Anda di halaman 1dari 133

BAB I

EVIDENCE BASED MIDWEFRY

I. Evidence Base Praktik Kebidanan


Pengertian evidence Base jika ditinjau dari pemenggalan kata (Inggris) maka evidence
Base dapat diartikan sebagai berikut:
Evidence : Bukti, fakta
Base   : Dasar
Jadi evidence base adalah: praktik berdasarkan bukti.
 Pengertian Evidence Base menurut sumber lain:
The process of systematically finding, appraising and using research findings as the basis
for clinical decisions.4
 Evidence base adalah proses sistematis untuk mencari, menilai dan menggunakan hasil
penelitian sebagai dasar untuk pengambilan keputusan klinis.
 
Jadi pengertian Evidence Base-Midwifery dapat disimpulkan sebagai asuhan kebidanan
berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis.

 2. Manfaat Evidence Base
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Base antara lain:
1)    Keamanan bagi nakes karena intervensi yang dilakukan berdasarkan bukti ilmiah
2)    Meningkatkan kompetensi (kognitif)
3)    Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagi professional dalam memberikan asuhan
yang bermutu
4)    Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien
mengharapkan asuhan yang benar, seseuai dengan bukti dan teori serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi
 
 3. Sumber Evidence Base
Sumber EBM dapat diperoleh melalui bukti publikasi jurnal dari internet maupun
berlangganan baik hardcopy seperti majalah, bulletin, atau CD. Situs internet yang ada
dapat diakses, ada yang harus dibayar namun banyak pula yang public domain. Contoh
situs yang dapat diakses secarea gratis (open access) seperti:
1)    Evidence Based Midwifery di Royal College Midwives
Inggris : http://www.rcm.org.uk/ebm/volume-11-2013/volume-11-issue-1/the-physical-
effect-of-exercise-in-pregnancy-on-pre-eclampsia-gestational-diabetes-birthweight-and-
type-of-delivery-a-struct/
2)    Midwifery Today :http://www.midwiferytoday.com/articles/midwifestouch.asp
3)    International Breastfeeding Journal
:http://www.internationalbreastfeedingjournal.com/content
4)    Comfort in Labor : http://Childbirthconnection.org.
5)    Journal of Advance Research in Biological Sciences :
 http://www.ejmanager.com/mnstemps/86/86-1363938342.pdf?t=1370044205
6)    American Journal of Obstetric and Gynecology : http://ajcn.nutrition.org/
7)    American Journal of Clinical Nutrition : http://ajcn.nutrition.org/
8)    American Journal of Public Health : http://ajcn.nutrition.org/
9)    American Journal of Nursing :
http://journals.lww.com/ajnonline/pages/default.aspx
10) Journal of Adolescent Health : http://www.jahonline.org/article/S1054-
139X(04)00190-9/abstract
 4. Tingkatan Evidence Base
Tidak semua EBM dapat
Quality : Type Of Evidence
langsung diaplikasikan oleh
1 a (best) : Systematic review of randomized controlled trials semua professional kebidanan
di dunia. Oleh karena itu
1b : Individual randomized controlled trials with narrow bukti ilmiah tersebut harus
confidence interval ditelaah terlebih dahulu,
mempertimbangkan manfaat
1C : All or one case series (when all patients died before dan kerugian serta kondisi
a new therapy was introduced but     patient receiving setempat seperti budaya,
the new therapy now survive) kebijakan dan lain
sebagainya.
2a : Systematic review of cohort studies
 5.  Evidence Base
2b – Midwifery
: Individual study or randomized controlled trials
withdipaparkan Evidence
Dibawah ini akan <80% follow up Base dalam praktik Kebidanan terkini menurut
proses reproduksi: 
2c : outcome research: ecological studies
  1)      EBM-ANC
3a :Systematic review of case –control studies

3b : Individual case –control study

4 : Case series

5 (worse) : Expert opinion

KEBIASAAN KETERANGAN

Diet rendah garam untuk Hipertensi bukan karena retensi garam


mengurangi hipertensi
Membatasi hubungan seksual Dianjurkan untuk memakai kondom ada sel semen 
untuk mencegah abortus dan yang mengandung prostaglandin tidak kontak
kelahiran prematur langsung dengan organ reproduksi yang dapat
memicu kontraksi uterus

Pemberian kalsium untuk Kram pada kaki bukan semata-mata disebabkan oleh
mencegah kram pada kaki kekurangan kalsium

Diet untuk memcegah bayi Bayi besar disebabkan oleh gangguan metabolism
besar pada ibu seperti diabetes mellitus

Aktititas dan mobilisasi/latihan Berkaitan dengan peredaran darah dan kontraksi otot.
(senam hamil dll) saat masa (lihat jurnal)8
kehamilan menurunkan
kejadian PEB, gestasional
diabetes dan BBLR dan
persalinan SC

 
2)      EBM INC & PNC

KEBIASAAN KETERANGAN

Tampon vagina menyerap darah tetapi tidak menghentikan


Tampon Vagina perdarahan, bahkan perdarahan tetap terjadi dan dapat
menyebabkan infeksi

Gurita atau sejenisnya Selama 2 jam pertama atau selanjutnya penggunaan gurita akan
menyebabkan kesulitan pemantauan involusio Rahim

Bayi benar-benar siaga selama 2 jam pertama setelah kelahiran.


Ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan kontak  kulit
Memisahkan ibu dan bayi
ke kulit untuk mempererat bonding attachment serta
keberhasilan pemberian ASI

Duduk diatas bara yang panas dapat menyebabkan vasodilatasi,


Menduduki sesuatu yang
menurunkan tekanan darah ibu dan menambah perdarahan serta
panas
menyebabkan dehidrasi

Review dari Cochrane menginformasikan bahwa epidural tidak hanya menghilangkan nyeri
persalinan, namun seperti tindakan medikal lainnya berdampak pada perpanjangan persalinan,
peningkatan penggunaan oksitosin, peningkatan persalinan dengan tindakan seperti forcep atau
vakum ekstraksi,  dan tindakan seksio sesarea karena kegagalan putaran paksi dalam, resiko
robekan hingga tingkat 3-4 dan lebih banyak membutuhkan tindakan episiotomy pada
nulipara. 9

Studi lain tentang sentuhan persalinan membuktikan bahwa dengan sentuhan persalinan 56%
lebih sedikit yang mengalami tindakan Seksio Sesarea, pengurangan penggunaan anestesi
epidural hingga 85%,  70 % lebih sedikit kelahiran dibantu forceps, 61% penurunan dalam
penggunaan oksitosin; durasi persalinan yang lebih pendek 25%, dan penurunan 58% pada
neonatus yang rawat inap.10

Menyusui secara esklusif dapat meingkatkan gerakan peristaltic ibu sehingga mencegah
konstipasi ibu. Ibu yang menyusui secara eksklusif akan lebih sedikit yang konstipasi.11
3)      NEWBORN CARE

TEMUAN ILMIAH

Breastfeeding berhubungan dengan perkembangan neurodevelopment pada usia 14 bulan.

Perawatan tali pusan secara terbuka lebih cepat puput dan mengurangi kejadian infeksi TP dari
pada perawatan tertutup dengan penggunaan antiseptik

Penyebab kematian terbanyak pada anak adalah pneumonia dan diare, sedangkan penyebab lain
adalah penyakit menular atau kekurangan gizi. Salah satu upaya untuk mencegah kematian pada
anak adalah melalui pemberian nutrisi yang baik dan ASI eksklusif.

Penelitian yang dilakukan di Banglades melaporkan bahwa pemberian  ASI ASI secara
eksklusif merupakan faktor protektif terhadap infeksi saluran pernapasan akut OR (IK 95%) :
0,69 (0,54-0,88) dan diare OR (IK95%) : 0,69 (0,49-0,98)
 
b.      Isu Terkini Praktik Kebidanan
Pada kenyataannya, banyak diantara kita mengakses temuan ilmiah namun bukan pada
domain kebidanan yakni mengupayakan proses reproduksi berjalan dengan fisilogis,
tetapi lebih kearah medical. Misalnya penggunaan medikamentosa untuk manajemen
nyeri persalinan dengan ILA dan lain sebagainya. Berkiblat pada filosofi diatas, maka
manajemen nyeri haruslah memanfaatkan alam dan kompetensi bidan yang ada misalnya
dengan touch in labor. 

Isu Terkini dalam praktik kebidanan lain yang sangat fenomenal adalah lotus birth yang
membuat Robin Lim mendapat penghargaan yang membanggakan sejawat di seluruh
dunia. Lotus Birth, atau tali pusat yang tidak dipotong, adalah praktek meninggalkan tali
pusat yang tidak diklem dan lahir secara utuh, daripada ikut menghalangi proses fisiologis
normal dalam perubahan Wharton’s jelly yang menghasilkan pengkleman internal alami
dalam 10-20 menit pasca persalinan.

Tali pusat kemudian Kering dan akhirnya lepas dari umbilicus. Pelepasan tersebut
umumnya terjadi 3-10 hari setelah lahir.Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) menekankan
pentingnya penyatuan atau penggabungan pendekatan untuk asuhan ibu dan bayi, dan
menyatakan dengan jelas (dalam Panduan Praktis Asuhan Persalinan Normal:, Geneva,
Swiss, 1997) “Penundaan Pengkleman (atau tidak sama sekali diklem) adalah cara
fisiologis dalam perawatan tali pusat, dan pengkleman tali pusat secara dini merupakan
intervensi yang masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.”Lotus Birth jarang dilakukan
di rumah sakit tetapi umumnya dilakukan di klinik dan rumah bersalin, sehingga
proses bonding attachment antara ibu dan bayi dapat dilakukan, hal ini tentunya
bermanfaat bagi ibu dan bayi yang baru lahir .

Meskipun merupakan suatu fenomena alternatif yang baru, penundaan pemotongan tali
pusat sudah ada dalam budaya Bali dan budaya orang Aborigin.Oleh karena itu,
keputusan untuk dilakukannya Lotus Birth serta dampak fisiologis yang dapat terjadi
karena Lotus Birth merupakan tanggungjawab dari klien yang telah memilih dan
membaut keputusan tentang tindakan tersebut.
Praktik Modern dari Lotus Birth menunjukkan bahwa mamalia yang mempunyai 99%
bahan genetik hampir sama dengan manusia, yaitu simpanse pun membiarkan plasenta
utuh, tidak merusak atau memotongnya. Hal tersebut dikenal dengan fakta
primatologistsSampai sekarang belum ada penelitian lebih lanjut mengenai adanya
kehilangan berat badan bayi dan penyakit kuning karena tindakan Lotus Birth.Referensi
mengenai Lotus Birth ini terdapat dalam ajaran Budha, Hindu, serta Kristen dan Yahudi.
Beberapa alasan ibu untuk memilih Lotus Birth:
1)    Tidak ada keinginan ibu untuk memisahkan plasenta dari bayi dengan cara
memotong tali pusat
2)    Supaya proses transisi bayi terjadi secara lembut dan damai, yang memungkinkan
penolong persalinan untuk memotong tali pusat pada waktu yang tepat.
3)    Merupakan suatu penghormatan terhadap bayi dan plasenta.
4)    Mendorong ibu untuk menenangkan diri pada minggu pertama postpartum sebagai
masa pemulihan sehingga bayi mendapat perhatian penuh.
5)    Mengurangi kematian bayi karena pengunjung yang ingin bertemu bayi. Sebagian
besar pengunjung akan lebih memilih untuk menunggu hingga plasenta telah lepas.
6)    Alasan rohani atau emosional.
7)    Tradisi budaya yang harus dilakukan.
8)    Tidak khawatir tentang bagaimana mengklem, memotong atau mengikat tali pusat.
9)    Kemungkinan menurunkan risiko infeksi (Lotus Birth memastikan sistem tertutup
antara plasenta, tali pusat, dan bayi sehingga tidak ada luka terbuka)
10) Kemungkinan menurunkan waktu penyembuhan luka pada perut (adanya luka
membutuhkan waktu untuk penyembuhan.sedangkan jika tidak ada luka, waktu
penyembuhan akan minimal).
 
Beberapa manfaat dilakukannya Lotus Birth diantaranya :
1)    Tali pusat dibiarkan terus berdenyut sehingga memungkinkan terjadinya
perpanjangan aliran darah ibu ke janin.
2)    Oksigen vital yang melalui tali pusat dapat sampai ke bayi sebelum bayi benar-benar
dapat mulai bernafas sendiri.
3)    Lotus Birth juga memungkinkan bayi cepat untuk menangis segera setelah lahir.
4)    Bayi tetap berada dekat ibu setelah kelahiran sehingga memungkinkan terjadinya
waktu yang lebih lama untuk bounding attachment.
5)    Dr Sarah Buckley mengatakan :”bayi akan menerima tambahan 50-100ml darah yang
dikenal sebagai transfusi placenta. Darah transfusi ini mengandung zat besi, sel darah
merah, keeping darah dan bahan gizi lain, yang akan bermanfaat bagi bayi sampai tahun
pertama.”Hilangnya 30 mL darah ke bayi baru lahir adalah setara dengan hilangnya 600
mL darah untuk orang dewasa. Asuhan persalinan umum dengan pemotongan tali pusat
sebelum berhenti berdenyut memungkinkan bayi baru lahir kehilangan 60 mL darah, yang
setara dengan 1200mL darah orang dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
1)    Yuniati I. Filosofi Kebidanan. Bandung: Program Pascasarjana Program Studi
Magister Kebidanan Fakultas Kedokteran  Universitas Padjadjaran Bandung; 2011.
2)    Simkin P. Comfort in Labor. How you can help your self to a normal satisfying
childborth 2007. Available from: http://Childbirthconnection.org.
3)    Stillerman E. A Midwife’s Touch. Midwifery Today. 2008(84).
4)    NICE. Antenatal Care, routine care for the healthy pregnant woman. 2 ed. London:
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists; 2008.
5)    Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D, editors. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2002.
6)    Sandip S, Asha K, Paulin G, Hiren S, Gagandeep S, Amit V. A comparative study of
serum uric acid, calcium anf magnesium in preeclampsia and normal pregnancy. Journal
of Advance Research in Biological Sciences. 2013;5(1):55-8.
7)    Black S, Yu H, Lee J, Sachchithananthan M, Medcalf RL. Physiologic concentration
of magnesium and placental apoptosis: prevention by antioxidants. Obstetrics &
Gynecology. 2001;98(2):319-24.
8)    Dignon A, Reddington A. The physical effect of exercise in pregnancy on-pre-
eclampsia, gestational diabetes, birthweight and type of delivery. Evidence Based
Midwifery. 2013;11(2):60-6.
9)    Rock JP. Epidural Anasthesia in Labor. Journal for Midwifes. 2000.
10) Field T, Hermandez-Reif M, Taylor S, O.Quintino, Burman I. Labor pain is reduced
by massage therapy. 1997.
11) Worthington-Roberts BS, Williams SR. Nutrition throughout the Life Cycle. 4 ed.
Singapore: McGraw-Hill International Ed; 2000.
12) Guxens M, Mendez MA, Molto-Puigmarti C, Julvez J, Garcia-Esteban R, Forns J, et
al. Breastfeeding, long chain polyunsaturated fatty acids in colostrum and infant mental
development. Official Journal of The American Academy of Pediatics. 2011;128(4):e880-
e9. Epub 4 October 2011.
13) Moegni EM, Ocviyanti D, editors. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: WHO, UFPA, UNICEF, Kemenkes RI,
IBI, POGI; 2012.
14) Black RE, Moris SS, Brice J. Where and why are 10 million children dying every
year? The Lancet. 2003;361(9376):2226-34. Epub 28 June 2003.

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN

I. Sejarah Perkembangan Pelayanan Dan Pendidikan Kebidanan Di Indonesia


Perkembangan pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia tidak terbatas dari
masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam
pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu
danteknologi.

II. Perkembangan Pelayanan Kebidanan


Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik
profesi bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak. Layanan kebidanan yang tepat akan
meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Layanan kebidanan/oleh bidan
dapat dibedakan meliputi :

a. Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab

bidan.
b. Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara
bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
c. Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab layanan oleh
bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun pengambil
alihan tanggung jawab layanan/menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya seperti
rujukan.

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi.
Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman Gubernur Jenderal
Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan
ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.

Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di
Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer
Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan
pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan
diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851,
dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda
(dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan
bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan
kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang
pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui
kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun
1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara. Seiring
dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).

Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat
yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas
memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas
berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan
keluarga berencana.

Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan
masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet
Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa.

Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya
dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi
baru lahir, termasuk. Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di
desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya,
mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok
Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang
diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang
bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di
rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di
poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar
operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.

Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan
pada reproduktive health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan pelayanan
bidan. Area tersebut meliputi :
1. Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
2. Family Planning.
3. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi
4. Kesehatan reproduksi remaja
5. Kesehatan reproduksi pada orang tua.

Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan
kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami
perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Permenkes tersebut dimulai dari :


a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan
normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
b. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989
wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila
bidan meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari
Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan
dokter.
c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan.
Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan
tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang
tersebut mencakup :
- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
- Pelayanan Keluarga Berencana
- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari
Permenkes No. 572/VI/1996

Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai
dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan darurat bidan
juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam
aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai
dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar
profesi.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah,
karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan
akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.

Perkembangan Pendidikan Kebidanan


Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan
kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan
pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan
non formal.
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851 seorang
dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di
Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnyah peserta didik yang
disebabkan karena adaanya larangan atatupun pembatasan bagi wanita untuk keluaran
rumah.
Pada tahunan 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di rumah sakit
militer di batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita indo dibuka di Makasar.
Luluasan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya
dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak/kurang mampu secara cuma-cuma.
Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan.
Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922).

Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP)
Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HIS (SD 7 tahun) dengan pendidikan
keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria. Pada tahun
1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi perawat wanita yang luluas
dapat meneruskan kependidikan kebidanan selama dua tahun. Untuk perawat pria dapat
meneruskan ke pendidikan keperawatan lanjutan selama dua tahun juga.

Pada tahun 1935-1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo
(Setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota
besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo
di Semarang. DI tahun yang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan lulusan
bidan berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo dan
pendidikan Kebidanan selama tiga tahun tersebut Bidan Kelas Satu (Vreodrouweerste Klas)
dan bidan dari lulusan perawat (mantri) di sebut Bidan Kelas Dua (Vreodrouw tweede klas).
Perbedaan ini menyangkut ketentuan gaji pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman
penjajahan Jepang, pemerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan
nama dan dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman
penjajahan Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka
mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.

Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal
17 tahun dan lama pendidikan tiga tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong
persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenjang
Kesehatan E atau Pembantu Bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan
setelah itu ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan
dasar. Lulusan dari PK/E sebagian besar melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun.

Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya kursus antara 7
sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan dari KTB
ini adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program
KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai
bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup (discountinued).
Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan
perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung satu
tahun, kemudian menjadi dua tahun dan terakhir berkembang menjadi tiga tahun. Pada awal
tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan
ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.

Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah
Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah
Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK). Pendidikan ini tidak dilaksanakan secara
merata diseluruh propinsi. Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah
dan bawah sangat banyak (24 kategori), Departemen Kesehatan melakukan
penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan
dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di
lapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal. Namun karena
adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan
seorang bidan, maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai
atau terbukti tidak berhasil.

Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama 10 tahun
tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara
wajar.

Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan
kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan Diploma I Kesehatan Ibu
dan Anak. Pendidikan ini hanya berlangsung satu tahun dan tidak dilakukan oleh semua
institusi.
Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB) yang menerima
lulusan SPR dan SPK. Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya dikembalikan kepada
institusi yang mengirim.

Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan
lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai
Program Pendidikan Bidan A (PPB/A). Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya
ditempatkan di desa-desa. Untuk itu pemerintah menempatkan seorang bidan di tiap desa
sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan II). Mulai tahun 1996 status bidan di desa
sebagai pegawai tidak tetap (Bidan PTT) dengan kontrak selama tiga tahun dengan
pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2 x 3 tahun lagi.
Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. BDD
harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik, sebagai bidan
tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk menggerakkan
masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak. Program Pendidikan
Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar. Diharapkan pada tahun 1996
sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan ini
kenyataannya juga tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan seperti yang diharapkan
sebagai seorang bidan profesional, karena lama pendidikan yang terlalu singkat dan jumlah
peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan
peserta didik untuk praktek klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan
yang dimiliki sebagai seorang bidan juga kurang.

Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang peserta didiknya dari
lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan program ini
adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan Bidan A.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak
menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu
hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama dua angkatan (1995 dan 1996)
kemudian ditutup.
Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB C), yang menerima
masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 Propinsi yaitu : Aceh, Bengkulu,
Lampung dan Riau (Wilayah Sumatera), Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan
Kalimantan Selatan (Wilayah Kalimantan. Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku
dan Irian Jaya. Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan
dalam waktu enam semester.

Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga
menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (Distance learning) di tiga propinsi
yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk
memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan
dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan
ini telah diatur dalam SK Menkes No. 1247/Menkes/SK/XII/1994

Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya dan
diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB. DJJ Bidan dilaksanakan dengan
menggunakan modul sebanyak 22 buah. Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat
Depkes dan dilaksanakan oleh Bapelkes di Propinsi. DJJ Tahap I (1995-1996) dilaksanakan
di 15 Propinsi, pada tahap II (1996-1997) dilaksanakan di 16 propinsi dan pada tahap III
(1997-1998) dilaksanakan di 26 propinsi. Secara kumulatif pada tahap I-III telah diikuti oleh
6.306 orang bidan dan sejumlah 3.439 (55%) dinyatakan lulus.

Pada tahap IV (1998-1999) DJJ dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah tiap propinsinya
adalah 60 orang, kecuali Propinsi Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Tengah masing-masing
hanya 40 orang dan Propinsi Jambi 50 orang. Dari 1490 peserta belum diketahui berapa
jumlah yang lulus karena laporan belum masuk. Selain pelatihan DJJ tersebut pada tahun
1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat daruratan maternal dan neonatal (LSS
= Life Saving Skill) dengan materi pembelajaran berbentuk 10 modul. Koordinatornya adalah
Direktorat Kesehatan Keluarga Ditjen Binkesmas.

Sedang pelaksanaannya adalah Rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan ini


dinilai tidak efektif ditinjau dari proses. Pada tahun 1996, IBI bekerja sama dengan
Departemen Kesehatan dan American College of Nurse Midwive (ACNM) dan rumah sakit
swasta mengadakan Training of Trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS,
yang kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PPIBI. Tim pelatih LSS ini mengadakan TOT
dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek swasta. Pelatihan praktek
dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih bidan praktek swasta secara swadaya,
begitu juga guru/dosen dari D3 Kebidanan. 1995-1998, IBI bekerja sama langsung dengan
Mother Care melakukan pelatihan dan peer review bagi bidan rumah sakit, bidan Puskesmas
dan bidan di desa di Propinsi Kalimantan Selatan.

Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang
dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih
APN di beberapa propinsi/kabupaten. Pelatihan LSS dan APN tidak hanya untuk pelatihan
pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan. Selain melalui pendidikan
formal dan pelatihan, utnuk meningkatkan kualitas pelayanan juga diadakan seminar dan
Lokakarya organisasi. Lokakarya organisasi dengan materi pengembangan organisasi
(Organization Development = OD) dilaksanakan setiap tahun sebanyak dua kali mulai tahun
1996 sampai 2000 dengan biaya dari UNICEP.

Tahun 2000 Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan tentang D-IV Kebidanan di FK
UGM,FK UNPAD Tahun 2002 di FK USU. Tahun 2005 Keputusan Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang S2 Kebidanan di FK UNPAD.

http://www.unicef.org
50th IBI
BAB III

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN PADA BERBAGAI TATANAN


PELAYANAN KESEHATAN, PROMOSI KESEHATAN

A. Pengertian Promosi Kesehatan


Menurut WHO Promosi Kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk
mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka
masyarakat harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan
mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan
sebagainya).
Promosi Kesehatan ( Health Promotion ) adalah ilmu dan seni membantu masyarakat
menjadikan gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan
sebagai keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Agar
promosi kesehatan dapat berjalan secara sistematis, terarah dan terencana sesuai konsep
promosi kesehatan bahwa individu dan masyarakat bukan hanya sebagai objek/sasaran
yang pasif menunggu tetapi juga sebagai pelaku maka perlu pengelolaan program
promosi kesehatan mulai dari pengkajian, perencanaan, penggerakan pelaksanaan,
pemantauan dan penilaian.
Dan agar promosi kesehatan berjalan secara efektif dan efesien maka pesan harus sesuai
dengan karakteristik serta kebutuhan / masalah sasaran. Sasaran utama promosi kesehatan
adalah masyarakat khususnya perilaku masyarakat. Karena terbatasnya sumber daya,
akan tidak efektif apabila upaya atau kegiatan promosi kesehatan langsung dialamatkan
kepada masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan pentahapan sasaran promosi
kesehatan.
B. Peran Bidan Dalam Promosi Kesehatan
1. Peran Sebagai Advokator Advokasi adalah suatu pendekatan kepada seseorang/ badan
organisasi yang di duga mempunyai pengaruh terhadap keerhasilan suatu program
atau kelancaran suatu kegiatan. Bentuk kegiatan advocator :
a. Seminar
b. Bidan menyajikan masalah kesehatan di wilayah kerjanya.
c. Bidan menyampaikan masalah kesehatan menggunakan media dalam bentuk lisan,
artikel, berita, diskusi, penyampaian pendapat untuk membentuk opini public.

2. Peran Sebagai Edukator

Memberikan pendidikan kesehatan dan konseling dalam asuhan dan pelayanan


kebidanan di setiap tatanan pelayanan kesehatan agar mereka mampu memelihara
dan meningkatkan kesehatan mereka. Fungsi bidan sebagai educator :
a. Melaksanakan pendidikan kesehatan dan konseling dalam asuhan dan pelayanan
kebidanan.
b. Membina kader dan kelompok masyarakat.
c. Mentorship dan preseptorsip bagi calon tenaga kesehatan dan bidan baru.
3. Peran Sebagai Fasilitator
Bidan mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan, mengkondisikan iklim
kelompok harmonis, serta menfasilitasi terjadinya proses saling belajar dalam
kelompok.
4. Peran Sebagai Motivator
Upaya yang di lakukan bidan sebagai pendamping adalah menyadarkan dan
mendorong kelompok untuk mengenali potensi dan masalah, dan dapat
mengembangkan potensinya untuk memecahkan masalah itu. Tetapi Dalam
melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik, dan peneliti.

a. Peran Sebagai Pelaksana


Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:
1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan,
mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis.
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan.

b. Peran Sebagai Pengelola


Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar
kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.
1) Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan
Bidan bertugas; mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama pelayanan
kebnjanan untuk individu, keluarga kelompok khusus, dan masyarakat di wilayah
kerja dengan melibatl;can masyarakat/klien, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak
untuk meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat.
b. Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat.
c. Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya
kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana (KB) sesuai dengan rencana.
d. Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun, atau petugas
kesehatan lain dalam melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu
dan anak-serta KB.
e. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keseharan masyarakat khususnya
kesehatan ibu dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada
pada program dan sektor terkait.
f. Menggerakkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat serta memelihara
kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
g. Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik profesional melalui
pendidikan, pelatihan, magang sena kegiatankegiatan dalam kelompok profesi.
h. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.

