Anda di halaman 1dari 14

EKSPLORASI MANFAAT TARI SUFI BAGI MAHASISWA DI UIN

RADEN MAS SAID SURAKARTA

Shaffiah Al Azizah1,*, Aulia Dwi Puspaningum2,*, Brilliant Vridha Wijayanti3,*, Alfiansyah


Ilham Nugroho4,*
1, 2, 3, 4
UIN Raden Mas Said Surakarta
Jl. Pandawa, Dusun IV, Pucangan, Kec. Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, 57168,
Indonesia.
Email: aauliadwi004@gmail.com

Abstract
This research aimed to explore the various benefits of whirling dervishes (sufi whirling) for the students
at UIN Raden Mas Said Surakarta in the various aspect of life. This research subject were 3 students of
UIN Raden Mas Said Surakarta who already have a experience on whirling dervishes. This research
method used a qualitative descriptive, the source of the data was gathered from talks given by authorities
that discussed the advantages of whirling dervishes. Methods of data collection used interview method
and listening, recording, and note-taking techniques. This research found the numerous advantages of
whirling dervishes for each student who practices it in terms of psychological and social aspect. The
psychological advantages include remembering Allah SWT. more easily, feeling more at peace, having
fewer worldly ambitions, and having an easier time controlling emotions, having a place to express one's
emotions, keeping one's mental health. While the benefits in the social element include adding friends,
connections, and family as well as developing experience after participating in whirling dervishes events.
Keyword: exploration, whirling dervishes, sudents, UIN Raden Mas Said Surakarta.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai manfaat tari sufi bagi mahasiswa di UIN Raden
Mas Said Surakarta pada macam-macam aspek kehidupan. Subjek pada penelitian ini adalah 3 mahasiswa
UIN Raden Mas Said Surakarta yang mengikuti tari sufi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif, sumber data yang didapatkan berupa tuturan dari para narasumber
yang berisi tentang manfaat tari sufi. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan
teknik simak, rekam, dan catat. Hasil penelitian menjabarkan berbagai manfaat tari sufi dalam aspek
psikis dan aspek sosial bagi masing-masing mahasiswa yang melakukan tari sufi. Manfaat pada aspek
psikis antara lain seperti lebih mudah mengingat Allah SWT., merasakan ketenangan jiwa yang lebih,
mengurangi ambisi duniawi, emosi yang lebih mudah terkontrol, wadah pelampiasan emosi, menjaga
kesehatan mental, dan sebagai tempat mencari hiburan. Sedangkan manfaat pada aspek sosial diantaranya
adalah menambah teman, relasi, dan keluarga, juga bertambahnya pengalaman setelah mengikuti event-
event tari sufi.
Kata kunci: eksplorasi, tari sufi, mahasiswa, UIN Raden Mas Said Surakarta.

1
PENDAHULUAN
INTRODUCTION
Seni merupakan keindahan yang menjadi gabungan dari manusia dan ekspresi serta
pengungkapan yang mengandung sebuah keindahan. Seni terlahir dari dalam diri manusia
dengan adanya dorongan berupa naluri atau fitrah yang mengarahkan seniman pada sebuah
keindahan (Hakim, 2019). Menurut Bandem dalam (Anggraini & Hasnawati, 2018) kesenian
mirip dengan sebuah barang klasik yang semakin sulit ditemukan keberadaannya. Barang klasik
itu mungkin lama-kelamaan akan ditinggalkan dan berakhir hilang. Namun apabila ada
seseorang yang tepat menemukan dan merawat benda tersebut, maka benda itu pasti akan
memiliki jati dirinya lagi. Kesenian yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang lahir dan
berkembang di sebuah kelompok masyarakat. Sehingga kesenian juga bisa dikatakan sebagai
refleksi dari kehidupan masyarakat. Selain menjadi refleksi kehidupan, kesenian juga bisa
menjadi media komunikatif yang menyebarkan sebuah pesan. Pesan tersebut disampaikan
melalui kesenian agar masyarakat lebih bisa memahami dan menerimanya (Suprawoto, 2018).

Selain manfaat yang telah disebutkan diatas, seni juga memiliki peran dalam kegiatan
menyebarkan dakwah. Penyebaran dakwah melalui seni dipilih karena seni memiliki aspek
estetika yang dapat menarik perhatian dari masyarakat. Dalam Islam, adanya nilai estetik dalam
seni diyakini sebagai sebuah kekuasaan Allah SWT. yang diberikan melalui perantara manusia
(Yusuf, 2018). Seni penting dalam penyebaran dakwah juga dikarenakan seni memiliki daya
tarik tersendiri yang bisa membuat orang yang mendengarkan atau menontonnya terkesan.
Cabang dari seni yang mendapatkan banyak menarik perhatian masyarakat adalah seni tari. Seni
dalam Islam juga bertujuan untuk memenuhi fungsinya sebagai pembantu dan penopang ajaran-
ajaran dalam Al-Quran melalui keindahan (Hakim, 2019). Menurut Shihab dalam (Rizali, 2012)
seni dalam Islam adalah cerminan dari pandangan hidup Islam yang disajikan dengan indah
sesauai dengan fitrah Allah SWT. Pandangan hidup itulah yang mengantarka manusia pada titik
dimana kebenaran dan keindahan bersatu dengan sempurna.

