Kuis Dan Teori Fraud
Kuis Dan Teori Fraud
Kuis
1. Jelaskan hubungan Pengendalian Internal Terhadap Pendeteksian adanya
Fraud. Jawaban saudara akan sempurna bil ditunjukkan gambar konfigurasi
rerangka pikir jawaban saudara
2. Jelaskan Pengaruh penguatan internal Auditor terhadap menurunnya fraud.
Jawaban saudara akan sempurna bil ditunjukkan gambar konfigurasi rerangka
pikir jawaban saudara
3. Jelaskan pengaruh korupsi terhadap kualitas pelayanan public. Jawaban
saudara akan sempurna bil ditunjukkan gambar konfigurasi rerangka pikir
jawaban saudara
4. Jelaskan pengaruh korupsi terhadap kualitas kemamuan bersaing perusahaan.
Jawaban saudara akan sempurna bil ditunjukkan gambar konfigurasi rerangka
pikir jawaban saudara
5. Jelaskan Tipologi Fraud Triangel, Diamond, Hexagon/ Pentagon.
6. Jelaskan Peranan mahasiswa dalam penanggulangan Tindak Pidana Korups
7. Sebutkan Jenis-Jenis Kecurangan dalam Bisnis
8. Sebut dan Cara Mencegah Fraud dalam Bisnis Anda
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
Jawaban nomor 1 :
Rerangka Berfikir
1. Aset (Aman)
2. Operasional usaha (efisien)
3. Laporan dan data keuangan
UnsurPengendalian Internal : (dapat dipercaya)
1. Lingkungan pengendalian 4. Kebijakan
Pimpinan/Pemerintah
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
Penjelasan : Deskripsi
a. Sangat baik
b. Baik
c. Cukup
d. Tidak baik
e. lemah
Fraud
Internal Aditor :
Potensi fraud akan
jelek
Unsur unsurnya lemah
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
Penjelasan : Deskripsi
Tipologi Fraud :
1. Kecurangangan berdampak kepada kehilangan Aset
2. Kecurangan dalam Laporan Keuangan yang menyesatkan
3. Korupsi
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
Tipologi Fraud
Fraud Triangle - Fraud Hexagon Dan Fraud Pentagn
Dari bagan Uniform Occupational Fraud Classification System, The ACFE ( Association of certified Fraud Examiner,
2000) membagi Fraud kedalam tiga (3) tipologi tindakan, yaitu :
1. Asset issapropriation
Penyimpangan ini meliputi penyalahgunaan atau pencurian asset/harta perusahaan. Asset missapropriation merupakan Fraud yang paling
mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat dihitung.
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
Hal ini dilakukan dengan melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan (financial engineering) untuk memperoleh keuntungan dari
berbagai pihak, Penggelapan aktiva perusahaan juga dapat menyebabkan laporan keuangan perusahaan tidak disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum dan menghasilkan laba yang atraktif (window dressing).
3. Corruption
Korupsi merupakan Fraud paling sulit dideteksi karena korupsi biasanya tidak dilakukan oleh satu orang saja tetapi sudah melibatkan
pihak lain (kolusi). Kerjasama yang dimaksud dapat berupa penyalahgunaan wewenang, penyuapan (bribery), penerimaan hadiah yang
illegal (gratuities) dan pemerasan secara ekonomis (economic gratuities).
Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh bawahan kepada atasan.Jenis fraud ini dilakukan bawahan dengan melakukan kecurangan
pada atasannya secara langsung maupun tidak langsung.
2. Management fraud
Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh manajemen puncak kepada pemegang saham, kreditor dan pihak lain yang mengandalkan
laporan keuangan. Jenis fraud ini dilakukan manajemen puncak dengan cara menyediakan penyajian yang keliru, biasanya pada
informasi keuangan.
3. Invesment scams
Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh individu/perorangan kepada investor. Jenis fraud ini dilakukan individu dengan mengelabui
atau menipu investor dengan cara menanamkan uangnya dalam investasi yang salah.
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
4. Vendor fraud
Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh organisasi atau perorangan yang menjual barang atau jasa kepada organisasi atau perusahaan
yang menjual barang atau jasa. Jenis fraud ini dilakukan organisasi dengan memasang harga terlalu tinggi untuk barang dan jasa atau
tidak adanya pengiriman barang meskipun pembayaran telah dilakukan.
