PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
DIEN NOVITA
NIM : G1C020016
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
DIEN NOVITA
NIM : G1C02016
ii
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : G1020016
Disetujui oleh:
Mengetahui:
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
DAFTAR TABEL...................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................8
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................8
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................10
1.3. Tujuan Penelitian...................................................................................................10
1.4. Manfaat Penelitian.................................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................11
2.1 Labu Spons (Luffa aegyptiaca)............................................................................11
2.2 Metode Ekstraksi Minyak Biji Labu Spons........................................................11
2.2.1 Soxhlet.................................................................................................12
2.3 Karakteristik Minyak Biji Labu Spons................................................................12
2.3.1 Epoksidasi...........................................................................................12
2.3.2 Hidroksilasi.........................................................................................14
2.4 Transesterifikasi.....................................................................................................15
2.5 Poliol.......................................................................................................................16
2.6 Busa Poliuretan......................................................................................................18
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................20
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................................20
3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................................20
3.3 Prosedur Penelitian................................................................................................20
3.3.1 Preparasi sampel.................................................................................20
3.3.2 Ekstraksi soxhlet.................................................................................20
3.3.3 Reaksi epoksidasi...............................................................................20
3.3.4 Uji epoksidasi.....................................................................................21
3.3.5 Reaksi hidroksilasi.............................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Reaksi Epoksidasi13
2.2 Reaksi Tranesterifikasi Minyak Nabati16
2.3 Reaksi Tranesterifikasi16
2.4 Struktur Poliol17
2.5 Mekanisme Pembentukan Senyawa Poliol Melalui Reaksi Epoksidasi17
2.6 Mekanisme Pembentukan Poliuretan18
2.7 Struktur Sel pada Plastik berpori (a) Sel Terbuka; (b) Sel Tertutup19
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
8
melalui proses ekstraksi. Penggunaannya cukup luas dalam makanan,
seperti sebagai perisa rasa, menggoreng, dan memasak. Bidang kosmetika
juga memiliki beberapa peranan penting. Asam lemak hasil hidrolisis
minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun.
Sumber minyak nabati sudah banyak diketahui oleh masyarakat dan
pencarian terhadap sumber alternatif dari minyak nabati masih terbuka lebar
mengingat semakin meningkatnya suplai minyak nabati di pasaran
(Abdullah, 2012).
Peningkatan akan suplai minyak nabati terus mengalami peningkatan,
pada tahun 2011 hingga 2012 konsumsi dari minyak nabati tercatat
mencapai ±150 juta ton dengan rincian 35,8 juta ton di sektor non pangan
dan 114,2 juta ton pada sektor pangan. Sumber minyak nabati yang sudah
diketahui adalah minyak sawit, jarak pagar, minyak kelapa, kacang kedelai,
bunga matahari, dan biji-bijian. Tanaman masih belum dieksplorasi sebagai
sumber alternatif minyak nabati, salah satunya adalah famili Cucurbitaceae
mrupakan salah satu sumber alternatif minyak nabati terkhusus pada bagian
bijinya. Labu spons (Luffa aegyptiaca) merupakan salah satu anggota
Cucurbitaceae (Meliano, dkk., 2017).
Minyak nabati dari biji labu spons menurut (Sule, dkk., 2020) masih
kurang diteliti di Indonesia. Penelitian yang telah dilakukan umumnya
menggunakan minyak kasar, sehingga dirasa perlu dilakukan sintesis
terhadap minyak biji labu spons. Sintesis produk poliol dari biji labu spons
melibatkan dua langkah reaksi utama, yaitu reaksi epoksidasi diikuti dengan
hidroksilasi. Langkah kedua optimasi kondisi reaksi, yaitu minyak biji labu
spons yang terepoksidasi diubah menjadi poliol. Reaksi hidroksilasi
dilakukan dalam reaktor batch menggunakan campuran alkohol (metanol
dan isopropanol) dengan asam sulfat sebagai katalis. Reaksi konversi
minyak biji Luffa aegyptiaca terepoksidasi menjadi produk poliol
bergantung pada waktu reaksi dan suhu. Kondisi optimal dihasilaknnya
poliol dicapai selama 3 jam pada suhu 50 °C. Berdasarkan pemaparan diatas
maka akan dilakukan penelitian guna mengetahui potensi poliol yang
9
terdapat pada minyak biji labu spons sebagai bahan baku kimia dalam industri
poliuretan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
2.2.1 Soxhlet
Soxhlet adalah teknik ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang
sesuai dengan titik didihnya sebagai ekstraktor. Cara ini dapat digunakan
jika menggunakan pelarut yang memiliki titik didih rendah. Titik didih yang
rendah memungkinkan senyawa yang terekstrak tidak mengalami
kerusakan. Ekstraksi beberapa senyawa metablit skunder dapat juga
dilakukan dengan cara ini, karena senyawa tersebut cukup tahan terhadap
suhu tinggi (Saidi, dkk., 2018).