Islam merupakan agama yang berkembang di berbagai wilayah di belahan dunia,


sehingga agama ini tidak membatasi hubungan atau keterkaitannya dengan seni budaya. Estetika,
ketaatan, dan ketauhidan merupakan suatu asas dari kesenian dalam Islam. Kesenian dalam Islam
juga dianggap sebagai sebuah media dalam mengembangkan tingkat keimanan dan kepercayaan

2
seseorang kepada Allah SWT. Hal ini membuktikan bahwa pendapat tentang seni yang menjadi
penghalang seseorang beragama merupakan suatu pendapat yang salah. Islam merupakan agama
yang menghormati kesenian yang merupakan wadah dari kekreatifan seseorang. Hal tersebut
akan terus berlanjut asal kesenian tersebut tidak melanggar aturan-aturan Allah SWT. Al-Quran
telah menjelaskan hal tersebut dalam QS. Al-Qaf ayat 6 yang memiliki arti : “Maka apakah
mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya
dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun?”. Penjelasan pada
ayat tersebut berisi bahwa dunia ini diciptakan Allah SWT. untuk umat-Nya tinggal. Dunia
tersebut telah dihiasi-Nya dengan amat indah sehingga manusia dapat menikmati keindahan
tersebut sesuai dengan presepsinya masing-masing (Afif et al., 2022).

Seni yang tumbuh dalam masyarakat itu terus berkembang hingga terbagi berbagi
menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis seni antara lain adalah seni musik, seni tari, seni drama, seni
sastra, dan seni rupa (Yusuf, 2018). Media pengungkapan berbagai jenis seni yang sudah
disebutkan di atas tidaklah sama. Seni musik diungkapkan melalui media suara, seni tari
diungkapkan melalui gerakan-gerakan tubuh, dan seni drama menggunakan kombinasi musik
dan gerakan sebagai media pengungkapannya. Sedangkan bahasa merupakan media
pengungkapan dari seni sastra dan seni rupa menggunakan macam-macam seperti garis, bentuk,
dan warna sebagai media pengungkapannya (Afif et al., 2022).

Masing-masing jenis seni memiliki ciri khasnya, salah satunya seni tari. Seni tari
memiliki pengertian sebagai suatu aktivitas menggerakan badan sesuai dengan irama yang
mengiringinya. Gerakan badan dalam seni tari dianggap sebagai sebuah cara untuk
mengekspresikan diri seseorang. Dasar yang harus diperhatikan dalam seni tari ialah
keseimbangan antara gerakan, irama, dan rasa dalam menari. Hal-hal tersebut biasanya dikenal
dengan wiraga, wirama, dan wirasa. Seni tari juga memiliki fungsi untuk mengungkapkan
sebuah pesan tertentu. Pengungkapan tersebut diperkuat dengan iringan musik juga latar yang
digunakan (Iriani, 2012).

Sudah menjadi pengetahuan umum apabila seni tari telah berkembang ke seluruh tempat
di dunia ini. Seni tari juga memiliki eksistensinya dalam agama Islam. Seni tari yang
berkembang dalam ajaran Islam pastinya sudah mencakup ajaran-ajaran lainnya seperti tauhid.
Tauhid yang dimaksud disini adalah pokok-pokok ajaran Islam yang telah mencakup seluruh

3
perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Sehingga seni tari islami dapat diartikan sebagai seni
tari yang telah mencakup ilmu tauhid. Seluruh seni tari dalam Islam memang harus berpijak pada
aturan-aturan dan nilai-nilai Islam. Rasa cukup pada batin (spiritual) dan jiwa yang lebih stabil
dapat diperoleh setelah melakukan tarian-tarian islami (Afif et al., 2022).

Seiring berjalannya waktu, seni tari juga terus berkembang dalam ruang lingkup agama
Islam. Seni tari islami memiliki nilai-nilai tauhid yang saling terikat oleh benang merah, antara
lain: ilaihiyah (rububiyah, uluhiyah, dan asma wa sifat), insaniyah (antropilogi sosiologis), dan
alamiah (kosmologis). Tauhid rububiyah merupakan nilai yang berfokus pada visual pada seni
tari islami yang berupa gerakan-gerakan dalam tarian tersebut. Tauhid uluhiyah merupakan nilai-
nilai tentang beribadah hanya kepada Allah, yang dapat terlihat dari penggunaan kostum saat
menarikan suatu tari islami. Tauhid asma wa sifat merupakan nilai-nilai yang mengajarkan
tentang beriman kepada seluruh nama-nama Allah. Nilai-nilai pada tauhid insaniyah muncul dari
alat-alat musik yang digunakan sebagai iringan tari islami (Wijayanti, 2018).