5. Customer fraud
Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh pelanggan kepada organisasi atau perusahaan yang menjual barang atau jasa. Jenis fraud ini
dilakukan pelanggan dengan cara membohongi penjual dengan memberikan kepada pelanggan yang tidak seharusnya atau menuduh
penjual memberikan lebih sedikit dari yang seharusnya. Berdasarkan pengertian di atas dapat dilihat bahwa fraud terdiri dari bermacam
jenis dilihat dari pelaku, korban serta tindakan fraud yang dilakukan.
Gambar 1. Fraud Triangle Theory Oleh Cressey (Machado & Gartner, 2018)
Pressure
Kondisi yang dapat menekan seseorang untuk melakukan kecurangan yang dikemukakan oleh Albrecht et al. (2011) dalam Sihombing (2014),
pressure dibagi kedalam tiga kelompok yaitu:
1. Tekanan Keuangan (Financial Pressure) Hampir 95% Fraud dilakukan kaena adanya tekanan dari segi keuangan yang biasanya
diselesaikan dengan tindakan mencuri.
2. Tekanan akan Kebiasaan Buruk (Vices Pressures) Pada tekanan ini dikarenakan adanya dorongan memuaskan kebiasaan (nafsu).
Tekanan ini mendorong memenuhi kebiasaan buruk yang dapat dibilang sebagai hobi.
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
3. Tekanan yang Berhubungan dengan Pekerjaan (Work-Related Pressure) Kebutuhan akan keadaan dalam lingkungan kerja tidak diperoleh
karyawan karena hubungan antar sesama rekan maupun hubungan dengan atasan-bawahan kurang harmonis baik dalam hal pekerjaan
maupun kinerja individu, sehingga terjadi tekanan dan mendorong karyawan untuk melakukan fraud untuk memperoleh perhatian atas
usahanya.
Opportunity
Elemen kedua dari Fraud Triangle adalah peluang atau kesempatan. Fraud tidak mungkin terjadi apabila tidak adanya peluang atau kesempatan
pada kondisi yang tepat dalam melakukan kecurangan. Menurut Albrecht et al. (2011) dalam Sihombing (2014) terdapat enam faktor peluang
untuk melakukan fraud antara lain:
Rationalization
Sikap rasionalisasi yang menjadi elemen terakhir dalam fraud triangle theory yang mendasari bahwa anggapan tindakan yang dilakukan adalah
benar. Rasionalisasi merupakan alasan pembenaran dari pribadi pelaku fraud atas kesalahan dari perbuatan yang merugikan pihak lain. Albrecht
dan Sihombing (2014) menjelaskan bahwa rasionalisasi sering terjadi ketika melakukan fraud antara lain:
Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa variabel kemampuan (capability) dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
seseorang melakukan fraud di lingkungan organisasi. Fraud diamond ini terdiri dari empat elemen indikator yaitu tekanan (pressure),
kesempatan (opportunity), rasionalisasi (rationalization) dan kemampuan (capability). Berikut merupakan gambar fraud diamond:
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
Konsep dari capability dan competence secara umum sama definisinya, dalam fraud diamond (Wolfe dan Hermanson, 2004) dan Crowe’s Fraud
Pentagon Model (Horwath, 2011). Competence merupakan perluasan pada elemen dari opportunity yang meliputi kemampuan individu untuk
mengesampingkan pengendalian internal dan untuk mengendalikan secara sosial situasi tersebut untuk keuntungan pribadinya. Sedangkan
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
arrogance merupakan perilaku superioritas dan hak atau keserakahan pada pelaku kejahatan yang mempercayai bahwa kebijakan perusahaan dan
prosedur tidak diterapkan kepadanya (Horwath, 2011).
