Open Access
Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jl. KH. Ahmad Dahlan Cireundeu Jakarta Selatan
E-mail: ahmsusanto@yahoo.com
Abstrak: Proses Habituasi Nilai Disiplin pada Anak Usia Dini dalam Kerangka
Pembentukan Karakter Bangsa. Pembiasaan nilai disiplin pada anak usia dini
memungkinkan akan terbinanya pribadi yang berbudi pekerti mulia, terpuji dan
membawa mereka pada perilaku baik. Mereka akan terbiasa untuk berbuat baik
kepada dirinya dan juga kepada orang lain. Pembiasaan pribadi yang disiplin adalah
dalam rangka pembentukan karakter mulia, yakni pribadi yang utuh yang terampil
berbicara, menggunakan simbol dan isyarat yang baik, mampu berkreasi dan
menghargai hal-hal yang secara meyakinkan memenuhi keindahan, ditunjang oleh
kehidupan penuh disiplin dalam hubungan pribadi dengan pihak lain, memiliki
kemampuan membuat keputusan yang bijaksana dan menentukan antara yang betul
dengan yang salah, serta memiliki wawasan yang integral.
Saat ini bangsa Indonesia dihadapkan sampai pembunuhan. Persoalan ini perlu
pada persoalan dekadensi moral yang cukup mendapat perhatian khusus dari para pakar
mengkhawatirkan. Banyak persoalan pendidikan, khususnya pakar pendidikan nilai-
kekerasan, kriminalitas, tawuran, seks bebas, moral, sebab merupakan indikasi bahwa
hamil di luar nikah, penyalahgunaan obat-obat pelaksanaan pembelajaran pendidikan nilai-
terlarang, dan minuman keras merupakan moral di sekolah belum memenuhi harapan
realitas kehidupan yang terjadi di sekitar kita. sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Peningkatan kriminalitas dan menurunnya Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
moralitas ini mulai menyentuh anak-anak usia Pendidikan Nasional, yaitu mengembangkan
Sekolah Dasar, bahkan tidak menutup kemampuan dan membentuk watak serta
kemungkinan juga anak-anak usia dini (TK), peradaban bangsa yang bermartabat.
mereka ada yang terlibat narkoba, tindakan Rendahnya moralitas bangsa ini adalah
kekerasan antar teman, seksualitas, bahkan cerminan dari perilaku individu-individu yang
tidak berkarakter, sehingga berdampak negatif lebih jauh menerangkan hubungan, serta
terhadap pengelolaan negara, korporasi, sistem menarik makna dari suatu masalah yang
hukum, yang akhirnya akan menurunkan daya diinginkan.
saing bangsa di mata internasional, dan Metode deskriptif analitik dengan variasi
seterusnya membuat Indonesia terpuruk secara studi kasus ini memungkinkan peneliti
sosial, ekonomi, dan budaya. mendekati data sehingga mampu
Salah satu upaya dalam membentuk mengembangkan komponen-komponen
karakter bangsa adalah habituasi nilai disiplin keterangan yang analitis konseptual dan
pada anak usia dini, yang dilakukan orang tua kategoris dari data itu sendiri. Dengan metode
di dalam keluarga, maupun oleh guru di ini penulis dapat menunjukkan adanya
sekolah (TK). Lembaga-lembaga pendidikan interaksi dengan orang yang sedang diteliti,
memiliki peran yang maksimal terhadap pemahaman budaya mereka, termasuk nilai,
permasalahan nilai moral termasuk nilai-nilai kepercayaan, pola-pola perilaku, dan bahasa,
disiplin. Peran tersebut dilatarbelakangi oleh dan usaha merasakan atau mengalami motif
beberapa hal, pertama, ruang lingkup dan emosi mereka.
pendidikan itu sendiri yang tidak terbatas pada Adapun studi kasus (case study)
pengetahuan semata melainkan meliputi pula merupakan metode untuk menghimpun dan
sikap, nilai, dan pola perilaku tertentu. Kedua, menganalisis data berkenaan dengan sesuatu
tantangan pendidikan moral yang semakin kasus. Studi kasus merupakan suatu penelitian
berat akibat globalisasi informasi oleh media yang dilakukan terhadap suatu “kesatuan
informasi yang cenderung dikuasai oleh sistem”. Kesatuan ini dapat berupa program,
negara-negara maju yang memiliki standar kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu
moral yang berbeda. Ketiga, berkembangnya yang terikat oleh tempat, waktu atau ikatan
sikap hidup yang cenderung permisif sebagai tertentu. Studi kasus umumnya menghasilkan
akibat semakin beratnya tantangan kehidupan, gambaran yang longitudinal yakni hasil
dan keempat, tuntutan kehidupan modern yang pengumpulan dan analisa kasus dalam satu
cenderung menjadikan lembaga pendidikan jangka waktu. Kasus dapat terbatas pada satu
formal sebagai ujung tombak pembinaan nilai orang, satu lembaga, satu peristiwa, ataupun
disiplin siswa. satu kelompok manusia dan kelompok objek
Taman Kanak-kanak sebagai lembaga lain-lain yang cukup terbatas, yang dipandang
pendidikan formal dinilai dapat menjadi sebagai satu kesatuan. Sesuai dengan
tempat atau lembaga pendidikan yang mampu kekhasannya, bahwa pendekatan studi kasus
memberikan bekal dasar-dasar sifatnya umum dilakukan pada objek yang terbatas. Maka
bagi perkembangan seluruh aspek kepribadian persoalan pemilihan sampel yang
anak didik secara utuh dan terintegrasi. Taman menggunakan pendekatan tersebut tidak sama
Kanak-kanak adalah sebagai lembaga dengan persoalan yang dihadapi oleh
pendidikan yang mampu memberikan penelitian kuantitatif. Sebagai implikasinya,
pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan yang penelitian yang menggunakan pendekatan
bersifat umum yang diperlukan oleh setiap studi kasus hasilnya tidak dapat
warga Negara Indonesia. digeneralisasikan. Penggunaan metode
deskriptif analitik tipe studi kasus dalam
METODE PENELITIAN penelitian ini yang dilakukan oleh penulis
Penelitian ini dilakukan dengan adalah untuk meneliti tentang proses habituasi
menggunakan metode penelitian deskriptif nilai moral disiplin pada anak usia dini, yang
analitik dengan variasi studi kasus. Metode memusatkan perhatian pada suatu kasus secara
deskriptif analitik merupakan metode intensif dan mendetail.