Seni tari islami yang terus berkembang memuculkan banyak jenis tarian islami, salah
satunya adalah tari sufi. Tari sufi atau yang disebut Whirling Dervishes adalah tarian cinta, kasih
sayang seorang hamba kepada Allah SWT. Tari sufi dilakukan dengan cara berputar-putar ke kiri
sesuai dengan arah putaran alam semesta, pada putaran tari sufi juga menggambarkan orang yang
sedang tawaf di Makkah (Kristina, 2019).

Tari sufi merupakan sebuah gerakan badan yang berirama dan memiliki makna dengan
sifat rohaninya. Tari sufi juga memiliki beberapa istilah yang memiliki makna sama. Meskipun
tari sufi disebut raqsh dalam bahasa Arab, tetapi kebanyakan dari tari sufi tidak menggunakan
kata tersebut karena untuk menghindari pandangan tari sufi sebagai bentuk tarian hiburan. Tarian
Sufi atau tarian yang berputar-putar ini dianggap penuh makna karena sebagai bagian dari
meditasi diri. Karena bagian dari meditasi, jadi gak heran para penari sufi bisa berputar-putar
dalam waktu yang lama tanpa harus merasa pusing (Hakim, 2019).

Anatolia (Turki) menjadi tempat asal dari tari sufi, tepatnya pada abad ke-13. Disana
tarian ini melekat dengan agama islam serta kebudayaan kaum sufi. Tari sufi diciptakan oleh
Maulana Jalaluddin Rumi (Melvana Celaleddin Rumi). Beliau berasal dari Persia dan dari kaum
sufi juga. Disaat beliau merasakan kesedihan sebab meninggalnya Syamsudin Tabriz yang
merupakan guru beliau. Kesedihan yang dirasakan oleh Jalaluddin Rumi ini kemudian

4
dilampiaskan dengan cara memutarka tubuhnya. Jalaluddin Rumi menyimpulkan bahwa gerakan
berputar tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah sarana meditasi. Dari situlah berkembangnya
tarian sufi yang menjadi upaya untuk merasakan cinta kasih antara Tuhan dan manusia serta
mencari kedamaian dalam hidup (Anggota APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi
Indonesia), 2017).

Tari sufi juga merupakan salah satu bentuk peribadatan dalam tasawuf yang memiliki
tahapan yang harus dilaksanakan sebelum melakukan tari sufi, diantaranya berwudhu, shalat
sunah syukur, dan berdzikir. Tasawuf adalah praktik-praktik amalan dan latihan dalam diri
seseorang melalui ibadah dan penyembuhan lain dan memiliki tujuan untuk mengembalikan diri
kepada Allah SWT. Para penari sufi melakukan kegiatan tersebut untuk menjadikannya sebagai
amalan sholeh layaknya ibadah-ibadah yang lain. Pada tari sufi ini dilakukan dengan cara
berdzikir menyebut Allah seraya berputar-putar secara teratur dengan kecepatan yang semakin
bertambah kencang, pada fase ini para penari akan mengalami keadaan fana atau lupa diri
sampai melebur bersama Allah Azza wa Jalla. Dalam pandangan Sufi tari ini memiliki nilai-nilai
keutamaan diantaranya:

1. Para penari meyakini bahwa ketika melakukan tari sufi akan mendapatkan pahala
sebagaimana orang-orang yang berbuat amal sholeh,
2. Para sufi meyakini bahwa melakukan tari sufi menjadi faktor yang yang edfektif untuk
menggerakkan keimanan dan amalan hati,
3. Para sufi meyakini bahwa dengan menari sufi mereka akan mendapatkan rahmat dari
Allah SWT.,
4. Para sufi menyatakan bahwa tari sufi itu dianjurkan dalam syariat agama Islam,
5. Para sufi juga mengatakan bahwa sebagai seorang muslim harus melakukan tari sufi
tersebut. (Ni’am, 2014)
Selain sebagai bentuk peribadatan dalam tasawuf, tari sufi juga dapat digunakan sebagai
media dakwah. Hal tersebut berdasar pada tarian sufi yang dipenuhi dengan nilai-nilai
kerohanian. Metode gerakannya yang dibilang sangat sederhana yaitu hanya dengan gerakan
berputar dan busana yang digunakannya yang memperlihatkan nilai dakwah, sehingga tarik sufi
dikatakan sebagai media untuk melakukan dakwah (Hakim, 2019).

