Buku 3 Pekerjaan Sosial Teoridan Metodologi
Buku 3 Pekerjaan Sosial Teoridan Metodologi
net/publication/362732888
CITATIONS READS
0 6,316
2 authors, including:
Taufiqurokhman Taufiqurokhman
Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama)
81 PUBLICATIONS 123 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Indonesian Government`s Policy on Environmental Law in the Era of Regional Autonomy View project
Indek Partisipasi Masyarakat Dalam Mengenal Program di Direktorak PSPKKM Kemensos RI View project
All content following this page was uploaded by Taufiqurokhman Taufiqurokhman on 17 August 2022.
Pekerjaan
Sosial:
Teori dan
Metodologi
Daftar Isi
BAB I
PENGETAHUAN UMUM BAGI PEKERJAAN SOSIAL 17
halaman
1. Perkembangan Manusia
2. Proses-proses Sosial dan Kelembagaan
3. Dinamika Interpersonal, Kelompok dan Organisasi
4. Proses Pekerjaan Sosial
5. Paradigma Teoritis
6. Metode-metode Intervensi
7. Etika dan Nilai
BAB II
TEORI DAN PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL 16 Halaman
1. Teori Sistem
2. Kajian Teori dari Persfektif Ekologis
3. Praktek Pekerjaan Sosial Life Model
4. Sistem Klasifikasi dan Asessment Person In-Enviromental
5. Persfektif Kekuatan
6. Empowerment-Based Practice Model
7. Perspektif Generalis
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi I
BAB III
METODE PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL 34 halaman
1. Case Work
2. Social Group Work
3. Community Development
4. Administrasi Pekerjaan Sosial
5. Manejemen Organisasi Pelayanan Sosial
6. Penelitian Pekerjaan Sosial
7. Perencanaan Sosial
BAB IV
ISU-ISU KONTEMPORER DALAM BIDANG PRAKTEK 30
Halaman
1. Isu-Isu Kontemporer Pekerjaan Sosial
2. Pekerjaan Sosial di Ranah Publik
a. Pekerjaan Sosial dan Kemiskinan
1) Amerika Serikat yang lain
2) Siapakah orang miskin itu?
3) Kemiskinan relatif dan absolut
4) Mengapa manusia miskin?
5) Respons pelayanan kepada kemiskinan
b. Pekerjaan Sosial dan Ketunawismaan
1) Salah pengertian tentang ketunawismaan
2) Terjadinya ketunawismaan
c. Pekerjaan Sosial dan Pengangguran.
II Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
1) Ekonomi dan pengangguran
2) Akibat-akibat dari pengangguran
3) Jaminan sosial pengangguran
4) Pelayanan-pelayanan bagi para penganggur
d. Pekerjaan Sosial di dalam Peradilan Kriminal
1) Kejahatan dan kenakalan
2) Kejahatan dan hukuman
3) Sistem peradilan criminal
4) Peran pekerjaan sosial di dalam peradilan criminal
a) Pekerja sosial kepolisian
b) Kesaksian pengadilan dan pekerjaan sosial forensic
c) Pelayanan-pelayanan peradilan remaja
d) Probasi dan parol. Probation (probasi)
e) Pekerjaan sosial di bidang koreksi
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi III
BAB PENGETAHUAN UMUM
I BAGI PEKERJAAN SOSIAL
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 1
pengetahuan yang berkaitan dengan kondisi dan permasalahan
sosial, kebijakan sosial dan program sosial, fenomena sosial,
profesi pekerjaan sosial, dan berbagai teori praktek. Permasalahan
kenakalan dan tindak kriminal/ kenakalan remaja, pemenuhan
kebutuhan pendidikan bagi anak-anak, remaja putus sekolah,
kemiskinan, pengangguran, penyalahgunaan obat-obatan,
kekerasan dalam rumah tangga, dan seterusnya; merupakan
beberapa contoh dari permasalahan dan kondisi sosial yang ada
di masyarakat saat ini.
