Anda di halaman 1dari 34

-2-

6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 41 Tahun


2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan Intern
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
618) sebagaimanapp telah diubah dengan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 13 Tahun 2022 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
PM 41 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pengawasan Intern (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2022 Nomor 699);
7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 17 Tahun
2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2022 Nomor 815);
8. Peraturan Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan
Nomor KP-ITJEN 95 Tahun 2022 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Organisasi, Tata Kerja, dan Kegiatan
Inspektorat Jenderal;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN


PERHUBUNGAN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN
PEMANTAUAN TINDAK LANJUT LAPORAN HASIL
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN DI LINGKUNGAN
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN.

PERTAMA : Menetapkan Pedoman Pengelolaan dan Pemantauan Tindak


Lanjut Laporan Hasil Pengawasan dan Pemeriksaan di
Lingkungan Kementerian Perhubungan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan Inspektur Jenderal ini.
KEDUA : Menetapkan Kode Atribut Temuan Audit yang terdiri dari
kode temuan, kode rekomendasi, dan kode penyebab
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Inspektur Jenderal
ini.
KETIGA : Menetapkan Format Laporan, Format Berita Acara, dan
Format Kertas Kerja Pemantauan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan Inspektur Jenderal ini, terdiri
atas format pada:
a. Lampiran III A Laporan Tindak Lanjut Temuan Audit;
b. Lampiran III B Laporan Pemantauan Tindak Lanjut
Temuan Audit;
c. Lampiran III C Berita Acara Pemutakhiran Data;
d. Lampiran III D Berita Acara Pemantauan Tindak Lanjut
Hasil Audit Inspektorat Jenderal terpusat;
e. Lampiran III E Berita Acara Tindak Lanjut Temuan Hasil
Audit Inspektorat Jenderal;
f. Lampiran III F Berita Acara Tindak Lanjut Laporan Hasil
Audit Atas Permohononan Auditi;
g. Lampiran III G Berita Acara Hasil Pembahasan Tim
Quality Assurance;

H. Lampiran...
-3-

h. Lampiran III H Berita Acara Rapat Bersama / Gelar


Pengawasan Tindak Lanjut Temuan Hasil Audit
Inspektorat Jenderal;
i. Lampiran III I Kertas Kerja Pemantauan Tindak Lanjut
Laporan Hasil BPK-RI; dan
j. Lampiran III J Kertas Kerja Pemantauan Tindak Lanjut
Laporan Hasil Pengawasan BPKP.
KEEMPAT : Sekretaris Inspektorat Jenderal selaku koordinator
melaksanakan pengelolaan dan pemantauan tindak lanjut
laporan hasil Audit Kinerja dan Audit Dengan Tujuan
Tertentu (ADTT) yang dilaksanakan oleh Inspektorat I, II, III,
IV dan Investigasi serta Laporan Hasil Pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan Laporan Hasil
Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan.
KELIMA : Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan tindak lanjut
laporan hasil Audit Kinerja dan ADTT dilaksanakan oleh
Bagian PHPHH berkoordinasi dengan Inspektorat terkait.
KEENAM : Inspektorat I, II, III, dan IV melaksanakan pengelolaan dan
pemantauan tindak lanjut laporan hasil Audit Kinerja dan
Audit Dengan Tujuan Tertentu (ADTT) pada saat
pelaksanaaan Audit dan hasilnya disampaikan kepada
Sekretaris Inspektorat Jenderal c.q Bagian Pengelolaan Hasil
Pengawasan, Hukum dan Hubungan Masyarakat (PHPHH).
KETUJUH : Pengelolaan dan Pemantauan tindak lanjut laporan hasil
audit kinerja dan Audit Dengan Tujuan Tertentu (ADTT)
yang dilaksanakan oleh Inspektorat I, II, III, dan IV
dilaksanakan secara bersama-sama yang dikoordinasikan
oleh Sekretaris Inspektorat Jenderal c.q Bagian PHPHH.
KEDELAPAN : Pengelolaan dan Pemantauan tindak lanjut laporan hasil
Audit Dengan Tujuan Tertentu (ADTT) Inspektorat
Investigasi dilaksanakan oleh Bagian PHPHH berkoordinasi
dengan Inspektorat Investigasi.
KESEMBILAN : Pengelolaan dan pemantauan hasil Audit Dengan Tujuan
Tertentu (ADTT) yang bersumber dari pengaduan dan
bersifat terbatas dilaksanakan oleh Inspektorat Investigasi.
KESEPULUH : Apabila terjadi ketidaksesuaian atas perhitungan nilai
temuan ataupun kriteria yang kurang sesuai pada LHA,
Bagian PHPHH berkoordinasi dengan Inspektorat terkait dan
disaksikan Inspektorat Investigasi.

