Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep ADHF atau Acute Decompensated Heart Failure


2.1.1. Definisi ADHF atau Acute Decompensated Heart Failure
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) adalah memburuknya dari
kejadian gagal jantung secara tiba-tiba dengan sangat cepat, dimana hal itu
biasanya mengakibatkan edema pada perifer serta dyspnea sebagai akibat dari
kongesti paru (Dahn & Walker, 2018). Sementara menurut (Miranda et al.,
2022) ADHF atau Acute Decompensated Heart Failure yaitu penyakit gagal
ginjal akut dimana proses terjadinya serangan ini sangat cepat dari gejala-gejala
yang diakibatkan oleh abnormalnya fungsi jantung, kondisi ini sangat
mengancam kehidupan serta harus segera di tangani.
Decompensated Cordis adalah suatu kondisi dimana kegagalan dan
penurunan terjadi pada jantung ketika dalam memompa darah sehingga
mengalami penurunan kemampuan kontrakttifitas fungsi pompa jantung dalam
mencukupi kebutuhan tubuh akan nutrisi dan oksigen secara adekuat (Safri et al.,
2019). Jadi ADHF adalah gagal jantung akut yang gagal memompa cukup darah
untuk mencukupi kebutuhan tubuh serta tidak dapat mempertahankan sirkulasi
yang adekuat dan serangannya dirasakan secara cepat.

2.1.1 Etiologi ADHF atau Acute Decompensated Heart Failure


Menurut (Wayan et al., 2014) gagal jantung dapat terjadi karena disebabkan oleh :

1) Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)


Kegagalan pada miokard berkontraksi sehingga mengakibatkan isi
sekuncup dan curah jantung (cardiac output) terjadi penurunan
2) Beban tekanan berlebihan pada pembebanan sistolik (systolic overload),
beban berlebihan pada kemampuan ventrikel sehingga menyebabkan
pengosongan ventrikel terhamabat,
3) Beban volume yang berlebihan terhadap pembebanan diastolic (diastolic
overload)

5
6

4) Preload yang berlebihan sehingga melampaui kapasitas ventrikel (diastolic


overload) dimana hal ini menyebabkan tekanan dan volum pada akhir
diastolic dalam ventrikel meningkat
5) Gangguan pengisian (hambatan input)
Hambatan yang terjadi dalam pengisian ventrikel dikarenakan adanya
gangguan pada aliran masuk ventrikel akan menyebabkan ventrikel
mengalami pengurangan sehingga curah jantung berkurang dan mengalami
penurunan
6) Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Peningkatan pada beban kerja mengakibatkan serabut otot pada jantung
mengalami pengecilan. Efeknya (hipertrofi miokard) sebagai mekanisme
kompensasi karena kontrakfilitas jantung meningkat.
7) Penyakit Jantung
Penyakit jantung lain dapat menyebabkan terjadinya ADHF antara lain
temponade pericardium, stenosis katup semilunar, stenosis katup AV,
perikarditis konstruktif.

2.1.2 Manifestasi Klinis ADHF atau Acute Decompensated Heart Failure


Pada pasien ADHF terdapat gejala yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan ventrikel kiri dan kanan (Felker & Mentz, 2012).
Orthopnea, dyspnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, rasa tidak nyaman di
perut, mual bahkan muntah dapat terjadi kapan saja pada pasien dengan
ADHF (Miranda et al., 2022).

Tabel 1. Manifestasi Klinis Pada Jantung

Gambaran Klinis Gejala Tanda-tanda


yang Dominan
Edema Perifer/ Sesak nafas, kelelahan, Edema perofer,
Kongesti anoreksia peningkatan vena
jugularis, edema
pulmonal,
hepatomegaly, asites,
overload cairan
Edema Pulmonal Sesak nafas yang berat Crackles atau rales
7

saat istirahat pada paru-paru bagian


atas, efusi takikardi,
takipneu
Syok Kardiogenik Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang
dingin pada perifer buruk, Systole Blood
Pressure (SBP) < 90
mmHg. Anuria atau
oliguria
Tekanan darah tinggi Sesak nafas Biasanya terjadi pada
(gagal jantung peningkatan tekanan
hipertensif) darah, hipertrofi
ventrikel kiri
Disfungsi ventrikel
kanan, peningkatan
vena jugularis, edema
perifer, hepatomegaly,
kongesti usus
Sumber : (Ponikowski et al., 2016)

Tabel 2. Gejala dan Tanda ADHF

Volume Overload Hipoperfusi


a. Dyspneu saat melakukan kegiatan, a. Kelelahan
orthopnea, proximal nocturnal Kelelahan dapat terjadi dari
sypnea (PND), ronchi kurangnya curah jantung yang
b. Cepat merasa kenyang, mual dan menghambat jaringan dari
muntah dimana hal ini merupakan sirkulasi yang normal dan
manifestasi yang diakibatkan oleh oksigen sehingga menurunnya
edema traktur gastrointestinal pembuangan sisa metabolisme.
c. Hepatosplenomegali, Hal ini juga dapat terjadi akibat
hepatomegaly atau splenomegaly dari energy yang meningkat
dimana hal ini merupakan kongesti yang digunakan untuk bernafas
yang terjadi pada hepar, spleen dan juga insomnia dapat terjadi
8

atau keduanya akibat dari batuk serta distress


d. Distensi pada vena jugularis pernafasan
e. Edema perifer dan asites dimana b. Hipotensi
hal ini muncul karena terdapat c. Perubahan status mental
akumulasi cairan yang terjadi pada d. Penyempitan tekanan nadi
kavitas peritoneum dan perifer e. Ekstremitas dingin
f. Perburukan fungsi ginjal
Sumber : The Consensus Guidelines in The Management of Acute
Decompensated Heart Failure
2.1.3 Klasifikasi ADHF atau Acute Decompensated Heart Failure
Menurut New York Heart Assosiation (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
dalam klasifikasi, yaitu :

a. Functional class 1 (fc1)


