Anda di halaman 1dari 18

UJIAN TENGAH SEMESTER

Kompetensi Kognitif Problem Solving dan Critical Thinking

Mata Kuliah Kapita Selekta Matematika

Dosen Pengampu : Dra. Emi Pujiastuti, M.Pd.

Disusun oleh:

Chostaricca Diva Kharisma (4101420065)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2021
Kemampuan Pemecahan Masalah (Problem Sloving)

A. Pendahuluan

Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan


yang masih menjadi perhatian dalam pembelajaran matematika. Kemampuan
pemecahan masalah dapat dikatakan sebagai suatu keterampilan dasar atau
kecakapan hidup (life skill) yang harus dimiliki, karena setiap manusia harus
mampu memecahkan masalahnya sendiri (Husna, 2013). Belajar matematika
adalah belajar untuk memecahkan masalah. Kondisi ini memungkinkan karena
matematika adalah aktivitas hidup manusia. Karena dalam memahami
matematika, tentunya bukan hanya konsepnya saja yang harus dipahami. Akan
tetapi banyak hal yang muncul dalam proses pembelajaran salah satunya yakni
kebermaknaan belajar yang di dalamnya terkandung komponen pemecahan
masalah.

Masalah matematika dapat diartikan sebagai suatu soal/pertanyaan yang


diberikan guru kepada peserta didik atau kelompok ketika mereka tidak
mempunyai aturan dan algoritma tertentu yang dapat digunakan untuk
menemukan jawabannya. Hidayat (Hidayat & Sariningsih, 2018)
mengungkapkan bahwa pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika
merupakan inti kemampuan dasar dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu,
dalam pemecahan masalah perlu dikembangkannya dalam memahami
masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan
menafsirkan solusinya. Mengimplementasikan kemampuan pemecahan
masalah sebagai tujuan pendidikan sangat dibutuhkan dalam memperoleh
pengetahuan yang dapat diterapkan serta membantu peserta didik agar terlatih
dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan nyata peserta didik
(Yang, 2012).
B. Definisi Kemampuan Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Menurut Polya (dalam Amir, 2009:45) kemampuan pemecahan masalah


adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya.
Sedangkan menurut Gagne (dalam Amir, 2009:45) kemampuan pemecahan
masalah merupakan seperangkat prosedur atau strategi yang memungkinkan
seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berpikir. Dari kedua
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
merupakan kecakapan atau potensi yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan
permasalahan dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sumarmo mengemukakan bahwa pemilikan kemampuan pemecahan


masalah membantu siswa berfikir analitik dalam mengambil keputusan
dalam kehidupan sehari-hari dan membantu meningkatkan kemampuan
berfikir kritis dalam menghadapi situasi baru. Proses pemecahan masalah
matematik adalah ketika siswa dapat memecahkan sebuah soal yang
berbasis masalah atau fenomena, bukan sekedar menyelesaikan soal biasa
seperti soal sehari-hari. Pada proses pemecahan masalah terdapat faktor-
faktor yang mendukung keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah,
antara lain, (1) konsentrasi, (2) sikap terhadap matematika, (3) motivasi untuk
berprestasi, (4) harga diri, dan (5) keyakinan diri (Pimta et al., 2009).

Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah


kesanggupan siswa dalam menentukan hasil dari suatu masalah yang berupa
soal matematika. Pemecahan masalah memberikan manfaat bagi siswa dalam
melihat relevensi antara matematika dan mata pelajaran lain. Maka model yang
sesuai dengan hail ini adalah model Problem Based Learning (PBL), karena
mampu menantang siswa untuk menganalisis suatu masalah. Problem Based
Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
memecahkan masalah nyata. Model ini menyebabkan motivasi dan rasa ingin
tahu menjadi meningkat. Model PBL juga menjadi wadah bagi siswa untuk
dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan keterampilan berpikir yang lebih
tinggi.