KESEBELAS...
-6-

(BPKP), Inspektorat Jenderal/Inspektorat/Unit Pengawasan Intern


pada Kementerian/Kementerian Negara, Inspektorat
Utama/Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Kementerian,
Inspektorat/Unit Pengawasan Intern pada Kesekretariatan Lembaga
Tinggi Negara dan Lembaga Negara, Inspektorat
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Unit Pengawasan Intern pada Badan
Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2.2 Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan yang antara lain berupa
langkah-langkah kerja, perencanaan, persiapan dan pelaksanaan
kegiatan untuk meyakinkan apakah hasil pelaksanaan dan
penyelesaian suatu pekerjaan tersebut sudah sesuai dengan tujuan
dan rencana yang sudah ditetapkan secara efektif dan efisien
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.3 Auditor adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas,
tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan intern
pada instansi pemerintah, lembaga dan/atau pihak lain yang di
dalamnya terdapat kepentingan negara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dangen hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh Pejabat
Yang Berwenang.
2.4 Auditi adalah orang/instansi pemerintah atau kegiatan, program,
atau fungsi tertentu suatu entitas sebagai obyek penugasan audit
intern oleh Auditor atau APIP.
2.5 Klien adalah istilah yang mendefinisikan unit atau satuan kerja yang
menjadi objek pelaksanaan pengawasan intern oleh APIP.
2.6 Audit adalah proses identifikasi masalah, analisa dan evaluasi bukti
yang dilakukan secara independent, obyektif dan professional
berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan,
kredibilitas, efektivitas, efisiensi dan keandalan informasi
pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah.
2.7 Audit Kinerja adalah audit atas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah yang terdiri atas audit aspek ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas serta ketaatan pada peraturan.
2.8 Audit dengan Tujuan Tertentu yang selanjutnya disebut ADTT adalah
audit yang dilakukan dengan tujuan khusus di luar audit keuangan
dan audit kinerja terhadap masalah yang menjadi fokus perhatian
pimpinan organisasi atau Auditi, atau masalah yang bersifat khas.
2.9 Laporan Hasil Audit Inspektorat Jenderal yang selanjutnya disebut
LHA adalah laporan tahap akhir dari setiap pelaksanaan audit
Inspektorat Jenderal untuk mengomunikasikan temuan, kesimpulan,
dan rekomendasi hasil audit kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
2.10 Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek efektivitas dan efisiensi
serta pemeriksaan aspek ekonomi.
2.11 Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu yang selanjutnya disebut PDTT
adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar
pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam
pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain
yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.
-7-

2.12 Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik


Indonesia yang selanjutnya disebut LHP BPK-RI adalah laporan tahap
akhir dari setiap pelaksanaan pemeriksaan BPK-RI untuk
mengomunikasikan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi hasil
pemeriksaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2.13 Laporan Hasil Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan yang selanjutnya disebut LHP BPKP-RI adalah laporan
tahap akhir dari setiap pelaksanaan pengawasan BPKP untuk
mengomunikasikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi hasil
pengawasan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2.14 Temuan adalah keadaan/fakta/bukti yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan dan sekurang-kurangnya
memiliki saran atau rekomendasi sebagaimana yang tercantum dalam
LHA atau LHP BPK-RI atau LHP BPKP-RI.
2.15 Rekomendasi adalah saran perbaikan dari Aparat Pengawas
Internal/Eksternal berdasarkan hasil pengawasan/pemeriksaan
ditujukan kepada orang dan atau instansi yang berwenang untuk
melaksanakan tindak dan atau perbaikan.
2.16 Tindak Lanjut Hasil Pengawasan/Pemeriksaan yang selanjutnya
disebut TLHP adalah semua tindakan perbaikan, penertiban dan
penyempurnaan yang dilakukan oleh Pejabat Yang Berwenang dan
atau oleh Auditi yang bersangkutan dalam rangka melaksanakan
saran atau rekomendasi hasil pengawasan internal/eksternal.
2.17 Surat Pengantar Laporan yang selanjutnya disebut SPL adalah Surat
Pengantar Laporan Hasil Audit Inspektorat Jenderal.
2.18 Pengelolaan Laporan Hasil Pengawasan/Pemeriksaan adalah suatu
proses atau cara mengelola hasil pengawasan internal dan eksternal.
2.19 Pemantauan TLHP adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan
secara sistematis untuk memastikan bahwa Pejabat telah
melaksanakan rekomendasi hasil pengawasan internal/eksternal
dalam tenggang waktu yang telah ditentukan.
2.20 Pejabat Yang Berwenang adalah Kepala Unit Kerja/Auditi yang
bertanggungjawab untuk melaksanakan tindak lanjut hasil
pengawasan internal/eksternal.
2.21 Kertas Kerja Pemantauan yang selanjutnya disebut KKP adalah
dokumen yang berisi seluruh informasi yang diperoleh saat
pelaksanaan pemantauan tindak lanjut pada Auditi.
2.22 Berita Acara Pemantauan adalah dokumen atau uraian tentang proses
pelaksanaan kegiatan tindak lanjut yang dilakukan pada entitas
Eselon I yang berisi rekapitulasi data tindak lanjut.
2.23 Menteri adalah Menteri Perhubungan.
2.24 Inspektorat Jenderal adalah Inspektorat Jenderal Kementerian
Perhubungan.
2.25 Inspektur Jenderal adalah Inspektur Jenderal Kementerian
Perhubungan.
2.26 Inspektorat adalah Inspektorat I, Inspektorat II, Inspektorat III,
Inspektorat IV dan Inspektorat Investigasi.
2.27 Inspektur adalah Inspektur di lingkungan Inspektorat Jenderal
Kementerian Perhubungan.
2.28 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang selanjutnya
disingkat BPK-RI adalah lembaga negara yang bertugas untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
-8-

2.29 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang selanjutnya


disingkat BPKP adalah APIP yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden.
2.30 Sistem Informasi Audit yang selanjutnya disebut SIAu adalah Sistem
Informasi yang digunakan sebagai sarana bagi Unit Kerja di
lingkungan Kementerian Perhubungan dalam meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pengawasan Intern.
2.31 Keadaan Memaksa (Force Majeure) adalah suatu keadaan peperangan,
kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran dan
gangguan lainnya yang mengakibatkan tindak lanjut tidak dapat
dilaksanakan.

3. Maksud dan Tujuan


3.1 Maksud
Keputusan Inspektur Jenderal ini disusun sebagai pedoman
Inspektorat Jenderal dalam melaksanakan pengelolaan dan
pemantauan TLHP di lingkungan Kementerian Perhubungan.
3.2 Tujuan
3.2.1 Mengoordinasikan TLHP secara efektif dan efisien, sehingga
tersedia bahan data bagi pemerintah guna menentukan
kebijakan dalam rangka meningkatkan kinerja lnstansi
Pemerintah.
3.2.2 Memudahkan Inspektorat Jenderal dalam melakukan
pelaksanaan, pengelolaan, pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan TLHP Internal/Eksternal, serta menentukan
kebijakan dalam rangka meningkatkan kinerja unit kerja di
lingkungan Kementerian Perhubungan melalui pemanfaatan
hasil pengawasan/pemeriksaan.
3.2.3 Mendapatkan informasi yang relevan dan akurat dalam
penyusunan pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan TLHP.