Pasien dengan penyakit jantung namun tidak ada pembatasan dalam
beraktivitas fisik. Aktivitas fisik yang biasa saja tidak akan menyebabkan
kelelahan secra berlebihan, palpitasi, dyspnea serta nyeri angina.
b. Functional class 2 (fc2)
Pasien dengan penyakit jantung namun ada sedikit pembatasan aktivitas
fisik. Mereka bisa nyaman ketika beristirahat. Hasil aktivitas normal fisik
kelelahan, palpitasi, dyspnea dan atau nyeri angina.
c. Functional class 3 (fc3) :
Pasien dengan gagal jantung mengakibatkan terhambatnya aktivitas fisik
secara nyata, merasa nyaman ketika istirahat namun tetap mengalami sesak
nafas, fatique, palpitasi terhadap aktivitas ringan.
d. Functional class 4 (fc4)
Pasien dengan penhyakit jantung dapat mengakibatkan ketidakmampuan
dalam melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa nyaman. Gejala gagal
jantung dapat terjadi bahkan saat sedang istirahat. Keluhan akan
meningkat ketika pasien sedang melakukan aktivitas.
Pasien dengan ADHF termasuk dalam kategori IV yaitu gagal
jantung dengan dekompensasi yang sangat sering dan bertahan lama
(Saelan et al., 2021). Peningkatan tekanan pengisian LV (Left Ventrikel)
9

dan penurunan curah jantung adalah penanda dasar hemodinamik ppada


ADHF, penurunan curah jantung juga sering disertai dengan peningkatan
resisteni vascular sistemik (Systemic Vascular Resistance, SVR) akibat
dari aktivasi neurohormonal yang berlebihan. Klasifikasi hemodinamik
berguna sebagai panduan untuk mentukan terapi awal dalam perawatan
dan penangan ADHF, dimana pengelompokkan pasien dapat dilakukan
dalam salah satu dari empat profil yang biasanya dilakukan saat
pemeriksaan vena paru, leher dan ekstremitas perifer (Lukitasari, 2021).

2.1.4 Patofisiologi ADHF atau Acute Decompensated Heart Failure


ADHF atau Acute Decompensated Heart Failure timbul pada
orang-orang yang sebelumnya sudah pernah menderita gagal jantung
kronik asimptomatik dimana pasien mengalami dekompensasi akut atau
biasanya yang terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami
sebelumnya. Etiologi pada ADHF bisa bersumber dari kardiovaskuler
maupun non kardiovaskler. Etiologi yang seperti ini yang dapat
menyebabkan kelainan bahkan kerusakan pada jantung yang diakibatkan
oleh proses hipertropi otot jantung atau proses iskemia miokard yang
menyebabkan disfungsi pada ventrikel sehingga dapat terjadi preload
maupun afterload sehingga terjadi penurunan curah jantung, jika menurun
maka yang terjadi pada tubuh yaitu tubuh akan mengeluarkan mekanisme
neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Selain
itu, dengan adanya penurunan curah jantung, penurunan perfusi organ
akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada organ. Ketika tubuh tidak
mampu melakukan kompensasi, maka kejadian curah jantung yang
menurun ini dapat memicu penurunan aliran darah ke jaringan selanjutnya,
apabila penurunan ini sudah sampai ke ginjal, maka hal ini akan memicu
retensi air dan garam oleh system renin angiotensin aldosterone. Retensi
ini akan menjadi lebih progresif dikarenakan peningkatan tekanan pada
atrium kanan tidak diimbagi akibat dari proses dekompensasi, sehingga
dapat terjadi kelebihan volume cairan yang akhirnya akan menjadikan
oedema perifer. Peningkatan tekanan ventrikel dan mekanisme
kompensasi neurohornmonal untuk menambah kronotropi dan inotropi
10

dapat memicu takikardi, aritmia dan peningkatan ketegangan miokard dan


iskemia Hal ini melibatkan factor neuromuskulat seperti system saraf,
renin angiotensin aldosterone system, arginine vasopressin dan edotilin
menjadi teraktifasi untuk mempertahankan euvolemia sehingga
menyebabkan retensi natrium dan air serta vasokontriksi arteriol sehingga
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan pada darah (Njoroge &
Teerlink, 2021).
Disfungsi subakut atau akut pada ADHF mengalahkan mekanisme
kompensasi yang mengakibatkan tanda dan gejala peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri atau kanan (dan seringkali keduanya) yang
menyebabkan gejala termasuk dispnea, intoleransi olahraga, palpitasi,
presinkop, edema perifer, perut kembung, cepat kenyang, dan kelelahan.13
Kongesti vaskular pulmonal akibat kegagalan ventrikel kiri meningkatkan
tekanan ventrikel kanan dan menghasilkan efek kaskade pada fungsi
multiorgan. Sementara penyebab paling umum dari HF kanan adalah HF
kiri, HF kanan yang terisolasi menjadi semakin meningkat dikenali dan
juga dapat mengakibatkan peningkatan tanda-tanda kongesti perifer dan
disfungsi organ akhir. Karena banyak dari pasien dengan gagal jantung
kanan ini memiliki penyakit paru berat sebagai penyebab gagal jantung
mereka, mereka dapat mengalami dispnea yang signifikan terlepas dari
kongesti paru (Njoroge & Teerlink, 2021).