1. Perkembangan Manusia
2 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
berkaitan dengan kehidupan manusia. Sebagai contoh, respon
terhadap seorang anak akan berbeda dari yang anak beranjak
remaja atau yang menjelang remaja akhir. Sama halnya ketika
kita akan merespon secara berbeda ketika berhadapan dengan
anak usia lima tahun dibandingkan dengan anak usia lima belas
tahun. Kondisi ini terjadi karena kita memahami signifikansi
lingkaran kehidupan yang mempengaruhi kehidupan seseorang
dan mengakui bahwa manusia akan menghadapi berbagai
tantangan dan isu yang berbeda-beda pula, bergantung pada
dimana lingkaran (daur) kehidupannya sedang dijalani.
Lingkaran hidup memiliki sejumlah implikasi bagi kita
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, setiap
tahap kehidupan yang dicapai akan cenderung merupakan faktor
kontekstual penting sehingga dapat dimengerti pula apabila
akan timbul permasalahan-permasalahan dan tantangan-
tantangan yang harus dihadapi serta terdapat rentang solusi
potensial yang juga mungkin dapat diperoleh dari setiap tahap
perkembangan manusia tesebut. Tahap-tahap dari lingkaran
(daur) hidup tersebut ditampilkan atau muncul secara berbeda-
beda oleh para ahli, namun demikian seiring tujuan sebelumnya
akan dikemukakan kategori secara umum saja. Berikut ini adalah
tahap-tahap kehidupan dari lingkaran kehidupan :
a. Infancy. Tahap kehidupan yang paling awal yang hidupnya
masih sangat bergantung pada perlindungan dan perawatan
orang lain. Tahap ini juga merupakan tahap perkembangan
yang paling signifikan dalam perkembangan psikologis
seiring pengalaman yang diperoleh pada tahap ini yang
dapat mempengaruhi pandangan kita terhadap dunia dan
bagaimana kita meresponnya di tahun-tahun berikutnya.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 3
b. Chilhood. Seiring pertumbuhan dari masa bayi, kita
memulai proses menjadi lebih mampu mengurus diri
sendiri, meskipun kita masih membutuhkan perlindungan
dan pengasuhan yang baik. Sekali lagi pada tahap ini dapat
menjadi sangat signifikan dalam mempertajam respon-
respon dan sikap-sikap psikologis kita.
c. Adolescence. Sebagaimana diketahui bergeraknya masa
kanak-kanak ke masa dewasa harus melalui periode
transisi yang dikenal dengan masa remaja, meski pada
kenyataannya mayoritas anak muda dapat melewati masa
remaja tanpa kesulitan atau drama tertentu (Lipsitz, 1980).
Masa ini setidaknya merupakan masa yang penting dalam
kehidupan, di masa ini biasanya seseorang mengembangkan
rencana karirnya atau ideidenya tentang apa yang mereka
inginkan dalam kehidupan ini dan di masa depan.
d. Early adulthood. Secara umum di masa ini dipandang
sebagai tahap memastikan kemandirian diri mereka sendiri
dalam dunia orang dewasa, melalui pekerjaan, kehidupan
keluarga, merawat tempat tinggal, memiliki anak dan
seterusnya.
e. Middle age. Suatu tahap kehidupan yang dipandang sebagai
pola yang lebih mantap-mandiri dan dicirikan dengan
kematangan dan pengalaman. Di masa ini seringkali
dipahami sebagai masa konsolidasi.
f. Old age. Pada masa ini seringkali distereotipkan dengan
istilah-istilah negatif sebagai masa tergantung, lemah,
dan tidakberdaya. Pada kenyataannya pada masa ini akan
sangat berbeda bagi sebagian besar orang-orang lanjut
usia.
4 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
g. Death. Kematian biasanya tidak dikenal sebagai sebuah
tahap dalam daur kehidupan. Namun demikian, setidaknya
kematian merupakan bagian signifikan atau memiliki arti
penting dalam mempengaruhi daur kehidupan manusia.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 5
Poin terakhir yang benar-benar penting adalah akan
berbahaya jika menggunakan kerangka daur hidup secara
kaku dengan berfikir bahwa seseorang diharapkan mampu
menyesuaikan diri seiring dengan tahap perkembangan (dan
akan disebut menyimpang ‘deviant’ jika tidak mampu). Daur
hidup menggambarkan apa yang ‘normal’ dalam pemikiran
umum, dan secara statistik.
