Anda di halaman 1dari 24

 PERANG DUNIA 1

 Perang Dunia I (PD1) adalah sebuah perang global terpusat di Eropa yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai
11 November 1918. Perang ini sering disebut Perang Dunia atau Perang Besar sejak terjadi sampai
dimulainya Perang Dunia II pada tahun 1939, dan Perang Dunia Pertama atau Perang Dunia I setelah itu. Perang ini
melibatkan semua kekuatan besar dunia,[5] yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan,
yaitu Sekutu (berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya, Prancis, dan Rusia) dan Blok Sentral (terpusat
pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia; namun saat Austria-Hongaria melakukan
serangan sementara persekutuan ini bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang). [6] Kedua aliansi ini melakukan
reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang. Lebih dari
70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah. [7]
[8]
 Lebih dari 9 juta prajurit gugur, terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu
senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas. Perang Dunia I adalah konflik paling
mematikan keenam dalam sejarah dunia, sehingga membuka jalan untuk berbagai perubahan politik seperti revolusi di
beberapa negara yang terlibat.[9]
 Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis kekuatan besar Eropa,
termasuk Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia, Imperium
Britania, Republik Prancis, dan Italia. Pembunuhan tanggal 28 Juni 1914 terhadap Adipati Agung Franz Ferdinand dari
Austria, pewaris takhta Austria-Hongaria, oleh seorang nasionalis Yugoslavia di Sarajevo, Bosnia dan
Herzegovina adalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung pada ultimatum Habsburg terhadap Kerajaan
Serbia.[10][11] Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya terguncang, sehingga dalam
hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat dalam perang; melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke
seluruh dunia.
 Pada tanggal 28 Juli, konflik ini dibuka dengan invasi ke Serbia oleh Austria-Hongaria,[12][13] diikuti invasi Jerman
ke Belgia, Luksemburg, dan Prancis; dan serangan Rusia ke Jerman. Setelah pawai Jerman di Paris tersendat, Front
Barat melakukan pertempuran atrisi statis dengan jalur parit yang mengubah sedikit suasana sampai tahun 1917.
Di Timur, angkatan darat Rusia berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Utsmaniyah, namun dipaksa mundur
dari Prusia Timur dan Polandia oleh angkatan darat Jerman. Front lainnya dibuka setelah Kesultanan Utsmaniyah ikut
serta dalam perang tahun 1914, Italia dan Bulgaria tahun 1915, dan Rumania tahun 1916. Kekaisaran Rusia runtuh
bulan Maret 1917, dan Rusia menarik diri dari perang setelah Revolusi Oktober pada akhir tahun itu. Setelah serangan
Jerman di sepanjang front barat tahun 1918, Sekutu memaksa pasukan Jerman mundur dalam serangkaian serangan
yang sukses dan pasukan Amerika Serikat mulai memasuki parit. Jerman, yang bermasalah dengan revolusi pada saat
itu, setuju melakukan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918 yang kelak dikenal sebagai Hari Gencatan
Senjata. Perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekutu.
 Peristiwa di front Britania sama rusuhnya seperti front depan, karena para pihak terlibat berusaha memobilisasi tenaga
manusia dan sumber daya ekonomi mereka untuk melakukan perang total. Pada akhir perang, empat kekuatan imperial
besar—Kekaisaran Jerman, Rusia, Austria-Hongaria, dan Utsmaniyah—bubar. Negara pengganti dua kekaisaran yang
disebutkan pertama tadi kehilangan banyak sekali wilayah, sementara dua terakhir bubar sepenuhnya. Eropa Tengah
terpecah menjadi beberapa negara kecil.[14] Liga Bangsa-Bangsa dibentuk dengan harapan mencegah konflik seperti ini
selanjutnya. Nasionalisme Eropa yang muncul akibat perang dan pembubaran kekaisaran, dampak kekalahan Jerman
dan masalah dengan Traktat Versailles diyakini menjadi faktor penyebab pecahnya Perang Dunia II.[15]

 Latar belakang

 Peta peserta Perang Dunia I: Blok Sekutu berwarna hijau, Blok Sentral berwarna oranye, dan negara netral berwarna abu-abu

 Pada abad ke-19, kekuatan-kekuatan besar Eropa berupaya keras mempertahankan


 Perang Dunia I (PD1) adalah sebuah perang global terpusat di Eropa yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai
11 November 1918. Perang ini sering disebut Perang Dunia atau Perang Besar sejak terjadi sampai
dimulainya Perang Dunia II pada tahun 1939, dan Perang Dunia Pertama atau Perang Dunia I setelah itu. Perang ini
melibatkan semua kekuatan besar dunia,[5] yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan,
yaitu Sekutu (berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya, Prancis, dan Rusia) dan Blok Sentral (terpusat
pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia; namun saat Austria-Hongaria melakukan
serangan sementara persekutuan ini bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang). [6] Kedua aliansi ini melakukan
reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang. Lebih dari
70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah. [7]
 Lebih dari 9 juta prajurit gugur, terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu
[8]

senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas. Perang Dunia I adalah konflik paling
mematikan keenam dalam sejarah dunia, sehingga membuka jalan untuk berbagai perubahan politik seperti revolusi di
beberapa negara yang terlibat.[9]
 Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis kekuatan besar Eropa,
termasuk Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia, Imperium
Britania, Republik Prancis, dan Italia. Pembunuhan tanggal 28 Juni 1914 terhadap Adipati Agung Franz Ferdinand dari
Austria, pewaris takhta Austria-Hongaria, oleh seorang nasionalis Yugoslavia di Sarajevo, Bosnia dan
Herzegovina adalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung pada ultimatum Habsburg terhadap Kerajaan
Serbia.[10][11] Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya terguncang, sehingga dalam
hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat dalam perang; melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke
seluruh dunia.
 Pada tanggal 28 Juli, konflik ini dibuka dengan invasi ke Serbia oleh Austria-Hongaria,[12][13] diikuti invasi Jerman
ke Belgia, Luksemburg, dan Prancis; dan serangan Rusia ke Jerman. Setelah pawai Jerman di Paris tersendat, Front
Barat melakukan pertempuran atrisi statis dengan jalur parit yang mengubah sedikit suasana sampai tahun 1917.
Di Timur, angkatan darat Rusia berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Utsmaniyah, namun dipaksa mundur
dari Prusia Timur dan Polandia oleh angkatan darat Jerman. Front lainnya dibuka setelah Kesultanan Utsmaniyah ikut
serta dalam perang tahun 1914, Italia dan Bulgaria tahun 1915, dan Rumania tahun 1916. Kekaisaran Rusia runtuh
bulan Maret 1917, dan Rusia menarik diri dari perang setelah Revolusi Oktober pada akhir tahun itu. Setelah serangan
Jerman di sepanjang front barat tahun 1918, Sekutu memaksa pasukan Jerman mundur dalam serangkaian serangan
yang sukses dan pasukan Amerika Serikat mulai memasuki parit. Jerman, yang bermasalah dengan revolusi pada saat
itu, setuju melakukan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918 yang kelak dikenal sebagai Hari Gencatan
Senjata. Perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekutu.
 Peristiwa di front Britania sama rusuhnya seperti front depan, karena para pihak terlibat berusaha memobilisasi tenaga
manusia dan sumber daya ekonomi mereka untuk melakukan perang total. Pada akhir perang, empat kekuatan imperial
besar—Kekaisaran Jerman, Rusia, Austria-Hongaria, dan Utsmaniyah—bubar. Negara pengganti dua kekaisaran yang
disebutkan pertama tadi kehilangan banyak sekali wilayah, sementara dua terakhir bubar sepenuhnya. Eropa Tengah
terpecah menjadi beberapa negara kecil.[14] Liga Bangsa-Bangsa dibentuk dengan harapan mencegah konflik seperti ini
selanjutnya. Nasionalisme Eropa yang muncul akibat perang dan pembubaran kekaisaran, dampak kekalahan Jerman
dan masalah dengan Traktat Versailles diyakini menjadi faktor penyebab pecahnya Perang Dunia II.[15]

Serangan pembuka
Kebingungan Blok Sentral
Strategi Blok Sentral mengalami miskomunikasi. Jerman telah berjanji mendukung invasi Austria-Hongaria ke Serbia, namun
penafsiran maksudnya berbeda. Rencana penempatan pasukan yang sebelumnya diuji telah diganti pada awal 1914, namun
penggantian tersebut tidak pernah diuji dalam latihan. Para pemimpin Austria-Hongaria yakin Jerman akan melindungi
perbatasan utaranya dari serbuan Rusia.[30] Meski begitu, Jerman mengharapkan Austria-Hongaria mengarahkan sebagian besar
tentaranya ke Rusia, sementara Jerman menangani Prancis. Kebingungan ini mendorong Angkatan Darat Austria-
Hongaria membagi pasukannya antara front Rusia dan Serbia.
Pada tanggal 9 September 1914, Septemberprogramm, sebuah rencana memungkinkan yang menyebutkan tujuan perang
tertentu Jerman dan persyaratan yang dipaksakan Jerman terhadap Blok Sekutu, dibuat oleh Kanselir Jerman Theobald von
Bethmann-Hollweg. Rencana ini tidak pernah dilaksanakan secara resmi.
Kampanye Afrika

Lettow menyerahkan pasukannya ke Britania di Abercorn

Sejumlah pertempuran pertama dalam perang melibatkan kekuatan kolonial Britania, Prancis, dan Jerman di Afrika. Tanggal 7
Agustus, tentara Prancis dan Britania menyerbu protektorat Togoland Jerman. Tanggal 10 Agustus, pasukan Jerman di Afrika
Barat Daya menyerang Afrika Selatan; pertempuran sporadis dan sengit berlanjut sampai akhir perang. Pasukan kolonial Jerman
di Afrika Timur Jerman, dipimpin Kolonel Paul Emil von Lettow-Vorbeck, melakukan kampanye peperangan gerilya selama
Perang Dunia I dan baru menyerah dua minggu setelah gencatan senjata diberlakukan di Eropa.[31]
Kampanye Serbia

Posisi artileri tentara Serbia pada Pertempuran Kolubara.

Austria menyerbu dan memerangi pasukan Serbia pada Pertempuran Cer dan Pertempuran Kolubara yang dimulai tanggal 12
Agustus. Sampai dua minggu berikutnya, serangan Austria dipatahkan dengan kerugian besar, yang menandakan kemenangan
besar pertama Sekutu dalam perang ini dan memupuskan harapan Austria-Hongaria akan kemenangan mulus. Akibatnya,
Austria harus menempatkan pasukan yang memadai di front Serbia, sehingga melemahkan upayanya membuka perang dengan
Rusia.[32] Kekalahan Serbia dalam invasi Austria-Hongaria tahun 1914 tergolong sebagai kemenangan terbalik besar dalam abad
terakhir.[33]
Pasukan Jerman di Belgia dan Prancis

Tentara Jerman di gerbong kereta menuju garis depan pada tahun 1914. Pesan di gerbong bertuliskan "Perjalanan ke Paris"; pada awal
perang, semua sisi berharap konflik ini cepat selesai.

