Anda di halaman 1dari 17

JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

Open Access

PROSES HABITUASI NILAI DISIPLIN PADA ANAK USIA DINI


DALAM KERANGKA PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA
Ahmad Susanto

Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jl. KH. Ahmad Dahlan Cireundeu Jakarta Selatan
E-mail: ahmsusanto@yahoo.com

Abstract: Habituation Process of Early Childhood’s Discipline Value in the


Framework of Building the Nation’s Characters. Habituation process of early
childhood‟s discipline value will build good attitude, moral, personalities and
behaviours on students. They will have good habit not only to themselves but also to
others. Habituation process of discipline value is aimed to form noble characters, i.e.
personal who is skillful at speaking, able to use gestures and symbols, creative,
discipline, able to build good relationship with others, able to make any decisions
wisely, able to choose between right and wrong things, and an integrative-minded
person.

Keywords: habituation process, discipline value, nation‟s characters

Abstrak: Proses Habituasi Nilai Disiplin pada Anak Usia Dini dalam Kerangka
Pembentukan Karakter Bangsa. Pembiasaan nilai disiplin pada anak usia dini
memungkinkan akan terbinanya pribadi yang berbudi pekerti mulia, terpuji dan
membawa mereka pada perilaku baik. Mereka akan terbiasa untuk berbuat baik
kepada dirinya dan juga kepada orang lain. Pembiasaan pribadi yang disiplin adalah
dalam rangka pembentukan karakter mulia, yakni pribadi yang utuh yang terampil
berbicara, menggunakan simbol dan isyarat yang baik, mampu berkreasi dan
menghargai hal-hal yang secara meyakinkan memenuhi keindahan, ditunjang oleh
kehidupan penuh disiplin dalam hubungan pribadi dengan pihak lain, memiliki
kemampuan membuat keputusan yang bijaksana dan menentukan antara yang betul
dengan yang salah, serta memiliki wawasan yang integral.

Kata Kunci: Habituasi, Nilai Disiplin dan Karakter Bangsa

Saat ini bangsa Indonesia dihadapkan sampai pembunuhan. Persoalan ini perlu
pada persoalan dekadensi moral yang cukup mendapat perhatian khusus dari para pakar
mengkhawatirkan. Banyak persoalan pendidikan, khususnya pakar pendidikan nilai-
kekerasan, kriminalitas, tawuran, seks bebas, moral, sebab merupakan indikasi bahwa
hamil di luar nikah, penyalahgunaan obat-obat pelaksanaan pembelajaran pendidikan nilai-
terlarang, dan minuman keras merupakan moral di sekolah belum memenuhi harapan
realitas kehidupan yang terjadi di sekitar kita. sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Peningkatan kriminalitas dan menurunnya Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
moralitas ini mulai menyentuh anak-anak usia Pendidikan Nasional, yaitu mengembangkan
Sekolah Dasar, bahkan tidak menutup kemampuan dan membentuk watak serta
kemungkinan juga anak-anak usia dini (TK), peradaban bangsa yang bermartabat.
mereka ada yang terlibat narkoba, tindakan Rendahnya moralitas bangsa ini adalah
kekerasan antar teman, seksualitas, bahkan cerminan dari perilaku individu-individu yang

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 18


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

tidak berkarakter, sehingga berdampak negatif lebih jauh menerangkan hubungan, serta
terhadap pengelolaan negara, korporasi, sistem menarik makna dari suatu masalah yang
hukum, yang akhirnya akan menurunkan daya diinginkan.
saing bangsa di mata internasional, dan Metode deskriptif analitik dengan variasi
seterusnya membuat Indonesia terpuruk secara studi kasus ini memungkinkan peneliti
sosial, ekonomi, dan budaya. mendekati data sehingga mampu
Salah satu upaya dalam membentuk mengembangkan komponen-komponen
karakter bangsa adalah habituasi nilai disiplin keterangan yang analitis konseptual dan
pada anak usia dini, yang dilakukan orang tua kategoris dari data itu sendiri. Dengan metode
di dalam keluarga, maupun oleh guru di ini penulis dapat menunjukkan adanya
sekolah (TK). Lembaga-lembaga pendidikan interaksi dengan orang yang sedang diteliti,
memiliki peran yang maksimal terhadap pemahaman budaya mereka, termasuk nilai,
permasalahan nilai moral termasuk nilai-nilai kepercayaan, pola-pola perilaku, dan bahasa,
disiplin. Peran tersebut dilatarbelakangi oleh dan usaha merasakan atau mengalami motif
beberapa hal, pertama, ruang lingkup dan emosi mereka.
pendidikan itu sendiri yang tidak terbatas pada Adapun studi kasus (case study)
pengetahuan semata melainkan meliputi pula merupakan metode untuk menghimpun dan
sikap, nilai, dan pola perilaku tertentu. Kedua, menganalisis data berkenaan dengan sesuatu
tantangan pendidikan moral yang semakin kasus. Studi kasus merupakan suatu penelitian
berat akibat globalisasi informasi oleh media yang dilakukan terhadap suatu “kesatuan
informasi yang cenderung dikuasai oleh sistem”. Kesatuan ini dapat berupa program,
negara-negara maju yang memiliki standar kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu
moral yang berbeda. Ketiga, berkembangnya yang terikat oleh tempat, waktu atau ikatan
sikap hidup yang cenderung permisif sebagai tertentu. Studi kasus umumnya menghasilkan
akibat semakin beratnya tantangan kehidupan, gambaran yang longitudinal yakni hasil
dan keempat, tuntutan kehidupan modern yang pengumpulan dan analisa kasus dalam satu
cenderung menjadikan lembaga pendidikan jangka waktu. Kasus dapat terbatas pada satu
formal sebagai ujung tombak pembinaan nilai orang, satu lembaga, satu peristiwa, ataupun
disiplin siswa. satu kelompok manusia dan kelompok objek
Taman Kanak-kanak sebagai lembaga lain-lain yang cukup terbatas, yang dipandang
pendidikan formal dinilai dapat menjadi sebagai satu kesatuan. Sesuai dengan
tempat atau lembaga pendidikan yang mampu kekhasannya, bahwa pendekatan studi kasus
memberikan bekal dasar-dasar sifatnya umum dilakukan pada objek yang terbatas. Maka
bagi perkembangan seluruh aspek kepribadian persoalan pemilihan sampel yang
anak didik secara utuh dan terintegrasi. Taman menggunakan pendekatan tersebut tidak sama
Kanak-kanak adalah sebagai lembaga dengan persoalan yang dihadapi oleh
pendidikan yang mampu memberikan penelitian kuantitatif. Sebagai implikasinya,
pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan yang penelitian yang menggunakan pendekatan
bersifat umum yang diperlukan oleh setiap studi kasus hasilnya tidak dapat
warga Negara Indonesia. digeneralisasikan. Penggunaan metode
deskriptif analitik tipe studi kasus dalam
METODE PENELITIAN penelitian ini yang dilakukan oleh penulis
Penelitian ini dilakukan dengan adalah untuk meneliti tentang proses habituasi
menggunakan metode penelitian deskriptif nilai moral disiplin pada anak usia dini, yang
analitik dengan variasi studi kasus. Metode memusatkan perhatian pada suatu kasus secara
deskriptif analitik merupakan metode intensif dan mendetail.
penelitian yang menekankan kepada usaha Subjek yang diselidiki terdiri dari satu
untuk memperoleh informasi mengenai status unit atau satu kesatuan unit yang dipandang
atau gejala pada saat penelitian, memberikan sebagai kasus. Karena sifat yang mendalam
gambaran terhadap fenomena-fenomena, juga dan mendetail itu, studi kasus umumnya

