Anda di halaman 1dari 5

MENGANALISIS CERITA NOVEL

“GONG NYAI GANDRUNG”

KARYA SEKAR AYU ASMARA

DISUSUN OLEH :

Aditya Faris Saputra

XII IPS 5 – 04

SMA NEGERI 1 MERTOYUDAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


A. SINOPSIS NOVEL

Langit biru saat itu tidak dihiasi awan. Pada jam delapan pagi, panas matahari belum terlalu
menyengat walaupun tetesan embun terakhir telah menguap. Mobil SUV Kijang berwarna silver
melintas keluar kota Yogyakarta. Waru Wisanggeni mengemudikan mobil itu dengan santai,
sesekali ia menikmati pemandangan. Waru adalah sosok lelaki tampan dengan wajah campuran
Timur Tengah, Barat, dan Tionghoa.
Di sampingnya, ada seorang perempuan bernama Kintan Puspita, teman SMA Waru yang
sekarang sudah resmi menjadi istrinya. Waru paling suka melihat mata Kintan. Mata
perempuan itu bagaikan sebuah pertunjukan perasaan. Waru dapat melihat kapan hati Kintan
bersedih, kapan dia sedang serius memikirkan sesuatu, dan kapan dia ingin bermesraan.
Selama 4 tahun menempuh kuliah di kota yang kaya budaya, Waru sebenarnya sudah
memutuskan untuk membangun masa depan jauh dari hidup di kota kelahirannya, Jakarta.
Kebetulan sekali, Kintan juga memiliki visi yang sama dengannya. Mereka berdua tidak ingin
membangun keluarga di Jakarta. Jakarta memang kota kelahiran mereka, tetapi Jawa Tengah
sepertinya menjadi masa depan mereka.
Sebab, Jakarta sudah terlalu padar. Kondisi jalanan sering membuat orang malas keluar rumah.
Ditambah lagi, Waru lelah dengan semua pemberitaan tentang posisi pejabat dan gubernur
yang sangat menyilaukan, hingga gelar itu menjadi diperebutkan kaum oportunis. Menjadi DKI
1 seolah membuat orang mendapatkan jaminan kekuasaan. Sebagai jaminan hidupnya akan
makmur.
Kintan dan Waru bertemu saat mereka sama-sama mengisi acara Festival Seni se-SMA di
Jakarta Selatan. Waru mengikuti pameran lukisan, sedangkan Kintan bagian dari grup dance
yang memeriahkan pentas seni pertunjukan. Mereka berdua saling curi pandang, saling deg-
degan. Waktu mengantre untuk beli es cendol, Waru pun mengajak Kintan untuk berkenalan.
Hingga sekarang, es cendol masih menjadi minuman wajib setiap kali mereka merayakan hari
jadi mereka.
Waru kemudian meneruskan pendidikan seni di Yogyakarta, sedangkan Kintan mendapatkan
beasiswa untuk memperdalam tarian kontemporer di Singapore Dance Institute yang berlokasi
di ujung Holland Road. Meskipun menjalani LDR, cinta mereka bisa tetap dijaga dan hubungan
mereka terjalin dengan baik.
Setiap liburan panjang, mereka pasti mereka bertemu di Jakarta atau Yogyakarta atau
Singapura. Jarak antara Jakarta, Singapura, dan Yogyakarta cukup dekat dengan sekali tempuh
menggunakan pesawat terbang. Mereka kemudian sepakat untuk menikah setelah Waru
menyelesaikan pendidikannya. Tak ada keraguan bagi Kintan dan Waru juga sudah mantap.
Mereka berdua memiliki komunikasi yang baik, yang selalu dibilang sebagai faktor paling
penting dalam suatu hubungan. Mereka dapat membicarakan apa saja secara terbuka.
Kejujuran tak akan pernah membuat mereka tersinggung atau sakit hati. Mereka juga memiliki
sifat yang sama-sama pragmatis. Menyukai semuanya yang serba praktis.
Sifat-sifat ini tidak berlaku jika menyangkut profesi mereka. Keduanya akan berubah menjadi
makhluk perfeksionis ketika berhadapan dengan pekerjaan. Keseimbangan dan kontras ini yang
bisa membuat mereka semakin yakin untuk melangkah dan menatap masa depan. Pada
awalnya kedua sejoli ini hanya ingin mengadakan upacara akad di masjid saja. Namun, keluarga
Kintan keberatan karena Kintan merupakan anak tunggal. Mereka pun menginginkan upacara
pernikahan dengan tradisi adat Jawa.
Waru adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Wardiman, sang ayah, merupakan pemilik
jaringan hotel terbesar di Bali dan Indonesia Timur. Seluruhnya yang ada di bawah bendera
Kalya Hotels. Kalya Hotels di Bali berlokasi di beberapa wilayah seperti di Legian, Canggu, Sanur,
Ubud, Jimbaran, dan Nusa Dua. Ibu Waru bernama Amira, putri Jenderal Poeger yang gugur di
Dili ketika masih menjadi Timor Timur.
Amira tak menyelesaikan pendidikan seni rupa di IT karena keburu dilamar oleh Wardiman. Ibu
Amira sudah empat kali menyelenggarakan ngunduh mantu untuk keempat kakak Waru yang
semuanya laki-laki. Dan kali ini, ia menyerahkan semuanya kepada Waru. Apa pun keinginan
Waru dan Kintan, orang tua akan mengikuti saja. Dua bulan setelah resepsi, Waru dan Kintan
pamit kepada orang tua mereka dan pamit kepada Kota Jakarta. Barang-barang mereka dikirim
melalui jasa kurir pindahan profesional. Langsung mereka berangkat melalui jalur selatan yang
menuju Yogyakarta. Mereka jalan dengan santai melalui Tasikmalaya sampai Kebumen.
Semalam mereka menginap di Yogyakarta dan sengaja berangkat pagi, supaya dapat menikmati
pemandangan. Setelah melewati Muntilan, Waru memperlambat laju kendaraan. Begitu masuk
kota Magelang mereka mampir dulu untuk sarapan di warung Sop Serenek Pak Parto yang
berlokasi dekat terminal lama.
Setelah perut kenyang, Waru dan Kintan melanjutkan perjalanan pulang. Ya, benar, pulang.
Sekarang pulang bukan berarti Jakarta lagi. Mereka telah memiliki rumah di Magelang, yang
berlokasi di Jalan Sukasrana nomor 13. Ketika melihat foto-foto rumah itu dari sang broker,
mereka langsung jatuh cinta dengan tampilan setiap ruangannya.
Ketika pertama kali mengunjungi rumah itu, mereka disambut oleh Mbok Jum dan Pak Wage,
dua orang penjaga rumah itu. Mereka begitu ramah dan siap sedia membantu Waru dan
Kintan. Semakin mereka menelusuri rumah besar itu, mereka mulai menemukan ruangan-
ruangan baru yang memancing banyak pertanyaan.
Apalagi pendopo yang berlokasi di halaman belakang, yang tidak ditunjukkan si broker dalam
foto-foto yang dikirimnya. Lalu, ada tempat koleksi buku-buku tua berbahasa Belanda dan
Jawa, ruang bawah tanah, dan beberapa lukisan sosok kuda, serta peralatan gamelan beserta
sebuah gong, yang menumpuk berdebu di gudang. Setelah menemukan gong itu, Waru dan
Kintan mulai mendapatkan mimpi buruk. Sesekali mereka sampai terbangun tengah malam,
mendengar suara kuda, serta melihat sosok yang bisa menghilang. Sebetulnya apa yang ada di
rumah itu?