Pada awal pecahnya Perang Dunia Pertama, angkatan darat Jerman (di sebelah barat terdiri dari tujuh pasukan lapangan)
melaksanakan versi modifikasi Rencana Schlieffen, yang dirancang untuk menyerang Prancis secara cepat melalui Belgia yang
netral sebelum berbelok ke selatan untuk mengepung pasukan Prancis di perbatasan Jerman. [10] Karena Prancis telah menyatakan
bahwa mereka akan "bertindak sebebasnya andai terjadi perang antara Jerman dan Rusia", Jerman memperkirakan kemungkinan
serangan di dua front. Jika terjadi hal seperti itu, Rencana Schlieffen menyatakan bahwa Jerman harus mencoba mengalahkan
Prancis secara cepat (seperti yang terjadi pada Perang Prancis-Prusia 1870-71). Rencana ini menyarankan bahwa untuk
mengulangi kemenangan cepat di barat, Jerman tidak usah menyerang melalui Alsace-Lorraine (yang memiliki perbatasan
langsung di sebelah barat sungai Rhine), tetapi mencoba memutuskan Paris secara cepat dari Selat Inggris (terputus dengan
Britania Raya). Kemudian pasukan Jerman dipindahkan ke timur untuk menyerbu Rusia. Rusia diyakini membutuhkan
persiapan lama sebelum bisa menjadi ancaman besar bagi Blok Sentral.
Jerman ingin bergerak bebas melintasi Belgia (dan Belanda juga, meski ditolak Kaiser Wilhelm II) untuk bertemu Prancis di
perbatasannya. Jawaban dari Belgia netral tentu saja "tidak". Jerman kemudian merasa perlu menyerbu Belgia, karena inilah
rencana satu-satunya yang ada andai terjadi perang dua front di Jerman. Prancis juga ingin menggerakkan tentara mereka
melintasi Belgia, tetapi Belgia menolak untuk menghindari pecahnya perang apapun di tanah Belgia. Pada akhirnya, setelah
serbuan Jerman, Belgia mencoba menggabungkan pasukan mereka dengan Prancis (namun sebagian besar pasukan Belgia
mundur ke Antwerpen tempat mereka dipaksa menyerah ketika semua harapan bantuan pupus).
Rencana ini meminta agar sisi kanan Jerman bergerak ke Paris, dan awalnya Jerman berhasil, terutama pada Pertempuran
Frontiers (14–24 Agustus). Pada 12 September, Prancis, dengan bantuan dari pasukan Britania, menghambat pergerakan Jerman
ke timur Paris pada Pertempuran Marne Pertama (5–12 September) dan mendorong pasukan Jerman 50 km ke belakang. Hari-
hari terakhir pertempuran ini menandakan akhir dari peperangan bergerak di barat.[10] Serangan Prancis ke Alsace Selatan,
dimulai tanggal 20 Agustus dengan Pertempuran Mulhouse, mengalami sedikit kesuksesan.
Di sebelah timur, hanya satu pasukan lapangan, yaitu pasukan ke-8, yang bergerak cepat melalui kereta api melintasi
Kekaisaran Jerman. Pasukan yang dulunya cadangan di barat ini dipimpin oleh Jenderal Paul von Hindenburg untuk
mempertahankan Prusia Timur, setelah berhasil melakukan serbuan awal ke Rusia dengan dua unit pasukan. Jerman
mengalahkan Rusia dalam serangkaian pertempuran yang secara kolektif disebut Pertempuran Tannenberg Pertama (17
Agustus – 2 September). Akan tetapi, invasi Rusia yang gagal lebih disebabkan oleh berhentinya serangan Jerman di barat dan
kekalahan taktis oleh Angkatan Darat Prancis di Marne. Pasukan Jerman semakin lelah dan pasukan cadangannya dipindahkan
untuk menangani invasi ke Rusia. Staf Jenderal Jerman di bawah Jenderal Helmuth von Moltke yang Muda juga telah
memperhitungkan bahwa pemanfaatan transportasi tentara cepat melalui kereta api tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan
di luar Kekaisaran Jerman. Blok Sentral gagal mendapatkan kemenangan cepat di Prancis dan terpaksa berperang di dua front.
Pasukan Jerman mengambil posisi defensif yang baik di dalam Prancis dan berhasil melumpuhkan mobilisasi 230.000 tentara
Prancis dan Britania secara permanen. Meski begitu, masalah komunikasi dan keputusan komando yang bisa dipertanyakan
menggagalkan impian kemenangan awal Jerman.[34]
Asia-Pasifik

Pria di Melbourne mengambil brosur perekrutan, 1914.

Selandia Baru menduduki Samoa Jerman (kemudian Samoa Barat) pada tanggal 30 Agustus 1914. Tanggal 11
September, Pasukan Ekspedisi Laut dan Militer Australia mendarat di pulau Neu Pommern (kemudian Britania Baru), yang
merupakan wilayah Nugini Jerman. Tanggal 28 Oktober, kapal jelajah SMS Emden menenggelamkan kapal jelajah Jerman
Zhemchug pada Pertempuran Penang. Jepang merebut koloni Mikronesia Jerman dan, setelah Pengepungan Tsingtao,
pelabuhan batu bara Jerman di Qingdao di semenanjung Shandong, Tiongkok. Dalam beberapa bulan, pasukan Sekutu telah
merebut semua teritori Jerman di Pasifik; hanya pos dagang terisolasi dan sedikit wilayah di Nugini yang bertahan. [35][36]

Front Barat
Awal peperangan parit (1914–1915)
Sir Winston Churchill bersama Royal Scots Fusiliers, 1916

Taktik militer sebelum Perang Dunia I gagal menyamai kemajuan teknologi. Kemajuan ini memungkinkan terciptanya sistem
pertahanan canggih yang tidak mampu disamai taktik militer lama sepanjang perang. Kawat berduri merupakan penghalang
efektif terhadap pergerakan infanteri massal. Artileri, jauh lebih mematikan daripada tahun 1870-an, ditambah senjata mesin,
menjadikan pergerakan di daratan terbuka sangat sulit dilakukan.[37] Jerman memperkenalkan gas beracun; teknik ini kelak
dipakai oleh kedua pihak, meski tidak pernah terbukti menentukan dalam memenangkan suatu pertempuran. Dampaknya sangat
sadis, menyebabkan kematian yang lama dan menyakitkan, dan gas beracun menjadi salah satu hal terburuk yang paling ditakuti
dan diingat dalam perang ini.[38] Komandan di kedua sisi gagal mengembangkan taktik mematahkan posisi parit dengan tanpa
kerugian besar. Sementara itu, teknologi mulai menciptakan senjata-senjata ofensif baru, seperti tank.[39]
Setelah Pertempuran Marne Pertama (5–12 September 1914), baik pasukan Entente dan Jerman mengawali serangkaian
manuver mengepung dalam peristiwa yang disebut "Perlombaan ke Laut". Britania dan Prancis kelak menyadari bahwa mereka
menghadapi pasukan parit Jerman dari Lorraine sampai pesisir Belgia.[10] Britania dan Prancis berupaya melakukan serangan,
sementara Jerman mempertahankan teritori yang diduduki. Akibatnya, parit-parit Jerman lebih kukuh ketimbang milik
musuhnya, parit Inggris-Prancis hanya bersifat "sementara" sebelum pasukan mereka mematahkan pertahanan Jerman. [40]

Di dalam parit: Pasukan Bedil Kerajaan Irlandia di parit komunikasi pada hari pertama di Somme, 1 Juli 1916.

Kedua sisi mencoba memecah kebuntuan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tanggal 22 April 1915
pada Pertempuran Ypres Kedua, Jerman (melanggar Konvensi Den Haag) memakai gas klorin untuk pertama kalinya di Front
Barat. Tentara Aljazair mundur ketika digas sehingga terbentuk celah sepanjang enam kilometer (empat mil) terbuka di lini
Sekutu yang segera dimanfaatkan Jerman, mengadakan Pertempuran Kitchener's Wood, sebelum ditutup oleh tentara Kanada.
[41]
 Tank pertama dipakai dalam pertempuran oleh Britania pada Pertempuran Flers-Courcelette (bagian dari serangan Somme
yang lebih besar) pada tanggal 15 September 1916 dengan sedikit keberhasilan; Prancis memperkenalkan meriam putar Renault
FT pada akhir 1917; Jerman memanfaatkan tank-tank Sekutu yang ditangkap dan sejumlah kecil tank mereka sendiri.
Kelanjutan peperangan parit (1916–1917)
Kedua sisi tidak mampu memberi pukulan menentukan selama dua tahun berikutnya. Sekitar 1,1 sampai 1,2 juta tentara
pasukan Britania dan jajahannya berada di Front Barat pada satu waktu. [42] Seribu batalion, menempati sektor lini dari Laut
Utara sampai Sungai Orne, melakukan sistem rotasi empat tahap selama satu bulan, kecuali sebuah serangan sedang terjadi.
Front ini memiliki parit sepanjang 9.600 kilometer (5.965 mi). Setiap batalion menduduki sektornya selama seminggu sebelum
kembali ke lini pendukung dan terus ke lini cadangan sebelum seminggu di luar lini, biasanya di
wilayah Poperinge atau Amiens.
Tentara Kanada bergerak di belakang tank Mark II Britania pada Pertempuran Vimy Ridge.

Seorang tentara Prancis menyerang posisi Jerman, Champagne, Prancis, 1917.

Perwira dan tamtama senior dari Kontingen Bermuda Artileri Milisi Bermuda, Artileri Garnisun Kerajaan, di Eropa.

Sepanjang 1915–17, Imperium Britania dan Prancis mengalami lebih banyak korban daripada Jerman, karena sikap strategi dan
taktik yang dipilih oleh sisinya. Secara strategis, saat Jerman hanya melakukan satu serangan tunggal di Verdun, Sekutu
melakukan banyak upaya untuk mematahkan lini Jerman.

Armada Besar Britania Raya berlayar ke Scapa Flow, 1914

Pada tanggal 1 Juli 1916, Angkatan Darat Britania Raya mengalami hari paling mematikan dalam sejarahnya, dengan korban
57.470 jiwa, termasuk 19.240 gugur, pada hari pertama Pertempuran Somme. Kebanyakan korban jatuh pada satu jam pertama
serangan. Seluruh serangan Somme melibatkan setengah juta prajurit Angkatan Darat Britania. [43]

Skadron kapal perang Hochseeflotte di laut

Serangan Jerman yang terus-menerus di Verdun sepanjang 1916, ditambah Somme (Juli dan Agustus 1916), membawa pasukan
Prancis yang lelah di ambang perpecahan. Upaya sia-sia dalam serangan frontal memakan banyak korban bagi Britania
dan poilu Prancis dan mendorong terjadinya mutini besar-besaran tahun 1917, setelah Serangan Nivelle (April dan Mei 1917)
yang gagal
Secara taktis, doktrin komandan Jerman Erich Ludendorff berupa "pertahanan elastis" cocok dipakai untuk peperangan parit.
Pertahanan ini terdiri dari posisi depan yang minim pertahanan dan posisi utama jauh di belakang jangkauan artileri yang lebih
kuat, yang dari situlah serangan balasan cepat dan kuat bisa dilancarkan.
Ludendorff menulis tentang pertempuran tahun 1917,
25 Agustus mengakhiri fase kedua pertempuran Flandria. Peristiwa ini memakan banyak korban dari pihak kami ... Pertempuran
Agustus mematikan di Flandria dan Verdun membawa tekanan berat bagi tentara Barat. Meski di bawah perlindungan beton,
semua tampak kurang kuat menghadapi artileri musuh yang luar biasa. Pada beberapa saat, mereka tidak lagi memiliki
ketegasan yang saya, bersama para komandan setempat, harapkan. Musuh berupaya mengadaptasikan diri mereka dengan
metode kami dalam melakukan serangan balasan ... Saya sendiri mengalami tekanan luar biasa. Suasana di Barat tampak
mencegah dilakukannya rencana-rencana kami di manapun. Jumlah korban begitu banyak sehingga kami tidak sempat
menguburkan mereka secara layak, dan melebihi semua harapan kami.[48]
Pada pertempuran Menin Road Ridge, Ludendorff menulis,
Serangan besar lain dilancarkan terhadap lini kami pada tanggal 20 September ... Serangan musuh terhadap pasukan ke-20
berhasil, yang membuktikan superioritas serangan terhadap pertahanan. Kekuatan mereka tidak melibatkan tank; kami melihat
mereka begitu tidak nyaman, tetapi terus mengerahkan semuanya. Kekuatan serangan terletak di artileri, dan faktanya artileri
kami tidak mampu memberi dampak yang cukup untuk memecah infanteri saat mereka terus bersatu pada saat itu juga. [49]
Pada Pertempuran Arras 1917, satu-satunya keberhasilan besar militer Britania adalah penaklukan Vimy Ridge oleh Korps
Kanada di bawah pimpinan Sir Arthur Currie dan Julian Byng. Tentara yang menyerang, untuk pertama kalinya, mampu
mengalahkan, bersatu dengan cepat, dan mempertahankan pegunungan yang membatasi dataran Douai yang kaya akan
kandungan batu bara.[50][51]