4. Ruang Lingkup
Pedoman Pengelolaan dan Pemantauan TLHP ini mengatur tentang
pengelolaan laporan hasil pengawasan dan/atau pemeriksaan,
pelaksanaan tindak lanjut laporan hasil audit oleh Auditi, pemantauan
tindak lanjut LHA atas pelaksanaan Audit Kinerja dan ADTT, pemantauan
tindak lanjut LHP BPK-RI serta LHP BPKP-RI.

5. Mekanisme Pengelolaan Laporan Hasil Pengawasan


5.1 Mekanisme pengelolaan LHA sebagai berikut:
5.1.1 LHA yang bersifat material disampaikan kepada Pejabat Tinggi
Madya/Pratama tembusan disampaikan kepada Auditi
sedangkan yang tidak bersifat material disampaikan kepada
Auditi dengan tembusan disampaikan kepada Pejabat Tinggi
Madya/Pratama.
5.1.2 Tim Audit menginput dan mengunggah LHA ke dalam Aplikasi
SIAu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah laporan
terbit.
5.1.3 Analis LHA pada Sekretariat Inspektorat Jenderal menganalisis
Kode Atribut Temuan Audit yang terdiri dari kode temuan,
kode rekomendasi, dan kode penyebab, berdasarkan klasifikasi
temuan, sebagaimana Laporan Hasil Audit yang dilaksanakan
oleh Inspektorat terkait paling lambat 3 (tiga) hari setelah
diunggah ke SIAu.
-9-

5.1.4 Apabila berdasarkan hasil analisis terdapat ketidaksesuaian


sebagaimana disebutkan dalam angka 5.1.3, maka Analis LHA
berkoordinasi dengan Tim Audit untuk persetujuan perbaikan.
5.1.5 Bagian Pengelolaan Hasil Pengawasan, Hukum dan Humas
sebagai penanggung jawab tindak lanjut entitas Eselon I
menyampaikan rekapitulasi hasil tindak lanjut per unit kerja
Eselon I kepada Sekretaris Inspektorat Jenderal secara berkala
setiap 3 bulan (triwulan) dan setiap semester.
5.1.6 Sekretaris Inspektorat Jenderal menyampaikan rekapitulasi
hasil tindak lanjut kepada Inspektur Jenderal.

5.2 Mekanisme pengelolaan LHP BPK-RI, LHP BPKP-RI dilakukan oleh


Bagian Pengelolaan Hasil Pengawasan, Hukum dan Humas sebagai
berikut:
5.2.1 mencatat dan merekap data LHP BPK-RI dan LHP-BPKP dalam
monitoring.
5.2.1.1 Rekapitulasi temuan per unit kerja Eselon I.
5.2.1.2 Pantauan posisi tindak lanjut temuan.
5.2.2 mengarsipkan LHP BPK-RI dan LHP-BPKP ke dalam media
arsip.

5.3 Pengolahan LHP BPK-RI, LHP-BPKP, Rapat Kerja DPR, dan


Pemantauan Tindak Lanjut.

6. Klasifikasi/Penentuan Status Tindak Lanjut Atas LHA


Penentuan status hasil pembahasan tindak lanjut LHA diklasifikasikan
sebagai berikut:
6.1 Tindak Lanjut Tuntas (TLT)
TLT dilakukan apabila seluruh rekomendasi yang diberikan di dalam
LHA telah dilaksanakan disertai data dukung/bukti yang dinilai
sesuai dengan rekomendasi, meliputi:
6.1.1 salinan bukti setor penerimaan negara yang telah divalidasi
dari Bank dan melampirkan bukti dari aplikasi keuangan dan
bukti terkait lainnya.
6.1.2 Berita Acara perbaikan, foto-foto dan/atau hasil cek fisik oleh
tim pemantau tindak lanjut.
6.1.3 surat dan data dukung lainnya untuk temuan yang bersifat
administrasi.

6.2 Tindak Lanjut Proses (TLP)


TLP dilakukan apabila rekomendasi hasil audit belum seluruhnya
dilaksanakan oleh Auditi atau atasan langsung auditi sesuai dengan
rekomendasi di dalam LHA.

6.3 Belum Tindak Lanjut (BTL)


BTL dilakukan apabila seluruh rekomendasi yang dimuat dalam LHA
belum dilaksanakan oleh Auditi atau atasan langsung auditi.

6.4 Tidak dapat Ditindaklanjuti (TDTL)


Merupakan kondisi hasil audit yang tidak dapat ditindaklanjuti oleh
Auditi dan/atau atasan langsung Auditi sesuai rekomendasi, yang
disebabkan oleh:
6.4.1 Temuan Audit Yang Rekomendasinya Cacat, yaitu:
6.4.1.1 bersifat himbauan;
- 10 -