2) Berpartisipasi dalam tim


Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di
wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta
tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya,
mencakup:
a. Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi
asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
b. Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau petugas
lapangan keluarga berencaca (PLKB) dan masyarakat.
c. Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan
lain.
d. Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.
e. Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan dengan kesehatan.
c. Peran Sebagai Pendidik
Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan
bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader.
1) Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu,
keluarga, kelompok, serta maryarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan,
khususnya yang berhubungarn dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana,
mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya dalam
bidang kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana bersama klien.
b. Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah
dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang bersama klien.
c. Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
d. Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan sesuai
dengan rencana jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-unsur
terkait, termasuk klien.
e. Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien dan
menggunakannya untuk memperbaiki serta meninglcatkan program dl masa yang
akan datang.
f. Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/ penyuluhan kesehatan
secara lengkap serta sistematis.

2) Melatih dan membimbing kader


Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan, serta
membina dukun dl wilayah atau tempat kerjanya, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader, dukun bayi, serta peserta
didik
b. Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian.
c. Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA) dan bahan untuk
keperluan pelatihan dan bimbingan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
d. Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang
telah disusun dengan melibatkan unsur-unsur terkait.
e. Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam lingkup kerjanya.
f. Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.
g. Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan.
h. Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan serta
bimbingan secara sistematis dan lengkap.

d. Peran Sebagai Peneliti/Investigator


Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara
mandiri maupun berkelompok, mencakup:
1. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2. Menyusun rencana kerja pelatihan.
3. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
4. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
6. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program
kerja atau pelayanan kesehatan.

C. Tanggung Jawab Bidan Di Komunitas


1. Kesehatan ibu & anak dalam keluarga dan masyarakat
Bidan bertanggung jawab atas kesehatan ibu & anak dalam keluarga & masyarakat &
dalam memberikan pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kompetensi &
kewenangannya tanpa memendang status social & mengutamakan kepentungan
msayarakat di atas kepentingan pribadi.
2. Kesehatan reproduksi remaja, Meliputi :
a. Penyebab kesehatan remaja
b. Pernikahan dini
c. Pergaulan bebas
d. Akibat kehamilan remaja
e. Akibat medis
f. Aborsi
g. Bumil anemia
h. Kekurangan gizi intra uterin
i. BBLR
j. Akibat pergaulan bebas
k. Goncangan psikologis
l. Dikucilkan keluarga & masyarakat

3. Menurunkan morbiditas & mortalitas ibu, bayi & balita, Dengan cara:
a. Meningkatkan keterampilan
b. Mencegah 3 terlambat
c. Deteksi dini
d. Kerja sama lintas sector
4. Meningkatkan peran serta masyarakat
Selain itu ada tanggungjawab bidan yang perlu diperhatikan , bidan bertanggungjawab
dalam pengambilan keputusan dan tindakan :
a. Mengintegrasikan komponen proses pemecahan masalah.
b. Melakukan asuhan kebidanan pada individu.
c. Mendemonstrasikan dan mengabsahkan praktek.
d. Berkomunikasi dan bekerjasama dengan anggota teknis. 

D. Tanggung Jawab Dalam Praktik Kebidanan


1. Tanggung jawab Bidan Terhadap Klien dan Masyarakat.
a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran,
tugas, dan tangggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga, dan
masyarakat.
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak-hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku
dimasyarakat.
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan
klien, keluarga, dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secaraa optimal.
2. Tanggung jawab Bidan Terhadap Tugasnya
a. Setiap bidan senantiasa pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga, dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat.
b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam
mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan
konsultasi atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan, keterngan yang didapat atau
dipercayakan kepadanya kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan kepentingan klien.

3. Tanggung jawab Bidan Terhadap Sejawat dan Tenaga Kesehatan Lainnya.


a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi.
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun lainnya.

4. Tanggung jawab Bidan Terhadap Profesinya


a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjungjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat.
b. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan IPTEK.
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan  mutu dan citra profesinya.

5. Tanggung jawab Bidan Terhadap Pemerintah


a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan kegiatan-
kegiatan pemerintah dalam bidang kesehatan khususnya dalam KIA/KB dan
kesehatan keluarga dan masyarakat.
b. Setiap bidan melalui profesinya berpasrtisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan
kesehatan, terutama KIA/KB dan keluarga.
6. Tanggung Jawab Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan. Pengaturan tenaga kesehatan ditetapkan
di dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Tugas dan kewenangan bidan serta
ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan praktik bidan diatur didalam peraturan atau
kepuasan menteri kesehatan.
Kegiatan praktik bidan dikontrak oleh peraturan tersebut. Bidan harus dapat
mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang dilakukannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Tanggung jawab terhadap pengembangan kompetensi
Setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara kemempuan profesionalnya.
Oleh karena itu bidan harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
dengan mengikuti pelatihan, pendidikan berkelanjutan, seminar, serta pertemuan ilmiah
lainnya.
8. Tanggung jawab terhadap penyimpanan catatan kebidanan
Setiap bidan diharuskan mendokumentasikan kegiatan dalam bentuk catatan
tertulis. Catatan bidan mengenai pasien yang dilayaninya dapat dipertanggungjawabkan
bila terjadi gugatan.catatan yang dilakukan bidan dapat digunakan sebagai bahan lporan
untuk disampaikan kepada atasannya.
9. Tanggung jawab terhadap keluarga yang dilayani
Bidan memiliki kewajiban memberi asuhan kepada ibu dan anak yang meminta
pertolongan kepadanya. Ibu dan anak merupakan bagian dari keluarga. Oleh karena itu,
kegiatan bidan sangat erat kegiatannya dengan keluarga.tanggung jawab bidan tidak
hanya pada kesehatan ibu dan anak, tetapi juga menyangkut kesehatan keluarga.
Kesimpulan
Menurut WHO Promosi Kesehatan adalah proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu
untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka
masyarakat harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan
mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan
sebagainya). Bidan merupakan sahabat wanita dimana bidan mempunyai banyak peranan
penting dalam melaksanakan tugasnya didalam masyarakat. Bidan mempunyai berbagai
peran dalam memberikan asuhan kepada masyarakat diantaranya peran bidan sebagai
pelaksana, peran bidan sebagai pengelola, peran bidan sebagai pendidik dan peran bidan
sebagai peneliti. Selain itu, bidan juga mempunyai fungsi dalam menjalankan tugasnya
yang meliputi fungsi bidan sebagai pelaksana, fungsi bidan sebagai pengelola, fungsi
bidan sebagai pendidik dan fungsi bidan sebagai peneliti. Bidan juga mempertanggung
jawabkan banyak hal dalam memberikan asuhan dan bertindak sesuai dengan
wewenangnya.Peran bidan dalam promosi kesehatan :

a. Peran Sebagai Advokator


b. Peran sebagai educator
c. Peran sebagai fasilitator
d. Peran sebagai motivator
Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran dan fungsi sebagai :
a. Pelaksana, Pengelola, Pendidik dan Peneliti

DAFTAR PUSTAKA

Nesi Novita,dkk. 2012. Promosi Kesehatan Pelayanan Asuhan Kebidanan. Salemba :


Yogyakarta.
Kemenkes.2007. bidan menyongsong masa depan 50 tahun IBI Ilmu kebidanan. Jakarta
Tadjuddin norma.2004 Konsep Kebidanan. Poltekkes Kemenkes Makassar

PPIBI. 2010. Bidan Menyongsong Masa Depan Jakarta. PPIBI.

Safrudin dan Hamidah.2009.Kebidanan Komunitas.Jakarta:EGC

Syahlan, JH, Dr. 1996. Kebidanan Komunitas, Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.

BAB IV

PERAN BIDAN DI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER TERMASUK


KESEHATAN MASYARAKAT DAN LINGKUP PRAKTEK BIDAN

A. PENGERTIAN BIDAN

Peran bidan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan
sejumlah proteksi diseluruh dunia. Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah
diakui secara reguler dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah
diakui secara yuridis,dimana ia ditempatkan dan telah mendapatkan kualifikasi serta
terdaftar,disahkan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.

Menurut IBI (Ikatan Bidan Indonesia) bidan adalah seorang wanita yang telah
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan kebidanan yang telah diakui oleh pemerintah
dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang telah berlaku,dicatat (register) dan diberi
izin secara sah untuk melaksanakan praktek.

B. PENGERTIAN PELAYANAN KEBIDANAN

Pelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan melalui asuhan kebidanan


kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan,mulai dari kehamilan,persalinan,
nifas,bayi baru lahir,keluarga berencana,termasuk kesehatan reproduksi wanita dan
pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang


difokuskan pada pelayanan kesehatan wanita dalam siklus reproduksi,bayi baru lahir, dan
balita untuk mewujudkan kesehatan keluarga sehingga tersedia sumber daya manusia
yang berkualitas dimasa depan.

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,yang


difokuskan pada pelayanan kesehatan wanita dalam siklus reproduksi,bayi baru lahir,dan
balita untuk mewujudkan kesehatan keluarga sehingga tersedia sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas di masa depan. Pelayanan kebidanan dibedakan berdasarkan
kewenangan bidan

C. JENIS-JENIS PELAYANAN KEBIDANAN

1) Layanan kebidanan primer/mandiri, merupakan asuhan kebidaan yang diberikan


kepada klien dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
Tugas Mandiri/ Primer

Tugas mandiri bidan adalah pelayanan kepada klien yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab bidan sesuai kewenangannya, meliputi:

1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan.


 Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.
 Menentukan diagnose.
 Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
 Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
 Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
 Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.
 Membuat catatan dan laporan kegiatan/tindakan
2) Memberi pelayanan dasar pra nikah pada remaja dengan melibatkan mereka
sebagai klien.

 Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa
pra nikah

 Menentukan diagnose dan kebutuhan pelayanan dasar.


 Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas dasar bersama klien.
 Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.
 Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.
 Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
 Membuat catatan dan pelaporan asuhan kebidanan.
3) Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal.
 Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.
 Menentukan diagnosa kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.
 Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas
masalah.
 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
 Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan kepada klien.
 Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.
 Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.
4) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan
melibatkan klien /keluarga.
 Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.
 Menentukan diagnose dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.
 Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas
masalah.
 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
 Mengevaluasi bersama klien asuhan yang telah diberikan.
 Membuat rencana tindakan pada masa persalinan tersaing dengan prioritas.
 Membuat asuhan kebidanan.
5) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
 Mengkaji status kesehatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga.
 Menentukan diagnose dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
 Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.
 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai rencana yang telah dibuat.
 Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
 Membuat rencana tindak lanjut.
 Membuat rencana pencatatan dan laporan asuhan yang telah diberikan.
6) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien /keluarga.
 Mengkaji asuhan kebidanan pada ibu nifas.
 Menentukan diagnose dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.
 Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.
 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
 Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.
 Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien
7) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan
pelayanan KB.
 Mengkaji kebutuhan pelayanan KB pada pus/wus.
 Menentukan diagnose dan kebutuhan pelayanan.
 Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.
 Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
 Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
 Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.
 Membuat pencatatan dan laporan.
8) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan system reproduksi
dan wanita dalam masa klimakretium dan menopause.
 Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.
 Menentukan diagnose, prognosa, prioritas dan kebutuhan asuhan.
 Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien.
 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
 Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.
 Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.
 Membuat pencatatan dan laporan.
9) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan melibatkan keluarga :
 Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang
bayi/balita.
 Menentukan diagnose dan prioritas masalah.
 Menyusun rencana asuhan.
 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan prioritas masalah.
 Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.
 Membuat rencana tindak lanjut.
 Membuat pencatatan dan laporan
2. Layanan kolaborasi, merupakan asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien dengan
tanggung jawab bersama semua pemberi layanan yang terlibat (misalnya,bidan,dokter
dan/atau tenaga kesehatan profesional lainnya). Pada intinya bidan adalah anggota tim.

Tugas Kolaborasi/Kerjasama

1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsí


kolaboarasi dengan melibatkan klien dan keluarga.

 Mengkaji masalah yang berkaiatan dengan komplikasi dan keadaan kegawatan


yang memerlukan tindakan kolaborasi
 Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas kegawatan yang memerlukan
tindkaan kolaborasi
 Merencanakan tindakan sesuai dengan prioritas kegawatan dan hasil kolaborasi
serta kerjasama dengan klien
 Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien
 Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan
 Menyususn rencana tindak lanjut bersama klien
 Membuat pencatatan dan pelaporan
2. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan
pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
 Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus resiko tinggi dan keadaan kegawat
daruratan yang memerlukan pertolongna pertama dan tindakan kolaborasi
 Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan
keadaan kegawatdaruratan pada kasus resiko tinggi
 Menyusun rencana asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil resiko tinggi dan
memberikan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas
 Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama
 Membuat rencana tindak lanjut bersama klien
 Membuat catatan dan laporan
3. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi
dan keadaaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga
 Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan
keadaan kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi
 Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan
keadaan kegawatan
 Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan
resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai prioritas
 Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko
tinggi dan memberikan pertolongan pertama sesuai prioritas
 Mengevaluasi hasil asuhan kebdianan dan pertolongan pertama pada ibu hamil
dengan resiko tinggi
 Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/keluarga
 Membuat catatan dan laporan
4) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama dalam keadaan kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi
denga melibatkan klien dan keluarga.
 Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi
 Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan
keadaan kegawatdaruratan
 Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko
tinggi dan pertolongan pertama sesuai prioritas
 Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibi masa nifas dengan resiko tinggi dan
pertolongan kegawatdaruratan
 Melaksanakan asuhan kebidanan dengan resiko tinggi dan memberikan
pertolongan pertama sesuai prioritas
 Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama
 Menyusun rencana tindak lanjut bersama keluarga/klien
 Membuat catatan dan laporan
5. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan yang
mengalami komplikasi serta kegawatan yang memerlukan tindakan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga

 Mengkaji kebutuhan asuhan kebdianan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi
dan keadaan kegawat daruratan yang memelurkan tindakan kolaborasi
 Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan factor resiko dan
kegawat daruratan
 Menyusun rencanan asuhan kebidanan pada bayi, baru lahir dengan resiko tinggi
dan memerlukan pertolongan pertama sesuai prioritas
 Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama sesuai prioritas
 Mengevaluasi hasil asuhan dan pertolongan pertama telah diberikan
 Menyusun rencanan tindakan lanjut bersamam klien/keluarga
 Membuat catatan dan laporan

6) Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan yang mengalami
komplikasi serta kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan keluarga
 Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan resiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakakn kolaborasi
 Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan factor resiko dan
keadaan kegawatan
 Menyusun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan
memerlukan pertolongan pertama sesuai prioritas
 Mengevaluasi hasil asuhan dan pertolongan pertama yang telah diberikan
 Menyusun rencana tindak lanjut bersamam klien/keluarga
 Membuat catatan dan laporan
3. Layanan rujukan, merupakan asuhan kebidanan yang dilakukan dengan menyerahkan
tanggung jawab kepada dokter,ahli dan/atau tenaga kesehatan profesional lainnya
untuk mengatasi masalah kesehatan klien di luar kewenangan bidan dalam rangka
menjamin kesejahteraan ibu dan anaknya.

Tugas Rujukan

1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi
keterlibatan klien dan keluarga.

 Mengkaji kebutuhan asuhan kebdianan yang memerlukan tindakan di luar lingkup


kewenangan bidan dan memerlukan rujukan
 Menentukan diagnosa, prioritas serta sumber-sumber dan fasilitas untuk
kebutuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga
 Mengirim klien untuk keperluan intervensí lebih lanjut kepada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang dengan dokumentasian
 Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian
dan intervensi
2) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil dengan
resiko tinggi dan kegawatdaruratan

 Mengkaji kebutuhan asuhan kebdianan melalui konsultasi dan rujuakn pada ibu
hamil
 Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas
 Memberikan pertolongan pertama pada kasusu yang memerlukan rujukan
 Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
 Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang
 Membuat catatan dan laporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan
intervensi
3) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada masa persalinan
dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga

 Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada ibu dalam persalinan yang
memerlukan konsultasi dan rujukan
 Menentukan diagnosaa, prognosa dan prioritas
 Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
 Mengirim klien untuk intervensi lebih lanjut kepda petugas/instansi pelayanan
kesehatan yang berwenang
 Membuat catatan dan laporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan
intervensi yang sudah diberikan
4) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa
nifas dengan penyulir tertentu dengan kegawatan dengan melibatkan klien dan
keluarga

 Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada ibu dalam persalinan yang
memerlukan konsultasi dan rujukan
 Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas masalah
 Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
 Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang
 Membuat catatan dan laporan serta serta mendokumentasikan seluruh kejadian
dan intervensi yang sudah diberikan
5) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukana konsultasi dan rujukan dengan melibatkan
keluarga

 Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada bayi baru lahir yang
memerlukan konsultasi dan rujukan
 Memerlukan diagnosa, prognosa dan prioritas masalah
 Memberikan pertolongan pertama pada kasusu yang memerlukan rujukan dan
memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan tindakan
 Mengirim klien kepada institusi pelayanan kesehatan yang berwenang
 Membuat catatan dan laporan serta mendokumentasikan
6) Memberikan asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan
kegawatan yang memerlukan konsultasi dan rujuan dengan melibatkan klien/keluarga

 Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada balita yang memerlukan
konsultasi dan rujukan
 Menerima diagnosa dan prioritas
 Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
 Mengirim klien kepada petugas/institusi pelayanan kesehtaan yang berwenang
 Membuat catatan dan laporan serta mendokumentasikan

A. Kesimpulan
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam rangka menurunkan
angka-angka kematian ibu, angka kematian bayi meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk berprilaku hidup sehat baik dalam hal memberikan penyuluhan
kepada individu, keluarga kebidanan di ruang lingkup kesehatan.
Bidan selalu berupaya meningkatkan kemampuan dan menerapkan budaya
“melayani” dalam memberikan asuhan kebidanan; memberikan pelayanan
kebidanan secara professional melalui peningkatan kemampuan analitik dan
mampu memberikan pelayanan yang aman bagi ibu dan anak; memberikan
pelayanan kebidanan sesuai standar profesi, standar pelayanan, standar asuhan,
dan kode etik profesi.
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab
profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan kaum perempuan khusunya ibu dan anak.

B. Saran
Sebagai seorang Bidan sangat ditekankan akan pelayanan yang maksimal.
Tuntutan seorang bidan sangatlah berat dan berisiko tinggi terutama pada ibu dan
anak. Maka dari itu seorang bidan wajib menjalankan tugas sesuai prosedur yang
sudah ditentukan baik itu , penyuluhan dan lainnya sesuai profesi kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA

IBI.2006 Managemen pelayanan Kebidanan.Sari Husada:Jakarta

Prawirohadjo,sarwono.2008.Ilmu Kebidanan Jakarta:PT BINA PUSTAKA


SARWONO PRAWIROHARDJO

Estiwidani Dwana. 2008. Konsep Kebidanan.fitramaya. Yogyakarta

BAB V

BUDAYA / TRADISI DALAM KEBIDANAN

2.1 Pengertian Budaya

Kebudayaan atau budaya yang berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “buddhayah,
merupakan wujud jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal yang memiliki
kaitan dengan budi, serta akal manusia. Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut
sebagai “culture, yang berasal kata Laton Colere (mengerjakan atau mengolah). Dapat
juga diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture sering juga diartikan
sebagai “kultur” yang dalam bahasa Indonesia.

Budaya merupakan cara hidup yang berkembang, serta dimiliki bersama oleh
kelompok orang, serta diwariskan dari generasi ke  generasi. Budaya ini terbentuk dari
berbagai unsur yang rumit, termasuk sitem agama dan politik, adat istiadat, perkakas,
bahasa, bangunan, pakaian, serta karya seni.

Kebudayaan atau yang disebut peradapan ; adalah pemahaman yang meliputi :


pengetahuan, kepercayaan , seni, moral, hukum, adat istiadat yang diperoleh dari anggota
masyarakat ( Taylor 1997 )

Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “ budayah “ atau “ bodhi “ yang


berarti budi akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal. Budaya dapat
dipisahkan sebagai kata majemuk Budi dan Daya yang berupa : cipta , rasa, karsa,
karya  (kuncoroningrat 1980 ).

2.2 Kebudayaan yang Berhubungan Dengan Kesehatan Ibu dan Bayi

Hingga saat ini sudah banyak program-program pembangunan kesehatan di


Indonesia yang ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah kesehatan ibu dan anak.
Pada dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan pada upaya-upaya
penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan angka kematian ibu.
Hal ini terbukti dari hasil-hasil survei yang menunjukkan penurunan angka
kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar. Namun tidak demikian halnya dengan
angka kematian ibu (MMR) yang selama dua dekade ini tidak menunjukkan penurunan
yang berarti. SKRT 1994 menunjukkan hahwa MMR sebesar 400 – 450 per 100.000
persalinan.
Selain angka kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga menyangkut angka
kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti ISPA, diare dan tetanus yang
sering diderita oleh bayi dan anak acap kali berakhir dengan kematian. Demikian pula
dengan peryakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis
dan lain-lain dapat membawa resiko kematian ketika akan, sedang atau setelah persalinan.
Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak
terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana
mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara
makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa
dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan,
misalnya, fakta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran
kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan
tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan
pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
Membicarakan mengenai mitos dan fakta seputar kehamilan maupun kelahiran
memang tidak akan pernah ada habisnya. Mitos telah menjadi adat istiadat yang bersifat
turun temurun dari orang tua kita terdahulu, menjadi suatu hal yang biasa dan sangat
mereka yakini.Tidak sedikit mitos yang hanya tinggal mitos, bahkan tidak layak untuk
sekedar diyakini. Namun ternyata banyak pula mitos yang dapat dinalar, diterima oleh
akal dan ternyata ada faktanya. Berikut Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat
Indonesia pada ibu hamil,bersalin dan nifas :

1. Kebudayaan Ibu Hamil


Berbagai kelompok masyarakat di berbagai tempat yang menitik beratkan perhatian
mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan dan menganggap peristiwa itu sebagai
tahapan-tahapan kehidupan yang harus dijalani didunia.Masa kehamilan dan kelahiran
dianggap masa krisis yang berbahaya,baik bagi janin atau bayi maupun bagi ibunya karna
itu sejak kehamilan sampai kelahiran para kerabat dan handai-tolan mengadakan
serangkaian upacara baggi wanita hamil dengan tujuan mencari keselamatan bagi diri
wanita itu serta bayinya,saat berada di dalam kandungan hingga saat lahir.

Orang jawa adalah salah satu contoh dari masyarakat yang sering menitik beratkan
perhatian pada aspek krisis kehidupan dari pertistiwa kehamilan,sehingga di dalam adat-
istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat yang cukup rinci untuk menyambut
kelahiran bayi.Biasanya upacara dimulai sejak usia ketujuh bulan kandungan ibu sampai
pada saat kelahirannya,walaupun ada pula sebagian kecil warga masyarakat yang telah
melakukannya sejak janin di kandungan ibu berusia tiga bulan.upacara –upacara adat
jawa yang bertujuan mengupayakan keselamatan bagi janin dalam prosesnya menjadi
bayi hingga saat kelahirannya itu adalah upacara mitoni,procotan dan brokohan.

Sebagian masyarakat jawa juga percaya bahwa bayi yang lahir pada usia tujuh bulan
mempunyai peluang untuk hidup,bahkan lebih kuat daripada bayi yang lahir pada usia
kehamilan delapan bulan,walupun kelahiran itu masih prematur.Kepercayaan ini tampak
terdapat pula pada sejumlah suku bangsa di indonesia dan
malaysia(ladderman1987:86).Karna itu orang jawa menganggap usia tujuh bulan
kandungga sebagai saat yang penting,sehingga perlu dilakukan upacara yang disebut
mitoni untuk menyambutnya dan menangkal bahaya yang mungkin timbul pada masa
itu.Upacara mitoni yang umumnya hanya dilakukan pada kehamilan pertama dari seorang
wanita,sebenarnya dapat pula berfungsi untuk memberikan ketenangan jiwa bagi calon
ibu yang belum pernah mengalami peristiwa melahirkan

Upacara mitoni dilakukan dengan cara memandikan sang calon ibu dengan air
bunga,yang biasanya dilakukan oleh orangtua pasangan suami-istri yang sedang
menantikan bayinya,ditambah sejumlah kerabat sepupuh terdekat atau sepupuh yang
dihormati Selanjutnya diadakan upacara memecah buah kelapa bergambar wayang
dengan tokoh dewa kamajaya dan dewi ratih oleh sang calon ayah,yang sebelumnya
dimasukan ke dalam sarung yang dikenakan oleh si calon ibu ketika dimandikan,mulai
dari ujung sarung pada batas menyentuh tanah.Namun sebelum menyentuh tanah,sang
calon ayah harus bisa menagkap buah kelapa itu pada ujung sarung dekat kaki
istrinya.Upacara ini dimkasudkan agar kelak proses kelahiran bayidapat berjalan lancar
dan bayi yang akan lahir tampan atau cantik seprti dewa dan dewi tersebut. Rangkain
upacara mitoni pada dasarnya melambangkan harapan baik bagi sang bayi,yakni harapan
agar ia sempurna dan utuh fisiknya,tampan atau cantik wajahnya,dan selamat serta lancar
kelahirannya.

Upacara procotan dilakukan dengan membuat sajian jenang procot yakni bubur putih
yang dicampur dengan irisan ubi.Upacara procotan khusus bertujuan agar sang bayi
mudah lahir dan rahim ibunya.

Brokohan adalah upacara sesudah lahirnya bayi dengan selamat dengan membuat
sajian nasi urap dan telur rebus yang diedarkan pada sanak kluarga untuk
memberitahukan kelahiran sang bayi. Pusat perhatian orang jawa mengenai pelaksanaan
upacara pada masa kehamilan dan kelahiran terletak pada unsur tecapainya
keselamatan,yang dilandasi atas keyakinan mengenai krisis kehidupan yang mengandung
bahaya dan harus ditangkal,serta harapan akan kebaikan bagi janin dan ibunya.Maka
upacara kelahiran seringkali  tidak dilaksanakan dalam bentuk kenduri besar dengan
mengundang banyak handai-taulani.Selain  di jawa di Setiap daerah juga mempunyai
kebudayaan yang berbeda-beda dikalangan masyarakat terhadap kesehatan ibu. 
Berikut budaya yang ada di beberapa daerah  terhadap kesehatan ibu hamil :

1) Jawa Tengah :
Bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan  mempersulit persalinan dan pantang
makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.

2) Jawa Barat :
 Ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar
bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.

3) Masyarakat Betawi :
Berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat
menyebabkan ASI menjadi asin.

4) Daerah Subang :
            Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir
bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya
kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.Tentunya hal ini sangat
mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan
buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih
dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan.
(Wibowo,1993).

2. Kebudayaan Ibu Bersalin


Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya
yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan kebudayaan ibu bersalin yang berbeda,
dengan konsepsi kesehatan modern.

Beberapa hal yang dilakukan oleh masyarakat pada ibu bersalin:

a) Minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas


Memang, rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil, tapi apa
kandungannya belum diteliti secara medis. Rumput fatimah atau biasa disebut Labisia
pumila ini, berdasarkan kajian atas obat-obatan tradisional di Sabah, Malaysia, tahun
1998, dikatakan mengandung hormon oksitosin yang dapat membantu menimbulkan
kontraksi. Tapi, apa kandungan dan seberapa takarannya belum diteliti secara medis. Jadi,
harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum meminumnya. Karena, rumput ini hanya
boleh diminum bila pembukaannya sudah mencapai 3-5 cm, letak kepala
bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah lembek atau tipis, dan posisi ubun-ubun
kecilnya normal. Jika letak ari-arinya di bawah atau bayinya sungsang, tak boleh minum
rumput ini karena sangat bahaya. Terlebih jika pembukaannya belum ada, tapi si ibu
justru dirangsang mulas pakai rumput ini, bisa-bisa janinnya malah naik ke atas dan
membuat sesak nafas si ibu. Mau tak mau, akhirnya dilakukan jalan operasi.

b) Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan, akan
membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar.
Hal Ini tidak benar, Keluarnya cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal,
apalagi disertai gatal, bau, dan berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke dokter.
Ingat, bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa mengakibatkan
radang selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula, yang membuat persalinan lancar
bukan keputihan, melainkan air ketuban. Itulah mengapa, bila air ketuban pecah duluan,
persalinan jadi seret.

c) Minum minyak kelapa memudahkan persalinan


Minyak kelapa, memang konotasinya bikin lancar dan licin. Namun dalam dunia
kedokteran, minyak tak ada gunanya sama sekali dalam melancarkan persalinan.