6 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Poin penting lainnya bahwa untuk memahami bahwa daur
hidup tidak sesederhana persoalan biologi (pertumbuhan fisik dan
kebutuhannya). Memang benar bahwa, di sana terdapat sebuah
dimensi biologi, sebagai contoh dalam kaitan ketergantungan
bayi. Namun demikian kita sebaiknya tetap bersikap hati-hati
untuk memanfaatkan dimensi peran biologi secara utuh dalam
daur hidup seseorang. Masih terdapat dimensi-dimensi lainnya
yang perlu dipertimbangkan, yaitu psikologi, sosial, politik, dan
keberadaan (existential) manusia.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 7
dengan identitas (misalkan rendah diri, harga diri) seringkali
dihadapi dalam praktek pekerjaan sosial.
8 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
case by case.
d. Respon pekerjaan sosial terhadap permasalahan seringkali
melibatkan seluas mungkin sumber-sumber sosial
(pelayanan-pelayanan pemerintah, atau badanbadan sosial
swasta, lembaga sosial berbasis komunitas misalnya)
sebagai potensi-potensi pemenuhan kebutuhan sosial.
e. Faktor-faktor pribadi atau psikologis tidak berada secara
terpisah---tetapi sangat dipengaruhi dan dibatasi oleh
oleh isu-isu sosial. Bahkan banyak persoalan pribadi
dan psikologis muncul sebagai akibat dari situasi sosial
(masalah sosial psikologis).
f. Terdapat konsekuensi-konsekuensi sosial sebagai hasil
keterlibatan dengan seorang pekerja sosial (misalnya
stigma). Misalkan, orang yang diurus oleh pekerja sosial
adalah orang yang punya ‘masalah’ sosial atau orang yang
tidak mampu.
g. Intervensi pekerjaan sosial dapat saja memperburuk
ketidakadilan sosial, misalkan memperkuat stereotip
gender.
h. Kebijakan sosial yang mengatur intervensi pekerjaan sosial
berakar pada kondisi sosial, politik dan ekonomi keseharian
dari masyarakatnya. Dengan demikian adalah penting bagi
para pekerja sosial untuk memahami konteks sosial dari
pekerjaannya.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 9
perlu memahami secara mendasar bagaimana masyarakat
bergerak dalam proses-proses sosial dan kelembagaan.
Di sinilah kemiripan atau kesamaan pengetahuan antara
sosiologi dengan pekerjaan sosial. Namun pembedanya, profesi
pekerjaan sosial tidak berhenti hanya mamahami proses-proses
(interkasi) sosial, tetapi bagaimana mempengaruh---melalui
berbagai perdekatan, metode dan teknik serta keterampilan---
prosesproses sosial tersebut agar bermanfaat bagi kesejahteraan
sosial.
10 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
sangatlah penting. Karena terkait dengan bahwa sejauh
ini klien pekerjaan sosial umumnya berada pada posisi
kekuatan yang relatif lemah atau tidak berdaya, sebagai
akibat juga dari lokasi (posisi) sosial mereka (dalam
kaitan dengan ‘divisi sosial’ di atas) atau permasalahan
tertentu yang mendorong mereka untuk bertemu dengan
seorang pekerja sosial (masalah kecanduan minuman
keras, misalnya), atau mungkin kombinasi dari kedua hal
di atas. Kemudian, intervensi pekerjaan sosial itu sendiri
merupakan praktek kekuatan (strengths perspective), dan
ini dapat digunakan secara positif untuk memberdayakan
klien atau secara negatif memperkuat mereka yang
mengalami ketidak-beruntungan.
c. Ideology. Ideologi merujuk pada kekuatan gagasan untuk
mempertahankan keberadaan struktur dan relasi sosial.
