id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Kemampuan Pemecahan Masalah
Pertanyaan atau soal dapat dikatakan sebagai masalah apabila memuat
situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikannya dengan
melalui prosedur penyelesaian yang belum pernah dilakukan (Widjajanti,
2009). Sebagaimana yang disampaikan oleh Himabindu et al. (2016) bahwa
permasalahan terjadi ketika terdapat hambatan yang menghalangi kegiatan
dan tidak dapat diatasi dengan melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.
Hambatan dapat menjadi sesuatu yang hadir dan harus diubah atau sesuatu
yang hilang harus ditemukan.
Aktivitas memecahkan masalah menjadi dasar bagi manusia karena
dalam menjalani kehidupan manusia pasti akan berhadapan dengan masalah.
Apabila suatu cara atau strategi gagal untuk menyelesaikan sebuah masalah
maka hendaknya dicoba dengan cara yang lain untuk menyelesaikannya
(Hertiavi, Langlang & Khanafiyah, 2010). Pemecahan masalah dapat
diartikan sebuah proses untuk memperoleh solusi yang tepat untuk masalah
yang tidak dikenali sebelumnya (Mourtos, Okamoto, & Rhee, 2004).
Pemecahan masalah merupakan proses dalam membuat suatu keputusan pada
suatu aktivitas dengan situasi tertentu (Docktor, 2009). Kegiatan pada
pemecahan masalah yaitu melakukan urutan langkah-langkah yang telah
terencana untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai (Singh, 2004).
Pemecahan masalah yang efektif berawal dari analisis masalah, diikuti
dengan perencanaan strategi untuk memecahkan masalah, implementasi hasil
perencanaan, penilaian, dan refleksi (Singh, 2004). Ada 8 tahap proses dalam
pemecahan masalah menurut Shahat, et al. (2013) antara lain adalah
mengidentifikasi masalah, mengaktivasi pengetahuan awal untuk
mendefinisikan dan mengungkapkan masalah, merumuskan hasil yang
commit
diharapkan, mengeksplor cara to user
yang memungkinkan untuk memecahkan
7
library.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id
Mourtos et al., (2004) telah dimodifikasi oleh Novitasari & Ramli (2015)
dapat dilihat pada Tabel 2.2.
masalah dengan memadukan teori dan praktik untuk memperoleh solusi atas
masalah (Savery, 2006;Paidi, 2011).
Aktivitas dalam Problem Based Learning menuntun siswa untuk
berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap proses belajar yang dapat
meningkatkan self-directed learning skills. Aspek self-directed learning skills
yang dituntut dalam Problem Based Learning adalah kemandirian belajar
siswa dan tidak diarahkan oleh guru (Choi, Lindquist & Song, 2014).
Pembelajaran berbasis masalah menyediakan pengalaman belajar bagi
siswa untuk memecahkan masalah yang bersifat ill-stuctured (Gallagher &
William, 2015). Karakteristik masalah ill-stuctured antara lain adalah: (a)
Pengumpulan informasi melalui berbagai sumber dibutuhkan untuk
memahami masalah, (b) Perubahan definisi masalah sebagai informasi baru
yang ditambahkan dalam suatu situasi, (c) Intrepretasi masalah dapat melalui
berbagai perspektif ilmu, (d) Tidak terdapat jawaban mutlak yang benar
(Barrows, 1990;Gallagher & William, 2015). Melalui masalah ill-structured
yang disajikan dalam Problem Based Learning siswa harus mengkonstruksi
pengetahuan melalui proses penyelidikan untuk dapat memecahkan masalah.
Proses pemecahan masalah dilakukan siswa secara berkelompok (Redhana,
2012).
Wood (2004) menambahkan bahwa dalam Problem Based Learning
siswa harus aktif untuk mengembangkan keterampilan termasuk dapat
bekerjasama dalam tim, merumuskan masalah, menemukan informasi,
menjelaskan informasi kepada siswa lain, membuat keputusan dan membuat
kesimpulan.
b. Karakteristik Problem Based Learning (PBL)
Karakteristik Problem Based Learning antara lain adalah pembelajaran
berpusat pada siswa, guru hanya sebagai fasilitator, dasar dari pembelajaran
adalah penyajian masalah, siswa belajar mandiri untuk mengumpulkan
informasi dan mengkonstruk pengetahuan (Esema, Susari, & Kurniawan,
2012). Menurut Herman (2007) Problem Based Learning memiliki
commit
karakteristik: 1) Memposisikan siswatountuk
user belajar mandiri sebagai pemecah
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id
pemahaman siswa kuat terkait masalah yang dipelajari (Suparno & Kamdi,
2008). Pendekatan pemecahan masalah dalam problem based learning
menyebabkan beban yang berat dalam mengeksploitasi memori dan
terbatasnya pengetahuan (Yaqinuddin, 2013).