Mungkin secara psikologis, ibu hamil menyakini, dengan minum dua sendok minyak
kelapa dapat memperlancar persalinannya. Jika itu demi ketenangan psikologisnya, maka
diperbolehkan, karena minyak kelapa bukan racun.

d) Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan


Madu tak boleh sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya
jangan minum madu karena bisa mengakibatkan overweight. Bukankah madu termasuk
karbonhidrat yang paling tinggi kalorinya? Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya
kurang. Begitu BB naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya segera hentikan. Demikian
juga dengan telur, pada dasarnya selama telur itu matang maka tidak akan berbahaya bagi
kehamilan. Hal ini disebabkan karena telur banyak mengandung protein yang dapat
menambah kalori tubuh.

e) Makan duren, tape, dan nanas bisa membahayakan persalinan


Hal ini benar karena bisa mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Duren
mengandung alkohol, jadi panas ke tubuh. Begitu juga tape serta aneka masakan yang
menggunakan arak, sebaiknya dihindari. Buah nanas juga, karena bisa mengakibatkan
keguguran.
f) Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan
Sebenarnya yang membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang
pernah mengalami dua kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-ari
lengket bisa berakibat fatal karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah
mengalami kuret sebaiknya melakukan persalinan di RS besar. Hingga, bila terjadi
sesuatu dapat ditangani segera.

3. Kebudayaan Ibu Nifas


Macam-macam mitos yang ada pada msyarakat mengenai ibu nifas diantaranya:

1) Tidak boleh bersenggama


Dari sisi medis, jelas dr. Chairulsjah Sjahruddin, SpOG, MARS, sanggama memang
dilarang selama 40 hari pertama usai melahirkan. Alasannya, aktivitas yang satu ini akan
menghambat proses penyembuh- an jalan lahir maupun involusi rahim, yakni
mengecilnya rahim kembali ke bentuk dan ukuran semula. Selain karena fungsi hormonal
tubuh yang bersang- kutan belum kembali aktif bekerja. Kalau sanggama dipaksakan
terjadi dalam tenggang waktu itu, kemungkinan yang terjadi bisa macam-macam. Di
antaranya infeksi atau malah perdarahan. Sebabnya, mukosa jalan lahir setelah persalinan
sangat peka akibat banyaknya vaskularisasi/aliran darah, hingga terjadilah perlunakan
mukosa jalan lahir. Dengan berjalannya waktu, vaskularisasi ini kian berkurang dan baru
akan normal kembali 3 bulan setelah bersalin. Belum lagi libido yang mungkin memang
belum muncul ataupun pengaruh psikologis, semisal kekhawatiran akan robeknya jahitan
maupun ketakutan bakal hamil lagi.

2) Kaki harus lurus


Menurut Koesmariyah, baik saat berjalan maupun berbaring, kaki harus lurus. Dalam
arti, kaki kanan dan kiri enggak boleh saling tumpang tindih ataupun ditekuk. Selain agar
jahitan akibat robekan di vagina tak melebar ke mana-mana, juga dimaksudkan supaya
aliran darah tetap lancar alias tak terhambat. Secara medis, posisi kaki yang lurus
memang lebih menguntungkan karena membuat aliran darah jadi lancar. Sedangkan
mobilisasi secara umum, pada dasarnya boleh dan malah harus dilakukan. Makin cepat
dilakukan kian menguntungkan pula. Dengan catatan, kondisi si ibu dalam keadaan baik,
semisal tak mengalami perdarahan atau kelainan apa pun saat melahirkan. Selain patokan
bahwa dalam 8 jam pertama setelah melahirkan ia sudah bisa BAK dan BAB serta selera
makannya bagus. Begitu juga tensi, denyut nadi, dan suhu tubuhnya dalam batas normal.
Soalnya, jika tak bisa BAK dan BAB berarti ada sesuatu yang enggak beres yang akan
berpengaruh pada kontraksi dan proses involusi (pengecilan kembali) rahim.

3) Tidak boleh tidur siang


Pantangan yang satu ini kedengarannya keterlaluan. Bayangkan, meski ngantuk
setengah mati lantaran sering terbangun malam hari karena harus menyusui dan
menggantikan popok si kecil, si ibu tak boleh tidur siang. Menurut Chairulsjah, tidur
berkepanjangan memang mengundang proses recovery yang lebih lambat. "Makin lama
berbaring makin besar pula peluang terjadi tromboemboli atau pengendapan elemen-
elemen garam." Lalu bila si ibu bangun/berdiri mendadak, endapan elemen tersebut
dikhawatirkan lepas dari perlekatannya di dinding pembuluh darah. Padahal akibatnya
bisa fatal, lo. Endapan-endapan tadi bisa masuk ke dalam pembuluh darah lalu ikut aliran
darah ke jantung, otak dan organ-organ penting lain yang akan memunculkan stroke.

4) Tak boleh keramas


Pantangan yang satu ini dicemaskan bisa membuat si ibu masuk angin. Itu sebab,
sebagai gantinya rambut cukup diwuwung, yakni sekadar disiram dengan air dingin.
Lagi-lagi, penyiraman ini diyakini agar darah putih bisa turun dan tak menempel di mata.

Namun agar tak bau apek dan tetap harum disarankan menggunakan ratus pewangi. Tentu
saja pantangan semacam itu untuk kondisi jaman sekarang dirasa memberatkan. Terlebih
untuk ibu-ibu yang harus sering beraktivitas di luar rumah. Sedangkan mandi boleh-boleh
saja asal dilakukan jam 5 atau 6 untuk mandi pagi dan sebelum magrib untuk mandi
malam. Penggunaan air dingin, katanya, justru lebih baik ketimbang air hangat karena
bisa melancarkan produksi ASI.

5) Hindari makan jemek


Golongan makanan yang harus dijauhi adalah pepaya, durian, pisang, dan terung.
Karena konon ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan bikin benyek organ vital kaum
Hawa. Termasuk makanan bersantan dan pedas karena pencernaannya bakal terganggu
yang bisa berpengaruh pada bayinya. Begitu juga ikan dan telur asin serta makanan lain
yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan bau anyir pada ASI yang
membuat bayi muntah saat disusui. Selain juga, proses penyembuhan luka-luka di jalan
lahir akan lebih lambat.

Secara medis, menurut Chairulsyah, tak benar anggapan untuk pantang pepaya dan
pisang yang justru amat dianjurkan karena tergolong sumber makanan yang banyak
mengandung serat untuk memudahkan BAB. Ikan dan telur juga merupakan salah satu
sumber protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan tubuh. Sedangkan durian memang
tak dianjurkan karena kandungan kolesterolnya tinggi, selain memicu pembentukan gas
yang bisa mengganggu pencernaan.

6) Tidak boleh berpergian


Jika dipikir-pikir larangan ini, bertujuan supaya si ibu tak terlalu letih beraktivitas.
Kalau capek bisa-bisa ASI-nya berkurang. Kasihan si kecil. Karena biasanya seumur ini
sedang kuat-kuatnya menyusu. Belum lagi kemungkinan si bayi rewel ditinggal ibunya
terlalu lama. Sementara kalau diajak pun masih kelewat kecil. Malah takut ada apa-apa di
jalan, terutama kalau menggunakan angkutan umum. Bepergian pun membuat si ibu jadi
tak tahan menghadapi aneka godaan untuk menyantap segala jenis makanan yang
dipantang.

4. Kebudayaan Pada Bayi Baru Lahir (BBL)


Seorang bayi yang baru lahir umumnya mempunyai berat sekitar 2.7 – 3.6 kg dengan
panjang 45 – 55 cm. Tetapi ia akan kehilangan sampai 10 % dri berat tubuhnya dalam
hari-hari setelah kelahiran. Kemudian pada akhir minggu pertama berat tubuhnya akan
mulai naik kembali.Karenanya, tidaklah mengherankan jika seorang bayi yang baru lahir
memerlukan beberapa minggu untuk menyesuaikan diri. Sebuah selaput keras menutupi
dua titik lunak dari kepala disebut fontonel. Dimana tulang-tulang tengkorak belum
menyatu dan meutup dengan sempurna. Fontonel anterror.

Menjadi orang tua baru memang menyenangkan, tapi terkadang juga bisa menjadi
gugup atau penakut karena banyaknya mitos-mitos soal bayi yang dibawa turun temurun
dari orang-orang tua kita dulu yang mungkin kita sendiri menjadi bagian dari mitos-mitos
yang dianut orang tua kita.

Namun menurut saya mitos-mitos itu tidak selalu salah, mungkin hanya beda
pengertian saja namun juga tidak semuanya benar, bahkan ada yang benar-benar salah
menurut dokter.

Berikut beberapa mitos yang masih beredar di masyarakat :

1) Dibedong agar kaki tidak bengkok


Ternyata di bedong bisa membuat peredaran darah bayi menjadi terganggu, kerja
jantung akan lebih berat memompa darah, akibatnya bayi akan sering sakit di daerah
paru-paru dan jalan nafasnya. Selain itu dibedong akan menghambat perkembangan
motorik si bayi karena tidak ada kesempatan untuk bergerak.

Sebaiknya dibedong saat sesudah mandi untuk melindungi dari dingin atau saat cuaca
dingin itu pun dibedong longgar. Jadi dibedong itu tidak ada hubungannya dengan
pembentukan kaki karena semua kaki bayi yang baru lahir kakinya bengkok, sebab di
dalam perut tidak ada ruang yang cukup untuk meluruskan kakinya sehingga waktu
lahirpun masih bengkok, tapi akan lurus dengan sendirinya.

2) Hidung ditarik-tarik agar mancung


Sebenarnya tidak hubungannya menarik hidung dengan mancung tidaknya hidung,
semua tergantung dari bentuk tulang hidungnya dan itu sudah bawaan (genetik).

3) Pemakaian gurita agar tidak kembung


Hal ni jelas salah karena pemakaian gurita akan menghambat perkembangan organ-
organ perut. Sekarang bayangkan kalau perut anda di ikat seperti itu tentu akan merasa
sesak dan tidak nyaman bukan. Jika memang harus memakaikan gurita jangan mengikat
terlalu kencang terutama di bagian dada agar jantung n paru-parunya bisa berkembang
dengan baik. Dan jika tujuannya supaya pusar tidak bodong sebaiknya di pakaikan hanya
di pusar dan ikatannya pun tidak kencang.

4) Menggunting bulu mata agar lentik


Memotong bulu mata bisa mengurangi fungsinya untuk melindungi mata dari benda-
benda asing. Panjang pendeknya bulu mata sudah menjadi bawaan dari bayi itu sendiri. 

5) Beri setetes kopi agar bayi tidak step (kejang)


Pemberian kopi pada bayi jelas berbahaya karena mengandung kafein yang akan
memacu denyut jantungnya bekerja lebih cepat. Lagi pula bayi itu minumnya susu bukan
kopi.

2.3 Peran Bidan Dalam Pendekatan Melalui Budaya Kepada Masyarakat

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status
kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya. Seorang
bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan
kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut.
Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran
serta tanggung jawabnya.

Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan
oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-
budaya,telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980
yaitu: Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem
pemerintahan desa dengan cara:

a) Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada
pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari
keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.
b) Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna,
tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
c) Mempelajari data penduduk yang meliputi:
 Jenis kelamin
 Umur
 Mata pencaharian
 Pendidikan
 Agama
d) Mempelajari peta desa
e) Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus
mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan
hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus
dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh
masyarakat setempat.

Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang


meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan
kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal
lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

Dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif


untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan
kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya:
Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan
yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.

2.4 Kasus dan Penyelesaian


1. Kasus
Di suatu desa, jawa tengah. Terdapat ibu hamil yaitu Ny.A yang tinggal bersama
orang tuanya. Ny.A sudah memasuki Trimester akhir, orang tuanya menyuruhnya untuk
sedikit makan,konon agar bayinya mudah lahir. Ny.A merasa lemas beberapa hari ini, lalu
di bawa periksa ke BPM.
2. Penyelesaian
Dalam kasus seperti ini, bidan berperan untuk memberikan edukasi kepada sang ibu
dan keluarganya tentang perlunya asupan gizi yang baik bagi ibu hamil,dan menjelaskan
bahwa mitos “makan sedikit agar bayinya mudah lahir” adalah salah,dan memberikan
bukti-bukti ilmiah kepada sang ibu dan keluarga yang menjelaskan bahwa mitos tersebut
tidak benar.

Kesimpulan
Faktor-faktor sosial-budaya mempunyai peranan penting dalam memahami sikap dan
prilaku menanggapi kehamilan dan kelahira.Sebagian pandangan budaya mengenai hal-
hal tersebut telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan.Oleh karna itu, meskipun petugas kesehatan mungkin menemukan suatu
bentuk prilaku atau sikap yang terbukti kurang menguntungkan bagi kesehatan,seringkali
tidak mudah bagi mereka untuk mengadakan perubahan terhadapnya,akibat telah
tertanamnya keyakinan yang melandasi sikap dan prilaku itu secara mendalam pada
kebudayaan warga komuniti tersebut.

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat,
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya. Seorang bidan harus
mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu
hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan
juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung
jawabnya. Agar bidan dapat menjalankan praktik atau pelayanan kebidanan dengan baik,
hendaknya bidan melakukan beberapa pendekatan misalnya pendekatan melalui kesenian
tradisional.

Saran
Sebagai bidan kita harus mampu melakukan pendekatan yang baik kepada
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-budaya-menurut-para-ahli-beserta-definisi-
dan-unsurnya/ 21/9/2019

http://siwisan.wordpress.com/2010/09/28/kesehatan-ibu-dan-anak-persepsi-budaya-dan-
dampak-kesehatannya/ 21/9/2019

http://shidiqwidiyanto.wordpress.com/2009/04/03/aspek-budaya-tentang-kesehatan-dan-
penyakit/online 21/9/2019

BAB VI

KAJIAN GENDER DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

5.1 Pengertian

Istilah Gender digunakan untuk menjelaskan perbedaan peran perempuan dan


laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan. Gender adalah pembedaan peran,
kedudukan, tanggung jawab, dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang
ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap
pantas menurut norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat.
Gender tidak sama dengan kodrat. Kodrat adalah sesuatu yang ditetapkan oleh Tuhan
YME, sehingga manusia tidak mampu untuk merubah atau menolak. Sementara itu,
kodrat bersifat universal, misalnya melahirkan, menstruasi dan menyusui adalah kodrat
bagi perempuan, sementara mempunyai sperma adalah kodrat bagi laki-laki.
Sejak kecil, secara sistematis anak perempuan dan laki-laki diajarkan bahwa mereka
berbeda satu sama lain. Selain menyadarkan mereka bahwa mereka secara biologis
berbeda karena memiliki perbedaan anatomi, mereka juga dibedakan secara sosial;
masing-masing sebagai makhluk dengan peran, tanggung jawab dan kesempatan yang
tidak sama. Sejak kanak-kanak, mereka dianjurkan untuk berpakaian dan bertingkah laku
dengan cara yang berbeda. Misalnya, anak perempuan dipaksa untuk memakai baju yang
berwarna merah jambu dan pakaian feminin sementara anak laki-laki seringkali memakai
kemeja dan celana panjang biru. Anak laki-laki cenderung memainkan permainan kasar
yang melibatkan kontak fisik, seperti sepak bola dan gulat sementara anak perempuan
dianjurkan untuk memainkan boneka dan main masak-masakan. Dalam masyarakat
tertentu, anak laki-laki dan perempuan tidak diizinkan bermain bersama. Anak laki-laki
acapkali diberikan kebebasan untuk bermain di luar rumah untuk waktu lama sementara
waktu bermain sementara waktu bermain untuk anak perempuan biasanya terbatas. Anak
perempuan diminta untuk tinggal di rumah supaya dapat membantu ibu mereka
mengerjakan pekerjaan rumah tangga khususnya mencuci piring dan pakaian, memasak
dan membersihkan rumah. Pada umumnya, anak laki-laki tidak diharapkan untuk
membersihkan, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tetapi mereka biasanya melakukan
pekerjaan seperti membeli sesuatu di toko atau warung atau membantu pekerjaan rumah
tangga yang membutuhkan kekuatan otot, seperti pertukangan atau membawa atau
memikul sekarung beras yang berat dan barang-barangnya.
Anak laki-laki dan perempuan didorong untuk mengekspresikan emosi mereka dengan
cara yang berbeda. Stereotipe anak laki-laki adalah bersuara keras dan lantang,
berantakan, bertubuh atletis, agresif, kasar dan tidak berperasaan karena mereka tidak
sepantasnya menangis. Anak laki-laki juga diharapkan lebih pintar daripada anak
perempuan. Anak perempuan dideskripsikan sebagai makhluk yang patuh, mau
mengalah, emosional, rapi atau bersih dan kaku. Mereka tidak mengekspresikan
pendapatnya. Oleh karena itu laki-laki dicap lebih kuat dan anak perempuan lebih lemah.
Seks dan gender merupakan hal yang berbeda, namun konsepnya saling berkaitan. Seks
berarti perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan sementara gender merujuk pada
atribut ekonomi, sosial dan kultural serta kesempatan yang diasosiasikan dengan peran
laki-laki dan perempuan dalam situasi sosial pada saat tertentu. (WHO 2001).
Walaupun perbedaan gender biasanya memarjinalisasikan perempuan daripada laki-laki,
kaum pria dilatih untuk menahan emosi atau tidak menangis dan mereka dibiasakan untuk
menganggap perempuan lebih rendah. Bersikap agresif atau kasar adalah satu indikasi
kejantanan; karena itu, mereka sering kali menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan
di dalam dan di luar rumah. Namun, ada beberapa laki-laki yang dijuluki “new age”
karena mereka peduli dengan hubungan dan peran gender.

2.1 Fungsi Bidan dalam Gender


Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis kelamin yang berbeda.
Perbedaan yang bersifat universal tersebut, sayangnya banyak disalah artikan sebagai
sebuah sekat yang membentengi ruang gerak. Dalam perkembangannya kemudian, jenis
kelamin perempuan lebih banyak menerima tekanan, hanya karena secara kodrati
perempuan dianggap lemah dan tak berdaya.
Yulfita Rahardjo dari Pusat Studi Kependudukan dan Pemberdayaan Manusia Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, persepsi yang bias tersebut pada
akhirnya menyulitkan perempuan untuk mendapatkan akses pada berbagai segi
kehidupan, utamanya bidang kesehatan yang menentukan kehidupan dan kematian
perempuan. Secara biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan menyusui, sementara
pria tidak. Perempuan memiliki payudara yang berfungsi untuk menyusui, laki-laki tidak
punya. Demikian juga jakun dan testikel yang dimiliki pria, tidak dimiliki kaum hawa.
Jenis kelamin memang bersifat kodrati, seperti melahirkan dan menyusui bagi
perempuan. Tapi gender yang mengacu pada peran, perilaku dan kegiatan serta atribut
lainnya yang dianggap oleh suatu masyarakat budaya tertentu sebagai sesuatu yang pantas
untuk perempuan atau pantas untuk laki-laki, masih bisa dirubah.Di beberapa wilayah
dengan adat istiadat dan budaya tertentu, isu gender memang sangat membedakan
aktivitas yang boleh dilakukan antara pria dan wanita. Pada masyarakat Jawa dari strata
tertentu misalnya, merokok dianggap pantas untuk laki-laki, tapi tidak untuk perempuan.
Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar disandang perempuan. Sementara
dokter kandungan didominasi laki-laki. Bahkan pernah dalam satu masa, dokter
kandungan tidak boleh dilakoni kaum hawa. Juga mitos gender seputar hubungan seksual,
dimana isteri tabu meminta suaminya untuk pakai kondom. Jadi yang ber-KB adalah
kaum perempuan. Dalam masalah ini bidan berperan untuk member penyuluhan kepada
pasangan suami istri bahwa tidak hanya kaum wanita yang diharuskan memakai KB
namun kaum laki-laki pun perlu memakai KB bila ingin meminimalisir kehamilan dan
persalinan.
Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi dengan Angka Kematian Ibu
(AKI) mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai
45/1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi, perempuan seringkali menghadapi hambatan
untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal itu disebabkan tiga hal,
yakni jarak geografis, jarak sosial budaya serta jarak ekonomi.
Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit atau puskesmas
letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam masalah
ini bidan desa atau bidan yang berada di daerah terpencil sangat berperan penting untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang layak kepada para wanita ataupun pria yang
menduduki tempat terpencil.
Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada keengganan kaum ibu jika
mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-laki. Mereka, kaum ibu di
pedesaan ini, lebih nyaman kalau melahirkan di rumah dan ditemani mertua dan anak-
anak. Akibatnya, apabila terjadi perdarahan dalam proses persalinan, sulit sekali
mendapatkan layanan dadurat dengan segera. Bidan pun berperan dalam member
penyuluhan tentang bahaya melahirkan dirumah tanpa bantuan tenaga medis. Itu semua
dilakukan untuk meminimalisir Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angkan Kematian Bayi
(AKB) yang saat ini semakin berkembang setiap tahunnya.
Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi. Banyak keluarga yang
kurang mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk menuju rumah sakit atau rumah
bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan melihat klien berdasarkan status ekonominya
karena bidan berperan sebagai penolong bagi semua kliennnya dan tidak membedakan
status ekonominya. Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum
pria. Di bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan dan
informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan anak
ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan stereotip gender yang
melabelkan urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada umumnya
sebagai urusan perempuan. Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan bagaimana
norma dan nilai gender serta perilaku yang berdampak negatif terhadap kesehatan.Untuk
itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender dalam meurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

2.2 Fungsi Bidan Dalam HAM


Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), bidan memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
 Memberikan hak kepada semua pasangan dan individual untuk memutuskan dan
bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk mempunyai anak serta
hak atas informasi yang berkaitan dengan hal tersebut. Contohnya bidan memberikan
informasi selengkap-lengkapnya kepada klien saat klien tersebut ingin menggunakan
jasa KB (Keluarga Berencana) dan bidan memberi hak kepada klien untuk
mengambil keputusan sesuai keinginan kliennya.
 Memberikan hak kepada masyarakat untuk mendapatkan kehidupan seksual dan
kesehatan reproduksi yang terbaik serta memberikan hak untuk mendapatkan
pelayanan dan informasi agar hal tersebut dapat terwujud. Misalnya, bidan
membrikan penyuluhan tentang kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi kepada
masyarakat dan memberikan pelayanan serta informasi selengkap-lengkapnya
kepada masyarakat agar masyarakat mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan
reproduksi yang terbaik.
 Memberikan hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan reproduksi yang
bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan. Hak-hak reproduksi merupakan
hak asasi manusia. Baik ICPD 1994 di Kairo maupun FWCW 1995 di Beijing
mengakui hak-hak reproduksi sebagai bagian yang tak terpisahkan dan mendasar dari
kesehatan reproduksi dan seksual. Contohnya setelah bidan memberikan informasi
kepada klien, bidan tidak boleh memaksakan klien atau menekan klien untuk
mengambil keputusan secepatnya.
 Memberikan hak privasi kepada klien
 Memberikan hak pelayanan dan proteksi kesehatan

KASUS
Seorang gadis belia di Cirebon, Jawa Barat dicabuli secara bergilir oleh 5 pemuda yang
baru dikenal di media sosial. Peristiwa ini terjadi setelah gadis berinsial F (16) itu
dicekoki minuman keras (miras) hingga tak sadarkan diri. Selanjutnya kelima pemuda
bejat tersebut mencabuli korban. 
Para tersangka yakni, Hasan, Jaya, Jasuta, Rohmat dan Fikih hanya bisa tertunduk pasrah
dan menutupi wajahnya setelah dibekuk petugas unit perlindungan perempuan dan anak
Satreskrim Polres Cirebon, Sabtu (28/9/2019).
Kelima pemuda ini merupakan buruh serabutan. Mereka harus berurusan dengan hukum
setelah tindakan cabulnya terhadap gadis di bawah umur dilaporkan pihak keluarga
korban ke Polres Cirebon.
Kelima tersangka tak melawan saat diringkus petugas di tempat persembunyiannya
masing-masing. Di hadapan petugas, para tersangka mengakui seluruh perbuatannya
menggilir korban yang masih berusia 16 tahun di dua tempat yang berbeda. Saat
menangkap kelima pelaku, petugas juga menyita berbagai barang bukti, mulai dari
pakaian korban, sepeda motor hingga botol bekas miras jenis ciu. Dihadapan petugas,
para tersangka mengaku mencabuli korban secara bergilir sejak pukul 10 malam hingga
sepuluh siang. Terbongkarnya kasus pemerkosaan bergilir ini berawal dari laporan
keluarga korban yang tak terima anaknya menjadi korban pencabulan.

Kesimpulan
Gender adalah pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab, dan pembagian
kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat
perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat istiadat, kepercayaan
atau kebiasaan masyarakat.
Gender tidak sama dengan kodrat. Kodrat adalah sesuatu yang ditetapkan oleh Tuhan
YME, sehingga manusia tidak mampu untuk merubah atau menolak. Sementara itu,
kodrat bersifat universal, misalnya melahirkan, menstruasi dan menyusui adalah kodrat
bagi perempuan, sementara mempunyai sperma adalah kodrat bagi laki-laki.
Ketidakadilan gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial,
sehingga perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari pada sistem tersebut. Laki-
laki dan perempuan berbeda hanya karena kodrat antara laki-laki dan perempuan berbeda.
Keadilan gender akan dapat terjadi jika tercipta suatu kondisi di mana porsi dan siklus
sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis.
tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender dalam meurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
Fungsi bidan dalam HAM adalah:
Memberikan hak kepada semua pasangan dan individual untuk memutuskan dan
bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk mempunyai anak serta hak
atas informasi yang berkaitan dengan hal tersebut.
Memberikan hak kepada masyarakat untuk mendapatkan kehidupan seksual dan
kesehatan reproduksi yang terbaik serta memberikan hak untuk mendapatkan pelayanan
dan informasi agar hal tersebut dapat terwujud.
Memberikan hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan reproduksi yang
bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan.
Memberikan hak privasi kepada klien
Memberikan hak pelayanan dan proteksi kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
https://www.bps.go.id/subject/40/gender.html

Soepardan ,Suryani. 2007.Konsep Kebidanan. Jakarta;EGC.

https://kesehatanbangsa.blogspot.com/2014/12/makalah-hubungan-gender-dengan-
kesehatan.html?m=1

BAB VII

KEILMUAN KEBIDANAN, DEFINISI NORMAL CHILDBIRTH (KEHAMILAN,


PERSALINAN, NIFAS) STANDAR ICM
I. Definisi Kehamilan 

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai sejak
konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, I.B.G, 1998). Kehamilan
dimulai dari proses pembuahan (konsepsi) sampai sebelum janin lahir (Judi J.E, 2002).