2.1.5 Komplikasi ADHF atau Acute Decompensated Heart Failure


a. Edema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri.
b. Syok kardiogemik merupakan akibat stadium dari gagal jantung kiri,
kongestif akibat dari penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang
tidak adekuat ke organ dalam vital (jantung dan otak).
c. Episode trombolitik Trombus terbentuk karena imobilitas pasien serta
gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus sehingga dapat menyumbat
pembuluh darah.
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung merypakan masuknya cairan ke
kantung perikardium, dalam hal ini cairan dapat meregangkan perikardium
11

sampai ukuran maksimal sehingga COP menurun dan aliran balik vena
kejantung menjadi tamponade jantung.
e. Efusi Pleura
Efusi pleura dapat terjadi karena peningkatan tekanan dari pembuluh
kapiler pleura. Cairan transudate disebabkan oleh peningkatan tekanan
pada pembuluh kapiler pleura ketika berpindah ke dalam pleura. Dalam
hal ini efusi pleura menyebabkan paru-paru tidak mengembang secara
optimal sehingga tidak diperolehnya secara optimal oksigen yang didapat
(Wijaya, A, 2013).

2.1.6 Pemeriksaan penunjang ADHF atau Acute Decompensated Heart


Failure
a. Laboraturium
Laboraturium yang meliputi hematologi (Hb, Ht, Leukosit), eritrolit
(Kalium, Natrium,Magnesium), gula darah, analisa gas darah
b. EKG (Elektrokardiogram)
EKG untuk melihat adanya penyakit jantung coroner, pembesaran jantung
(LVH : Left Ventricle Hypertrophy), Aritmia serta Perikarditis
c. Foto rontgen thoraks
Foto rontgen untuk melihat adanya edema alvectar, edema intertisiall,
efusi pleura, pelebaran vena pulmonalis, serta pembesaran jantung
d. Kateterisasi Jantung
e. Pemeriksaan biomarker B-type natriuretic peptides(BNP) dan N-terminal
pro hormone B-type natriu-retic peptides(NT-pro BNP) (Saroinsong et
al., 2021).

2.1.7 Penatalaksanaan ADHF atau Acute Decompensated Heart Failure


a. Penatalaksanaan Keperawatan menurut (Miranda et al., 2022), yaitu :
1) Tirah Baring
Dalam hal ini dimana dengan tirah baring akan mengurangi kerja
jantung yang meningkat sehingga tenaga dari jantung akan
menurunkan tekanan darah melalui induksi diuresis berbaring.
2) Oksigen
12

Pemenuhan oksigen ini akan dapat mengurangi demand pada


miokard sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan oksigen
pada tubuh.
3) Diet
Pengaturan diet dalam hal ini akan membuat ketegangan otot
jantung berkurang. Selain itu pembatasan konsumsi natrium
ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.
Terapi non farmakologi :
1) Diet rendah garam
2) Pembatasan cairan
3) Mengurangi BB
4) Menghindari alcohol
5) Mengurangi stress
6) Pengaturan aktivitas fisik
4) Medis
Terapi farmakologi :
1) Digitalis : Untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung misal: Digoxin
2) Diuretik : Diuretik Memiliki efek antihipertensi diman hal ini
dengan meningatkan pelepasan air dan garam natrium mampu
menyebabkan menurunkan tekanan darah serta volume cairan
mengalami penurunan. Diuretik yang meningkatkan ekskresi
kalium digolongkan diuretic yang tidak mampu menahan
kalium, dan diuretic yang dapat menahan kalium disebut
diuretic hemat kalium, misal : Furosemide (lasix)
3) Vasodilator : Nitrogliserin nitroprusid, dan nesritid dapat
menimbulkan efek dilatasi pada pembuluh darah sehingga
dapat mengubah resitensi arteri serta kapasitas vena yang
menyebabkan penurunan tekanan pengisian LV, misal :
Natriumnitrofusida, nitrogliserin
4) Angiotension Converting Enzyme Inhibitor (ACE
INHIBITOR) adalah agen yang menghambat pembentukan
13

angiotensi II sehingga menutunkan tekanan darah. Obat ini juga


menurunkan beban awal ( preload) dan beban akhir (afterload)
misal: catropil, ramipril, fosinopril
5) Inotropik (dopamin dan dobutamin). Dopamin untuk
meningkatkan tekanan darah, curah jantung dan produksi urin
pada syok kerdiogenik Dobutamin untuk menstimulasi
adrenoreseptor dijantung sehingga menigkatkan penurunan
tekanan darah.

2.2 Konsep Ventilator Mekanik


2.2.1 Definisi
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan
positif atau negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan
nafas pasien sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian
oksigen dalam jangka waktu lama (Purnawan & Saryono, 2010). Ventilasi
mekanik adalah suatu bentuk pernapasan buatan yang menjalankan tugas
otot-otot pernapasan secara normal. Ventilasi mekanik memungkinkan
oksigenasi dan ventilasi pada pasien (Perdici, 2006).

2.2.2 Kriteria Pasien Menggunakan Ventilasi Mekanik


Pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik dibagi menjadi 2 kategori
(Mackenzie, 2008) yaitu:
1) Pasien yang memiliki risiko gagal napas yang disebabkan
kegagalan pompa ventilasi atau gangguan mekanisme pertukaran
gas intra pulmonary. Kegagalan pompa ventilasi dikarenakan
gangguan mekanisme perpindahan udara masuk dan keluar
paruparu yang disebabkan hipoventilasi alveolus
2) Pasien yang membutuhkan bantuan bukan karena berhubungan
dengan langsung dengan sistem pernapasan, yaitu :
a. Pasien yang akan melakukan pembedahan berhubungan
dengan ketidakstabilan sirkulasi, asidosis metabolik dan
hipotermia;
14

b. Pasien yang membutuhkan kontrol tekanan intracranial


seperti traumatic brain injury atau hepatic enphalopathy
c. Pasien yang membutuhkan perlindungan jalan napas seperti
: aspirasi yang berhubungan dengan kesadaran dan
pemberian obat sedasi dan obstruksi atau gangguan pada
area pernapasan atas (facial trauma, acute epiglotis, tumor
laring dan bakteri akut faring)
d. Pasien yang membutuhkan pemantauan akibat imobilisasi
dengan diagnostik kritis seperti unstable spine fracture

