Anda di halaman 1dari 7

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : Struktur Keilmuan PAI


B. Kegiatan Belajar : Tugas Resume “Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah”
(Kb 4)
C. Nama Peserta : Idi Sobandi
D. Nama Dosen : Dr. Muslihudin, M.Ag.
E. Nama Kelas : Adaptive 10

F. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


1 Konsep
(Beberapa istilah
dan definisi) di
KB PETA KONSEP :
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI SEKOLAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI SEKOLAH

1. Tantangan Pengembangan Kurikulum di Sekolah


Urgensi pendidikan agama islam menemukan momentumnya
pada dua hal, pertama agar umat memahami agama islam dengan
benar sebagai agama yang sempurna (kamil), dan kedua agar
kesempurnaan agama dapat dipelajari secara integral (kaffah).
Tantangan Agama islam secara universal bermula dari
globalisasi yang membuka batasbatas fisik (teritorial) negara dan
bangsa dipertajam dan dipercepat oleh kemajuan teknologi, terutama
teknologi informasi dan komunikasi. Jenlink (1995) mengungkapkan
bahwa “the future will be dramatically different from the present, and
it is already calling us into preparation for major changes being
brought to life by foces of change that will requireus to transcend
current mindsets of the world wek now….” masa depan akan berbeda
secara dramatis dari masa sekarang, dan itu akan menuntut untuk
dipersiapkan antisipasi terjadinya perubahan penting pada
kehidupan.
Pendidikan yang dalam hal ini kurikulum sebagai the heart of
education (Klein, 1992) harus mempersiapkan generasi bangsa yang
mampu hidup dan berperan aktif dalam kehidupan lokal, nasional,
dan internasional yang mengalami perubahan dengan cepat tersebut.
Sebagaimana diungkapkan oleh Oliva (1982), kurikulum perlu
memperhatikan perubahan yang terjadi di masyarakat, ilmu
pengetahuan, kepemimpinan, dan politik. Perubahan yang
dikemukakan di atas memberikan landasan kuat bagi pengembangan
suatu kurikulum PAI di lingkungan sekolah.
Keharusan adanya penyempurnaan kurikulum PAI di sekolah
adalah sebagai respon terhadap perubahan zaman tersebut.
Pendidikan agama islam seyogyanya harus up to date dan harus
diorientasikan pada upaya-upaya perbaikan yang berkelanjutan
sehingga pada gilirannya mampu memberi dampak pada kehidupan
siswa khususnya di sekolah di dalam pembelajaran dan proses
pendidikan.
Rekonseptualisasi ide kurikulum merupakan penataan ulang
pemikiran teoritik kurikulum berbasis kompetensi. Teori mengenai
kompetensi dan kurikulum berbasis kompetensi diarahkan kepada
pikiran pokok bahwa konten kurikulum adalah kompetensi, dan
kompetensi diartikan sebagai kemampuan melakukan sesuatu
(ability to perform) berdasarkan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. Hal tersebut terumuskan dalam Kompetensi Inti (KI)
dan Kompetensi Dasar (KD).
Di dalam pengembangan kurikulum keseluruhan dimensi
kurikulum, yaitu ide, desain, implementasi dan evaluasi kurikulum,
direncanakan dalam satu kesatuan. Hal inilah sebenarnya yang
menjadi inti dari pengembangan kurikulum (curriculum
development).
2. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menjadi
penting sebab menentukan hal-hal sebagai berikut: (1) kualitas
peserta didik yang akan dicapai kurikulum, (2) sumber dan isi dari
kurikulum, (2) proses pembelajaran, (3) posisi peserta didik, (4)
penilaian hasil belajar, (5) hubungan peserta didik dengan
masyarakat dan lingkungan alam di sekitarnya.
Beberapa landasan filosofis berikut adalah yang dijadikan acuan
dalam penyusunan kurikulum, di antaranya ialah:
(1) Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun
kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang
(2) Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif
(3) Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan
intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan
disiplin ilmu
(4) Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan
masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai
kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap
sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun
kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik
(experimentalism and social reconstructionism)

B. Landasan Teoritis
Ada dua acuan teori yang menjadi dasar dari
dikembangkannya Kurikulum PAI 2013, yaitu: teori “pendidikan
berdasarkan standar” (standard based education), dan teori
kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum).
Pendidikan berbasis standar mencakup standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Sedangkan
pendidikan berbasis kompetensi mencakup pengalaman belajar
seluas luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan
kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan,
dan bertindak.
Kurikulum PAI 2013 menganut: (1) pembelanjaan yang
dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang
dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas,
dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta
didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang,
karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman
belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi
dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi
hasil kurikulum.

C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis Kurikulum PAI 2013 di antaranya yaitu: (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (2)
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional; (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala
ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional; dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

3. Arah Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah


Pengembangan kurikulum PAI harus mengacu pada isu-isu
kontemporer berkaitan dengan esensi pendidikan agama islam.
Maksudnya, agar pembahasan pengembangan kurikulum PAI menjadi
tepat dan relevan. Lebih lanjut, kajian arah pengembangan kurikulum
PAI ini dapat dipilah ke dalam Pengembangan PAI aspek Ideologis-
Filosofis PAI, Pengembangan PAI aspek Budaya Sekolah,
Pengembangan PAI aspek Kurikuler.