B. STRUKTUR NOVEL
1. Orientasi : Paragraf 1
2. Pengungkapan peristiwa : Paragraf 2 sampai 4
3. Konflik : Paragraf 5 sampai 7
4. Klimaks : Paragraf 8 sampai 12
5. Resolusi : Paragraf 13 & 14
6. Koda : Paragraf 15

C. UNSUR INTRINSIK
1. Tema : Horror
2. Tokoh :
Waru (tokoh utama), Kintan Puspita, Wardiman (ayah waru),Amira (ibu waru),
Mbok Jum,Pak Wage.
3. Penokohan :
 Waru : berpendirian kokoh,rajin, & setia terhadap pasangan
 Kintan : cerdas,setia terhadap pasangan
 Wardiman : pekerja keras dan sayang keluarga
 Amira : ibu rumah tangga penyayang
 Mbok Jum : ramah
 Pak Wage : ramah
4. Alur : Alur Maju
5. Latar/seting :
 Latar tempat : Jakarta,Yogyakarta,Magelang.
 Latar waktu : Pagi hari dan Malam hari
 Latar suasana : Senang,Bahagia,bingung,menakutkan.
6. Sudut pandang : Orang ketiga karena menggunakan kata “ia”
7. Amanat :
Melalui kisah ini, kita dapat belajar untuk tidak mudah mengambil keputusan untuk
hal yang besar. Seperti Waru dan Kintan yang tertarik dengan rumah yang akan
menjadi tempat tinggal mereka, hanya dari sejumlah foto saja. Untuk memutuskan
tempat tinggal, ada baiknya untuk melakukan survey langsung selama beberapa kali,
supaya menghindari kejadian seperti yang dialami mereka ini. Selain itu, melalui
kisah ini, kita juga dapat belajar untuk senantiasa mencintai budaya Nusantara.
Seperti Waru dan Kintan yang mencintai budaya Jawa. Sebab, pada zaman ini jarang
ditemukan anak muda yang masih mencintai budaya tradisional. Sikap mereka
berdua ini dapat diteladani oleh para anak muda di zaman ini.
D. UNSUR EKSTRINSIK
Sekar Ayu Asmara adalah wanita asal Indonesia yang lahir di Ibu Kota, Jakarta. Sekar Ayu
Asmara menghabiskan masa kecil dengan berpindah-pindah di sejumlah negara, mengikuti karir
ayahnya sebagai diplomat. Ia pernah tinggal di Turki, Belanda, dan Afghanistan. Sosok Sekar
Ayu Asmara dikenal sebagai pecinta sendi.
Seluruh bidang seni yang dia tekuni, dipelajarinya secara mandiri atau otodidak. Baik itu sebagai
pelukis, produser musik, sutradara film, penulis skenario, dan penulis novel. Film pertamanya
yang berjudul Biola Tak Berdawai berhasil mendapatkan penghargaan The Naguib Mahfouz
Prize di Cairo International Film Festival 2003. Penghargaan bergengsi ini juga diberikan kepada
sang sutradara film pertama. Novel Gong Nyai Gandrung ditulis oleh Sekar Ayu Asmara, penulis
asal Indonesia. Novel ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada September 2020
E. NILAI
 Nilai Sosial
 Nilai Budya
 Nilai Moral

F. PANDANGAN PENGARANG
Novel dengan sampul yang cantik ini ternyata isinya tidak secantik yang dibayangkan. Ini bukan
cerita sejarah mengenai asal usul sebuah gong, melainkan kisah horor yang terjadi di sebuah
rumah yang berada di Magelang, novel ini sangat cocok untuk para anak muda yang sedang
mencari kisah horror untuk sekedar sebagai hiburan saja.

Anda mungkin juga menyukai