6.4.1.2 perbaikan atas tindakan masa lalu, yang pada saat


pemeriksaan tidak perlu dilakukan lagi karena sudah
diperbaiki;
6.4.1.3 ditujukan kepada instansi diluar instansi yang
diperiksa;
6.4.1.4 terhadap suatu instansi yang diperiksa yang tugas
dan fungsinya saat ini pada instansi tersebut sudah
tidak ada lagi;
6.4.1.5 tidak sejalan dengan ketentuan yang mengatur
kegiatan yang bersangkutan;
6.4.1.6 berada diluar kewenangan pimpinan instansi yang
diperiksa untuk melaksanakannya;
6.4.1.7 tindak lanjutnya berkaitan dengan rekanan yang
pailit dengan pembuktian yang sah.
6.4.2 Temuan Audit Yang Tidak Memadai, yaitu:
6.4.2.1 dasar pembuktian tidak cukup kuat, antara lain
karena kurang dan atau tidak adanya data
pendukung;
6.4.2.2 sebelumnya tidak dibicarakan dengan Auditi;
6.4.3 Temuan Audit Yang Tidak Dapat Ditindaklanjut, yaitu:
6.4.3.1 temuan yang bersifat ada kerugian negara menunggu
jangka waktu kadaluarsa dan sudah ada ketetapan
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi
(TP/TGR) atau Surat Keterangan Tanggung Jawab
Mutlak (SKTJM), surat keterangan tidak mampu dari
ahli waris yang diterbitkan oleh pihak berwenang
serta Surat keterangan pailit dari pengadilan;
6.4.3.2 kurang material nilainya dan sudah berlarut-larut;
6.4.3.3 pertimbangan lainnya yang dapat
dipertanggungjawabkan.
6.4.4 Temuan Audit Yang Disanggah merupakan temuan hasil audit
yang tidak disetujui oleh Auditi dan atasan langsung Auditi
baik sebagian maupun keseluruhan dengan dilengkapi
dokumentasi dan bukti-bukti pendukung.
6.4.4.1 Bila sanggahan dapat diterima, maka temuan
dinyatakan TDTL dan hasilnya dituangkan dalam
Berita Acara;
6.4.4.2 Bila sanggahan tidak dapat diterima, maka Auditi
dan/atau Pejabat Berwenang tetap melaksanakan
tindak lanjut dengan tembusan kepada Inspektur
Jenderal.

7. Pelaksanaan tindak lanjut LHA


7.1 Auditi harus menindaklanjuti rekomendasi hasil pengawasan intern
yang tertuang dalam laporan hasil pengawasan intern dan
menyampaikan penyelesaian atas tindak lanjut rekomendasi hasil
pengawasan intern kepada Inspektur Jenderal.

7.2 Penyampaian penyelesaian atas tindak lanjut rekomendasi


sebagaimana dimaksud pada angka 7.1 harus dilakukan paling
lambat 60 (enam puluh) hari setelah diterimanya surat pengantar
laporan.
- 11 -

7.3 Dalam hal penyampaian penyelesaian melebihi waktu sebagaimana


dimaksud pada angka 7.2, Inspektur Jenderal dalam melaksanakan
fungsi peringatan dini dapat menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis kepada Auditi.

7.4 Penyampaian pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka


7.3 dilaksanakan dengan tahapan:
7.4.1 Pemberitahuan tertulis pertama diberikan sejak berakhirnya
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 7.2 dan
paling lama 30 (tiga puluh) hari untuk pemenuhan
penyelesaian atas tindak lanjut rekomendasi.
7.4.2 Dikeluarkan pemberitahuan tertulis kedua dalam hal
pemenuhan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam angka
7.4.1 belum terpenuhi.

7.5 Dalam hal sebagian atau seluruh rekomendasi tidak dapat


dilaksanakan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sesuai
dengan laporan hasil pengawasan intern, Auditi harus memberikan
alasan yang sah meliputi kondisi:
7.5.1 keadaan kahar/force majure;
7.5.2 subjek atau objek rekomendasi dalam proses peradilan
meliputi:
7.5.2.1 pejabat atau pegawai menjadi tersangka dan ditahan;
7.5.2.2 pejabat atau pegawai menjadi terpidana; atau
7.5.2.3 objek yang direkomendasikan dalam sengketa di
pengadilan; atau
7.5.3 rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti secara efektif, efisien,
dan ekonomis karena:
7.5.3.1 perubahan struktur organisasi;
7.5.3.2 perubahan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
7.5.3.3 penyebab lain yang sah menurut peraturan
perundang-undangan.

7.6 Penyampaian alasan sebagaimana dimaksud pada angka 7.5


disampaikan secara tertulis kepada Inspektur Jenderal dengan batas
waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhirnya
jangka waktu pemenuhan penyelesaian atas tindak lanjut
rekomendasi sebagaimana dimaksud angka 7.2.

7.7 Dalam hal Auditi tidak menindaklanjuti rekomendasi hasil


pengawasan intern tanpa alasan yang sah, Auditi dapat dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
Disiplin Pegawai oleh atasan langsung.

7.8 Pihak yang melaksanakan tindak lanjut hasil pengawasan intern pada
Auditi meliputi:
7.8.1 pejabat atau pegawai yang disebutkan dalam rekomendasi
hasil pengawasan intern;
7.8.2 pelaksana harian atau pelaksana tugas dari pejabat yang
disebutkan dalam rekomendasi hasil pengawasan intern;
- 12 -

7.8.3 atasan dari pejabat atau pegawai yang disebutkan dalam


rekomendasi hasil pengawasan intern secara berjenjang,
dalam hal pelaksana harian atau pelaksana tugas dari pejabat
yang disebutkan dalam rekomendasi hasil Pengawasan Intern
belum ditetapkan;
7.8.4 pejabat pada unit kerja baru yang memiliki tugas dan fungsi
sesuai dengan rekomendasi hasil pengawasan intern, dalam
hal terjadi reorganisasi Auditi;
7.8.5 atasan langsung dari pejabat atau pegawai yang
direkomendasikan untuk dijatuhi hukuman disiplin dan/atau
Pejabat Yang Berwenang dan bertanggung jawab untuk
menjatuhkan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7.9 Pengenaan sanksi sebagaimana angka dimaksud 7.7 terhadap pejabat


unit kerja dan/atau Auditi berupa:
7.9.1 tindakan administratif dibidang kepegawaian, termasuk
penerapan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
7.9.2 tindakan tuntutan atau gugatan perdata, antara lain:
7.9.2.1 tuntutan ganti rugi atau penyetoran kembali;
7.9.2.2 tuntutan perbendaharaan; dan
7.9.2.3 tuntutan perdata berupa pengenaan denda, ganti
rugi dan lain-lain.