2.2.3 Tujuan dari Pemasangan Ventilasi Mekanik


Pemasangan ventilasi mekanin bertujuan untuk memanipulasi
ventilasi alveolar (VA) dan PaCO2 dengan meningkatkan saturasi oksigen
dalam asteri (SaO2) dan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2)
dengan meningkatkan kapasitas residual fungsional, meningkatkan volume
inspiratori paru-paru, meningkatkan VA, dan meningkatkan fraksi oksigen
inspirasi (FiO2), menurunkan kerja sistem pernafasan (misalnya untuk
mengatasi 13 kelelahan otot pernafasan), menstabilkan dinding dada agar
tidak terjadi cedera dada yang parah (Bersten dan Soni, 2009).

2.2.4 Tipe Ventilator


Menurut West (2003), ventilator dibagi atas:
1) Ventilator Volume Konstan

Ventilator ini memberikan gas dalam volume yang diatur


sebelumnya kepada pasien, biasanya melalui piston pengatur bermotor
dalam sebuah silinder atau peniup bermotor. Curah dan frekuensi
pompa dapat disesuaikan untuk memberi ventilasi yang diperlukan.
Rasio inspirasi terhadap waktu ekspirasi dapat dikendalikan oleh
mekanisme kenop khusus. Oksigen dapat ditambahkan ke udara
inspirasi sesuai keperluan, dan sebuah pelembab dimasukkan dalam
sirkuit. Ventilator volume-konstan adalah mesin kuat dan dapat
diandalkan yang cocok untuk ventilasi jangka lama. Alat ini banyak
digunakan dalam anestesia. Alat ini memiliki keuntungan dapat
15

mengetahui volume yang diberikan ke pasien walaupun terjadi


perubahan sifat elastik paru atau dinding dada maupun peningkatan
resistensi jalan napas. Kekurangannya adalah dapat terjadi tekanan
tinggi. Akan tetapi, dalam praktik sebuah katup pengaman aliran
mencegah tekanan mencapai tingkat berbahaya. Memperkirakan
ventilasi pasien dari volume stroke dan frekuensi pompa dapat
menyebabkan kesalahan penting karena kompresibilitas gas dan
kebocoran, dan lebih baik mengukur ventilasi ekspirasi dengan
spirometer.

2) Ventilator Tekanan Konstan

Ventilator ini memberi gas pada tekanan yang diatur sebelumnya


dan merupakan mesin yang kecil dan relatif tidak mahal. Alat ini tidak
memerlukan tenaga listrik, tetapi bekerja dari sumber gas terkompresi
bertekanan minimal 50 pon/inci persegi. Kekurangan utamanya, yaitu
jika digunakan sebagai metode tunggal ventilasi, volume gas yang
diberikan dipengaruhi perubahan komplians paru atau dinding dada.
Peningkatan resistensi jalan napas juga dapat mengurangi ventilasi
karena mungkin tidak cukup waktu untuk menyeimbangkan tekanan
yang terjadi antara mesin dan alveoli.

Oleh karena itu, volume ekspirasi harus dipantau. Ini sulit pada
beberapa ventilator. Kekurangan lain ventilator tekanan-konstan adalah
konsentrasi oksigen inspirasinya bervariasi sesuai kecepatan aliran
inspirasi. Ventilator tekanan-konstan kini terutama digunakan untuk
“ventilasi bantuan-tekanan”, yaitu membantu pasien yang diintubasi
mengatasi peningkatan kerja napas yang terjadi karena slang
endotrakeal yang relatif sempit. Pemakaian dengan cara ini berguna
untuk melepaskan pasien dari ventilator, yaitu peralihan dari ventilasi
mekanik ke ventilasi spontan.

3) Ventilator Tangki
16

Ventilator tipe volume konstan dan tekanan konstan adalah


ventilator tekanan-positif karena memberi tekanan positif ke jalan
napas. Sebaliknya, respirator tangki memberi tekanan negatif (kurang
dari atmosferik) ke luar dada dan tubuh lain, kecuali kepala. Ventilator
tangki terdiri dari sebuah kotak kaku (“paru besi”) yang dihubungkan
dengan pompa bervolume besar, bertekanan rendah yang
mengendalikan siklus pernapasan. Ventilator tangki tdak lagi
digunakan dalam penanganan gagal napas akut karena membatasi
akses ke pasien, ukuran besar, dan tidak nyaman. Alat ini
dipergunakan secara luas untuk ventilasi pasien dengan penyakit
neuromuskular kronik yang perlu diventilasi selama berbulan-bulan
atau bertahun-tahun. Sebuah modifikasi ventilator tangki adalah perisai
yang pas di atas toraks dan abdomen serta menghasilkan tekanan
negatif. Ini biasanya dicadangkan bagi pasien yang sudah sembuh
parsial dari gagal napas neuromuscular

2.2.5 Mode Ventilator


Menurut West (2003), pola ventilasi dibagi menjadi:
1) Intermittent Posiive Pressure Ventilation (IPPV)