penelitian yang menekankan kepada usaha Subjek yang diselidiki terdiri dari satu
untuk memperoleh informasi mengenai status unit atau satu kesatuan unit yang dipandang
atau gejala pada saat penelitian, memberikan sebagai kasus. Karena sifat yang mendalam
gambaran terhadap fenomena-fenomena, juga dan mendetail itu, studi kasus umumnya
menghasilkan gambaran yang longitudinal, nilai) yang akan dihadapi di lapangan; (6)
yakni hasil pengumpulan dan analisa kasus Desain penelitian mencuat secara alamiah;
dalam satu jangka. Menurut Qiun (1987: 24), para peneliti memilih desain penelitian yang
penyelidikan dapat ditujukan pada kasus-kasus muncul, mencuat, mengalir secara bertahap,
tertentu, yang dapat terbatas pada satu orang, bukan dibangun di awal penelitian.
satu lembaga, satu keluarga, satu peristiwa Dengan menggunakan metode
ataupun satu kelompok manusia dan kelompok deskriptif-analitik ini, peneliti harus
objek lain-lain yang cukup terbatas, yang berinteraksi secara langsung dengan subjek
dipandang sebagai satu kesatuan dalam hal itu, penelitian, dengan tujuan untuk mendapatkan
segala aspek kasus tersebut mendapat informasi yang akurat, apa adanya, melalui
perhatian sepenuhnya dari penyelidik. suatu proses observasi dan wawancara.
Pendekatan kualitatif deskriptif-analitik McMillan dan Schumacher (2001: 396)
sengaja penulis pilih karena penulis mengemukakan bahwa: “fenomena dan
menganggap bahwa karakteristiknya sangat peristiwa dapat dimaknai secara baik jika
cocok dengan masalah yang menjadi fokus dilakukan interaksi melalui observasi dan
penelitian. Karakteristik tersebut sebagaimana wawancara mendalam dengan sumber
dikemukakan oleh Alwasilah (2006: 104-107) informasi”.
sejalan dengan pemikiran Lincoln dan Guba Pendekatan kualitatif ini dipergunakan
terdapat sejumlah karakteristik yang menandai mulai dari proses perencanaan penelitian,
dari model pendekatan kualitatif, antara lain: penentuan lokasi, pemilihan sumber informasi,
(1) latar alamiah; yakni hasil penelitian melakukan pengamatan partisipatif, dan
diperoleh melalui pengamatan dari pelaksanaan wawancara mendalam terhadap
keseluruhan objek yang diamatinya; (2) proses pendidikan nilai serta proses habituasi
manusia sebagai instrumen; yakni peneliti nilai moral disiplin terhadap anak dalam
adalah sekaligus menjadi pengumpul data lingkungan sekolah. Pengamatan dilakukan
utama. Benda-benda lain selain manusia tidak terhadap semua fenomena dan peristiwa yang
dapat menjadi instrumen karena tidak akan ada di lingkungan sekolah saat melaksanakan
mampu memahami dan menyesuaikan diri proses habituasi nilai moral pada anak.
dengan realitas yang sesungguhnya. Hanya Pengamatan ini, dilakukan terhadap segala
manusialah yang mampu melakukan interaksi kegiatan dan tata cara hidup setiap anak dalam
dengan instrumen atau subjek penelitian kegiatan sehari-hari. Wawancara mendalam
tersebut dan memahami kaitan kenyataan- dilakukan pada kepala sekolah, guru-guru,
kenyataan itu; (3) Analisis data secara orang tua/komite, dan orang-orang terkait
induktif; metode induktif dipilih ketimbang dengan sekolah yang menjadi sumber
metode deduktif karena metode ini lebih informasi. Pengamatan dan wawancara
memungkinkan peneliti mengidentifikasi mendalam dilakukan secara kontinu agar dapat
realitas yang beragam di lapangan, membuat merekam seluruh kegiatan proses habituasi
interaksi antara peneliti dengan responden nilai moral yang berlangsung dalam
lebih eksplisit, nampak, dan mudah dilakukan, lingkungan sekolah tersebut.
serta memungkinkan identifikasi aspek-aspek
yang saling mempengaruhi. (4) Analisis data HASIL DAN PEMBAHASAN
secara induktif; metode induktif dipilih Hasil
ketimbang metode deduktif karena metode ini Proses pembiasaan berawal dari
lebih memungkinkan peneliti mengidentifikasi peniruan, selanjutnya dilakukan pembiasaan di
realitas yang beragam di lapangan; (5) Teori bawah bimbingan orang tua, dan guru, peserta
dilandaskan pada data di lapangan; para didik akan semakin terbiasa. Apabila sudah
peneliti naturalistik mencari teori yang muncul menjadi kebiasaan yang tertanam jauh di
dari data. Mereka tidak berangkat dari teori a dalam hatinya, peserta didik itu kelak akan
priori karena teori ini tidak akan mampu sulit untuk berubah dari kebiasaannya itu.
menjelaskan berbagai temuan(realitas dan Misalnya ia akan melakukan shalat berjamaah
bila waktu shalat tiba, tidak akan berpikir nantinya menimbulkan perbuatan yang apabila
panjang apakah shalat dulu atau melakukan perbuatan ini diulang-ulang maka akan
hal lain, apakah berjamaah atau nanti saja menjadi kebiasaan.
shalat sendirian. Hal ini disebabkan karena Habituasi nilai disiplin yang
kebiasaan itu merupakan perilaku yang berhubungan dengan pendidikan bertujuan
sifatnya otomatis, tanpa direncanakan terlebih membentuk manusia yang berdisiplin, yang
dahulu, berlangsung begitu saja tanpa dapat menjadi anggota masyarakat yang
dipikirkan lagi. bahagia, yang bebas merdeka, terlepas dari
Proses pembiasaan dalam pendidikan segala restriksi (ikatan) yang tidak relevan
merupakan hal yang penting terutama bagi dengan fitrahnya sebagai manusia berpikir,
anak-anak usia dini. Anak-anak belum terlepas dari segala ikatan-ikatan yang
menyadari apa yang disebut baik dan tidak menghambat terlaksananya masyarakat yang
baik dalam arti susila. Ingatan anak-anak adil dan makmur.