8. Pemantauan Tindak Lanjut LHA


8.1 Pemantauan tindak lanjut LHA dapat dilaksanakan sebagai berikut:
8.1.1 pada saat audit.
8.1.2 secara berkala yang dikoordinasikan oleh Sekretariat
Inspektorat Jenderal kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT).
8.1.3 secara terpusat yang dikoordinaikan oleh Sekretariat
Inspektorat Jenderal.
8.1.4 atas permohonan auditi kepada Sekretaris Inspektorat
Jenderal.

8.2 Hasil pemantauan tindak lanjut diinput pada SIAu berdasarkan


Kertas Kerja dan/atau Berita Acara oleh Bagian Pengelolaan Hasil
Pengawasan, Hukum dan Humas.

8.3 Pemantauan tindak lanjut LHA pada saat audit dilaksanakan untuk
keseluruhan rekomendasi yang belum tuntas dan dilengkapi dengan
format sesuai dengan Format Laporan Tindak Lanjut Temuan Audit,
Format Laporan Pemantauan Tindak Lanjut Temuan Audit, dan
Format Berita Acara Pemutakhiran Data sebagaimana tercantum
dalam lampiran III A, B, dan C.

8.4 Pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan secara berkala yang


dikoordinasikan oleh Sekretariat Inspektorat Jenderal kepada Unit
Pelaksana Teknis (UPT) dituangkan dalam format Berita Acara Tindak
Lanjut Temuan Hasil Audit Inspektorat Jenderal sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III E.
- 13 -

8.5 Pemantauan tindak lanjut LHA secara terpusat dilaksanakan sebagai


berikut:
8.5.1 Sekretaris Inspektorat Jenderal sebagai penanggung jawab
Pengelola Hasil Pengawasan melakukan koordinasi dengan
unit kerja Eselon I dalam hal perencanaan pelaksanaan tindak
lanjut;
8.5.2 Sekretaris Inspektorat Jenderal sebagai penanggung jawab
Pengelola Hasil Pengawasan membentuk tim pembahas tindak
lanjut yang anggotanya terdiri dari perwakilan masing-masing
Inspektorat;
8.5.3 pelaksanaan pembahasan dilengkapi dengan Surat Tugas;
8.5.4 hasil pembahasan tindak lanjut LHA dituangkan dalam Berita
Acara yang ditandatangani oleh Sekretaris Ditjen/Badan,
Kepala Biro/Pusat, Kepala Bagian Keuangan, Sekretaris
Inspektorat Jenderal, Inspektur terkait, Kepala Bagian
Pengelolaan Hasil Pengawasan, Hukum dan Humas Sekretariat
Inspektorat Jenderal, sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III D.

8.6 Pemantauan tindak lanjut LHA atas permohonan Auditi sebagai


berikut:
8.6.1 Auditi menyampaikan surat permohonan tindak lanjut kepada
Sekretaris Inspektorat Jenderal yang dilengkapi dengan
dokumen data dukung dan permohonan tindak lanjut
disampaikan melalui aplikasi SIAu;
8.6.2 Sekretaris Inspektorat Jenderal memerintahkan Kepala Bagian
Pengelolaan Hasil Pengawasan, Hukum dan Humas untuk
melaksanakan pemantauan tindak lanjut LHA dilengkapi
dengan Surat Tugas;
8.6.3 Hasil tindak lanjut LHA dituangkan dalam Berita Acara yang
ditandatangani oleh Tim Tindak Lanjut sebagaimana format
dalam Lampiran III F.

8.7 Dalam hal Auditor dan/atau Tim Pemantau Tindak Lanjut tidak dapat
menentukan status tindak lanjut hasil audit, dibentuk Tim Quality
Assurance/Tim Penjaminan Kualitas yang terdiri dari:
8.7.1 Komite Audit selaku Pengawas;
8.7.2 Inspektur terkait selaku Penanggung Jawab;
8.7.3 Auditor Utama selaku Pengendali Mutu;
8.7.4 Auditor yang melaksanakan audit selaku Pengendali
Teknis/Ketua Tim/Anggota Tim;
8.7.5 Perwakilan Sekretariat Inspektorat Jenderal selaku Anggota;
8.7.6 Perwakilan Direktorat Teknis Unit Kerja Eselon I terkait selaku
Anggota.
8.8 Penugasan Tim Quality Assurance/Tim Penjaminan Kualitas
sebagaimana dimaksud pada angka 8.7 dibentuk melalui Surat Tugas
yang ditandatangani oleh Inspektur Jenderal.

8.9 Tim Quality Assurance/Tim Penjaminan Kualitas mengadakan


pembahasan dengan hasil sebagai berikut:
8.9.1 Bila status tindak lanjut dinyatakan TDTL, maka hasilnya
dituangkan dalam Berita Acara dengan dilengkapi berita acara
hasil rapat dan kronologis serta data dukung yang
menyebabkan temuan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti
sebagaimana dalam Lampiran III G.
- 14 -

8.9.2 Bila status tindak lanjut tidak dapat diklasifikasikan TDTL,


maka Inspektur Jenderal mengambil langkah-langkah antara
lain mengadakan rapat bersama dan/atau gelar pengawasan
yang melibatkan auditi guna penyelesaian tindak lanjut dan
hasilnya dituangkan dalam berita acara sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III H.