Perang laut
Artikel utama: Peperangan laut dalam Perang Dunia I

Pada awal perang, Kekaisaran Jerman memiliki kapal jelajah yang tersebar di seluruh dunia, beberapa di antaranya dipakai
untuk menyerang kapal dagang Sekutu. Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya secara sistematis memburu mereka, meski
menanggung malu akibat ketidakmampuannya melindungi kapal Sekutu. Misalnya, kapal jelajah ringan Jerman SMS Emden,
bagian dari skadron Asia Timur yang berpusat di Tsingtao, menangkap atau menghancurkan 15 kapal dagang, serta
menenggelamkan sebuah kapal jelajah Rusia dan kapal penghancur Prancis. Namun sebagian besar Skadron Asia Timur Jerman
—terdiri dari kapal jelajah lapis baja Scharnhorst dan Gneisenau, kapal jelajah ringan Nürnberg dan Leipzig dan dua kapal
angkut—tidak diberi perintah mencegat jalur perkapalan dan malah diperintahkan kembali ke Jerman ketika bertemu kapal
perang Britania. Armada Jerman dan Dresden menenggelamkan dua kapal jelajah lapis baja pada Pertempuran Coronel, namun
hampir hancur pada Pertempuran Kepulauan Falkland bulan Desember 1914, dengan Dresden dan beberapa kapal pembantu
berhasil kabur, tetapi pada Pertempuran Más a Tierra kapal-kapal tadi akhirnya hancur atau ditangkap.
Sesaat setelah pecahnya pertempuran, Britania memulai blokade laut Jerman. Strategi ini terbukti efektif, memutuskan suplai
militer dan sipil, meski blokade ini melanggar hukum internasional yang diatur oleh beberapa perjanjian internasional selama
dua abad terakhir.[53] Britania membuang ranjau di perairan internasional untuk mencegah kapal apapun memasuki seluruh
wilayah samudra, sehingga membahayakan kapal yang netral sekalipun.[54] Karena ada sedikit tanggapan terhadap taktik ni,
Jerman mengharapkan taktik yang sama terhadap peperangan kapal selamnya yang tidak terhambat. [55]
Pertempuran Jutland (Jerman: Skagerrakschlacht, atau "Pertempuran Skagerrak") 1916 berubah menjadi pertempuran laut
terbesar dalam perang ini, satu-satunya pertempuran kapal perang berskala besar dalam Perang Dunia I, dan salah satu yang
terbesar dalam sejarah. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 1916 di Laut Utara lepas pantai Jutland. Armada
Laut Lepas Kaiserliche Marine, dipimpin Wakil Laksamana Reinhard Scheer, berperang melawan Armada Besar Angkatan
Laut Kerajaan, dipimpin Laksamana Sir John Jellicoe. Pertempuran ini buntu, karena Jerman, yang kalah jumlah dengan armada
Britania, berhasil kabur dan mengakibatkan kerusakan lebih banyak bagi armada Britania daripada yang mereka terima. Secara
strategis, Britania menguasai lautan, dan sebagian besar armada permukaan Jerman masih tertahan di pelabuhan selama perang
berlangsung.[56]
Kapal-U Jerman berusaha memotong jalur suplai antara Amerika Utara dan Britania.[57] Sifat peperangan kapal selam berarti
bahwa serangan bisa datang tanpa peringatan, sehingga memberi kemungkinan selamat yang kecil bagi awak kapal dagang. [57]
[58]
 Amerika Serikat mengeluarkan protes, dan Jerman mengganti aturan pertempuran. Setelah penenggelaman kapal
penumpang RMS Lusitania tahun 1915, Jerman berjanji tidak lagi menyerang kapal penumpang, sementara Britania
mempersenjatai kapal-kapal dagangnya dan menempatkan mereka di luar perlindungan "aturan kapal jelajah" yang meminta
peringatan dan penempatan awak di "tempat aman" (standar yang tidak dimiliki sekoci). [59] Akhirnya, pada awal 1917, Jerman
menerapkan kebijakan peperangan kapal selam tak terbatas, menyadari bahwa Amerika Serikat akan ikut berperang.[57][60] Jerman
berupaya menghambat jalur laut Sekutu sebelum Amerika Serikat dapat memindahkan pasukan dalam jumlah besar ke luar
negeri, tetapi hanya mampu mengerahkan lima kapal-U jarak jauh dengan dampak yang sedikit. [57]

U-155 dipamerkan dekat Tower Bridge di London setelah Perang Dunia Pertama.

Ancaman kapal-U berkurang pada tahun 1917, ketika kapal-kapal dagang mulai berlayar dalam bentuk konvoi dan
dikawal kapal penghancur. Taktik ini terbukti sulit bagi kapal-U untuk mencari target, sehingga mengurangi kerugian;
setelah hidropon dan ranjau bawah air diperkenalkan, kapal penghancur pengawal bisa menyerang kapal selam dengan
kemungkinan berhasil. Konvoi memperlambat aliran suplai, karena kapal harus menunggu saat konvoi dibentuk. Solusi
terhadap penundaan ini adalah program pembangunan kapal angkut baru secara besar-besaran. Kapal tentara terlalu cepat untuk
dikejar kapal selam dan tidak berlayar di Atlantik Utara dalam konvoi.[61] Kapal-U telah menenggelamkan lebih dari 5.000 kapal
Sekutu dengan kerugian sebanyak 199 kapal selam.[62]
Perang Dunia I juga menjadi peristiwa ketika kapal angkut pesawat pertama kali dipakai dalam pertempuran,
dengan HMS Furious meluncurkan pesawat Sopwith Camels dalam serangan sukses terhadap
hanggar Zeppelin di Tondern pada bulan Juli 1918, serta blimp untuk patroli antikapal selam.[63]

Palagan Selatan
Perang di Balkan

Tentara Austria-Hongaria mengeksekusi tawanan perang Serbia. Serbia kehilangan 850.000 orang sepanjang perang, seperempat dari
populasinya sebelum perang.[64]

Menghadapi Rusia, Austria-Hongaria hanya mampu menyisihkan sepertiga pasukannya untuk menyerang Serbia. Setelah
mengalami kerugian besar, Austria sementara berhasil menduduki ibu kota Serbia, Belgrade. Serangan balasan Serbia
pada pertempuran Kolubara berhasil mengusir mereka dari negara ini pada akhir 1914. Selama sepuluh bulan pertama 1915,
Austria-Hongaria memanfaatkan sebagian besar cadangan militernya untuk berperang dengan Italia. Akan tetapi, diplomat
Jermen dan Austria-Hongaria mengusulkan kudeta dengan membujuk Bulgaria agar ikut menyerang Serbia. Provinsi Slovenia,
Kroasia, dan Bosnia menyediakan bala tentara untuk Austria-Hongaria, menyerbu Serbia sekaligus menghadapi Rusia dan
Italia. Montenegro berpihak pada Serbia.
Serbia dikuasai dalam kurun satu bulan lebih sedikit, setelah Blok Sentral, sekarang mencakup Bulgaria, mengirimkan 600.000
tentara. Pasukan Serbia, berperang di dua front dan menghadapi kekalahan telak, mundur ke Albania utara (yang sudah mereka
duduki sejak awal perang[diragukan – diskusikan]). Serbia kalah pada Pertempuran Kosovo. Montenegro melindungi mundurnya Serbia ke
pantai Adriatik pada Pertempuran Mojkovac tanggal 6–7 Januari 1916, namun Austria pada akhirnya menduduki Montenegro.
70.000 tentara Serbia tersisa dievakuasi dengan kapal ke Yunani.[66]
Pada akhir 1915, satu pasukan Prancis-Britania mendarat di Salonika, Yunani, untuk memberi bantuan dan menekan pemerintah
setempat untuk menyatakan perang terhadap Blok Sentral. Sayang sekali bagi Sekutu, Raja Constantine I yang pro-Jerman
membubarkan pemerintahan Eleftherios Venizelos yang pro-Sekutu, sebelum pasukan ekspedisi Sekutu tiba.[67] Pertentangan
antara raja Yunani dan Sekutu terus memuncak dengan terjadinya Skisma Nasional, yang efektif membelah Yunani menjadi
wilayah yang setia pada raja dan pemerintahan sementara Venizelos di Salonika. Setelah negosiasi diplomatik intensif dan
konfrontasi bersenjata di Athena antara pasukan Sekutu dan royalis (insiden Noemvriana), raja Yunani mundur dan putra
keduanya, Alexander, menggantikannya. Venizelos pulang ke Athena tanggal 29 Mei 1917 dan Yunani, setelah bersatu, secara
resmi bergabung di pihak Sekutu. Seluruh pasukan Yunani dimobilisasi dan mulai berpartisipasi dalam operasi militer
melawan Blok Sentral di front Makedonia.

Tentara Bulgaria di dalam parit, bersiap menembak pesawat yang datang

Setelah penaklukan, Serbia dibagi antara Austria-Hongaria dan Bulgaria. Pada tahun 1917, Serbia melancarkan Pemberontakan
Toplica dan sempat membebaskan wilayah antara pegunungan Kopaonik dan sungai Morava Selatan. Pemberontakan ini
dipadamkan oleh pasukan gabungan Bulgaria dan Austria pada akhir Maret 1917.
Front Makedonia pada awalnya cenderung statis. Pasukan Prancis dan Serbia menduduki kembali sedikit wilayah Makedonia
dengan menaklukkan Bitola tanggal 19 November 1916 sebagai hasil dari Serangan Monastir yang membawa kestabilan di
front ini.
Tentara Serbia dan Prancis akhirnya membuat terobosan, setelah sebagian besar tentara Jerman dan Austria-Hongaria ditarik.
Terobosan ini penting dalam mengalahkan Bulgaria dan Austria-Hongaria, yang berujung pada kemenangan akhir PDI.
Bulgaria mengalami kekalahan satu-satunya dalam perang pada Pertempuran Dobro Pole, namun beberapa hari kemudian
mereka berhasil mengalahkan pasukan Britania dan Yunani pada Pertempuran Doiran demi menghindari pendudukan. Setelah
Serbia menerobos perbatasan Bulgaria, Bulgaria menyerah pada tanggal 29 September 1918. [68] Hindenburg dan Ludendorff
menyimpulkan bahwa keseimbangan strategi dan operasi sekarang telah beralih melawan Blok Sentral dan sehari setelah
kejatuhan Bulgaria, pada pertemuan pejabat-pejabat pemerintahan, mereka mengupayakan penyelesaian secara damai secepat
mungkin.[69]
Hilangnya front Makedonia menandakan bahwa jalan ke Budapest dan Wina terbuka untuk 670.000 tentara pimpinan
Jenderal Franchet d'Esperey setelah menyerahnya Bulgaria memberi Blok Sentral kerugian sebanyak 278 batalion infanteri dan
1.500 senjata (sama besar dengan 25 sampai 30 divisi Jerman) yang sebelumnya mempertahankan perbatasan. [70] Komando
tinggi Jerman merespon dengan mengirimkan tujuh infanteri dan satu divisi kavaleri saja, tetapi pasukan ini terlalu jauh dari
front dan sudah terlambat.[70]
Kesultanan Utsmaniyah
Kesultanan Utsmaniyah bergabung dengan Blok Sentral pada perang ini, Aliansi Utsmaniyah-Jerman yang rahasia telah
ditandatangani pada bulan Agustus 1914.[71] Aliansi ini mengancam teritori Kaukasus Rusia dan komunikasi Britania dengan
India melalui Terusan Suez. Britania dan Prancis membuka front seberang laut melalui Kampanye Gallipoli (1915)
dan Mesopotamia. Di Gallipoli, Kesultanan Utsmaniyah berhasil mengusir Britania, Prancis, dan Korps Angkatan Darat
Australia dan Selandia Baru (ANZAC). Di Mesopotamia, sebaliknya, setelah Pengepungan Kut (1915–16) yang
menghancurkan, pasukan Imperium Britania melakukan reorganisasi dan menduduki Baghdad pada bulan Maret 1917.
Sebuah baterai artileri Britania di Gunung Scopus pada Pertempuran Yerusalem.