belum kuat, perhatian mereka lekas dan Membiasakan nilai disiplin di sekolah,
mudah beralih kepada hal-hal yang terbaru dapat dilihat dari segi perlakuannya ada tiga
dan disukainya. Dalam kondisi ini mereka macam, yaitu: interaksi antar individu, antara
perlu dibiasakan dengan tingkah laku, individu dan kelompok, dan antar kelompok;
keterampilan, kecakapan dan pola pikir sedangkan dari cara terjadinya, ada interaksi
tertentu. Menurut Ulwan (1993: 93), langsung secara fisikal, dan tidak langsung
pendidikan dengan proses pembiasaan melalui media dan simbol. Proses
merupakan cara yang sangat efektif dalam pembelajaran di sekolah (kelas) secara
membentuk iman, akhlak mulia, keutamaan langsung maupun tidak langsung merupakan
jiwa dan untuk melakukan syariat yang lurus. kegiatan interaksi antara individu, antara
Proses pembiasaan sebenarnya individu, dan antar kelompok. Sehingga
berintikan pengulangan. Artinya yang melalui proses belajar ini akan diperoleh atau
dibiasakan itu adalah sesuatu yang dilakukan terbentuk pola-pola pikir.
berulang-ulang dan akhirnya menjadi Pelaksanaan habituasi nilai disiplin ini
kebiasaan. Pembiasaan harus diterapkan dalam harus dilakukan secara singkat, jelas, rinci dan
kehidupan keseharian anak didik, sehingga sederhana, mudah dimengerti oleh anak, tidak
apa yang dibiasakan terutama yang berkaitan boleh bertele-tele, serta menyulitkan dan perlu
dengan akhlak baik akan menjadi kepribadian pemikiran yang rumit, namun harus praktis,
yang sempurna. Misalnya jika guru masuk sebagaimana dikemukakan oleh Savage (1991:
kelas selalu mengucapkan salam. Bila anak 361), bahwa disiplin dapat diwujudkan
didik masuk kelas tidak mengucapkan salam, melalui peraturan yang: 1) sedapat mungkin
maka guru mengingatkan agar bila masuk terinci dan terpisah; 2) cukup singkat dan
kelas atau ruangan apapun hendaklah sederhana; 3) sedapat mungkin jelas dalam hal
mengucapkan salam. sanksi, dan 4) diketahui secara luas oleh
Kebiasaan terbentuk karena sesuatu seluruh siswa.
yang dibiasakan, sehingga kebiasaan dapat Habituasi (pembiasaan) nilai disiplin
diartikan sebagai perbuatan atau ketrampilan pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak
secara terus-menerus, secara konsisten untuk (TK) berlangsung bukan hanya melalui
waktu yang lama, sehingga perbuatan dan kurikulum, tetapi juga melalui interaksi antara
keterampilan itu benar-benar bisa diketahui siswa dengan staf. Hal ini akan terlihat ketika
dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang dalam keadaan bermain, dalam aturan
sulit ditinggalkan. Kebiasaan dapat juga bermain, kegiatan kompetisi, dan ketika anak-
diartikan sebagai gerak perbuatan yang anak memikirkan bentuk-bentuk perilaku
berjalan dengan lancar dan seolah-olah setiap pemain.
berjalan dengan sendirinya. Perbuatan ini Pembiasaan nilai moral disiplin di TK
awalnya dikarenakan pikiran yang melakukan ini terlihat pula dalam kehidupan sosial TK,
pertimbangan dan perencanaan, sehingga anak-anak mempertimbangkan perilaku yang
diterima dan ditolaknya, mengikuti dan and end, (c) experiencing, acting and
mengkritisi kebiasaan maupun moralitas behaving. (3) Civilizing, baik dalam pola pikir,
masyarakatanya. Terjadi pula ketika anak pola dzikir dan pola perilaku.
memperhatikan gurunya, baik cara guru Agar sasaran tersebut tercapai, Djahiri
berbicara, bersikap, dan berbuat di dalam (2004: 74) menyatakan perlunya memerankan
maupun di luar kelas. Juga, pengembangan pendidikan nilai dalam dimensi sebagai
nilai moral disiplin dapat muncul dalam berikut: (1) Membina, menanamkan, serta
perayaan-perayaan hari besar nasional yang melestarikan nilai moral luhur pada individu
bersejarah maupun kontemporer yang dipilih manusia, kelompok, dan kehidupannya. (2)
sebagai contoh kualitas warga negara dalam Meningkatkan dan memperluas tatanan nilai
lingkungan yang disiplin. Muncul pula dalam dan keyakinan manusia/kelompok masyarakat.
program umum di TK, seperti ikut (3) Membina dan meingkatkan jati diri
perlombaan, baik yang diadakan oleh TK yang manusia/masyarakat/bangsa. (4) Menangkal,
bersangkutan maupun yang diadakan oleh TK memperkecil dan meniadakan hal-hal (nilai)
atau lembaga lain. Muncul pula ketika negatif. (5) Membina dan mengupayakan
mengorganisir lingkungan TK, yaitu ketika ketercapaian dunia harapan yang dicita-
menyediakan tempat bermain, membuat citakan. (6) Mengklarifikasi dan
bangunan, dan menyediakan perlengkapan, mengoperasionalkan nilai moral dasar dalam
tempat mainan, sentra-sentra kegiatan anak, astagrata kehidupan. (7) Mengklarifikasi atau
ruang perpustakaan memilih papan mengkaji keberadaan nilai moral dalam diri
pengumuman, serta dalam hubungan antara manusia dan atau kehidupan.
staf administrasi dengan guru. Sebagai salah satu bentuk sistem sosial,
Oleh karena itu pendidikan nilai (afektif) Taman Kanak-kanak merupakan tempat
merupakan keniscayaan yang tidak dapat civitas TK berinteraksi antara satu dengan
ditawar-tawar lagi dalam sistem pendidikan yang lainnya (seluruh warga TK; Kepala TK,
persekolahan di setiap jalur dan jenjang guru, orang tua komite, tata usaha, dan antar
pendidikan, baik formal, informal, maupun siswa). Lingkungan TK dapat dipastikan
non formal. Karena intellectual learning menampilkan beragan nilai kehidupan. Nilai-
semata di sekolah akan destruktif, serta nilai itu dapat berupa nilai yang dilembagakan
menyerahkan pendidikan nilai hanya pada dengan sengaja melalui sejumlah ketentuan
pihak keluarga dan lembaga keagamaan formal seperti kedisiplinan dan kerapihan yang
adalah mustahil. diatur dalam tata tertib sekolah atau nilai
Atas dasar pemikiran di atas, maka kecerdasan, kejujuran, tanggung jawab,
pendidikan nilai disiplin di TK harus mampu keterampilan dan kesehatan, yang
mengintegrasikan peran individu menjadi dikembangkan melalui kurikulum tertulis.