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 19


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

menghasilkan gambaran yang longitudinal, nilai) yang akan dihadapi di lapangan; (6)
yakni hasil pengumpulan dan analisa kasus Desain penelitian mencuat secara alamiah;
dalam satu jangka. Menurut Qiun (1987: 24), para peneliti memilih desain penelitian yang
penyelidikan dapat ditujukan pada kasus-kasus muncul, mencuat, mengalir secara bertahap,
tertentu, yang dapat terbatas pada satu orang, bukan dibangun di awal penelitian.
satu lembaga, satu keluarga, satu peristiwa Dengan menggunakan metode
ataupun satu kelompok manusia dan kelompok deskriptif-analitik ini, peneliti harus
objek lain-lain yang cukup terbatas, yang berinteraksi secara langsung dengan subjek
dipandang sebagai satu kesatuan dalam hal itu, penelitian, dengan tujuan untuk mendapatkan
segala aspek kasus tersebut mendapat informasi yang akurat, apa adanya, melalui
perhatian sepenuhnya dari penyelidik. suatu proses observasi dan wawancara.
Pendekatan kualitatif deskriptif-analitik McMillan dan Schumacher (2001: 396)
sengaja penulis pilih karena penulis mengemukakan bahwa: “fenomena dan
menganggap bahwa karakteristiknya sangat peristiwa dapat dimaknai secara baik jika
cocok dengan masalah yang menjadi fokus dilakukan interaksi melalui observasi dan
penelitian. Karakteristik tersebut sebagaimana wawancara mendalam dengan sumber
dikemukakan oleh Alwasilah (2006: 104-107) informasi”.
sejalan dengan pemikiran Lincoln dan Guba Pendekatan kualitatif ini dipergunakan
terdapat sejumlah karakteristik yang menandai mulai dari proses perencanaan penelitian,
dari model pendekatan kualitatif, antara lain: penentuan lokasi, pemilihan sumber informasi,
(1) latar alamiah; yakni hasil penelitian melakukan pengamatan partisipatif, dan
diperoleh melalui pengamatan dari pelaksanaan wawancara mendalam terhadap
keseluruhan objek yang diamatinya; (2) proses pendidikan nilai serta proses habituasi
manusia sebagai instrumen; yakni peneliti nilai moral disiplin terhadap anak dalam
adalah sekaligus menjadi pengumpul data lingkungan sekolah. Pengamatan dilakukan
utama. Benda-benda lain selain manusia tidak terhadap semua fenomena dan peristiwa yang
dapat menjadi instrumen karena tidak akan ada di lingkungan sekolah saat melaksanakan
mampu memahami dan menyesuaikan diri proses habituasi nilai moral pada anak.
dengan realitas yang sesungguhnya. Hanya Pengamatan ini, dilakukan terhadap segala
manusialah yang mampu melakukan interaksi kegiatan dan tata cara hidup setiap anak dalam
dengan instrumen atau subjek penelitian kegiatan sehari-hari. Wawancara mendalam
tersebut dan memahami kaitan kenyataan- dilakukan pada kepala sekolah, guru-guru,
kenyataan itu; (3) Analisis data secara orang tua/komite, dan orang-orang terkait
induktif; metode induktif dipilih ketimbang dengan sekolah yang menjadi sumber
metode deduktif karena metode ini lebih informasi. Pengamatan dan wawancara
memungkinkan peneliti mengidentifikasi mendalam dilakukan secara kontinu agar dapat
realitas yang beragam di lapangan, membuat merekam seluruh kegiatan proses habituasi
interaksi antara peneliti dengan responden nilai moral yang berlangsung dalam
lebih eksplisit, nampak, dan mudah dilakukan, lingkungan sekolah tersebut.
serta memungkinkan identifikasi aspek-aspek
yang saling mempengaruhi. (4) Analisis data HASIL DAN PEMBAHASAN
secara induktif; metode induktif dipilih Hasil
ketimbang metode deduktif karena metode ini Proses pembiasaan berawal dari
lebih memungkinkan peneliti mengidentifikasi peniruan, selanjutnya dilakukan pembiasaan di
realitas yang beragam di lapangan; (5) Teori bawah bimbingan orang tua, dan guru, peserta
dilandaskan pada data di lapangan; para didik akan semakin terbiasa. Apabila sudah
peneliti naturalistik mencari teori yang muncul menjadi kebiasaan yang tertanam jauh di
dari data. Mereka tidak berangkat dari teori a dalam hatinya, peserta didik itu kelak akan
priori karena teori ini tidak akan mampu sulit untuk berubah dari kebiasaannya itu.
menjelaskan berbagai temuan(realitas dan Misalnya ia akan melakukan shalat berjamaah

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 20


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

bila waktu shalat tiba, tidak akan berpikir nantinya menimbulkan perbuatan yang apabila
panjang apakah shalat dulu atau melakukan perbuatan ini diulang-ulang maka akan
hal lain, apakah berjamaah atau nanti saja menjadi kebiasaan.
shalat sendirian. Hal ini disebabkan karena Habituasi nilai disiplin yang
kebiasaan itu merupakan perilaku yang berhubungan dengan pendidikan bertujuan
sifatnya otomatis, tanpa direncanakan terlebih membentuk manusia yang berdisiplin, yang
dahulu, berlangsung begitu saja tanpa dapat menjadi anggota masyarakat yang
dipikirkan lagi. bahagia, yang bebas merdeka, terlepas dari
Proses pembiasaan dalam pendidikan segala restriksi (ikatan) yang tidak relevan
merupakan hal yang penting terutama bagi dengan fitrahnya sebagai manusia berpikir,
anak-anak usia dini. Anak-anak belum terlepas dari segala ikatan-ikatan yang
menyadari apa yang disebut baik dan tidak menghambat terlaksananya masyarakat yang
baik dalam arti susila. Ingatan anak-anak adil dan makmur.
belum kuat, perhatian mereka lekas dan Membiasakan nilai disiplin di sekolah,
mudah beralih kepada hal-hal yang terbaru dapat dilihat dari segi perlakuannya ada tiga
dan disukainya. Dalam kondisi ini mereka macam, yaitu: interaksi antar individu, antara
perlu dibiasakan dengan tingkah laku, individu dan kelompok, dan antar kelompok;
keterampilan, kecakapan dan pola pikir sedangkan dari cara terjadinya, ada interaksi
tertentu. Menurut Ulwan (1993: 93), langsung secara fisikal, dan tidak langsung
pendidikan dengan proses pembiasaan melalui media dan simbol. Proses
merupakan cara yang sangat efektif dalam pembelajaran di sekolah (kelas) secara
membentuk iman, akhlak mulia, keutamaan langsung maupun tidak langsung merupakan
jiwa dan untuk melakukan syariat yang lurus. kegiatan interaksi antara individu, antara
Proses pembiasaan sebenarnya individu, dan antar kelompok. Sehingga
berintikan pengulangan. Artinya yang melalui proses belajar ini akan diperoleh atau
dibiasakan itu adalah sesuatu yang dilakukan terbentuk pola-pola pikir.
berulang-ulang dan akhirnya menjadi Pelaksanaan habituasi nilai disiplin ini
kebiasaan. Pembiasaan harus diterapkan dalam harus dilakukan secara singkat, jelas, rinci dan
kehidupan keseharian anak didik, sehingga sederhana, mudah dimengerti oleh anak, tidak
apa yang dibiasakan terutama yang berkaitan boleh bertele-tele, serta menyulitkan dan perlu
dengan akhlak baik akan menjadi kepribadian pemikiran yang rumit, namun harus praktis,
yang sempurna. Misalnya jika guru masuk sebagaimana dikemukakan oleh Savage (1991:
kelas selalu mengucapkan salam. Bila anak 361), bahwa disiplin dapat diwujudkan
didik masuk kelas tidak mengucapkan salam, melalui peraturan yang: 1) sedapat mungkin
maka guru mengingatkan agar bila masuk terinci dan terpisah; 2) cukup singkat dan
kelas atau ruangan apapun hendaklah sederhana; 3) sedapat mungkin jelas dalam hal
mengucapkan salam. sanksi, dan 4) diketahui secara luas oleh
Kebiasaan terbentuk karena sesuatu seluruh siswa.
yang dibiasakan, sehingga kebiasaan dapat Habituasi (pembiasaan) nilai disiplin
diartikan sebagai perbuatan atau ketrampilan pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak
secara terus-menerus, secara konsisten untuk (TK) berlangsung bukan hanya melalui
waktu yang lama, sehingga perbuatan dan kurikulum, tetapi juga melalui interaksi antara
keterampilan itu benar-benar bisa diketahui siswa dengan staf. Hal ini akan terlihat ketika
dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang dalam keadaan bermain, dalam aturan
sulit ditinggalkan. Kebiasaan dapat juga bermain, kegiatan kompetisi, dan ketika anak-
diartikan sebagai gerak perbuatan yang anak memikirkan bentuk-bentuk perilaku
berjalan dengan lancar dan seolah-olah setiap pemain.
berjalan dengan sendirinya. Perbuatan ini Pembiasaan nilai moral disiplin di TK
awalnya dikarenakan pikiran yang melakukan ini terlihat pula dalam kehidupan sosial TK,
pertimbangan dan perencanaan, sehingga anak-anak mempertimbangkan perilaku yang

