DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Aulia Rahman,
SE.,M.SM, sebagai dosen pengampu mata kuliah Sistem Sosial Budaya, yang telah
memberikan begitu banyak ilmu dan pengalaman. Dan Tentunya terimakasi kepada
teman-teman MSDMA atas segala kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan
juga inspirasi untuk pembaca.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................7
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................7
BAB II LANDASAN TEORI..............................................................................................................8
A. Definisi Pedesaan.................................................................................................................8
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pedesaan.............................................34
1. Faktor Geografis.................................................................................................................34
2. Faktor Ekonomi..................................................................................................................36
3. Faktor Sosial dan Kultural...................................................................................................38
4. Faktor Kebijakan.................................................................................................................40
C. Konsep dan Teori Pedesaan..................................................................................................42
BAB lll SEJARAH PERKEMBANGAN PEDESAAN DI INDONESIA..................................................45
A. Era Kolonial........................................................................................................................45
B. Era Kemerdekaan...............................................................................................................48
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN........................................................................................50
A. Peningkatan Infrastruktur di Pedesaan................................................................................50
1. Jaringan Jalan.........................................................................................................................51
2. Aksesibilitas Transportasi.......................................................................................................52
B. Pertumbuhan Ekonomi dan Perubahan Sosial.....................................................................53
1. Pertanian dan Agribisnis.....................................................................................................54
2. Industri Kecil dan Menengah..................................................................................................56
3. Pendidikan dan Kesehatan................................................................................................58
a. Pendidikan..........................................................................................................................58
b. Kesehatan.......................................................................................................................59
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dengan keberagaman
geografis yang luas. Negara ini mencakup pegunungan, dataran rendah, lembah sungai,
dan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik alam yang berbeda-beda. Keberagaman
ini telah memberikan dampak signifikan pada pola perkembangan pedesaan di berbagai
wilayah, termasuk perbedaan dalam struktur ekonomi, pertanian, dan akses
infrastruktur. Misalnya, daerah pegunungan cenderung mengembangkan pertanian
terasering, sementara daerah pesisir lebih terfokus pada kegiatan perikanan dan
kelautan.
Perkembangan ekonomi dan modernisasi yang terjadi sejak tahun 1970-an juga
telah membawa perubahan signifikan dalam pola pedesaan. Urbanisasi meningkat
dengan pesat ketika banyak penduduk pedesaan bermigrasi ke kota-kota besar dalam
mencari peluang ekonomi yang lebih baik. Perkembangan industri, perdagangan,
dan sektor jasa juga mempengaruhi struktur ekonomi di pedesaan, dengan adanya
pengembangan agribisnis, industri pengolahan, dan pariwisata di beberapa wilayah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan pedesaan di indonesia?
2. apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang sejarah perkembangan pedesaan di Indonesia. Melalui
pemahaman sejarah ini, makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola,
tantangan, dan peluang dalam membangun pedesaan yang berkelanjutan dan
inklusif di masa depan. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
pedesaan, menjelaskan perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang terjadi,
serta menyoroti kebijakan pembangunan pedesaan yang telah diterapkan oleh
pemerintah merupakan fokus utama makalah ini. Dengan demikian, makalah ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan pada pemahaman yang lebih baik
tentang evolusi pedesaan di Indonesia dan memberikan masukan bagi perumusan
kebijakan pembangunan pedesaan yang lebih efektif.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Pedesaan
Secara etimologis, kata desa berasal dari bahasa Sansekerta desa yang berarti
tanah air, negeri asal atau kelahiran. Sejak dari perspektif geografis, desa atau dusun
didefinisikan sebagai "sekelompok rumah atau toko di daerah pedesaan yang lebih kecil
dari kota". Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki hak untuk mengatur
rumah tangga sendiri berdasarkan hak adat dan adat istiadat yang diakui oleh
pemerintah nasional di daerah kanupaten. Menurut R. Bintarto (2010:6) desa juga dapat
dikatakan sebagai hasil interaksi antara kegiatan sekelompok orang dengan
lingkungannya. Perpaduan ini menghasilkan suatu bentuk atau keberadaan di muka
bumi yang disebabkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik dan budaya
yang berinteraksi antar elemen dan juga mengenai daerah-daerah. N.Daldjoeni (2011:4)
dalam interaksi desa-kota, mengatakan bahwa Desa dalam arti umum juga dapat
dikatakan sebagai pemukiman manusia yang letaknya di luar kota dan pendudukaya
bermata pencaharian dengan bertani atau bercocok tanam.