Soxhlet termasuk kedalam metode ekstraksi panas. Proses
ekstraksinya terjadi saat proses perendaman pada sampel setalah sampel
mengalami kondensasi. Pelarut pada labu yang dipanaskan akan menguap
menuju kondensor kemudian berubah menjadi cair dan menetes ke dalam
thimble, sehigga simplisia di dalam thmble akan terendam. Simplisia pada
proses soxhlet akan terendam pelarut dan mengalami hipertonis
(Rosita, dkk., 2017). Penelitian (Ravensca, dkk., 2017) melaporkan bahwa
hasil ekstraksi biji ketapang menggunakan metode sokletasi dengan pelarut
n-heksan menghasilkan rendemen minyak sebesar 51, 9 % .
2.3.1 Epoksidasi
Epoksidasi merupakan metode sederhana yang efesien untuk
memperoleh senyawa baru yang reaktif dan banyak digunakan dengan
mengubah ikatan rangkap yang terdapat dalam asam minyak atau lemak.
Senyawa epoksidasi dapat digunakan sebagai bahan baku sintesis bahan
kimia. Diantaranya alcohol, glikol, alkanolamine, karbonil, poliester,
poliuretan dan resin epoksi (Ghozali, dkk., 2018).
Epokisda minyak dapat digunakan secara langsung sebagai pemlatis
yang sesuai seperti untuk polivinil klorida (PVC) dan sebagai penstabil resin
PVC agar lebih fleksibilitas, elstisitas, dan untuk mempertahankan stabilitas
12
perpindahan panas dan radiasi UV. Reaktivitas cincin oksiran yang tinggi
menyebabkan epoksi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk beberapa
bahan kimia, seperti alcohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil,
senyawa olefin, dan polimer seperti poliester, poluretan, dan resin epoksi
(Sasongko dan Dea, 2018).
Asam lemak umumnya bersifat reaktif terhadap oksigen dengan
bertambahnya jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul. Satu molekul
oksigen bereaksi dengan ikatan jenuh menghasilkan oksida lemak dan
secara simultan membebaskan atom oksigen aktif yang akan menyerang
trigliserida. Proses oksidasi tanpa melalui tahap pembentukan peroksida
merupakan oksidasi langsung terhadap ikatan rangkap, sehingga
menghasilkan peroksida siklis dan senyawa ini digolongkan dalam grup
epoksida.
13
bahan kimia seperti alkohol, glikol, amina alkanol. Senyawa karbonil, dan
polimer sama seperti poliester, dan poliuretan. Minyak epoksidasi dengan
nilai oksigen oksiran yang lebih tinggi dan nilai iodium yang lebih rendah
dianggap memiliki kualitas yang lebih baik (Goud, dkk., 2007).
Penelitian (Sule, dkk., 2020) melaporkan bahwa minyak biji labu
spons pada kondisi optimal (4 jam, 60 °C), waktu dan suhu reaksi saat
maksimum menyebabakan kandungan oksiran menurun. Temuan ini
mendukung penelitian sebelumnya dengan memanfaatkan minyak biji
kapas sebagai bahan baku pembuatan minyak epoksidasi (Dinda, dkk.,
2008). Hasil ini dapat dijelaskan bahwa melalui rekasi eposidasi ikatan
rangkap dari minyak diubah menjadi minyak epoksidasi. Kandungan
oksiran maksimum 2,88 % dicapai pada (4 jam, 60 °C).
2.3.2 Hidroksilasi
A. Nilai hidroksil
Hidroksilasi merupakan reaksi penambahan gugus hidroksi pada
suatu senyawa organik. Reaksi ini, bisa disebut juga dengan reaksi
pembukaan cincin oksiran pada senyawa epoksida. Suatu cincin epoksida,
seperti cincin siklopropana, tidak dapat memiliki sudut ikatan sp3 sebesar
109º, sudut antar inti hanya 60°, sesuai dengan persyaratan cincin tiga
anggota. Orbital yang membentuk ikatan cincin tidak dapat mencapai
tumpang-tindih maksimal; oleh karena itu cincin epoksida mengalami
tarikan. Polaritas ikatan–ikatan C-O, bersama dengan cincin ini,
mengakibatkan reaktivitas tinggi. Pembukaan cincin tiga anggota
menghasilkan produk yang lebih stabil dan berenergi lebih rendah. Reaksi
khas epoksida adalah reaksi pembukaan cincin, yang dapat berlangsung
pada suasana asam ataupun basa (Said, dkk., 2017).