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 21


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

diterima dan ditolaknya, mengikuti dan and end, (c) experiencing, acting and
mengkritisi kebiasaan maupun moralitas behaving. (3) Civilizing, baik dalam pola pikir,
masyarakatanya. Terjadi pula ketika anak pola dzikir dan pola perilaku.
memperhatikan gurunya, baik cara guru Agar sasaran tersebut tercapai, Djahiri
berbicara, bersikap, dan berbuat di dalam (2004: 74) menyatakan perlunya memerankan
maupun di luar kelas. Juga, pengembangan pendidikan nilai dalam dimensi sebagai
nilai moral disiplin dapat muncul dalam berikut: (1) Membina, menanamkan, serta
perayaan-perayaan hari besar nasional yang melestarikan nilai moral luhur pada individu
bersejarah maupun kontemporer yang dipilih manusia, kelompok, dan kehidupannya. (2)
sebagai contoh kualitas warga negara dalam Meningkatkan dan memperluas tatanan nilai
lingkungan yang disiplin. Muncul pula dalam dan keyakinan manusia/kelompok masyarakat.
program umum di TK, seperti ikut (3) Membina dan meingkatkan jati diri
perlombaan, baik yang diadakan oleh TK yang manusia/masyarakat/bangsa. (4) Menangkal,
bersangkutan maupun yang diadakan oleh TK memperkecil dan meniadakan hal-hal (nilai)
atau lembaga lain. Muncul pula ketika negatif. (5) Membina dan mengupayakan
mengorganisir lingkungan TK, yaitu ketika ketercapaian dunia harapan yang dicita-
menyediakan tempat bermain, membuat citakan. (6) Mengklarifikasi dan
bangunan, dan menyediakan perlengkapan, mengoperasionalkan nilai moral dasar dalam
tempat mainan, sentra-sentra kegiatan anak, astagrata kehidupan. (7) Mengklarifikasi atau
ruang perpustakaan memilih papan mengkaji keberadaan nilai moral dalam diri
pengumuman, serta dalam hubungan antara manusia dan atau kehidupan.
staf administrasi dengan guru. Sebagai salah satu bentuk sistem sosial,
Oleh karena itu pendidikan nilai (afektif) Taman Kanak-kanak merupakan tempat
merupakan keniscayaan yang tidak dapat civitas TK berinteraksi antara satu dengan
ditawar-tawar lagi dalam sistem pendidikan yang lainnya (seluruh warga TK; Kepala TK,
persekolahan di setiap jalur dan jenjang guru, orang tua komite, tata usaha, dan antar
pendidikan, baik formal, informal, maupun siswa). Lingkungan TK dapat dipastikan
non formal. Karena intellectual learning menampilkan beragan nilai kehidupan. Nilai-
semata di sekolah akan destruktif, serta nilai itu dapat berupa nilai yang dilembagakan
menyerahkan pendidikan nilai hanya pada dengan sengaja melalui sejumlah ketentuan
pihak keluarga dan lembaga keagamaan formal seperti kedisiplinan dan kerapihan yang
adalah mustahil. diatur dalam tata tertib sekolah atau nilai
Atas dasar pemikiran di atas, maka kecerdasan, kejujuran, tanggung jawab,
pendidikan nilai disiplin di TK harus mampu keterampilan dan kesehatan, yang
mengintegrasikan peran individu menjadi dikembangkan melalui kurikulum tertulis.
human being dan menjadi human life. Djahiri Selain itu sekolah adalah tempat bertemunya
(2004: 73) mengungkapkan agar sasaran itu nilai-nilai kehidupan yang lahir secara pribadi
tercapai, maka pendidikan nilai harus dan ditampilkan dalam bentuk pikiran, ucapan
mengupayakan: (1) Humanizing dan tindakan perorangan. Nilai-nilai seperti itu
(memanusiakan manusia sehingga manusiawi, cenderung muncul spontan dalam kekhasan
manusia yang utuh, kaffah), yaitu dengan pribadi setiap orang.
proses pembinaan, penembangan dan Penanaman nilai moral disiplin pada
perluasan seperangkat nilai-norma dan norma anak usia dini, terutama di TK dilakukan
ke dalam tatanan nilai dan keyakinan (value melalui pembiasaan (habituasi), yakni
and belief system) manusia secara layak dan dilakukan secara spontan sesuai dengan
manusiawi. (2) Empowering (memberdayakan situasi, kondisi dan materi tententu. Muatan
manusia sebagai makhluk yang menyadari nilai-nilai moral hanya dijadikan sebagai
memiliki sejumlah potensi dan menyadari materi pengayaan dan hidden curriculum
keterbatasannya) dengan cara (a) knowing the sehingga hanya berdampak sebagai nurturant
what dan knowing the why, (b) apreciate mean effect. Namun demikian, kepala TK dalam

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 22


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

setiap kesempatan selalu memberikan arahan Dalam konteks pembelajaran seperti di


tentang pentingnya penanaman nilai disiplin atas, pembiasaan nilai disiplin perlu dilandasi
kepada anak yang harus dilaksanakan oleh akan adanya „kesadaran‟ (awarness). Menurut
semua guru yang mengajar. Djahiri (1996: 23-24) kondisi pembelajaran
Semua warga TK (guru, tata usaha, yang dilandasi kesadaran tersebut harus
komite sekolah, petugas keamanan, pegawai dibangun oleh lima nilai sadar, yaitu: sadar
dasar) ikut dilibatkan dalam akan: (1) adanya sistem nilai, (2) pentingnya
mengimplementasikan pembiasaan nilai memiliki sistem nilai, (3) keinginan untuk
disiplin di sekolah dengan kepala sekolah menganut/memilikinya sistem nilai tersebut,
berperan sebagai fasilitator dalam proses (4) keharusan membina dan meningkatkannya,
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan (5) sadar untuk mencobakan dan
dan evaluasi pembiasaan nilai disiplin. membakukannya dalam amal perbuatan
Dengan terlaksananya habituasi nilai- sehari-hari.
nilai disiplin bagi anak diharapkan akan terjadi Senada dengan itu, menurut Piaget
sebuah perubahan sikap yang signifikan, yaitu (1951: 58) untuk mencapai kesadaran ini
dengan memasukan nilai-nilai disiplin tentang diperlukan tahapan pengkajian yang
bagaimana anak memiliki kehidupan pribadi mendalam dan serius, sebagai berikut: (1)
yang bertanggung jawab sebagai warga Tahap mengakomodasi, yaitu anak memiliki
Negara yang berperan aktif dalam kesempatan untuk mempelajari dan
memecahkan problem pribadi dan masyarakat. menginternalisasikan nilai moral. (2) Tahap
Dengan nilai-nilai moral disiplin tersebut asimilasi atau mengintegrasikan nilai tersebut
dapat mengembangkan perilaku anak untuk dangan sistem nilai lain yang telah ada dalam
memiliki kehidupan pribadi dan warga dirinya. (3) Tahap equalibrasi atau membina
masyarakat berdasar pada norma, aturan yang keseimbangan atau membakukannya sebagai
baik, memiliki emosi dan penyesuaian norma sistem nilai baru yang baku.
sosial yang memuaskan, serta menggunakan Dari pendekatan dan strategi tersebut,
keterampilan-keterampilan dan kebiasanaan Hakam (2000: 48), mengemukakan, untuk
yang melibatkan berpikir kritis dan sasaran tersebut perlu dilakukan pendekatan
konstruktif. Singkatnya, tujuan habituasi nilai yang terbaik dan saling mengaitkannya satu
disiplin dimaksudkan untuk pembinaan sama lain agar menimbulkan hasil yang
seluruh aspek kehidupan seseorang, baik optimal (sinergis). Pendekatan yang dimaksud
sebagai pribadi, anggota keluarga, warga antara lain sebagai berikut: (1) Pendekatan
negara, dan warga dunia, sehingga dapat penanaman nilai (incultation approach),
mewujudkan sosok manusia ideal, manusia pendekatan ini mengusahakan agar peserta
yang utuh, totalitas, menjadi manusia yang didik mengenal dan menerima nilai sebagai
mampu “survive” dalam kehidupan milik mereka dan bertanggung jawab atas
masyarakat yang penuh dengan tantangan dan keputusan yang diambilnya melalui tahapan:
persaingan hidup. mengenali pilihan, menilai pilihan,
Melalui pembiasaan nilai disiplin dalam menentukan pilihan, menerapkan nilai sesuai
proses pembelajaran di TK, diharapkan dalam dengan keyakinan diri. Cara yang dapat
diri anak tertanam sikap yang baik. Sikap digunakan pada pendekatan ini antara lain:
tersebut harus dimunculkan oleh anak dalam keteladanan, penguatan positif dan negatif,
perilakunya di sekolah, keluarga, dan simulasi dan bermain peran. (2) Pendekatan
masyarakat. Sebagaimana uraian di atas, perkembangan moral kognitif (cognitive moral
nampaknya pembiasaan nilai disiplin ini development approach). Pendekatqan ini
merupakan salah satu upaya yang ditempuh menekankan pada berbagai tingkatan dari
dalam menanamkan nilai, moral dan norma penelitian moral. Guru dapat mengarahkan
sehingga seseorang dapat berbuat, bersikap, anak dalam menerapkan proses pemikiran
dan berperilaku disiplin, baik sebagai pribadi moral melalui diskusi masalah moral,
maupun sosial. sehingga peserta didik dapat membuat