Intermittent Posiive Pressure Ventilation (IPPV) terkadang disebut


pernapasan tekanan positif intermiten (Intermitten Positive Pressure
Breathing/IPPB) dan merupakan pola umum berupa pengembangan
paru oleh penerapan tekanan positif ke jalan napas dan dapat
mengempis secara pasif pada Functional Residual Capacity (FRC).
Dengan ventilator modern, variabel utama yang dapat dikendalikan
meliputi volume tidal, frekuensi napas, durasi inspirasi versus
ekspirasi, kecepatan aliran inspirasi, dan konsentrasi oksigen inspirasi.
Pada pasien dengan obstrksi jalan napas, perpanjangan waktu ekspirasi
memiliki keuntungan karena daerah paru dengan konstan waktu yang
lama akan memiliki waktu untuk mengosongkan diri. Di sisi lain,
tekanan jalan napas positif yang lama dapat mengganggu aliran balik
vena ke toraks. Umumnya, dipilih frekuensi yang relatif rendah dan
17

waktu ekspirasi yang lebih besar dari inspirasi, tetapi setiap pasien
memerlukan perhatian yang berbeda-beda.

2) Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)

Pada pasien Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),


perbaikan PO2 arterial yang besar sering kali dapat dicapai dengan
mempertahankan tekanan jalan napas positif yang kecil pada akhir
ekspirasi. Nilai sekecil 5 cm H2O sering kali bermanfaat. Akan tetapi,
tekanan setinggi 20 cm H2O atau lebih kadang kala digunakan. Katup
khusus tersedia untuk memberi tekanan. Keuntungan PEEP adalah alat
ini memungkinkan konsentrasi oksigen inspirasi diturunkan sehingga
mengurangi risiko toksisitas oksigen. Beberapa mekanisme mungkin
berperan pada peningkatan PO2 arterial yang dihasilkan dari PEEP.
Tekanan positif meningkatkan FRC, yang tipikalnya kecil pada pasien
ini karena pengikatan rekoil elastic paru. Volume paru yang kecil
menyebabkan penutupan jalan napas dan ventilasi intermiten (atau
tidak ada ventilasi sama sekali) di beberapa daerah, terutama di daerah
dependen, dan absorpsi atelektasis. PEEP cenderung membalikkan
perubahan ini. Pasien dengan edema jalan napasnya juga mendapat
keuntungan, mungkin karena cairan bregeser ke dalam jalan napas
perifer kecil atau alveoli, memungkinkan beberapa daerah paru
diventilasi ulang. Terkadang, penambahan PEEP yang terlalu besar
menurunkan PO2 arteri, bukan meningkatkannya. Mekanisme yang
mungkin meliputi: 1) curah jantung sangat menurun, yang 18
menurunkan PO2 dalam darah vena campuran dan PO2; 2) penurunan
ventilasi daerah berperfusi baik (karena peningkatan ruang mati dan
ventilasi ke daerah berperfusi buruk); 3) peningkatan aliran darah dari
daerah berventilasi ke tidak berventilasi oleh peningkatan tekanan jalan
napas. Akan tetapi, efek PEEP membahayakan ini pada PO2 ini jarang
terjadi. PEEP cenderung menurunkan curah jantung dengan
menghambat aliran balik vena ke toraks, terutama jika volume darah
yang bersirkulasi menurun karena perdarahan atau syok. Oleh karena
itu, nilainya tidak boleh diukur dari efeknya pada PO2 arteri saja,
18

tetapi bersamaan dengan jumlah total oksigen yang dikirim ke


jaringan. Hasil dari konsentrasi oksigen arterial dan curah jantung
merupakan indeks yang berguna karena perubahan padanya akan
mengubah PO2 darah vena campuran dan kemudian PO2 banyak
jaringan. Beberapa dokter menggunakan kadar PO2 dalam darah vena
campuran sebagai panduan untuk tingkat optimal PEEP. Dalam
keadaan tertentu, pemasangan PEEP menyebabkan penurunan seluruh
konsumsi oksigen pasien. Konsumsi oksigen menurun karena perfusi
di beberapa jaringan sangat marginal sehingga jika aliran darahnya
menurun lagi, jaringan tidak dapat mengambil oksigen dan mungkin
mati perlahan. Bahaya PEEP tingkat tinggi yang lain adalah kerusakan
pada kapiler paru akibat regangan tinggi pada dinding alveolar.Dinding
alveolar dapat dianggap sebagai benang kapiler. Tegangan tingkat
tinggi meningkatkan stres pada dinding kapiler yang menyebabkan
robekan pada epitel alveolar, endotel kapiler, atau semua lapisan
dinding.

3) Continious Positive Airway Pressure (CPAP)

Beberapa pasien yang sedang disapih dari ventilator bernapas


spontan, tetapi masih diintubasi. Pasien demikian mendapat
keuntungan dari tekanan positif yang diberikan kontinu ke jalan napas
melalui sistem katup pada ventilator. Perbaikan oksigenasi dihasilkan
dari mekanisme yang sama seperti PEEP. Suatu bentuk CPAP telah
digunakan secara sukses dalam ARDS. CPAP bentuk lain berguna
untuk menangani gangguan pernapasan saat tidur yang disebabkan
oleh obstruksi jalan napas atas. Di sini, peningkatan tekanan diberikan
melalui masker wajah yang dipakai sepanjang malam

4) Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)

IMV merupakan modifikasi IPPV, yaitu pemberian volume tidal


besar pada interval yang relatif jarang kepada pasien diintubasi yang
bernapas spontan. IMV sering dikombinasi dengan PEEP atau CPAP.
Pola ini berguna untuk menyapih ventilator dari pasien, dan mencegah
19

oklusi jalan napas atas pada apnea tidur obstruktif dengan


menggunakan CPAP nasal pada malam hari.

5) Ventilasi Frekuensi Tinggi

Gas darah dapat dipertahankan normal dengan ventilasi tekanan


positif berfrekuensi tinggi (sekitar 20 siklus/detik) dengan volume
sekuncup yang rendah (50-100 ml). Paru digetarkan bukan
dikembangkan seperti cara konvensional, dan transpor gas terjadi
melalui kombinasi difusi dan konveksi. Salah satu pemakaiannya
adalah pada pasien yang mengalami kebocoran gas dari paru melalui
fistula bronkopleura.

2.2.6 Komplikasi dari Pemasangan Ventilasi Mekanik


Berikut ini beberapa komplikasi pemasangan ventilasi mekanik menurut
Bersten dan Soni (2009):
1) Komplikasi akibat peralatan. Terkait malfungsi atau pemutusan
alat, kesalahan tempat dan kontaminasi
2) Komplikasi terkait dengan paru-paru, seperti intubasi Airway
misalnya kerusakan gigi, pita suara dan trakea, VentilatorAcquired
Pneumonia (VAP), gangguan terkait cedera paru-paru misalnya
difusi cedera paru-paru, barotrauma misalnya pneumothorax dan
keracunan O2
3) Komplikasi yang terkait dengan kardiovaskuler, seperti penurunan
preload ventrikel kanan yang menyebabkan penurunan curah
jantung, peningkatan afterload ventrikel kanan, retensi cairan
karena penurunan jantung yang mengakibatkan penurunan aliran
darah di ginjal
4) Komplikasi lainnya seperti : luka atau perdarahan pada jaringan
mukosa, kelemahan oto-otot pernapasan dan peripheral, gangguan
tidur, kecemasan, ketakutan akibat lamanya waktu setelah masa
penyembuhan, distensi akibat menelan, imobilisasai dan masalah
pencernaan
20

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar yang tujuannya adalah
mengumpulkan informasi mengenai data klien, sehingga data yang didapat
bisa diidentifikasi, kemudian dapat mengenali macam masalah-masalah
dalam memenuhi kebutuhan kesetan klien serta kondisi klien klien pada
mental, fisik maupun social dan lingkungan klien (Yulia et al., 2020).
Namun pada pengkajian ada beberapa hal yang perlu dikaji, yaitu :

a. Biodata Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, diagnosa medis, nomor MR dan alamat. Identitas
penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.
b. Pengkajian Primary
1) Airway
Kepatenan pada jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan
nafas, adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah tampak terjadi penggunaan otot bantu
pernafasan, terjadi retraksi dinding dada, terjadinya sesak nafas,
saat di palpasi teraba pengembangan pada kedua parukanan dan
kiri, kaji adanya suara nafas tambahan
3) Circulation
Pengkajian ini mengamati mengenai volume darah serta adanya
perdarahan, pengkajian ini meliputi warna kulit, nadi dan status
hemodinamik
4) Disability
Pengkajian ini meliputi tingkat kesaran pasien yaitu compos mentis
(E4M6V5) GCS 15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas
atas dan bawah normal, tidak ada gangguan menelan
5) Exposure
21

Pengkajian ini meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan


cidera yang lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus
tetap dijaga dalam kondisi hangat supaya untuk mencegah
terjadinya hipotermi.
6) Foley Chateter
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra
jika ada tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter
dipasang untuk memantau produksi urin yang keluar.
7) Gastric tube
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung dan
mengurangi resiko muntah.
8) Monitor EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut
jantung.
c. Pengkajian Survey Sekunder
1) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan alasan klien masuk rumah sakit yang
dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat
dan jelas. Keluhan klien dengan gagal jantung juga akan merasakan
nafas sesak, sesak nafas saat beraktivitas, badan terasa lemas, batuk
tidak kunjung sembuh berdahak sampai berdarah, nyeri pada dada,
nafsu makan menurun, bengkak pada kaki.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan permulaan klien merasakan keluhan sampai dibawa ke
rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan
menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative) : apa yang menyebabkan gejala
bertambah berat dan apa yang dapat mengurangi gejala.
Q (Quality/Quantity) : bagaimanakah gejalanya dan sejauh mana
gejala yang dirasakan klien.
R (Region/Radiation) : dimana gejala dirasakan? apa yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut
22

S (Saferity/Scale) : seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan?


Pada skala berapa?
T (Timing) : berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala
mulai dirasakan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat
penyakit jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung,
pernah dirawat dengan penyakit jantung, kerusakan katub jantung
bawaan, diabetes militus dan infark miokard kronis.
4) Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang menderita
penyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal jantung,
hipertensi.
5) Riwayat psikososial spiritual
Respon emosi klien pada penyakitnya dan bagaimana peran klien
dalam keluarga dan masyarakat sehingga terjadi pengaruh dalam
kehidupan sehari-hari baik pada keluarga atau masyarakat
sekitarnya.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien gagal jantung yaitu timbul akan
kecemasan akibat penyakitnya. Dimana klien tidak bisa beraktifitas
aktif seperti dulu dikarenakan jantung nya yang mulai lemah.
7) Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari, kebiasaan makan-makanan
yang dikonsumsi dan kebiasaan minum klien sehari-hari, pasien
gagal jantung akan mengalami penurunan nafsu makan, meliputi
frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan
b. Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien akan berpengaruh terhadap
perubahan sistem tubuhnya.
c. Pola Istirahat Tidur
23

Kebiasaan klien tidur sehari-hari, terjadi perubahan saat gejala


sesak nafas dan batuk muncul pada malam hari. Semua klien
dengan gagal jantung akan mengalami sesak nafas, sehingga hal
ini dapat menganggu tidur klien.
d. Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan memotong kuku
perlu dikaji sebelum klien sakit dan setelah klien dirawat
dirumah sakit.
e. Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat
ini dan kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat
8) Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan
kusam, warna rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom
pada kepala, tidak adanya pedarahan pada kepala. Palpasi: tidak
teraba benjolan pada kepala, rambut teraba kasar.
b. Mata
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada mata,
reaksi pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, tidak ada pembengkakan pada mata, tidak
memakai kaca mata. Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas
pada daerah mata, tidak teraba benjolan disekitar mata
c. Telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi
perdarahan, tidak ada pembengkakan, dan pendengaran masih
baik. Palpasi : tidak teraba benjolan pada daun telinga, tidak ada
nyeri saat diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada
telinga baik luar maupun dalam.
d. Hidung
Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada
hidung, tidak ada perdarahan, ada cuping hidung, terpasang
24

oksigen. Palpasi : tidak teraba benjolan pada hidung dan tidak


ada perdarahan pada hidung.
e. Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak sesuai
dengan usia, mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan
tidak terjadi kesulitan menelan.
f. Thoraks
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak
menggunakan otot bantu pernafasan, dan tidak terjadi
perdarahan pada thorak
Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak
teraba sama kiri kanan Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks
seperti ronkhi, wheezing, dullness
g. Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas
di leher. Palpasi: denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik Perkusi
: pekak Auskultasi : S1 dan S2 reguler atau terdapat suara
tambahan seperti mur-mur dan gallop.
h. Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak
ada bekas operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen.
Auskultasi : bising usus 12x/m Perkusi : saat diperkusi terdengat
bunyi tympani Palpasi : tidak teraba adanya massa/
pembengkakan, hepar dan limpa tidak teraba, tidak ada nyeri
tekan dan lepas didaerah abdomen.
i. Genitalia
Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak karena pasien
jantung dapat diuretic
j. Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas atas,
tidak ada kelainan pada kedua tangan, turgor kulit baik, tidak
25

terdapat kelainan, akral teraba hangat, tidak ada edema, tidak


ada terjadi fraktur pada kedua tangan. Ekstremitas bawah : tidak
ada kelainan pada kedua kaki, terlihat edema pada kedua kaki
dengan piting edema > 2 detik, type derajat edema, tidak ada
varises pada kaki, akral teraba hangat.

2.4 Diagnosa Keperawatan


Ditinjau dari SDKI (2017) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
adalah sebagai berikut:

a. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)


Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus kapiler
Penyebab : Perubahan membran alveolus-kapiler
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor : 1) Subjektif : Dispnea 2) Objektif :PCO2
meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan.
Kriteria minor : 1) Subjektif : Pusing, penglihatan kabur 2) Objektif :
Sianosis, diaforesis, gelisah,nafas cuping hidung, pola nafas abnormal,
warna kulit abnormal, kesadaran menurun. Kondisi klinis terkait : Gagal
Jantung Kongestif
b. Gangguan Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat Penyebab : hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat bernafas)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor : 1) Subjektf : Dipsnea 2) Objektif : Penggunaan otot bantu
pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal
Kriteria minor : 1) Subjektif : Ortopnea 2) Objektif : Pernafasan pursed,
pernafasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat,
ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekpirasi dan
inspirasi menurun, ekskrusi dada berubah.
Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax
c. Penurunan curah jantung (D.0008)
26

Definisi : ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi


kebutuhan metabolisme tubuh
Penyebab : perubahan preload, perubahan afterload dan/atau perubahan
kontraktilitas
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor : 1) Subjektif : Lelah 2) Objektif : Edema, distensi vena
jugularis, central venous pressure (CVP) meningkat/,menurun
Kriteria minor : 1) Subjektif : - 2) Objektif : Murmur jantung, berat badan
bertambah, pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif
d. Hipervolemia (D.0022)
Definisi : peningkatan volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan/atau
intraseluler.
Penyebab : ganguan mekanisme regulasi
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor : 1) Subjektif : Ortopnea, dispnea, paroxymal nocturnal
dyspnea (PND) 2) Objektif : Edema anasarka dan/atau edema perifer, berat
badan meningkat dalam waktu singkat, JVP dan/atau CVP meningkat ,
refleks hepatojugular (+) 34 34
Kriteria minor : 1) Subjektif : - 2) Objektif : Distensi vena jugularis, suara
nafas tambahan, hepatomegali, kadar Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih
banyak dari output, kongesti paru.
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif
e. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kalpiler yang dapat
menggangu metabolisme tubuh
Penyebab : penurunan aliran arteri dan/atau vena
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor : 1) Subjektif : - 2) Objektif : Pengisian kapiler >3 detik,
nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit
pucat, tugor kulit menurun.
27

Kriteria minor : 1) Subjektif : Parastesia, nyeri ektremitas (klaudikasi


intermiten) 2) Objektif : Edema, penyembuhan luka lambat, indeks ankle-
brakial
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif
f. Intoleransi aktivitas (D.0056)
Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab : kelemahan
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor : 1) Subjektif : Mengeluh lelah 2) Objektif : Frekuensi
jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Kriteria minor : 1) Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktifitas, merasa
tidak nyaman setelah beraktifitas, merasa lemah 2) Objektif : Tekanan
darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan
aritmia saat/setelah aktifitas, gambaran EKG menunjukkan
iskemia,sianosis
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif
g. Ansietas (D.0080)
Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab : kurang terpapar informasi
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor : 1) Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir dengan
akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi 2) Objektif :
Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
Kriteria minor : 1) Subjektif : Mengeluh pusing, anorexia, palpitasi,
merasa tidak berdaya 2) Objektif : Frekuensi napas dan nadi meningkat,
tekanan darah meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara
bergetar, kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu
Kondisi klinis terkait : Penyakit Akut
28

2.5 Intervensi Keperawatan


Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah segala bentuk
treatment yang dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI adalah :