5
Tarian yang diciptakan Maulana Jalaluddin Rumi ini memiliki metode awalan yaitu
dengan bersuci dari hadas besar maupun kecil dan diwajibkan untuk melakukan wudhu. Masuk
pada tahap selanjutnya yaitu gerakan tangan yang menyilang didepan dada dan mencengkeram
bahu dilanjut gerakan menundukkan kepala atau bisa dikatakan ruku'. Kemudian dengan
perlahan tangan turun kepusar dan membentuk hati. Selanjutnya tangan kanan ke atas keadaan
terbuka dan tangan kiri menghadap ke bawah keadaan tertutup. Dari sini perputaran ke kiri yang
mengikuti arah rotasi bumi dimulai. Pada tahap terakhir tarian ini penari kembali menundukkan
kepala. Pada saat melakukan putaran tari sufi juga ada bacaan-bacaan didalamnya.

Gerakan tari sufi memiliki makna diantaranya pada gerakan tangan menyilang didepan
dada dan mencengkeram bahu bermakna diri fana yang harus meninggalkan semua ego pada
dirinya agar bisa bersatu dengan Allah SWT. Pada gerakan kepala yang menunduk sepertinya
ruku' saat sholat bermakna agar saling menghormati kepada sesama makhluk Tuhan, terutama
untuk guru yang sudah memberikan ilmu-ilmunya pada kita.Selanjutnya pada gerakan tangan
yang perlahan turun ke pusar perut dan membentuk hati memiliki makna bahwasanya segala
perbuatan yang buruk dalam hidup ini berasal dari perut dimana hasrat tersebut selalu terpenuhi,
dan simbol hati bermaksud mengajarkan kita untuk membersihkan diri kita dari segala
kemaksiatan - kemaksiatan dengan segenap rasa cinta.pada gerakan tangan kanan keatas
memiliki maksud sebagai umat Islam supaya selalu meminta petunjuk kepada Allah SWT. dan
tangan kiri kebawah bermakna ketika kita sudah mendapatkan petunjuk dari Allah SWT agar
menyalurkan atau membantu sesama makhluk Allah SWT. Pada gerakan berputar mengikuti
rotasi bumi pada tarian sufi ini memiliki maksud ada dasar nya kehidupan ini selalu berputar dan
dalam perputaran hidup ini kita diharuskan untuk menyeimbangkan antara urusan duniawi dan
ukhrawi. Digerakkan menundukkan kepala seperti halnya dalam shalat menggambarkan
penghormatan setalah proses dalam tarian sufi selesai.

Busana yang digunakan dalam tari sufi adalah peci panjang, baju kurung, sabuk hitam,
dan sepatu dari kulit. Adapun makna dari atribut tersebut adalah sebagai berikut:

a. Peci
Peci yang panjang dan menjulang tinggi keatas memiliki simbol sebagai batu nisan dari
makam yang ada di dataran Timur Tengah. Batu nisan ini menjadi pengingat untuk

6
tempat kembalinya manusia. Nisan ini memiliki keindahan yang memancarkan energy
cinta dari makam dari wali yang ada disana.
b. Hirqa
Tunik berwarna putih yang dipakai penari sufi memiliki makna putih suci, kesucian ini
melambangkan kain kafan yang digunakan sebagai pakaian terakhir ketika mengalami
kematian. Dengan adanya kain kafan akan menjadi pengingat bahwa setiap menusia akan
mengalami kematian dan akan kembali kepada Allah SWT
c. Tennur
Baju kurung atau seperti bawahan rok yang lebar juga mengisyaratkan sebagai kain kafan
yang berguna untuk mengingat mati sebelum mati dan dapat mengendalikan ego yang
ada di dalam diri manusia.
d. Sabuk hitam
Sabuk hitam yang biasa digunakan pada penari sufi melambangkan sebagai alam kubur
yang memiliki makna sebagai pemisah ego saat menuju cintanya kepada Allah Swt.
Dalam agama Islam mengajarkan kelembutanuntuk melawan ego, bukan berperang
dengan kemarahan.
e. Sepatu
Sepatu dari kulit atau Khuff menggambarkan sebagai perlindungan dari dunia supaya
terhindar dari hal-hal yeng menjerumuskan manusia di dunia (Nugroho, 2021).