Kandungan hidroksil dari minyak terhidroksilasi (poliol) ditentukan
karena nilai hidroksil adalah ukuran utama dari kualitas busa poliuretan
yang dihasilkan. Penelitian (Sule, dkk., 2020) menunjukkan bahwa nilai
hidroksil akan meningkat saat waktu dan suhu reaksi mengalami kondisi
optimum (3 jam, 50 °C).
14
B. Viskositas
Viskositas merupakan gesekan yang terjadi diantara lapisan-lapisan
yang bersebelahan dalam suatu fluida. Viskositas pada gas disebabkan
tumbukan antar molekul gas sedangkan viskositas pada zat cair terjadi
akibat adanya gaya kohesi antar molekul zat cair. Suhu merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhui terjadinya viskositas
(Damayanti, dkk., 2018).
Viskositas merupakan tingkat kekentalan suatu minyak terhadap
perubahan suhu, semakin besar kemampuan minyak untuk mengalir maka
kekntalan minyak akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya. Semakin
tinggi indeks minyak maka akan semakin kecil perubahan viskositasnya
terhadap perubahan suhu. Nilai viskositas yang diperoleh dari ekstraksi
minyak biji labu spons sebesar 224, 86 detik (sule, dkk., 2020).
2.4 Transesterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol
yang membentuk suatu ester. Reaksi esterifikasi yang dihasilkan dengan
katalis asam merupakan reaksi reversibel. Reaksi esterifikasi merupakan
perlakuan awal untuk megurangi kandungan asam lemak bebas dengan
mengubah asam lemak bebas menjadi alkil ester. Cara untuk memperoleh
rendemen ester yang besar adalah dengan pergesera kesetimbangan reaksi
ke arah sisi ester melalui penambahan alkohol berlebih (Sahubawa dan
Indun, 2020).
Reaksi transesterifikasi (alkoholisis) adalah reaksi antara ester dan
alkohol yang menghasilkan ester baru dan alkohol baru. Reaksi
transesterifikasi juga disebut reaksi alkoholisis dari ester karena reaksi
tersebut diserai dengan pertukaran bagian alkohol dari suatu ester
(Sahubawa dan Indun, 2020). Transesterifikasi merupakan reaksi antara
trigliserida yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewan
dengan alkohol untuk membentuk alkil ester (Megawati, dkk., 2022). Dari
proses transesterifikasi diperoleh dua fasa, yaitu metil ester pada bagian
atas, gliserol pada bagian bawah kemudian redemen biodiesel dihitung dari
15
onversi metil ester berdasarkan variasi konsentrasi katalis (Suleman, dkk.,
2019).
Proses transesterfikasi baik dalam suasana asam maupun suasana
basa harus dihindari air karena akan menghidrolisis ester. Suasana asam
dan suhu tinggi ester akan terhidrolisis menjadi asam karboksilat dan
alkohol sedangkan dalam suasana basa, ester akan terhidroliss menjadi
sabun (Susilo, dkk., 2017). Peilihan jenis katalis yang sesuai sangat
penting dalam proses transesterifikasi. Bahan baku yang memiliki Asam
Lemak Bebas (ALB) tinggi akan lebih efektif menggunakan katalis asam
dari pada atalis basa. Hal ini karena ALB akan bereaksi dengan katalis
basa dan membentuk sabun yang mengakibatkan menurunya rendemen
(Paseae, 2020). Katalis yang digunakan bisa berupa katalis basa, asam,
maupun enzimatik (Wibisono, 2017). Reaksi umum untuk proses
transesterifikasi yaitu sebagai berikut:
16
2.5 Poliol
Poliol atau polialkohol adalah suatu polimer atau monomer dengan
dua gugus fungsi hidroksi atau lebih. Polimer poliol dapat berupa polieter
seperti polietilen glikol, dan polipropilen glikol.
17
Gambar 2.5 Mekanisme Pembentukan Senyawa Poliol melalui Reaksi
Hidroksilasi (Danova, dkk., 2018).