C. Indikator

Tabel 1. Indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Amir (2009:45)

No Indikator kemampuan pemecahan masalah

1 Mampu mengklarifikasi istilah konsep yang belum jelas

2 Mampu merumuskan masalah dan menganalisis masalah

Mampu menata gagasan secara sistematis dan menganalisisnya dengan


3
dalam

4 Mampu mencari informasi tambahan dari sumber lain

Tabel 2. Indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Polya (1985)

Tahapan Pemecahan
No Indikator
Masalah Polya

1 Memahami masalah • Menuliskan hal yang diketahui


• Menuliskan hal yang ditanyakan
• Menuliskan gambaran/sketsa dari
permasalahan

2 Merencanakan pemecahan • Menyusun rencana pemecahan masalah


masalah

3 Melaksanakan rencana • Menyelesaikan masalah dengan


pemecahan masalah rencana/strategi yang telah
dipilih/ditentukan
• Mengambil keputusan dan tindakan
dengan menentukan dan
mengomunikasikan simpulan akhir
4 Memeriksa kembali hasil • Memeriksa kebenaran hasil pada setiap
pemecahan masalah langkah yang dilakukan pada
pemecahan masalah
• Mampu menyusun kesimpulan dari
masalah yang telah diselesaikan
• Menyusun pemecahan masalah dengan
langkah yang berbeda

Tabel 3. Indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Sumarmo (Husna


& Fatimah, 2013)

No Indikator kemampuan pemecahan masalah

Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan


1
kecukupan unsur yang diperlukan

2 Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik

Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam


3
atau diluar matematika

4 Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan awal

5 Menggunakan matematika secara bermakna

Pemberian tugas atau permasalahan kepada siswa sangat diperlukan


karena dapat melatih siswa dalam berpikir bagaimana menyelesaikan
permasalahan tersebut. Dalam menyelesaikan suatu permasalahan setiap siswa
berbeda beda tergantung tingkat kemampuan kognitifnya. Kemampuan kognitif
disini adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir dan kemampuan siswa
dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Menurut (Huda, 2013) kualitas
pendidikan yang baik diperoleh dengan menerapkan semua tingkat ranah
kognitif dalam setiap pembelajaran. Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah
direvisi (Anderson, L.W., 2001) yakni: mengingat (remember),
memahami/mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis
(analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create).

Tabel 4. Karateristik Kemampuan Kognitif

Kemampuan Kognitif Indikator


1 Mengingat Kemampuan mengingat kembali materi yang
telah dipelajari. Kata operasionalnya mengingat
yaitu mengutip, menyebutkan, menjelaskan,
menggambarkan, membilang, mengidentifikasi,
mendaftar.
2 Memahami Kemampuan untuk memahami materi yang telah
dipelajari.
3 Menerapkan Pemahaman menuntut siswa untuk
menunjukkan bahwa mereka telah mempunyai
pengertian yang memadai untuk
mengorganisasikan dan menyusun materi-materi
yang telah diketahui. Kata operasionalnya
mengklasifikasikan dan menjelaskan.
4 Menganalisis Mencakup penggunaan suatu prosedur guna
menyelesaikan masalah atau mengerjakan
tugas. Prosesnya adalah menjalankan dan
mengimplementasikan.
5 Mengevaluasi Menguraikan suatu permasalahan keunsur-
unsurnya dan menentukan bagaimana saling
keterkaitan unsur tersebut. Kata operasionalnya
menyusun ulang.
6 Mencipta Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu
bentuk kesatuan. Prosesnya adalah membuat,
merencanakan, dan memproduksi.

D. Instrumen

Kelas : VIII SMP

Materi : Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Kompetensi Dasar:

3.2 Menentukan nilai variabel persamaan linear dua variabel dalam konteks
nyata.

4.1 Membuat dan menyelesaikan model matematika dari masalah nyata yang
berkaitan dengan persamaan linear dua variabel.

Soal:

Dua tahun yang lalu seorang laki-laki umurnya enam kali umur anaknya.
Delapan belas tahun yang akan datang umurnya akan menjadi dua kali umur
anaknya. Berapakah umur mereka sekarang?

Penyelesaian:

Diketahui: Dua tahun yang lalu umur seorang ayah enam kali umur anaknya.
Delapan belas tahun lagi umurnya dua kali umur anaknya.

Ditanyakan: Berapa umur ayah dan anaknya sekarang.

Dimisalkan saat ini umur ayah x tahun dan umur anaknya y tahun.
Dicari hubungan antara umur ayah dan anak dua tahun yang lalu dan delapan
belas tahun yang akan datang untuk dapat menemukan nilai x dan y.
Misal: saat ini umur ayah x tahun dan umur anaknya y tahun.