Tari sufi terus berkembang hingga dikenal di mancanegara, salah satunya Indonesia. Kiai
Budi merupakan tokoh penyebaran tari sufi di indonesia. Ia merupakan murid dari Gus
Muhammad (Gus Mad), yang merupakan guru di pondok pesantren nailun najah, Kriyan, Jepara.
Kiai Budi diberi petuah oleh Gus Mad untuk melatih santri-santri lain di pondok pesantren
tersebut. Setelah itu muncul ide untuk membuat forum tari sufi di platform facebook. Dari situlah
timbul inisiatif unutk menciptakan komunitas-komunitas tari sufi di beberapa wilayah Indonesia.
Komunitas-komunitas tersebut memiliki tujuan untuk melestarikan dan mengembangkan tari sufi
di Indonesia (Hakim, 2019).

UIN Raden Mas Said Surakarta menjadi salah satu tempat berkembangnya tari sufi. Tari
ini juga menjadi salah satu pokok pembahasan di prodi Tasawuf dan Psikterapi. Terdapat pula
UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang secara khusus mendalami tentang tari sufi, yang

7
memiliki nama ‘Kopi Sufi’. Tari sufi juga sering ditampilkan pada acara-acara tertentu di UIN
Raden Mas Said Surakarta. Hal ini membuat banyak mahasiswa mengenal tarian ini walaupun
hanya secara umum. Hanya terdapat sedikit mahasiswa yang mengetahui secara mendalam
tentang tari sufi.

Mahasiswa yang mempelajari tari sufi secara lebih mendalam ini biasanya telah memiliki
dasar pengetahuan atau pengalaman tentang tari sufi dari sebelum memasuki dunia perkuliahan.
Ada juga mahasiswa tanpa pengetahuan dasar atau pengalaman yang akhirnya memberanikan
diri untuk mendalami tari sufi. Mereka mulai mempelajari tari sufi dari pengampu dan dari
teman sebayanya. Banyak alasan yang melatarbelakangi bergabungnya mahasiswa-mahasiswa
tersebut untuk mendalami tari sufi. Ada mahasiswa yang memang memiliki ketertarikan tentang
tari sufi, adapula mahasiswa yang bergabung karena adanya ajakan dari teman anggota lainnya.
Tari sufi ini memiliki manfaat yang berbeda-beda bagi tiap individu yang mempelajarinya. Maka
dari itu penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui fungsi-fungsi pada setiap mahasiswa
yang melakukan tari sufi.

Penelitian ini memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatih Ridlwan
Munier (2022) dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Karakter Pada Tari Sufi di Pondok
Pesantren Maulana Rumi Sewon, Bantul”. Dengan tujuan mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan
karakter yang terdapat pada Tari Sufi di Pondok Pesantren Maulana Rumi Sewon, Bantul. Dan
menghasilkan kesimpulan bahwa di tari sufi terdapat 7 nilai pendidikan karakter.

Penelitian relevan lainnya dilakukan oleh Rista Dewi Opsantini (2014) yang berjudul
“Nilai-nilai Islami dalam Pertunjukan Tari Sufi pada grup ‘Kesenian Sufi Multikultur’ Kota
Pekalongan”. Dengan tujuan mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis bentuk
pertunjukan dan nilai-nilai islami dalam pertunjukan tari sufi pada grup Kesenian Sufi
Multikultur Kota Pekalongan. Dan menghasilkan kesimpulan bahwa nilai-nilai islami dalam tari
sufi bisa dilihat melalui aspek visual dan aspek auditif.

Penelitian terdahulu dan penelitian ini memiliki kesamaan dan perbedaan. Persamaan
pada penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah metode penelitian yang digunakan yaitu
metode deskriptif kualitatif dan metode pengambilan data yang berupa tahapan wawancara.
Sedangkan perbedaannya terdapat pada fokus penelitian yaitu penelitian ini berfokus pada apa

8
saja manfaat yang diterima tiap mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta yang melakukan tari
sufi.

METODE PENELITIAN
RESEARCH METHOD
Penelitian ini menggunakan metode yang tepat sesuai dengan penelitian, yaitu metode
deskriptif kualitatif. Menurut Ragin dan White dalam (Morissan, 2019) metode kualitatif
merupakan metode yang menekankan pada penjabaran data secara jelas, rinci, dan mudah
dipahami. Data yang diolah melalui tahapan kualitatif itu kemudian akan dideskripsikan lebih
lanjut melalui tahapan deskriptif. Data pada penelitian ini berupa tuturan yang menjelaskan
tentang manfaat tari sufi bagi mahasiswa di UIN Raden Mas Said Surakarta. Sumber data pada
penelitian ini didapatkan dari informan. Teknik pengumpulan data menggunakan metode
wawancara dan metode simak, rekam, dan catat. Wawancara tersebut dilakukan kepada
mahasiswa yang mengikuti kegiatan dalam kelompok tari sufi baik di UIN Raden Mas Said
Surakarta maupun di luar UIN Raden Mas Said Surakarta. Teknik yang digunakan untuk
mengolah data adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