Horwath (2011) mengemukakan bahwa ada lima elemen dari arrogance dari perspektif CEO, sebagai berikut (Yusof, Khair, & Simon, 2015):
Kecurangan (fraud) merupakan sebuah perbuatan yang dilakukan secara sengaja baik dalam bentuk individu ataupun suatu pihak yang
merugikan pihak lainnya demi mendapatkan keuntungan masing-masing. Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2018)
menuliskan dalam laporannya, bahwa tindakan kecurangan mengalami pertumbuhan sepanjang berjalannya waktu yang diawali dengan niat
buruk seseorang untuk bertindak melakukan kejahatan secara sengaja yang merugikan perusahaan ataupun entitas yang beroperasi, sehingga hal
tersebut dapat menyebabkan guncangan dalam perekonomian. Pihak perusahaan harus memperhatikan dengan seksama bahwa hal ini bukanlah
sebuah hal sepele yang mudah ditangani, karena pelaku kejahatan pasti memiliki banyak strategi untuk dapat menjalani aksinya. Pihak
perusahaan harus dapat mengidentifikasi risiko yang menimbulkan kecurangan agar dapat menekan kerugian seminimalisir mungkin dengan
meningkatkan pengendalian internal yang berjalan dalam perusahaan, dimana kejahatan dapat berjalan dengan melakukan pencurian asset,
manipulasi laporan keuangan, kerjasama antar karyawan, dan lainnya (Sari & Nugroho, 2020).
Membahas lebih jauh mengenai kecurangan, pada awalnya untuk mengetahui tindakan seseorang saat melakukan kecurangan, awalnya didasari
dengan fraud triangle yang terdiri dari: Pressure (tekanan), Rationalization (Rasionalisasi), dan Opportunity (Peluang). Seiring berjalannya
waktu, hal yang mendasari tindakan kecurangan tersebut telah berubah menjadi fraud diamond yang memiliki 4 poin utama, fraud pentagon
yang bertambah menjadi 5 poin, hingga sampai saat ini telah tercipta fraud hexagon yang terdiri dari 6 poin dimana model fraud hexagon
ditemukan oleh Georgios L. Vousinas pada tahun 2016 (Desviana et al., 2020). Keenam poin dalam fraud hexagon terdiri dari:
Stimulus (Pressure): Pelaku pada saat ini melakukan kejahatan yang didorong oleh tekanan dimana hal ini dapat berasal dari tekanan akan
kebutuhan keuangan, target keuangan yang menurun, perekonomian keluarga yang mendesak, dan lainnya, sehingga mendorong pelaku untuk
berani melakukan pencurian kas perusahaan.
Capability (kapabilitas): Hal ini menunjukan seberapa besar daya dan kapasiyas dari suatu pihak untuk melakukan kecurangan di lingkungan
perusahaan. Pada poin ini, salah satu contoh yang menggambarkan dengan jelas adalah saat terjadinya perubahan direksi yang merupakan
terciptanya wujud conflict of interest (Sari & Nugroho, 2020).
Opportunity (peluang): Bila terdapat kelemahan dalam pengendalian internal perusahaan, pengawasan yang melemah mendorong seseorang
untuk bertindak dalam melakukan kecurangan. Celah ini dapat mengundang hal yang fatal bagi perusahaan dimana kelemahan dalam
pengendalian internal yang berjalan dimanfaatkan oleh seseorang.
Rationalization: Pada poin tersebut, pelaku akan melakukan pembenaran atau merasa bahwa tindakannya benar saat mereka melakukan
kecurangan. Perilaku tersebut muncul disaat seseorang merasa telah berbuat lebih bagi perusahaan, sehingga mereka terdorong untuk mengambil
keuntungan yang didasari pemikiran bahwa hal tersebut sah-sah saja selama mereka bekerja dengan benar.
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
Ego (Arrogance): Arogansi adalah sikap superioritas yang menyebabkan keserakahan dari orang yang percaya bahwa pengendalian internal
tidak berlaku secara pribadi. Hal ini disebabkan saat seseorang merasa lebih tinggi kedudukannya ketimbang pihak lainnya (Desviana et al.,
2020).
Collusion: Menurut Vousinas, (2019) kolusi merujuk kepada perjanjian yang menipu suatu pihak dimana pihak yang tertipu sebanyak dua orang
atau lebih, untuk satu pihak yang bertujuan untuk mengambil tindakan lain untuk beberapa tujuan kurang baik, seperti menipu pihak ketiga dari
hak yang dimilikinya.
Mark Up Biaya. Adalah salah satu jenis kecurangan yang banyak terjadi di berbagai macam perusahaan. Karyawan yang terlibat
biasanya menaikkan biaya-biaya dalam anggaran proyek atau membuat kuitansi kosong atas pembelian barang yang sebenarnya fiktif.