Artikel utama: Kampanye Sinai dan Palestina


Jauh ke barat, Terusan Suez berhasil dipertahankan dari serangan Utsmaniyah tahun 1915 dan 1916; pada bulan Agustus,
pasukan gabungan Jerman dan Utsmaniyah dikalahkan pada Pertempuran Romani oleh Pasukan Berkuda Anzac dan Divisi
Infanteri (Dataran rendah) ke-52. Setelah kemenangan ini, Pasukan Ekspedisi Mesir Imperium Britania maju
melintasi Semenanjung Sinai, mendorong pasukan Utsmaniyah pada Pertempuran Magdhaba bulan Desember dan Pertempuran
Rafa di perbatasan antara Sinai Mesir dan Palestina Utsmaniyah bulan Januari 1917.

Parit hutan Rusia pada Pertempuran Sarikamish

Angkatan darat Rusia sedang jaya-jayanya di Kaukasus. Enver Pasha, komandan tertinggi angkatan bersenjata Utsmaniyah,
sangat ambisius dan bermimpi menguasai kembali Asia Tengah dan wilayah-wilayah yang diduduki Rusia sebelumnya. Akan
tetapi, ia bukan komandan yang cerdas.[72] Ia melancarkan serangan terhadap Rusia di Kaukasus bulan Desember 1914 dengan
100.000 tentara; akibat memaksakan serangan frontal di kawasan pegunungan Rusia saat musim dingin, ia kehilangan 86%
pasukannya pada Pertempuran Sarikamish.[73]
Jenderal Yudenich, komandan Rusia pada 1915 sampai 1916, mengusir Turki keluar dari sebagian besar Kaukasus selatan
dengan serangkaian kemenangan.[73] Bulan 1917, Adipati Agung Nicholas dari Rusia mengambil alih komando atas front
Kaukasus. Nicholas berencana membangun rel kereta dari Georgia Rusia ke teritori taklukan, sehingga suplai segar bisa
dikirimkan ke serangan baru tahun 1917. Sayangnya, pada bulan Maret 1917 (Februari dalam kalender Rusia pra-revolusi), Tsar
dijatuhkan dalam Revolusi Februari dan Angkatan Darat Kaukasus Rusia mulai terpecah.
Dimulai oleh biro Arab dari Departemen Luar Negeri Britania Raya, Pemberontakan Arab dimulai dengan bantuan Britania
bulan Juni 1916 pada Pertempuran Makkah, dipimpin Sherif Hussein dari Makkah dan berakhir dengan penyerahan Damaskus
oleh Utsmaniyah. Fakhri Pasha, komandan Utsmaniyah di Madinah, bertahan selama lebih dari 2,5 tahun selama Pengepungan
Madinah.[74]
Di sepanjang perbatasan Libya Italia dan Mesir Britania, suku Senussi, didorong dan dipersenjatai Turki, melakukan perang
gerilya kecil terhadap tentara Sekutu. Britania terpaksa mengerahkan 12.000 tentaranya untuk menghadapi mereka
dalam Kampanye Senussi. Pemberontakan mereka dipatahkan pada pertengahan 1916.[75]
Partisipasi Italia
Korps pegunungan Austria-Hongaria di Tirol

Italia telah bersekutu dengan Kekaisaran Jerman dan Austria-Hongaria sejak 1882 sebagai bagian dari Aliansi Tiga. Akan
tetapi, bangsa ini memiliki klaim tersendiri atas teritori Austria di Trentino, Istria, dan Dalmatia. Roma memiliki pakta rahasia
dengan Prancis tahun 1902, sehingga efektif meniadakan aliansi ini.[76] Pada awal perang, Italia menolak mengirimkan tentara
dengan alasan bahwa Aliansi Tiga bersifat defensif dan Austria-Hongaria adalah agresor. Pemerintah Austria-Hongaria mulai
bernegosiasi untuk mengamankan kenetralan Italia dengan memberi imbalan koloni Prancis di Tunisia. Sekutu memberi
tawaran balasan bahwa Italia bisa memperoleh Tirol Selatan, Padang Julian dan teritori pesisir Dalmatia setelah kekalahan
Austria-Hongaria. Tawaran ini diresmikan oleh Perjanjian London. Terdorong oleh invasi Sekutu ke Turki bulan April 1915,
Italia bergabung dengan Entente Tiga dan menyatakan perang terhadap Austria-Hongaria pada tanggal 23 MEi. Lima belas
bulan kemudian, Italia menyatakan perang terhadap Jerman.
Secara militer, Italia memiliki superioritas jumlah. Keuntungan ini akhirnya hilang, bukan hanya karena medan peperangan
yang sulit, tetapi juga karena strategi dan taktik yang dipakai. Marsekal Lapangan Luigi Cadorna, seorang pendukung keras
serangan frontal, ingin sekali maju hingga plato Slovenia, menduduki Ljubljana dan mengancam Wina. Rencana Cadorna tidak
mencakup sulitnya medan Alpen yang bergunung-gunung, atau perubahan teknologi yang menciptakan peperangan parit,
sehingga memunculkan serangkaian serangan mematikan dan buntu.
Di front Trentino, Austria-Hongaria memanfaatkan daerah pegunungan yang menguntungkan pasukan Italia. Setelah
kemunduran strategis pertama, front ini masih belum berubah drastis, sementara Kaiserschützen dan Standschützen Austria
menghadapi Alpini Italia dalam pertempuran alot sepanjang musim panas. Austria-Hongaria menyerang balik di Altopiano
Asiago, menghadap Verona dan Padua, pada musim semi 1916 (Strafexpedition), namun hanya membuat sedikit kemajuan.
Berawal pada tahun 1915, Italia di bawah pimpinan Cadorna mengadakan sebelas serangan di front Isonzo di sepanjang Sungai
Isonzo, timur laut Trieste. Kesebelas serangan tersebut digagalkan oleh Austria-Hongaria, yang menguasai dataran yang lebih
tinggi. Pada musim panas 1916, Italia menduduki kota Gorizia. Setelah kemenangan kecil ini, front tetap statis selama setahun
meski Italia melakukan beberapa serangan. Pada musim gugur 1917, berkat situasi yang membaik di front Timur, tentara
Austria-Hongaria menerima banyak sekali bantuan, termasuk Stormtrooper dan pasukan elit Alpenkorps Jerman.
Gambaran Pertempuran Doberdò, terjadi bulan Agustus 1916 antara pasukan Italia dan Austria-Hongaria.

Blok Sentral melancarkan serangan menghancurkan pada tanggal 26 Oktober 1917 yang dipimpin oleh Jerman. Mereka menang
di Caporetto. Angkatan Darat Italia dialihkan dan mundur sejauh lebih dari 100 kilometer (62 mi) untuk reorganisasi, sehingga
menstabilkan front di Sungai Piave. Karena pada Pertempuran Caporetto AD Italia mengalami kerugian besar, pemerintah Italia
mengadakan wajib militer yang disebut '99 Laki-Laki (Ragazzi del '99): yaitu semua pria berusia 18 tahun. Pada tahun 1918,
Austria-Hongaria gagal menerobos pertahanan Italia dalam serangkaian pertempuran di Sungai Piave, dan akhirnya dikalahkan
pada Pertempuran Vittorio Veneto bulan Oktober tahun itu. Tanggal 5–6 November 1918, pasukan Italia dilaporkan telah
mencapai Lissa, Lagosta, Sebenico, dan permukiman lain di pesisir Dalmatia.[77] Pada akhir perang bulan November 1918,
militer Italia memegang kendali atas seluruh Dalmatia yang telah dijanjikan kepada Italia oleh Pakta London. [78] Tahun 1918,
Laksamana Enrico Millo menyatakan dirinya sebagai Gubernur Dalmatia Italia.[78] Austria-Hongaria menyerah pada awal
November 1918.[79][80]
Partisipasi Rumania

Marsekal Joffre menginspeksi tentara Rumania

Rumania telah bersekutu dengan Blok Sentral sejak 1882. Ketika perang dimulai, negara ini malah menyatakan netral dengan
alasan karena Austria-Hongaria sendirian menyatakan perang terhadap Serbia, Rumania tidak wajib ikut serta dalam perang.
Ketika Blok Entente menjanjikan Rumania teritori besar di Hongaria timur (Transylvania dan Banat) yang memiliki populasi
Rumania besar dengan imbalan Rumania menyatakan perang terhadap Blok Sentral, pemerintah Rumania menyatakan tidak lagi
netral. Pada tanggal 27 Agustus 1916, Angkatan Darat Rumania melancarkan serangan terhadap Austria-Hongaria dengan
sedikit bantuan dari Rusia. Serangan Rumania awalnya sukses, memukul tentara Austria-Hongaria di Transylvania, namun
serangan balasan oleh pasukan Blok Sentral memukul kembali pasukan Rusia-Rumania. Sebagai akibat dari Pertempuran
Bukares, Blok Sentral menduduki Bukares tanggal 6 Desember 1916. Peperangan di Moldova terus berlanjut tahun 1917 dan
berakhir dengan kebuntuan yang merugikan bagi Blok Sentral.[81][82] Rusia menarik diri dari perang pada akhir 1917
akibat Revolusi Oktober yang berarti Rumania terpaksa menandatangani gencatan senjata dengan Blok Sentral pada tanggal 9
Desember 1917.
Bulan Januari 1918, pasukan Rumania menguasai Bessarabia setelah AD Rusia meninggalkan provinsi tersebut. Melalui
perjanjian yang ditandatangani pemerintah Rumania dan Rusia Bolshevik pasca pertemuan tanggal 5–9 Maret 1918 tentang
penarikan pasukan Rumania dari Bessarabia dalam kurun dua bulan, pada tanggal 27 Maret 1918 Rumania memasukkan
Bessarabia ke dalam teritorinya, secara formal berdasarkan pada resolusi yang disahkan majelis teritori setempat tentang
penyatuan dengan Rumania.
Rumania secara resmi berdamai dengan Blok Sentral dengan menandatangani Perjanjian Bukares tanggal 7 Mei 1918. Rumania
wajib mengakhiri perang dengan Blok Sentral dan membuat sedikit konsensi teritori ke Austria-Hongaria, memberikan kendali
atas sejumlah celah di Pegunungan Carpathia, dan memberi konsesi minyak ke Jerman. Sebagai imbalannya, Blok Sentral
mengakui kedaulatan Rumania atas Bessarabia. Perjanjian ini dihapus bulan Oktober 1918 oleh pemerintahan Alexandru
Marghiloman, dan Rumania kembali masuk kancah perang pada tanggal 10 November 1918. Keesokan harinya, Perjanjian
Bukares dinulifikasi sesuai ketentuan Gencatan Senjata Compiègne.[83][84] Total korban Rumania sejak 1914 sampai 1918, militer
dan sipil di perbatasan lama diperkirakan mencapai 784.000 jiwa.[85]
Peran India
Berbeda dengan kekhawatiran Britania akan terjadinya pemberontakan di India, pecahnya Perang Dunia I malah memunculkan
loyalitas dan niat baik terhadap Britania Raya.[86][87] Para pemimpin politik India dari Kongres Nasional India dan kelompok-
kelompok lain mau mendukung upaya perang Britania karena yakin bahwa dukungan kuat untuk perang akan mendorong
disetujuinya Pemerintahan Bebas India. Angkatan Darat India mengalahkan jumlah Angkatan Darat Britania pada awal perang;
sekitar 1,3 juta tentara dan pekerja India tersebar di Eropa, Afrika, dan Timur Tengah, sementara pemerintah pusat dan wilayah
kerajaan mengirimkan suplai makanan, uang, dan amunisi dalam jumlah besar. Secara keseluruhan, 140.000 tentara
ditempatkan di Front Barat dan hampir 700.000 tentara di Timur Tengah. Total korban dari tentara India sepanjang Perang
Dunia I berjumlah 47.746 gugur dan 65.126 terluka.[88] Penderitaan akibat perang serta kegagalan pemerintah Britania untuk
memberikan pemerintahan bebas kepada India setelah perang berakhir memunculkan disilusi dan mendorong kampanye
kemerdekaan penuh yang kelak dipimpin oleh Mohandas Karamchand Gandhi dan teman-temannya.