RESULT AND DISCUSSION
Tari sufi yang berkembang di UIN Raden Mas Said Surakarta bermula pada angkatan
kedua program studi Tasawuf dan Psikoterapi, tepatnya pada tahun 2017. Pada awal angkatan
pertama di tahun 2016, HMPS Tasawuf dan Psikoterapi hanya berfokus pada program kerjanya
yaitu bedah buku yang bertema tasawuf. Setelah itu, pada angkatan kedua HMPS Tasawuf dan
Psikoterapi melakukan studi banding untuk menambah wawasan tentang bagaimana jalannya
program studi Tasawuf dan Psikoterapi di Universitas Islam Negeri Sunan Walisongo,
Semarang. Kegiatan tersebut diadakan dengan tujuan untuk melihat apa saja yang dipelajari dan
apa saja cara mengembangkan program studi Tasawuf dan Psikoterapi. Dari studi banding
tersebut mereka menemukan adanya kegiatan tari sufi di prodi Tasawuf dan Psikoterapi UIN
Sunan Walisongo, Semarang. Dari situ mereka memiliki keinginan untuk menambahkan tari sufi
kedalam program kerja di HMPS Tasawuf dan Psikoterapi di UIN Raden Mas Said Surakarta.

Beberapa saat setelah studi banding tersebut, terselenggara sebuah pagelaran budaya di
UIN Raden Mas Said Surakarta. Di pagelaran budaya tersebut terdapat pertunjukan tari sufi yang

9
diisi oleh rombongan tari sufi Gus Ali Gondrong. Tidak sedikit yang menonton pertunjukan tari
sufi tersebut dan mulai tertarik dengan tari sufi. Keunikan dalam tarian itu adalah dengan
gerakannya yang hanya berputar dalam waktu yang lama membuat orang orang mulai tertarik
dikarenakan sang penari sama sekali tidak merasakan pusing melainkan tampak sangat
menikmati tarian yang dilakukannya. Saat memperhatikan pertunjukan tari sufi tersebut,
beberapa mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi menyadari bahwa salah satu anggota dari
rombongan tari sufi tersebut merupakan teman mereka. Setelah mengkonformasi kepada teman
mereka tersebut, ternyata memang benar ada salah satu mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi
yang bisa melakukan tari sufi dan bergabung di rombongan tari sufi milik Gus Ali Gondrong.

Hal tersebut menjadi buah bibir di lingkungan program studi Tasawuf dan Psikoterapi
dan akhirnya sampai ke kepala program studi atau biasa disebut dengan KAPRODI Tasawuf dan
Psikoterapi. Dari hal tersebut, kemudian muncul pemikiran untuk menambahkan tari sufi ke
dalam program kerja HMPS Tasawuf dan Psikoterapi. Di tahun itu juga, akhirnya tari sufi
diresmikan menjadi program kerja HMPS Tasawuf dan Psikoterapi dan diwajibkan bagi seluruh
mahasiswa program studi tersebut. Bahkan pada waktu itu, sempat terbentuk sebuah komunitas
tari sufi yang menamakan dirinya sebagai ‘KOPAMASAID’ atau komunitas tari sufi Tasawuf
dan Psikoterapi UIN Raden Mas Said. Akan tetapi kopamasaid tidak bertahan lama, komunitas
ini hanya bertahan selama 2 periode HMPS Tasawuf dan Psikoterapi.

Pada awalnya memang banyak mahasiswa yang tertarik mengikuti program kerja HMPS
Tasawuf dan psikoterapi yang berupa pelatihan tari sufi ini. Mereka merasa tertarik tentang
bagaimana cara melakukan tari sufi dan akhirnya mengikuti pelatihan tersebut beberapa kali.
Selang berjalannya waktu, program kerja tari sufi tersebut memunculkan beberapa respon positif
maupun negatif. Respon positif yang didapatkan berupa pendalaman lebih lanjut tentang apa itu
tasawuf dan psikoterapi, menambah wawasan dan pengalaman mahasiswa tentang tari sufi, dan
bertambahnya program kerja yang dapat digarap oleh HPMS Tasawuf dan Psikoterapi. Respon
negatif yang dikeluhkan mahasiswa terhadap wajibnya mengikuti tari sufi berupa munculnya
rasa pusing dan mual saat melakukan tarian tersebut. Mahasiswa-mahasiswa yang merasakan
mual atau pusing saat melakukan tari sufi biasanya tidak melanjutkan pelatihan tari sufi di
kemudian harinya.