A. Pengembangan Aspek Ideologis Filosofi PAI


Problem yang dihadapi oleh PAI adalah bahwa wacana ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang tanpa kendali agama.
Agama sering dianggap sebagai sesuatu yang di luar nalar
(irrasional) sehingga dipandang tak ilmiah. Pada gilirannya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seringkali
menyulitkan penganut agama (baca: Muslim) dalam merespon
perubahan dan kemajuan zaman.
Tantangan di ataslah yang mesti dijawab oleh pendidikan
agama islam. Dalam sejarahnya, deskralisasi dan eksternalisasi
dinamika science dan teknologi dari titik esensial transenden.
Proses desakralisasi dan eksternalisasi ini terjadi sejak awal
transformasi science dan teknologi dari intelektual dan filosof
Muslim kepada intelektual dan filosof Barat di Eropa, dengan
menggunting nilai-nilai religiusitas sebagai akibat permusuhan
intelektual dan gereja.
Saya merangkum beberapa tantangan pendidikan islam masa
kini sebagai berikut: (1) kita tidak menemukan lagi kata Tuhan
kecuali hanya sekedar nama, dalam wacana science dan teknologi,
(2) kegersangan pada aspek religiusitas dari bentuk modernitas
beserta manusianya, (3) di sisi lain, tidak berlaku lagi sekedar
“taqlid” terhadap dinamika science dan teknologi dari Barat.
Semangat islamisasi sains yang digagas oleh tokoh-tokoh
pemikir islam adalah upaya mengintegrasikan nilai yang hilang
tersebut diselaraskan dengan kemajuan teknologi dan informasi.
Dualisme keilmuan dalam islam pernah terjadi di masa Al-
Ghazali. Namun hakekatnya, pemisahan itu tidak dimaknai
sebagai pemisahan secara filosofis-ideologis, semata-mata
hanya karena kebutuhan teknis dalam memetakan bidang
keilmuan.
Ada kesadaran umum di kalangan muslim, bahwa semua
ilmu berasal dari Allah. Tentu tidak boleh membeda-bedakannya
untuk dipelajari dan diperdalam. Kecuali ilmu sihir atau santet
yang memang secara dampak merupakan hal yang madharat,
membahayakan, dan khurafat.

B. Pengembangan PAI Aspek Budaya Religius Sekolah


Hal penting dalam pengembangan PAI di sekolah adalah
adanya situasi atau iklim sekolah yang mendukung dan
kondusif. Tanpa itu, akan sulit mewujudkan atau menerapkan
kurikulum PAI tersebut. Maka yang pertama harus dilakukan
adalah bagaimana menciptakan kondisi atau iklim yang kondusif
bagi penerapan kurikulum PAI tersebut. Harus ada
kesepahaman dalam keberagamaan dan pendidikan agama
bagi anak-anak di kalangan guru dan kepala sekolah itu sendiri.
Dari kekompakkan dan kebersamaan itu akan mudah
menerapkan pola hidup islami di lingkungan sekolah.