human being dan menjadi human life. Djahiri Selain itu sekolah adalah tempat bertemunya
(2004: 73) mengungkapkan agar sasaran itu nilai-nilai kehidupan yang lahir secara pribadi
tercapai, maka pendidikan nilai harus dan ditampilkan dalam bentuk pikiran, ucapan
mengupayakan: (1) Humanizing dan tindakan perorangan. Nilai-nilai seperti itu
(memanusiakan manusia sehingga manusiawi, cenderung muncul spontan dalam kekhasan
manusia yang utuh, kaffah), yaitu dengan pribadi setiap orang.
proses pembinaan, penembangan dan Penanaman nilai moral disiplin pada
perluasan seperangkat nilai-norma dan norma anak usia dini, terutama di TK dilakukan
ke dalam tatanan nilai dan keyakinan (value melalui pembiasaan (habituasi), yakni
and belief system) manusia secara layak dan dilakukan secara spontan sesuai dengan
manusiawi. (2) Empowering (memberdayakan situasi, kondisi dan materi tententu. Muatan
manusia sebagai makhluk yang menyadari nilai-nilai moral hanya dijadikan sebagai
memiliki sejumlah potensi dan menyadari materi pengayaan dan hidden curriculum
keterbatasannya) dengan cara (a) knowing the sehingga hanya berdampak sebagai nurturant
what dan knowing the why, (b) apreciate mean effect. Namun demikian, kepala TK dalam
keputusan tentang pendapat moralnya. Mereka analisis dan klarifikasi nilai, adalah metode
akan menggambarkan tingkat yang lebih proyek/kegiatan di sekolah, hubungan antar
tinggi dalam pemikiran moral, yakni: takut pribadi, praktek hidup bermasyarakat dan
hukuman, melayani kehendak sendiri, berorganisasi.
menuruti peranan yang dihadapkan, bertindak
sesuai prinsip-prinsip etika yang universal. (3) Pembahasan
Pendekatan analisis nilai (values analysis Dalam mengimplementasikan
approach), pendekatan ini menekankan agar pembiasaan nilai disiplin pada anak, dirasa
peserta didik dapat menggunakan kemampuan sangat tepat dan menentukan sekali. Oleh
berpikir logis dan ilmiah dalam menganalisi karena itu, memandang bahwa seorang anak
masalah yang berhubungan dengan nilai merupakan aspek perkembangan paling
tertentu. Selain itu, peserta didik dalam penting; oleh karena itu lingkungan
menggunakan proses berpikir rasional dan pendidikan harus menanamkan inti “kebaikan”
analisi dapat menghubungkan dan (kecakapan dan kebajikan sosial) serta
merumuskan konsep tentang nilai mereka mencegah inti “keburukan” melalui kontrol
sendiri. Cara yang dapat digunakan dalam (Kohlberg: 1984: 51). Dengan demikian,
pendekatan ini antara lain, diskusi terarah gagasan dan sikap orang lain perlu diajarkan
yang menuntut argumentasi, penegasan bukti, melalui hapalan dan latihan dengan pengajaran
penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, bermakna yang memungkinkan munculnya
debat, dan penelitian. (4) Pendekatan inti nilai positif anak secara spontan. Menurut
klarifikasi nilai (values clarification Rousseau dalam Winecoff (1985: 57), anak
approach), pendekatan yang bertujuan untuk cenderung berkembang pengalamannya sesuai
menumbuhkan kesadaran dan dengan tuntutan alam. Apabila anak sering
mengembangkan kemampuan peserta didik dikekang orang tua atau orang lain, bisa
untuk mengidentifikasi nilai-nilai mereka mendorong si anak untuk memiliki pandangan
sendiri dan nilai-nilai orang lain. Selain itu negatif terhadap dunia natural.
pendekatan ini juga membantu pesserta didik Secara umum, pengertian disiplin adalah
untuk mampu mengkomunikasikan secara adanya kesediaan untuk mematuhi
jujur dan terbuka tentang nilai-nilai mereka ketentuan/peraturan-peraturan yang berlaku.
sendiri dan nilai-nilai orang lain dan Kepatuhan di sini bukanlah karena paksaan,
membantu peserta didik dalam menggunakan tetapi kepatuhan atas dasar kesadaran tentang
kemampuan berpikir rasional dan emosional nilai dan pentingnya mematuhi peraturan-
dalam menilai perasaan, nilai, dan tingkah peraturan itu. Disiplin harus ditanamkan dan
laku mereka sendiri. Cara yang dapat ditumbuhkan dalam diri anak, sehingga
dimanfaatkan dalam pendekatan ini, antara akhirnya rasa disiplin itu akan tumbuh dari
lain bermain peran, simulasi, analisis hati sanubari anak itu sendiri (self-disipline).
mendalam tentang nilai sendiri, aktifitas yang Oleh karena itu, guru dalam menanamkan
mengembangkan sensifitas, kegiatan di luar disiplin pada peserta didik harus
kelas, dan diskusi. (5) Pendekatan memperhatikan beberapa langkah
pembelajaran berbuat (action learning sebagaimana dikemukakan Aqib (2009: 40-
approach), pendekatan ini bertujuan untuk 43), berikut ini:
mengembangkan kemampuan peserta didik 1. Pembiasaan
sseperti pada pendekatan analisis dan Anak agar dibiasakan hidup atau
klarifikasi nilai. Selain itu, pendekatan ini melakukan sesuatu dengan tertib, dengan baik,
dimaksudkan untuk mengembangkan dengan teratur. Misalnya berpakaian rapi,
kemampuan peserta didik dalam melakukan masuk keluar kelas dengan teratur,
kegiatan sosial serta mendorong peserta didik menyimpan tas dan sepatu pada tempatnya
untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk dengan baik, makan dan tidur pada waktunya
yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan dan sebagainya sampai semua hal biasa
masyarakat. Selain cara-cara pendekatan dilakukan dengan tertib dan teratur.