Maka:

Dua tahun yang lalu umur ayah (x - 2) tahun dan umur anak (y - 2) tahun
sehingga terdapat hubungan (x - 2) = 6 (y - 2)

x – 2 = 6 (y – 2)

x – 2 = 6y – 12

x = 6y – 10 ................... 1)

Delapan belas tahun lagi umur ayah (x + 18) tahun dan umur anak (y +
18)tahun, sehingga ada hubungan (x + 18) = 2 (y + 18)

x + 18 = 2y + 36 .................... 2)

Persamaan 1) disubstitusikan ke persamaan 2):

(6y – 10) + 18 = 2y + 36

6y + 8 = 2y + 36

4y = 28

y = 7 ………………….. 3)

Persamaan 3) disubstitusikan ke persamaan 1):

x = 6(7) – 10 = 42 – 10 = 32

Umur ayah = x = 32 tahun

Umur anaknya = y = 7 tahun

Saat ini umur ayah 32 tahun dan umur anak 7 tahun, maka:

Dua tahun yang lalu umur ayah (32 - 2) = 30 tahun, umur anaknya 7 – 2 = 5
tahun, sehingga umur ayah dua tahun yang lalu enam kali umur anaknya.
Delapan belas tahun lagi umur ayah (32 - 18) = 50 tahun, umur anaknya 7 +
18 = 25 tahun, sehingga umur ayah delapan belas tahun lagi dua kali umur
anaknya.

Jadi saat sekarang umur orang laki-laki itu 32 tahun dan umur anaknya 7 tahun.

Analisis soal:

Berdasarkan indikator pemecahan masalah menurut Polya.

Lang Pemecahan Kegiatan


Yang Ditulis Siswa Skor
kah Masalah Siswa
1 Memahami -Siswa Diketahui: Dua tahun yang lalu 3
masalah menuliskan umur seorang ayah enam kali
syarat cukup. umur anaknya. Delapan belas
-Siswa tahun lagi umurnya dua kali
menuliskan umur anaknya.
syarat perlu. Ditanyakan: Berapa umur ayah
dan anaknya sekarang.
2 Membuat Siswa Dimisalkan saat ini umur ayah x 2
rencana menuliskan tahun dan umur anaknya y
pemecahan rencana tahun.
masalah penyelesaian. Dicari hubungan antara umur
ayah dan anak dua tahun yang
lalu dan delapan belas tahun
yang akan datang untuk dapat
menemukan nilai x dan y.
3 Melaksanak Siswa Misal: saat ini umur ayah x 4
an rencana menyelesaika tahun dan umur anaknya y
pemecahan n masalah tahun.
masalah berdasarkan Maka:
rencana yang Dua tahun yang lalu umur ayah
telah dibuat. (x - 2) tahun dan umur anak (y
- 2) tahun sehingga terdapat
hubungan (x - 2) = 6 (y - 2)
x – 2 = 6 (y – 2)
x – 2 = 6y – 12
x = 6y – 10 ................... 1)
Delapan belas tahun lagi umur
ayah (x + 18) tahun dan umur
anak (y + 18)tahun,sehingga
ada hubungan (x + 18) = 2 (y
+ 18)
x + 18 = 2y + 36 ....................
2)
Persamaan 1) disubstitusikan ke
persamaan 2):
(6y – 10) + 18 = 2y + 36
6y + 8 = 2y + 36
4y = 28
y = 7 ………………….. 3)
Persamaan 3) disubstitusikan ke
persamaan 1):
x = 6(7) – 10 = 42 – 10 = 32
Umur ayah = x = 32 tahun
Umur anaknya = y = 7 tahun
4 Memeriksa Siswa Saat ini umur ayah 32 tahun dan 1
kembali memeriksa umur anak 7 tahun, maka:
jawaban kembali Dua tahun yang lalu umur ayah
jawaban. (32 - 2) = 30 tahun, umur
anaknya 7 – 2 = 5 tahun,
sehingga umur ayah dua tahun
yang lalu enam kali umur
anaknya.
Delapan belas tahun lagi umur
ayah (32 - 18) = 50 tahun, umur
anaknya 7 + 18 = 25 tahun,
sehingga umur ayah delapan
belas tahun lagi dua kali umur
anaknya.
Jadi saat sekarang umur orang
laki-laki itu 32 tahun dan umur
anaknya 7 tahun.
Kemampuan Berpikir Kritis (Critical Thinking)