9. Tindak lanjut LHP BPK-RI


9.1 Pelaksanaan tindak lanjut LHP BPK-RI meliputi:
9.1.1 Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam hasil
Pemeriksaan Kinerja dan PDTT setelah hasil pemeriksaan
diterima.
9.1.2 Tindak lanjut atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
angka 9.1.1 berupa jawaban atau penjelasan atas pelaksanaan
tindak lanjut yang dilampiri dengan dokumen pendukung.
9.1.3 Tindak lanjut hasil Pemeriksaan Kinerja dan PDTT
sebagaimana dimaksud pada angka 9.1.1 wajib disampaikan
kepada BPK-RI paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah
laporan hasil pemeriksaan diterima.
9.1.4 Tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan dilakukan
pemantauan oleh Sekretariat Jenderal c.q. Biro Keuangan
sebagaimana dimaksud pada angka 9.1.2 wajib disampaikan
kepada BPK-RI paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah
laporan hasil pemeriksaan diterima.
9.1.5 Dalam hal tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan
sebagaimana dimaksud pada angka 9.1.4 melewati batas 60
(enam puluh) hari, Biro Keuangan menyampaikan hasil tindak
lanjut dan selanjutnya dilakukan pemantauan oleh
Inspektorat Jenderal.
9.1.6 Jawaban atau penjelasan dan dokumen pendukung dalam
rangka pelaksanaan tindak lanjut sebagaimana dimaksud
pada angka 9.1.2 merupakan dokumen yang cukup,
kompeten, dan relevan serta telah diverifikasi oleh Bagian
Pengelolaan Hasil Pengawasan, Hukum dan Humas Sekretariat
Inspektorat Jenderal.
9.1.7 Dalam hal tindak lanjut atas rekomendasi tidak dapat
dilaksanakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
angka 9.1.3, pejabat wajib memberikan alasan yang sah.
9.1.8 Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada angka 9.1.7
meliputi:
9.1.8.1 keadaan kahar, yaitu suatu keadaan peperangan,
kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan,
kebakaran, dan gangguan lainnya yang
mengakibatkan tindak lanjut tidak dapat
dilaksanakan;
9.1.8.2 menjadi tersangka dan ditahan;
9.1.8.3 menjadi terpidana; atau
9.1.8.4 alasan sah lainnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
9.1.9 Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada angka 9.1.8
tidak membebaskan pejabat dari kewajiban untuk
menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan.
- 15 -

9.1.10 Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud angka


9.1.3 pejabat tidak menindaklanjuti rekomendasi tanpa
adanya alasan yang sah, BPK-RI dapat melaporkan kepada
instansi yang berwenang.

9.2 Pemantauan Tindak Lanjut LHP BPK-RI


9.2.1 Pemantauan tindak lanjut LHP BPK-RI dilaksanakan oleh
Bagian Pengelolaan Hasil Pengawasan, Hukum dan Humas
Sekretariat Inspektorat Jenderal, diinput ke dalam aplikasi
SIMPEL dan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemantauan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III I.
9.2.2 Bagian Pengelolaan Hasil Pengawasan, Hukum dan Humas
Sekretariat Inspektorat Jenderal memverifikasi dokumen
tindak lanjut yang disampaikan oleh Unit Kerja Eselon I.
9.2.3 Hasil verifikasi dokumen tindak lanjut LHP BPK-RI
disampaikan kepada Tim Pemutakhiran Tindak Lanjut BPK-RI
untuk ditentukan status tindak lanjutnya, dengan klasifikasi:
9.2.3.1 Sesuai (S).
9.2.3.2 Belum Sesuai (BS).
9.2.3.3 Belum ditindaklanjuti (BTL).
9.2.3.4 Tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan sah
(TDTL).
9.2.4 Hasil pembahasan pemutakhiran tindak lanjut dituangkan
dalam berita acara yang ditandatangani oleh BPK-RI dan
Inspektorat Jenderal yang hasilnya dilaporkan kepada Menteri.

10. Tindak Lanjut LHP BPKP-RI


10.1 Pelaksanaan Tindak LHP BPKP-RI
10.1.1 Laporan hasil pengawasan yang diperoleh dari BPKP-RI
disampaikan kepada Menteri dengan tembusan Inspektur
Jenderal dan Auditi yang bersangkutan untuk ditindaklanjuti.
10.1.2 Setiap temuan hasil pengawasan BPKP-RI harus
ditindaklanjuti oleh Auditi kepada Kepala BPKP-RI terkait
paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah LHP bpkp-ri
diterima dengan tembusan Inspektur Jenderal dan Sekretaris
Jenderal.

10.2 Pemantauan Tindak LHP BPKP-RI


10.2.1 Apabila temuan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud
pada angka 10.1.2 belum ditindaklanjuti, maka Bagian
Pengolahan Hasil Pengawasan, Hukum dan Humas Sekretariat
Inspektorat Jenderal melaksanakan pemantauan tindak lanjut
temuan hasil Pengawasan BPKP dengan 2 (dua) cara, yaitu:
a. Dalam hal menyangkut LHP BPKP-RI Perwakilan, Tim
Inspektorat Jenderal bersama Tim BPKP-RI Perwakilan
Provinsi melakukan pemantauan tindak lanjut di masing-
masing unit kerja di lingkungan Kementerian
Perhubungan;
b. Dalam hal menyangkut LHP BPKP Pusat, Inspektorat
Jenderal mengirim surat kepada masing-masing Direktur
Jenderal/Kepala Badan terkait dengan melampirkan
temuan yang belum ditindaklanjuti dan temuan dalam
proses untuk bahan konfirmasi.
- 18 -

