ANALISIS PERTUMBUHAN PERMINTAAN DAN PENAWARAN DI KOTA
YOGYAKARTA MK PENGANTAR EKONOMI Dosen Pengampu: Samsul Ma’arif, S.P., M.T.
Disusun oleh: Nadya Fatkhey Jannah 21040122130061
DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2023 1. Kondisi Ekonomi di Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta merupakan salah satu dari lima kota/kabupaten yang menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta hanya memiliki luas sebesar 32.50 km2 atau setara dengan 1,04% dari luas total Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta, seperti yang dikenal banyak orang, merupakan kota yang memiliki banyak peluang bagi pejuang ekonomin kreatif untuk berkarya, terutama di bidang pariwisata. Kota Yogyakarta sebagai kota yang dikenal ramah, terutama terhadap turis domestik bahkan mancanegara, tentunya memiliki sumber pendapatan yang cukup besar yang berasal dari berbagai sektor yang berkaitan dengan hal pariwisata. Sektor-sektor tersebut antara lain sektor perdagangan, perhotelan, dan lain-lain. Kota Yogyakarta yang terus berkembang menjadi pendongkrak untuk struktur perekonomian untuk terus meningkat. Walaupun begitu, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, berdasarkan besaran produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp149,37 triliun sepanjang 2021 yang mana angka tersebut hanya bernilai sekitar 5% dari PDRB DKI Jakarta. Jika diukur menurut PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) 2010, perekonomian DI Yogyakarta tumbuh 5.53% pada tahun 2021 dibandingkan dengan tahun 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 2.65%. 2. Pendapatan Penduduk Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta memiliki penduduk sebanyak 422.732 jiwa dengan penduduk laki-laki sebanyak 206.421 jiwa dan sisanya perempuan. Pekerjaan penduduk Kota Yogyakarta sangat bervariatif, Pekerjaan yang paling banyak adalah PNS. Walaupun begitu, angka pengangguran di Kota Yogyakarta masih cukup tinggi. Pelajar dan mahasiswa juga banyak berada di Kota Yogyakarta mengingat Kota Yogyakarta memiliki julukan sebagai Kota Pelajar. Provinsi DI Yogyakarta dikenal sebagai daerah yang memiliki UMK rendah. Namun, telah terjadi peningkatan UMK sebesar 7.6—7.9% dan posisi UMK tertinggi dipegang oleh Kota Yogyakarta, yaitu sebesar Rp2.066.438,00. Banyak penduduk di Kota Yogyakarta, apalagi yang tersebar di Provinsi DIY, yang merupakan pendatang yang kemudian memilih untuk menetap dan berkeluarga. Hal ini disebabkan karena suasana Kota Yogyakarta yang tidak pernah membosankan dan nyaman untuk ditinggali. 3. Fenomena Supply and Demand di Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta merupakan creative space bagi orang-orang untuk berkarya. Hal ini membuat menjamurnya UMKM di seluruh penjuru kota dengan berbagai konsep, visi, dan misi. Fenomena supply and demand ini banyak terjadi di lokasi transaksi antara penjual dan pembeli. Contoh paling nyata adalah fenomena jual-beli tanah di daerah Kota Yogyakarta. Harga tanah di Kota Yogyakarta semakin tinggi karena daerah lingkungannya sangat potensial untuk dijadikan wadah usaha dan strategis dari pusat kebutuhan rumah tangga. Selain itu, faktor yang membuat harga tanah di Kota Yogyakarta melambung tinggi adalah jumlah lahan yang tersedia sangat terbatas sementara permintaan akan lahan meningkat. Contoh lain lagi adalah peningkatan permintaan akan barang dan jasa ketika menjelang hari besar, terutama ketika akan menyambut tahun baru, entah dari warga lokal maupun wisatawan. Dengan permintaan yang terus meningkat, supply untuk memenuhi permintaan tersebut juga harus menyediakan stok yang banyak, sehingga menekan kemungkinan terjadinya kenaikan harga apabila stok yang dimiliki menipis. Oleh karena itu, hari besar atau tahun baru menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu karena para pedagang bisa meraup untung sebanyak-banyaknya, lebih besar dari penghasilan sehari-hari mereka di hari biasa.