1. Pembagian Umur Kehamilan

Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi dalam 3 bagian, masing-masing: 

 Kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu)

 Kehamilan triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu) 

 Kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai 40 minggu) (Hanifa W, 2005)

2. Gambaran Kehamilan Normal

Gambaran dari kategori diagnosis kehamilan normal adalah:

 Ibu sehat

 Tidak ada riwayat obstetri buruk 

 Ukuran uterus sama atau sesuai usia kehamilan 

 Pemeriksaan fisik dan laboratorium normal (Saifuddin, A.B, 2002)

Tanda Bahaya Kehamilan


Beberapa tanda bahaya dalam kehamilan yang perlu diwaspadai karena dapat
membahayakan saat hamil dan meningkatkan bahaya terhadap bayi, yaitu:

1.  Terjadi perdarahan pervaginam.

Terjadi pengeluaran abnormal, yaitu darah pervaginam, cairan yang cukup banyak, dan
darah bercampur lendir (Manuaba, I.B.G, 1998). Perdarahan seperti haid atau lebih
banyak lagi, ibu dan janin dalam bahaya yang mungkin merenggut nyawa mereka
(Depkes RI, 1999).

Perdarahan setelah usia 20 minggu disebut juga hemoragia ante partum (HAP). Dapat
disebabkan oleh plasenta yang menutupi jalan lahir (placentae praevia), plasenta yang
terlepas dari tempat melekatnya pada dinding rongga rahim (solusio placentae), atau
putusnya pembuluh darah pada daerah selaput ketuban di sekitar mulut rahim (vasa
praevia) (Judi J.E, 2002).
2.  Sakit kepala lebih dari biasa.
Sakit kepala di bagian frontalis yang lebih dari biasa merupakan tanda bahaya untuk
eklampsia yang membakat (Farrer, H, 2001). Ibu mungkin akan mengalami kejang-
kejang, janinnya mati, dan perdarahan yang banyak setelah melahirkan (Departemen
Kesehatan RI, 1999).

3.  Gangguan penglihatan.


Ibu merasakan perubahan penglihatan, pandangan menjadi kabur atau melihat bercak di
depan mata (Depkes RI, 1999). Pada pre-eklampsia tampak edema pada retina, sehingga
ditemukan gangguan penglihatan (Hanifa W, 2005).

4.  Pembengkakan pada wajah atau tangan.

Dengan gejala terjadi pembengkakan pada kelopak mata, muka, dan tangan/kaki atau
bertambahnya BB secara abnormal (Manuaba, I.B.G, 1998). Sedikit bengkak pada  mata
kaki dapat terjadi pada kehamilan normal, namun bengkak pada tangan dan atau wajah
merupakan tanda preeklampsi. Jika ibu sulit melepaskan cincin atau gelang yang biasa
dipakainya, serta mata kaki yang bengkak dan menimbulkan cekungan yang tak cepat
hilang bila ditekan, merupakan tanda bengkak yang tidak normal (Depkes RI, 1999). 

Penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh biasanya dapat
diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan pada wajah atau tangan. Hal ini
perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklampsia (Hanifa W, 2005).

5.  Nyeri abdomen (epigastrik).

Nyeri perut pada kehamilan usia 22 minggu atau kurang mungkin gejala utama pada
kehamilan ektopik atau abortus. Jika ibu mengeluh nyeri abdomen pada kehamilan  lebih
dari 22 minggu kemungkinan persalinan preterm, solusio plasenta, atau amnionitis
(Saifuddin, A.B, 2002). Nyeri perut bawah secara terus-menerus, yang kadang-kadang
menjalar ke samping atau ke punggung yang tidak berkurang dengan istirahat, mungkin
hal ini disebabkan oleh infeksi kandung kencing, yang dapat menyebabkan persalinan
sebelum waktunya (Depkes RI, 1999).

6.  Janin tidak bergerak sebanyak biasanya.

Jika ibu merasakan gerakan janin berkurang atau hilang sesudah kehamilan 22 minggu
diagnosis  kemungkinannya adalah solusio plasenta dan gawat janin (Saifuddin, A.B,
2002). Janin berkurang geraknya, janin mungkin kekurangan oksigen atau makanan dari
ibunya, sehingga menjadi lemah atau bahkan tewas (Depkes RI, 1999).

Bila ditemukan satu atau lebih tanda bahaya tersebut, jelaskan kepada ibu dan
keluarganya bahwa keadaan itu mudah menimbulkan kegawatdaruratan. Anjurkan agar
ibu segera dibawa ke rumah sakit atautempat-tempat pelayanan kesehatan lainnya, untuk
mencegah kejadian yang tak diinginkan (Depkes RI, 1999).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi melalui jalan lahir ibu hamil dimulai
sejak uterus berkontraksi sampai proses pengeluaran uri/plasenta baik tanpa penyulit atau
ada penyulit. Bagaimana dengan definisi persalinan menurut para ahli? Mari simak
penjelasannya dibawah ini.
Definisi Persalinan menurut para ahli :

#1. Persalinan menurut Saifuddin, (2008; 100), adalah proses membuka dan


menipisnya serviks, janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana
janin dan ketuban terdorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal
adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

#2. Persalinan menurut Bagus,I (2008) menyatakan bahwa persalinan adalah proses


yang alami yang akan berlansung dengan sendirinya tetapi persalinan pada manusia setiap
saat terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga memerlukan
pengawasan, pertolongan dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai.

#3. Persalinan menurut JNPK-KR DepKes RI, (2008; 37), Persalinan adalah proses
dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dimulai
(inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka
dan menipis) 

#4. Persalinan menurut wiknjosastro (2009) yang mengartikan bahwa persalinan


adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir

#5. Definisi persalinan menurut Manuaba (2010) menyatakan bahwa persalinan adalah


proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup
diluar kandungan melalui jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa bantuan.

#6. Persalinan menurut Varney (2010) adalah Rangkaian proses yang berakir dengan
pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu yang dimulai dengan kontraksi persalinan sejati yang
ditandai oleh perubahan progresif dari serviks dan diakhiri dengan pengeluaraan plasenta.
Macam-macam persalinan menurut para ahli:

Macam-macam persalinan menurut Manuaba (2009; h. 144) adalah:

 Persalinan spontan: Bila persalinan berlangsung dengan tenaga sendiri.


 Persalinan buatan: Bila persalinan dengan rangsangan sehingga terdapat kekuatan
untuk persalinan.
 Persalinan anjuran: Yang paling ideal sudah tentu persalinan spontan karena tidak
memerlukan bantuan apapun yang mempunyai trauma persalinan yang paling
ringan sehingga kualitas sumber daya manusia dapat terjamin.

Macam-macam persalinan menurut Sulistyawati (2010) adalah:

 Persalinan Spontan: Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri


melalui jalan lahir ibu.
 Persalinan Buatan: Proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar
misalnya ektraksi vacum atau sectio caesaria (SC).
 Persalinan Anjuran: Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru
berlansung setelah pemecahan selaput ketuban,
pemberian pitocyn dan prostaglandin.

Akhirnya setelah sekian lama ibu mengandung, kini saatnya ibu mendapatkan hadiah
yang paling berharga yaitu kelahiran sang jabang bayi. Nah sebelum masuk ke proses
persalinan, ibu wajib mengetahui Gejala & Tanda Persalinan (Melahirkan Sudah Dekat),
supaya ibu dapat mempersiapkan segalanya.
Pertanda Melahirkan Sudah Dekat (Persalinan Kehamilan) yang Wajib Ibu Hamil
ketahui.

#1. Timbul rasa sakit atau panas pada pinggang

Disebabkan karena Otot-otot ligament ibu yang tertarik karena bayi semakin turun ke
bagian bawah panggul ibu. Cara mengatasi rasa sakit atau panas pada pinggang adalah:
Memijat atau mengusap bagian pingang ibu, meskipun sifatnya bukan menyembuhkan
namun ibu akan merasa nyaman dan rasa sakit akan berkurang.

#2. Sulit untuk tidur

Mendekati persalinan ibu hamil akan merasakan sulit tidur dikarenakan pergerakan bayi
yang semakin aktif, rasa sakit pada punggung dan perut terasa kencang, atau ibu merasa
khawatir menngadapi persalinan. Banyak sekali penyebab lainnya.

Cara mengatasi Sulit tidur untuk ibu akan melahirkan adalah :

 Usahakan untuk tidur siang


 Buat minuman hangat supaya lebih relax
 Temani ibu mengobrol, biasanya suka ngantuk

#3. Sering Buang air kecil

Frekuensi urinase yang semakin sering disebabkan oleh tekanan kepala bayi yag semakin
masuk ke bagian bawah panggul ibu menekan kandung kemih.

Cara mengatasi sering Buang air kecil pada ibu melahirkan adalah: untuk mengatasinya
mungkin akan sulit karena buang air kecil merupakan proses alamiah, namun ibu dapat
mencegah sengan membatasi frekuensi minum ibu dan menghidari minumal manis terlalu
banyak.

#4. Kontraksi palsu (Braxton hicks)

Kontraksi palsu atau Braxton hicks adalah terjadi pengencangan perut yang datang dan
pergi. Namun pengencangannya tidak sekuat kontraksi sungguhan ketika melahirkan.
Biasanya kontraksi ini berlangsung 30 hingga 120 detik. Braxton Hicks dapat hilang
ketika Anda berpindah posisi atau relaks.

Kontraksi ini akan Anda rasakan sebelum mengalami kontraksi sungguhan. Perbedaan
lainnya yaitu kontraksi Braxton Hicks hanya terasa di daerah perut atau panggul,
sementara kontraksi sungguhan biasanya terasa di bagian bawah punggung kemudian
berpindah ke bagian depan perut.

#5. Keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir

Tanda selanjutnya adalah adanya lendir berwarna bening yang bercampur darah dari jalan
lahir. Hal tersebut normal, ibu tidak usah khawatir jika mengalami hal seperti ini, berarti
ibu semakin mendekati proses persalinan. Keluarnya lendir bercampur darah dari jalan
lahir disebabkan oleh kepala bayi yang semakin turun ke jalan lahir ibu, sehingga serviks
ibu meregang dan mengeluarkan darah.

6. Jaringan pada serviks

Semakin mendekati persalinan, maka tubuh ibu mengalami banyak perubahan termasuk
jaringan pada serviks ibu. Serviks ibu terjadi peregangan atau biasa disebut pembukaan
dari pembukaan 1 sampai pembukaan lengkap. pembukaan jalan lahir tersebut berbeda-
beda dari setiap ibu tergantung riwayat persalinan ibu sebelumnya.

Jika ibu hamil yang sebelumnya pernah bersalin disebut multipara,  biasanya akan


melansungkan persalinan dengan rentang waktu yang cepat  karena sistem reproduksi ibu
hamil yang sebelumnya perna meregang. Sedangkan jika ibu belum pernah melansungkan
persalinan disebut primipara biasanya proses persalinan ibu terjadi agak lama.

7. Pecah air ketuban

Pecah ketuban beberapa saat sebelum ibu memasuki proses persalinan merupakan hal
yang wajar, namun pada beberapa kasus ditemukan bahwa selaput ketuban itu pecah
sebelum waktunya ibu melairkan.

air ketuban normal berwarna jernih kadang bercampur darah, jika ditemukan air ketuban
yang berwarna kuning atau hijau, ibu perlu waspada dan segera periksa sebab air ketuban
keruh mengindikasikan kondisi janin dalam keadaan tidak normal, ibu perlu mendapatkan
pertolongan segera sebelum terlalu lama dan mengakibatkan janin stress bahkan lebih
menakutkan lagi dapat menimbulkan kematian janin.
Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka
dan mendatar. Darah berasal dari pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena
pergeseran-pergeseran ketika serviks mendatar dan membuka, Menurut Rohani dkk
(2011).

Kala I (Kala Pembukaan) Yaitu kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan


nol sampai pembukaan lengkap. Kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase, yaitu :

1. Fase laten, Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap, pembukaan serviks berlangsung perlahan dari 0 cm
sampai 3 cm. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada
multigravida sekitar 8 jam. Pada pemulaan his (kontraksi), kala pembukaan berlangsung
tidak begitu kuat sehingga parturient (ibu yang sedang bersalin) masih dapat berjalan-
jalan untuk meminimalkan rasa sakit kontraksi.

2. Fase aktif, Kontraksi menjadi lebih kuat dan lebih sering. Fase aktif berlangsung
selama 6 jam dan dibagi atas 3 sub fase :

 Periode akselerasi : berlangsung 2 jam dari pembukaan 3cm menjadi 4 cm.

 Periode dilatasi maksimal : selama 2 jam dari pembukaan 4cm berlangsung cepat
menjadi 9 cm.

 Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam dari pembukaan 9 cm


menjadi 10 cm atau lengkap.

Menurut Sumarah (2008), dalam satu kontraksi terjadi 3 fase, yaitu fase naik, puncak dan
turun. Fase naik lamanya 2 x fase lainnya. Kontraksi uterus yang paling kuat pada fase
kontraksi puncak tidak akan melebihi 40 mmHg.
Menurut Hidayat (2010), pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus
umumnya meningkat ( kontraksi dianggap adekuat / memadai jika terjadi tiga kali atau
lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik  atau lebih), serviks
membuka dari 4 ke 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih per jam hingga
pembukaan lengkap (10 cm), terjadi penurunan bagian terbawah janin.

# Kala II (Kala Persalinan) adalah kala pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan


lengkap sampai bayi lahir.

Tanda dan gejala kala II adalah :

 Ibu merasakan ada dorongan untuk meneran (Doran), karena his semakin kuat,
kira-kira 2-3 menit sekali

 Terlihat ada tekanan pada anus (Teknus), 

 Terlihat perineum menonjol (Perjol), akibat dorongan pada saat meneran

 Vulva dan v4gina dan spingterani terlihat membuka (Vulka)

 Peningkatan pengeluaran lendir darah

 Kepala tela turun ke dasar panggul

 Pada primigravida berlangsung 1 ½ - 2 jam dan pada multigravida berlangsung ½


- 1 jam.

Tahapan Kontraksi pada kala II persalinan: 

 Sangat kuat dengan durasi 60-70 detik, 2-3 menit sekali

 Saat sakit dan akan mereda jika meneran

 Kontraksi kepala mendorong ke arah panggul yang menimbulkan tekanan pada


otot dasar panggul dan menjadi refleks meneran.

Tahapan pada Kala II menurut Aderhold dan Robert:

 Fase I: Fase tenang, mulai dari pembukaan lengkap sampai timbul keinginan
untuk meneran.

 Fase II Fase meneran mulai dari timbulnya kekuatan untuk meneran sampai
kepala crowning (lahirnya kepala).

 Fase III: Fase perineal, mulai sejak crowning kepala janin sampai lahirnya seluruh
badan bayi.

Kala III (Kala Pengeluaran plasenta/uri), Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan
pengeluaran plasenta. segera setelah bayi lahir harus meraba bagian perut ibu untuk
memastikan tidak ada janin kedua. Beberapa saat kemudian, timbul his/kontaksi
pelepasan dan pengeluaran uri, ditandai dengan tali pusat bertambah panjang. Dalam
waktu 1 – 5 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam v4gina dan akan lahir
sepontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses
biasanya berlangsung 5 – 30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai
dengan pengeluaran darah kira-kira 100 – 200 cc.

Sementara bayi diberikan kepada ibu untuk dilakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini),


dengan catatan ibu tidak sedang kelelahan dan bayi dalam kondisi stabil.

Kala IV (Pemantauan), dimulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada Kala IV
dilakukan observasi karena perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam
pertama. Observasi yang dilakukan adalah:

 Tingkat kesadaran penderita.

 Pemeriksaan tanda-tanda vital, tekanan darah, nadi dan pernafasan, suhu.

 Kontaksi uterus, uterus/rahim ibu harus keras dan tegang, jika uterus ibu lembek
maka akan terjadi pendarahan. Segera cari penyebab perdarahan dan lakukan
tindakan penatalaksanaan.

 Perdarahan masih dianggap normal jika tidak melebihi 500cc.

Setelah semua proses persalinan selesai, Ibu juga sudah selesai dibersikan dan mendapat
istirahat. Maka saatnya mengobservasi bayi, memeriksa tanda-tanda vital, dan
memberikan kebutuhan ASI pada bayi.

Definisi nifas nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat-
alat kandungan kembali seperti sebelum hamil 6-8 minggu (Rustam, 1998).

Masa nifas mulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu
(Saifuddin, 2004).

Masa nifas adalah jangka waktu 6 minggu yang dimulai setelah melahirkan bayi sampai
pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum kehamilan (Bobak,
Lowdermilk& Jensen, 2005).

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-
kira 6 minggu  (Abdul Bari. 2002 : N-27).

Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas


1 Uterus .
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali
seperti sebelum hamil  (Sarwono, P. 2002 : 237)

Tabel Involusi Uterus

Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus


Bayi Lahir Setinggi Pusat 1000 gram
Uri Lahir 3 jari bawah pusat 750 gram
1 Minggu Setengah pusat simfisis 500 gram
2 Minggu Tak teraba di atas simfisis 350 gram
6 Minggu Bertambah kecil 50 gram
8 Minggu Sebesar normal 30 gram

Tabel Invulusi Utersus

Lochea Adalah cairan yang keluar dari vagina yang berasal dari tempat plasenta dalam
rahim setelah persalinan. Dan ini terjadi segera setelah plasenta dikeluarkan  (Close,
Sylvia.1998 : 55).

Macam – macam Lochea :

 Lochea rubra (Cruenta  ): berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo, dam mekonium, selama 2 hari post partum. 

 Lochea Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 – 7 post
partum.

 Lochea serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 - 14 post
partum

 Lochea alba : cairan putih, setelah 2 minggu.  (Rustam Muchtar. 1998 : 116).

Periode Nifas :

1  Puerperium Dini adalah masa nifas dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40
hari.

2 Puerperium Intermedial adalah kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya


6-8 minggu.
3. Remote Puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan (Rustam Muchtar. 1998 :
115).

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan RI. 1999. Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar.

Manuaba, I.B.G. 1998.  Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana


untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Farrer, H. 1987. Maternity Care. Andry, H. 2001 (alih bahasa). Jakarta: EGC.
Hanifa, W. (Ed). 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
Saifuddin, A.B. (Ed). 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
Judi, J.E. 2002. Mempersiapkan Kehamilan Sehat. Jakarta: Puspa Swara.

Sarwono Prawirohardjo. (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.


Rustam, M. (1998). Sinopsis Obstetri I. Jakarta. EGC
Saifuddin, dkk. (2004). Buku Panduan Praktis Pelayanan Keseahatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yaysan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

BAB VIII

HUBUNGAN BIDAN – IBU DAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI EFEKTIF


DALAM PELAYANAN
A.           Keterampilan Membina Hubungan Baik

Keterampilan membina hubungan baik merupakan dasar dari proses komunikasi


interpersonal bidan dan klien. Ada tiga cara membantu klien merasa aman setelah
membuka informasi pribadinya, yakni:

1.    Mengakhiri pembicaraan secara halus

Konselor perlu mengetahui proses mengakhiri pembicaraan yang biasanya berlangsung.


Ketika mendekati akhir sebuah pembicaraan konseling, sebaiknya konselor:

a.    Memberi tanda bahwa pembicaraan akan berakhir.

b.    Membuat rangkuman.

c.    Mengatakan bahwa hasil pembicaraan tidak harus dipraktikan.

d.   Memberi penegasan.

e.    Mengajak untuk melanjutkan pembicaraan di waktu lain.

f.     Memberikan pernyataan tertutup.

g.    Mengubah topik pembicaraan

2.    Memperhatikan kelangsungan hubungan di masa mendatang

Ketika mengetahui bahwa anda adalah seseorang pendengar yang baik, klien mungkin
akan bebicara lagi dengan anda di waktu lain. Pada umumnya keinginan itu tidak akan
menimbulkan masalah bagi anda jika klien tidak sering melakukannya

3.    Menunjuk konselor yang lebih kompeten


Ketika klien datang kepada konselor berulangkali dan menceritakan hal yang sama, maka
konselor harus menyadari bahwa klien membutuhkan bantuan khusus dari konselor yang
lebih kompeten.

B.   Sikap dan Perilaku Dasar yang Dibutuhkan dalam Membina Hubungan Baik

Dalam membina hubungan baik terdapat sikap dan perilaku dasar yang di butuhkan
seorang bidan yaitu dapat menerapkan SOLER dalam melakukan komunikasi dengan
klien. SOLER merupakan akronim dari:

S  :  Face your squarely (menghadap ke klien) dan smile/nod at client


(senyum/mengangguk ke klien)

O  :  Open and non-judgemental facial expressions (ekspresi muka menunjukkan sikap


terbuka dan tidak menilai)

L  :  Lean towards client (tubuh condong ke klien)

E  :  Eye contact in a culturally-acceptable manner (kontak mata atua tatap mata sesuai
cara dan budaya setempat)

R  :  Relaxed and friendly manner (santai dan sikap bersahabat)

C. Hal Penting yang Perlu Diperhatikan pada Waktu Melakukan Konseling Agar
Hubungannya Lebih Baik

a.    Menunjukkan Perhatian Verbal

Yang di maksud adalah kata-kata pendek seperti:hemm..., ya, lalu, oh ya, terus,
begitu, ya, dan pengulangan kata-kata penting yang di ucapkan oleh klien.

b.    Menjalin Kerjasama

Bidan yang baik adalah bidan yang mementingkan hubungan baik dengan klien. Hal
ini akan terwujud apabila selama proses konseling bidan selalu berusaha bekerjasama
dengan klien.

c.    Memberi Respon Yang Positif, Pujian, dan Dukungan


Memberi pujian maksudnya mengungkapkan persetujuan atau kekaguman sehingga
mendorong tingkah laku yang baik, menghargai terhadap usaha yang di lakukan
klien dengan baik. Misalnya memuji klien, menunjukkan bahwa bidan menghargai
perhatian klien terhadap kesejahteraan dirinya.

Memberi dukungan maksudnya memberi dorongan, kepercayaan dan harapan kapada


klien, agar klien tahu bahwa bidan percaya klien dapat mengatasi masalah dan membantu
klien mengatasi masalahnya. Misalnya, mengemukakan alternatif yang bisa diharapkan,
menekankan hal baik yang telah mereka lakukan, dan perlu dilanjutkan, seperti
mengatakan kepada klien bahwa dengan datang ke Polindes berarti mereka telah
menolong diri mereka sendiri.

D.  Perilaku Respon Positif yang Mendukung Terciptanya Hubungan Baik

1.    Bersalaman dengan ramah

2.    Mempersilahkan duduk

3.    Bersabar

4.    Tidak memotong pembicaraan klien

5.    Menjaga rahasia klien

6.    Tidak melakukan penilaian (misal: menyalahkan klien)

7.    Mendengarkan dengan penuh perhatian

8.    Menanyakan alasan kedatangan klien

9.    Menghargai apapun pertanyaan maupun pendapat klien


D. Hubungan yang Terapeutik, Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), hubungan
yang terapeutik dengan :

1.    Kejujuran

2.    Tidak membingungkan dan cukup ekspresif

3.    Bersikap positif

4.    Empati bukan simpati

5.    Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

6.    Menerima klien apa adanya

7.    Sensitif terhadap perasaan klien

8.    Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien atau diri konselor sendiri.

E. Meningkatkan Kemampuan dalam Membina Hubungan Baik

·      Perbaikilah pikiran anda. Jika kemampuan anda untuk memahami orang lain perlu
diperbaiki, mulailah dengan membaca buku-buku tentang memahami orang lain. Lalu
amati orang dan terapkan apa yang telah anda pelajari.

·      Kuatkanlah hati anda. Jika anda tidak terlalu peduli terhadap orang lain, anda
perlu mengalihkan focus dari diri sendiri. Buatlah daftar hal-hal kecil yang dapat anda
lakukan untuk memberikan nilai tambah kepada teman-teman serta rekan sekerja. Lalu
cobalah lakukan satu setiap harinya. Jangan tunggu hingga anda ingin membantu orang
lain. Bertindaklah hingga anda sendiri merasa senang melakukannya.

·      Perbaikilah hubungan yang retak. Renungkanlah hubungan jangka panjang yang


sebenarnya penting namun telah memudar. Lakukanlah semampu anda untuk
membangunnya kembali. Hubungilah orang yang bersangkutan dan cobalah menjalin
hubungan kembali. Jika anda bersalah, ambillah tanggung jawab dan mintalah maaf
padanya. Berusahalah untuk memahami, mengasihi, serta melayani orang tersebut
dengan lebih baik.
G.  Faktor-Faktor yang Membantu Untuk Menentukan Batas Teritori Percakapan

Hubungan bersifat tidak pasti atau permanen. Hubungan memiliki faktor-faktor yang
membantu untuk menentukan batas teritori percakapan kita. Faktor-faktor yang
membantu untuk menentukan batas teritori percakapan:

1.    Status. Status adalah kedudukan yang anda akui pada orang laindikaitkan dengan
anda.Anda melihat diri anda sendiri tinggi atau rendah dalam status hubungan anda
dengan orang lain.Orang member status pada orang lain. Status adalah bukti derajat
penghargaan, keakraban atau penolakan terhadap orang lain.

2.    Kekuatan. Kekuatan adalah kendali manusia unuk mendesak satu sama lain.Jika anda
dapat mempengaruhiatau mengendalikan sikap seseorang dengan segala cara maka
anda mempunyai kekuatan atas mereka.

3.    Peran. Peran adalah perilaku yang diharapkan seseorang terhadap orang


lainnya.Orang cenderung bercakap-cakap dengan orang lain sesuai
perannya.Misalnya jika anda seorang Bidan maka orang akan cenderung bercakap-
cakap dengan anda sesuai peran anda sebagai seorang bidan.

4.    Kegemaran. Percakapan bakal berhasil pada orang yang walau tidak saling mengenal
tetapi memiliki kegemaran yang sama,sehingga dapat terjalin suatu hubungan.

II. Pengertian Komunikasi

Pengertian komunikasi menurut para ahli mengacu pada aktivitas interaksi manusia yang
bisa terjadi secara langsung atau tidak langsung. Beberapa defenisi komunikasi menurut
para ahli berikut ini :

-       Everret M. Rogers, komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada suatu penerimaan atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah
laku mereka.

-       Rogers & O. Lawrence Kincaid, komunikasi adalah suatu proses dimana dua


orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lain
yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.
-       Theodore M. Newcomb,  setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu
transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada
penerima.

A. Unsur Pembangun Komunikasi

·      Sumber, yaitu pembuat informasi atau pengirim informasi. Pada komunikasi antar
manusia, sumber komunikasi bisa dari satu orang atau dari beberapa orang (kelompok)
misalnya sebuah organisasi atau lembaga. Sumber komunikasi disebut juga komunikator.

·      Penerima, pihak yang menjadi tujuan untuk dikirimi pesan oleh sumber
(komunikator). Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih. Penerima disebut juga
komunikan.

·      Pesan, adalah informasi yang disampaikan oleh pengirim pesan kepada penerima
(komunikan). Pesan tersebut bisa disampaikan dengan bertatap muka (langsung) atau
melalui media komunikasi (tidak langsung).

·      Media, alat yang digunakan dalam berkomunikasi untuk memindahkan pesan


(informasi) dari sumber kepada penerima.

·      Efek, pengaruh yang dipikirkan dan dirasakan oleh penerima sebelum dan sesudah
menerima pesan. Yang kemudian akan mempengaruhi sikap seseorang dalam menelaah
pesan.

·      Umpan Balik, sebuah bentuk tanggapan balik dari penerima setelah memperoleh
pesan yang diterima.

B. Kemampuan Komunikasi yang Baik

1.    Berikan kesan bahwa anda antusias berbicara dengan mereka. Beri mereka kesan
bahwa anda lebih suka berbicara dengan mereka daripada orang lain di muka bumi ini.
Ketika anda memberi mereka kesan bahwa anda sangat antusias berbicara dengan mereka
dan bahwa anda peduli kepada mereka, anda membuat perasaan mereka lebih positif dan
percaya diri. Mereka akan lebih terbuka kepada anda dan sangat mungkin memiliki
percakapan yang mendalam dengan anda.
2.    Ajukan pertanyaan tentang minat mereka. Ajukan pertanyaan terbuka yang akan
membuat mereka berbicara tentang minat dan kehidupan mereka. Galilah sedetail
mungkin sehingga akan membantu mereka memperoleh perspektif baru tentang diri
mereka sendiri dan tujuan hidup mereka.