Poliol dapat disintesis dari minyak nabati melalui epoksidasi dengan
pembukaan cincin epoksida. Pembuatan poliol dari minyak nabati
melibatkan pengubahan ikatan rangkap pada rantai samping trigliserida
menjadi gugus hidroksil. (Suderajat, dkk 2017) menkonversi minyak jarak
pagar dari bentuk epoksi menjadi hidroksi dengan katalis asam (metanol).
Penelitian ini menghasilkan nilai konversi yang cukup tinggi, yaitu 93 %
dengan bilangan hidroksil mencapai 199, sedangkan nilai konversi asam
klorida 94 % dan bilangan hidroksil mencapai 197.
18
Gambar 2.6 Mekanisme Pembentukan Poliuretan
Poliuretan dapat disintesis dengan densitas yang bervariasi mulai dari 6
3 3
kg / m hingga 1220 kg /m serta kekuatan yang bervariasi pula mulai dari
elastomer yang sangat fleksibel plastic kaku dan rigid. Produk poliuretan
dapat berupa elastomer termoplastik linear yang lunak sampai busa termost
yang keras (Rohaeti, 2017).
Aplikasi poliuretan 70 % dimanfaatkan sebagai busa, elastomer, lem,
dan pelapis. Poliuretan dalam dunia industri berbentuk busa-busa yang kuat
dan fleksibel dengan konduktivitas yang rendah sehingga dapat digunakan
sebagai bahan isolator panas. Bidang kedokteran poliuretan digunakan
sebagai bahan pelindung muka, kantung darah dan sebagai bahan pelapis
serta pembungkus (Nofiyanti dan Nida, 2018).
Busa Poliuretan diklasifikasikan ke dalam 3 tipe, yaitu busa fleksibel,
busa rigid dan foam semi rigid. Perbedaan sifat fisik dari 3 tipe busa
poliuretan tersebut didasarkan kepada perbedaan berat molekul dengan berat
fungsionalitas poliol serta tipe fungsionalitas isosianat. Struktur busa
poliuretan dibedakan menjadi dua, yaitu tipe sel tertutup dan sel terbuka. Sel
tertutup (closed cell) merupakan sel-sel yang terpisah sehingga fase gas
pada satu sel tidak dapat berhubungan dengan fase gas pada sel lainnya. sel
terbuka (opened cell) yaitu sel-sel yang saling berhubungan mengakibtkan
gas dapat lewat dari satu sel ke sel yang lainnya. Struktur sel terbuka dan sel
tertutup tampak seperti pada gambar dibawah ini:
(a) (b)
19
Gambar 2.7 Struktur Sel pada Plastik Berpori (a) Sel Terbuka; (b) Sel
Tertutup
BAB III
METODE PENELITIAN
20
(0,2 M), Na 2 S2 O3 (0,2 M), Na 2 S O4 (0,1 M) anhidrat, indikator kanji,
aquades, reagen hidrokloronasi, dan Fenolftalein.
21
Nilai Iodium ditentukan dengan metode Wiji (Ketaren, 2005), adalah
minyak biji labu spons (0,5 g) dilarutkan dengan karbon tetraklorida (20
mL) dalam labu (500 mL). Pelarut wiji (25 mL) dicampurkan dalam larutan
minyak, dan kedalam dua labu (tanpa minyak) sebagai blanko. Ketiga labu
ini kemudian disimpan ditempat gelap (1 jam) pada suhu kamar. Larutan
potassium iodida (20 mL) dan air (100 mL) ditambahkan kedalam masing-
masing labu dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat sampai titik akhir
titrasi, ditandai dengan perubahan warna menjadi kuning pucat. Titrasi
dilanjutkan dengan larutan indikator kanji (2mL) sampai warna biru hilang.
Nilai titrimetri yang diamati digunakan untuk menghitung nilai iodium.
1. Persiapan larutan potassium iodida
Larutan kalium iodida dibuat dengan melarutkan pelet KI (150 g)
dalam aquades pada labu ukur (1 L) sampai tanda batas. Larutan natrium
tiosulfat pentahidrat dibuat dengan melarutkan Na 2 S2 O3 (2,5 g) kedalam air
dan diencerkan (1 menit) dalam labu ukur (1 L).