Sebagai contoh, ideologi patrilineal (patrilineal/ patriarchy
berarti ‘the law of the father’---yaitu dominasi laki-laki)
memberi ruang terdapatnya pemeliharaan relasi kekuatan
antara laki-laki dan perempuan dengan menampilkan
peran gender secara alami dan yang diharapkan. Ideologi
sangat berkaitan erat dengan power karena secara luas
melalui peran ideologilah kekuatan tersebut dilakukan.
Artinya, bekerja dengan ideologi dapat lebih efektif dalam
mempertahankan struktur kekuatan daripada secara
terbuka dan terlihat jelas penggunaan kekuatannya, seperti
melalui kekuasaan dan pemaksaan.
d. Law and order. Hukum merupakan bagian dari produk dari
pabrik sosial,suatu aspek penting bagaimana stabilitas sosial
dipelihara. Hukum dan tatanan merupakan karakteristik
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 11
penting dari kehidupan sosial, 22 sebagaimana terlihat
dalam praktik-praktik hukum, baik di dalam maupun di
luar sistem pengadilan, yang banyak mengatur kehidupan
sosial. Pada posisi inilah signifikansi pekerja sosial, sebagai
bagian dari mesin hukum dan tatanan untuk menciptakan
stabilitas sosial, tetapi juga melakukan restrukturisasi sosial
dengan bekerja pada sebagian besar kelompok-kelompok
di masyarakat yang rentan dan tidak beruntung.
e. Social institutions. Tema ini merujuk pada suatu karakteristik
sifat dari masyarakat yang relatif berjangka waktu panjang
dan stabil, bangunan benteng kehidupan masyarakat yang
terdiri dari simbol-simbol tatanan sosial. Di dalamnya
termasuk pernikahan, keluarga, agama, pendidikan, dan
identitas nasional. Semua hal tersebut berkait erat dengan
ideologi dan memainkan peran penting dalam memahami
masyarakat kita. Faktor-faktor signifikan yang membantu
kita mengenali bagaimana masyarakat bergerak di sekitar
kita. Hal tersebut bukanlah sifat alamiah yang sama
dari suatu masyarakat dan seringkali berbeda dari satu
masyarakat ke masyarakat lainnya.
12 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Sebuah profesi yang seharusnya mampu mengelola
aspek sosial, sumber sosial dan potensi sosial lainnya, bagi
kesejahteraan masyarakat. Sebuah profesi yang mampu
mengelola relasi dan interaksi antar manusia, antar individu,
kelompok, keluarga, komunitas, dan istitusi sosial lainnya,
sehinga berfungsi sosial dalam rangka mencapai kemakmuran
hidup manusia.
Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan berikut ini
setidaknya dapat membantu pekerja sosial atau para praktisi
pertolongan untuk menyadari relevansi proses-proses dan
kelembagaan sosial:
a. Lokasi sosial seseorang (orang-orang) yang anda hadapi?
Artinya, bagaimana faktor-faktor seperti kelas, ras, gender,
usia atau disabilitas mempengaruhi situasi? Apa konteks
budayanya? Apakah ada (potensi) pertentangan antara
lokasi sosial mereka dan anda? Sebagai contoh, apakah
anda berbicara menggunakan bahasa yang sama atau atau
anda membutuhkan seorang penerjemah?
b. Faktor-faktor sosial apa yang berkontribusi terhadap situasi
permasalahan? Apa peran kemiskinan, perumahan kaum
miskin, stigma sosial, diskriminasi dan seterusnya?
c. Di dalam berhadapan dengan sebuah keluarga, apakah
terdapat perbedaan-perbedaan sosial yang mungkin
signifikan dalam keluarga? Apakah terdapat isu tertentu
yang dapat dilakukan berkaitan dengan peran-peran gender
atau harapan-harapannya? Apakah terdapat anggota
keluarga lansia atau disabilitas yang termarginalisasi atau
tereksploitasi dengan cara-cara tertentu?