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 23


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

keputusan tentang pendapat moralnya. Mereka analisis dan klarifikasi nilai, adalah metode
akan menggambarkan tingkat yang lebih proyek/kegiatan di sekolah, hubungan antar
tinggi dalam pemikiran moral, yakni: takut pribadi, praktek hidup bermasyarakat dan
hukuman, melayani kehendak sendiri, berorganisasi.
menuruti peranan yang dihadapkan, bertindak
sesuai prinsip-prinsip etika yang universal. (3) Pembahasan
Pendekatan analisis nilai (values analysis Dalam mengimplementasikan
approach), pendekatan ini menekankan agar pembiasaan nilai disiplin pada anak, dirasa
peserta didik dapat menggunakan kemampuan sangat tepat dan menentukan sekali. Oleh
berpikir logis dan ilmiah dalam menganalisi karena itu, memandang bahwa seorang anak
masalah yang berhubungan dengan nilai merupakan aspek perkembangan paling
tertentu. Selain itu, peserta didik dalam penting; oleh karena itu lingkungan
menggunakan proses berpikir rasional dan pendidikan harus menanamkan inti “kebaikan”
analisi dapat menghubungkan dan (kecakapan dan kebajikan sosial) serta
merumuskan konsep tentang nilai mereka mencegah inti “keburukan” melalui kontrol
sendiri. Cara yang dapat digunakan dalam (Kohlberg: 1984: 51). Dengan demikian,
pendekatan ini antara lain, diskusi terarah gagasan dan sikap orang lain perlu diajarkan
yang menuntut argumentasi, penegasan bukti, melalui hapalan dan latihan dengan pengajaran
penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, bermakna yang memungkinkan munculnya
debat, dan penelitian. (4) Pendekatan inti nilai positif anak secara spontan. Menurut
klarifikasi nilai (values clarification Rousseau dalam Winecoff (1985: 57), anak
approach), pendekatan yang bertujuan untuk cenderung berkembang pengalamannya sesuai
menumbuhkan kesadaran dan dengan tuntutan alam. Apabila anak sering
mengembangkan kemampuan peserta didik dikekang orang tua atau orang lain, bisa
untuk mengidentifikasi nilai-nilai mereka mendorong si anak untuk memiliki pandangan
sendiri dan nilai-nilai orang lain. Selain itu negatif terhadap dunia natural.
pendekatan ini juga membantu pesserta didik Secara umum, pengertian disiplin adalah
untuk mampu mengkomunikasikan secara adanya kesediaan untuk mematuhi
jujur dan terbuka tentang nilai-nilai mereka ketentuan/peraturan-peraturan yang berlaku.
sendiri dan nilai-nilai orang lain dan Kepatuhan di sini bukanlah karena paksaan,
membantu peserta didik dalam menggunakan tetapi kepatuhan atas dasar kesadaran tentang
kemampuan berpikir rasional dan emosional nilai dan pentingnya mematuhi peraturan-
dalam menilai perasaan, nilai, dan tingkah peraturan itu. Disiplin harus ditanamkan dan
laku mereka sendiri. Cara yang dapat ditumbuhkan dalam diri anak, sehingga
dimanfaatkan dalam pendekatan ini, antara akhirnya rasa disiplin itu akan tumbuh dari
lain bermain peran, simulasi, analisis hati sanubari anak itu sendiri (self-disipline).
mendalam tentang nilai sendiri, aktifitas yang Oleh karena itu, guru dalam menanamkan
mengembangkan sensifitas, kegiatan di luar disiplin pada peserta didik harus
kelas, dan diskusi. (5) Pendekatan memperhatikan beberapa langkah
pembelajaran berbuat (action learning sebagaimana dikemukakan Aqib (2009: 40-
approach), pendekatan ini bertujuan untuk 43), berikut ini:
mengembangkan kemampuan peserta didik 1. Pembiasaan
sseperti pada pendekatan analisis dan Anak agar dibiasakan hidup atau
klarifikasi nilai. Selain itu, pendekatan ini melakukan sesuatu dengan tertib, dengan baik,
dimaksudkan untuk mengembangkan dengan teratur. Misalnya berpakaian rapi,
kemampuan peserta didik dalam melakukan masuk keluar kelas dengan teratur,
kegiatan sosial serta mendorong peserta didik menyimpan tas dan sepatu pada tempatnya
untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk dengan baik, makan dan tidur pada waktunya
yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan dan sebagainya sampai semua hal biasa
masyarakat. Selain cara-cara pendekatan dilakukan dengan tertib dan teratur.

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 24


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

2. Penyadaran kepada anak itu memerlukan pengendalian


Selain dengan menanamkan arahan dari luar atas tingkah lakunya. Dalam
pembiasaan-pembiasaan dengan disertai hal ini individu dipandang tidak mampu
contoh dan teladan dari pihak orang tua dan mengarahkan, mengontrol dan membatasi
guru, maka anak sudah besar dan mulai kritis tingkah lakunya sendiri. (3) Training that
pikirannya, maka sedikit demi sedikit harus correct and strengthens; bahwa tujuan dari
diberikan penjelasan-penjelasan tentang penanaman disiplin itu menanamkan rasa
pentingnya peraturan-peraturan diadakan, “self-discipline”, disiplin diri, dalam arti
sehingga anak lambat laun dapat menyadari bahwa tujuan latihan yang memberikan
nilai dan arti pentingnya peraturan-peraturan kesempatan kepada individu untuk melakukan
tersebut untuk dikerjakan; kesadaran seperti sesuatu berdasarkan pengajaran dan
ini penting artinya dalam pembentukan self- kontrolnya sendiri.
discipline. Adapun pentingnya penanaman disiplin
3. Contoh dan teladan bagi anak ini adalah sebagaimana
Untuk menanamkan disiplin agar anak dikemukakan oleh Gunarsa (1982: 162-163),
terbiasa hidup dan melakukan sesuatu dengan yaitu sebagai berikut: (1) Meresapkan
tertib, baik dan teratur perlu didukung oleh pengetahuan dan pengertian sosial, antara lain
adanya contoh dan teladan dari pihak orang mengenal hak milik orang lain. (2) Mengerti
tua di rumah dan guru di sekolah. Tanpa dan segera menurut untuk menjalankan
adanya contoh dan teladan dari pihak orang kewajiban serta secara langsung mengerti
tua dan guru maka pembiasaan yang larangan-larangan. (3) Mengerti tingkah laku
ditanamkan kepada anak akan dilakukan yang baik dan buruk. (4) Belajar
dengan rasa terpaksa sehingga tidak mungkin mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu
dapat membentuk rasa disiplin dari dalam, tanpa merasa terancam oleh hukuman. (5)
self-discipline. Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa
4. Pengawasan peringatan dari orang lain.
Pengawasan bertujuan untuk menjaga Penerapan habituasi nilai disiplin dalam
atau mencegah kemungkinan terjadinya kurikulum yang dilakukan oleh guru pada
pelanggaran terhadap peraturan atau tata tertib umumnya dilakukan dalam bentuk nasehat,
yang biasa dilakukan. Sebab yang namanya seperti seperti yang dilakukan oleh guru
anak tetap adalah anak, di mana ada berupa nasehat sering pesan etika anak kepada
kesempatan kemungkinannya akan cenderung guru, etika anak kepada orang tua, kewajiban
berbuat sesuatu yang melanggar peraturan atau manusia kepada sang pencipta-Nya, cara
tata tertib. Oleh karena itu pengawasan bergaul antara sesama teman, cara belajar dan
menjadi suatu yang sangat penting. cara memanfaatkan waktu luang.
Pengawasan dalam hal ini harus dilakukan Pembinaan atau habituasi nilai disiplin
dengan terus menerus, terutama pada saat-saat yang dilakukan kepada anak oleh guru
dan situasi-situasi yang memungkinkan anak merupakan tindakan yang bertujuan untuk
akan berbuat yang berlawanan dengan tata menciptakan iklim yang kondusif bagi
tertib dan peraturan. pengembangan pribadi manusia yang dicita-
Untuk memperkuat dan mempertegas citakan. Sementara pembinaannya menurut
pelaksanaan penanaman nilai disiplin, Lingren hasil pengamatan di lapangan menunjukkan
(1960: 305) mengingatkan ada tiga hal yang belum dilakukan secara optimal. Hal ini
harus diperhatikan dalam disiplin tersebut, terbukti masih ditemukan anak yang
yaitu: (1) Punishment (hukuman); yaitu bahwa melakukan pelanggaran disiplin hanya sampai
anak perlu dihukum bila salah, siswa yang sebatas dicatat oleh guru piket saja, sedangkan
terlambat datang ke sekolah perlu diberi tindak lanjutnya untuk diproses oleh guru
hukuman, misalnya disuruh membersihkan kelas belum berjalan sebagaimana mestinya.
WC. (2) Control by emforcing obedience or Beberapa penerapan habituasi nilai
orderly conduct; bahwa penanaman disiplin disiplin yang dilakukan guru terhadap anak

