagai organisasi yang berkontribusi
dalam pengembangan standar keberlanjutan, termasuk SASB, TCFD, GRI, dan lainnya.
Pelaporan keberlanjutan juga telah melihat peningkatan penggunaan berbagai standar dan
kerangka kerja, seperti SASB Standards, TCFD Framework, GRI Standards, dan lainnya.

4. Jaminan Informasi Keberlanjutan (Assurance of ESG Information)

Dalam diskusi ini, diperlihatkan bahwa semakin banyak perusahaan yang mendapatkan
jaminan atas pelaporan keberlanjutan mereka. Lebih banyak perusahaan mulai menyadari
pentingnya jaminan ini, terutama dalam konteks beragam risiko dan peluang yang terkait dengan
keberlanjutan. Penjaminan atas informasi ESG adalah langkah penting untuk memastikan
keandalan dan kepercayaan informasi yang disampaikan kepada para pemangku kepentingan.
Jaminan ini biasanya disediakan oleh firma audit atau perusahaan yang mengumpulkan dan
menganalisis data ESG. Standar jaminan yang digunakan bervariasi, tetapi IAASB ISAE 3000
(revisi) adalah yang paling umum digunakan.

5. Penerapan IFRS S1 dan IFRS S2 (Overview of IFRS S1 and IFRS S2)

Pada bagian ini, diberikan gambaran umum tentang IFRS S1 dan IFRS S2, yang
merupakan standar terkait pelaporan keberlanjutan dan perubahan iklim. IFRS S1 memfokuskan
pada informasi keberlanjutan yang relevan dengan laporan keuangan, sementara IFRS S2
berkaitan dengan pengungkapan informasi terkait perubahan iklim. Standar ini akan mulai
berlaku pada tahun 2024, dan mereka memiliki tujuan untuk mengharuskan perusahaan untuk
mengungkapkan informasi tentang risiko dan peluang yang terkait dengan keberlanjutan dan
perubahan iklim yang dapat memengaruhi kinerja keuangan mereka.

6. Manfaat dan Tantangan Penerapan IFRS S1 dan IFRS S2 (Benefits and Challenges of
Applying IFRS S1 and IFRS S2)

Dalam diskusi terakhir, disampaikan manfaat yang diharapkan dari penerapan IFRS S1
dan IFRS S2, yaitu meningkatnya transparansi, pemahaman yang lebih baik tentang risiko dan
peluang, serta kemungkinan perbaikan kinerja keberlanjutan perusahaan. Namun, ada pula
tantangan yang perlu diatasi, seperti biaya implementasi, kebingungan awal, dan perlunya
pemahaman yang lebih baik tentang standar baru ini.

Beberapa Aspek Penting Dalam Sosialisasi Ini adalah Sebagai Berikut :

1. Governance (Tanggung Jawab dan Mekanisme Kontrol): Governance sustainability


menciptakan kerangka kerja untuk mengelola inisiatif berkelanjutan di perusahaan. Ini
melibatkan penentuan siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan, pemantauan, dan
pelaporan terkait sustainability. Biasanya, perusahaan akan menunjuk seorang Chief
Sustainability Officer atau komite keberlanjutan yang akan bertanggung jawab atas
inisiatif ini. Governance yang kuat juga melibatkan pengambilan keputusan berkelanjutan
yang terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan dan mekanisme kontrol yang efisien
untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan sustainability.
2. Strategi (Peluang dan Tantangan Sustainability): Bagian ini adalah jantung dari
pendekatan berkelanjutan perusahaan. Ini melibatkan pemahaman yang mendalam
tentang bagaimana isu-isu keberlanjutan dapat mempengaruhi operasi dan bisnis model
perusahaan. Ini mencakup peluang baru yang muncul dari perubahan dalam perilaku
konsumen yang lebih berkelanjutan, regulasi pemerintah yang berkaitan dengan
keberlanjutan, serta kemampuan perusahaan untuk berinovasi dalam mengurangi dampak
lingkungan mereka. Tantangan seperti risiko reputasi, ketidakpastian dalam pasokan
sumber daya, dan perubahan kebijakan juga harus diidentifikasi dan dikelola secara
proaktif.
3. Risk Management (Pengelolaan Risiko): Pengelolaan risiko sustainability melibatkan
proses identifikasi, evaluasi, dan pengendalian risiko-risiko yang terkait dengan isu-isu
berkelanjutan. Ini mencakup risiko fisik (seperti perubahan iklim yang dapat
mempengaruhi rantai pasokan), risiko regulasi (perubahan aturan terkait lingkungan atau
sosial), serta risiko reputasi yang mungkin muncul jika perusahaan tidak memenuhi
standar keberlanjutan yang diharapkan oleh pelanggan dan pemangku kepentingan.
Langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi risiko ini dapat mencakup diversifikasi
rantai pasokan, investasi dalam teknologi berkelanjutan, dan berpartisipasi aktif dalam
pemangku kepentingan yang dapat mempengaruhi kebijakan berkelanjutan.
4. Matrix Target (Matriks Target): Matriks target adalah alat yang penting untuk
memonitor dan mengukur kemajuan perusahaan dalam mencapai tujuan berkelanjutan.
Matriks ini dapat mencakup indikator kinerja kunci (Key Performance Indicators/KPI)
yang berkaitan dengan berbagai aspek keberlanjutan, seperti efisiensi energi, emisi gas
rumah kaca, keberlanjutan produk, dan pengaruh positif pada komunitas lokal. Dengan
menggunakan matriks target, perusahaan dapat mengevaluasi bagaimana mereka
berkinerja dalam hal keberlanjutan dan mengidentifikasi area yang memerlukan
perbaikan atau inovasi lebih lanjut. Matriks ini juga membantu perusahaan dalam
pelaporan berkelanjutan, sehingga informasi yang relevan dapat disampaikan kepada
pemangku kepentingan.

Dengan keseluruhan elemen ini yang saling terkait, perusahaan dapat mengembangkan
pendekatan berkelanjutan yang kokoh dan efektif. Governance yang baik membantu perusahaan
mengarahkan upaya keberlanjutan mereka, sementara strategi memastikan bahwa perusahaan
dapat memanfaatkan peluang yang muncul dan menghadapi tantangan. Pengelolaan risiko
membantu melindungi perusahaan dari potensi dampak negatif, dan matriks target
memungkinkan pemantauan yang berkelanjutan terhadap pencapaian tujuan keberlanjutan.
Keseluruhan, pendekatan holistik ini penting dalam mengubah perusahaan menjadi entitas yang
berkomitmen pada keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Lalu Acara sosialisasi IAI-PPPK tentang IFRS dan Sustainability Disclosures


memberikan wawasan yang berharga tentang pentingnya pelaporan keberlanjutan dan perubahan
iklim dalam konteks bisnis yang berkembang pesat. Selain itu, pentingnya standar global yang
seragam dalam pelaporan keberlanjutan juga ditekankan. Pengenalan IFRS S1 dan IFRS S2
adalah langkah positif dalam arah ini, meskipun perlu memperhatikan manfaat dan tantangan
dari implementasi standar baru ini. Dalam era yang semakin berfokus pada keberlanjutan,
perusahaan perlu memahami pentingnya pengungkapan informasi keberlanjutan yang tepat
waktu dan akurat kepada para pemangku kepentingan. Dengan demikian, acara ini memberikan
kontribusi yang berharga dalam meningkatkan pemahaman tentang topik yang semakin penting
ini dalam dunia bisnis dan keuangan saat ini.

Anda mungkin juga menyukai