Tentara Rusia menunggu serangan Jerman

Front Timur
Tindakan awal
Saat Front Barat mencapai kebuntuan, perang terus berlanjut di Eropa Timur. Rencana awal Rusia adalah melakukan invasi
bersamaan terhadap Galisia Austria dan Prusia Timur Jerman. Meski serbuan awal Rusia ke Galisia sukses besar, Rusia dipukul
mundur dari Prusia Timur oleh Hindenburg dan Ludendorff di Tannenberg dan Danau Masurian bulan Agustus dan September
1914.[89][90] Basis industri Rusia yang kurang maju dan kepemimpinan militernya yang tidak efektif juga memainkan peran dalam
peristiwa selanjutnya. Pada musim semi 1915, Rusia mundur ke Galisia, dan pada bulan Mei, Blok Sentral melakukan terobosan
luar biasa di front selatan Polandia.[91] Pada tanggal 5 Agustus, mereka menduduki Warsawa dan mengusir Rusia dari Polandia.
Revolusi Rusia

Vladimir Illyich Lenin


Meski berhasil pada Serangan Brusilov bulan Juni 1916 di timur Galisia,[92] ketidakpuasan atas operasi perang pemerintah Rusia
muncul. Kesuksesan serangan ini dirusak oleh keengganan jenderal-jenderal lain untuk mengirimkan pasukan mereka untuk
mendukung kemenangan ini. Pasukan Sekutu dan Rusia sementara terbangkitkan oleh masuknya Rumania ke Perang Dunia
pada tanggal 27 Agustus. Pasukan Jerman datag membantu Austria-Hongaria di Transylvania, dan Bukares jatuh ke Blok
Sentral pada tanggal 6 Desember. Sementara itu, kerusuhan terjadi di Rusia saat Tsar masih berada di garis depan.
Pemerintahan Permaisuri Alexandra yang semakin tidak kompeten mendorong protes dan berujung pada pembunuhan tokoh
favoritnya, Rasputin, pada akhir 1916.
Bulan Maret 1917, demonstrasi di Petrograd memuncak dengan pengunduran diri Tsar Nicholas II dan penyusunan Pemerintah
Darurat lemah yang berbagi kekuasaan dengan sosialis Petrograd Soviet. Pembentukan ini menciptakan kebingungan dan
kekacauan baik di garis depan dan dalam negeri. Angkatan darat pun semakin tidak efektif. [91]

Tokoh yang menandatangani Perjanjian Brest-Litovsk (9 Februari 1918): 1. Count Ottokar von Czernin, 2. Richard von Kühlmann, dan
3. Vasil Radoslavov

Ketidakpuasan dan kelemahan Pemerintah Darurat membuat Partai Bolshevik pimpinan Vladimir Lenin semakin populer, yang
meminta penghentian perang secepat mungkin. Pemberontakan bersenjata Bolshevik bulan November yang sukses diikuti
dengan gencatan senjata dan negosiasi dengan Jerman pada bulan Desember. Awalnya, Bolshevik menolak permintaan Jerman,
namun ketika tentara Jerman mulai bergerak melintasi Ukraina tanpa perlawanan, pemerintahan baru ini membuat Perjanjian
Brest-Litovsk tanggal 3 Maret 1918. Perjanjian ini menyerahkan banyak sekali teritori, termasuk Finlandia, provinsi-provinsi
Baltik, sebagian Polandia dan Ukraina ke Blok Sentral.[93] Meski Jerman tampak sukses besar, sumber daya manusia yang
dibutuhkan Jerman untuk menduduki bekas teritori Rusia mungkin turut berkontribusi pada kegagalan Serangan Musim Semi
dan mengamankan sedikit bahan pangan atau material lainnya.
Melalui adopsi Perjanjian Brest-Litovsk, Entente tidak lagi berdiri. Pasukan Sekutu memimpin invasi kecil ke Rusia, pertama
untuk menghentikan Jerman mengeksploitasi sumber daya alam Rusia, dan kedua untuk mendukung "Kaum Putih" (lawan dari
"Kaum Merah") pada Perang Saudara Rusia. Tentara Sekutu mendarat di Arkhangelsk dan Vladivostok.

Rencana Blok Sentral untuk negosiasi damai

Dalam perjalanan menuju Verdun. "They shall not pass" adalah frasa yang sering dikaitkan dengan pertahanan Verdun.

Pada bulan Desember 1916, setelah sepuluh bulan mematikan pada Pertempuran Verdun dan serangan sukses terhadap
Rumania, Jerman berupaya menegosiasikan perdamaian dengan Sekutu. Presiden A.S. Woodrow Wilson segera berusaha
mengintervensi selaku pencinta damai dan meminta kedua pihak diberi catatan untuk menyatakan permintaan mereka. Kabinet
Perang Lloyd George menganggap tawaran Jerman sebagai jebakan untuk menciptakan perpecahan di kalangan Sekutu. Setelah
kemarahan awal dan banyak pertimbangan, mereka menganggap catatan Wilson sebagai upaya terpisah yang menandakan
bahwa A.S. berada di ambang pintu perang melawan Jerman pasca-"kekejaman kapal selam". Saat Sekutu mendiskusikan
balasan terhadap tawaran Wilson, Jerman memilih untuk mengabaikannya demi "pertukaran pandangan langsung". Mengetahui
tanggapan Jerman seperti itu, pemerintah Sekutu bebas membuat permintaan jelas dalam balasan mereka tanggal 14 Januari.
Mereka menuntut perbaikan kerusakan, pengosongan teritori dudukan, biaya perbaikan untuk Prancis, Rusia, dan Rumania, dan
pengakuan prinsip kebangsaan. Hal ini meliputi pembebasan bangsa Italia, Slavia, Rumania, Ceko-Slovak, dan pembentukan
"Polandia bebas dan bersatu". Tentang keamanan, Sekutu menuntut jaminan yang dapat mencegah atau membatasi perang
selanjutnya, lengkap dengan sanksi, sebagai persyaratan penyelesaian damai apapun. [95] Negosiasi ini gagal dan negara-negara
Entente menolak tawaran Jerman, karena Jerman tidak menyatakan permintaan spesifik apapun. Kepada Wilson, negara-negara
Entente menyatakan bahwa mereka tidak akan memulai negosiasi damai sampai Blok Sentral mengosongkan seluruh teritori
Sekutu yang diduduki dan memberikan ganti rugi atas semua kerusakan yang diperbuat. [96]

1917–1918

Tentara Prancis pimpinan Jenderal Gouraud bersama senjata mesin mereka di antara reruntuhan katedral dekat Marne berusaha memukul
mundur Jerman, 1918

Perkembangan tahun 1917


Peristiwa tahun 1917 terbukti menentukan dalam mengakhiri perang, meski dampaknya tidak terasa penuh sampai 1918.
Blokade laut Britania mulai memberi dampak serius terhadap Jerman. Sebagai tanggapan, pada bulan Februari 1917, Staf
Jenderal Jerman meyakinkan Kanselir Theobald von Bethmann-Hollweg untuk menggelar perang kapal selam tanpa batas,
dengan tujuan membuat Britania menarik diri dari perang. Para perencana Jerman memperkirakan bahwa perang kapal selam
tanpa batas akan merugikan Britania 600.000 ton kapal per bulannya. Staf Jenderal mengakui bahwa kebijakan ini mungkin
nyaris membawa Amerika Serikat ke dalam konflik ini, namun memperkirakan bahwa kerugian perkapalan Britania begitu
tinggi sehingga mereka bisa dipaksa meminta perdamaian setelah 5 sampai 6 bulan, sebelum intervensi Amerika Serikat
berpengaruh terhadap konflik. Kenyataannya, tonase kapal yang tenggelam di atas 500.000 ton per bulan mulai Februari sampai
Juli. Jumlah ini meningkat menjadi 860.000 ton pada bulan April. Setelah Juli, sistem konvoi baru yang diperkenalkan kembali
menjadi sangat efektif mengurangi ancaman kapal-U. Britania selamat dari ketiadaan armada kapal, sementara produksi industri
Jerman jatuh, dan tentara Amerika Serikat ikut berperang dalam jumlah besar lebih cepat daripada yang diperkirakan Jerman.

Kru film Jerman sedang merekam peristiwa.

Tanggal 3 Mei 1917, selama Serangan Nivelle, Divisi Kolonial ke-2 Prancis yang lelah, para veteran Pertempuran Verdun,
menolak perintah atasannya, tiba dalam keadaan mabuk dan tanpa membawa senjata. Perwira mereka tidak berani menghukum
seluruh divisi dan hukuman keras tidak segera diberlakukan. Kemudian, pemberontakan militer dialami oleh 54 divisi Prancis
dan 200.000 prajuritnya desersi. Pasukan Sekutu lainnya menyerang, namun menderita kerugian luar biasa. [97] Akan tetapi,
seruan patriotisme dan tugas, serta penahanan dan pengadilan massal, membuat para prajurit kembali mempertahankan parit,
meski tentara Prancis menolak berpartisipasi dalam operasi serangan selanjutnya. [98] Robert Nivelle dicopot dari jabatannya pada
15 Mei, digantikan oleh Jenderal Philippe Pétain, yang menunda sejumlah serangan mematikan berskala besar.
Kemenangan Austria-Hongaria dan Jerman pada Pertempuran Caporetto mendorong Sekutu di Konferensi
Rapallo membentuk Dewan Perang Agung untuk mengoordinasikan perencanaan. Sebelumnya, pasukan Britania dan Prancis
beroperasi di bawah komando yang berbeda.