3.    Beradaptasi dengan bahasa tubuh dan perasaan mereka. Rasakan bagaimana perasaan
mereka pada saat ini dengan mengamati bahasa tubuh dan nada suara. Dari sudut pandang
ini, anda dapat menyesuaikan kata-kata, bahasa tubuh, dan nada suara anda sehingga
mereka akan merespon lebih positif.

4.    Tunjukkan rasa persetujuan: Katakan kepada mereka apa yang anda kagumi tentang
mereka dan mengapa. Salah satu cara terbaik untuk segera berhubungan dengan orang
adalah dengan menjadi jujur dan memberitahu mereka mengapa anda menyukai atau
mengagumi mereka. Jika menyatakan secara langsung dirasakan kurang tepat, cobalah
dengan pernyataan tidak langsung. Kedua pendekatan tersebut bisa sama-sama efektif.

5.    Dengarkan dengan penuh perhatian semua yang mereka katakan. Jangan terlalu
berfokus pada apa yang akan Anda katakan selanjutnya selagi mereka berbicara.
Sebaliknya, dengarkan setiap kata yang mereka katakan dan responlah serelevan
mungkin. Hal ini menunjukkan bahwa anda benar-benar mendengarkan apa yang mereka
katakan dan anda sepenuhnya terlibat di dalam suasana bersama dengan mereka. Juga
pastikan untuk bertanya setiap kali ada sesuatu yang tidak mengerti pada hal-hal yang
mereka katakan. Anda tentu saja ingin menghindari semua penyimpangan yang mungkin
terjadi dalam komunikasi jika anda ingin mengembangkan hubungan yang sepenuhnya
dengan orang tersebut.

6.    Beri mereka kontak mata yang lama. Kontak mata yang kuat mengkomunikasikan
kepada orang lain bahwa anda tidak hanya terpikat oleh mereka dan apa yang mereka
katakan tetapi juga menunjukkan bahwa anda dapat dipercaya. Ketika dilakukan dengan
tidak berlebihan, mereka juga akan menganggap anda yakin pada diri anda sendiri karena
kesediaan anda untuk bertemu mereka secara langsung. Akibatnya, orang secara alami
akan lebih memperhatikan anda dan apa yang anda katakan.

7.    Ungkapkan diri anda sebanyak mungkin. Salah satu cara terbaik untuk mendapatkan
kepercayaan seseorang adalah dengan mengungkapkan diri seterbuka mungkin. Bercerita
tentang kejadian yang menarik dari hidup anda atau hanya menggambarkan contoh lucu
dari kehidupan normal sehari-hari. Ketika anda bercerita tentang diri anda, pastikan untuk
tidak menyebutkan hal-hal yang menyimpang terlalu jauh dari minat mereka atau bahkan
berlebihan. Anda dapat membiarkan mereka mengetahui lebih jauh tentang diri anda
seiring membangun sebuah ikatan. Bila anda menggunakan kata-kata tersebut, anda
membuatnya tampak seperti anda dan mereka berada di tim yang sama, sementara orang
lain berada di tim yang berbeda.

8.    Berikan mereka senyuman terbaik anda. Ketika anda tersenyum pada orang, anda
menyampaikan pesan bahwa anda menyukai mereka dan kehadiran mereka membawa
anda kebahagiaan. Tersenyum pada mereka akan menyebabkan mereka sadar ingin
tersenyum kembali pada anda yang secara langsung akan membangun hubungan antara
anda berdua.

9.    Beri mereka motivasi. Jika orang yang anda hadapi lebih muda atau dalam posisi
yang lebih sulit dari anda, mereka mungkin ingin mendengar beberapa kata motivasi dari
anda karena anda lebih berpengalaman atau anda tampaknya menjalani kehidupan dengan
baik . Jika anda ingin memiliki hubungan yang sehat dengan orang tersebut, anda tentu
saja tidak ingin tampak seperti anda memiliki semuanya sementara mereka tidak.
Yakinkan mereka bahwa mereka dapat melampaui masalah dan keterbatasan mereka,
sehingga mereka akan berharap menjadikan anda sebagai teman yang enak untuk diajak
bicara.

C. Ciri-Ciri Komunikasi Efektif

·      Istilah, penggunaan istilah yang diartikan “sama” antara pengirim dan penerima
pesan merupakan aturan dasar untuk mencapai komunikasi yang efektif. Kata – kata yang
samar artinya (mempunyai lebih dari satu makna) dapat menimbulkan kebingungan dan
salah pengertian.

·      Spesifik, pesan yang di pertukarkan harus spesifik. Maksudnya, pesan yang


disampaikan harus jelas, sehingga si penerima pesan dapat menerima dan mengulangi
dengan benar.

·      Tersusun baik, pesan harus berkembang secara logis dan tidak boleh terpotong-
potong.
·      Objektif, akurat, dan aktual, pengirim informasi harus berusaha menyampaikan
pesan seobjektif mungkin.

·      Efisien, pesan di sampaikan seringkas dan seoriginal mungkin serta harus berusaha
untuk menghilangkan kata yang tidak relavan.

 Mengetahui contoh komunikasi efektif dalam kebidanan merupakan salah satu


langkah yang bagus terutama untuk mendapatkan informasi mengenai bagaimana praktek
komunikasi yang baik bisa diterapkan kepada pasien. Sebagaimana kita ketahui, proses
persalinan bisa menjadi sebuah pengalaman baru dan pertama bagi seorang ibu. Tugas
bidan sebagai penolong persalinan tentu harus bisa menyediakan pelayanan yang optimal
sehingga ibu tidak merasa khawatir atau cemas dan melakukan persalinan dengan baik.
Inilah alasan mengapa komunikasi yang efektif bisa menjadi begitu penting.

 Cara komunikasi efektif dengan pasien

 Contoh komunikasi efektif dalam praktik kebidanan

 Contoh komunikasi tidak efektif

Komunikasi yang efektif mengandung makna bahwa komunikasi dilakukan dengan baik
dan tidak terlalu tergesa-gesa. Fokus utama dalam komunikasi kebidanan adalah
bagaimana menerapkan komunikasi terapeutik dengan cermat tetapi juga tidak memakan
waktu banyak. Berikut ini adalah beberapa macam uraian komunikasi efektif yang bisa
kita perhatikan contohnya sehingga bisa memudahkan aplikasi yang ada selama praktek
kebidanan.

1. Penggunaan Bahasa yang Sederhana

Penggunaan bahasa yang sederhana dan tidak bertele-tele merupakan contoh komunikasi
efektif yang bisa digunakan pada praktik kebidanan. Seorang bidan hendaknya bisa
langsung menuju poin apa yang ingin ditanyakan atau ingin disampaikan kepada pasien
tanpa harus banyak bertele-tele. Sebagai contoh, hindari menggunakan pernyataan yang
diulang seperti, ”Ini kehamilan yang keberapa ibu? Anak yang keberapa ibu?”. Dua
pertanyaan tersebut sebenarnya sama.

2. Menggunakan Pertanyaan Terbuka


Pertanyaan terbuka memberikan kesempatan pada bidan untuk sekali bertanya, tetapi
mampu mendapatkan jawaban yang lebih banyak. Bidan bisa melakukan ini dalam rangka
untuk mempercepat proses pengkajian pada pasien. Untuk menggunakan pertanyaan
terbuka, kalimat pertanyaan bisa lebih diperbanyak menggunakan kata “bagaimana”.

3. Memberikan Kesempatan Pasien untuk Berbicara

Memberikan kesempatan pasien untuk berbicara sebenarnya hampir sama dengan


bagaimana kita bisa menjadi pendengar aktif. Ini ditunjukkan dengan sikap tidak menyela
pembicaraan selama klien menyampaikan informasi kepada bidan. Biarkan pasien
mengungkapkan apa saja yang menjadi keluhannya sehingga kita cukup mendengarkan
saja terlebih dahulu.

4. Memberikan Umpan Balik pada Pasien

Setelah klien berbicara banyak mengenai kondisinya, tugas selanjutnya adalah


memberikan umpan balik pada pasien. Ini adalah contoh komunikasi efektif dalam
kebidanan yang kadang kurang diperhatikan. Umpan balik atau respon penting supaya
pasien juga merasa nyaman dan diperhatikan setelah berkomunikasi dengan bidan,

5. Instruksi yang Tepat dan Jelas

Strategi komunikasi efektif selanjutnya adalah tentang pemberian instruksi yang tepat dan
juga jelas. Ini bukan berarti seberapa keras volume suara bidan harus digunakan tetapi
lebih kepada bagaimana bidan bisa menjelaskan dengan baik pada klien. Entah itu pada
saat masa ante natal care atau pada saat proses persalinan, pemberian instruksi yang jelas
bisa membuat klien paham mengenai apa yang harus ia lakukan.

6. Tidak Terlalu Banyak Bahasa Medis

Penggunaan bahasa medis yang asing dan kurang familiar tentu saja patut dihindari saat
berhadapan dengan klien. Sah-sah saja jika bidan menggunakan istilah medis dengan
rekan sejawat. Namun ini tidak berlaku saat berhadapan dengan klien. Pastikan klien
memahami apa yang kita sampaikan sehingga informasi bisa diterima dengan baik. (Baca
juga: Cara berkomunikasi dengan baik)

7. Memperhatikan Respon Non Verbal


Kepekaan terhadap respon non verbal juga merupakan modal penting seorang bidan
untuk bisa memberikan asuhan kebidanan yang baik. Respon non verbal biasanya
ditunjukkan dalam bahasa tubuh pasien, seperti misalnya gerakan menggeleng kepala,
pandangan yang tidak fokus atau kaki yang sering bergerak-gerak. Semuanya
menunjukkan respon kurang begitu nyaman sehingga bidan bisa menanyakan apa yang
dirasakan klien terlebih dahulu. (Baca juga: Contoh komunikasi interpersonal dalam
keperawatan)

8. Melakukan Evaluasi Komunikasi

Evaluasi komunikasi penting dilakukan untuk melakukan validasi, apakah informasi yang
sudah disampaikan diterima dengan baik atau tidak. Bila perlu, minta klien untuk
menjelaskan ulang secara singkat.

Demikian beberapa macam contoh dari komunikasi efektif yang bisa kita coba untuk
terapkan. Tentunya prinsip komunikasi juga bisa dipelajari lebih lanjut sehingga kita bisa
mengetahui bagaimana penerapan komunikasi yang baik. Semoga contoh komunikasi
efektif dalam kebidanan ini bermanfaat dan jangan segan untuk membaca posting
menarik lainnya.

A.           Simpulan

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:

-       Membina hubungan baik adalah hal terpenting yang harus dilakukan saat
berkomunikasi dengan klien.

-       Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam menciptakan hubungan baik dengan
klien.

-       Terciptanya hubungan baik saat adanya feedback (hubungan timpal-balik) antara


bidan dengan klien.

-       Faktor-faktor yang menentukan batas teritori percakapan adalah status, kekuatan,


peran, dan kegemaran.
B.            Saran

Dari semua penjelasan, sebaiknya dalam memberikan pelayanan kepada klien, seorang
bidan harus mampu untuk menciptakan hubungan baik, misalnya dari sikap, perilaku, dan
komunikasi yang diberikan. Saat hubungan baik telah terbina, maka klien akan merasa
lebih nyaman dengan asuhan yang diberikan. Klien juga akan percaya terhadap bidan
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Fitriasari.2009. Konseling (Komunikasi Interpersonal. akbidypsdmi.net. 26 April 2009.


05:08 PM.

Tyastuti, dkk., 2008. Komunikasi dan Konseling Dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta:


Fitramaya.

Uripni. 2003. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC.

Wulandari diah.2009.Komunikasi dan Konseling dalam Praktik


Kebidanan.Jogyakarta:Nuha medika

MNH-DEPKES. Komunikasi Efektif Ibu Selamat, Bayi Sehat, Keluarga Bahagia. Modul
Pelatihan Keterampilan Komunikasi interpersonal/konseling (KIP/K). Jakarta : 2002.

Uripni, C.L, Untung Sujianto, Tatik Indrawati. Komunikasi


Kebidanan. Jakarta : EGC.2003
BAB IX
MEDIA SOSIAL DAN PROFESIONALISME

A. MEDIA SOSIAL
Istilah “media sosial” adalah istilah umum yang mencakup banyak cara agar teknologi
digunakan untuk interaksi sosial. Media sosial berbeda dengan media tradisional, seperti
surat kabar, televisi dan radio; Dalam hal siapa pun yang menggunakan teknologi
berbasis mobile dan web dapat mempublikasikan dan menerima informasi kapan saja.
Dialog interaktif real time memungkinkan penciptaan makna dan semua aspek kehidupan
sosial – cocok untuk profesi berbasis sosial seperti kebidanan.

1. Bentuk media sosial


Teknologi berbasis mobile dan web banyak berbentuk. Bentuk utama yang
digunakan oleh bidan adalah: Email, Texting, Forums, Facebook, Twitter, Linkedln,
Blogs, Ning, Wikis, OneTrueMedia dan YouTube. Wikipedia memiliki daftar
kategori media sosial yang beragam. Ada link di halaman Wikipedia untuk
penjelasan tentang setiap modalitas. Media sosial Google ‘dan Anda akan takjub
dengan apa yang muncul untuk Anda jelajahi.
2. Penggunaan media sosial
Media sosial menawarkan sarana untuk orang-orang dapat memposting pengalaman
mereka saat mereka menjalankan aktivitas mereka dan teman-teman mereka untuk
seketika. Anda akan terbiasa dengan email dan SMS, jadi saya tidak akan masuk ke
alat-alat di artikel ini. Sebagian besar dari Anda akan terbiasa dengan Facebook juga.
Bidan yang terlibat dengan media sosial menggunakan Facebook sebagai platform
jejaring sosial mereka, berbagi kehidupan dan foto mereka. Beberapa bidan juga
menggunakan Linkedln, platform yang digunakan oleh pemilik bisnis dan
profesional lainnya. Situs microblogging, Twitter, sangat populer di kalangan bidan,
tapi dari mereka berasal dari Amerika Serikat.
3. Dari jejaring sosial dan pembaharuan teman pada aktivitas sehari-hari / per jam,
media sosial adalah alat yang sangat baik untuk meningkatkan kesadaran akan isu,
berbagi informasi dan mengorganisir acara. Seperti yang diselenggarakan oleh
kejadian-kejadian dunia baru-baru ini, salah satu peran media sosial yang paling kuat
adalah memobilisasi dukungan masyarakat untuk masalah kepentingan politik dan /
atau kepentingan publik. Ketika Gold Coast Birth Center diancam akan ditutup pada
tahun 2010, sebuah rencana peluncuran di Facebook dan Twitter untuk memberi tahu
orang yang sudah dekat sudah dekat. Kampanye media sosial memuncak dalam
sebuah perkembangan yang sedang berkembang dengan baik, media tradisional
terlibat dan pusat informasi terbuka.
4. Ning adalah situs jejaring sosial yang berguna untuk grup karena dilindungi kata
sandi dan membutuhkan moderasi untuk akses. Anda akan menemukan kebidanan,
kelahiran dan komunitas terkait orang tua di Ning. Alat media sosial populer lainnya
adalah blogging. Banyak bidan blog. Kata ‘blog’ adalah kontraksi ‘Web log’ dan
merupakan situs web yang berfungsi sebagai jurnal online terbuka yang dikelola oleh
individu. Pemilik blog, atau tamu yang dinyanyikan, menulis komentar reguler
tentang kejadian, ide dan / atau pengalaman. Contoh dari blog kebidanan adalah
Dewi Mideed Reed dari Queensland.
5. Jika Anda ingin mengetahui lebih banyak tentang cara profesional kesehatan
menggunakan media sosial, Sarah Stewart, bidan guru media sosial memiliki artikel
blog Diskusi dengan profesional kesehatan tentang penggunaan media sosial mereka
dengan diskusi video tentang penggunaan sosial. media. Sarah telah memprakarsai
dan mengkoordinasikan Hari Virtual Internasional Bidan yang sangat sukses dan
populer, sebuah konferensi virtual yang diadakan selama 24 jam pada tanggal 5 Mei.
Tahun ini, 2011, setelah. Rincian bisa ditemukan di blog Sarah. Media kesehatan
untuk kesehatan dan kesehatan. Dr Kevin Pho, memiliki blog Medscape yang
populer, Kevin MD.
6. Perangkap untuk yang waspada, Beberapa pembelajaran terbesar saya adalah dari
berbagi cerita tentang kelahiran dengan bidan lainnya. Duduk di ruang teh atau pergi
makan siang dan bincang-bincang biasanya aman untuk mengatasi masalah klinis
dan kami semua sadar akan kebutuhan untuk memastikan kerahasiaan di forum
tersebut. Kata-kata yang kami tasikan itu hanya ke udara yang tipis dan hanya
ingatan kami yang mencatat apa yang kami binginan.
Para peneliti dalam penelitian ini memuat 3 persen dari pos-pos yang tidak professional
karena tulisan-tulisan yang memuat:
 Pernyataan diskriminatif
 Potensi pasien
 Sialan
 Materi seksual eksplisit ( Rettner, MyHealthNewsDailyLMSNBC , 2/17).
Terdiri dari bahaya yang menimpa yang tidak terpikirkan, berikut adalah daftar kelalaian
yang menyebabkan orang menjadi deformat.
 Jangan memposting ucapan off-color
 Jangan mengirimkan isi rahasia
 Jangan badmouth klien anda
 Jangan menghina atasan Anda
 Jangan posting foto yang tidak tepat
 Jangan membuat video animasi rekan kerja anda
 Jangan bicara sampah tentang atasanmu
 Jangan main-main – lalu posting tentang itu

Kurangnya isyarat bahasa tubuh berarti humor bisa salah baca atau disalah artikan, hai
yang bisa kita anggap sebagai sarkasme dan kecerdasan semata. Oleh karena itu kita
harus yakin pesan kita jelas dan kepribadian. Aspek penting lainnya dari Netiquette
adalah:
 Huruf kapital untuk seluruh kata yang teriakan dan tidak sopan
 Jaga agar email tetap pendek dan letakkan bagian penting dari pesan di kalimat
tertinggi
 Pesan baris subjek email sesuai dengan topik email
 Tidak mengharapkan atau meminta tanggapan segera saat email atau teks terkirim dan
jangan kirim yang lain segera jika tidak ada jawaban cepat
 Jika ada yang ingin pribadi atau butuh perlu diskusikan, berdering orang atau pesan
langsung (DM) mereka. Jangan taruh di tempat semua orang bisa melihatnya
 Jangan melakukan percakapan pribadi dan pribadi di media sosial kecuali jika situs
terkunci dan bahkan kemudian informasi, bahkan DM dan email dapat diminta oleh
pengadilan
 Bersikap sopan dan santun
 Pastikan pesannya adalah pesan yang anda kirim: baca ulang sebelum posting dan
tanyakan pada diri anda, bagaimana pesan ini akan ditafsirkan oleh orang yang
menerimanya?
 Hindari penggunaan kata-kata tidak senonoh
 Hindari kata-kata atau gambar yang mengorbankan, menghujat atau memfitnah
 Hindari kata-kata atau gambar yang berarti rasis, seksis dan anti-agama
 Perlakukan semua orang dan bicara semua orang secara positif, ingat, apa yang
tertulis berlangsung selamanya
 Jangan memposting dan / atau memberi tag foto teman yang tidak menyenangkan atau
kompromi.
 Sadarilah foto Anda sendiri dan pastikan foto yang anda posting sesuai secara
profesional
 Waspadalah terhadap siapa Anda ‘teman’ dan pengaturan privasi Anda; Anda diminta
untuk mengambil tindakan untuk memastikan privasi.
 Sadarilah pengaturan privasi masih rentan. Pastikan ejaan dan tata bahasa benar
 Ingat anda memproyeksikan citra profesional anda apakah anda menyadarinya atau
tidak
 Jika orang lain membuat kesalahan, berbaik hati. Jika Anda memilih untuk
memperbaikinya, lakukan secara pribadi dan baik hati.
 Hormati kekayaan intelektual.

B. PROFESIONALISME KEBIDANAN

Definisi profesionalisme bidan

Profesinalisme berarti memiliki sifat profesional yang dimiliki oleh seorang bidan.

Bidan profesional termasuk rumpun kesehatan , untuk menjadi jabatan profesional


memiliki 9 syarat bidan profesional, meliputi :

1. Ilmu sosial, budaya, kesehatan masyarakat, konsep kebidanan, etika, kode etik,
kebidanan yang membentuk dasar dari asuhan yang berkualitas.

2. Asuhan ibu hamil

3. Asuhan kebidanan ibu melahirkan

4. Kebidanan asuhan ibu nifas menyusui

5. Asuhan bayi lahir

6. Asuhan pada bayi balita

7. Keluarga berencana

8. Gangguan reproduksi

9. Kebidanan komunitas
B. Ciri-ciri jabatan profesional bidan

1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis

2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan secara tenaga profesional

3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat

4. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas

5. Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah

6. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah

7. Memiliki kode etik bidan

8. Memiliki etika bidan

9. Memiliki standar pelayanan

10. Memiliki standar praktik

11. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi

sesuai dengan kebutuhan pelayanan

12. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan

kompetensi

13. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur

Sehubungan dengan profesinalisme jabatan bidan, perlu dibahas bahwa bidan


tergolong jabatan profesinal.

C. Tanggungjawab sebagai bidan profesinal

1. Menjaga agar pengetahuannya tetap up to date, terus mengembangkan keterampilan


dan kemahiran agar bertambah luas serta mencangkup semua aspek peran seorang
bidan

2. Mengenali batas-batas pengetahuan, keterampilan pribadinya dan tidak berupaya


melampaui wewenangannya dalam praktik klinik

3. Menerima tanggungjawab untuk mengambil keputusan serta konsekuensi dari

keputusan tersebut
4. Berkomunikasi dengan pekerja kesehatan lainnya (bidan, dokter, dan perawat)
dengan rasa hormat dan martabat
5. Memelihara kerja sama yang baik dengan staff kesehatan dan rumah sakit
pendukung untuk memastikan sistem rujukan yang optimal

6. Melaksanakan kegiatan pemantauan mutu yang mencangkup penilaian sejawat,

pendidikan berkesinambungan, mengkaji ulang kasus audit maternal atau perinatal

7. Bekerjasama dengan masyarakat tempat bidan praktik

8. Meningkatkan akses dan mutu asuhan kebidanan

9. Menjadi bagian dari upaya meningkatkan status wanita, kondisi hidup mereka dan

menghilangkan praktik kultur yang sudah terbukti merugikan kaum wanita.

A. Kesimpulan

Bidan adalah profesi yang diakui secara nasional maupun internasional oleh
sejumlah praktisi diseluruh dunia. Tugas utama yang menjadi tanggung jawab praktik
profesi bidan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu, anak dan keluarga
berencana dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.

Untuk menjadi jabatan profesional memiliki 9 syarat bidan profesinal, meliputi :

1. Ilmu sosial, budaya, kesehatan masyarakat, konsep kebidanan, etika, kode etik,
kebidanan yang membentuk dasar dari asuhan yang berkualitas.

2. Asuhan ibu hamil

3. Asuhan kebidanan ibu melahirkan

4. Kebidanan asuhan ibu nifas menyusui

5. Asuhan bayi lahir

6. Asuhan pada bayi balita

7. Keluarga berencana

8. Gangguan reproduksi

9. Kebidanan komunitas
B. SARAN

Untuk menjadi bidan yang profesional, seorang bidan harus memenuhi syarat yang telah
ditetapkan, dikarena bidan memiliki tanggungjawab yang besar terhadap pasien yang
akan diberi pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA

Kebidanan.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Purwandari, Atik.2008

Yulifah Surachmindari,Rita.Konsep Kebidanan untuk Pendidikan Kebidanan.Jakarta


Selatan : Salemba Medika.2013

http://www.scribd.com/mobile/doc/229876482/profesionalisme-bidan

Sumber: http://www.pregnancy.com.au/midwifery/midwifery-resources/midwifery-
articles/midwives-and-social-media.shtml
BAB X

RUJUKAN DAN RECORD KEEPING

A. SISTEM RUJUKAN

1. Definisi

Rujukan adalah suatu kondisi yang optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau fasilitas
yang memiliki sarana lebih lengkap yang diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan
bayi baru lahir (JNPK-KR, 2012).

Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan
terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara
vertikal maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih berkompeten, terjangkau, rasional,
dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi ( Syafrudin, 2009).

2. Rujukan Kebidanan.

Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan obstetri adalah suatu pelimpahan tanggung jawab
timbal-balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara vertikal,maupun
horizontal. Rujukan vertikal,maksudnya adalah rujukan dan komunikasi antara satu unit ke unit
yang telah lengkap. Misalnya dari rumah sakit kabupaten ke rumah sakit provinsi atau rumah
sakit tipe C ke rumah sakit tipe B yang lebih spesialistik fasilitas dan personalianya. Rujukan
horizontal adalah konsultasi dan komunikasi antar unit yang ada dalam satu rumah
sakit,misalnya antara bagian kebidanan dan bagian ilmu kesehatan anak (Syafrudin,2009).

3. Jenis Rujukan Terdapat dua jenis isitilah rujukan yaitu, (Pudiastuti,2011) :

1. Rujukan Medik yaitu pelimpahan tanggungjawab secara timbal balik atas satu kasus yang
timbal balik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu
menanganinya secara rasional.

Jenis rujukan medik :

a. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium lebih lengkap

b. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosa, pengobatan, tindakan operatif dan lain-
lain.
c. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan
pengobatan setempat.

2. Rujukan Kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau spesimen ke
fasilitas yang lebih mampu dan lengkap.

4.Tujuan Rujukan

Tujuan rujukan, yaitu (Syafrudin,2009) :

1. Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang sebaikbaiknya.

2. Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium dari unit
yang kurang lengkap ke unit yang lengkap fasilitasnya.

3 Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (Transfer knowledge and skill) melalui
pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah.

5. Langkah-langkah rujukan Langkah-langkah rujukan,yaitu (Syafrudin,2009) :


1. Menentukan kegawatdaruratan penderita
a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat
ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang terdekat,oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan
ke tingkat kegawatdaruratan
b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas Tenaga kesehatan yang
ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat
kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya,
mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang
harus dirujuk

2. Menentukan tempat rujukan.

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai
kewenangan dan fasilitas terdekat yang termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak
mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga

4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju


a. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk

b. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam
perjalanan ke tempat rujukan

c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita tidak
mungkin dikirim.

Dijabarkan persiapan penderita yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan yaitu dengan
melakukan BAKSOKU yang merupakan singkatan dari (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat,
Kenderaan, Uang),(JNPK-KR,2012).

Bidan (B)

Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang
kompeten dan memiliki kemampuan untuk menatalaksanakan kegawatdaruratan obstetri dan
bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan

Alat (A)

Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi baru lahir
( tabung suntik, selang Intra Vena, dan lain-lain ) bersama ibu ke tempat rujukan. Perlengkapan
dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan sedang dalam perjalanan.

Keluarga (K)

Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi dan mengapa ibu
dan/atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan keperluan upaya rujukan tersebut.
Suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau bayi baru lahir ke tempat
rujukan.