ditempuh dengan cara, antara lain: (1) Contoh melanggar. (8) Larangan; larangan mirip
dan tauladan; dalam kegiatan ini guru dengan perintah, namun konotasinya adalah
memberikan contoh dan tauladan dalam keharusan untuk tidak berbuat sesuatu yang
membiasakan norma sekolah pada perilaku merugikan, seperti larangan ngobrol ketika
hidupnya sehari-hari. Melalui proses sedang belajar atau guru sedang berbicara,
observasi, penulis mengamati bahwa semua larangan untuk bertemu dengan anak lain yang
guru berperan sebagai tokoh teladan dalam nakal. Larangan juga biasanya disertai dengan
disiplin belajar untuk mencontohkan sikap ancaman sanksi. (9) Ganjaran; adalah tindakan
teladannya dengan membiasakan tertib guru yang bersifat menyenangkan baik bagi
membaca salam, tertib masuk ruangan, tertib guru itu sendiri maupun anak didik yang
berdoa sebelum dan sesudah belajar, tertib terkena ganjaran. Ganjaran diberikan oleh
dalam duduk, tertib mengerjakan tugas, tertib guru pada anak yang telah menunjukkan
atau disiplin datang ke TK. Selain itu, keberhasilan dalam sesuatu perbuatan. (10)
dilakukan pula melalui tauladan dalam Hukuman; adalah tindakan yang paling akhir
memimpin kebersihan badan, pakaian, kelas, apabila teguran dan peringatan tidak
tidak membuang sampah sembarangan. (2) diperhatikan oleh siswa karena telah
Anjuran; adalah saran atau ajakan untuk melakukan pelanggaran.
berbuat atau melakukan sesuatu yang berguna, Memperhatikan betapa besarnya
misalnya anjuran untuk tepat waktu ketika pengaruh penanaman disiplin pada anak ini,
masuk dan keluar sekolah. (3) Pemberitahuan; maka upaya guru dalam menanamkan dan
adalah tindakan guru dalam memberitahukan membiasakan disiplin menjadi suatu
pada anak didik tentang perilakunya yang keniscayaan. Menurut Hurlock (1956: 11),
telah melakukan sesuatu yang melanggar mengatakan bahwa kemampuan menghayati
peraturan dan dapat mengganggu atau kewajiban sebagai keniscayaan tidaklah lahir
menghambat jalannya proses pendidikan bagi dengan sendirinya, tetapi bertumbuh melalui
dirinya sendiri juga bagi orang lain yang ada proses. Usaha menumbuhkembangkan rasa
di lingkungan atau kelompok tertentu. (4) wajib sehingga dihayati sebagai suatu
Pembiasaan; adalah tindakan guru agar siswa keniscayaan dapat ditempuh melalui disiplin.
melakukan sesuatu yang dikerjakan berjalan Dalam pelaksanaannya, memang
dengan tertib dan teratur. (5) Penyadaran; kegiatan proses pembelajaran memegang
adalah tindakan guru terhadap siswa yang peran menentukan, yakni menyediakan suatu
telah mulai kritis pemikirannya. Melalui kondisi atau keadaan yang memungkinkan
penyadaran siswa sedikit demi sedikit kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dapat
diberikan penjelasan-penjelasan tentang menimbulkan aktivitas belajar siswa. Kegiatan
pentingnya diadakan norma-norma atau pembelajaran ini oleh Rich (2003: 54)
peraturan-peraturan. (6) Teguran; adalah dikatakan sebagai faktor kunci, yaitu
tindakan yang dilakukan guru terhadap siswa bagaimana guru dapat memberikan antisipasi
yang melakukan pelanggaran norma sekolah, dan tafsiran atas keadaan siswa serta
misalnya pelanggaran terhadap tata tertib TK. tanggapan siswa terhadap tindakan guru
Teguran diberikan guru pada anak yang baru mengajar. Jadi guru perlu mengelola perilaku
satu atau dua kali melakukan pelanggaran. sendiri serta memahami perilaku siswa, demi
Teguran bisa menggunakan kata-kata atau bertambahnya pengetahuan siswa serta
menggunakan isyarat seperti mata melotot terjadinya pertumbuhan kepribadian. Oleh
atau menunjukkan tangan. (7) Peringatan; karena itu, dalam proses pembelajaran tidak
adalah tindakan guru yang diberikan kepada dapat melepaskan diri dari persoalan disiplin,
anak yang telah beberapa kali melakukan karena disiplin merupakan motor penggerak
pelanggaran dan telah beberapa kali diberikan dari suatu organisasi yang efektif. Dengan
teguran atas pelangarannya terhadap norma kondisi yang disiplin itu di antara anggota-
TK. Dalam memberikan peringatan biasanya anggota kelompok dapat bekerja sama, ada
disertai dengan ancaman sanksi bila rasa keterikatan serta bertanggung jawab
terhadap standar yang resmi dari organisasi mengemukakan bahwa salah satu ciri pokok
tersebut. pendidikan modern adalah memotivasi siswa
Dengan demikian guru harus berusaha dapat berdisiplin secara mandiri atau memiliki
mencari cara/strategi yang efektif agar siswa disiplin diri.
dapat menjadi seorang yang berkepribadian Guru sebagai pendidik mempunyai
disiplin, yang memiliki kemampuan untuk peranan penting dalam mengembangkan
menyesuaikan diri secara tepat, baik terhadap disiplin anak. Upaya untuk mengembangkan
dirinya sendiri, lingkungan, maupun terhadap disiplin adalah melalui pembiasaan disiplin.