Haut-Rhin, Prancis, 1917

Bulan Desember, Blok Sentral menandatangani gencatan senjata dengan Rusia. Perjanjian ini membebaskan sejumlah besar
tentara Jerman agar bisa dipakai di barat. Dengan bantuan Jerman dan tentara Amerika Serikat baru masuk, hasil perang akan
ditentukan di Front Barat. Blok Sentral tahu bahwa mereka tidak mampu memenangkan perang yang berlarut-larut, tetapi
mereka memiliki harapan besar untuk berhasil berdasarkan serangan cepat terakhir. Selain itu, para pemimpin Blok Sentral dan
Sekutu semakin khawatir terhadap kerusuhan sosial dan revolusi di Eropa. Karena itu, kedua sisi berusaha meraih kemenangan
menentukan dengan cepat.[99]
Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1917
Bulan Maret dan April 1917, pada Pertempuran Gaza Pertama dan Kedua, pasukan Jerman dan Utsmaniyah menghentikan
laju Pasukan Ekspedisi Mesir yang telah dimulai bulan Agustus 1916 di Romani. Pada akhir Oktober, Kampanye Sinai dan
Palestina dilanjutkan setelah Korps XX, Korps XXI, dan Korps Berkuda Gurun Jenderal Edmund
Allenby memenangkan Pertempuran Beersheba. Dua pasukan Utsmaniyah dikalahkan beberapa minggu kemudian
pada Pertempuran Yerusalem. Pada saat itu, Friedrich Freiherr Kress von Kressenstein diberhentikan dari jabatannya sebagai
komandan Angkatan Darat ke-8 dan digantikan oleh Djevad Pasha, dan beberapa bulan kemudian komandan Angkatan Darat
Utsmaniyah di Palestina, Erich von Falkenhayn, digantikan oleh Otto Liman von Sanders.
Keterlibatan Amerika Serikat
Kebijakan Non-intervensi
Saat pecah perang, Amerika Serikat mengambil kebijakan non-intervensi, yaitu menghindari konflik tetapi mencoba
menciptakan perdamaian. Ketika sebuah kapal-U Jerman menenggelamkan kapal pesiar Britania RMS Lusitania tanggal 7 Mei
1915 yang juga menewaskan 128 warga negara Amerika Serikat, Presiden Woodrow Wilson menegaskan bahwa "Amerika
Serikat terlalu bangga untuk berperang", tetapi menuntut berakhirnya serangan terhadap kapal penumpang. Jerman patuh.
Wilson gagal mencoba memediasi penyelesaian. Akan tetapi, ia juga berkali-kali memperingatkan bahwa A.S. tidak akan
menoleransi perang kapal selam tanpa batas karena melanggar hukum internasional. Mantan presiden Theodore
Roosevelt menyebut aksi Jerman sebagai "pembajakan".[100] Wilson menang tipis dalam pemilu presiden 1916 karena para
pendukungnya menyatakan bahwa "ia menjauhkan kami dari perang".
Bulan Januari 1917, Jerman melanjutkan perang kapal selam tanpa batasnya, menyadari bahwa Amerika Serikat kelak ikut
dalam perang. Menteri Luar Negeri Jerman, dalam Telegram Zimmermann, mengundang Meksiko bergabung sebagai sekutu
Jerman melawan Amerika Serikat. Sebagai imbalannya, Jerman akan mendanai perang Meksiko dan membantu mereka
mencaplok kembali teritori Texas, New Mexico, dan Arizona.[101] Wilson merilis telegram Zimmerman ke publik, dan warga AS
memandangnya sebagai casus belli—penyebab perang. Wilson meminta elemen-elemen antiperang untuk mengakhiri semua
perang dengan memenangkan yang satu ini dan menghapus militerisme dari dunia. Ia berpendapat bahwa perang begitu penting
sehingga A.S. harus punya suara dalam konferensi perdamaian.[102]

Presiden Wilson di hadapan Kongres, mengumumkan pemutusan hubungan resmi dengan Jerman pada tanggal 3 Februari 1917.

Pernyataan perang A.S. terhadap Jerman


Setelah penenggelaman tujuh kapal dagang A.S. oleh kapal selam Jerman dan penerbitan telegram Zimmerman, Wilson
menyatakan perang terhadap Jerman,[103] yang dinyatakan pada tanggal 6 April 1917 oleh Kongres A.S..
Partisipasi aktif A.S. pertama
Amerika Serikat secara formal tidak pernah menjadi anggota Sekutu, tetapi menjadi "Kekuatan Terkait" yang diberi nama
sendiri. Amerika Serikat memiliki pasukan kecil, namun setelah pengesahan UU Dinas Selektif, pemerintah mewajibkan militer
untuk 2,8 juta pria,[104] dan pada musim panas 1918 Amerika Serikat mengirim 10.000 tentara baru ke Prancis setiap hari. Pada
tahun 1917, Kongres A.S. memberikan kewarganegaraan A.S. kepada warga Puerto Rico saat mereka mendaftar untuk ikut
serta dalam Perang Dunia I sebagai bagian dari UU Jones. Jerman telah salah perkiraan, percaya bahwa dibutuhkan beberapa
bulan sebelum tentara Amerika Serikat datang sehingga kedatangannya bisa dihentikan kapal-U. [105]
Angkatan Laut Amerika Serikat mengirimkan gugus kapal perang ke Scapa Flow untuk bergabung dengan Armada Besar
Britania, kapal penghancur ke Queenstown, Irlandia, dan kapal selam untuk membantu melindungi konvoi. Beberapa
resimen Marinir A.S. juga dikerahkan ke Prancis. Britania dan Prancis ingin pasukan A.S. dipakai untuk memperkuat tentara
mereka yang sudah ditempatkan di lini pertempuran dan tidak menyia-nyiakan kapal kosong untuk membawa persediaan. A.S.
menolak permintaan pertama dan menerima yang kedua. Jenderal John J. Pershing, komandan Pasukan Ekspedisi Amerika
Serikat (AEF), menolak memecah pasukan A.S. agar dipakai sebagai bantuan untuk pasukan Imperium Britania dan Prancis.
Sebagai pengecualian, ia mengizinkan resimen tempur Afrika-Amerika untuk bergabung dengan divisi Prancis. Harlem
Hellfighters berperang sebagai bagian dari Divisi ke-16 Prancis, mendapatkan Croix de Guerre atas aksi mereka di Chateau-
Thierry, Belleau Wood, dan Sechault.[106] Doktrin AEF menuntut serangan frontal, yang sejak lama ditiadakan oleh komandan
Imperium Britania dan Prancis karena banyak memakan korban jiwa.[107]
Tawaran perdamaian terpisah Austria
Tahun 1917, Kaisar Charles I dari Austria secara rahasia mengupayakan negosiasi perdamaian terpisah dengan Clemenceau,
bersama saudara istrinya Sixtus di Belgia sebagai penengah, tanpa sepengetahuan Jerman. Ketika negosiasi gagal, upayanya
diketahui Jerman dan mengakibatkan bencana diplomatik.[108][109]
Serangan Musim Semi Jerman 1918
Jenderal Jerman Erich Ludendorff membuat rencana (dijuluki Operasi Michael) untuk serangan tahun 1918 di Front Barat.
Serangan Musim Semi bermaksud memecah pasukan Britania dan Prancis melalui serangkaian penipuan dan serbuan. Pimpinan
militer Jerman berharap bisa memberi pukulan menentukan sebelum tentara A.S. tiba. Operasi ini dimulai tanggal 21 Maret
1918 melalui serangan terhadap pasukan Britania dekat Amiens. Pasukan Jerman memperoleh wilayah sejauh 60 kilometer
(37 mi).[110]
Parit Britania dan Prancis diterobos menggunakan taktik infiltrasi baru, disebut juga taktik Hutier sesuai nama Jenderal Oskar
von Hutier. Sebelumnya, serangan memiliki ciri pengeboman artileri panjang dan serangan massal. Akan tetapi, pada Serangan
Musim Semi 1918, Ludendorff jarang memakai artileri dan menyisipkan sekelompok kecil infanteri di titik-titik lemah. Mereka
menyerang wilayah komando dan logistik dan menerobos titik-titik perlawanan sengit. Infanteri bersenjata berat kemudian
menghancurkan posisi-posisi terisolasi ini. Keberhasilan Jerman sangat bergantung pada elemen kejutan. [111]
Front ini pindah ke daerah 120 kilometer (75 mi) dari kota Paris. Tiga senjata kereta berat Krupp menembakkan 183 bom ke ibu
kota, mengakibatkan banyak warga Paris mengungsi. Serangan awal begitu sukses sampai-sampai Kaiser Wilhelm II
menetapkan 24 Maret sebagai hari libur nasional. Banyak warga Jerman mengira kemenangan sudah dekat. Setelah bertempur
sengit, serangan ini terhambat. Ketiadaan tank atau artileri motor membuat Jerman tidak mampu mengonsolidasikan
keberhasilan mereka. Suasana juga diperburuk oleh jalur suplai yang sekarang diperpanjang akibat serbuan mereka.
[112]
 Penghentian mendadak ini juga akibat dari empat divisi Pasukan Imperium Australia (AIF) yang "memaksa" menyerang dan
melakukan apa yang belum pernah dilakukan pasukan manapun: menghentikan serbuan Jerman di tengah perjalanan. Pada saat
itu, divisi Australia pertama secara terburu-buru dikirim lagi ke utara untuk menghentikan serbuan Jerman kedua.

Tentara Divisi Infanteri (West Lancashire) ke-55 Britania dibutakan oleh gas air mata pada Pertempuran Estaires, 10 April 1918.

Jenderal Foch memaksa memakai tentara Amerika yang baru tiba sebagai pengganti individu. Pershing malah berupaya
menempatkan unit pasukan Amerika sebagai pasukan independen. Unit-unit tersebut ditempatkan pada komando Prancis dan
Imperium Britania yang semakin sedikit pada tanggal 28 Maret. Dewan Perang Tertinggi Pasukan Sekutu dibentuk
saat Konferensi Doullens tanggal 5 November 1917.[113] Jenderal Foch ditunjuk sebagai komandan tertinggi pasukan sekutu.
Haig, Petain, dan Pershing mempertahankan kendali taktis atas masing-masing pasukannya; Foch mengambil peran koordinasi
alih-alih pengarahan, dan komando Britania, Prancis, dan A.S. cenderung beroperasi secara independen. [113]
Setelah Operasi Michael, Jerman melancarkan Operasi Georgette terhadap pelabuhan-pelabuhan utara Selat Inggris. Sekutu
menghadang upaya tersebut setelah Jerman sempat menguasai sedikit wilayah. Angkatan Darat Jerman di selatan kemudian
melancarkan Operasi Blücher dan Yorck, bergerak terus menuju Paris. Operasi Marne dimulai tanggal 15 Juli yang berusaha
mengepung Reims dan memulai Pertempuran Marne Kedua. Serangan balasannya memulai Serangan Seratus Hari dan
menandakan serangan perang Sekutu pertama yang sukses.
Tanggal 20 Juli, Jerman berada di seberang Marne di garis awal Kaiserschlacht-nya, [114] gagal memenangkan apapun. Setelah
fase terakhir perang di barat, AD Jerman tidak pernah mencapai kembali tujuannya. Korban Jerman antara Maret dan April
1918 sebanyak 270.000 jiwa, termasuk para tentara serbu yang sangat terlatih.
Sementara itu, Jerman terpecah di dalam negeri. Protes anti-perang semakin sering diadakan dan moral militer jatuh. Produksi
industri mencapai 53 persen dari jumlah produksi tahun 1913.
Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1918
Pada awal tahun 1918, garis depan pertempuran diperpanjang hingga Lembah Yordania yang terus diduduki, setelah
serangan Transyordania Pertama dan Transyordania Kedua oleh pasukan Imperium Britania bulan Maret dan April 1918,
sampai musim panas. Sepanjang bulan Maret, sebagian besar infanteri Britania dari Pasukan Ekspedisi Mesir dan
kavaleri Yeomanry dikirim berperang di Front Barat sebagai akibat Serangan Musim Semi. Mereka digantikan oleh satuan
Angkatan Darat India. Selama beberapa bulan reorganisasi dan pelatihan pada musim panas, sejumlah serangan dilancarkan di
beberapa bagian garis depan Utsmaniyah. Serangan tersebut mendorong garis depan ke utara di posisi yang lebih
menguntungkan bagi persiapan serangan dan menyiapkan infanteri AD India yang baru tiba. Baru pada pertengahan September
pasukan bersatu ini siap melakukan operasi besar-besaran.
Pasukan Ekspedisi Mesir yang direorganisasi, bersama divisi berkuda tambahan, memecah belah pasukan Utsmaniyah
pada Pertempuran Megiddo bulan September 1918. Dalam dua hari, infanteri Britania dan India, dibantu taktik merayap,
berhasil memecah garis depan Utsmaniyah dan mencaplok markas besar Angkatan Darat Kedelapan di Tulkarm, jalur parit
bersambungan di Tabsor, Arara, dan markas besar Angkatan Darat Ketujuh di Nablus. Korps Berkuda Gurun masuk lewat celah
garis depan yang dibuat infanteri tadi selama operasi dilaksanakan tanpa henti oleh brigade Berkuda
Ringan Australia, Yeomanry berkuda Britania, Lancers India, dan Bedil Berkuda Selandia Baru. Di Lembah Jezreel, mereka
menduduki Nazareth, Afulah dan Beisan, Jenin, dan Haifa di pesisir Mediterania dan Daraa di timur Sungai Yordan di jalur
kereta Hijaz. Samakh dan Tiberias di Laut Galilea diduduki dalam perjalanan ke utara menuju Damaskus. Sementara
itu, Pasukan Chaytor yang terdiri dari pasukan berkuda ringan Australia, pasukan bedil berkuda Selandia Baru, infanteri India,
Hindia Barat Britania, dan Yahudi menduduki penyeberangan Sungai Yordan, Es Salt, Amman, dan sebagian besar Angkatan
Darat Keempat di Ziza. Gencatan Senjata Mudros ditandatangani pada akhir Oktober yang mengakhiri perang dengan
Kesultanan Utsmaniyah, sementara perang terus berlangsung di sebelah utara Aleppo.
Negara-negara baru di zona perang
Artikel utama: Perjanjian Brest-Litovsk, Republik Demokratik Armenia, Republik Demokratik Azerbaijan, dan Republik
Demokratik Georgia