Surat (S)

Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu dan/atau
bayi baru lahir, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-
obatan yang diterima ibu Universitas Sumatera Utara 9 dan/atau bayi baru lahir. Lampirkan
partograf kemajuan persalinan ibu pada saat rujukan. Obat (O) Bawa obat-obatan esensial pada
saat mengantar ibu ke tempat rujukan. Obat- obatan mungkin akan diperlukan selama
perjalanan.
Kendaraan (K)

Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi yang cukup
nyaman. Selain itu pastikan bahwa kondisi kendaraan itu cukup baik untuk. mencapai tempat
rujukan dalam waktu yang tepat. Uang (U) Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam
jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperiukan dan bahan-bahan kesehatan
lain yang diperiukan selama ibu dan/atau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan. 6. Kegiatan
Rujukan Kegiatan rujukan yaitu (Syafrudin,2009) :

1. Rujukan dan pelayanan kebidanan

a. Pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap

b. Rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan, dan nifas

c. Pengiriman kasus masalah reproduksi manusia lainnya seperti kasus ginekologi atau
kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis

d. Pengiriman bahan laboratorium

e. Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke
unit semula, jika perlu disertai dengan keterangan yang lengkap.

2. Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan.

a. Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan


melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi.

b. Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan


keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan juga
dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan tingkat provinsi
atau instituasi pendidikan.

3. Rujukan informasi medis

a. Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan advis rehabilitas
kepada unit yang mengirim

b. Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan,


terutama mengenai kematian maternal dan pranatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh
angka-angka secara regional dan nasional.
Faktor-faktor Penyebab Rujukan Faktor-faktor penyebab rujukan (JNPK-KR,2007),yaitu :

a. Ketuban pecah dengan mekonium kental

b. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (kurang dari 37 Minggu usia kehamilan)

c. Ketuban pecah lama (lebih kurang 24 jam)

d. Riwayat seksio sesaria

e. Ikterus

f. Perdarahan pervaginam

g. Anemia berat

h. Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan

i. Gawat janin

j. Kehamilan gameli.

8. Keuntungan sistem rujukan Keuntungan dari sistem rujukan, (Pudiastuti,2011) adalah :

1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien berarti bahwa pertolongan
dapat diberikan lebih cepat, murah, dan secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan
keluarganya.

2. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas
daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing-
masing.

3. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli.

9. Persiapan rujukan

Sebelum melakukan persiapan rujukan yang pertama dilihat adalah mengapa bidan melakukan
rujukan. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan
mendahulukan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya sistem rujukan, diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu. Bidan sebagai tenaga kesehatan harus
memiliki kesiapan untuk merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan
tepat waktu jika menghadapi penyulit. Yang melatarbelakangi tingginya kematian ibu dan anak
adalah terutama terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Jika bidan lalai dalam
melakukannya akan berakibat fatal bagi keselamatan jiwa ibu dan bayi ( Syafrudin, 2009).

10. Pelaksanaan Rujukan Pelaksanaan rujukan,yaitu (Pudiastuti,2011):

1. Internal antar petugas di satu rumah

2. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas

3, Antara masyarakat dan puskesmas

4. Antara puskesmas dengan puskesmas lainnya

5. Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
6. Antara rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit.

Bagan I:Modul Konseptial Sistem Rujukan Kesehatan Masyarakat di Indonesia (UNFA, 2004
dalam the health Referral System In Indonesia)

RUMAH SAKIT TERSIER

RUMAH SAKIT SEKUNDER

RUMAH SAKIT PRIMER

LAYANAN KESEHATAN DASAR

KELUARGA / INDIVIDU
B. RECORD KEEPING / PENCATATAN

PENGERTIAN DOKUMENTASI

Istilah dokumentasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu document, yang berarti satu
atau lebih lembar kertas resmi (official) dengan tulisan di atasnya. Dalam bahasa
Indonesia, dokumen berarti semua warka asli/catatan otentik yang dapat dibuktikan atau
dijadikan bukti dalam persoalan hUkum.

Dokumentasi juga dikenal dengan istilah charting, recording, dan record keeping.
Chart adalah sebuah dokumen yang memberikan informasi yang berguna bagi pasien dan
informasi tentang perawatan kesehatannya. Pengertian lain dari chart adalah sebuah
grafik yang terdapat pada suatu papan yang memperlihatkan suatu pertukaran dan variasi
dari temperature, nadi, pernafasan dan tekanan darah.

Record adalah catatan yang berisi tentang kejadian otentik, kegiatan pernyataan,
transaksi. Pengertian lain dari record adalah informasi yang berisi kenyataan atau
kejadian dalam pelayanan yang diberikan atau penulisan tentang kenyataan yang
menggambarkan tentang pelayanan yang otentik dan legal.

Dokumentasi dalah sekumpulan catatan, penyimpanan dan desiminasi dari catatan


informasi dalam system terintegritas untuk penggunaan yang efisien dan mudah diterima.
Dokumentasi merupakan persiapan dan catatan komunikasi mendorong untuk
membuktikan suatu informasi atau kejadian.

Dalam pelayanan kebidanan, dokumentasi merupakan bagian dari kegiatan bidan


setelah memberikan asuhan kebidanan. Dokumen asuhan kebidanan antara lain meliputi:
kondisi kesehatan pasien, kebutuhan pasien, rencana asuhan, kegiatan asuhan kebidanan
serta respon pasien terhadap asuhan kebidanan yang telah diterima. Dokumentasi
kebidanan mempunyai porsi besar dari catatan klinis pasien yang menginformasikan
factor atau situasi tertentu selama asuhan kebidanan diberikan, dan juga menjadi sarana
komunikasi antar tenaga kesehatan dalam mengungkapkan fakta actual pasien yang dapat
dipertanggungjawabkan.

Agar memenuhi aspek legal, dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum, pendokumentasian asuhan kebidanan harus sesuai dengan standart
asuhan kebidanan. Dengan demikian pemahaman bidan dan penerapan keterampilan yang
sesuai standart asuhan kebidanan mutlak diperlukan bidan agar mampu melakukan
pendokumentasian asuhan kebidanan dengan baik dan benar.
BAB XI

ETIK BIOMEDIS DAN APLIKASINYA DALAM PRAKTEK


KEBIDANAN

A.      Pengertian dasar

1.     Etika

                   Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (ahlak). (Supardan Suriani. 2008 : 4)

                    Etika adalah penerapan teori dan proses filsafat moral dalam kehidupan
nyata, etika mencakup prinsip konsep dasar dan nilai-nilai yang membimbing mahluk
hidup dalam berfikir dan bertindak. (Supardan Suriani. 2008 : 4)

2.   Moral

                   Moral berasal dari bahasa latin moralis artinya segi moral suatu perbuatan
atau baik buruknya,sifat moral atau keseluruhan azas dan nilai yang berkenaan dengan
baik buruk. Nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya ( catatan Kuliah 2007:2)

3.    Profesi

                    Profesi adalah pekerjaan yang memiliki pengetahuan khusus, melaksanakan


peran bermutu, melaksanakan cara yang disepakati, merupakan ideology, terikat pada
kesetiaan yang diyakini dan melalui perguruan tinggi. (Schein E.H. 1962 : 56)

4.    Bidan

      Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang
berlaku, dicatat (register), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktek. (Sofyan
Mustika, dkk. 2009 : 78)

                   Bidan adalah profesi yang diakui secara nasional maupun internasional oleh
sejumlah praktisi diseluruh dunia. (Atik Purwandari 2008 : 4).

5.   Etika profesi bidan

                   Profesi berasal dari kata prosefio (latin) yang berarti pengakuan. Selanjutnya
profesi adalah suatu tugas atau kegiatan fungsional dari suatu kelompok tertentu yang
diakui dalam melayani masyarakat. Etika profesi bidan adalah norma-norma atau perilaku
bertindak bagi bidan dalam melayani kesehatan masyakat.

                   Etika profesi bidan adalah perilaku seseorang dalam menjalankan segala
tugasnya sesuai dengan  keahlian dan pengetahuan yang dimiliki.

                   Etika profesi bidan juga Merupakan Suatu pernyataan  komperhensif dari
profesi bidan yang memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktik
dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/ pasien , kelurga,
masyarakat teman sejawat, profesi & dirinya sendiri.

               Dengan demikan etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self
control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok social (profesi) itu sendiri.

             Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat
memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bila mana dalam diri para elit profesional
tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika
profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh
terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun
tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan
tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite
profesional ini.

B.  Fungsi Etik Dan Moralitas Bidan

1.        Bidan harus menjadikan nuraninya sebagai pedoman.

2.        Hati nurani paling mengetahui paling mengetahui kapan perbuatan individu


melanggar Etika atau sesuai etika.

3.        Untuk memecahkan masalah dalam situasi  yang sulit

4.        Mampu melakukan tindakan yang benar dan mencegah tindakan yang merugikan,
memperlakukan manusia secara adil,menjelaskan dengan benar, menepati janji yang telah
disepakati,menjaga kerahasiaan.

5.        Membantu mengambil keputusan tentang tindakan apa yang kita lakukan


6.        Menjadi otonomi dari setiap individu khususnya bidan dan klien

7.        Menjaga privasi setiap individu

8.        Mengatur sikap,tindak tanduk dalam menjalankan tugas profesinya (Puji riri


lestari,2011)

C.  Tujuan Etik Dalam Profesi

Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai  “the discpline which can act as the
performance index or reference for our control system”.  Dengan demikian, etika akan
memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di
dalam kelompok sosialnya.  Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan
seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis
yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan
pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala
macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang
dari kode etik.  Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self
control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepenringan
kelompok sosial (profesi) itu sendiri..

  Dengan Demikian Tujuan  etika dalam profesi yaitu:

1.      Untuk mengatur dalam menjalankan tugas sesuai profesi

2.      Menjadi alat self control dari tindakan yang menyimpang

3.      Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat

4.      Menjaga dan memelihara kesejahteraan pelayanan kebidanan

5.      Meningkatkan kualitas pelayanan.

D.   Hak Kewajiban Dan Tanggung Jawab

1. Hak Pasien

Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien/klien:

1)      Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit atau instusi pelayanan kesehatan.

2)      Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.


3)      Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa
diskriminasi.

4)      Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan keinginannya.

5)      Pasien berhak mendapatkan ;nformasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas


dan bayinya yang baru dilahirkan.

6)      Pasien berhak mendapat pendampingan suami atau keluarga selama proses


persalinan berlangsung.

7)      Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan seuai dengan keinginannya dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

8)      Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat kritis
dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dad pihak luar.

9)      Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit
tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengatahuan dokter yang
merawat.

10)  Pasien berhak meminta atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya.

11)  Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:

a.    Penyakit yang diderita

b.    Tindakan kebidanan yang akan dilakukan

c.    Alternatif terapi lainnya

d.   Prognosisnya

e.    Perkiraan biaya pengobatan

12)  Pasien berhak men yetujui/mem berikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh
dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.

13)  Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggungjawab sendiri sesuadah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.

14)  Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.


15)  Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama
hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

16)  Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
rumah sakit.

17)  Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.

18)  Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus mal-praktek.

2. Kewaiiban Pasien

1)        Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tat
tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.

2)        Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang
merawatnya.

3)        Pasien dan atau penangungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas
jasa pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan, dokter, bidan dan perawat.

4)        Pasien dan atau penangggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu


disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

3. Hak Bidan

1)      Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai


dengan profesinya.

2)      Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat
jenjang pelayanan kesehatan.

3)      Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan


dengan peraturan perundangan dan kode etik profesi.

4)      Bidan berhak atas privasi dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh
pasien, keluarga maupun profesi lain.

5)      Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan
maupun pelatihan.

6)      Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk mmingkatkan jenjang karir dan


jabatan yang sesuai.

7)      Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.


1.      Kewajiban Bidan Terhadap Pasien

1)        Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum
antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia
bekerja.

2)        Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar


profesi dengan menghormati hak-hak pasien.

3)        Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai
kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.

4)        Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau
keluarga.

5)        Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah


sesuai dengan keyakinannya.

6)        Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang


pasien.

7)        Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan
dilakukan serta risiko yang mungkiri dapat timbul.

8)        Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas tindakan yang
akan dilakukan.

9)        Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.

10)    Bidan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya


melalui pendidikan formal atau non formal.

11)    Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secra timbal
balik dalam memberikan asuhan kebidanan

2.      Kewajiban Bidan Terhadap Sejawat Dan Tenaga Kesehatan Lainnya

1)        Setiap bidan harus menjalin hubungan yang baik dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi.

2)        Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik


terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

3.      Kewajiban Bidan Terhadap Profesinya


1)      Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu
kepada masyarakat.

2)      Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan


profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3)      Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

7. Kewajiban Bidan Terhadap Diri Sendiri

1)        Setiap bidan wajib memelihara kesehatannva agar dapat melaksanakan tugas


profesinya dengan baik.

2)        Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3)        Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.

8. Kewajiban Bidan Terhadap Pemerintah Nusa, Bangsa Dan Tanah Air

1)        Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-


ketentuan pemerintah dalam bidan kesehatan khususnya dalam pelayanan KIA/ KB dan
kesehatan keluarga.

2)        Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya


kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

A.      Kesimpulan

Etika profesi bidan adalah perilaku seseorang dalam menjalankan segala tugasnya sesuai
dengan  keahlian dan pengetahuan yang dimiliki.
Fungsi etik dan moralitas bidan

·    Bidan harus menjadikan nuraninya sebagai pedoman.

·    Untuk memecahkan masalah dalam situasi  yang sulit

·     Mampu melakukan tindakan yang benar dan mencegah tindakan yang


merugikan,berlaku adil, dan menjaga privacy.
·     Membantu mengambil keputusan tentang tindakan apa yang kita lakukan

·     Menjadi otonomi dari setiap individu khususnya bidan dan klien

·     Menjaga privasi setiap individu

·     Mengatur sikap,tindak tanduk dalam menjalankan tugas profesinya

Tujuan Etik Dalam Profesi

·     Untuk mengatur dalam menjalankan tugas sesuai profesi

·     Menjadi alat self control dari tindakan yang menyimpang

·     Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat

·     Menjaga dan memelihara kesejahteraan pelayanan kebidanan

·     Meningkatkan kualitas pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA

Mustika,sofyan. Dkk, 2009. 50 Tahun IBI. Bidan menyongsong masa depan. Pengurus
pusat IBI. Jakarta

Nurdiansyah. 2012. Etika profesi. Pdf. Jakarta

Marimbi, Hanum. 2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Mitra


Cendikia.
Puji, wahyuningsih. 2009. Etika Profesi kebidanan. Fitrayana. Yogyakarta

Purwandari, Atik. 2008. Sejarah profesionalisme. Konsep kebidanan. EGC. Jakarta

Suriani,dr. H. 2008. Etika kebidanan. EGC. Jakarta

Wahyuningsih,  Heni Puji. 2008.  Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya.


http://ririnpujilestari.blogspot.com/p/fungsi-etika-dan-moralitas-dalam.html
BAB XII

MODEL ASUHAN DAN PERAN PROFESIONAL KESEHATAN LAIN DALAM


MEMBERIKAN ASUHAN YANG BERKUALITAS

A. Model Asuhan Kebidanan


Model asuhan kebidanan adalah suatu bentuk pedoman atau acuan yang merupakan
kerangka kerja seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan.
Ramona T.Mercer merupakan salah satu murid Reva Rubin yang telah menghasilkan
banyak karya ilmiah. Sepanjang karirnya selama 30 tahun, Mercer mellakukan dua
penelitian penting yaitu efek stress antepartum pada keluarga dan pelaksanaan peran ibu.
Penelitian 1
Tujuan penelitian: mengetahui hubungan antara stress antepartum dengan hubungan atau
fungsi dalam keluarga.
Metode penelitian: sampel penelitian adaah ibi hamil dengan resiko tinggi yang masuk
rumah sakit dibandingkan dengan ibu hamil dengan risiko rendah. Usia kehamilan antara
24-34 minggu. Pengumpulan data dilakukan denga mewawancarai ibu tersebut bersama
pasangannya.
Hasil penelitian: terdapat enam variabel yang terkait dengan fungsi keluarga, yaitu:
1. Stress antepartum yang disebabkan kombinasi dari peristiwa masa lalu yang tidak
menyenangkan dan risiko kehamilan.
2. Dukungan sosial
3. Harga diri
4. Control diri
5. Kegelisahan
6. Depresi
1. Mimicry (peniruan). Wanita meniru perilaku wwanita lain (yang pernah hamil) dengan
melihat, mendnegar, dan merasakan pengalaman menjadi seorang ibu. Misalnya, apa
yang dilakukan saat persalinan, bagaimana pertumbuhan bayi pada hari-hari pertama, dan
sebaginya.
2. Role play(mencoba bermain peran). Menciptakan kondisi di masa yang akan
datang dengan sengaja. Misalnya, berlatih merawat bayi dengan menjadi babysitter
(pengasuh anak) untuk anak temannya, mencoba menyuapi anak kecil, dan sebagainya.
3. Fantasy (mengkhayal). Wanita mengkhayalkan dirinya di masa yang akan datang.
Misalnya, akan seperti apa proses persalinanya nanti, baju apa yang akan dikenakan
bayinya nanti, dan sebagainya.
4. Introjection-projection-rejection (pengolah pesan). Wanita mencoba mengolah pesan
dan membandingkan gambaran ideal tentang seorang ibu dengan keadaan dirinya sendiri.
Dalam fase ini dapat terjadi proses penerimaan dan penolalkan. Misalnya, saat ibu
memandikan bayinya di rumah berdasarkkan apa yang dipelajarnya di rmah sakit atau
tempat lainnya.
5. Grief-work (evaluasi). Wanita tersebut mengevalusasi hasil tindakannya di masalalu
dan menghilangkan tindakan yang dianggap sudah tidak tepat lagi.
Dalam ilmu kebidanan, banyak teori yang melandasi praktik kebidanan. Dibawah ini
merupakan uraian teori kebidanan yang diutarakan oleh empat orang perawat kebidanan
dan seorang bidan yang menjadi landasan utama dalam praktik bidan masa kini. Mereka
adalah Reva Rubin, Ramona T. Mercer, Ela-Joy Lehrman, Ernestine Wiedenbach, dan
Jean Ball. Semua teori tersebut merupakan hasil penelitian, kecuali teori yang
dikemukakan oleh Ernestine Wiedenbach, yang merupakan hasil kutipan dari buku.
Hasil penelitian : terdapat delapan komponen yang termasuk dalam praktik kebidanan,
yaitu :
1. Perawatan berkelanjutan.
2. Perawatan yang terpusat pada keluarga.
3. Pendidikan dan konseling menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
perawatan.
4. Perawatan tanpa intervensi.
5. Fleksibilitas dalam perawatan.
6. Perawatan yang bersifat partisifatif.
7. Advokasi pada klien.
8. Waktu.

Kelompok 3
Hubungan antara keenam variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja
berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik
pelayanan serta kode etik yang dimilikinya.
Diperlukan suatu model sebagai sebuah acuan bagi seorang bidan dalam memberikan
asuhan serta pelayanan terhadap kliennya. Sehingga seorang bidan dapat memberikan
suatu asuhan yang baik dan benar serta diterima dengan baik pula oleh masyarakat.
Diperlukan juga teori-teori dalam memberikan asuhan kebidanan sebagai suatu acuan
bagi seorang bidan dalam memberikan asuhannya melihat beberapa teori yang telah
dikemukakan oleh tokoh-tokoh kebidanan di masa-masa sebelumnya.
Teori Jeans Ball
Tujuan penelitian : Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan emosi
ibu dalam layanan maternitas.
Hasil penelitian : Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi keadaan emosional ibu saat
postpartum,yaitu :
Bila sema faktor di atas positif, maka derajat keadaan emosi baik. Akan tetapi,jika ketiga
faktor tersebut negatif maka derajat keadaan emosi buruk. Meski demikian,setiap faktor
saling berinteraksi satu sama lain. Jika kekurangan satu faktor diimbangi dengan
kelebihan faktor lainnya,keadaan emosi ibu akan menjadi baik. Ketiga faktor tersebut
digambarkan sebagai kursi geladak,dengan layanan maternitas sebagai landasannya,dan
tiang penyangganya adalah dukungan keluargaserta kepribadian ibu. Kekokohan setiap
elemen saling berkaitan satu sama lain.
Tujuan
Untuk mengetahui teori-teori dalam asuhan kebidanan serta model konseptual dalam
asuhan kebidanan.
Manfaat
Untuk menambah pengetahuan mengenai teori-teori dalam asuhan kebidanan serta model
konseptual kebidanan.

Teori Ramona T. Mercer


Proses pelaksanaan peran seorang ibu, melalui tahap:
1. Stres yang diakibatkan peristiwa masa lalu yang tidak menyenangkan dan risiko
kehamilan diperkirakan memiliki efek negatif terhadap harga diri dan status kesehatan.
2. Harga diri, status kesehatan, dan dukungan sosial diperkiraaan memilliki efek yang
positif terhadap kontrol diri.
3. Kontrol diri diperkirakan memiliki efek yang negatif terhadap kegelisahan dan depresi
yang pada akhirnya memberi efek negatif terhadap fungsi keluarga.

Teori-teori dalam Asuhan Kebidanan


1. Variabel maternal 2. Variabel bayi
a. Usia ibu pada persalinan pertama a. Temperamen
b. Persepsi terhadap pengalaman persalinan b. Kesehatan bayi
c. Pemisahan dini ibu dan bayi
d. Stres sosial 3. Variabel lainnya
e. Dukungan sosial a. Latar belakang budaya
f. Konsep diri b. Status pernikahan
g. Kepribadian c. Status sosial ekonomi
h. Prilaku
i. Status kesehatan ibu
2.2 Pelayanan Kebidanan Berkualitas
Pelayanan kebidanan adalah integral dari sistem pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregistrasi) yang dapat dilakukan secara
mandiri, kolaborasi atau rujukan. Pelayanan kebidanan merupakan bagian yang integral
dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai
dengan kewenangan dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
(Rahmawati, 2012)
Pelayanan kebidanan yang berkualitas adalah pelayanan yang diberikan sesuai
tugas dan tanggung jawab praktik profesi bidan dalam memberikan pelayanan secara
komprehensif untuk meningkatkan kesehatan ibu, anak, kuluarga dan masyarakat yang
memberikan kepuasan pelanggan baik secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
2.2.2 Tujuan Pelayanan Kebidanan yang Berkualitas  
Tujuan pelayanan kebidanan yang berkualitas antara lain :
1.  Ibu dan bayi sehat, selamat, keluarga bahagia, terjaminnya kehormatan martabat
manusia.
2. Saling menghormati penerima asuhan dan pemberi asuhan.
3. Kepuasan ibu, keluarga dan bidan.
4. Adanya kekuatan diri dari wanita dalam menentukan dirinya sendiri.
5. Adanya rasa saling percaya dari wanita sebagai penerima asuhan.
6. Terwujudnya keluarga sejahtera dan berkualitas.
2.2.3 Sasaran Pelayanan Kebidanan Berkualitas
   Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan masyarakat yang meliputi
upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan pelayanan kebidanan dapat
dibedakan menjadi :
1. Layanan Primer
Layanan kebidanan adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab
bidan.
2. Layanan Kolaborasi
Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang
kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses
kegiatan pelayanan kesehatan.
3. Layanan Rujukan
Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke
sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan bidan
dalam menerima rujukan dari dukun yang mendorong persalianan, juga layanan yang
dilakukan oleh bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal
maupun vertical atau meningkatkan keaamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya.
2.2.4 Peran Bidan dalam memberikan Pelayanan yang Berkualitas
Peran bidan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Peran bidan sebagai Pendidik
Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga kelompok
dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang berhubungan
dengan pihak terkait, kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana.
1. Bersama klien mengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan
masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak dan keluraga berencana.
2. Bersama klien pihak terkait meyusun rencana penyuluhan kesehatan masyarakat
sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.
3. Menyiapkan alat dan bahan pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
4. Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan
rencana jangka pendek dan jangka panjang yang melibatkan unsur-unsur terkait
termasuk masyarakat.
5. Bersama klien mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat
dan menggunakannya untuk perbaikan dan meningkatkan program di masa yang
akan datang.
6. Mendokumentasikan  semua kegiatan dan hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan
masyarakat secara lengkap dan sistematis.
7. Peran bidan sebagai Pelaksana
Bidan harus mengetahui dan menguasai IPTEK untuk melakukan kegiatan, antara laian :
1. Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pranikah.
2. Pemeliharaan kesehatan bumil, nifas dan masa interval dalam keluarga.
3. Pertolongan persalinan di rumah.
4. Tindakan pertolongan pertama pada kasus kegawatdaruratan obstetri di keluarga.
5. Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi di
keluarga.
6. Pemeliharaan kesehatan anak balita.
7. Peran bidan sebagai Pengelola
Bidan sebagai pengelola kegiatan kebidanan unit kesehatan ibu dan anak di puskesmas,
polindes, posyandu dan praktik bidan, memimpin dan mengelolah bidan lain atau tenaga
kesehatan yang pendidikannya lebih rendah. Perannya sebagai pengelola anatara lain :
1. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk
individu keluarga kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerja dengan
melibatkan masyarakat/klien.
2. Berpartisifasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di
wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, keder kesehatan
dan tenaga kesehatan lain yang berada dibawah bimbingan dalam wilayah
kerjanya.
1. Peran bidan sebagai Peneliti
Peran peneliti yang dilakukan oleh bidan dalam bidang kesehatan secara dasarnya bidan
harus mengetahui bagaimana pencatatan, pengelahan dan analisis data. Secara sederhana
bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotesis atau hasil analisisnya. Berdasarkan
data tersebut bidan dapat menyusun rencana atau tindakan sesuai dengan permasalahan
yang ditemukan. Bidan juga harus dapat melaksanakan evaluasi atas tindakan yang
dilakukan  tersebut.
2.3         Issu Kesehatan di Komunitas tentang Pelayanan Kebidanan yang
Berkualitas
Di dalam kategori Evidence Based menurut WHO, pelayanan kebidanan dapat dibagi
menjadi :
1. Pelayanan atau asuhan yang terbukti bermanfaat
–          Memperbaiki letak Sungsang pada kehamilan 37 minggu
–          Melakukan manajemen aktif kala III
–          Memberikan support psikologi dan emosinal dalam persalinan
–          Memberikan kebebasan dalam pemilihan posisi persalinan
–          Memberikan MGSO4 lebih efektif dari pada antikonvulsi
–          Memberikan dukungan yang konsisten untuk pemberian ASI dan menggalakkan
ASI On Demand
2. Pelayanan atau asuhan yang mungkin bermanfaat
–          Melakukan USG (Ultrasonografi)
–          Mengukur TFU (Tnggi Fundus Uteri)
–          Memberikan kebebasan dalam pilihan siapa pendamping persalinan
–          Memberikan kebebasan dalam memilih tempat persalinan
–          Memberikan informasi yang hendak diketahui ibu
–          Mengusap dan menenangkan ibu yang kesakitan saat berkontraksi
–          Memberikan Oksitosisin untuk merawat Pendarahan Post Partum
–          Menghangatkan bayi segera setelah lahir
–          Memberikan profilaksis vitamin K untuk mencegah pendarahan pada Bayi Baru
Lahir
–          Kontak dini ibu dan bayi
3. Pelayanan atau asuhan yang dipertimbangkan antara bermanfaat dan merugikan
–          USG pada kehamilan awal secara rutin
–          Obat narkotika untuk mengurangi sakit persalinan
–          Pemecahan ketuban awal pada partus spontan
–          Sistem “risk scoring” secara formal
4. Pelayanan atau asuhan yang tidak diketahui efektif
–          Mengurangi garam dalam makanan untuk mencegah terjadinya preeklampsia
–          Memberikan tambahan kalsium, magnesium dan zinc
–          Istirahat ditempat tidur bagi ibu yang mengalami preeclampsia
–          Seksio Cesarea efektif untuk Sungsang
–          Pemecahan ketuban secara rutin untuk deteksi adanya mekoneum
–          Penghisapan dalam pada
5. Pelayanan atau asuhan yang tidak bermanfaat
–         Harus melibatkan para dokter untuk semua asuhan kehamilan dan persalinan.
–         Tidak merujuk kepada spesialis kebidanan dalam asuhan ibu dengan factor risk
yang nyata.
–         Odema sebagai indikasi preeclampsia
–         Memberikan kalsium untuk kejang betis
–         Menghalangi ibu makan dan minum saat partus
–         Infus rutin saat persalinan
–         Menggunakan masker sewaktu melakukan pemeriksaan dalam
 
   
Kesimpulan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.
Dalam praktek kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas sangat
dibutuhkan. Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina hubungan, baik
sesama rekan sejawat ataupun dengan orang yang diberi asuhan. Upaya meningkatkan
kualitas pelayanan kebidanan juga ditentukan oleh keterampilan bidan untuk
berkomunikasi secara efektif dan melakukan konseling yang baik kepada klien.
Bidan merupakan ujung tombak memberikan pelayanan yang berkuliatas dan sebagai
tenaga kesehatan yang professional, bekerja sebagai mitra masyarakat, khususnya
keluarga sebagai unit terkecilnya, yang berarti bidan memiliki posisi strategis untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik komprehensif
(berkesinambungan, terpadu, dan paripurna), yang mencakup upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif dalam upaya mencapai terwujudnya paradigma sehat.
Jadi seorang bidan dituntut untuk menjadi individu yang professional dan handal
memberikan pelayanan yang berkualitas karena konsep kerjanya berhubungan dengan
nyawa manusia, disamping harus professional dalam pelayanan, professional
berkomunikasi dan juga bidan juga sabar (telaten) agar pasien merasa aman dan nyaman
di saat melakukan pelayanan kehamilan, persalinan, masa nifas, keluarga berencana dan
lain sebagainya.
Bidan juga harus mengetahui tujuan pelayanan yang diberikan, sasaran dari asuhan
kebidanan, peran dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan kebidanan di komunitas
sesuai Evidence Based yang berlaku, sehingga dapat memberikan pelayanan yang
berkualitas yang dapat memuaskan klien.
3.2    Saran
Bidan diharapkan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan peran
dan fungsinya berdasarkan etika profesi bidan yang berlaku.
 