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 25


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

ditempuh dengan cara, antara lain: (1) Contoh melanggar. (8) Larangan; larangan mirip
dan tauladan; dalam kegiatan ini guru dengan perintah, namun konotasinya adalah
memberikan contoh dan tauladan dalam keharusan untuk tidak berbuat sesuatu yang
membiasakan norma sekolah pada perilaku merugikan, seperti larangan ngobrol ketika
hidupnya sehari-hari. Melalui proses sedang belajar atau guru sedang berbicara,
observasi, penulis mengamati bahwa semua larangan untuk bertemu dengan anak lain yang
guru berperan sebagai tokoh teladan dalam nakal. Larangan juga biasanya disertai dengan
disiplin belajar untuk mencontohkan sikap ancaman sanksi. (9) Ganjaran; adalah tindakan
teladannya dengan membiasakan tertib guru yang bersifat menyenangkan baik bagi
membaca salam, tertib masuk ruangan, tertib guru itu sendiri maupun anak didik yang
berdoa sebelum dan sesudah belajar, tertib terkena ganjaran. Ganjaran diberikan oleh
dalam duduk, tertib mengerjakan tugas, tertib guru pada anak yang telah menunjukkan
atau disiplin datang ke TK. Selain itu, keberhasilan dalam sesuatu perbuatan. (10)
dilakukan pula melalui tauladan dalam Hukuman; adalah tindakan yang paling akhir
memimpin kebersihan badan, pakaian, kelas, apabila teguran dan peringatan tidak
tidak membuang sampah sembarangan. (2) diperhatikan oleh siswa karena telah
Anjuran; adalah saran atau ajakan untuk melakukan pelanggaran.
berbuat atau melakukan sesuatu yang berguna, Memperhatikan betapa besarnya
misalnya anjuran untuk tepat waktu ketika pengaruh penanaman disiplin pada anak ini,
masuk dan keluar sekolah. (3) Pemberitahuan; maka upaya guru dalam menanamkan dan
adalah tindakan guru dalam memberitahukan membiasakan disiplin menjadi suatu
pada anak didik tentang perilakunya yang keniscayaan. Menurut Hurlock (1956: 11),
telah melakukan sesuatu yang melanggar mengatakan bahwa kemampuan menghayati
peraturan dan dapat mengganggu atau kewajiban sebagai keniscayaan tidaklah lahir
menghambat jalannya proses pendidikan bagi dengan sendirinya, tetapi bertumbuh melalui
dirinya sendiri juga bagi orang lain yang ada proses. Usaha menumbuhkembangkan rasa
di lingkungan atau kelompok tertentu. (4) wajib sehingga dihayati sebagai suatu
Pembiasaan; adalah tindakan guru agar siswa keniscayaan dapat ditempuh melalui disiplin.
melakukan sesuatu yang dikerjakan berjalan Dalam pelaksanaannya, memang
dengan tertib dan teratur. (5) Penyadaran; kegiatan proses pembelajaran memegang
adalah tindakan guru terhadap siswa yang peran menentukan, yakni menyediakan suatu
telah mulai kritis pemikirannya. Melalui kondisi atau keadaan yang memungkinkan
penyadaran siswa sedikit demi sedikit kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dapat
diberikan penjelasan-penjelasan tentang menimbulkan aktivitas belajar siswa. Kegiatan
pentingnya diadakan norma-norma atau pembelajaran ini oleh Rich (2003: 54)
peraturan-peraturan. (6) Teguran; adalah dikatakan sebagai faktor kunci, yaitu
tindakan yang dilakukan guru terhadap siswa bagaimana guru dapat memberikan antisipasi
yang melakukan pelanggaran norma sekolah, dan tafsiran atas keadaan siswa serta
misalnya pelanggaran terhadap tata tertib TK. tanggapan siswa terhadap tindakan guru
Teguran diberikan guru pada anak yang baru mengajar. Jadi guru perlu mengelola perilaku
satu atau dua kali melakukan pelanggaran. sendiri serta memahami perilaku siswa, demi
Teguran bisa menggunakan kata-kata atau bertambahnya pengetahuan siswa serta
menggunakan isyarat seperti mata melotot terjadinya pertumbuhan kepribadian. Oleh
atau menunjukkan tangan. (7) Peringatan; karena itu, dalam proses pembelajaran tidak
adalah tindakan guru yang diberikan kepada dapat melepaskan diri dari persoalan disiplin,
anak yang telah beberapa kali melakukan karena disiplin merupakan motor penggerak
pelanggaran dan telah beberapa kali diberikan dari suatu organisasi yang efektif. Dengan
teguran atas pelangarannya terhadap norma kondisi yang disiplin itu di antara anggota-
TK. Dalam memberikan peringatan biasanya anggota kelompok dapat bekerja sama, ada
disertai dengan ancaman sanksi bila rasa keterikatan serta bertanggung jawab

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 26


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

terhadap standar yang resmi dari organisasi mengemukakan bahwa salah satu ciri pokok
tersebut. pendidikan modern adalah memotivasi siswa
Dengan demikian guru harus berusaha dapat berdisiplin secara mandiri atau memiliki
mencari cara/strategi yang efektif agar siswa disiplin diri.
dapat menjadi seorang yang berkepribadian Guru sebagai pendidik mempunyai
disiplin, yang memiliki kemampuan untuk peranan penting dalam mengembangkan
menyesuaikan diri secara tepat, baik terhadap disiplin anak. Upaya untuk mengembangkan
dirinya sendiri, lingkungan, maupun terhadap disiplin adalah melalui pembiasaan disiplin.
Tuhan. Individu yang berdisiplin diri (self- Dengan pembiasaan ini, guru berusaha
discipline) akan mampu menampilkan menciptakan situasi proses pembelajaran yang
perilaku yang sesuai dengan batasan-batasan dapat mendorong siswa untuk berdisiplin
norma yang berlaku, dan mampu dalam belajarnya sehingga berhasil dengan
mengarahkan dirinya kepada aktivitas- baik.
aktivitas yang positif dan konstruktif. Namun Seseorang yang memiliki disiplin diri
sebaliknya, apabila kepada anak tidak tidak hanya mampu menaati peraturan dari
ditanamkan disiplin, maka anak mengalami luar, akan tetapi juga mampu untuk mengatur
kegagalan dalam mencapai perkembangan jati dirinya, atau mengarahkan diri untuk
dirinya (self-identity) atau rasa tanggung mencapai tujuan yang diharapkan.
jawabnya (responsibility). Dengan disiplin Kemampuan mengatur diri mengandung arti
tersebut anak akan tumbuh rasa kesadaran bahwa individu mampu memilah-milah
dalam dirinya untuk menaati semua peraturan perilakunya. Setiap perilaku dipertimbangkan
organisasi dan norma-norma sosial yang atas dasar baik buruknya, manfaat dan
berlaku. Ia dengan suka rela menaati peraturan mudaratnya, baik bagi dirinya maupun bagi
dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, orang lain. Sedangkan untuk merencanakan
kesediaan untuk mengikuti peraturan dan tata kegiatannya sendiri, berarti individu tersebut
tertib karena didorong oleh adanya kesadaran mampu mengarahkan perilaku atau
yang ada pada kata hatinya. Hal ini aktivitasnya dalam rangka mencapai tujuan
merupakan sesuatu yang berkenaan dengan yang diharapkan.
pengendalian diri seseorang terhadap bentuk- Megawangi (2004: 3) menggambarkan
bentuk aturan. Kepatuhan dalam sifat-sifat orang yang berdisiplin diri itu
melaksanakan peraturan yang disebabkan rasa adalah orang yang taat dan sadar terhadap
takut terhadap sanksi yang akan diberikan nilai, norma, aturan, dan tata tertib yang
belumlah dapat disebut seorang berdisiplin. berlaku adalah orang yang dapat menerima
Seseorang dikatakan berdisiplin baik apabila kebenaran, kebaikan dan kepentingan nilai,
ia dengan kesadaran melaksanakan peraturan norma, aturan, dan tata tertib tersebut. Orang
itu karena ia mengetahui manfaat dari demikian dikatakan berdisiplin diri,
peraturan yang ditetapkan tersebut. ketaatannya tidak dipaksakan oleh orang lain.
Pelaksanaan penanaman dan pembiasaan Sifat tulus ikhlas atau tidak terpaksa
disiplin diri dalam proses pembelajaran anak dalam melakukan suatu aktivitas atau mentaati
merupakan kecenderungan disiplin positif, suatu norma atau peraturan yang berlaku
yaitu disiplin yang didasarkan kepada kontrol merupakan ciri kematangan pribadi seseorang.
dari dalam diri sendiri (internal control). Dalam hal ini, Nuccin (2008: 234)
Penanaman disiplin diri merupakan kekuatan mengemukakan bahwa “self discipline,
internal mendorong individu untuk mentaati therefore, is not only the basis of maturity and
sesuatu peraturan atau norma, atas dasar adjustment but of the feeling and acceptance
kemauan atau pertimbangan sendiri akan of responsibility for self.” Pendapat ini
makna atau manfaat norma tersebut. menyatakan bahwa disiplin diri itu bukan
Motivasi anak agar memiliki disiplin hanya sebagai dasar kematangan dan
merupakan tugas pokok guru dalam mendidik penyesuaian diri, akan tetapi juga rasa
siswa. Dalam hal ini, Damon (2002: 225) tanggung jawab.

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 27


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

Tokoh utama yang mengangkat dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya,