Pada akhir musim semi 1918, tiga negara baru berdiri di Kaukasus Selatan, yaitu Republik Demokratik Armenia, Republik
Demokratik Azerbaijan, dan Republik Demokratik Georgia, yang menyatakan merdeka dari Kekaisaran Rusia.[115] Dua entitas
minor lain juga berdiri, yaitu Kediktatoran Sentrokaspia (dilikuidasi oleh Azerbaijan pada musim gugur 1918) dan Republik
Kaukasia Barat Daya (dilikuidasi oleh satuan tugas gabungan Armenia-Britania pada awal 1919). Melalui penarikan pasukan
Rusia dari front Kaukasus pada musim dingin 1917–18, tiga republik besar tersebut bersiap menghadapi serbuan Utsmaniyah
selanjutnya, yang dimulai pada bulan-bulan pertama 1918. Solidaritas terbentuk sementara ketika Republik Federatif
Transkaukasia didirikan pada musim semi 1918 dan runtuh bulan Mei, ketika Georgia meminta dan menerima perlindungan
dari Jerman dan Azerbaijan membuat perjanjian dengan Kesultanan Utsmaniyah yang lebih mirip dengan aliansi militer.
Armenia dibiarkan bertahan sendiri dan berjuang selama lima bulan melawan ancaman pendudukan penuh oleh Turki
Utsmaniyah.[116]
Kemenangan Sekutu: Musim panas dan gugur 1918
Serangan balasan Sekutu, dikenal sebagai Serangan Seratus Hari, dimulai pada tanggal 8 Agustus 1918. Pertempuran
Amiens pecah dengan Korps III Angkatan Darat Keempat Britania Raya di sebelah kiri, Angkatan Darat Pertama Prancis di
sebelah kanan, dan Korps Australia dan Kanada memimpin serangan di tengah melalui Harbonnières.[117][118] Serangan ini
melibatkan 414 tank tipe Mark IV dan Mark V dan 120.000 prajurit. Mereka bergerak 12 kilometer (7,5 mi) ke dalam teritori
dudukan Jerman dalam kurun tujuh jam saja. Erich Ludendorff menyebut hari itu sebagai "Hari Kelam Angkatan Darat
Jerman".[117][119]

Foto udara reruntuhan Vaux-devant-Damloup, Prancis, 1918

Australia-Kanada memimpin di Amiens, sebuah pertempuran yang menjadi awal keruntuhan Jerman, [49] membantu pasukan
Britania bergerak ke utara dan Prancis ke selatan. Di front AD Keempat Britania di Amiens setelah maju sejauh 14 mil (23 km),
perlawanan Jerman semakin sengit dan pertempuran berakhir. Tetapi AD Ketiga Prancis memperpanjang front Amiens pada
tanggal 10 Agustus, ketika daerah tersebut dibiarkan begitu saja di sebelah kanan Angkatan Darat Pertama Prancis, dan maju
sejauh 4 mil (6 km), membebaskan Lassigny dalam pertempuran yang berlangsung sampai 16  Agustus. Di selatan AD Ketiga
Prancis, Jenderal Charles Mangin (si Pembantai) memajukan posisi AD Kesepuluh Prancis di Soissons tanggal 20 Agustus
untuk menawan delapan ribu tentara musuh, dua ratus senjata, dan dataran tinggi Aisne yang menghadap dan mengancam posisi
Jerman di sebelah utara Vesle.[120] Erich Ludendorff juga menyebut peristiwa ini sebagai "Hari Kelam".
Skotlandia Kanada maju sepanjang Pertempuran Canal du Nord, September 1918

Sementara itu, Jenderal Byng dari AD Ketiga Britania melaporkan bahwa musuh di frontnya semakin sedikit setelah ditarik dan
diperintahkan menyerang dengan 200 tank ke Bapaume, memulai Pertempuran Albert, dengan perintah spesifik "Untuk
menerobos front musuh, dengan tujuan menghancurkan front pertempuran musuh saat ini" (berseberangan dengan AD Keempat
Britania di Amiens).[49] Para pemimpin Sekutu sekarang sadar bahwa melanjutkan serangan setelah perlawanan sengit memakan
banyak korban, dan lebih baik membelokkan lini daripada meneruskannya. Mereka mulai melancarkan serangan dengan cara
cepat untuk mendapatkan keuntungan dari pergerakan yang berhasil di garis depan, kemudian memecahnya ketika setiap
serangan kehilangan impetus awalnya.[120]
Front Angkatan Darat Ketiga Britania sepanjang 15-mil (24 km) di sebelah utara Albert berhasil membuat kemajuan setelah
buntu selama satu hari melawan garis perlawanan utama yang merupakan batas penarikan pasukan musuh. [121] Angkatan Darat
Keempat Britania pimpinan Rawlinson berhasil menekan garis kirinya sampai wilayah antara Albert dan Somme, meluruskan
garis antara posisi Angkatan Darat Ketiga dan front Amiens, yang berakhir dengan penaklukan kembali Albert pada saat yang
sama.[120] Tanggal 26 Agustus, Angkatan Darat Pertama Britania di sebelah kiri Angkatan Darat Ketiga terlibat dalam
pertempuran, sehingga memperpanjang front ke utara melewati Arras. Korps Kanada, sudah kembali di garis depan Angkatan
Darat Pertama, bergerak dari Arras ke timur 5 mil (8 km) melewati wilayah Arras-Cambrai yang dipertahankan habis-habisan
sebelum mencapai pertahanan terluar Garis Hindenburg, dan berhasil menerobosnya pada tanggal 28 dan 29 Agustus. Bapaume
jatuh tanggal 29 Agustus ke tangan Divisi Selandia Baru Angkatan Darat Ketiga, dan Australia, masih memimpin pergerakan
AD Keempat, kembali mampu menekan musuh di Amiens untuk menduduki Peronne dan Mont Saint-Quentin tanggal
31 Agustus. Jauh ke selatan, AD Pertama dan Ketiga Prancis bergerak lambat, sementara AD Kesepuluh, yang sekarang sudah
melintasi Ailette dan berada di timur Chemin des Dames, mendekati posisi Alberich di Garis Hindenburg. [122] Sepanjang minggu
terakhir Agustus, tekanan di front sepanjang 70-mil (113 km) melawan musuh sangat berat dan tidak berhenti-henti. Dari
kesaksian Jerman, "Setiap hari dihabiskan dalam pertempuran berdarah melawan musuh yang selalu menyerbu, dan malam
dihabiskan tanpa tidur dalam pergerakan mundur ke garis baru."[120] Bahkan di sebelah utara di Flandria, AD Kedua dan Kelima
Britania selama Agustus dan September mampu membuat kemajuan, menawan tentara musuh dan posisi yang sebelumnya
mengalahkan mereka.[122]

Tentara Amerika Serikat di Vladivostok, Siberia, Agustus 1918

Tanggal 2 September, Korps Kanada menerobos garis Hindenburg, dengan membuka celah di Posisi Wotan, sehingga
memungkinkan Angkatan Darat Ketiga maju dan memberi dampak di seluruh Front Barat. Pada hari yang sama, Oberste
Heeresleitung (OHL) tidak punya pilihan lain kecuali mengeluarkan perintah kepada enam pasukan angkatan darat untuk
mundur ke Garis Hindenburg di selatan, di belakang Canal du Nord di front AD Pertama Kanada dan kembali ke garis di
sebelah timur Lys di utara. Perintah ini tanpa perlawanan berhasil mengembalikan medan perang yang direbut pada April
sebelumnya.[123] Menurut Ludendorff, "Kami harus mengakui perlunya tindakan ...menarik seluruh front dari Scarpe ke
Vesle."[124]
Potret seorang mayor Amerika Serikat di keranjang balon observasi yang terbang di atas teritori dekat garis depan