Tuhan. Individu yang berdisiplin diri (self- Dengan pembiasaan ini, guru berusaha
discipline) akan mampu menampilkan menciptakan situasi proses pembelajaran yang
perilaku yang sesuai dengan batasan-batasan dapat mendorong siswa untuk berdisiplin
norma yang berlaku, dan mampu dalam belajarnya sehingga berhasil dengan
mengarahkan dirinya kepada aktivitas- baik.
aktivitas yang positif dan konstruktif. Namun Seseorang yang memiliki disiplin diri
sebaliknya, apabila kepada anak tidak tidak hanya mampu menaati peraturan dari
ditanamkan disiplin, maka anak mengalami luar, akan tetapi juga mampu untuk mengatur
kegagalan dalam mencapai perkembangan jati dirinya, atau mengarahkan diri untuk
dirinya (self-identity) atau rasa tanggung mencapai tujuan yang diharapkan.
jawabnya (responsibility). Dengan disiplin Kemampuan mengatur diri mengandung arti
tersebut anak akan tumbuh rasa kesadaran bahwa individu mampu memilah-milah
dalam dirinya untuk menaati semua peraturan perilakunya. Setiap perilaku dipertimbangkan
organisasi dan norma-norma sosial yang atas dasar baik buruknya, manfaat dan
berlaku. Ia dengan suka rela menaati peraturan mudaratnya, baik bagi dirinya maupun bagi
dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, orang lain. Sedangkan untuk merencanakan
kesediaan untuk mengikuti peraturan dan tata kegiatannya sendiri, berarti individu tersebut
tertib karena didorong oleh adanya kesadaran mampu mengarahkan perilaku atau
yang ada pada kata hatinya. Hal ini aktivitasnya dalam rangka mencapai tujuan
merupakan sesuatu yang berkenaan dengan yang diharapkan.
pengendalian diri seseorang terhadap bentuk- Megawangi (2004: 3) menggambarkan
bentuk aturan. Kepatuhan dalam sifat-sifat orang yang berdisiplin diri itu
melaksanakan peraturan yang disebabkan rasa adalah orang yang taat dan sadar terhadap
takut terhadap sanksi yang akan diberikan nilai, norma, aturan, dan tata tertib yang
belumlah dapat disebut seorang berdisiplin. berlaku adalah orang yang dapat menerima
Seseorang dikatakan berdisiplin baik apabila kebenaran, kebaikan dan kepentingan nilai,
ia dengan kesadaran melaksanakan peraturan norma, aturan, dan tata tertib tersebut. Orang
itu karena ia mengetahui manfaat dari demikian dikatakan berdisiplin diri,
peraturan yang ditetapkan tersebut. ketaatannya tidak dipaksakan oleh orang lain.
Pelaksanaan penanaman dan pembiasaan Sifat tulus ikhlas atau tidak terpaksa
disiplin diri dalam proses pembelajaran anak dalam melakukan suatu aktivitas atau mentaati
merupakan kecenderungan disiplin positif, suatu norma atau peraturan yang berlaku
yaitu disiplin yang didasarkan kepada kontrol merupakan ciri kematangan pribadi seseorang.
dari dalam diri sendiri (internal control). Dalam hal ini, Nuccin (2008: 234)
Penanaman disiplin diri merupakan kekuatan mengemukakan bahwa “self discipline,
internal mendorong individu untuk mentaati therefore, is not only the basis of maturity and
sesuatu peraturan atau norma, atas dasar adjustment but of the feeling and acceptance
kemauan atau pertimbangan sendiri akan of responsibility for self.” Pendapat ini
makna atau manfaat norma tersebut. menyatakan bahwa disiplin diri itu bukan
Motivasi anak agar memiliki disiplin hanya sebagai dasar kematangan dan
merupakan tugas pokok guru dalam mendidik penyesuaian diri, akan tetapi juga rasa
siswa. Dalam hal ini, Damon (2002: 225) tanggung jawab.
kita inginkan, sampai anak-anak itu betul- kemauan dan juga resistensi dalam diri
betul mengerti dan melakukan kebiasaan manusia.
sebagaimana yang sudah ditetapkan. Ketiga, Kesadaran siswa, menurut William
lakukan pembiasaan sesegera mungkin, jangan James (1925: 25), merupakan hal utama yang
ditunda-tunda. harus benar-benar diperhatikan guru ketika
Dalam pembahasan mengenai metode mengajar. Menurutnya kesadaran inilah yang
susunan kebiasaan, James memberikan 4 akan mengarahkan manusia pada dua hal yang
aturan dasar, yaitu: (1) Lengkapi dirimu sangat penting yaitu pengetahuan dan tindakan
dengan kekuatan dan ambillah keputusan (action).
seepat mungkin. (2) Tidak ada pengecualian Pengetahuan dan tindakan merupakan
dalam kesempatan sampai kebiasaan baru dua aspek yang membedakan manusia dari
telah tertanam dihidupmu. (3) Ambilah makhluk hidup yang lain. Tindakan yang
kesempatan yang paling pertama saat didasari oleh pengetahuan akan menjadi suatu
menambil tindakan. (4) Jagalah kebiasaan itu perilaku (behavior) dan jika terjadi secara
agar tetap ada dengan memberikan dorongan permanen kita kenal dengan kebiasaan (habit).
kecil setiap hari. James menyatakan bahwa: You (the
Khusus untuk psikologi pendidikan teachers) should regard your professional task
James menyatakan bahwa bidang ini memiliki as if it consisted chiefly and essentially in
peran yang sangat penting, terutama untuk training the pupil to behavior; taking
mengarahkan perilaku dan kebiasaan sebagai behavior, not in the narrow sense of his
hasil dari belajar. Dan seperti halnya John manners, but in the very widest possible sense,
Dewey, ia meyakini bahwa belajar yang baik as including every possible sort of fit reaction
harusnya didasari oleh kehidupan nyata. on the circumstances into which he may find
James menekankan betapa pentingnya himself brought by the vicissitudes of life.
para guru untuk mempelajari dan memahami William James menyatakan bahwa tugas
kebutuhan dan minat para siswanya. Dengan utama para guru adalah melatih perilaku dan
memahami keduanya maka menurut James kebiasaan (habit) siswa-siswanya dalam arti
akan lebih mudah mengarahkan siswa untuk yang luas. Karena perilaku tidak dapat
mengembangkan perilaku yang baik. Belajar dibentuk secara tidak sadar (tanpa
akan lebih efektif jika anak ditempatkan dalam pengetahuan) maka secara tidak langsung guru
lingkungan yang memberi mereka kebebasan harus memulai tugas-tugasnya dengan
dan motif yang kuat. mengarahkan kesadaran para siswanya melalui
James menentang peradigma lama yang pemrosesan berbagai pengetahuan yang sesuai
memperlakukan siswa sebagai pikiran kosong dan terorganisir dengan baik.
yang harus diisi oleh guru. James memiliki Pengetahuan yang dimaksud oleh James
keyakinan bahwa manusia, terutama pikiran bukan hanya merupakan sekumpulan
dan perasaannya, adalah persifat aktif serta informasi atau teori yang dihafal oleh siswa.