DAFTAR PUSTAKA
 Rahmawati, Titik. 2012. Dasar-dasar Kebidanan. PT Prestasi Pustakaraya : Jakarta
 Suryani, Evi Sri. 2011. Konsep Kebidanan. Nuha Madika : Yogyakarta.
 http://renibidan23.blogspot.com/2012/02/pelayanan-bidan-berkualitas.html
BAB XIII

PENGEMBANGAN PROFESIONAL BERKELANJUTAN (CONTINUOUS


PROFESSIONAL DEVELPOMENT) DAN PENTINGNYA BELAJAR
SEPANJANG HAYAT

A. PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN


            Penetapan kegiatan PKB dilaksanakan di awal tahun setelah guru bersama dengan
koordinator PKB di masing-masing sekolah/madrasah berdiskusi tentang hasil evaluasi
diri tiap guru. Guru mendeskripsikan kekuatan dan kelemahan dirinya dalam menjalankan
tugasnya melalui instrumen kompetensi guru yang diperlukan pada 3 (tiga) dimensi tugas
utama guru yaitu perencanaan pembelajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang
aktif dan efektif, dan penilaian pembelajaran serta hal-hal yang terkait dengan pencapaian
kompetensi guru.dengan melengkapi bukti-bukti yang relevan. Dari kekurangan guru
tersebut, merencanakan kegiatan PKB yang mungkin dapat dilakukan sesuai dengan 3
(tiga) jenis kegiatan PKB, yaitu pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.
Ruang lingkup kegiatan PKB berawal dari diri guru menuju lingkup yang lebih luas, yaitu
kelompok guru di madrasah, kelompok guru satu mata pelajaran di tingkat MGMP,
kelompok guru antar madrasah beberapa mata pelajaran di tingkat kabupaten, dan
seterusnya. Di sini menunjukkan langkah tindakan awal guru yang sebaiknya dilakukan
adalah melakukan PKB dari diri sendiri, setelah tidak terselesaikan masalah guru tersebut
baru melakukan kegiatan bersama dengan guru lain. Dengan penetapan kegiatan PKB
berdasarkan evaluasi diri guru maka terdapat perbedaan yang kecil kompetensi yang guru
miliki sekarang dengan tuntutan pekerjaan yang terdeskripsikan dalam dimensi tugas
utama guru (Buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan,
2012: 57-62).

B. TUJUAN PKB
            Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) merupakan kegiatan yang
hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di
sekolah/madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Adapun tujuan khusus
PKB adalah
1. meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang
ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.
2. memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk memfasilitasi proses
pembelajaran peserta didik.
3. meningkatkan komitmen guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai tenaga profesional.
4. menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
5. meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di
6. menunjang pengembangan karir guru.
        (Buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, 2010: 7).
   
Dengan demikian guru memperoleh kesempatan untuk melakukan pengembangan
keprofesian secara berkelanjutan sehingga diharapkan dapat memperkecil jarak antara
pengetahuan, keterampilan, kompetensi sosial dan kepribadian yang mereka miliki
sekarang dengan apa yang menjadi tuntutan dimasa depan.
PKB DAN KENAIKAN PANGKAT GURU
      Kegiatan PKB yang disesuaikan dengan jenjang kepangkatan guru menunjukkan
bahwa PKB dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Guru tidak mungkin
secara tiba-tiba dipaksa untuk melaporkan hasil penelitian yang telah dilakukannya dalam
bentuk buku, jurnal, dan seterusnya. Di awal karier guru, guru melakukan kegiatan
pengembangan  diri, setelahnya publikasi ilmiah dan atau karya inovatif yang bertahap
sesuai dengan jenjang. Dengan demikian guru profesional terbentuk dengan pola belajar
seumur hidup yang mengedepankan semangat hari esok harus lebih baik daripada hari ini.
      Berikut ini kegiatan PKB yang dilakukan oleh guru pada masing-masing jenjang
kepangkatan guru:

 Tabel 1. Angka Kredit PKB masing-masing Jenjang Jabatan Guru

            Berdasarkan Tabel 1 di atas, PKB dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, secara


bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitas guru. Bagi seorang guru
pemula yang berada di jenjang III/a tentu yang diperlukan adalah kompetensi guru sesuai
jenjangnya (dalam diklat fungsional) dan menambah pengetahuan-pengalaman sebanyak-
banyaknya dari rekan guru termasuk yang senior dalam melakukan tugas (kegiatan
kolektif guru). Namun, setelah guru berada pada jenjang III/b sampai dengan III/d,
kegiatan PKB guru hendaknya meliputi publikasi ilmiah dan atau karya inovatif. Mulai
III/d ke atas guru wajib menyusun laporan penelitian dan variasi dari jenis kegiatan
publikasi ilmiah lainnya sesuai dengan jenjangnya.

C. PKB MEWUJUDKAN GURU PROFESIONAL


      Pro dan kontra terhadap kebijakan kewajiban mulai melaksanakan PKB bagi guru
mulai dari jenjang kepangkatan III/a. Hakikatnya, guru adalah pekerjaan profesi sehingga
dalam menjalankan tugasnya diharapkan bertindak profesional. Tugas pokok guru adalah
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Kompetensi yang
dikembangkan meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional agar
guru dalam menjalankan tugas pokoknya dapat berlangsung minimal baik. Kinerja guru
yang sesuai dengan tuntutan akan berimplikasi pada pencapaian keberhasilan
pembelajaran peserta didik. Dengan demikian, guru yang berhasil adalah guru yang
membelajarkan peserta didik sesuai dengan persyaratan pedagogik yang di dalamnya
terjadi interaksi sosial yang sehat antara guru dengan peserta didik dan peserta didik, yang
dilakukan oleh guru yang memiliki kepribadian sesuai dengan profesi pendidik, dan
memiliki keahlian dalam bidang tugasnya baik dalam mentransfer sikap, pengetahuan,
dan keterampilan maupun penguasaan dalam konten mata pelajarannya. Untuk menjadi
guru profesional, dilakukan secara bertahap yang diukur dlaam pencapaian angka kredit
guru,
      Angka kredit guru merupakan ukuran pencapaian prestasi guru dalam bidang
pekerjaan guru. Guru yang berhasil adalah guru yang mampu mencapai angka kredit yang
dipersyaratkan untuk jenjang kepangkatannya. Dengan demikian, jika guru berhasil
mencapai angka kredit tersebut, guru tersebut layak menyandang jenjang kepangkatan
yang sesuai dengan capaian prestasi kerjanya tersebut. Semakin tinggi jenjang pangkat
dan jabatan seorang guru, maka guru tersebut memperoleh predikat yang yang minimal
baik karena telah berhasil melakukan kinerja yang sesuai dengan harapan.
      Unsur PKB dalam penilaian angka kredit guru merupakan unsur mutlak yang harus
dilakukan oleh guru dengan nilai-nilai angka kredit yang telah ditetapkan. Unsur
penilaian angka kredit guru meliputi unsur utama dan penunjang. Kegiatan PKB termasuk
dalam unsur utama, di samping unsur pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Unsur
pendidikan telah tergambarkan dalam tingkat pendidikan guru yang minimal meraih
jenjang D4/S1 yang relevan. Guru mengajar sesuai dengan bidangnya belumlah cukup,
guru hendaknya memenuhi pencapaian angka kredit pada kegiatan pengembangan profesi
yang dipersyaratkan. Harapan para Pemerintah dengan diberlakukannya persyaratan
angka kredit untuk unsur kegiatan PKB yang bervariasi mulai dari jenjang kepangkatan
III/a adalah menjamin guru untuk selalu terus belajar, mengembangkan kompetensi, dan
memperbaiki pembelajaran selama menjadi guru melalui kegiatan PKB. Tiada kata puas
terhadap keberhasilan mengajar selama ini, dengan PKB maka terdapat upaya guru secara
sadar untuk terus memberikan yang terbaik pagi peserta didiknya.

KESIMPULAN
1. PKB dapat dilakukan dengan beberapa cara dan terdapat jumlah kegiatan minimal
yang dinilaikan sebagai angka kredit disesuaikan dengan jenjang kepangkatannya
agar guru dapat melaksanakannya sesuai dengan tingkat kemampuan
pengembangan profesi dan digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam melaksanakan tugas mengajar guru.
2. Tuntutan PKB sebagai kegiatan guru dalam mewujudkan guru profesional sesuai
dengan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 dapat meningkatkan
profesionalisme guru diwujudkan dalam kegiatan membantu guru dalam
memelihara dan mengembangkan kompetensi guru meliputi kompetensi yang
sudah berada pada standar maupun yang masih di bawah standar sesuai yang
dipersyaratkan dalam standar jabatan dan kepangkatan guru agar kinerja guru
meningkat.
 SARAN
1. Hendaknya guru secara sadar dan terus menerus melakukan kegiatan PKB dalam
rangka mengisi diri dengan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
diperlukan dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru.
2. Guru tidak perlu menunggu pelatihan/diklat/workshop yang diselenggarakan oleh
Pemerintah karena hakikatnya kegiatan PKB merupakan kegiatan untuk diri guru
sendiri dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan PKB dan pencapaian penguasaan
teknik penyelesaiannya dapat dilakukan oleh guru dan untuk guru melalui forum
diskusi dan sharing pengalaman-pengetahuan di tingkat sekolah/ madrasah,
kelompok madrasah, KKG/MGMP, dan seterusnya.
3. Pemerintah memfasilitasi melaksanakan pelaksanaan PKB untuk publikasi
tertentu, seperti kemudahan ijin penerbitan jurnal, majalah kependidikan, dan
memperbanyak media on line sebagai sarana publiaksi ilmiah guru.
D. Belajar Sepanjang Hayat

Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan
berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-
fase perkembangan pada manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada masing-
masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas
perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan bahkan
masa tua. Bertolak dari fase-fase perkembangan seperti dikemukakan Havinghurst,
berimplikasi kepada keharusan untuk belajar secara terus menerus sepanjang hayat dan
memberi kemudahan kepada para perancang pendidikan pada setiap jenjang pendidikan
untuk:

1. Menentukan arah pendidikan.


2. Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan
tugas perkembangannya.
3. Menyiapkan materi pembelajaran yang tepat.
4. Menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan tugas perkembangan itu.12

Dalam hubungannya dengan belajar sepanjang hayat, akan dikemukakan tugas-tugas


perkembangan masa dewasa awal, masa setengah baya dan orang tua, untuk memberikan
pengalaman belajar yang sesuai dalam rangka belajar sepanjang hayat.

Tugas perkembangan tersebut adalah:


a. Tugas perkembangan masa dewasa awal: Memilih pasangan hidup, bertanggung jawab
sebagai warga Negara, dan berupaya mendapatkan kelompok social yang tepat serta menarik.
b. Tugas perkembangan masa setengah baya: Bertanggung jawab social dan menjadi warga
Negara yang baik, mengisi waktu senggang dengan kegiatan-kegiatan tertentu, menyesuaikan
diri dengan perubahan fisik dan pertambahan umur.
c. Tugas perkembangan orang tua: Menyesuaikan din dengan menurunnya kekuatan fisik,
kesehatan dan pendapatan. Menyesuaikan diri dengan keadaan sebagai janda, duda,
memenuhi kewajiban sosial sebagai seorang warga Negara yang baik dan membangun
kehidupan fisik yang memuaskan.

Tugas-tugas perkembangan itu nampaknya disiapkan untuk belajar sepanjang hayat, yang
dapat dilihat dari adanya tugas perkembangan untuk orang dewasa, setengah baya dan untuk
masa tua. Tugas perkembangan ini juga amat berguna bagi pendidikan luar sekolah, di rumah
dalam kehidupan rumah tangga maupun di lembaga-lembaga pendidikan yang ada di
masyarakat, seperti kursus-kursus, perkumpulan sodial, agama, persatuan para lanjut usia
dan sebagainya.
Dengan demikian tugas perkembangan yang harus ditempuh melalui belajar, tidak hanya
dimulai dan masa kanak-kanak, tetapi berlanjut sampai masa dewasa dan masa tua. Jelas
bahwa belajar berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan sepanjang
kehidupan seseorang.

Dalam perspektif islam, belajar sepanjang hayat ini sebenarnya telah dicanangkan oleh Nabi
SAW ratusan tahun yang silam, dengan sabdanya:
“Carilah ilmu sejak ayunan sampai ke hang lahat (al-hadits)”.14
Selain itu dipahami bahwa belajar itu sepanjang hayat, dijelaskan pula bahwa belajar adalah
suatu kewajiban, sebagaimana sabdanya pula:
“Mencari ilmu pengetahuan adalah wajib atas setiap orang muslim (H.R.Abdi’I Barr)”.15

Dengan memperhatikan kedua hadits tersebut, dapat dipahami bahwa aktivitas belajar
sepanjang hayat memang telah menjadi bagian dan kehidupan kaum muslimin. Sedangkan
secara umum, gerakan belajar sepanjang hayat itu baru dipublikasikan di sekitar tahun 1970,
ketika UNESCO menyebutnya sebagai tahun Pendidikan Internasional (International Education
Year). Karena pada tahun itu dilontarkan berbagai isu pembaharuan dalam falsafah dan
konsep tentang pendidikan. Latar belakang munculnya gagasan ini ialah rasa kurang puas
terhadap pelaksanaan belajar melalui sistem sekolah, yang dikatakan memperlebar jurang
antara yang kaya dan yang miskin. Secara eksplisit gagasan ini dilontarkan oleh Paul Lengrand
dalam bukunya yang beijudul An Introduction to life Long Education. 16

Pengembangan pemikiran Lengran tersebut merubah anggapan bahwa belajar atau pendidikan
itu tidak hanya berlangsung di dunia pendidikan sekolah, sedangkan di luar dunia sekolah
sebenarnya secara individual, mereka terus belajar sesuai dengan kebutuhannya masing-
masing dan dengan cara yang disenanginya.

Muncul dan berkembangnya konsep belajar sepanjang hayat tersebut menunjukkan bahwa
pengalaman belajar tidak pernah berhenti selama manusia itu sadar dan berinteraksi dengan
lingkungannya.17 Belajar sepanjang hayat sebagai asas baru, kesadaran baru, harapan baru,
membawa implikasi kepada pentingya aktivitas individual mandiri guna senantiasa memburu
pengetahuan, pengalaman-pengalaman baru kapanpun dan dimanapun.
Dari gagasan-gagasan baik melahui pendekatan keagamaan, maupun yang bersifat umum,
dapat dipahami bahwa hakekatnya belajar itu tiada hentinya, terutama bagi orang dewasa dan
orang tua agar mereka dapat mengikuti perkembangan zaman serta penemuan-penemuan
baru di bidang pengetahuan dan teknologi.

Pertanyaan ialah bagaimana memberikan kesadaran kepada mereka tentang pentingnya


belajar sepanjang hayat ini. Untuk memecahkan persoalan ini, antara lain Arden N Frandsen
seperti dikutip oleh Sumadi Suryabrata, mengemukakan tentang hal yang mendorong
seseorang untuk belajar adalah:
1. Adanya sifat ingin tahu menyelidiki dunia yang lebih luas
2. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju
3. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru.18

Sedangkan Abraham Maslow, sarjana dan ketua American Psychological Assosiation,


mengemukakan teori tentang kebutuhan yang mendorong seseorang untuk belajar, yaitu:
a. Pshical needs
b. Safety needs
c. Love needs
d. Esteem needs
e. Self actualization need&9

Teori kebutuhan Maslow tersebut meliputi kebutuhan:


Fisik, rasa aman, cinta, harga diri dan aktualisasi diri. Berdasarkan teori ini, belajar sepanjang
hayat khususnya bagi orang dewasa dan orang tua akan menjadi efektif dalam arti
menghasilkan perubahan tingkah laku (perilaku), apabila isi dan cara belajarnya sesuai dengan
kebutuhan yang dirasakan.
Hal penting yang perlu diperhatikan ialah bagaimana menyadarkan orang bahwa ia
membutuhkan sesuatu seperti digambarkan oleh Maslow dari kebutuhan terendah (fisik)
sampai aktualisasi diri.

Kesadaran akan kebutuhan di atas diharapkan bisa mendorong seseorang untuk belajar.
Dorongan atau motivasi menurut J.P Chaplin bermakna alasan yang diasadari, yang dibenikan
individu bagi satu tingkah laku.20

Dari dimensi psikologis, belajar sepanjang hayat, terutama bagi orang dewasa dan orang tua
dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu. Karena itu perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri. Maka
orang dewasa perlu dimotivasikan untuk mencari pengetahuan yang lebih mutakhir,
ketrampilan baru dan sikap yang lain.
2. Orang dewasa belajar kalau ditemukannya arti pribadi bagi dirinya dan melihat sesuatu
mempunyai hubungan dengan kebutuhannya.
3. Bagi orang dewasa proses belajar adalah khas dan bersifat individual. Setiap orang punya
cara dan kecepatan sendiri untuk belajar dan memecahkan masalah. Dengan kesempatan
mengamati cara-cara yang dipakai orang lain, Ia dapat memperbaiki dan menyempumakan
caranya sendiri, agar menjadi lebih efektif.21

Memperhatikan situasi belajar bagi orang dewasa tersebut, maka salah satu teori belajar
klasik, yaitu teori psikologi belajar naturalistic atau aktualisasi diri, teori ini berpangkal dari
psikologi naturalistic romantic yang dipelopori Rousseau. Menurut teori ini belajar itu
sebaiknya dilakukan secara wajar di alam bebas, bisa diterapkan pada pendidikan luar
sekolah, terutama untuk belajar seumur hidup.

3. Implementasi Konsep

Bertolak dari dimensi psikologis di atas, implementasi konsep belajar sepanjang hayat ini
bisanya tidak membutuhkan orang lain sebagai pembimbing khusus. Mereka mencari sendiri
bahan-bahan pelajaran yang mereka butuhkan, mempelajari sendiri, dan mencoba
menempatkannya. Jadi bagi mereka dapat belajar di mana saja dan dengan cara apa saja di
lingkungan kediaman mereka. Pada hakekatnya mereka mengaktualisasi din sendiri sejalan
dengan teori belajar naturalis. Namun demikian belajar sepanjang hayat dapat juga
dilaksanakan secara kelompok dalam bentuk kursus-kursus, kelompok sosial dan kelompok
keagamaan.

Dari segi tujuan, belajar sepanjang hayat ini pada mulanya bersifat individual, yakni untuk
memperkaya kehidupan rohani atau intelektual seseorang. Pada taraf perkembangan
selanjutnya belajar sepanjang hayat ini mulai mengembangkan tujuan-tujan yang bersifat
sosial. Mulai disadari bahwa kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat ini tidak hanya
menguntungkan perorangan-perorangan saja, melainkan juga bermanfaat bagi masyarakat
secara keseluruhan. Apabila mayoritas anggota suatu masyarakat selalu melibatkan diri dalam
kesibukan belajar setelah mereka memasuki berbagai lingkungan pekerjaan, maka pada
umumnya masyarakat semacam ini akan menjadi lebih dinamis, lebih mudah menenima
gagasan-gagasan pembaruan, dan lebih mudah pula memahami interpendensi dan interaksi
yang ada antara dirinya dengan masyarakat-masyarakat lain. Suatu masyarakat dengan
kegiatan belajar sepanjang hayat yang intensif akan lebih mudah membangun dirinya pada
masyarakat yang tidak mengembangkan kebiasaan untuk belajar secara terus menerus.23

Di masyarakat pada umumnya kelompok yang amat membutuhkan layanan belajar sepanjang
hayat adalah remaja yang putus sekolah dan orang dewasa atau orang tua yang ingin
meningkatkan kehidupanya. Karena itu di tinjau dan aspek signifakasi dan relevansi konsep
belajar sepanjang hayat dalam hubungannya dengan keinginan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan yang ada dalam masyarakat.

Maka konsep ini merupakan wahana yang tepat dan tangguh untuk memacu kehidupan
masyarakat, kalau dengan salah satu cara dapat diusahakan :
a. Bahwa sebagian besar remaja dan orang dewasa dan orang tua yang aktif dalam kehidupan
kemasyarakatan benar-benar mendapatkan pelayanan belajar yang memadai dan relevan
dengan kebutuhan mereka sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.
b. Bahwa program-program belajar seperti ini benar-benar dikembangkan dan dilaksanakan
c. Bahwa masyarakat remaja, orang dewasa serta orang tua yang aktif dalam kehidupan
kemasyarakatan benar-benar terangsang untuk mengikuti program-program belajar
sepanjang hayat ini.

Belajar sepanjang hayat akan berrnanfaat apabila mendapatkan respon positif dari individu
atau warga masyarakat yang memiliki kemauan dan kegemaran untuk belajar secara terus
menerus, sesuai dengan kebutuhan kebutuhan masing-masing individu warga belajamya.
Dengan demikian konsep belajar sepanjang hayat memiliki signifikasi di dalam masyarakat.

III. KESIMPULAN

1. Konsep belajar sepanjang hayat adalah suatu idea atau gagasan yang manyatakan bahwa
belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung secara terus-menerus
sepanjang kehidupan, hal ini sesuai dengan tinjauan psikologis yang menjelaskan bahwa pada
setiap fase perkembangan, setiap individu perlu belajar agar dapat melaksanakan tugas-tugas
pada setiap fase perkembangan tersebut.
2. Konsep belajar sepanjang hayat berusaha untuk memberikan motivasi kepada mereka yang
telah selesai mengikuti pendidikan sekolah, agar tetap belajar dalam rangka meningkatkan
kualitas kehidupannya dengan memanfaatkan teori kebutuhan dan psikologi belajar
3. Konsep belajar sepanjang hayat memiliki signifikasi serta relevansi terhadap kualitas
kehidupan individu warga belajarnya. Karena itu konsep belajar sepanjang hayat bila
dihubungkan dengan keinginan untuk meningkatkan kualitas kehidupan, maka konsep ini
merupakan wahana yang tepat untuk memacu usaha memajukan kehidupan umat.
—————–

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,


2013, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya,
Jakarta.

Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 1993, Keputusan Menteri Negara


Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya, Jakarta.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012, Buku 1 Pedoman Pengelolaan


Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia, 2005, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen, Jakarta.
BAB XIV

PENGANTAR KEPEMIMPINAN DALAM KEBIDANAN

1.        Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah perpaduan berbagai perilaku yang dimiliki seseorang sehingga


orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mendorong orang lain bersedia dan dapat
menyelesaikan tugas – tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya ( Ordway Tead ).

Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau


sekelompok orang untuk mau berbuat dan mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan
(Stogdill).

Kepemimpinan adalah hubungan yang tercipta dari adanya pengaruh yang dimiliki
seseorang terhadap orang lain sehingga orang lain tersebut secara sukarela mau dan
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan ( Georgy R. Terry ).

Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau


sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu
situasi tertentu ( Paul Hersay, Ken Blanchard ).

Dapat dipahami dari empat batasan di atas bahwa kepemimpinan akan muncul apabila
ada seseorang yang karena sifat – sifat dan perilakunya mempunyai kemampuan untuk
mendorong orang lain untuk berpikir, bersikap, dan ataupun berbuat sesuatu sesuai
dengan apa yang diinginkannya.

2.1.2 Teori Kepemimpinan

Ada beberapa yang pernah dikemukakan, antara lain :


a. Teori orang besar atau teori bakat

Teori orang besar (the great men theory) atau teori bakat (Trait theory) ini adalah teori
klasik dari kepemimpinan. Di sini disebutkan bahwa seorang pemimpin dilahirkan,
artinya bakat-bakat tertentu yang diperlukan seseorang untuk menjadi pemimpin
diperolehnya sejak lahir.
 b. Teori Situasi

Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi (situasional theory). Teori ini
muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang sekalipun bukan keturunan
pemimpin, ternyata dapat pula menjadi pemimpin yang baik. Hasil pengamatan tersebut
menyimpulkan bahwa orang biasa yang jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya
situasi yang menguntungkan dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk muncul
sebagai pemimpin.

c. Teori Ekologi 

Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah kepemimpinan banyak
menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan sehari – hari sering ditemukan adanya
seorang yang setelah berhasil dibentuk menjadi pemimpin, ternyata tidak memiliki
kepemimpinan yang baik. Hasil pengamatan yang seperti ini melahirkan teori ekologi,
yang menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi pemimpin,
tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat – bakat tertentu yang
terdapat pada diri seseorang yang diperoleh dari alam.

2.1.3  Gaya Kepemimpinan 

Telah disebutkan bahwa gaya kepemimpinan tersebut dipengaruhi oleh sifat dan perilaku
yang dimiliki oleh pemimpin. Karena sifat dan perilaku antara seorang dengan orang
lainnya tidak persis sama, maka gaya kepemimpinan (leadership style) yang
diperlihatkanpun juga tidak sama.

Berbagai gaya kepemimpinan tersebut jika disederhanakan dapat dibedakan atas empat
macam, yaitu :

1. a.   Gaya Kepemimpinan Diktator

Pada gaya kepemimpinan diktator (dictatorial leadership style) ini upaya mencapai tujuan
dilakukan dengan menimbulkan ketakutanserta ancaman hukuman. Tidak ada hubungan
dengan bawahan, karena mereka dianggap hanya sebagai pelaksana dan pekerja saja.

1. b.   Gaya Kepemimpinan Autokratis 


Pada gaya kepemimpinan ini (autocratic leadership style) segala keputusan berada di
tangan pemimpin. Pendapat atau kritik dari bawahan tidak pernah dibenarkan. Pada
dasarnya sifat yang dimiliki sama dengan gaya kepemimpinan dictator tetapi dalam bobot
yang agak kurang.