04 Pembelian aset yang berstatus sengketa


05 Aset tidak diketahui keberadaannya
06 Pemberian jaminan pelaksanaan dalam pelaksanaan pekerjaan,
pemanfaatan barang dan pemberian fasilitas tidak sesuai ketentuan
07 Pihak ketiga belum melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan aset
kepada negara/daerah
08 Piutang/pinjaman atau dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih
09 Penghapusan piutang tidak sesuai ketentuan
10 Pencairan anggaran pada akhir tahun anggaran untuk pekerjaan yang
belum selesai
03 Kekurangan penerimaan negara/daerah atau perusahaan
milik negara/daerah
01 Penerimaan negara/daerah atau denda keterlambatan pekerjaan
belum/tidak ditetapkan dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah
atau perusahaan milik negara/daerah
02 Penggunaan langsung penerimaan negara/daerah
03 Dana Perimbangan yang telah ditetapkan belum masuk ke kas daerah
04 Penerimaan negara/daerah diterima atau digunakan oleh instansi yang
tidak berhak
05 Pengenaan tarif pajak/PNBP lebih rendah dari ketentuan
06 Koreksi perhitungan bagi hasil dengan KKKS
07 Kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah
04 Administrasi
01 Pertanggungjawaban tidak akuntabel (bukti tidak lengkap/tidak valid)
02 Pekerjaan dilaksanakan mendahului kontrak atau penetapan anggaran
03 Proses pengadaan barang/jasa tidak sesuai ketentuan (tidak menimbulkan
kerugian negara)
04 Pemecahan kontrak untuk menghindari pelelangan
05 Pelaksanaan lelang secara performa
06 Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang
pengelolaan perlengkapan atau barang milik negara/daerah/perusahaan
07 Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang tertentu
lainnya seperti kehutanan, pertambangan, perpajakan, dll
08 Koreksi perhitungan subsidi/kewajiban pelayanan umum
09 Pembentukan cadangan piutang, perhitungan penyusutan atau amortisasi
tidak sesuai ketentuan
10 Penyetoran penerimaan negara/daerah atau kas di bendaharawan ke kas
negara/daerah melebihi batas waktu yang ditentukan
11 Pertanggungjawaban/penyetoran uang persediaan melebihi batas waktu
yang ditentukan
12 Sisa kas di bendahara pengeluaran akhir tahun anggaran belum/tidak
disetor ke kas negara/daerah
13 Pengeluaran investasi pemerintah tidak didukung bukti yang sah
14 Kepemilikan aset tidak/belum didukung bukti yang sah
15 Pengalihan anggaran antar MAK tidak sah
16 Pelampauan pagu anggaran
- 19 -

05 Indikasi tindak pidana


01 Indikasi tindak pidana korupsi
02 Indikasi tindak pidana perbankan
03 Indikasi tindak pidana perpajakan
04 Indikasi tindak pidana kepabeanan
05 Indikasi tindak pidana kehutanan
06 Indikasi tindak pidana pasar modal
07 Indikasi tindak pidana khusus lainnya
2 Temuan Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
01 Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan
pelaporan
01 Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat
02 Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan
03 Entitas terlambat menyampaikan laporan
04 Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai
05 Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung SDM yang
memadai
02 Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja
01 Perencanaan kegiatan tidak memadai
02 Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan
Penerimaan negara/daerah/perusahaan dan hibah tidak sesuai ketentuan
03 Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis
tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang
pendapatan dan belanja
04 Pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBN/APBD
05 Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan
06 Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat peningkatan biaya /belanja
07 Kelemahan pengelolaan fisik aset
03 Kelemahan struktur pengendalian intern
01 Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau
keseluruhan prosedur
02 SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak
ditaati
03 Entitas tidak memiliki satuan pengawas intern
04 Satuan pengawas intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan
optimal
05 Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai
3 Temuan 3E
01 Ketidakhematan/pemborosan/ketidakekonomisan
01 Pengadaan barang/jasa melebihi kebutuhan.
02 Penetapan kualitas dan kuantitas barang/jasa yang digunakan tidak
sesuai standar
03 Pemborosan keuangan negara/daerah/perusahaan atau kemahalan
harga
- 20 -

02 Ketidakefisienan
01 Penggunaan kuantitas input untuk satu satuan output lebih besar/tinggi dari
yang seharusnya
02 Penggunaan kualitas input untuk satu satuan output lebih tinggi dari
seharusnya
03 Ketidakefektifan
01 Penggunaan anggaran tidak tepat sasaran/tidak sesuai peruntukan
02 Pemanfaatan barang/jasa dilakukan tidak sesuai dengan rencana yang
ditetapkan
03 Barang yang dibeli belum/tidak dapat dimanfaatkan
04 Pemanfaatan barang/jasa tidak berdampak terhadap pencapaian tujuan
organisasi
05 Pelaksanaan kegiatan terlambat/terhambat sehingga mempengaruhi
pencapaian tujuan organisasi
06 Pelayanan kepada masyarakat tidak optimal
07 Fungsi atau tugas instansi yang diperiksa tidak diselenggarakan dengan
baik termasuk target penerimaan tidak tercapai
08 Penggunaan biaya promosi/pemasaran tidak efektif
- 21 -

2. KODE ATRIBUT REKOMENDASI

Jenis Deskripsi

KODE REKOMENDASI
01 Penyetoran ke kas negara/daerah, kas BUMN/D, dan masyararakat
02 Pengembalian barang kepada negara, daerah, BUMN/D, dan masyarakat
03 Perbaikan fisik barang/jasa dalam proses pembangunan atau penggantian barang/jasa
oleh rekanan
04 Penghapusan barang milik negara/daerah
05 Pelaksanaan sanksi administrasi kepegawaian
06 Perbaikan laporan dan penertiban administrasi/kelengkapan administrasi
07 Perbaikan sistem dan prosedur akuntansi dan pelaporan
08 Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pendukung sistem
pengendalian
09 Perubahan atau perbaikan prosedur, peraturan, dan kebijakan
10 Perubahan atau perbaikan struktur organisasi
11 Koordinasi antar instansi termasuk juga penyerahan penanganan kasus kepada instansi
yang berwenang
12 Pelaksanaan penelitian oleh tim khusus atau audit lanjutan oleh unit pengawas intern
13 Pelaksanaan sosialisasi
14 Lain-lain
- 22 -