mengalami perkembangan kompleks dengan Pembelajaran pada masa tersebut memang
perbagai aspek seperti pikiran, perasaan, masih banyak dilakukan dengan cara membuat
motif, kekuatan dan juga resistensi yang unik siswa menghafal berbagai teori dan ajaran-
pada tiap individu. Beberapa pokok pikiran ajaran tertentu dengan harapan hafalan
James yang laing terkenal adalah: tersebut akan diaktualisasikan dalam perilaku
1. Kesadaran (Conciousness) dalam Proses siswa di kemudian hari. Namun James tidak
Belajar setuju dengan metode tersebut, ia berpendapat
Belajar merupakan proses yang meliputi bahwa pengetahuan yang benar-benar akan
perubahan terutama aspek-aspek internal menjadi bahanasar dari kesadaran manusia
manusia. James menggunakan kata kesadaran adalah pengetahuan yang dipahami.
(conciousness) untuk menyebutkan berbagai Pemahaman akan didapatkan oleh siswa
aspek internal seperti pikiran, perasaan, motif, melalui aktivitas yang nyata dan menuntut
siswa untuk menggunakan pikirannya secara
sadar dalam melakukan berbagai aktivitas perilaku lama dilakukan kembali sampai
seperti observasi, berdiskusi, praktikum di kebiasaan baru tersebut benar-benar
laboratorium, menggambar, mengukur dan berakar kuat dalam diri kita. Melakukan
lain sebagainya. kebiasaan lama (yang masih berakar kuat)
2. Law of Habits kembali walaupun hanya sekali akan
Hidup manusia pada dasarnya adalah membuat kebiasaan baru yang belum
sekumpulan kebiasaan. Berbagai aktivitas berakar kuat menjadi sulit untuk
yang kita lakukan setiap harinya, sebagian dipertahankan. Godaan untuk melakukan
besar merupakan aktivitas rutin yang dibentuk kebiasaan lama ini merupakan suatu cobaan
sejak lama oleh perilaku yang menjadi bagi manusia yang ingin melakukan
kebiasaan. Dari cara makan, minum, berjalan, perubahan dalam hidupnya. Anak-anak
berbicara, melihat sesuatu, tertawa, berteriak, memiliki kepribadian yang belum benar-
dan berbagai ativitas yang lain pada setiap benar kuat sehingga mudah untuk
manusia memiliki pola unik yang ditentukan melakukan kebiasaan lama mereka
oleh kebiasaannya. Kebiasaan terdiri atas dua kembali, oleh karenanya guru dan orang tua
jenis yaitu kebiasaan baik dan kebiasaan harus senantiasa mengawasi dan
buruk. Tugas guru adalah mengarahkan siswa mengingatkan.
untuk membentuk kebiasaan yang baik. c. Seize the very first possible opportunity to
Bagaimana untuk mengajarkan kebiasaan act on every resolution you make, and on
yang baik? James (1925: 125) menjelaskan every emotional prompting you may
adanya lima hukum yang bekerja dalam experience in the direction of the habits you
pembentukan kebiasaan yang harus aspire to gain.
diperhatikan oleh guru. Hukum yang ketiga menyebutkan
a. In the acquisition of a new habit, or the bahwa kita harus memaksimalkan setiap
leaving off of an old one, we must take care peluang untuk melakukan kebiasaab baru
to launch ourselves with as strong and yang dimaksud. Peluang untuk melakukan
decided an initiative as possible. kebiasaan baru ibaratnya adalah waktu
Hukum pertama ini mengarahkan kita yang tersedia untuk latihan, semakin
untuk memiliki suatu motif atau keinginan banyak latihan tentunya akan semakin
yang kuat untuk memulai kebiasaan baru cepat dan mudah kebiasaan baru terbentuk
atau ketika hendak meninggalkan kebiasaan dalam diri kita.
lam. Tanpa adanya dorongan kuat di awal d. Don't preach too much to your pupils or
maka kemungkinan untuk membentuk abound in good talk in the abstract.
kebiasaan baru atau menghilangkan Jangan terlalu banyak memberi
kebiasaan lama akan sulit dilakukan. Oleh nasehat abstrak kepada para siswa. Dalam
karenanya guru harus mencari suatu hukum keempat ini James tidak bermaksud
momentum yang baik yang dapat untuk menghalangi para guru dalam
memunculkan dorongan kuat pada diri mengarahkan perilaku siswanya melalui
siswanya ketika hendak memulai suatu nasehat (yang berarti bertentangan dengan
kebiasaan yang baik. Seringkali kebiasaan hukum kedua). Namun james
baik adalah sesuatu yang berat dan tidak mengharapkan agar nasehat yang berupa
menyenangkan sehingga dibutuhkan suatu kata-kata itu tidak diberikan secara
kemampuan guru dalam memunculkan berlebihan. Guru harus mencari waktu-
dorongan kuat pada diri siswanya. waktu yang tepat untuk memberikan
b. Never suffer an exception to occur till the nasehat demi keefektifan nasehat itu
new habit is securely rooted in your life. sendiri. Nasehat pada waktu yang tepat
Ketika suatu tekad telah terbentuk akan mengarahkan siswa dengan baik,
dalam diri kita untuk memulai membentuk sebaliknya nasehat yang diberikan dan pada
kebiasaan baru yang baik, maka hukum waktu-waktu yang tidak tepat justru akan
yang kedua adalah jangan membiarkan membuat para siswa menolak atau
menghindari guru. James juga menekankan berarti dia telah menerjemahkan nilai-nilai
perlunya arahan-arahan yang praktis dan tersebut pada dirinya sendiri seperti berlaku
lebih baik lagi jika guru juga memberikan jujur, berdisiplin diri dalam melaksanakan
contoh melalui perbuatan yang kongkrit tugas, bersikap optimis dalam menghadapi
sehingga arahan dan nasehat tidak hanya persoalan-persoalan hidup.
berupa kata-kata yang abstrak. b. Guru hendaknya memahami dan
e. Keep the faculty of effort alive in you by a menghargai pribadi siswa, yakni tercermin
little gratuitous exercise every day. dalam aktivitasnya, dimana guru tersebut:
Membentuk suatu kebiasaan baru 1) memahami bahwa setiap siswa itu
yang berakar kuat dalam diri membutuhkan memiliki kelebihan dan kekuarangan; 2)
suatu pola latihan serta implementasi menghargai pendapat siswa; 3) tidak
perilaku tersebut secara terus menerus. mendominasi siswa; 4) tidak mencemooh
Pada hukum yang kelima ini James siswa, dan 5) guru memberikan pujian
menyatakan bahwa kebiasaan yang tidak kepada siswa yang berperilaku atau
diupayakan untuk diaplikasikan dalam berprestasi baik.
kehidupan sehari-hari secara terus menerus c. Guru memberikan bimbingan kepada siswa
pada akhirnya berpeluang untuk hilang atau dalam hal-hal: 1) mengembangkan iklim
berganti dengan kebiasaan lain. kelas yang bebas dari ketegangan dan
Oleh karena itu meskipun hanya suasana yang membantu perkembangan
berupa aktivitas-aktivitas kecil tanpa alasan siswa; 2) memberikan informasi tentang
apapun kiranya perlu untuk dilakukan cara-cara belajar yang efektif; 3)
setiap hari demi menjaga pola kebiasaan itu mengadakan dialog dengan siswa tentang
sekokoh batu karang di pantai. Sebagai tujuan dan manfaat peraturan belajar yang
contoh seseorang telah memiliki kebiasaan ditetapkan sekolah (guru); 4) membantu
membaca yang baik, berdasarkan prinsip siswa untuk mengembangkan kebiasaan
terakhir ini orang tersebut perlu untuk terus belajar dengan baik; 5) membantu
melakukan aktivitas membacanya setiap mengembangkan sikap postitif siswa
hari walaupun bukan untuk sesuatu yang terhadap belajar; 6) membantu siswa yang
penting jika ia menginginkan kebiasaan mengalami masalah terutama masalah
membacanya benar-benar menjadi karakter belajar; 7) memberikan informasi tentang
yang kuat dalam diri. nilai-nilai yang berlaku, dan mendorongnya
Sehubungan dengan pendapat James di agar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
atas, maka upaya mengembangkan disiplin tersebut (Jean, 1951: 11; Nizar, 2009: 124-
peserta didik itu, guru hendaknya dapat 125).
membimbing siswa agar memiliki pemahaman d. Membantu mengembangkan pribadi siswa
tentang peraturan atau norma-norma dan dapat untuk sadar akan norma, maksudnya adalah
berperilaku sesuai dengan peraturan atau agar siswa dapat memahami batas-batas
norma tersebut. Guru menciptakan situasi norma, dan mampu berperilaku sesuai
komunikasi yang terbuka dengan siswa, di dengan batas-batas norma tersebut. Dengan
mana siswa dapat berdiskusi dengan guru dan kata lain, siswa dapat mengendalikan diri
dapat mengemukakan pendapat atau dalam perilaku yang menyimpang dari
pertanyaan kepada guru. Dalam upaya ketentuan norma, dan sungguh-sungguh
mengembangkan disiplin siswa, maka ada untuk melakukan suatu perbuatan yang
beberapa hal yang perlu menjadi perhatian sesuai dengan norma.
guru, yaitu: e. Membantu siswa agar menyadari jati
a. Guru hendaknya menjadi model bagi dirinya (self identity) dan memiliki
siswanya. Guru berperilaku mencerminkan tanggung jawab (responsibility). Siswa
nilai moral, guru menjadi figur sentral bagi menyadari bahwa keberadaan dirinya
siswa dalam menerjemahkan nilai tersebut sebagai makhluk yang mempunyai
dalam perilaku. Guru sebagai model, juga
James, W. 1890. The Principle of Psychology, Savage, T.V. 1991. Discipline for Self-
Toronto, Ontario: Christopher D. Green Control. New Jersey: Prentice –Hall, Inc.
of York University Sumantri, E. 1993 Pendidikan Moral: Suatu
-------. 1907. Pragmatism: A New Name for Tinjauan dari Sudut Konstruksi dan
Some Old Ways of Thinking, New York: Proposisi. Bandung: Alfabeta.
Longman Green and Co. Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku
Kohlberg. 1984. Essay on Moral dan Prestasi Siswa. Jakarta: PT.
Development, The Philosophy of Moral Gramedia.
Development (Vol. I). San Fransisco: Tunner, B. 1973. Dicipline in School. London:
Harper & Row Publisher. Willmer Brother Limited.
Lindgran, H.C. 1976. Educational Psychology Ulwan, AN. 1993. Pedoman Pendidikan Anak
in The Classroom, New York: John dalam Islam, (terj.). Semarang: CV. Asy
Wiley and Sons. Inc. Syifa‟.
McMillan, J. and Schumacher, S. 2001. Weinstein, Y. 1971. A Teacher’s Word;
Research in Education A Conceptual Psychology in The Classroom, Michigan
Intruduction. (New York: Longman, Inc. State University: McGraw Hill-Book
McPhail, P. 1982. Social and Moral Company
Education. London: Basil Black Well. Winecoff, HL & Bufford, C. 1985 Toward
Megawangi, R. 2004. Pendidikan Karakter; Improved Instruction, A Curriculum
Solusi yang Tepat untuk Membangun Development Handbook for
Bangsa. Jakarta: BPMIGAS-Energi. Instructional School. AISA.
-------. 2007. Semua Berakar pada Karakter,
Isu-isu Permasalahan Bangsa, Jakarta:
Lembaga Penerbit FE-UI.
Nizar, I A I. 2009. Membentuk dan
Meningkatkan Disiplin Anak Sejak Dini,
Jogjakarta: Diva Press.
Nuccin, Larry P., and Narvaez, Darcia. 2008
Handbook of Moral and Character
Education, New York: Madison Ave.
Patton, MQ. 1987. Qualitative Evaluation
Methods, Beverly Hills: Sage
Publications.
Piaget, J. 1951. The Child’s Conception of The
World. Savage, Maryland: Littlefield
Publishers.
Puspoprodjo, W. 1999. Filsafat Moral,
Kesulitan Dalam Teori dan Praktek.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Rahman, H S. 2002. Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Grafindo.
Rahmawati, A. 2010. Pengenalan Budi
Pekerti Terhadap Sesama Manusia Untuk
Anak Usia 4-6 Tahun. Bandung: PT.
Albama.
Rich, D. 2003 Early Elementary Megaskill
The Eager Learner. New York:
Syndistar, Inc.