Penggelapan Aset Perusahaan. Kecurangan ini juga umum terjadi, misalnya menggunakan kendaraan kantor untuk urusan pribadi,
menggunakan laptop kantor untuk project sampingan, atau mengambil barang atau inventaris kantor untuk dipakai di rumah.
Memalsukan Laporan Keuangan. Saat terjebak tekanan target, tim yang diberi wewenang untuk menyusun laporan keuangan kadang
terpaksa menaikan pencapaian penjualan supaya mendapat bonus atau tidak kena sanksi.
Pemalsuan Jam Kerja. Biasanya dilakukan karyawan yang malas kerja. Datang cuma untuk absen setelah itu pergi keluar untuk urusan
pribadi. Sering juga terjadi karyawan mengklaim lembur padahal tidak ada pekerjaan yang harus dilemburkan.
Pencurian Data Perusahaan. Ini merupakan tindakan kecurangan berat yang merugikan perusahaan Anda. Bayangkan jika semua data
klien atau konsumen penting Anda dibawa ke kompetitor. Atau, rencana jangka panjang dibocorkan ke kompetitor, secara langsung akan
mematikan bisnis Anda.
Jika pernah terjadi kecurangan dalam perusahaan Anda, ada baiknya Anda mulai mengevaluasi sistem pengawasan internal, seperti: pengetatan
saat proses hiring karyawan baru, pemantauan saat proses pelaksanaan proyek, pengecekan ulang saat pengadaan, sampai mengecek apakah
pencapaian karyawan sesuai dengan yang terjadi di lapangan.
Sebisa mungkin buatlah sistem elektronik yang bertujuan untuk memantau semua aktivitas karyawan. Anda pun bisa membuat sistem untuk
memantau setiap transaksi yang dilakukan untuk operasional. Dengan bantuan aplikasi semua kegiatan bisa terpantau secara online dan real
time. Pemanfaatan teknologi membuat Anda bisa mencegah adanya manipulasi data.
Sebagai pimpinan perusahaan, Anda harus membuat pedoman kode etik yang harus dilakukan setiap karyawan. Jangan lupa untuk selalu
mengingatkan dan berikan pelatihan yang dibutuhkan. Jangan segan memberi hukuman berat pada karyawan yang melanggar kode etik. Sekali
Anda melunak pada karyawan yang melanggar, artinya Anda dipandang tidak tegas menegakkan peraturan.
Bambang Rustandi
Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
Bagi para petinggi perusahaan berilah contoh ke bawahannya. Pahami kode etik dan terapkan sepenuhnya saat bekerja. Jika ada petinggi yang
melanggar berikan sanksi yang sama supaya karyawan lain merasakan keadilan. Tidak adanya contoh baik membuat kebanyakan karyawan
meremehkan kode etik atau SOP perusahaan.
Setiap karyawan senang jika jerih payahnya dihargai oleh perusahaan. Berikan gaji yang layak kepada karyawan Anda supaya mereka tidak
tergoda untuk melakukan kecurangan. Untuk karyawan yang memegang dua atau lebih posisi jabatan, berikan bonus tambahan, pelatihan, atau
fasilitas khusus untuk menghargai usahanya dalam memajukan bisnis Anda. Jangan sampai karyawan Anda membandingkan bonus yang didapat
dengan pencapaian yang diberikan untuk perusahaan.
Referensi:
(ACFE), Association of Certified Fraud Examiner. (2018). Report to The Nations: Global Study on Occupational Fraud and Abuse. Diakses dari:
http://www.acfe. com/report-to-the-nations/2018/
Desviana, Basri, Y. M., & Nasrizal. (2020). Analisis Kecurangan pada Pengelolaan Dana Desa dalam Perspektif Fraud Hexagon. Studi
Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 3(1), 50–73.
Sari, S. P., & Nugroho, N. K. (2020). Financial Statements Fraud dengan Pendekatan Vousinas Fraud Hexagon Model: Tinjauan pada
Perusahaan Terbuka di Indonesia. 1st Annual Conference of Ihtifaz, 409–430.
http://seminar.uad.ac.id/index.php/ihtifaz/article/download/3641/1023
Vousinas, G. L. (2019). Advancing Theory of Fraud: The S.C.O.R.E. Model. Journal of Financial Crime, 26(1), 372–381.
https://doi.org/10.1108/JFC-12-2017-0128