Dalam nyaris empat minggu pertempuran yang dimulai tanggal 8 Agustus, lebih dari 100.000 personil Jerman ditawan, 75.000
oleh BEF dan sisanya oleh Prancis. Sebagaimana "Hari Kelam Angkatan Darat Jerman", Komando Tinggi Jerman menyadari
mereka kalah perang dan melakukan upaya mencapai akhir yang memuaskan. Sehari setelah eprtempuran tersebut, Ludendorff
memberitahu Kolonel Mertz, "Kita tidak lagi mampu memenangkan perang, tetapi kita juga tidak boleh kalah." Pada tanggal 11
Agustus, ia mengajukan pengunduran dirinya ke Kaiser dan ditolak dengan balasan, "Saya pikir kita harus mencapai
keseimbangan. Kita nyaris mencapai batas kekuatan perlawanan kita. Perang harus diakhiri." Tanggal 13 Agustus di Spa,
Hindenburg, Ludendorff, Kanselir, dan Menteri Luar Negeri Hintz setuju bahwa perang tidak dapat diakhiri secara militer, dan
pada keesokan harinya Dewan Kekaisaran Jerman memutuskan bahwa kemenangan di medan perang sudah tidak
memungkinkan lagi. Austria dan Hongaria memperingatkan bahwa mereka hanya bisa melanjutkan perang sampai Desember,
dan Ludendorff menyarankan negosiasi damai secepatnya dan Kaiser menanggapinya dengan memerintahkan Hintz meminta
mediasi Ratu Belanda. Pangeran Rupprecht memperingatkan Pangeran Max dari Baden: "Situasi militer kita cepat sekali
memburuk sampai-sampai saya tidak lagi yakin kita bisa bertahan selama musim dingin; bisa saja sebuah bencana datang lebih
cepat." Pada tanggal 10 September, Hindenburg menyarankan perdamaian kepada Kaisar Charles dari Austria dan Jerman
meminta mediasi dari Belanda. Tanggal 14 September, Austria mengirimkan catatan kepada semua pihak terlibat dan pihak
netral yang menyarankan pertemuan diskusi damai di daerah netral dan keesokan harinya Jerman membuat tawaran damai
dengan Belgia. Kedua tawaran damai ditolak dan pada tanggal 24 September OHL memberitahu para pemimpin negara di
Berlin bahwa pembicaraan gencatan senjata sudah tidak terelakkan lagi.[122]
Pada bulan September, Jerman terus melancarkan serangan pertahanan belakang dan berbagai serangan balasan di daerah-
daerah yang hilang, tetapi hanya sedikit yang berhasil, namun sementara saja. Kota, desa, perbukitan, dan parit yang
diperebutkan di Garis Hindenburg terus jatuh ke tangan Sekutu, dengan BEF sendiri menawan 30.441 tentara pada minggu
terakhir September. Pergerakan kecil ke timur kelak menyusul kemenangan Angkatan Darat Ketiga di Ivincourt tanggal
12 September, Angkatan Darat Keempat di Epheny tanggal 18 September, dan pencaplokan Essigny-le-Grand oleh Prancis
keesokan harinya. Pada tanggal 24 September, serangan akhir oleh Britania dan Prancis di front sepanjang 4-mil (6,4 km)
terjadi 2 mil (3,2 km) dari St. Quentin.[122] Dengan pos luas dan garis pertahanan awal Posisi Siegfried dan Alberich berhasil
dimusnahkan, Jerman saat ini sepenuhnya bertahan di Garis Hindenburg. Dengan posisi Wotan di garis itu telah diterobos dan
posisi Siegfried terancam dibelokkan dari utara, sudah saatnya Sekutu menyerbu sisa bentangan garis tersebut.
Serangan di Garis Hindenburg dimulai tanggal 26 September dan melibatkan tentara A.S. Tentara Amerika yang masih baru
mengalami masalah dengan suplai untuk pasukan besar di daerah yang tidak bersahabat. [125] Minggu selanjutnya, pasukan
gabungan Prancis dan Amerika merangsek ke Champagne pada Pertempuran Blanc Mont Ridge, mengusir Jerman dari posisi
komandonya, dan maju mendekati perbatasan Belgia.[126] Kota Belgia terakhir yang dibebaskan sebelum gencatan senjata adalah
Ghent, yang dipertahankan Jerman sebagai patokan tempur sampai Sekutu melibatkan artileri. [127][128] Pasukan Jerman harus
memperpendek frontnya dan memakai perbatasan Belanda sebagai patokan serangan pertahanan belakang.

Anggota Resimen ke-64 A.S., Divisi Infanteri ke-7, merayakan kabar gencatan senjata, 11 November 1918

Saat Bulgaria menandatangani gencatan senjata terpisah tanggal 29 September, Sekutu berhasil menguasai Serbia dan Yunani.
Ludendorff, setelah mengalami tekanan berbulan-bulan, menderita depresi. Sudah jelas bahwa Jerman tidak mampu lagi
membuat pertahanan yang berhasil.[129][130]
Sementara itu, berita tentang kekalahan militer Jerman yang sudah dekat menyebar ke seluruh angkatan bersenjata Jerman.
Ancaman desersi semakin besar. Laksamana Reinhard Scheer dan Ludendorff memutuskan melancarkan usaha terakhir untuk
mengembalikan "kebanggaan" Angkatan Laut Jerman. Tahu bahwa pemerintahan Pangeran Maximilian dari Baden akan
memveto tindakan apapun, Ludendorff memutuskan untuk tidak memberitahunya. Sayangnya, berita tentang serangan lanjutan
diketahui para marinir di Kiel. Banyak yang menolak menjadi bagian dari serangan laut yang dirasa bersifat bunuh diri dan
mereka memberontak dan ditahan. Ludendorff disalahkan dan Kaiser memecatnya pada tanggal 26 Oktober. Keruntuhan Balkan
berarti Jerman akan kehilangan suplai minyak dan makanan utamanya. Cadangannya sudah habis, bahkan saat tentara A.S. terus
tiba dengan jumlah 10.000 orang per hari.
Menderita lebih dari 6 juta korban, Jerman mencari perdamaian. Pangeran Maximilian dari Baden memimpin pemerintahan
baru sebagai Kanselir Jerman untuk bernegosiasi dengan Sekutu. Negosiasi telegraf dengan Presiden Wilson segera dimulai
dengan harapan ia akan memberi permintaan yang lebih baik daripada Britania dan Prancis. Harapan tersebut sia-sia karena
Wilson malah meminta Kaiser mengundurkan diri. Tidak ada perlawanan ketika Philipp Scheidemann dari Partai Demokrat
Sosial menyatakan Jerman sebagai negara republik pada tanggal 9 November. Kekaisaran Jerman tidak berdiri lagi dan Jerman
baru telah didirikan dengan nama Republik Weimar.
Gencatan senjata dan penyerahan diri

Penandatanganan gencatan senjata.


Di hutan Compiègne setelah menyetujui gencatan senjata yang mengakhiri perang, tampak Foch kedua dari kanan. Gerbong di belakangnya,
tempat penandatangan tersebut, dipilih sebagai latar simbolis gencatan senjata Juni 1940 oleh Pétain. Gerbong ini dipindahkan ke Berlin
sebagai hadiah, namun karena pengeboman Sekutu, gerbong ini dipindahkan ke Crawinkel, Thuringia, dan sengaja dihancurkan
tentara SS tahun 1945.[133]

Keruntuhan Blok Sentral terjadi cepat. Bulgaria merupakan negara pertama yang menandatangani gencatan senjata pada tanggal
29 September 1918 di Saloniki. Tanggal 30 Oktober, Kesultanan Utsmaniyah menyerah di Moudros (Gencatan Senjata
Mudros).
Tanggal 24 Oktober, Italia memulai pergerakan yang berhasil menguasai kembali teritori yang hilang setelah Pertempuran
Caporetto. peristiwa ini memuncak pada Pertempuran Vittorio Veneto, yang menandai akhir dari Angkatan Darat Austria-
Hongaria sebagai sebuah pasukan perang yang efektif. Serangan ini juga mendorong disintegrasi Kekaisaran Austria-Hongaria.
Selama minggu terakhir Oktober, deklarasi kemerdekaan dibuat di Budapest, Praha, dan Zagreb. Tanggal 29 Oktober, otoritas
kekaisaran meminta gencatan senjata dengan Italia. Tetapi Italia terus bergerak maju, mencapai Trento, Udine, dan Trieste..
Tanggal 3 November, Austria-Hongaria mengirimkan bendera putih untuk meminta gencatan senjata. Persyaratan yang
disampaikan melalui telegraf oleh pemimpin Sekutu di Paris dikirim ke komandan Austria dan diterima. Gencatan senjata
dengan Austria ditandatangani di Villa Giusti, dekat Padova, tanggal 3 November. Austria dan Hongaria menandatangani
gencatan senjata terpisah setelah penggulingan Monarki Habsburg.
Setelah pecahnya Revolusi Jerman 1918–1919, sebuah republik diproklamasikan tanggal 9 November. Kaiser mengungsi ke
Belanda.
Tanggal 11 November pukul 05:00, gencatan senjata dengan Jerman ditandatangani di sebuah gerbong kereta di Compiègne.
Pukul 11:00 tanggal 11 November 1918 — "jam sebelas hari sebelas bulan sebelas" — gencatan senjata diberlakukan. Selama
enam jam antara penandatanganan gencatan senjata tersebut dan penerapannya, pasukan yang saling berperang di Front Barat
mulai menarik diri dari posisi mereka, tetapi terus bertempur di sejumlah wilayah front karena para komandan ingin mencaplok
wilayah sebelum perang berakhir. Prajurit Kanada George Lawrence Price ditembak seorang penembak jitu Jerman pada pukul
10:57 dan tewas pukul 10:58.[135] Prajurit Amerika Serikat Henry Gunther gugur 60 detik sebelum gencatan senjata diterapkan
saat sedang berlari menyerbu tentara Jerman yang terkejut dan tahu bahwa gencatan senjata sudah dekat. [136] Prajurit Britania
terakhir yang gugur adalah George Edwin Ellison. Korban terakhir dalam perang ini adalah seorang Jerman, Letnan Thomas,
yang setelah pukul 11:00 sedang berjalan menyusuri garis depan untuk memberitahu tentara Amerika Serikat yang belum
diberitahu tentang gencatan senjata bahwa mereka akan mengosongkan bangunan di belakang mereka. [137] Pendudukan
Rhineland terjadi setelah gencatan senjata. Pasukan pendudukan terdiri dari pasukan Amerika Serikat, Belgia, Britania, dan
Prancis.
Superioritas Sekutu dan legenda pengkhianatan, November 1918
Pada bulan November 1918, Sekutu memiliki suplai prajurit dan material yang cukup untuk menyerbu Jerman. Namun pada
saat gencatan senjata, tidak ada pasukan Sekutu yang melintasi perbatasan Jerman; Front Barat masih 900 mi (1.400 km)
jauhnya dari Berlin; dan pasukan Kaiser telah mundur dari medan perang secara baik-baik. Faktor-faktor tersebut
memungkinkan Hindenburg dan pemimpin Jerman senior lainnya menyebar berita bahwa pasukan mereka belum benar-benar
dikalahkan. Ini berujung pada legenda pengkhianatan,[138][139] yang menyebut kekalahan Jerman bukan karena
ketidakmampuannya melanjutkan peperangan (meski hampir satu juta tentara menderita wabah flu 1918 dan tidak bisa
berperang), tetapi kegagalan publik merespon "panggilan patriotik"-nya dan dugaan sabotase perang internasional, terutama
oleh kaum Yahudi, Sosialis, dan Bolshevik.

Perjanjian Versailles, Juni 1919


Keadaan perang formal antara kedua pihak terus berlanjut selama tujuh bulan selanjutnya sampai penandatanganan Perjanjian
Versailles dengan Jerman pada tanggal 28 Juni 1919. Akan tetapi, publik Amerika Serikat menolak ratifikasi perjanjian
tersebut, terutama karena Liga Bangsa-Bangsalah perjanjian tersebut dibuat; A.S. tidak mengakhiri secara resmi
keikutsertaannya dalam perang sampai Resolusi Knox-Porter ditandatangani tahun 1921. Setelah Perjanjian Versailles,
perjanjian dengan Austria, Hongaria, Bulgaria, dan Kesultanan Utsmaniyah ditandatangani. Namun, negosiasi perjanjian
terakhir dengan Kesultanan Utsmaniyah diikuti oleh perselisihan (Perang Kemerdekaan Turki), dan perjanjian damai terakhir
antara Blok Sekutu dan negara yang segera menjadi Republik Turki baru ditandatangani pada tanggal 24 Juli 1923 di Lausanne.
Sejumlah tugu peringatan perang menyebut akhir perang adalah ketika Perjanjian Versailles ditandatangani tahun 1919, yaitu
ketika banyak tentara yang berdinas di luar negeri akhirnya pulang ke negara masing-masing; sebaliknya, banyak peringatan
berakhirnya perang terpusat pada gencatan senjata tanggal 11 November 1918. Secara hukum, perjanjian damai formal belum
selesai sampai ditandatanganinya perjanjian terakhir, yaitu Perjanjian Lausanne. Sesuai ketentuannya, pasukan Sekutu keluar
dari Konstantinopel tanggal 23 Agustus 1923.

Anda mungkin juga menyukai