pembiasaan atau kebiasaan (habit) dalam James menegaskan; “untuk itu kita harus
pendidikan sebagai metode pembelajaran yang terbiasa, secepat mungkin, semampu kita, dan
paling efektif adalah William James (1842- menjaga diri dari jalan yang memberi kerugian
1910). Dia adalah filsuf dan psikolog Amerika kepada kita, seperti kita menjaga diri dari
yang paling berpengaruh, dia dilahirkan di penyakit. Semakin banyak dari hal itu di
kota New York. Teori James yang paling dalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita
terkenal disebut dengan istilah “Iron Law of lakukan dengan terbiasa, semakin banyak
Habit” atau Hukum Utama Kebiasaan. Dalam kemampuan pemikiran kita yang dapat
teorinya tersebut James menyimpulkan bahwa digunakan untuk hal yang penting lainnya”.
tujuan dasar pendidikan sebagai Selanjutnya, berkaitan dengan penerapan
pengembangan awal kebiasaan individual dan proses pembiasaan ini, James
kelompok, dalam pembentukan masyarakat (http://www.brainpickings.org/index.php/2012
yang lebih sempurna. Singkatnya, James /09/25/william-james-on-habit/ 2014/04/12:
menegaskan, dasar dari semua pendidikan 09:57) menegaskan sedikitnya ada tiga cara
adalah mengumpulkan semua insting asli yang agar pembiasaan berhasil dengan baik, yaitu:
dikenal oleh anak-anak, dan tujuan pendidikan (1) Penerapan kebiasaan baru, atau
adalah organisasi pengenalan kebiasaan meninggalkan yang lama, harus dilakukan
sebagai bagian dari diri untuk menjadikan secara berhati-hati dan dimulai dari diri kita
pribadi yang lebih baik. Sumbangan James sendiri. Identifikasikan hal-hal yang mungkin
yang paling berpenaruh terhadap metode dapat diterapkan dengan tujuan dan motif
pendidikan adalah hubungannya dengan yang tepat; menempatkan diri dengan tekun
susunan kebiasaan. James (1907) mengatakan: dalam kondisi yang mendorong cara baru;
“The great thing, then, in all education, membuat keterlibatan dengan pembiasaan
is to make our nervous system our ally instead yang lama; melibatkan anak dengan kondisi
of our enemy. It is to fund and capitalize our atau pembiasaan baru tersebut. (2) Jangan
acquisitions, and live at ease upon the interest pernah merasa bosan dengan penerapan
of the fund. For this we must make automatic pembiasaan baru sampai betul-betul kebiasaan
and habitual, as early as possible, as many tersebut terbentuk pada anak. Kontinuitas
useful actions as we can, and guard against pelatihan adalah cara yang tepat untuk
the growing into ways that are likely to be membuat proses pembiasaan dapat berhasil,
disadvantageous to us, as we should guard sehingga pembiasaan itu menjadi kebiasaan
against the plague. The more of the details of bagi anak sesuai dengan yang dikehendaki. (3)
our daily life we can hand over to the Lakukan pembiasaan ini dengan sesegera
effortless custody of automatism, the more our mungkin sesuai dengan tujuan dan motif yang
higher powers of mind will be set free for their telah ditentukan. Secara emosional proses
own proper work. There is no more miserable pembiasaan ini menuntut keseriusan dan
human being than one in whom nothing is kesungguhan kita dalam melakukan proses
habitual but indecision, and for whom the pembiasaan tersebut.
lighting of every cigar, the drinking of every Jadi sedikitnya, menurut James ada tiga
cup, the time of rising and going to bed every cara dalam melaksanakan pembiasaan pada
day, and the beginning of every bit of work, anak, agar proses ini berhasil baik; Pertama,
are subjects of express volitional pembiasaan ini harus dilakukan dengan hati-
deliberation”. hati jangan sampai menyakiti atau merusak
Dari pernyataan James di atas dapat pemikiran anak. Pembiasaan yang baik itu
dipahami bahwa hal yang paling utama, harus dimulai dari diri sendiri. Kemudian
disemua tingkat pendidikan, adalah melalui tentukan pembiasaan apa yang ingin
pembiasaan. Dengan metode pembiasaan diterapkan. Kedua, dalam proses pembiasaan
tersebut dapat menemukan dan mengenali harus dilakukan secara rutin, jangan cepat
kebutuhan anak dan memenuhi kebutuhan bosan karena anak belum mengikuti apa yang

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 28


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

kita inginkan, sampai anak-anak itu betul- kemauan dan juga resistensi dalam diri
betul mengerti dan melakukan kebiasaan manusia.
sebagaimana yang sudah ditetapkan. Ketiga, Kesadaran siswa, menurut William
lakukan pembiasaan sesegera mungkin, jangan James (1925: 25), merupakan hal utama yang
ditunda-tunda. harus benar-benar diperhatikan guru ketika
Dalam pembahasan mengenai metode mengajar. Menurutnya kesadaran inilah yang
susunan kebiasaan, James memberikan 4 akan mengarahkan manusia pada dua hal yang
aturan dasar, yaitu: (1) Lengkapi dirimu sangat penting yaitu pengetahuan dan tindakan
dengan kekuatan dan ambillah keputusan (action).
seepat mungkin. (2) Tidak ada pengecualian Pengetahuan dan tindakan merupakan
dalam kesempatan sampai kebiasaan baru dua aspek yang membedakan manusia dari
telah tertanam dihidupmu. (3) Ambilah makhluk hidup yang lain. Tindakan yang
kesempatan yang paling pertama saat didasari oleh pengetahuan akan menjadi suatu
menambil tindakan. (4) Jagalah kebiasaan itu perilaku (behavior) dan jika terjadi secara
agar tetap ada dengan memberikan dorongan permanen kita kenal dengan kebiasaan (habit).
kecil setiap hari. James menyatakan bahwa: You (the
Khusus untuk psikologi pendidikan teachers) should regard your professional task
James menyatakan bahwa bidang ini memiliki as if it consisted chiefly and essentially in
peran yang sangat penting, terutama untuk training the pupil to behavior; taking
mengarahkan perilaku dan kebiasaan sebagai behavior, not in the narrow sense of his
hasil dari belajar. Dan seperti halnya John manners, but in the very widest possible sense,
Dewey, ia meyakini bahwa belajar yang baik as including every possible sort of fit reaction
harusnya didasari oleh kehidupan nyata. on the circumstances into which he may find
James menekankan betapa pentingnya himself brought by the vicissitudes of life.
para guru untuk mempelajari dan memahami William James menyatakan bahwa tugas
kebutuhan dan minat para siswanya. Dengan utama para guru adalah melatih perilaku dan
memahami keduanya maka menurut James kebiasaan (habit) siswa-siswanya dalam arti
akan lebih mudah mengarahkan siswa untuk yang luas. Karena perilaku tidak dapat
mengembangkan perilaku yang baik. Belajar dibentuk secara tidak sadar (tanpa
akan lebih efektif jika anak ditempatkan dalam pengetahuan) maka secara tidak langsung guru
lingkungan yang memberi mereka kebebasan harus memulai tugas-tugasnya dengan
dan motif yang kuat. mengarahkan kesadaran para siswanya melalui
James menentang peradigma lama yang pemrosesan berbagai pengetahuan yang sesuai
memperlakukan siswa sebagai pikiran kosong dan terorganisir dengan baik.
yang harus diisi oleh guru. James memiliki Pengetahuan yang dimaksud oleh James
keyakinan bahwa manusia, terutama pikiran bukan hanya merupakan sekumpulan
dan perasaannya, adalah persifat aktif serta informasi atau teori yang dihafal oleh siswa.
mengalami perkembangan kompleks dengan Pembelajaran pada masa tersebut memang
perbagai aspek seperti pikiran, perasaan, masih banyak dilakukan dengan cara membuat
motif, kekuatan dan juga resistensi yang unik siswa menghafal berbagai teori dan ajaran-
pada tiap individu. Beberapa pokok pikiran ajaran tertentu dengan harapan hafalan
James yang laing terkenal adalah: tersebut akan diaktualisasikan dalam perilaku
1. Kesadaran (Conciousness) dalam Proses siswa di kemudian hari. Namun James tidak
Belajar setuju dengan metode tersebut, ia berpendapat
Belajar merupakan proses yang meliputi bahwa pengetahuan yang benar-benar akan
perubahan terutama aspek-aspek internal menjadi bahanasar dari kesadaran manusia
manusia. James menggunakan kata kesadaran adalah pengetahuan yang dipahami.
(conciousness) untuk menyebutkan berbagai Pemahaman akan didapatkan oleh siswa
aspek internal seperti pikiran, perasaan, motif, melalui aktivitas yang nyata dan menuntut
siswa untuk menggunakan pikirannya secara