A. Pendahuluan
Pemecahan masalah mempunyai hubungan timbal balik dengan berpikir
kritis (Sabandar, 2009). Belajar dengan pemecahan masalah akan melatih siswa
terampil dalam berpikir. Berpikir kritis diperlukan dalam pemecahan masalah,
karena dalam memecahkan masalah, berpikir kritis memberikan arahan yang
tepat dalam berpikir dan bekerja serta membantu menemukan keterkaitan
faktor yang satu dengan yang lainya secara akurat. Dalam pembelajaran
matematika siswa yang berpikir kritis akan terbantu dalam memecahkan
masalah. Sebaliknya seorang siswa yang terbiasa memecahkan masalah
matematika akan cenderung berpikir kritis. Lebih lanjut hubungan antara
pemecahan masalah dan berpikir kritis didukung oleh Snyder & Snyder (2008);
Saurino (2008) yang dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan berpikir kritis
terutama yang berkaitan dengan pemecahan masalah.

Kurikulum 2013 memiliki pendekatan saintifik dalam mengembangkan


ranah kognitif, salah satunya yaitu keterampilan berpikir kritis saat proses
pembelajaran. Pembelajaran dilaksanakan melalui proses mengamati,
menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan untuk merujuk pada
indikator keterampilan berpikir kritis. Pencapaian keterampilan berpikir kritis
dapat dilihat salama kegiatan pembelajaran berlangsung yang menunjukkan
aktivitas guru dalam membimbing serta siswa yang aktif sebagai pusat proses
pembelajaran (student centered learning) sesuai amanah Kurikulum 2013.
Berpikir kritis diterapkan untuk belajar memecahkan masalah secara sistematis,
inovatif, dan mendesain solusi yang mendasar.

B. Definisi Kemampuan Berpikir Kritis (Critical Thinking)

Berpikir kritis adalah penilaian yang reflektif dan memiliki tujuan yang
menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi serta penjelasan
tentang bukti, konseptual, metodologis, kriteologis, atau pertimbangan
konseptual yang menjadi dasar penilaian tersebut (Facione, 1992: 27). P21
dalam NEA (tanpa tahun) menjelaskan beberapa definisi berpikir kritis, meliputi:
(1) menggunakan berbagai macam penalaran (induktif, deduktif dll) yang
sesuai dengan situasi; (2) menganalisis bagian-bagian yang berinteraksi satu
sama lain dari suatu keutuhan untuk menghasilkan keluaran dalam suatu sistem
yang kompleks; (3) menganalisis dan mengevaluasi bukti-bukti, klaim,
pernyatan, dan kepercayaan secara efektif; (4) menganalisis dan mengevaluasi
laternatif utama suatu sudut pandang, (5) menginterpretasikan informasi dan
menarik kesimpulan berdasarkan analisis, dan (6) menyelesaikan jenis-jenis
masalah yang tidak biasa dan berbeda dengan cara yang inovatif maupun
konvensional.

Berdasarkan penjelasan tersebut, keterampilan berpikir kritis penting


diajarkan dalam pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis yang diajarkan di
kelas memiliki dampak di dunia kerja dan mencetak individu untuk berpikir
mendalam dan kritis tentang masalah yang dihadapi (Murawski, 2014: 28),
serta keterampilan berpikir kritis berkontribusi dalam kesuksesan pendidikan
yang lebih tinggai (NEA, tanpa tahun).

C. Indikator

Indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis


sebagai siswa sebagai berikut:

1. Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pernyataan.


2. Mencari alasan.
3. Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
5. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama
7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
8. Mencari alternatif.
9. Bersikap dan berpikir terbuka.
10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan
sesuatu.
11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
12. Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari
keseluruhan masalah.

Indikator kemampuan berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis


nomor 1 adalah mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan. Indikator
yang diturunkan dari aktivitas kritis nomor 3, 4, dan 7 adalah mampu
mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah.
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis nomor 2, 6, dan 12 adalah mampu
memilih argumen logis, relevan dan akurat. Indikator yang diturunkan dari
aktivitas kritis nomor 8, 10, dan 11 adalah mampu mendeteksi bias berdasarkan
pada sudut pandang yang berbeda. Indikator yang diturunkan dari aktivitas
kritis nomor 5 dan 9 adalah mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan
yang diambil sebagai suatu keputusan.

D. Instrumen

Kelas : IX

Materi : Kongruensi dan Kesebangunan

Kompetensi Dasar :

KD 1.3 Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan


masalah.