3. KODE PENYEBAB TEMUAN

KODE PENYEBAB TEMUAN


10000 KELEMAHAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
10100 Kelemahan dalam organisasl
Pembagian wewenang dalam organisasi belum cukup jauh sehingga masih terdapat
10101
transaksi atau kegiatan organisasi yang seluruh tahapanya dikuasai oleh satu orang.
Pembagian wewenang dalam organisasi belum cukup jelas sehingga ada kegiatan atau
10102
kejadian dalam organisasi yang tidak jelas penanggungjawabnya.
10103 Dalam organisasi tidak ada pembagian wewenang dan tugas.
10104 Kelemahan lain organisasi.
10200 Kelemahan dalam kebijakan
10201 Kebijakan yang berlaku tidak jelas bagi para bawahan.
10202 Kebijakan yang berlaku tidak dapat menjadi pedoman yang pasti bagi para bawahan.
10203 Kebijakan yang berlaku tidak diketahui oleh pegawai yang bersangkutan.
10204 Tidak ada kebijakan yang digariskan.
10205 Kelemahan lain kebijakan
10206 Kebijakan yang tidak sejalan/bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi.
10300 Kelemahan dalam rencana
Rencana kerja yang disusun tidak cukup luas sehingga belum mencakup seluruh kegiatan
10301
yang perlu dilaksanakan.
Hubungan kerja di antara kegiatan-kegiatan yang direncanakan tidak jelas dirumuskan
10302
sehingga tidak ada koordinasi di antara kegiatan-kegiatan itu.
10303 Sasaran yang akan dicapai tidak cukup jelas dirumuskan.
10304 Sasaran yang akan dicapai tidak cukup dikuantifikasikan.
Tidak dibuat anggaran yang merupakan kuantifikasi moneter rencana kegiatan dan
10305
sasaran yana akan dicapai.
10306 Tidak ada rencana kegiatan.
10307 Rencana kegiatan tidak cukup realistis.
10308 Anggaran tidak cukup realistis.
10309 Perencanaan tidak matang.
10310 Kelemahan lain rencana.
10400 Kelemahan dalam pembinaan personil
Pegawai kurang mendapatkan supervisi (pengawasan) yang diperlukan (termasuk tidak
10401 dilakukan pemeriksaaan kas bendaharawan oleh atasan langsung dan pemeriksaaan fisik
atas inventaris atau persediaan oleh atasan langsung).
10402 Supervisi tidak menyadari siapa yang harus diawasi dan apa yang harus diawasi.
10403 Kemampuan pegawai tidak sesuai dengan tugas yang harus dilaksanakan.
10404 Kelemahan lain pembinaan personil
10500 Kelemahan dalam prosedur
10501 Prosedur yang tidak konsisten dengan kebijaksanaan yang perlu dilaksanakan.
10502 Prosedur yang berlaku disalahtafsirkan oleh pegawai sehingga menyimpang tujuannya.
Prosedur yang berlaku terlalu mahal dibandingkan dengan sesuatu yang harus dijaga
10503
sehingga tidak dilaksanakan.
10505 Prosedur yang berlaku kurang terinci
10506 Prosedur yang bertaku tldak dapat menjadi pegangan bawahan karena tidak tertulis.
- 23 -

10507 Prosedur yang berlaku tidak diketahui oleh pegawai yang bersangkutan.
10508 Tidak terdapat prosedur yang diperlukan
10509 Kelemahan lain prosedur
10600 Kelemahan datam pencatatan dan pelaporan
10601 Pencatatan tidak diselenggarakan secara cermat sehingga kehilangan keadaannya.
Pencatatan tidak dimutahirkan sehingga kehilangan perannya sebagai alat
10602
pengawasan/pengendalian
Pencatatan tidak memenuhi kebutuhan informasi untuk pengambilan keputusan sehari-
10603
hari.
10604 Tidak diselenggarakan pencatatan yang perlu.
10605 Pelaporan tidak tepat waktu.
10606 Pelaporan tidak disusun dengan cermat
10607 Pelaporan tidak disusun memenuhi kebutuhan pimpinan.
10608 Pelaporan disusun denan biaya mahal.
10609 Pelaporan yang diperlukan tidak ada.
10610 Kelemahan lain pencatatan atau pelaporan.
10700 Kelemahan dalam reviu/pengawasan intern (internal review)
Tidak ada satuan kerja atau pejabat yang diberi tanggung jawab untuk mengecek jalannya
10701
sistem dan prosedur yang telah ditetapkan.
Satuan kerja atau pejabat yang diberi tanggung jawab menguji jalannya sistem dan
10702
prosedur tidak berfungsi dengan baik.
10703 Kelemahan lain pengkajian intern.
10704 Kelemahan Pengawasan Pimpinan Satker/kegiatan
10705 Kelemahan Pengawasan Pimpinan Satker.
20000 PENYEBAB LAIN DI LUAR SISTEM PENGENDALIAN INTERN
20100 Penyebab ekstern hambatan kelancaran kegiatan
Pekerjaan persiapan kegiatan dan perumusan kegiatan kurang mantap (survei dan disain
20101
tidak mantap)
20102 DIPA terlambat diterima
20103 Revisi DIPA yang berlarut-larut
Tanah yang dipertukan untuk pelaksanaan kegiatan penyelesaiannya menjadi berlarut-
20104
larut.
Tidak dapat diperoleh tanah yang dipertukan karena dana tidak mencukupi atau tidak
20105
tersedia.
20106 Penetapan rekanan menjadi berlarut-larut.
20107 Perijinan atau persetujuan untuk memulai suatu kegiatan menjadi berlarut-larut.
20108 Sarena komunikasi dan atau telekomunikasi tidak mendukung kelancaran kegiatan
20109 Rekanan yang ditetapkan tidak mampu menyelesaikan tanggung Jawabnya.
20110 Penyebab ekstern lainnya.
20111 Rekanan mempunyai itikad yang kurang baik.
20200 Penyebab ekstern hambatan kelancaran tugas pokok
20201 lnstansi lain yang terkait kurang responsif.
20202 Sarana komunikasi dan atau telekomunikasi tidak mendukung kelancaran tugas instansi.
20203 Revisi DIPA yang diajukan pimpinan instansi penyelesaiannya berlarut-larut.

Anda mungkin juga menyukai