1. c.    Gaya Kepemimpinan Demokratis 

Pada gaya kepemimpinan demokratis (democratic leadership style) ditemukan peran serta
bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Hubungan
dengan bawahan dibangun dengan baik. Segi positif dari gaya kepemimpinan ini
mendatangkan keuntungan antara lain: keputusan serta tindakan yang lebih obyektif,
tumbuhnya rasa ikut memiliki, serta terbinanya moral yang tinggi. Sedangkan
kelemahannya : keputusan serta tindakan kadang – kadang lamban, rasa tanggung jawab
kurang, serta keputusan yang dibuat terkadang bukan suatu keputusan yang terbaik.

1. d.   Gaya Kepemimpinan Santai 

Pada gaya kepemimpinan santai (laissez-faire leadership style) ini peranan pimpinan


hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan kepada bawahan, jadi setiap
anggota organisasi dapat melakukan kegiatan masing – masing sesuai dengan kehendak
masing – masing pula.

2.1.4        Pemimpin yang Efektif 

Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi
orang lain agar dapat bekerja sama untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi terjadinya
perubahan yang bermanfaat. Ada beberapa kepemimpinan yang efektif antara lain
menurut :

Menurut Ruth M. Trapper (1989 ), membagi menjadi 6 komponen :

1. Menentukan tujuan yang jelas, cocok, dan bermakna bagi kelompok. Memilih
pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan dan dalam bidang profesinya.
2. Memiliki kesadaran diri dan menggunakannya untuk memahami kebutuhan
sendiri serta kebutuhan orang lain.
3. Berkomunikasi dengan jelas dan efektif.
4. Mengerahkan energi yang cukup untuk kegiatan kepemimpinan.
1. Mengambil tindakan

 2. Pimpinan dan Kepemimpinan 

Manajer atau kepemimpinan adalah orang yang bertugas melakukan proses atau fungsi
manajemen. Berdasarkan hierarki tugasnya pimpinan dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pimpinan tingkat pertama (Lower Manager)

Adalah pimpinan yang langsung berhubungan dengan para pekerja yang menjalankan
mesin peralatan atau memberikan pelayanan langsung pada konsumen. Pimpinan ini
diutamakan memiliki proporsi peranan technical skill yang terbesar dan konseptual skill
yang terkecil.

2. Pimpinan tingkat menengah (Middle Manager)

Adalah pimpinan yang berada satu tingkat di atas Lower Manager. Pimpinan ini menjadi
saluran informasi dan komunikasi timbal balik antara Lower Manager dan Top Manager,
yakni pimpinan puncak (di atas Middle Manager) sehingga pimpinan ini diutamakan
memiliki kemampuan mengadakan hubungan antara keduanya. Konseptual skill adalah
ketrampilan dalam penyusunan konsep – konsep, identifikasi, dan penggambaran hal-hal
yang abstrak. Sedangkan techmnical skill adalah ketrampilan dalam melakukan
pekerjaan secara teknik. Hubungan antara manusia merupakan ketrampilan dalam
melakukan komunikasi dengan sesama manusia lain.

1. c.   Pimpinan puncak (Top Manager)

Pimpinan puncak adalah manajer yang menduduki kewenangan organisasi tertinggi dan
sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan administrasi. Pimpinan ini memiliki
proporsi peranan konseptual skill yang terbesar dan technical skill yang terkecil.

Tugas – tugas pimpinan :


a. Sebagai pengambil keputusan
b. Sebagai pemikul tanggung jawab
c. Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir konseptual
d. Bekerja dengan atau melalui orang lain
e. Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.

3.       Kepemimpinan dalam Pelayanan Kebidanan

Bidan dituntut harus mampu menerapkan aspek kepemimpinan dalam organisasi &
manajemen pelayanan kebidanan (KIA/KB), kesehatan reproduksi dan kesehatan
masyarakat di komunitas dalam praktik kebidanan (Permenkes 149 pasal 8). Bidan
sebagai seorang pemimpin harus ;

a)      Berperan serta dalam perencanaan pengembangan dan evaluasi kebijakan


kesehatan.

b)      Melaksanakan tanggung jawab kepemimpinan dalam praktik kebidanan di


masyarakat.

c)      Mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan data serta mengimplementasikan


upaya perbaikan atau perubahan untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan di
masyarakat.

d)     Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah secara proaktif, dengan perspektif luas
dan kritis.

e)      Menginisiasi dan berpartisipasi dalam proses perubahan dan pembaharuan praktik
kebidanan

Kesimpulan

Bidan merupakan tenaga kesehatan yang memegang peranan penting dalam pelayanan
maternal dan perinatal, sehingga bidan dituntut untuk memiliki keterampilan
kepemimpinan dalam pelayanan kebidanan disertai dengan kemampuan untuk menjalin
kerjasama dengan pihak yang terkait dalam persoalan kesehatan di masyarakat.

Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan
kewenangan yang diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes).

Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai


dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Bidan harus dap bat berperan sebagai
advokator untuk dapat mempengaruhi masyarakat agar terjadinya perubahan dalam
kebijakan publik secara bertahap maju & semakin baik terutama dalam bidang kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

–       Notoatmojo,soekijo. 1990. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

–       Glenz, Karen. 1990. Health Behavior and Health Education, Theory Research and

Practice. San Francisco,oxford: Joosey-Bas Publiser.

–       http://peterpaper.blogspot.com/
BAB XV

PENGENALAN PADA POLITIK DALAM PELAYANAN KEBIDANAN DAN


MEDICAL MODEL DALAM PELAYANAN OBSTETRIK

I. Pengenalan Politik dalam Pelayanan Kebidanan

  Pengertian Politik
Perkataan politik berasal  dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan
masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara), sedangkan taia berarti
urusan. Dari segi kepentingan  penggunaan, kata politik mempunyai arti yang berbeda-
beda. Untuk lebih memberikan pengertian arti politik disampaikan beberapa arti politik
dari segi kepentingan penggunaan,   yaitu :
a.         Dalam arti kepentingan umum (politics)
Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum,
baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut
Politik (Politics)   yang artinya adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan,
cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan
yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk
mencapai keadaan yang kita inginkan
b.         Dalam arti kebijaksanaan (Policy)
Politik adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang
dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan
yang kita kehendaki.
c.         Jadi politik menurut kami adalah Suatu ilmu dan seni mengelola peran untuk mencapai
tujan yang dicapai.
2. Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga
merupakan tingkat fungsional dan atau efisiensi metabolisme organisme, sering secara
implisit manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mendefinisikan kesehatan
didefinisikan sebagai "keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan bukan
hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan"
Kesehatan adalah konsep yang positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi,
serta kemampuan fisik. Secara keseluruhan kesehatan dicapai melalui kombinasi dari
fisik, mental, dan kesejahteraan sosial, yang, bersama-sama sering disebut sebagai
"Segitiga Kesehatan"
3.      Pengertian Politik Kesehatan
Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan
masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam
sebuah wilayah atau negara. Untuk meraih tujuan tersebut diperlukan kekuasaan.
Kekuasaan tersebut kelak digunakan untuk mendapat kewenangan yang diperlukan untuk
mencapai cita-cita dan tujuan. Oleh karena itu derajat kesehatan masyarakat yang
diidamkan adalah merupakan sebuah tujuan yang di inginkan seluruh rakyat banyak,
maka derajat kesehatan hendaknya diperjuangkan melalui sistem dan mekanisme politik.
Bambra et al (2005) dan Fahmi Umar (2008) mengemukakan mengapa kesehatan
itu adalah politik, karena dalam bidang kesehatan adanya disparitas derajat kesehatan
masyarakat, dimana sebagian menikmati kesehatan sebagian tidak. Oleh sebab itu, untuk
memenuhi equity atau keadilan harus diperjuangkan. Kesehatan adalah bagian dari Politik
karena derajat kesehatan atau masalah kesehatan ditentukan oleh kebijakan yang dapat
diarahkan atau mengikuti kehendak (amenable) terhadap intervensi kebijakan politik.
Kesehatan bagian dari politik karena kesehatan adalah Hak Asasi manusia.
2.2 Hubungan politik dan kesehatan
Politik kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan
publik yang didasari oleh hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warga
negara. Sehingga dalam pengambilan keputusan politik khususnya kesehatan berpengaruh
terhadap kesehatan masyarakat sebaliknya politik juga dipengaruhi oleh kesehatan
dimana jika derajat kesehatan masyarakat meningkat maka akan berpengaruh pada
kesejahteraan masyarakat
2.3     Pengaruh Politik Beserta Contohnya Terhadap Kesehatan
1. Pengaruh Politik Terhadap Kesehatan
Penentuan kebijakan di bidang kesehatan memang merupakan sebuah sistem yang
tidak lepas dari keadaan disekitarnya yaitu politik. Oleh karena itu, kebijakan yang
dihasilkan merupakan produk dari serangkaian interaksi elit kunci dalam setiap proses
pembuatan kebijakan termasuk tarik-menarik kepentingan antara aktor, interaksi
kekuasaan, alokasi sumber daya dan bargaining position di antara elit yang terlibat.
Proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau
kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi para pengambil keputusan agar suatu
kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu, merupakanmanifestasi dari
kekuatan politik (power) untuk mempertahankan stabilitas dankepentingan masing-
masing aktor. Bahkan tak jarang terjadi pula intervensi kekuasaan dan tarik-menarik
kepentingan politis dari pemegang kekuasaan atau aktor yang memiliki pengaruh dalam
posisi politik.

II. Medical Model dalam Pelayanan Obstetrik


Model Medical Merupakan salah satu model yang dikembangkan untuk
membantu manusia dalam memahami proses sehat sakit dalam arti kesehatan. Tujuannya
adalah sebagai kerangka kerja untuk pemahaman dan tindakan sehingga dipertanyakan
dalam model ini

Model sehat untuk semua (Heaith For All-HFA)

Model ini dicetuskan oleh WHO dalam Deklarasi 0lma 0tta tahun 1978. Fokus
pelayanan ditujukan pada wanita, keluarga dan masyarakat serta sebagai sarana
komunikasi dari bidan- bidan negara lain. Tema HFA menurut Euis dan dan Simmet
(1992) :

1. Mengurangi ketidaksamaan kesehatan


2. Perbaikan kesehatan melalui usaha promotif dan pre5entif
3. Partispasi masyarakat
Model Medical merupakan salah satu model yang di kembangkan untuk manusia dalam
memahami proses sehat sakit dan sakit dalam arti kesehatan. Model ini lebih banyak
digunakan dalam bidang kedokteran dan lebih berfokus pada proses penyakit dan
mengobati ketidak sempurnaan. Yang mencangkup dalam model medical adalah :
1. Berorientasi pada penyakit
2. Menganggap bahwa akal pikiran dan badan terpisah
3. Manusia menguasai alam
4. Yang tidak biasa menjadi menarik
5. Informasi yang terbatas pada klien
6. Pasien berperan pasif
7. Dokter yang menemukan
8. Tingginya teknologi menaikkan prestise
9. Prioritas kesehatan individu dari pada kesehatan komunitas
10. Penyakit dan kesehatan adalah domain dokter
11. Pemahaman manusia berdasarkan mekanik dan bioengineering

Model medical ini kurang cocok untuk praktik kebidanan karena terlalu berorientasi
pada penyakit tidak memberi kesempatan klien untuk menemukan nasubnya sendiri.
Walaupun demikian kenyataannya masih banyak yang terpengaruh pada model ini.

Model Medical :

1. Normal dalam perspektif


2. Kasus tidak bias menjadi menarik
3. Dokter bertanggung jawab
4. Informasi terbatas
5. Out Come yang diharapkan
6. Ibu dan bayi hidup dan sehat
Falsafah kebidanan terhadap kehamilan Hal Fisiologis :

1. Normal dalam antisipasi


2. Setiap persalinan peristiwa unik
3. Wanita dan keluarga membuat keputusan
4. Informasi diberikan tidak terbatas
5. Outcome yang diharapkan

Kesimpulan
                 Politik dalam arti kepentingan umum adalah suatu rangkaian azas/prinsip,
keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu
atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita
gunakan untuk mencapai tujuan yang kita inginkan. Politik memiliki pengaruh begitu
besar terhadap kebijakan dan pengembangan di bidang kesehatan.
                 Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat
kesehatan masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang
dianut dalam sebuah wilayah atau negara .
                 Politik kesehatan atau kebijakan kesehatan memang akhirnya ditentukan oleh
keputusan politik. Kalau kehidupan politik di suatu Daerah tidak sehat, jangan harap
kesehatan masyarakat di daerah itu akan diurus dengan sehat pula. Politik yang sakit akan
membiarkan rakyatnya sakit. Kemiskinan ternyata ikut memperkeruh persoalan
kesehatan.
3.2 Saran
Demikian uraian materi tentang Politik dalam Kesehatan, Semoga kebijakan-
kebijakan politik kesehatan di indonesia bisa terlaksana dengan baik dan semua rakyat
Indonesia bisa menikmati haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan
layak dan memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan jeminan kesehatan
pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, S, 2000, Peranan Legislator Dalam Upaya Meningkatkan Pembiayaan


Kesehatan di Indonesia
Aminullah, S,2005, Peranan Anggota Muda IAKMI dalam Mendorong Lahirnya VISI
BARU KESEHATAN INDONESIA untuk mempercepat Pembangunan Kesehatan
Masyarakat
Aminullah, S,2005, Komitmen Politik Oleh ”Aktor-Aktor” Politik Guna Mewujudukan
Indonesia Sehat 2010
http://pcim-rusia.org/dinamika-politik-harus-membangun-kesehatan-bangsa/, akses tgl
25/06/2013.
BAB XVI

PRINSIP PARTNERSHIP DALAM PROMOSI KESEHATAN


INTERPROFESSIONAL, INTERAGENCY DAN INTERSEKTOR

I. Prinsip Kemitraan
Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh
masing-masing anggota kemitraan yaitu:
a. Prinsip Kesetaraan (Equity)
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa
sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang
disepakati.
b. Prinsip Keterbukaan
Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai
sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada
sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan
ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).
c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)
Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat
dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau
pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.
Beberapa prinsip kemitraan yang lainnya yaitu:

1.      Saling menguntungkan (mutual benefit)

Saling menguntungkan disini bukan hanya materi tetapi juga non materi, yaitu dilihat
darikebersamaan atau sinergisme dalam mencapai tujuan.

2.      Pendekatan berorientasi hasil

Tindakan kemanusiaan yang efektif harus didasari pada realitas dan berorientasi pada
tindakan. Hal ini membutuhkan koordinasi yang berorientasi hasil dan berbasis
pada kemampuan efektif dan kapasitas operasional yang konkrit.

3.      Keterbukaan (transparansi)

Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan tiapanggota mitra harus diketahhui oleh 

anggota yang lain Transparansi dicapai melalui dialog (pada tingkat yang setara)
denganmenekankan konsultasi dan pembagian informasi terlebih dahulu. Komunikasi
dan  transparansi, termasuk transparansi finansial, membantu meningkatkan kepercayaan
antar 

organisasi.

4.      Kesetaraan

Masing-masing pihak yang bermitra harus merasa duduk sama rendah dan berdiri
sama tinggi, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada yang lain.
Kesetaraan membutuhkan rasa saling menghormati antar anggota kemitraan tanpa melihat
besaran dan    

kekuatan. Para peserta harus saling menghormati mandat kewajiban dan kemandirian
darianggota yang lain serta memahami  keterbatasan dan komitmen yang dimiliki satu
sama lain. Sikap saling menghormati tidak menghalangi masing-masing organisasi untuk
terlibat dalam pertukaran pendapat yang konstruktif.

5.      Tanggung Jawab

Organisasi kemanusiaan memiliki tanggung jawab etis terhadap satu sama lain dalam
menempuh tugas-tugasnya secara bertanggung jawab dengan integritas dan cara yang
relevan dan tepat. Organisasi kemanusiaan harus meyakinkan bahwa mereka hanya
akan berkomitmen terhadap sesuatu kegiatan ketika mereka memang memiliki alat,
kompetensi,    keahlian dan kapasitas untuk mewujudkan komitmen tersebut. Pencegahan
yang tegas dan 

jelas terhadap penyelewengan yang dilakukan oleh para pekerja kemanusiaan harus
menjadi usaha yang berkelanjutan.

6.      Saling Melengkapi

Keragaman dari komunitas kemanusiaan adalah sebuah aset bila dibangun atas
kelebihan-     kelebihan komparatif dan saling melengkapi kontribusi yang satu dengan
yang lain. Kapasitas lokal adalah salah satu aset penting untuk ditingkatkan dan menjadi
dasar pengembangang.  Ketika memungkinkan, organisasi-organisasi kemanusiaan harus
berjuang untuk menjadikan aset lokal sebagai bagian integral dari tindakan tanggap
darurat dimana hambatan budaya dan bahasa harus diatasi.

Prinsip-prinsip kemitraan menurut WHO untuk membangun kemitraan kesehatan

         Policy-makers (pengambil kebijakan)


         Health managers

         Health professionals

         Academic institutions

         Communities institutions

Adapun ruang lingkup kemitraan secara garis besar adalah :

a) Persiapan;

b) Inisiasi Kemitraan;

c) Pelaksanaan kerjasama;

d) Pelaporan;

e) Publikasi hasil pelaksanaan

2.4 Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan


Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan dikelompokkan menjadi dua
(Notoadmodjo, 2003) yaitu:
a. Model I
Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk jaring kerja (networking)
atau building linkages. Kemitraan ini berbentuk jaringan kerja saja. Masing-masing mitra
memiliki program tersendiri mulai dari perencanaannya, pelaksanaannya hingga evalusi.
Jaringan tersebut terbentuk karena adanya persamaan pelayanan atau sasaran pelayanan
atau karakteristik lainnya.
b. Model II
Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I. Hal ini karena setiap
mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap program bersama. Visi, misi,
dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan kemitraan direncanakan, dilaksanakan, dan
dievaluasi bersama.
Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe
kemitraan yaitu:

a. Potential Partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain tetapi belum
bekerja bersama secara lebih dekat.
b. Nascent Partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak maksimal
c. Complementary Partnership
Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan pertambahan pengaruh
melalui perhatian yang besar pada ruang lingkup aktivitas yang tetap dan relatif terbatas
seperti program delivery dan resource mobilization.
d. Synergistic Partnership
Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh dengan masalah
pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup aktivitas baru seperti
advokasi dan penelitian.
Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan
RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium, kooperasi dan sponsorship.
Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang dalam:
a. SK bersama
b. MOU (Memorantum of understanding)
c. Pokja
d. Forum Komunikasi
e. Kontrak Kerja/perjanjian kerja

2.5 Dasar Kemitraan

1.      Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan

Dalam membangun kemitraan,masing-masing anggota harusmerasa mempunyai


perhatian     dan kepentingan bersama. Tanpaadanya perhatian dan kepentingan yang
sama terhadap         suatumasalah niscaya kemitraan tidak akan terjadi. Sektor kesehatan
harus mampu                menimbulkan perhatian terhadap masalah kesehatan bagi sektor-
sektor lain non kesehatan,    dengan upaya-upaya informasi dan advokasi secara intensif.

2.      Saling mempercayai dan saling menghormati

Kepercayaan (trust) adalah modal dasar setiap relasi/hubungan antar manusia,


kesehatan        harus mampu menimbulkan trust bagi partnernya.

3.      Tujuan yang jelas dan terukur

Arti penting dari kemitraan adalah mewujudkan kebersamaan antar anggota


untuk                menghasilkan sesuatu yang menuju kearah perbaikan kesehatan
masyarakat pada khususnya, kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Penting dilakukan
advokasi dan informasi.

4.      Kesediaan untuk berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain.

Visi, misi, tujuan dan nilai tentang kesehatan perlu disepakatibersama, dan akan
sangat         memudahkan untuk timbulnya komitmen bersama untuk menanggulangi
masalah kesehatan   bersama, hal ini harus meliputi semua tingkatan organisasi sampai
petugas lapangan.

2.6 Tahap – tahap Kemitraan

Untuk mengembangkan kemitraan di bidang kesehatan secara konsep terdiri atas 3


tahap        yaitu:

1.         Kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri

2.         Kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah

3.         Membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sektor lintas bidang
dan lintas organisasi yang mencakup:

a)    Unsur pemerintah

b)   Unsur swasta atau dunnia usaha

c)    Unsur LSM da organisasi massa

d)   Unsur organisasi profesi

2.7  Dasar Pemikiran Kemitraan dalam Kesehatan

1.  Kesehatan adalah hak azasi manusia, merupakan investasi, dan sekaligus


merupakan         kewajiban bagi semua pihak.

2.  Masalah kesehatan saling berkaitan dan saling mempengaruhi dengan masalah lain,
seperti masalah pendidikan, ekonomi, sosial, agama, politik, keamanan, ketenagakerjaan,
pemerintahan, dll.
3.   Karenanya masalah kesehatan tidak dapat diatasi oleh sektor kesehatan sendiri,
melainkan semua pihak juga perlu peduli terhadap masalah kesehatan tersebut, khususnya
kalangan        swasta.

4.  Dengan peduli pada masalah kesehatan tersebut, berbagai pihak khususnya pihak
swasta   diharapkan juga memperoleh manfaat, karena kesehatan meningkatan kualitas
SDM dan      meningkatkan produktivitas.

5.  Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO pada


konfrensi         internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada tahun 1997.

6.   Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjsama yang saling


memberikan     manfaat. Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien
apabila juga didasari     dengan kesetaraan.

2.8 Tujuan Kemitraan

Tujuan umum :

         Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan dan


upaya           pembangunan pada umumnya.

Tujuan khusus :

         Meningkatkan saling pengertian

         Meningkatkan saling percaya

         Meningkatkan saling memerlukan

         Meningkatkan rasa kedekatan

         Membuka peluang untuk saling membantu

         Meningkatkan daya, kemampuan, dan kekuatan

         Meningkatkan rasa saling menghargai

Hasil yang diharapkan :

         Adanya percepatan, efektivitas dan efisiensi berbagai upaya termasuk kesehatan.


2.9  Perilaku Kemitraan

Adalah semua pihak, semua komponen masyarakat dan unsur pemerintah,


Lembaga Perwakilan Rakyat, perguruan tinggi, media massa, penyandang dana, dan lain-
lain, khususnya swasta 6 langkah pengembangan kemitraan :

1.                  penjajagan/persiapan,

2.                  penyamaan persepsi,

3.                  pengaturan peran,

4.                  komunikasi intensif,

5.                  melakukan kegiatan, dan

6.                  melakukan pemantauan & penilaian.

Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai keadaan, masalah dan potensi
      

 setempat adalah :

1. Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan operasionalisasi


 Indonesia Sehat.
2. Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan, kegiatan 
bersama, dll.

3.         Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan


kemitraan               dapat berjalan lancar.

4.         Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.

5.         Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.

6.         Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program kesehatan).

7.         Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan,


masalah     dan potensi yang ada.

Indikator  keberhasilan dalam kemitraan


      

1.         Indikator input : Jumlah mitra yang menjadi anggota.


2.         Indikator proses :Kontribusi mitra dalam jaringan kemitraan, jumlah pertemuan
yang diselenggarakan, jumlah dan jenis kegiatan bersama yang dilakukan,
keberlangsungan           kemitraan yang dijalankan.

3.         Indikator output : Jumlah produk yang dihasilkan, percepatan upaya yang


dilakukan,  efektivitas dan efisiensi upaya yang diselenggarakan.

Contoh Kemitraan dalam Kesehatan


      

1.         AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia)

2.         Balai Keperawatan

3.         Kemitraan antara bidan dengan dukun bayi

4.         Paguyuban Penderita Tuberkulosis

2.10 Promosi Kesehatan


Suatu proses memberdayakan atau memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta pengembangan
lingkungan sehat.

      Five level of Prevention (Leavel & Clark):

Health Promotion (Promosi kesehatan)

Specific Protection (Perlindungan khusus)

Early Diagnosis and Prompt Treatment (Diagnosis dini dan pengobatan segera)

Disability Limitation (Mengurangi terjadinya kecacatan)

Rehabilitation. (pemulihan)

      Strategi Promosi Kesehatan  (WHO, 1994) :

1.      Advokasi (Advocacy)

2.      Dukungan sosial (Social Support)

3.      Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
      STRATEGI BARU PROMOSI KESEHATAN (Ottawa Charter, 1986)

Kebijakan berwawasan kesehatan (Healthy public policy)

Lingkungan yang mendukung (Supportive environment)

Reorientasi pelayanan kesehatan (Reorient health service)

Ketrampilan individu (personnel skill)

Gerakan masyarakat (community action)

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemitraan dapat disimpulkan berhasil jika banyaknya mitra yang terlibat, sumberdaya
(3M) tersedia (input), pertemuan-pertemuan, lokakarya, kesepakatan bersama, seminat
(proses), terbentuknya jaringan kerja, tersusunnya program dan pelaksanaan kegiatan
bersama (output), membaiknya indikator derajat kesehatan (outcome). Fokus praktik
keperawatan komunitas adalah individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat.
Pengorganisasikan komponen masyarakat yang dilakukan oleh perawat spesialis
komunitas dalam upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan
masyarakat dapat menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat (community
development). Intervensi keperawatan komunitas yang paling penting adalah membangun
kolaborasi dan kemitraan bersama anggota masyarakat dan komponen masyarakat
lainnya, karena dengan terbentuknya kemitraan yang saling menguntungkan dapat
mempercepat terciptanya masyarakat yang sehat.
Model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat”
merupakan paradigma perawat spesialis komunitas yang relevan dengan situasi dan
kondisi profesi perawat di Indonesia. Model ini memiliki ideologi kewirausahaan yang
memiliki dua prinsip penting, yaitu kewirausahaan dan advokasi pada masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan azas keadilan sosial dan azas
pemerataan. Dalam tulisan ini telah disajikan analisis mengenai kemanfaatan model
kemitraan keperawatan komunitas terhadap: keperawatan spesialis komunitas, sistem
pendidikan keperawatan komunitas, regulasi, sistem pelayanan kesehatan, dan
masyarakat serta implikasi model terhadap pengembangan kebijakan keperawatan
komunitas dan promosi kesehatan di Indonesia.
3.2 Saran-Saran
1. Dapat dikembangkannya model praktik keperawatan komunitas yang
terintegrasi  antara praktik keperawatan dengan basis riset ilmiah.
2. Mengenalkan model praktik keperawatan komunitas.
3. Meningkatkan proses berpikir kritis dan pengorganisasian pengembangan kesehatan
masyarakat
4. Meningkatkan jejaring dan kemitraan dengan masyarakat dan sektor terkait
5. Meningkatkan legalitas praktik keperawatan spesialis komunitas
6. Mendorong praktik keperawatan komunitas yang profesional

III. Interprofessional education (IPE) adalah suatu pelaksanaan pembelajaran yang diikuti


oleh dua atau lebih profesi yang berbeda untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas
pelayanan dan pelaksanaanya dapat dilakukan dalam semua pembelajaran, baik itu tahap
sarjana maupun tahap pendidikan klinik untuk menciptakan tenaga kesehatan yang
professional.
IV. Interagency
V. Intersektor

DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2009. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas DalamPengembangan
Kesehatan Masyarakat. Dinas Kesehatan kabupaten  Ngawi (online).(
http://www.dinkesngawi.net/ di akses 2 Oktober 2009).
Anonym. 2007. Prinsip-prinsip Kemitraan. Sebuah Pernyataan  Komitmen .
Global  Humanitarian Platform (online).  (www.globalhumanitarianplatform.org di akses
2 Oktober 2009)
http://documents.tips/documents/kemitraan-dalam-promosi-kesehatan.html

Anda mungkin juga menyukai