B. Analisis oksigen oxiran
Kandungan oksiran dari minyak terepoksidasi harus dihitung untuk
menentukan jumlah ikatan tak jenuh dalam minyak biji labu spons menjadi
gugus oksiran. Prosedurnya diadaptasi dari Sigga, (1962) adalah minyak
terepoksidasi (0,2 g) ditambahkan dengan etil eter (5 mL). Reagen
hidroklorinasi dan HCl dalam etil eter (10 mL; 0,2 M) ditambahkan
kedalam labu. Campuran ini di diamkan (3 jam), kemudian dititrasi dengan
larutan natrium NaOH (0,1 M). Fenolftalein digunakan sebagai indikator.
22
aquades kemudian dianalisis dengan menggunakan parameter nilai hidroksil
dan viskositas.
A. Analisis nilai hidroksil
Kandungan hidroksil dari poliol minyak biji labu spons harus
ditentukan karena merupakan kunci kualitas dari produk poliol yang
dihasilkan. Prosedurnya diadaptasi dari Kataren (2005) yakni, nilai
safonikasi sampel ditentukan sebelum dan sesudah peroses asetilasi. Gugus
hidroksil dalam minyak pada proses asetilasi diubah menjadi ester kemudian
dianalisis nilai penyabunannya untuk menentukan jumlah gugus hidroksil.
Sampel minyak (20 mL) pada proses asetilasi dicampur asetat anhidrat
(20 mL) ke dalam labu. Campuran ini kemudian dipanaskan (2 jam),
ditambahkan aquades (50 mL) dan dipanaskan kemabali (15 menit) hingga
seluruh aquades menguap. Campuran dibiarkan dingin agar terjadi
pemisahan. Porses ini diulangi beberapa kali hingga campuran bebas
kontaminan. Minyak asetilasi kemudian dikeringkan dengan natrium sulfat
anhidrat, kemudian disaring.
1. Nilai safonikasi
Larutan kalium hidroksida alkoholik dibuat dengan melarutkan pelet
KOH (14 g dalam 100 mL methanol). Sampel minyak (5,0 g) dipindahkan
kedalam larutan kalium hidroksida (50 mL) pada labu (250 mL). Campuran
direfluks sampai minyak larut sepenuhnya. Pemanasan dilakukan (1 jam)
kemudian dititrasi dengan asam klorida (0,5 M) dan indikator Fenolftalein
sampai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari merah
muda menjadi tidak berwarna. Titrasi blanko dilakukan menggunakan
larutan kalium hidroksida dengan jumlah dan kondisi yang sama.
B. Viskositas
Viskositas minyak biji labu spons ditentukan dengan menggunakan
viskometer sederhana. Sebuah tabung dihubungkan ke lengan viskometer
(bola lampu yang lebih kecil). Viskometer kemudian direndam dalam
rektor, aquades dimasukkan kedalam viskometer sebagai standar melalui
lengan viskometer (bola lampu besar). Pipa meyedot air kedalam bola kecil
dengan laju waktu aliran tertentu.
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Megawati, E., Ardiansyah, A., Mukminin, A., Ariyani, D., Yuniarti, Y., & Lutfi,
M. (2022). Analisis Sifat Fisika dan Nilai Keekonomian Minyak Goreng
Bekas Menjadi Biodiesel Dengan Metode Transesterifikasi. al-Kimiya:
Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan, 9(1), 48-54.
Pasae, Y. 2020. Biodiesel dari Asam Lemak Bercabang. Makasar: CV Nas Media
Pustaka.
Purba, E. (2018). Respon Penambahan NPK Granul dan POC Rebung Bambu
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Gambas (Luffa
acutangula). Jurnal Agroteknologi, 1(1), 18-29.
S., Abdullah. (2012). Pengaruh Waktu ReaksiI Terhadap Bilangan Hidroksil pada
Pembentukan Poliol dari Epoksidasi CPO dan Curas Oil. Jurnal
KONVERSI, 1(1), 15-26.
Saidi, N. B. (2018). Analisis Metabolisme Skunder. (S. Kuala, Ed.) Banda Aceh:
University Press.
Suderajat, R. I. (2018). Pembuatan Poliol dari Minyak Jarak Pagar sebagai Bahan
Baku Poliuretan. Jurnal Penel
Sule, S. Isah, M. dan Mohammed, F.G. (2020). Syinthesis of Polyol From Sponge
Gourd (Luffa aegyptiaca) Seed Oil and Production of Polyurethane Foam.
International Journal for Reserch and Technology. 2(2): 41-47.
Susilo, B., Retno, D., dan Ni’matul, I. 2017. Teknik Bioenergi. Malang: Tim UB
Press.
26