10
Akhirnya HMPS Tasawuf dan Psikoterapi menindaklanjuti keluhan tersebut dengan cara
tidak mewajibkan mahasiswa untuk mengikuti tari sufi. Pelatihan tari sufi dari program kerja ini
pada akhirnya hanya dilakukan secara periodik. Pihak HMPS akan menentukan tanggal dan
tempat berlangsungnya pelatihan. Umumnya waktu pelaksanaan berbeda-beda setiap kali
pertemuannya, namun pelatihan dilakukan secara teratur. Mulai dari sini tari sufi hanya diikuti
oleh mahasiswa yang berminat dengan tarian sufi. Tidak sedikit mahasiswa yang berminat hanya
untuk mencoba dan tetap melanjutkan, tetapi ada juga yang berminat tapi tidak bisa
melanjutkannya karena tidak sanggup.

Sampai 2022 ini, program kerja HMPS Tasawuf dan Psikoterapi yang berupa pelatihan
tari sufi masih berjalan dan terus berkembang. Namun, mahasiswa-mahasiswa yang bisa
melakukan tari sufi memang tidak semuanya mengikuti program kerja tersebut. Mereka memiliki
caranya masing-masing untuk berlatih dan terus berkarya di bidang tarian tersebut. Dengan latar
belakang yang berbeda-beda, sudah semestinya mereka memiliki cara mereka masing-masing
untuk berkembang seperti yang terjadi pada ketiga subjek penelitian ini (NS, MS, DR).
Mahasiswa yang melakukan tari sufi sampai sekarang biasanya memang sudah bisa melakukan
dan telah terbiasa berlatih dari sebelum memasuki bangku perkuliahan. MS merupakan subjek
yang memiliki pengalaman paling lama dalam tari sufi, tepatnya mulai 2015 dikarenakan
kurikulum resmi dari sekolah asalnya terdahulu. NS dan DR sama-sama memiliki ketertarikan
pada tari sufi saat menghadiri sebuah majlis mafia sholawat dan akhirnya mengambil keputusan
untuk mendalami lebih lanjut tari sufi. Waktu mulainya subjek (NS dan DR) mengikuti tari sufi
kurang lebih berjarak 4 tahun, DR mulai mempelajari tari sufi sejak 2016 sedangkan NS baru
memulainya di tahun 2020.

Dengan jam terbang yang berbeda-beda, para subjek (NS, MS, dan DR) merasakan
manfaat atau efek yang berbeda-beda pula dari tari sufi. Manfaat yang dirasakan dari tari sufi
bisa dibilang cukup banyak, karena meliputi beberapa aspek seperti aspek sosial maupun aspek
psikis. Secara umum, manfaat dari mengikuti dan mendalami tari sufi bagi tiap orang merupakan
bertambahnya pengetahuan dan menambah penggalaman. Namun manfaat-manfaat lainnya jika
dikaji secara spesifik akan menghasilnya berbagai manfaat yang beragam bagi tiap individunya.

Semua subjek (NS, MS, dan DR) merasakan manfaat dari tari sufi dalam aspek psikis di
kehidupannya yang sekarang. NS mengatakan bahwa sebelum mengikuti tari sufi ia merasa

11
bahwa dirinya memiliki ambisi yang sangan besar tentang apa yang ada di dunia ini. Setelah
mengikuti dan mendalami tari sufi, NS merasa bahwa jiwanya lebih tenang dari sebelum
melakukan tari sufi. Ketenangan yang dirasakan NS ini memberikan pengaruh pada sifat
ambisiusnya akan duniawi sebelumnya, sekarang NS merasa bahwa ambisinya akan duniawi
telah berkurang karena pada saat ini lebih mudah untuk mengingat Allah SWT.

Dalam aspek psikis, RD berpendapat bahwa melakukan tari sufi merupakan sebuah
pelampiasan emosi dan sebuah upaya untuk menjaga kesehatan mental. Kesehatan mental yang
dibahas di sini antara lain seperti tidak mudah stress dan tidak mudah terbawa emosi. Setelah
rutin melakukan tari sufi, RD juga merasakan bahwa dirinya dapat menjalani hidup dengan
perasaan yang lebih tenang. Ketenangan hidup yang dirasakan itu tersebut berasal dari dirinya
sendiri yang merasa menikmati melakukan tari sufi dan menganggapnya sebagai sebuah media
untuk mencari hiburan. Subjek MS juga merasakan beberapa aspek psikis yang kurang lebih
sama seperti kedua subjek lainnya. MS merasa bahwa emosinya lebih mudah terkontrol dan
terdapat ketenangan jiwa yang lebih jika dibandingkan sebelum menekuni tari sufi.