Soal:
1. Dirga akan membuka lahan untuk penanaman semangka. Untuk itu dia
memerlukan jenis bibit semangka yang berbeda. Mula-mula Dirga membuat
lahan yang berbentuk segitiga siku-siku. Kemudian dari titik siku-siku itu
ditarik garis tinggi ke sisi miringnya. Kemudian dari titik siku-siku pada sisi
miring ditarik lagi garis tinggi ke sisi depannya.
a. Buatlah sketsa dari masalah di atas.
b. Ada berapa segitiga siku-siku pada gambar tersebut?
c. Sebutkan sepasang segitiga yang sebangun! Jelaskan pendapatmu?
d. Adakah pasangan segitiga lain yang sebangun? Jelaskan pendapatmu?

Penyelesaian:

No Pembahasan Skor
1. Penyelesaian:
a.

Berdasarkan informasi pada soal, dari A ditarik ke D kemudian dari


mungkin ke E atau F, dalam jawaban ini diasumsikan ditarik ke E
dan F.
b. Ada 5 segitiga siku-siku, yaitu ∆ , ∆ , ∆ , ∆ , dan 1

c. ∆ dan ∆ , alasannya:
1
∠ =∠ = siku-siku (90°)
∠ =∠ = berimpit
Akibatnya ∠ =∠ (sifat dari jumlah sudut-sudut segitiga)
karena sudut-sudut yang bersesuaian pada ∆ dan ∆
sama besar maka dapat disimpulkan ∆ dan ∆ adalah
sebangun
d. Ada, yaitu:
1) ∆ dan ∆ , karena: ∠ dan ∠ = 90°, ∠ =
∠ berimpit akibatnya ∠ = ∠ . Karena kedua
1
segitiga sudut-sudut yang seletak sama besar, maka ∆DAB
~ ∆ EDB.
2) ∆ dan ∆ , karena: ∠ =∠ = 90° , maka
∠ = (berimpit), akibatnya ∆ ~∆

Analisis soal:

Soal ini masuk indikator merumuskan pokok-pokok permasalahan. dalam hal ini
informasi yang didapat dari soal dapat dijadikan acuan untuk membuat sketsa
dari permasalahan diatas dan bisa untuk menjawab soal bagian B. Selain itu
soal ini masuk ke dalam indikator mampu menentukan akibat dari suatu
pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan. dalam hal ini dari
pernyataan-pernyataan yang diperoleh dapat dikembangkan menjadi suatu
alasan untuk menunjukkan pada jawaban C bahwa segitiga ABC dan segitiga
DEF sebangun. Pada soal bagian d ini juga bisa menggunakan indikator tentang
mampu memilih argumen logis, relevan dan akurat untuk menentukan apakah
ada segitiga lain yang sebangun.
Daftar Pustaka

Amir, M. Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based learning.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Anderson, L.W., dan Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning,


Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Huda, M. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Husna, M., & Fatimah, S. (2013). Peningkatan kemampuan pemecahan


masalah dan Komunikasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-pair-share (TPS).
Jurnal Peluang, 1(2), 81-92.

La Saudi, M. S. (2019). Profil Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Memecahkan


Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif. Jurnal Pendidikan
Matematika, 9(1), 92

Lela Anggraini, R. A. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe


Pair Checks Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.
Jurnal Pendidikan Matematika, 11(1), 89-98.

N R Prahartiwi, D. H. (2020). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa


dalam Membuat Prediksi Berdasarkan Grafik. GAUSS: Jurnal Pendidikan
Matematika, 3(2), 43-54

Palapasari, R., & Anggo, M. (2019). Pengaruh Penerapan Konstruktivis Realistik


Dan Kemampuan Dasar Matematika Terhadap Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Matematika, 8(1), 46-
56.
Pimta, S., Tayruakham, S., & Nuangchalerm, P. (2009). Factors Influencing
Mathematic Problem-Solving Ability of Sixth Grade Students. Journal of
Social Sciences, 5(4), 381-385.

Polya, G. (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Methods. New
Jersey: Pearson Education, Inc.

Rizza Yustianingsih, H. S. (2017). Pengembangan Perangkat Pembelajaran


Matematika Berbasis Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas VIII. JNPM (Jurnal
Nasional Pendidikan Matematika), 1(2), 258.

Anda mungkin juga menyukai