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 29


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

sadar dalam melakukan berbagai aktivitas perilaku lama dilakukan kembali sampai
seperti observasi, berdiskusi, praktikum di kebiasaan baru tersebut benar-benar
laboratorium, menggambar, mengukur dan berakar kuat dalam diri kita. Melakukan
lain sebagainya. kebiasaan lama (yang masih berakar kuat)
2. Law of Habits kembali walaupun hanya sekali akan
Hidup manusia pada dasarnya adalah membuat kebiasaan baru yang belum
sekumpulan kebiasaan. Berbagai aktivitas berakar kuat menjadi sulit untuk
yang kita lakukan setiap harinya, sebagian dipertahankan. Godaan untuk melakukan
besar merupakan aktivitas rutin yang dibentuk kebiasaan lama ini merupakan suatu cobaan
sejak lama oleh perilaku yang menjadi bagi manusia yang ingin melakukan
kebiasaan. Dari cara makan, minum, berjalan, perubahan dalam hidupnya. Anak-anak
berbicara, melihat sesuatu, tertawa, berteriak, memiliki kepribadian yang belum benar-
dan berbagai ativitas yang lain pada setiap benar kuat sehingga mudah untuk
manusia memiliki pola unik yang ditentukan melakukan kebiasaan lama mereka
oleh kebiasaannya. Kebiasaan terdiri atas dua kembali, oleh karenanya guru dan orang tua
jenis yaitu kebiasaan baik dan kebiasaan harus senantiasa mengawasi dan
buruk. Tugas guru adalah mengarahkan siswa mengingatkan.
untuk membentuk kebiasaan yang baik. c. Seize the very first possible opportunity to
Bagaimana untuk mengajarkan kebiasaan act on every resolution you make, and on
yang baik? James (1925: 125) menjelaskan every emotional prompting you may
adanya lima hukum yang bekerja dalam experience in the direction of the habits you
pembentukan kebiasaan yang harus aspire to gain.
diperhatikan oleh guru. Hukum yang ketiga menyebutkan
a. In the acquisition of a new habit, or the bahwa kita harus memaksimalkan setiap
leaving off of an old one, we must take care peluang untuk melakukan kebiasaab baru
to launch ourselves with as strong and yang dimaksud. Peluang untuk melakukan
decided an initiative as possible. kebiasaan baru ibaratnya adalah waktu
Hukum pertama ini mengarahkan kita yang tersedia untuk latihan, semakin
untuk memiliki suatu motif atau keinginan banyak latihan tentunya akan semakin
yang kuat untuk memulai kebiasaan baru cepat dan mudah kebiasaan baru terbentuk
atau ketika hendak meninggalkan kebiasaan dalam diri kita.
lam. Tanpa adanya dorongan kuat di awal d. Don't preach too much to your pupils or
maka kemungkinan untuk membentuk abound in good talk in the abstract.
kebiasaan baru atau menghilangkan Jangan terlalu banyak memberi
kebiasaan lama akan sulit dilakukan. Oleh nasehat abstrak kepada para siswa. Dalam
karenanya guru harus mencari suatu hukum keempat ini James tidak bermaksud
momentum yang baik yang dapat untuk menghalangi para guru dalam
memunculkan dorongan kuat pada diri mengarahkan perilaku siswanya melalui
siswanya ketika hendak memulai suatu nasehat (yang berarti bertentangan dengan
kebiasaan yang baik. Seringkali kebiasaan hukum kedua). Namun james
baik adalah sesuatu yang berat dan tidak mengharapkan agar nasehat yang berupa
menyenangkan sehingga dibutuhkan suatu kata-kata itu tidak diberikan secara
kemampuan guru dalam memunculkan berlebihan. Guru harus mencari waktu-
dorongan kuat pada diri siswanya. waktu yang tepat untuk memberikan
b. Never suffer an exception to occur till the nasehat demi keefektifan nasehat itu
new habit is securely rooted in your life. sendiri. Nasehat pada waktu yang tepat
Ketika suatu tekad telah terbentuk akan mengarahkan siswa dengan baik,
dalam diri kita untuk memulai membentuk sebaliknya nasehat yang diberikan dan pada
kebiasaan baru yang baik, maka hukum waktu-waktu yang tidak tepat justru akan
yang kedua adalah jangan membiarkan membuat para siswa menolak atau

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 30


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

menghindari guru. James juga menekankan berarti dia telah menerjemahkan nilai-nilai
perlunya arahan-arahan yang praktis dan tersebut pada dirinya sendiri seperti berlaku
lebih baik lagi jika guru juga memberikan jujur, berdisiplin diri dalam melaksanakan
contoh melalui perbuatan yang kongkrit tugas, bersikap optimis dalam menghadapi
sehingga arahan dan nasehat tidak hanya persoalan-persoalan hidup.
berupa kata-kata yang abstrak. b. Guru hendaknya memahami dan
e. Keep the faculty of effort alive in you by a menghargai pribadi siswa, yakni tercermin
little gratuitous exercise every day. dalam aktivitasnya, dimana guru tersebut:
Membentuk suatu kebiasaan baru 1) memahami bahwa setiap siswa itu
yang berakar kuat dalam diri membutuhkan memiliki kelebihan dan kekuarangan; 2)
suatu pola latihan serta implementasi menghargai pendapat siswa; 3) tidak
perilaku tersebut secara terus menerus. mendominasi siswa; 4) tidak mencemooh
Pada hukum yang kelima ini James siswa, dan 5) guru memberikan pujian
menyatakan bahwa kebiasaan yang tidak kepada siswa yang berperilaku atau
diupayakan untuk diaplikasikan dalam berprestasi baik.
kehidupan sehari-hari secara terus menerus c. Guru memberikan bimbingan kepada siswa
pada akhirnya berpeluang untuk hilang atau dalam hal-hal: 1) mengembangkan iklim
berganti dengan kebiasaan lain. kelas yang bebas dari ketegangan dan
Oleh karena itu meskipun hanya suasana yang membantu perkembangan
berupa aktivitas-aktivitas kecil tanpa alasan siswa; 2) memberikan informasi tentang
apapun kiranya perlu untuk dilakukan cara-cara belajar yang efektif; 3)
setiap hari demi menjaga pola kebiasaan itu mengadakan dialog dengan siswa tentang
sekokoh batu karang di pantai. Sebagai tujuan dan manfaat peraturan belajar yang
contoh seseorang telah memiliki kebiasaan ditetapkan sekolah (guru); 4) membantu
membaca yang baik, berdasarkan prinsip siswa untuk mengembangkan kebiasaan
terakhir ini orang tersebut perlu untuk terus belajar dengan baik; 5) membantu
melakukan aktivitas membacanya setiap mengembangkan sikap postitif siswa
hari walaupun bukan untuk sesuatu yang terhadap belajar; 6) membantu siswa yang
penting jika ia menginginkan kebiasaan mengalami masalah terutama masalah
membacanya benar-benar menjadi karakter belajar; 7) memberikan informasi tentang
yang kuat dalam diri. nilai-nilai yang berlaku, dan mendorongnya
Sehubungan dengan pendapat James di agar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
atas, maka upaya mengembangkan disiplin tersebut (Jean, 1951: 11; Nizar, 2009: 124-
peserta didik itu, guru hendaknya dapat 125).
membimbing siswa agar memiliki pemahaman d. Membantu mengembangkan pribadi siswa
tentang peraturan atau norma-norma dan dapat untuk sadar akan norma, maksudnya adalah
berperilaku sesuai dengan peraturan atau agar siswa dapat memahami batas-batas
norma tersebut. Guru menciptakan situasi norma, dan mampu berperilaku sesuai
komunikasi yang terbuka dengan siswa, di dengan batas-batas norma tersebut. Dengan
mana siswa dapat berdiskusi dengan guru dan kata lain, siswa dapat mengendalikan diri
dapat mengemukakan pendapat atau dalam perilaku yang menyimpang dari
pertanyaan kepada guru. Dalam upaya ketentuan norma, dan sungguh-sungguh
mengembangkan disiplin siswa, maka ada untuk melakukan suatu perbuatan yang
beberapa hal yang perlu menjadi perhatian sesuai dengan norma.
guru, yaitu: e. Membantu siswa agar menyadari jati
a. Guru hendaknya menjadi model bagi dirinya (self identity) dan memiliki
siswanya. Guru berperilaku mencerminkan tanggung jawab (responsibility). Siswa
nilai moral, guru menjadi figur sentral bagi menyadari bahwa keberadaan dirinya
siswa dalam menerjemahkan nilai tersebut sebagai makhluk yang mempunyai
dalam perilaku. Guru sebagai model, juga

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 31


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

tanggung jawab untuk berperilaku sesuai dengan membuat kesepakatan-kesepakatan,


dengan peraturan Tuhan. perjanjian yang rinci tentang tingkah laku
f. Membantu siswa dalam mengembangkan siswa yang dikehendaki untuk diubah atau
kata hatinya (conscience). Melalui dikembangkan. Kesepakatan dibuat secara
pembiasaan disiplin, maka akan terjadi teknis dengan kriteria dan target yang jelas.
internalisasi nilai. Siswa dapat menyerap, c. Assertive training, yaitu pembentukan atau
mempertimbangkan, menjiwai nilai-nilai pengembangan perilaku dengan cara
tersebut, sehingga menjadi rujukan untuk melatih bersikap tegas di hadapan orang
melakukan atau tidak melakukan sesuatu lain yaitu teman-teman dan gurunya untuk
(Rahmawatii, 2010: 81). tetap atau terus melakukan tindakan yang
Disiplin sekolah apabila dikembangkan dikehendaki meskipun orang lain tidak
dan diterapkan dengan baik, konsisten dan menghendaki.
konsekwen akan berdampak positif bagi Dari ketiga teknik di atas, nampaknya
kehidupan dan perilaku siswa. Disiplin dapat model assertive training lebih memungkinkan
mendorong mereka belajar secara konkret untuk diterapkan di TK, yakni pembiasaan
dalam praktik hidup di sekolah tentang hal-hal atau penerapan disiplin yang membutuhkan
positif. Dengan pemberlakuan disiplin, siswa pelatihan dan pengulangan yang terus
belajar beradaptasi dengan lingkungan yang menerus. Dimana setiap individu dirangsang
baik itu, sehingga muncul keseimbangan diri untuk memiliki motivasi internal terhadap
dalam hubungan dengan orang lain. Dengan peraturan atau tata tertib, dengan tujuan untuk
demikian, adanya disiplin menata perilaku mendisiplinkan diri. Dalam hal pelaksanaan
seseorang dalam hubungannya di tengah- strategi disiplin yang didasarkan kepada
tengah lingkungannya. Disiplin juga kontrol diri sendiri (internal control). Strategi
berdampak positif pada kebiasaan-kebiasaan disiplin diri sebagai kekuatan internal
yang baik, positif dan bermanfaat baginya dan mendorong individu untuk mentaati suatu
lingkungannya. Dengan disiplin juga peraturan atau norma atas dasar kemauan atau
menjadikan lingkungan sekolah yang teratur, kehendak sendiri akan makna atau manfaat
tertib, tenang, menjadikan siswa giat, gigih, norma tersebut.
serius, penuh perhatian, sungguh-sungguh dan
kompetitif dalam kegiatan pembelajarannya. SIMPULAN
Lingkungan yang disiplin tersebut akan ikut Dari hasil penelitian dan pembahasan
memberi andil lahirnya siswa-siswa yang yang telah dipaparkan di atas dan sesuai
berprestasi dengan kepribadian unggul. dengan rumusan masalah yang telah
Sejalan dengan pemikiran Einstein dalam ditetapkan, maka secara umum dapat
Tulus (2004: 37) bahwa keberhasilan disimpulkan bahwa proses habituasi nilai
seseorang ditentukan oleh 90% atas kegigihan disiplin yang dilakukan di TK Labschool FIP-
dengan melalui kerja keras dan disiplin yang UMJ dalam pelaksaannya mengacu pada buku
tinggi, sedangkan 10% oleh kecerdasannya. panduan pembiasaan nilai moral dari
Adapun teknik-teknik yang dapat Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia
diambil guru dalam membiasakan sikap Dini sebagai pedoman pembelajaran bidang
disiplin kepada siswa, sebagaimana pengembangan pembiasaan di Taman Kanak-
dikemukakan oleh Sumantri (1993: 65), kanak Tahun 2007. Adapun proses
dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu: pembiasaan yang dikembangkan dalam
a. Shaping, yaitu pembentukan tingkah laku pembiasaan nilai moral di TK Labschool FIP-
disiplin secara berangsur-angsur, tahap UMJ secara umum mengacu kepada tiga
demi tahap meningkat sedikit-sedikit tidak pendekatan, yakni pendekatan pertama adalah
sekaligus setiap menunjukkan perilaku integrasi dalam setiap materi pembelajaran
yang dikehendaki. (direct integration). Pendekatan kedua melalui
b. Behavior contract, yaitu pembentukan atau penataan suasana sekolah (unsur fisik dan non
pengembangan tingkah laku disiplin fisik), dan pendekatan yang ketiga integrasi