Para subjek (NS dan MS) juga merasakan manfaat-manfaat pada aspek sosial setelah
melakukan dan menekuni tari sufi. Bertambahnya teman atau relasi dari kalangan sesama penari
sufi merupakan manfaat pada aspek sosial yang dirasakan NS. Dikarenakan kebiasaan mereka
menghabiskan waktu bersama seperti untuk latihan maupun saat pertunjukan, ia berpikir bahwa
teman yang dikenalnya karena sama-sama merupakan penari sufi lama-kelamaan menjadi seperti
keluarganya sendiri. MS menambahkan bahwa tari sufi dapat membuat seseorang menambah
pengalaman dan relasi. Pengalaman tersebut didapatkan dari kontribusinya dalam event-event
tari sufi baik itu tingkat dalam kota, nasional, maupun internasional. Dari event-event itulah
dirinya dapat menambah relasi dan teman-teman baru.

PENUTUP
CONCLUSION
Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
tari sufi memiliki manfaat yang berbeda-beda bagi tiap mahasiswa yang melakukan tari sufi.
Berawal dari tahun 2017, tari sufi di UIN Raden Mas Said Surakarta terus berkembang hingga
sekarang. Keberadaan program kerja tari sufi membuat mahasiswa-mahasiswa tergerak untuk
mencobanya atau melanjutkan apa yang telah mereka mulai. Tiga mahasiswa yang menjadi

12
subjek pada penelitian ini merupakan mahasiswa yang telah menekuni tari sufi dari sebelum
masuk ke dunia perkuliahan. Seiring berjalannya waktu, ketiga subjek tersebut merasakan
berbagai manfaat tari sufi pada dirinya setelah menekuni tari sufi.

Setelah dianalisis manfaat yang diterima oleh ketiga subjek tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi dua aspek. Yang pertama adalah manfaat dalam aspek psikis yang
meliputi merasakan ketenangan jiwa, lebih mudah mengingat Allah SWT., mengurangi ambisi
duniawi, terbentuknya kontrol emosi yang lebih baik, sebagai wadah pelampiasan emosi, sebuah
upaya menjaga kesehatan mental, dan sebagai sarana mencari hiburan. Yang kedua, manfaat
pada aspek sosial diantaranya menambah teman, relasi, dan keluarga dari sesama penari sufi.
Juga menambah pengalaman seperti saat berpartisipasi dalam event-event tari sufi.

DAFTAR PUSTAKA
REFERENCES
Afif, M. A., Ichsan, Y., Hariadi, D., & Syaifullah, A. (2022). Implementasi seni tari dalam
pendidikan islam. Ta’limDiniyah: Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic
Education Studies), 3(1), 12–25. https://tdjpai.iaiq.ac.id/index.php/pai/article/view/19

Anggota APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia). (2017). Pembelajaran Seni
Tari di Indonesia dan Mancanegara. UMM Press.

Anggraini, D., & Hasnawati, H. (2018). Perkembangan Seni Tari: Pendidikan Dan Masyarakat.
Jurnal PGSD, 9(3), 287–293. https://doi.org/10.33369/pgsd.9.3.287-293

Hakim, M. R. R. R. (2019). Teologi Dakwah Inklusif dalam “Tari Sufi Nusantara.” UIN
Walisongo.

Iriani, Z. (2012). Peningkatan Mutu Pembelajaran Seni Tari di Sekolah Dasar. Komposisi: Jurnal
Pendidikan Bahasa, Sastra, Dan Seni, 9(2), 143–148.
https://doi.org/10.24036/komposisi.v9i2.98

Kristina, A. (2019). Tari Sufi dan Penguatan Pemahaman Keagamaan Moderat Kaum Muda
Muslim (Studi Kasus Tari Sufi Karanganyar, Jawa Tengah). Sosial Budaya, 16(2), 137.
https://doi.org/10.24014/sb.v16i2.7036

Morissan. (2019). Riset Kualitatif (1st ed.). PRENADAMEDIA GROUP.

13
Ni’am, S. (2014). Tasawuf Studies Pengantar Belajar Tasawuf. Ar-Ruzz Media.

Nugroho, S. (2021). Makna Tarian Sufi Perspektif Komunitas Tari Sufi Dervishe Pekalongan.
JOUSIP: Journal of Sufism and Psychotherapy, 1(1), 69–84.
https://doi.org/10.28918/jousip.v1i1.3880

Rizali, N. (2012). Kedudukan Seni Dalam Islam. Jurnal Kajian Seni Budaya Islam,Tsaqafa,
1(1), 1–8. http://eprints.uad.ac.id/1485/

Suprawoto. (2018). Government Public Relations Perkembangan dan Praktik di Indonesia (I).
PRENADAMEDIA GROUP.

Wijayanti, T. Y. (2018). Seni tari dalam pandangan islam. ALFUAD JOURNAL, 2(2), 48–58.
https://ojs.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfuad/article/view/1440

Yusuf, M. (2018). SENI SEBAGAI MEDIA DAKWAH. Ilmu Dakwah, 2(1), 237–258. https://e-
journal.metrouniv.ac.id/index.php/ath_thariq/article/view/1079

14

Anda mungkin juga menyukai