Paul H. Landis memberikan definisi yang lebih luas tentang istilah 'desa' dengan
karakteristik masyarakat yang spesifik. Menurut Paul, desa memiliki tiga ciri yaitu:
1. Mengenal satu sama lain dan menjalani kehidupan sosial di antara ribuan jiwa
2. Memiliki kesamaan suku dan adat istiadat
3. Jenis bisnis (ekonomi) paling sering adalah pertanian.
Mereka terpengaruh oleh alam sekitarnya, seperti iklim, kondisi alam, dan
kekayaan alam, tetapi pekerjaan selain pertanian adalah paruh waktu. sedangkan
Menurut Undang-undang nomor 6 tahun 2014; Desa adalah desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. selanjutnya pandangan
menurut UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengartikan Desa
sebagai berikut :
“Desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkanasal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat
12).
1. Faktor Geografis
Sejarah perkembangan pedesaan di Indonesia telah dipengaruhi oleh faktor
geografis yang memberikan kontribusi besar terhadap pola dan karakteristik
pedesaan yang berkembang. Faktor geografis ini meliputi topografi, sumber daya
alam, iklim, ketersediaan air, dan lokasi geografis. Memahami peran faktor-faktor
ini dalam sejarah perkembangan pedesaan memberikan wawasan yang lebih dalam
tentang bagaimana pedesaan di Indonesia telah berkembang dari masa ke masa.
Selain itu, sumber daya alam juga menjadi faktor penting dalam perkembangan
pedesaan. Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, seperti lahan
pertanian yang subur, hutan, air, dan mineral. Ketersediaan sumber daya alam ini
telah menjadi basis pengembangan ekonomi pedesaan. Misalnya, daerah pedesaan
dengan lahan pertanian yang subur mampu menghasilkan produksi pertanian yang
melimpah, sedangkan daerah dengan potensi hutan yang besar dapat
mengembangkan industri kayu atau pariwisata alam.
kemudian, iklim dan ketersediaan air juga memainkan peran penting dalam
perkembangan pedesaan. Indonesia memiliki iklim tropis yang memberikan kondisi
yang cocok bagi pertanian dan kegiatan ekonomi lainnya di pedesaan. Daerah
pedesaan dengan curah hujan yang cukup mendukung pertanian yang produktif,
sedangkan daerah dengan musim kering yang panjang mungkin lebih cocok untuk
kegiatan peternakan atau perikanan. Ketersediaan air yang cukup untuk irigasi
pertanian atau kebutuhan domestik juga merupakan faktor kunci dalam
perkembangan pedesaan, karena air merupakan sumber kehidupan bagi kegiatan
pertanian dan kehidupan masyarakat pedesaan. Selanjutnya, lokasi geografis juga
memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan pedesaan. Pedesaan yang
terletak dekat dengan pusat ekonomi atau memiliki akses yang baik melalui jalan
raya, jalur transportasi, atau infrastruktur lainnya memiliki potensi untuk
mengembangkan sektor ekonomi dan meningkatkan aksesibilitas ke layanan publik.
Lokasi yang strategis dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan, karena
memungkinkan akses yang lebih baik ke pasar, pusat kota, serta peluang kerjasama
dengan sektor perkotaan.
Namun, perlu diingat bahwa faktor geografis juga dapat menjadi tantangan
dalam perkembangan pedesaan. Misalnya, pedesaan yang terletak di daerah
terpencil atau dengan kondisi geografis yang sulit dapat menghadapi keterbatasan
aksesibilitas, kurangnya infrastruktur, atau kerentanan terhadap bencana alam. Oleh
karena itu, pemerintah perlu mengadopsi kebijakan yang berfokus pada
pengembangan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan mitigasi risiko
bencana untuk meningkatkan kesempatan dan ketahanan pedesaan.Dalam
keseluruhan, faktor geografis memainkan peran sentral dalam perkembangan
pedesaan di Indonesia. Pemahaman yang baik tentang topografi, sumber daya alam,
iklim, ketersediaan air, dan lokasi geografis memungkinkan pemerintah dan
masyarakat untuk merencanakan pembangunan yang berkelanjutan, meningkatkan
aksesibilitas, memanfaatkan potensi ekonomi, dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat pedesaan. Selain itu, faktor-faktor geografis ini juga perlu
dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan yang berkelanjutan untuk
mendorong pertumbuhan dan perubahan positif di pedesaan Indonesia.
2. Faktor Ekonomi
Salah satu aspek penting dalam faktor sosial dan kultural adalah sistem nilai
yang dipegang oleh masyarakat pedesaan. Nilai-nilai seperti gotong royong,
kekeluargaan, kearifan lokal, dan rasa solidaritas menjadi pilar penting dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan. Nilai-nilai ini mendorong kolaborasi
dan saling membantu antarwarga dalam berbagai kegiatan, mulai dari aktivitas
pertanian hingga kegiatan sosial dan budaya. Gotong royong menjadi inti dari pola
interaksi sosial di pedesaan, di mana masyarakat bekerja bersama untuk mencapai
tujuan bersama. kemudian Adat istiadat juga berperan besar dalam perkembangan
pedesaan. Setiap daerah memiliki adat istiadat yang khas, mulai dari upacara adat,
ritual pertanian, hingga sistem pewarisan kekayaan dan kepemimpinan. Adat
istiadat ini menjadi acuan dalam mengatur tata kehidupan masyarakat pedesaan dan
memperkuat identitas budaya lokal. Melalui adat istiadat, tradisi dan kearifan lokal
terjaga dan dilestarikan, menjadikan pedesaan sebagai tempat yang kaya akan
warisan budaya dan kearifan lokal.
4. Faktor Kebijakan
Sejarah perkembangan pedesaan di Indonesia tidak terlepas dari peran faktor
kebijakan yang telah diimplementasikan oleh pemerintah. Kebijakan yang berkaitan
dengan pembangunan pedesaan memainkan peran krusial dalam menentukan arah
dan pola perkembangan pedesaan. Berikut ini adalah pembahasan mengenai sejarah
perkembangan pedesaan melalui faktor kebijakan
Pada awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia memiliki visi yang kuat untuk
mengembangkan pedesaan sebagai pilar utama pembangunan nasional. Hal ini
tercermin dalam kebijakan agraris yang bertujuan untuk mendorong redistribusi
lahan kepada petani, mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi di pedesaan.
Melalui kebijakan agraris ini, pemerintah berupaya menghapuskan sistem tanam
paksa yang mencekik petani dan menggantinya dengan sistem kepemilikan lahan
yang adil dan merata. Selain itu, kebijakan pembangunan infrastruktur juga
diterapkan untuk meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas pedesaan, sehingga
membuka peluang ekonomi dan pengembangan wilayah. Namun, seiring
berjalannya waktu, kebijakan pembangunan pedesaan mengalami perubahan yang
mengikuti dinamika pembangunan nasional. Era Orde Baru pada tahun 1960-an
hingga 1990-an menekankan pada pembangunan industri dan perkotaan, yang
berdampak pada penelantaran terhadap pedesaan. Sebagai akibatnya, pembangunan
pedesaan melambat dan kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan semakin
melebar.
Teori difusi inovasi mempelajari penyebaran ide, teknologi, atau inovasi baru di
pedesaan. Melalui teori ini, kita dapat memahami bagaimana inovasi diterima, diadopsi,
dan disebarkan oleh masyarakat pedesaan. Aspek-aspek seperti komunikasi, interaksi
sosial, karakteristik inovasi, serta kepercayaan dan nilai-nilai budaya lokal
mempengaruhi proses difusi inovasi di wilayah pedesaan.Konsep, seperti pedesaan, dan
teori, seperti pertumbuhan pedesaan dan difusi inovasi, membantu kita memperoleh
pemahaman yang lebih lengkap tentang kehidupan dan perkembangan di pedesaan.
Dengan memahami konsep dan teori ini, kita dapat menganalisis fenomena pedesaan
secara lebih terperinci dan merancang langkah-langkah yang sesuai untuk mendorong
perkembangan pedesaan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat pedesaan.
Kemudian terdapat Teori difusi inovasi mengkaji penyebaran ide, teknologi, atau
inovasi baru di pedesaan. Teori ini menjelaskan bagaimana inovasi diterima, diadopsi,
dan disebarkan oleh masyarakat pedesaan. Faktor-faktor seperti komunikasi, interaksi
sosial, karakteristik inovasi, serta kepercayaan dan nilai-nilai budaya lokal
mempengaruhi proses difusi inovasi di pedesaan.Selanjutnya ada Konsep pembangunan
pedesaan berkelanjutan menekankan pentingnya mengembangkan pedesaan secara
holistik dan berkelanjutan. Pendekatan ini melibatkan integrasi dimensi ekonomi, sosial,
dan lingkungan dalam perencanaan dan implementasi kebijakan pembangunan
pedesaan. Pembangunan pedesaan yang berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pedesaan, mempertahankan dan melindungi sumber daya
alam, serta mempromosikan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Dan
terakir Teori pemberdayaan masyarakat pedesaan menekankan pentingnya
memberdayakan masyarakat pedesaan sebagai subjek aktif dalam pembangunan. Ini
melibatkan pemberdayaan ekonomi, sosial, dan politik masyarakat pedesaan melalui
partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan, akses terhadap sumber daya dan
peluang, serta penguatan kapasitas individu dan kelompok.
BAB lll
SEJARAH PERKEMBANGAN PEDESAAN DI INDONESIA
A. Era Kolonial
Reformasi yang mengakhiri era pemerintahan otoriter Orde Baru di bawah rezim
Soeharto telah melahirkan perobahan yang sangat signifikan dalam tatanan
kehidupan kenegaraan. Berbagai isu yang menjadi debat publik terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan desa yang hingga kini dipahami dalam berbagai
perspektif yang sangat didominasi oleh perspektif hukum dan politik. Adanya
perobahan format otonomi daerah sebagai sesuatu hal yang tidak terhindarkan,
kemudian melahirkan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini
sekaligus menandai berakhirnya era pemerintahan daerah yang sentralistik di bawah
UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa.
Sehingga membuka kembali sebuah wacana dan harapan baru untuk
mengembalikan satu perspektif tentang desa terutama yang terkait dengan posisi
desa yang terberdayakan. Bersamaan dengan terbukanya ruang publik dengan aturan
baru tersebut, memunculkan pula kesadaran baru yang menginginkan sebuah
pemerintahan demokratis, terdesentralisasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal
yang, selain menuntut perlunya pengalokasian dan pendistribusian kekuasaan serta
kewenangan, juga menginginkan adanya diskresi dalam penetapan kebijakan publik
pada berbagai strata pelaksanaan pemerintahan.
Mitos tentang Republik Kecil yang merupakan institusi asli komuntas, sudah
hampir hilang ketika terjadi proses negara masuk ke desa dan desa dimasukkan ke
negara. Pada era kolonialisme, walaupun dalam regulasi pemerintahan kolonial baik
Belanda maupaun Jepang, desa diakui secara yuridis prinsipil seperti yang termuat
dalam pasal 71 Regeeringsreglement atau pasal 128 Indische-statsregeling
(Kartohadikoesoemo, 1984) dan Peraturan Pemerintahan Jepang No. 1 Tahun 1942
serta peraturan Osamu Seirei No 27/1942 (Soenardjo, 1984). Namun dalam
realitasnya, desa sebagian besar dimasukkan ke dalam sistem birokrasi dan ekonomi
politik kolonial.
Hal ini meletakkan desa dalam Negara sebagai obyek eksploitasi colonial karena
dijadikan sebagai wilayah yang “diharuskan” dapat memenuhi kebutuhan produksi
negara kolonial tersebut dalam bentuk bahan baku mentah. Efeknya adalah terjadi
perubahan instrument budaya local pada desa tersebut, terkait dengan kehidupan
ekonmi politik masyarakat desa. Desa yang pada berbagai wilayah di Indonesia
memiliki penamaan tersendiri, seperti :
- Dusundati di Maluku
- Nagari di Minang
- Marga di Bengkulu
Penyebutan desa yang beranekaragam tersebut menunjukkan karakter atau ciri khas
tersendiri, yang berkesesuaian dengan adat- istiadat atau kebudayaan lokal masing-
masing daerah. Penyebutan desa yang variatif tersebut bisa berupa sebuah konsep tanpa
makna politis, tetapi juga bisa berarti suatu posisi politik dan sekaligus posisi dihadapan
pihak atau kekuatan lain (supra desa).
secara umum sesuai tata pemerintahan desa di seluruh wilayah Indonesia di era
kolonialisme dikenal 3 macam bentuk kepemimpinan desa yaitu (Kartohadikoesoemo,
1984) :
1. Pimpinan pemerintahan diletakkan di tangan seorang kepala. Dalam hal ini maka
kekuasaan eksekutif dan tanggung jawab berada di tangan kepala desa. Terdapat di
Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Minahasa, dan Bali.
2. Pimpinan pemerintahan dipegang oleh sebuah dewan. Dalam hal ini maka
kekuasaan eksekutif dan tanggung jawab dipegang oleh sebuah dewan
pemerintahan. Terdapat di Minangkabau, Palembang, Bangka, dan Bali.
3. Pimpinan desa yang terjadi dari dua orang kepala desa (kepala-kembar), dimana
yang seorang mengurusi urusan darat sedangkan yang lain mengurusi urusan
kelautan. Terdapat di daerah Kampar-kiri dan di Batak.
Akan tetapi ketiga bentuk tersebut mengalami perkembangan yang prinsipil selama
kolonialisme Belanda. Dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan oleh
pemerintahan Raffles mengenai pengangkatan dan pemberhentian kepala desa seperti
yang tercamtum dalam Stb. 1819 No. 13, yang menyatakan bahwa penduduk desa bumi
putera diperbolehkan memilih kepala pemerintahannya sendiri. Kemudian untuk
mengukuhkannya diterbitkan ketentuan yang lebih jelas mengenai hal tersebut pada
tahun 1854 dalam pasal 171 UU Ketatanegaraan Hindia Belanda (Regeeringsreglement
1854), yang menyebutkan bahwa:
2) Diperbolehkan mengurus rumah tangganya sendiri dan dalam batas tertentu juga
diberi wewenang untuk memberikan pidana bagi pelanggaran peraturan desa.
3) Dalam hal suatu desa berada dalam batas wilayah yang telah memiliki dewan
pemerinta daerah (wilayah perkotaan yang banyak dihuni oleh masyarakat Eropa),
maka hak otonomi itu dicabut atau ditunda pelaksanaannya.
Sejak era pemerintahan Raffles dan Van den Bosch, desa sudah dipergunakan untuk
menjalankan kepentingan kolonial yakni untuk dan , namun desa baru mendapatkan
pengakuan secara yuridis-prinsipal dalam Regeeringsreglement tahun 1854 seperti yang
dikmeukakan diatas. Dalam peraturan tersebut ditetapkan bahwa :
1. Desa yang dalam peraturan itu disebut atas pengesahan kepala daerah (residen)
berhak untuk memilih kepalanya dan pemerintah desanya sendiri.
2. Kepada desa itu diserahkan hak untuk mengatur dan mengurus rumah-tangganya
sendiri dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang keluar dari gubernur
jenderal atau dari kepala daerah (residen).
UU Ketatanegaran Hindia Belanda tahun 1854 ini mempunyai satu pasal yang sama
yaitu pasal 71, yang sama dengan pasal 128 UU Ketatanegaraan India. Dimana dalam
ketentuan pasal tersebut ditetapkan bahwa:
3) Kepala-kepala desa bumi putera diberikan hak mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh
pemerintah.
4) Jika ketentuan mengenai otonomi tersebut tidak sesuai dengan kondisi sosial dan
hak-hak yang dimiliki masyarakat di desa itu, maka pelaksanaan otonomi ditangguhkan.
5) Dengan UU atau ordonansi dapat diatur wewenang dari desa bumiputera untuk:
- Memungut pajak
B. Era Kemerdekaan
Proses negaranisasi desa dilakukan dengan 2 instrumen peraturan perundang-
undangan. Hal ini terutama di era orde lama, yakni:
Pembangunan infrastruktur sangat penting jika dibutuhkan lebih banyak lagi banyak
perhatian, terutama di desa-desa yang masih sangat sedikit peternakannya dan
infrastrukturnya. Tapi sekarang pembangunan infrastruktur yang dilakukan masih
bermasalah, saat ini pembangunan infrastruktur di pedesaan umumnya masih terbatas
terbatasnya akses pengambilan keputusan oleh masyarakat pedesaan karena
pembangunan desanya, hal ini disebabkan kurangnya koordinasi atau hubungan antara
pemerintah dan masyarakat tentang isu-isu pembangunan yang ada di desa yang sedang
dilaksanakan. Nampaknya pemerintah hanya menjadikan desa sebagai sasaran
pembangunan. Sehingga terjadi desa terpaksa menerima program pembangunan
tersebut terlepas dari apa sebenarnya perkembangan itu kebutuhan desa Masalahnya
adalah masyarakat Kemudian pertimbangkan perkembangan yang telah terjadi di kota
terbatas hanya pada hadiah yang diberikan oleh pemerintah bukan kebutuhan riil
masyarakat. bersama Kondisi ini menyebabkan infrastruktur dibangun sebelumnya
tindakan tidak ditargetkan, relevan atau tepat waktu yang pada akhirnya tidak dapat
dilakukan oleh infrastruktur yang dibangun sebelumnya memecahkan masalah yang
ada.
1. Jaringan Jalan
Pengembangan jaringan jalan yang baik dan terhubung adalah kunci untuk
meningkatkan aksesibilitas transportasi di desa-desa. Peningkatan jalan desa, jalan
kabupaten, dan jalan provinsi akan memudahkan mobilitas penduduk desa dan
mengurangi ketergantungan pada jalan yang rusak atau tidak terhubung. Jaringan jalan
dalam infrastruktur desa di Indonesia memiliki beberapa sumber terkait yang terlibat
dalam pembangunan dan pemeliharaannya. Berikut adalah beberapa sumber terkait
yang terlibat dalam pengembangan jaringan jalan di pedesaan Indonesia
Program Dana Desa merupakan inisiatif pemerintah yang memberikan alokasi dana
kepada desa-desa di Indonesia. Dana ini dapat digunakan untuk pengembangan
infrastruktur jalan desa, termasuk pembangunan baru, perbaikan, pemeliharaan, dan
peningkatan jalan. kemudian Lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia dan
Asian Development Bank (ADB), dapat memberikan pinjaman dan bantuan teknis
kepada pemerintah Indonesia untuk pengembangan infrastruktur jalan di pedesaan.
Dana dari lembaga ini dapat digunakan untuk proyek-proyek pembangunan jalan desa.
Pihak swasta dan investor asing juga dapat berperan dalam pembangunan jaringan jalan
di pedesaan. Melalui kemitraan publik-swasta atau investasi langsung, mereka dapat
menyumbangkan modal, sumber daya, dan keahlian teknis untuk membangun atau
memperbaiki jalan desa.
2. Aksesibilitas Transportasi
Aksesibilitas dan layanan transportasi adalah kunci untuk memastikan bahwa
penduduk desa memiliki akses yang mudah ke sumber daya dan layanan dasar yang
diperlukan. Oleh karena itu, penduduk desa dapat memenuhi semua kebutuhan hidup
semudah penduduk kota. Aksesibilitas transportasi merupakan faktor penting dalam
perkembangan desa di Indonesia. Dengan meningkatnya aksesibilitas transportasi, desa-
desa dapat terhubung dengan kota-kota besar, pasar, pusat pemerintahan, serta
mendapatkan akses yang lebih baik ke layanan dan peluang ekonomi. Berikut ini adalah
beberapa aspek terkait aksesibilitas transportasi dalam perkembangan desa di Indonesia:
- Jaringan Jalan: Pengembangan jaringan jalan yang baik dan terhubung adalah
kunci untuk meningkatkan aksesibilitas transportasi di desa-desa. Peningkatan
jalan desa, jalan kabupaten, dan jalan provinsi akan memudahkan mobilitas
penduduk desa dan mengurangi ketergantungan pada jalan yang rusak atau tidak
terhubung.
Pemerintah Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, memiliki peran penting
dalam memperbaiki aksesibilitas transportasi di desa-desa. Melalui program-program
pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan transportasi, dan dukungan terhadap
inisiatif-inisiatif inovatif, aksesibilitas transportasi dapat ditingkatkan, yang pada
gilirannya akan mendorong perkembangan desa dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa.
Namun, meskipun ada perkembangan positif, masih ada tantangan yang perlu
diatasi dalam pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial di pedesaan Indonesia.
Beberapa di antaranya adalah kesenjangan ekonomi antara pedesaan dan perkotaan,
kurangnya infrastruktur yang memadai, dan keterbatasan akses terhadap layanan dasar
seperti pendidikan dan kesehatan. Pemerintah dan pemangku kepentingan terus bekerja
untuk mengatasi tantangan ini melalui kebijakan pembangunan pedesaan,
pengembangan infrastruktur, dan program pemberdayaan masyarakat pedesaan.
Saat ini, makanan pokok tidak lagi menjadi mayoritas produk pertanian karena
adanya budaya perdagangan baru seperti: Kami mengoperasikan buah-buahan, kopi,
kakao, teh, dll, dan juga melakukan peternakan sederhana.
Pertanian modern, tahap ini disebut juga dengan pertanian khusus. Ini mewakili tingkat
terdepan pertanian. “Tujuan utama dalam pertanian modern tidak lagi mampu
mendapatkan makanan untuk kita gunakan sendiri dan menjual kelebihannya.”
Keuntungan komersial adalah ukuran keberhasilan, dan nilai maksimum per hektar dari
usaha manusia dan hasil sumber daya alam adalah tujuan utama dari kegiatan pertanian.
(Arsyad, 2004:332). Oleh karena itu, seluruh produksi disesuaikan dengan kebutuhan
pasar. Gambaran Umum Deskripsi pertanian modern fokus pada jenis tanaman spesifik,
tanaman terspesialisasi, manajemen menggunakan peralatan modern dan didukung
modal besar. Sistem pertanian modern saat ini sering disebut agribisnis.
Pertanian dan agri bisnis merujuk pada sektor pertanian dan usaha komersial
yang terkait dengan produksi, pengolahan, distribusi, dan pemasaran produk pertanian.
Ini melibatkan berbagai kegiatan seperti budidaya tanaman, peternakan, perikanan,
pemrosesan makanan, distribusi produk pertanian, dan perdagangan komoditas
pertanian.Pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian banyak negara. Ini tidak
hanya menyediakan makanan untuk populasi, tetapi juga berkontribusi pada
pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan ekspor. Di sektor pertanian,
petani dan pelaku agri bisnis bekerja sama untuk memproduksi, mengolah, dan
memasarkan hasil pertanian.
Beberapa aspek yang terkait dengan pertanian dan agri bisnis meliputi:
- Rantai pasokan pertanian: Agri bisnis melibatkan berbagai tahap dalam rantai
pasokan pertanian, termasuk pemrosesan, penyimpanan, distribusi, dan
pemasaran produk pertanian. Aspek ini melibatkan berbagai pelaku seperti
produsen, pedagang, perusahaan pengolahan makanan, distributor, dan pengecer.
Pertanian dan agri bisnis memainkan peran penting dalam pemenuhan kebutuhan
pangan global, pengurangan kemiskinan di daerah pedesaan, dan keberlanjutan
lingkungan. Dalam menghadapi tantangan seperti perubahan iklim, ketahanan pangan,
dan keterbatasan sumber daya alam, inovasi dan pengembangan berkelanjutan dalam
sektor ini menjadi semakin penting.
2. Industri Kecil dan Menengah
Industri kecil dan menengah (IKM) memiliki peran yang sangat penting dalam
pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial di Indonesia. IKM tidak hanya
menciptakan lapangan kerja, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) negara. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan bahwa sektor IKM menyumbang sekitar 97% dari total lapangan kerja di
Indonesia pada tahun 2020. Penciptaan lapangan kerja ini berperan dalam mengurangi
tingkat pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, IKM
juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap PDB nasional. Menurut Kementerian
Perindustrian Indonesia, pada tahun 2020, sektor IKM menyumbang sekitar 61%
terhadap total PDB Indonesia. Kontribusi ini menunjukkan bahwa IKM memiliki peran
krusial dalam pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di negara ini.
IKM juga berperan penting dalam pemberdayaan ekonomi lokal. Banyak IKM
berbasis di daerah pedesaan dan daerah terpencil, sehingga mereka berperan dalam
mengurangi kesenjangan ekonomi antara perkotaan dan pedesaan. Melalui
pengembangan keterampilan dan peluang kewirausahaan yang diberikan oleh IKM,
masyarakat setempat dapat berpartisipasi secara aktif dalam aktivitas ekonomi,
meningkatkan taraf hidup mereka, dan mengurangi tingkat kemiskinan. Selain itu, IKM
juga membantu dalam diversifikasi ekonomi Indonesia. Dengan menghasilkan berbagai
produk dan jasa, seperti tekstil, kerajinan, makanan dan minuman, serta teknologi
informasi, IKM membantu mengurangi ketergantungan terhadap sektor-sektor yang
rentan terhadap fluktuasi pasar global. Diversifikasi ekonomi ini penting dalam
menciptakan kestabilan ekonomi jangka panjang dan mengurangi risiko yang terkait
dengan ketergantungan pada sektor tertentu.
IKM ini mendorong inovasi dan kreativitas di Indonesia. Banyak IKM yang
mengembangkan produk baru, menerapkan teknologi baru, atau mengadopsi praktik
bisnis yang lebih efisien. Hal ini tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
tetapi juga meningkatkan daya saing industri Indonesia di pasar global. Inovasi dan
kreativitas yang dihasilkan oleh IKM juga memainkan peran dalam memajukan sektor
industri secara keseluruhan, serta membuka peluang bagi pengembangan industri
berbasis pengetahuan dan teknologi
Meskipun IKM memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi dan
perubahan sosial di Indonesia, tantangan-tantangan tetap ada. Beberapa tantangan
tersebut meliputi akses terbatas terhadap modal, teknologi, sumber daya manusia yang
terampil, dan akses ke pasar yang lebih luas. Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah
Indonesia telah meluncurkan berbagai program dan kebijakan pendukung, seperti
program bantuan modal usaha dan pelatihan keterampilan dan infrastructure yang lebih
baik. Pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan akses IKM ke pasar melalui
inisiatif seperti pengembangan pusat-pusat perdagangan dan pameran, peningkatan
konektivitas logistik, dan promosi produk IKM secara aktif baik di dalam negeri
maupun di pasar ekspor.
- Perusahaan atau industri besar jika memperkerjakan antara 100 atau lebih.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995: (Pasal 1): ayat
1, usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi
kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
(Pasal 5): (1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (2) memiliki hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,-, (3) milik warga negara Indonesia, (4) berdiri sendiri bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha
besar, (5) berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi
a. Pendidikan
b. Kesehatan
Kesehatan yang baik merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi
pedesaan. Ketika masyarakat pedesaan sehat, mereka lebih produktif dan dapat
berkontribusi secara optimal dalam aktivitas ekonomi. Penyediaan layanan
kesehatan yang terjangkau dan berkualitas di pedesaan, termasuk akses ke fasilitas
kesehatan, pemeriksaan kesehatan, dan imunisasi, dapat meningkatkan
kesejahteraan dan produktivitas masyarakat. Kesehatan juga berhubungan erat
dengan penurunan tingkat kemiskinan. Biaya kesehatan yang tinggi dapat menjadi
beban bagi masyarakat pedesaan yang sudah rentan secara ekonomi. Oleh karena
itu, akses ke layanan kesehatan yang terjangkau dan perlindungan sosial, seperti
asuransi kesehatan, dapat membantu melindungi masyarakat pedesaan dari risiko
keuangan yang disebabkan oleh masalah kesehatan.
Selain itu, pelayanan kesehatan yang baik juga dapat meningkatkan status sosial
dan peran perempuan di pedesaan. Dengan akses yang lebih baik terhadap layanan
kesehatan, perempuan di pedesaan dapat lebih baik menjaga kesehatan diri sendiri
dan keluarga, serta memainkan peran penting dalam penyebaran pengetahuan
kesehatan di komunitas. Hal ini membantu memperkuat posisi perempuan di
masyarakat pedesaan, meningkatkan partisipasi mereka dalam pengambilan
keputusan, dan mengurangi kesenjangan gender.
Organisasi masyarakat sipil, LSM, dan komunitas juga memiliki peran penting
dalam memperkuat pendidikan dan kesehatan di pedesaan. Mereka dapat berperan
sebagai penggerak perubahan, memobilisasi sumber daya lokal, dan mengadvokasi
kepentingan masyarakat pedesaan dalam hal pendidikan dan kesehatan. Melalui
kolaborasi dengan pemerintah dan lembaga terkait, mereka dapat memperkuat akses,
partisipasi, dan kualitas pendidikan dan kesehatan di pedesaan.Selain upaya
tersebut, teknologi dan inovasi juga dapat menjadi alat yang kuat dalam
meningkatkan pendidikan dan kesehatan di pedesaan. Penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi dapat membantu dalam mengatasi hambatan geografis
dan akses terhadap pendidikan dan kesehatan di pedesaan. Misalnya, program
pembelajaran jarak jauh dan layanan kesehatan berbasis telemedicine dapat
membantu meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan di pedesaan yang
terpencil. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial di sejarah
pedesaan Indonesia, pendidikan dan kesehatan memainkan peran yang tak
tergantikan. Peningkatan pendidikan dan kesehatan di pedesaan tidak hanya
berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga pada aspek sosial dan kesejahteraan
masyarakat. Melalui komitmen, kerjasama, dan upaya yang berkelanjutan dari
berbagai pihak terkait, Indonesia dapat membangun pedesaan yang kuat, inklusif,
dan berkelanjutan yang memberikan manfaat bagi seluruh masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.berdesa.com/definisi-desa-menurut-berbagai-ahli.
Rahman, A., & Bhattacharya, A. (2021). Factors affecting rural development: A study
on the geography of rural areas in India. Journal of Rural Studies, 85, 1-11.
Samari, D., et al. (2020). The Impact of Climate Change on Rural Areas in Iran.
Environmental Policy and Sustainable Development, 2(1), 79-95.
Assahun, A., & Abie, M. A. (2019). The Role of Education in Rural Development: The
Case of Ethiopian Rural Areas. International Journal of Education and Research,K
7(4), 141-158.
Kusumah, T., & Pradono, B. (2009). The Modernization of the Indonesian Village: How
Politics and Economics Are Transforming the Rural Community. Yayasan Obor
Indonesia.
Mankiw N,Gregory. 2006. Makro Ekonomi, Terjemahan: Fitria Liza, Imam Nurmawan.
Penerbit Erlangga:Jakarta Mardikanto, Totok. 2010. Konsepkonsep Pemberdayaan
Masyarakat. UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press):Surakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 pasal 1 ayat (1), pasal 5
ayat (1-5)