Dx Keperawatan Tujuan dan Hasil Kriteria Intervensi


Gangguan Tujuan : Setelah (Pemantauan Respirasi
pertukaran gas dilakukan tindakan I.01014)
b.d perubahan keperawatan diharapkan  Monitor frekuensi irama,
membran pertukaran gas kedalaman dan upaya nafas
alveolus-kapiler meningkat.  Monitor pola nafas
Kriteria hasil :  Monitor kemampuan batuk
(Pertukaran gas L.01003) efektif
1. Dipsnea menurun  Monitor nilai AGD
2. bunyi nafas tambahan  Monitor saturasi oksigen
menurun  Auskultasi bunyi nafas
3. Pola nafas membaik
 Dokumentasikan hasil
4. PCO2 dan O2 pemantauan
membaik
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktifitas
dan/atau tidur
Pola nafas tidak Tujuan : Setelah (Manajemen jalan nafas
efektif b.d dilakukan tindakan I.01011)
hambatan upaya keperawatan diharapkan  Monitor pola nafas
nafas (mis: nyeri pola nafas membaik. (frekuensi, kedalaman,
saat bernafas) Kriteria hasil : (pola usaha nafas)
nafas L.01004)  Monitor bunyi nafas
1. Frekuensi nafas dalam tambahan (mis: gagling,
rentang normal mengi, Wheezing, ronkhi)
2. Tidak ada  Monitor sputum (jumlah,
pengguanaan otot warna, aroma)
bantu pernafasan  Posisikan semi fowler atau
3. Pasien tidak fowler
menunjukkan tanda  Ajarkan teknik batuk efektif
dipsnea  Kolaborasi pemberian
bronkodilato, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
Penurunan curah Tujuan : setelah (Perawatan jantung I.02075)
jantung b.d dilakukan tindakan  Identifikasi tanda/gejala
29

perubahan keperawatan diharapkan primer penurunan curah


preload / curah jantung meningkat. jantung
perubahan Kriteria hasil : (curah  Identifikasi tanda/gejala
afterload / jantung L.02008) sekunder penurunan curah
perubahan 1. Tanda vital dalam jantung
kontraktilitas rentang normal  Monitor intake dan output
2. Kekuatan nadi perifer cairan
meningkat  Monitor keluhan nyeri dada
3. Tidak ada edema  Berikan terapi terapi
relaksasi untuk mengurangi
strees, jika perlu
 Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi
 Anjurkan berakitifitas fisik
secara bertahap
 Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
Hipervolemia b.d Tujuan : setelah (Manajemen hipervolemia
gangguan dilakukan tindakan I.03114)
mekanisme keperawatan diharapkan  Periksa tanda dan gejala
regulasi keseimbangan cairan hipervolemia (mis:
meningkat. ortopnes,dipsnea,edema,
Kriterian hasil : JVP/CVP meningkat,suara
(keseimbangan ciran L. nafas tambahan)
03020)  Monitor intake dan output
1. Tererbebas dari edema cairan
2. Haluaran urin  Monitor efek samping
meningkat diuretik (mis : hipotensi
3. Mampu mengontrol ortortostatik, hipovolemia,
asupan cairan hipokalemia, hiponatremia)
 Batasi asupan cairan dan
garam
 Anjurkan melapor haluaran
urin
Perfusi perifer Tujuan : setelah (Perawatan sirkulasi I.02079)
tidak efektif b.d dilakukan tindakan  Periksa sirkulasi
penurunan aliran keperawatan diharapkan perifer(mis:nadi
arteri dan/atau perfusi perifer perifer,edema,pengisian
vena meningkat. Kriteria hasil kapiler, warna,suhu)
: perfusi perifer  Identifikasi faktor resiko
(L.02011) 1.Nadi perifer gangguan sirkulasi
teraba kuat 2. Akral  Lakukan hidrasi
teraba hangat 3.Warna  Anjurkan menggunakan obat
kulit tidak pucat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolestrol, jika perlu
 Anjurkan minum obat
30

pengontrol tekanan darah


secara teratur
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yanng harus
dilaporkan.
Intoleransi Tujuan : setelah (Manajemen energi I.050178)
aktifitas b.d dilakukan tindakan  Monitor kelelahan fisik dan
kelemahan keperawatan diharapkan emosional
toleransi aktifitas  Monitor pola dan jam tidur
meningkat. Kriteria hasil  Sediakan lingkungan yang
: Toleransi aktivitas nyaman dan rendah stimulus
(L.05047) (mis: cahaya, suara,
1. Kemampuan kunjungan)
melakukan aktifitas  Berikan aktifitas distraksi
sehari-hari meningkat yang menenangkan
2. Pasien Mampu  Anjurkan tirah baring
berpindah dengan  Anjurkan melakukan aktifitas
atau tanpa bantuan secara bertahap
3. Pasien mangatakan
 Kolaborasi dengan ahli gizi
dipsnea saat dan/atau tentang cara meningkatkan
setelah aktifitas asupan makanan
menurun
Ansietas b.d Tujuan : setelah (Terapi reduksi I.09314) 8.1
kurang terpapar dilakukan tindakan Identifikasi saat tingkat
informasi keperawatan diharapkan ansietas berubah
tingkat ansietas menurun.  Pahami situasi yang
Kriterian hasil : (Tingkat membuat ansietas
ansietas L.09093)  Dengarkan dengan penuh
1. Pasien mengatakan perhatian
telah memahami  Gunakan pendekatan yang
penyakitnya teang dan meyakinkan
2. Pasien tampak tenang  Informasikan secara faktual
3. Pasien dapat mengenai diagnosis,
beristirahat dengan pengobatan, dan prognosis
nyaman  Anjurkan keluarga untuk
tetap menemani pasien, jika
perlu
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi

Anda mungkin juga menyukai