C. Pengembangan Aspek Kompetensi PAI


Dalam wacana Bloom terlihat bahwa manusia terdiri atas
aspek jasmani dan rohani, di mana tampilan jasmaniah dilihat
melalui aspek psikomotorik dan tampilan ruhani diamati dari
aspek kognitif dan afektif. Dalam islam pun dikenal konsep-konsep
demikan; misalnya bahwa tampilan jasmani akan dapat juga
terlihat dari ranah psikomotorik. Sedangkan tampilan ruhani
semestinya dapat terlihat dari ‘ranah’ al-Aql, al-Nafs dan al-Qalb.
Memang, teori bloom tidak ada pemikir muslim yang
membreakdown nya ke dalam versi keilmuan islam. Sebab
sejatinya, pemahaman tentang jiwa manusia lebih kompleks
menurut islam dibanding mengacu pada teori bloom tersebut.
Lebih lanjut, Secara sederhana graduasi itu dipilah menjadi
tiga bagian nafsu ammarah bi al-su`, lawwamah, dan nafsu
muthma’innah. Secara lebih rinci dinamika nafsu tersebut oleh
para pemikir Muslim dirinci secara hirarkis sebagai berikut: nafsu
ammarah (ila Allah), lawwamah (li Allah), mulhamah (‘ala Allah),
radliyah (fiy Allah), mardliyah (‘an Allah), dan terakhir adalah
nafsu kamilah (bi Allah).
Secara lebih rinci, Al-Ghazali membuat perumpamaan
hubungan-hubungan dalam jiwa manusia sebagai berikut:
Jiwa itu laksana sebuah negeri. Wilayahnya adalah dua
tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh lainnya. Nafsu seksual
(syahwat) adalah tuannya dan nafsu agresi (ghadlab) adalah
penjaganya (polisi). Al-Qalb adalah raja dan al-Aql adalah perdana
menterinya. Sang raja memerintah mereka semua hingga kokoh
kekuasaan dan posisinya. Karena tuan tanah atas wilayah negeri
itu adalah syahwat yang memiliki karakter pendusta, suka
mementingkan hal yang remeh, dan berperilaku rendah.
Penjaganya adalah ghadab yang selalu berbuat jahat, pembunuh
dan sekaligus pencuri. Jika sang raja membiarkan situasi negara
ditangan mereka (nafsu seks dan agresi), maka negara akan hancur
dan bangkrut. Merupakan suatu keharusan bagi sang raja untuk
senantiasa bermusyawarah dengan perdana menteri dan
menjadikan tuan tanah dan polisi itu ditangan perdana menteri.
Jika hal ini dapat diwujudkan, niscaya akan kokohlah kekuasaan
dan makmurlah negeri. Demikian juga hati, harus selalu
bermusyawarah dengan akal dan menjadikan nafsu syahwat dan
ghadlab di bawah kendali perintah akal. Sehingga mantap kondisi
jiwa dan mampu mencapai sebab kebahagiaan dari ma’rifat al-
hadlrah al-ilahiyyah. Namun 97 bila akal diletakkan di bawah
kekuasaan agresi dan seks, maka hancurlah jiwanya. Sedangkan
hatinya akan bersedih di akhirat nanti.
Dari catatan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa
pendidikan agama islam tak melulu urusan transfer of
knowledge, namun lebih dari itu, harus ada usaha internalisasi
nilai-nilai agama yang berkesinambungan. Perlu disadari juga
bahwa pendidikan Agama Islam sebagaimana naturenya harus
lebih diarahkan untuk sampai pada pada proses internalisasi
nilai menjadi sikap dan kepribadian peserta didik. Walaupun kita
sadari sepenuhnya bahwa proses internalisasi itu haruslah
didahului oleh proses transfer of knowledge, transfer of
competences. Sebagaimana dirasakan bersama bahwa
kecenderungan pendidikan Agama Islam hari ini dominan
kognitif.

D. Pendekatan Multidisipliner Sebagai Alternatif Pengembangan


PAI
Dari sudut pendekatan tampak jelas bahwa kurikulum PAI
selama ini cenderung hanya menggunakan pendekatan yang
dominan rasional. Nyaris mengesampikan pendekatan lain.
Padahal pendekatan suprarasional dan kultural pun harus
dilakukan. Bahwa penilaian dan pengembangan keilmuan PAI tak
melulu melalui seberapa banyak siswa menghafal materi atau
seberapa besar nilai ujian siswa dalam bidang PAI, akan tetapi
harus dikembangkan penilain sikap siswa, pembiasaan perilaku
agama siswa, dan akhlak siswa secara keseluruhan.
Pendekatan yang dibutuhkan dalam mengkaji bidang ilmu
Pendidikan Agama Islam sesuai dengan spirit keilmuan Islam yang
holistik dan universal, adalah pendekatan multidisipliner, yaitu
penggabungan beberapa disiplin untuk bersama-sama mengatasi
masalah tertentu (Prentice, 1990). Pendekatan multidisipliner
(multidisciplinary approach) ialah pendekatan dalam pemecahan
suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut
pandang banyak ilmu yang relevan.
Dari pemahaman pengertian di atas bahwa tanggungjawab
penanaman nilai-nilai agama dan pembiasaannya kepada siswa
menjadi tanggungjawab sekolah seluruh civitas akademika sekolah
dan tak lagi menjadi satu-satunya tanggungjawab guru PAI saja.
Sebab multidisiplinari dalam penerapan kurikulum PAI tentu
include dalam setiap mata pelajaran dan setiap gerak perilaku
siswa di sekolah.
Sebagaimana dikemukakan di kegiatan belajar sebelumnya
bahwa bidang ilmu Pendidikan Agama Islam terdiri dari tiga
dimensi besar, yaitu aspek dasar ajaran Islam (wahyu dan alam),
aspek pokok-pokok ajaran Islam (iman, islam, dan ihsan), dan
aspek pendidikan Islam (Sejarah Pendidikan Islam, Filsafat
Pendidikan Islam, Ilmu Pendidikan Islam, 100 Psikologi
Pendidikan Islam, Sosiologi Pendidikan Islam, Antropologi
Pendidikan Islam, Manajemen Pendidikan Islam). Penerapan
paradigma multidisipliner dalam mengkaji Pendidikan Agama
Islam berarti bagaimana pendidikan Agama Islam dikaji oleh
berbagai sudut pandang keilmuan tersebut.

Daftar materi - Masih kurang memahami masalah dinamika nafsu menurut para
2 pada KB yang ahli
sulit dipahami - Sulit memahami landasan yuridis kurikulum PAI 2013

Daftar materi
Multidisiplinary yang dimaksud itu apakah multidisiplinary seputar
yang sering
materi atau pelajaran yang berkaitan dengan Agama saja seperti ilmu
mengalami
3 Al-qur’an, hadits, fiqh, sejarah, dll ataukah berkaitan pula dengan
miskonsepsi
materi yang dianggap umum seperti matematika, fisika, kimia,
dalam
sejarah, budaya, seni, dll
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai