Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PBL

Nama Mahasiswa:
Tema: Dengan Zakat Jiwa dan Harta Menjadi Bersih (Fikih Kelas VIII/ Semester
Ganjil) Sub Tema: Zakat Fitrah
1. Identifikasi Masalah
Terdapat perbedaan hasil ijtihad ulama terkait hukum mengeluarkan zakat fitrah yang
disyaratkan dalam bentuk bahan makanan pokok akan tetapi digantikan dengan uang.
Permasalahan ini sudah sering ditemui di kalangan masyarakat yang mana mayoritas dari
mereka justru mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang dengan alasan bahwa uang
lebih leluasa untuk dimanfaatkan.
Perbedaan pendapat dalam menentukan hukum menggantikan zakat fitrah dengan
uang ini memicu pada keragu-raguan bagi muzakki, sedangkan telah diketahui bersama
bahwa dalam menunaikan ibadah syariat Islam terutama zakat yang menjadi salah satu
rukun agama Islam harus didasari keyakinan tanpa dihinggapi rasa keragu-raguan agar
amal ibadah kita menjadi sah dan diterima di sisi Allah. Sebagaimana terdapat dalam
hadis kesebelas dalam hadis arba’in:
‫دع ما يُ ِر ك ما َل ِر ْيُبك‬
‫ْ ُيب ِإَلى‬
“Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu”.
Peserta didik sebagai pilar peradaban umat dalam kehidupan bermasyarakat perlu
menyikapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut secara bijak. Melalui
pembelajaran, peserta didik diharapkan mampu memahami masalah, mencari tahu akar
penyebab masalah, dan memecahkan masalah tersebut dengan berlandaskan pada
pengetahuan dan ketentuan syariat Islam.

2. Eksplorasi Penyebab Masalah (berdasarkan kajian literatur)


Permasalahan mengenai perbedaan hukum dalam mengganti zakat fitrah dengan uang
ini salah satunya disebabkan oleh hasil ijtihad para ulama yang berbeda-beda. Hal ini
dilatarbelakangi oleh budaya dan kondisi sosial masyarakat tempat para ulama tinggal,
kecenderungan atas satu mazhab, serta faktor-faktor lainnya yang mendorong pada
perbedaan hukum syariat yang dihasilkan dari proses ijtihad (Muhammad Zukhdi,
Dinamika Perbedaan Madzhab dalam Islam, Vol. 17. No.1, Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA,
2017, hal. 121).
Dasar hukum zakat fitrah terdapat dalam Q.S Al-Baqarah: 43 yang berbunyi

‫مع ال َّرا ِك ِعين‬


‫صل وا ُت وا ال كو َة ْ ْوا‬ ‫وأَ ِق ْي ُم ْوا‬
ُ ‫ر‬
‫كع‬ ‫َّز‬ ‫وة‬ ‫ال‬
‫وا‬
Artinya: “Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-
orang yang rukuk”.
Adapun perintah diwajibkannya mengeluarkan zakat fitrah yang bersumber dari hadis
Nabi, di antaranya:
‫عل ك ح ٍ’ ر‬ ‫صا عا ْ ي‬ ‫صاعا من َت َم‬ ‫ضان عَلى‬ ‫ض رس ْول ا ْل ِف ِر‬ ‫ف َر‬
َ
‫ى ’ أَ ْو‬ ‫من ٍر‬ ‫ِر َأ ْو‬ ‫الَنّاس‬ ‫م‬ ‫زكا َة من‬ ‫هلال‬
‫ل‬ ‫ش‬ ‫ط‬
‫ِع‬ ‫ر‬
‫ُر ْو ِج ا َّلناس ص ََل ِة‬ ‫َها َأ ْن ُت َؤ‬ ‫ك ٍر َأ ْو أ ا ْل س ِل ِم َم‬ ‫ع‬
‫ِإلَى ال خ‬ ‫َّدى ق ْبل‬ ‫ َر‬،‫ْنثَى ُم من ْين‬ ‫ْب ٍد‬
َ‫وأ‬
Artinya: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah bulan Ramadhan kepada orang-
orang sebesar 1 sha’ kurma atau 1 sha’ sya’ir, yaitu kepada orang-orang merdeka, budak,
laki-laki, dan wanita dari kalangan orang-orang muslim. Beliau juga memerintahkan agar
mengeluarkan zakat fitrah tersebut sebelum orang-orang berangkat untuk melaksanakan
salat (Idul Fitri)”. (HR. Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi)
Bersandar pada hadis di atas, Imam Syafi’i berijtihad bahwasanya pembayaran zakat
fitrah wajib menggunakan bahan makanan. Pendapat ini berbeda dengan yang
dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah, di mana beliau memperbolehkan membayar zakat
fitrah dalam bentuk uang sebab sejatinya zakat itu asalnya dari harta (mal), yaitu apa
yang dimiliki berupa emas dan perak (termasuk uang). Pendapat Imam Abu Hanifah ini
bersandar pada firman Allah SWT:

‫ع ِل ْي ٌم‬
‫س‬ ‫ص س كن لَّ ُه لّٰ ُال‬ ‫عَل ْي ِه‬ ‫ص َد ُ ْ وُت َز ِ’ ك ْي ِه‬ ‫ْم َوا ِل‬ ‫خ ْذ‬
‫ِم‬ ‫ْْۗ م و‬ ‫ٰل و َتك‬ ‫ْْۗ م ن‬ ’ ‫ْم ِب ها و‬
َ ‫َقةً ت ر م‬ ‫ِه ْم من‬
‫ْي ع‬ ‫ل‬ ‫ط‬ ‫ا‬
‫ص‬ ‫ِ’ه ه‬
Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan
mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. (QS. At-
Taubah: 103)
... dst ... (Silakan Bapak/Ibu kaji lebih mendalam kembali)

3. Eksplorasi Penyebab Masalah (berdasarkan realitas empirik)


Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi terkait
keharusan dalam mengeluarkan zakat fitrah, para ulama mazhab Imam Syafi’i memahami
bahwa arti kata ‫( تمر‬kurma) dan ‫( ش عير‬gandum) dalam matan hadis tersebut sebagai
makanan pokok penduduk di suatu kawasan. Oleh karenanya, dalam kitab fiqih mazhab
Syafi’i digunakan redaksi ‫ بلده قطع‬yang artinya makanan pokok penduduk daerah orang yang
hendak menunaikan zakat. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa umat Islam
Indonesia mayoritas bermazhab Syafi’i sebab sejarah mencatat bahwa penyebar Islam
pertama kali ke Indonesia bermazhab Syafi’i sehingga fikih nusantara memang lebih
dekat dengan mazhab Syafi’i. Hal inilah yang menjadi asal-usul masyarakat di Indonesia
mengeluarkan zakat dalam bentuk beras, bukan kurma atau gandum (dan bukan pula
dalam bentuk uang) sebab mayoritas masyarakat Indonesia memang bermazhab kepada
Imam Syafi’i.
Adapun terkait konversi zakat fitrah dengan makanan pokok ke dalam bentuk uang
tunai dibolehkan oleh sebagian ulama kelompok organisasi masyarakat di antaranya
Nahdlatul Ulama (NU). Bahkan pengurus besar ormas tersebut, yakni KH Bahaudin
Nursalim -yang lebih akrab dipanggil Gus Baha- mengemukakan dalam salah satu
tayangan di kanal YouTube NU Online bahwa beliau sendiri pun kerap kali membayar
zakat fitrah dengan
uang. Beliau menjelaskan, “Zakat fitrah boleh menggunakan uang asalkan setara dengan
takaran yang telah ditentukan, yaitu satu sha’ atau empat mud”. Beliau juga
menambahkan, “Saya sendiri memilih membayar zakat fitrah menggunakan uang yang
setara dengan lima kilogram beras. Alasan saya lebih menekankan pemberian zakat fitrah
dengan uang karena orang lebih membutuhkan uang untuk berbelanja kebutuhan primer
maupun sekundernya dibandingkan dengan beras yang umumnya mereka pasti sudah
pada punya. Mohon maaf, ini bukan berarti tidak menghargai ketetapan Imam Syafi’i,
hanya saja sekarang ini kalau seluruhnya masih mau kasih beras, lantas uang untuk
belanjanya mana?”.
... dst ... (Silakan Bapak/Ibu kaji lebih mendalam kembali)

4. Analisis Penentu Penyebab Masalah (berdasarkan kajian literatur)


Salah satu faktor dominan yang menyebabkan munculnya permasalahan dalam
penentuan objek zakat fitrah adalah hasil ijtihad para Imam Mujtahid yang berbeda-
beda. Mazhab Imam Abu Hanifah membolehkan konversi zakat fitrah ke dalam bentuk
uang tunai, sedangkan mazhab Imam Syafi’i mutlak menyatakan bahwa zakat fitrah harus
dibayarkan dengan beras (bahan makanan pokok). Menurut An-Nabhani dalam kitabnya
Asy-Syakhsiyah Al-Islamiyah Juz 1 (1994) perbedaan hasil ijtihad ini terbentuk sebab
adanya perbedaan (ikhtilaf) dalam masalah ushul maupun furu’ sebagai dampak adanya
berbagai diskusi di kalangan ulama.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Abu Ameenah Bilal dalam bukunya Asal-Usul dan
Perkembangan Fiqh (2005) mengatakan bahwa perbedaan dalam ketetapan hukum di
kalangan Imam mazhab meliputi: (1) interpretasi makna kata dan susunan gramatikal
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an; (2) riwayat hadis mulai dari keberadaannya, kesahihannya,
syarat-syarat penerimaannya, dan interpretasi matan hadis yang berbeda; (3) diakuinya
penggunaan prinsip-prinsip tertentu di dalam ushul fiqh seperti, ijma’, ‘urf, istihsan, dan
pendapat para sahabat; serta (4) metode-metode qiyas.
... dst ... (Silakan Bapak/Ibu kaji lebih mendalam kembali)

5. Analisis Penentu Penyebab Masalah (berdasarkan realitas empirik)


Berdasarkan identifikasi masalah dan eksplorasi penyebab masalah yang telah
diuraikan, maka jelaslah bahwa faktor dominan yang menjadi penyebab munculnya
permasalahan keragu-raguan dalam menunaikan zakat fitrah dalam bentuk uang ini
adalah sikap masyarakat dalam bermazhab. Ada sebagian orang yang memang berusaha
memperdalam ilmu agama dengan baik sehingga berupaya keras untuk memahami
dasar- dasar hukum syariat Islam dan bermazhab dengan benar. Tak jarang pula kita
temui sebagian orang atau warga masyarakat yang betul-betul awam terkait persoalan
agama, sehingga ketika menunaikan suatu ibadah/kewajiban agama ia hanya ikut-ikutan
saja (taqlid).
Faktor perbedaan sikap masyarakat dalam bermazhab ini dianggap sebagai faktor
utama yang menyebabkan keragu-raguan dalam diri muzakki ketika menunaikan zakat
fitrah “apakah boleh menggunakan uang atau harus berupa makanan pokok?”. Bagi
sebagian umat Islam yang telah bermazhab dengan benar mungkin tidak akan menjadi
sebuah masalah, berbeda halnya dengan sebagian umat muslim yang hanya beribadah
secara taqlid tanpa mengetahui dasar hukumnya, hal ini tentu menyebabkan
kebingungan yang berujung pada keragu-raguan.
Sikap masyarakat dalam bermazhab ini menyebabkan perbedaan umat Islam dalam
memenuhi kewajiban syariat, salah satunya ibadah zakat fitrah. Bukan berarti setiap
umat Islam harus mengikuti mazhab yang satu dan menyalahkan mazhab yang lain, sebab
sejatinya perbedaan pendapat antar mazhab merupakan sesuatu yang sah dan alamiah,
bukan hal yang janggal apalagi menyimpang dalam agama Islam. Akan tetapi yang harus
ditekankan di sini adalah sikap dan cara masyarakat dalam bermazhab. Setiap muslim
hendaknya turut kepada satu mazhab fikih dalam setiap rangkaian ibadah yang
dilaksanakan, tidak mencampur-campuri antara ketetapan hukum suatu mazhab dengan
hukum mazhab lainnya sehingga yakin dalam memenuhi kewajiban-kewajiban syariat
karena mengetahui dasar hukumnya dan tidak akan meninggalkan kesan keragu-raguan.
... dst ... (Silakan Bapak/Ibu kaji lebih mendalam kembali)

6. Rencana Aksi
Sintaks Problem Based Learning Mata Pelajaran Fikih Kelas VIII Tema Zakat Fitrah
Fase Aktivitas
Fase 1 Peserta didik menyimak penjelasan guru tentang model PBL.
Mengorientasikan Kemudian guru memotivasi siswa agar turut aktif dalam diskusi
siswa pada pemecahan masalah. Di samping itu, guru juga sudah
masalah menyiapkan media pembelajaran yang mendukung berjalannya
proses PBL di antaranya LKS contoh kasus yang harus dikerjakan
oleh setiap kelompok, serta lembar observasi aktivitas siswa
secara individu selama mengikuti proses pembelajaran dengan
model PBL.
Fase 2 (Silakan Bapak/Ibu uraikan dengan baik kegiatan siswa dalam
Mengorganisasi fase ini sesuai dengan sintaks pembelajaran dengan model PBL)
siswa untuk belajar
Fase 3 (Silakan Bapak/Ibu uraikan dengan baik kegiatan siswa dalam
Membimbing fase ini sesuai dengan sintaks pembelajaran dengan model PBL)
penyelidikan
individu maupun
kelompok
Fase 4 (Silakan Bapak/Ibu uraikan dengan baik kegiatan siswa dalam
Mengembangkan fase ini sesuai dengan sintaks pembelajaran dengan model PBL)
dan menyajikan
laporan
Fase 5 (Silakan Bapak/Ibu uraikan dengan baik kegiatan siswa dalam
Menganalisis dan fase ini sesuai dengan sintaks pembelajaran dengan model PBL)
mengevaluasi proses
pemecahan masalah

*) Catatan:
Menurut Arends (2008: 55), langkah-langkah pokok dalam pelaksanaan PBL terbagi ke
dalam 5 fase, yaitu:
1. Mengorientasi siswa pada masalah.
2. Mengorganisasi siswa untuk meneliti.
3. Membantu investigasi mandiri dan berkelompok.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Maka berdasarkan sumber tersebut, silakan Bapak/Ibu buatkan rencana aksi PBL dari
tema yang telah Bapak/Ibu pilih yang menggambarkan kegiatan belajar peserta didik
disertai penjelasan rinci terkait aktivitas siswa pada setiap fase tersebut.

Anda mungkin juga menyukai