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 32


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

pembiasaan nilai moral melalui program pembelajaran yang berulang-ulang. Proses


ekstrakurikuler. pembiasaan berawal dari peniruan, selanjutnya
Upaya yang dilakukan Kepala TK dilakukan pembiasaan di bawah bimbingan
dalam penataan suasana (kultur) sekolah orang tua dan guru, maka anak akan semakin
dalam rangka pembiasaan nilai moral di TK terbiasa. Bila sudah menjadi kebiasaan yang
Labschool FIP-UMJ adalah dengan cara tertanam jauh di dalam hatinya, anak itu kelak
membaca panduan bidang pengembangan akan sulit untuk berubah dari kebiasaannya
pembiasaan di Taman Kanak-kanak dan itu. Proses pembiasaan sebenarnya berintikan
mengembangkan model mandiri melalui pengulangan, yaitu sesuatu yang dilakukan
pelibatan semua warga sekolah dan warga berulang-ulang dan akhirnya menjadi
masyarakat (komite sekolah). kebiasaan. Pembiasaan harus diterapkan dalam
Proses habituasi nilai disiplin kehidupan keseharian anak, sehingga apa yang
diintegrasikan secara langsung ke dalam dibiasakan terutama yang baik dengan nilai
struktur kurikulum TK Labschool FIP-UMJ ke moral akan menjadi kepribadian yang
dalam komponen-komponen pembelajaran, sempurna.
selain itu, habituasi nilai disiplin dilakukan
juga secara spontan sesuai dengan situasi, DAFTAR RUJUKAN
kondisi dan materi tertentu, muatan nilai-nilai Alwasilah, C. 2011. Pokoknya Kualitatif:
disiplin dijadikan sebagai materi pengayaan. Dasar-dasar Merancang dan Melakukan
Namun demikian, dalam setiap rapat Kepala Penelitia., Jakarta: Dunia Pustaka.
TK selalu memberikan arahan tentang Aqib, Z. 2009. Belajar dan Pembelajaran di
pentingnya penanaman nilai moral, termasuk Taman Kanak-Kanak. Bandung: Yrama
juga nilai disiplin, kepada anak didik yang Widya.
harus dilakukan oleh semua guru. Damon, W. 2002. Bringin in A New Era in
Upaya tenaga pendidik dalam proses Character Education Standard,
habituasi nilai disiplin di TK Labschool FIP- California: Hoover Institution Press.
UMJ dilakukan dengan cara mengintegrasikan Depdiknas. 2005. Pedoman Pendidikan Budi
dalam proses pembelajara serta pendekatan Pekerti pada Jenjang Pendidikan Dasar
pengembangan ekstra kurikuler. Pendekatan dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
pembelajaran integratif yang dikembangkan Djahiri, A. K. 2004. Hand Out: Dimensi Nilai
dalam melakukan proses pembiasaan nilai Moral dan Norma (NMNr). Bandung:
disiplin ini merupakan produk kajian terhadap PPS-UPI.
panduan pembiasaan dan analisis empiris -------. 1996. Menelusuri Dunia Afektif
terhadap proses pembiasaan nilai disiplin yang Pendidikan Nilai dan Moral. Bandung:
dipraktekkan di TK Labschool FIP-UMJ. Lab Pengajaran PMP IKIP-Bdg.
Semua warga TK ikut terlibat dan Gunarsa, S, D. 1981. Psikologi
mendukung penuh terhadap proses habituasi Perkembangan, Jakarta: BPK Gunung
nilai disiplin tersebut. Keterlibatan mereka Mulia.
diwujudkan dalam merumuskan dan -------. 1983. Psikologi Perkembangan Anak
mengimplementasikan program yang telah dan Remaja, Jakarta: BPK Gunung
dibuat. Warga TK senantiasa berkonstribusi Mulia
sesuai dengan tugas, wewenang dan wilayah Hakam, K A. 2000. Pendidikan Nilai.
kerjanya masing-masing. Bandung: Value Press.
Proses pembiasaan dalam pendidikan Hurlock, E B. 1956. Child Development, (New
merupakan hal yang penting terutama bagi York: Mc. Groww Hill Book Company.
anak usia dini. Anak-anak belum menyadari http://www.brainpickings.org/index.php/2012/
apa yang disebut baik dan tidak baik dalam 09/25/william-james-on-habit/
arti moral. Pembiasaan merupakan proses 2014/04/12: 09:57
pembentukan sikap dan perilaku yang relatif
menetap dan bersifat otomatis melalui proses

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 33


JURNAL SOSIORELIGI Volume 15 Nomor 1, Edisi Maret 2017

James, W. 1890. The Principle of Psychology, Savage, T.V. 1991. Discipline for Self-
Toronto, Ontario: Christopher D. Green Control. New Jersey: Prentice –Hall, Inc.
of York University Sumantri, E. 1993 Pendidikan Moral: Suatu
-------. 1907. Pragmatism: A New Name for Tinjauan dari Sudut Konstruksi dan
Some Old Ways of Thinking, New York: Proposisi. Bandung: Alfabeta.
Longman Green and Co. Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku
Kohlberg. 1984. Essay on Moral dan Prestasi Siswa. Jakarta: PT.
Development, The Philosophy of Moral Gramedia.
Development (Vol. I). San Fransisco: Tunner, B. 1973. Dicipline in School. London:
Harper & Row Publisher. Willmer Brother Limited.
Lindgran, H.C. 1976. Educational Psychology Ulwan, AN. 1993. Pedoman Pendidikan Anak
in The Classroom, New York: John dalam Islam, (terj.). Semarang: CV. Asy
Wiley and Sons. Inc. Syifa‟.
McMillan, J. and Schumacher, S. 2001. Weinstein, Y. 1971. A Teacher’s Word;
Research in Education A Conceptual Psychology in The Classroom, Michigan
Intruduction. (New York: Longman, Inc. State University: McGraw Hill-Book
McPhail, P. 1982. Social and Moral Company
Education. London: Basil Black Well. Winecoff, HL & Bufford, C. 1985 Toward
Megawangi, R. 2004. Pendidikan Karakter; Improved Instruction, A Curriculum
Solusi yang Tepat untuk Membangun Development Handbook for
Bangsa. Jakarta: BPMIGAS-Energi. Instructional School. AISA.
-------. 2007. Semua Berakar pada Karakter,
Isu-isu Permasalahan Bangsa, Jakarta:
Lembaga Penerbit FE-UI.
Nizar, I A I. 2009. Membentuk dan
Meningkatkan Disiplin Anak Sejak Dini,
Jogjakarta: Diva Press.
Nuccin, Larry P., and Narvaez, Darcia. 2008
Handbook of Moral and Character
Education, New York: Madison Ave.
Patton, MQ. 1987. Qualitative Evaluation
Methods, Beverly Hills: Sage
Publications.
Piaget, J. 1951. The Child’s Conception of The
World. Savage, Maryland: Littlefield
Publishers.
Puspoprodjo, W. 1999. Filsafat Moral,
Kesulitan Dalam Teori dan Praktek.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Rahman, H S. 2002. Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Grafindo.
Rahmawati, A. 2010. Pengenalan Budi
Pekerti Terhadap Sesama Manusia Untuk
Anak Usia 4-6 Tahun. Bandung: PT.
Albama.
Rich, D. 2003 Early Elementary Megaskill
The Eager Learner. New York:
Syndistar, Inc.

Ahmad Susanto – Proses Habituasi Nilai Disiplin 34

Anda mungkin juga menyukai