Asesmen problem solving skills yang dikembangkan oleh Novitasari &
Ramli (2015) berupa soal uraian berbentuk kasus yang telah diuji validasi oleh
ahli materi dan evaluasi. Uji coba soal uraian melibatkan 88 siswa dari tiga
sekolah yang berbeda. Aspek-aspek yang dikembangkan dalam asesmen
problem solving skills meliputi keterampilan mendefinisikan masalah,
memeriksa masalah, merencanakan solusi, melaksanakan rencana yang telah
dibuat, dan mengevaluasi. Berdasarkan hasil uji validitas dan reabilitas,
asesmen yang dikembangkan berdasarkan indikator problem solving skills
yang termodifikasi memiliki validasi butir soal yang sesuai dengan Model
Rasch dan memiliki reabilitas tinggi, oleh karena itu asesmen problem solving
skills dapat digunakan dan dikembangkan oleh guru untuk mengembangkan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Klegeris & Hurren (2011) dalam penelitiannya menyebutkan, data yang
diperoleh mengindikasi bahwa dalam model problem based learning (PBL)
memiliki efek positif pada kemampuan pemecahan masalah dari siswa. Data
yang diperoleh juga menetapkan bahwa menggunakan PBL dalam kelas besar
memiliki hasil yang positif pada kepuasan siswa dalam proses pembelajaran.
C. Kerangka Berpikir
Tantangan pada abad 21 mendorong perlunya perbaikan-perbaikan
terutama dibidang pendidikan (Kono & Mamu, 2016). Paradigma pendidikan
nasional abad 21 menurut Moeloek, et al. (2010) memuat 6 kompetensi yang
harus dimiliki oleh siswa dan sumber daya manusia, salah satunya adalah
kemampuan pemecahan masalah yang menjadi kompetensi utama yang harus
dimiliki oleh siswa. Kemampuan pemecahan masalah yang dilatihkan pada
siswa akan membantu siswa berpikir kritis dan analitis, serta mengambil
tindakan yang cermat, sistematis, logis, dan melalui berbagai sudut pandang.
commit
Selain berdampak positif bagi to userbelajar, kemampuan pemecahan
prestasi
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id
masalah yang baik pada siswa akan membantu siswa dalam kehidupan
bermasyarakat (Himabindu et al., 2016). Untuk itu, kemampuan pemecahan
masalah penting untuk dilatihkan kepada siswa.
Berdasarkan fakta observasi di kelas X MIA 7 SMA Negeri x
Surakarta, kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa masih kurang
berkembang karena belum memenuhi 5 aspek, yaitu: 1) mendefinisikan
masalah, 2) memeriksa masalah, 3) merencanakan solusi, 4) melaksanakan
rencana yang telah dibuat, dan 5) mengevaluasi (Novitasari et al., 2015).
Selain itu, kemampuan pemecahan masalah pada siswa kelas X MIA 7 masih
rendah diduga karena metode pembelajaran yang digunakan oleh guru belum
memfasilitasi siswa dalam kegiatan penyelidikan dan pemecahan masalah.
Sebagai alternatif perbaikan proses pembelajaran untuk
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa, penerapan
model problem based learning (PBL) pada pembelajaran di sekolah diyakini
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Model pembelajaran
PBL merupakan model yang menyajikan permasalahan di awal pembelajaran,
dilanjutkan dengan kegiatan penyelidikan secara berkelompok, merancang
pemecahan masalah, menyajikan pemecahan masalah, dan mengevaluasi
pemecahan masalah di akhir pembelajaran. Rangkaian pembelajaran PBL
tersebut memfasilitasi siswa untuk belajar mandiri dan mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah. Secara singkat, langkah-langkah
pembelajaran dengan PBL adalah: 1) meeting the problem, 2) Problem
analysis and learning issues, 3) Discovery and reporting, 4) Solution
presentation and reflection, 5) Integration, overview, and evalution (Tan O.
S., 2003). Alur kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 1.
commit to user
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
Fakta observasi:
Pembelajaran Biologi di salah satu kelas 1. 91% siswa termasuk dalam kategori kemampuan
X MIA SMA di Surakarta pemecahn masalah rendah
2. 9% siswa termasuk dalam kategori kemampuan pemecahn
masalah tinggi
3. Hampir seluruh siswa memberikan solusi yang berasal dari
Masalah: buku paket atau internet
Kemampuan siswa dalam 4. Sebagian besar kelompok belum dapat mempresentasikan
hasil diskusi pemecahan masalah
memecahkan masalah rendah
5. Siswa menjawab pertanyaan guru hanya sebatas melalui
LKS atau buku.
Akar Masalah:
Proses pembelajaran di kelas
belum memfasilitasi siswa
untuk berlatih memecahkan Akibat:
masalah 1.Siswa melaksanakan kegiatan tanpa mengetahui
tujuan sebenarnya
2. Siswa belum dapat belajar secara mandiri
Solusi:
1. Memperbaiki proses pembelajaran Manfaat:
di kelas. 1. Mempersiapkan siswa menghadapai dan
2. Menerapkan model pembelajaran menyelesaikan masalah di abad 21.
yang dapat meningkatkan 2. Siswa mampu memberikan solusi terhadap suatu
kemampuan pemecahan masalah masalah.
siswa. 3. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran meningkat
commit to user