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 13
d. Dalam merespon sebuah permasalahan dengan situasi
khusus, mungkin saja anda akan memperburuk kondisi
ketidakadilan dan ketidakberuntungan sosial? Anda
mungkin akan memperkuat rasisme dengan melakukan
pemenuhan bantuan kebutuhan-kebutuhan tertentu dan
perbedaan-perbedaan budaya? Apakah anda merasa
bersalah dengan kegagalan-kegagalan ketika mengatasi
lansia bermasalah berkaitan dengan harga diri dan rasa
hormat?
e. Jika akar permasalahan berada dalam dunia sosial dan
politik, apakah ada yang dapat pekerja sosial lakukan untuk
mempengaruhi dunia global tersebut? Sebagai contoh,
dapatkah pekerja sosial membawa persoalanpersoalan
sehingga menuntut perhatian pihak berwenang atau
kelompok-kelompok penekan/ pemerhati (pressure groups)
agar tertarik dengan isu-isu tersebut? Semua hal tersebut
tidak perlu pekerja sosial ketahui semua, tetapi setidaknya
memberi titik awal, untuk memasuki kompleksitas konteks
sosial. Para pekerja sosial nampaknya sudah semestinya
memahami (dalam konteks sosial) bahwa sebagian besar
masalah sosial tidak pernah muncul sebagai sesuatu yang
tunggal dengan akibat yang tunggal pula.
14 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
ketidakmampuan lingkungan (Wibhawa, dkk, 2010).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 15
melihat kita dan bagaimana orang merespon kita. Sama
pentingnya dengan bagaimana kita menjadi terampil dalam
‘reading’ komunikasi orang lain, pendengar yang efektif
adalah yang mampu menempatkan orang pada posisi
yang nyaman dan bekerja secara efektif bersama mereka.
Seringkali ketidakmampuan atau lemahnya keterampilan
berkomunikasi pekerja sosial menjadi hambatan utama
dalam kegiatan pelayananpelayanan sosial.
b. Kekuatan (kekuasaan). Sekali lagi karakteristik kekuatan
sebagai aspek penting dari bagian pekerjaan sosial. Kekuatan
relasi biasanya terlihat dalam interaksi interpersonal dan
dapat diperkuat atau didukung melalui interaksi tersebut.
Sebagai contoh, seseorang yang berada dalam posisi yang
kuat mungkin akan berbicara rendah hati kepada seseorang
yang relatif tidak memiliki kekuatan (kekuasaan). Siapa
yang berbicara pertama, siapa yang menentukan agenda,
siapa yang banyak bicara, siapa yang mengakhiri interaksi,
siapa yang seringkali menjadi tumpuan (diandalkan) oleh
semua; semua hal tersebut ditentukan merujuk pada
kekuatan. Kekuatan bukanlah sekedar konsep yang abstrak
tetapi juga hadir secara praktis, pada tingkat konkrit dalam
interaksi keseharian. Sehingga penting untuk diingat
bahwa para pekerja sosial perlu menyadari, bersikap
sensitif, akan keterlibatan isu mengenai kekuatan dalam
interaksi interpersonal sehingga mendukung kontribusi
pada pemberdayaan, daripada memperkuat pemikiran
ketidakberdayaan. Kekuatan juga erat kaitannya dengan
kepemimpinan, yaitu bagaimana memanfaatkan potensi 29
kekuatan tersebut diarahkan dan dialirkan dalam rangka
16 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
membantu orang lain, meningkatkan keberdayaan orang
lain, dan mensejahterakan masyarakat umumnya.
c. Konteks. Konteks dimana interaksi itu dilakukan juga sangat
penting, sebagai setting yang dapat mempengaruhi secara
signifikan pada proses dan hasil dari interaksi. Sebagai
contoh, sebuah perbincangan yang dilakukan pada seting
formal (sebuah konferensi kasus, misalnya) nampaknya
akan banyak dipengaruhi oleh konteks. Kita tidak dapat
memperkirakan apakah klien berada dalam kondisi yang
nyaman dalam sebuah seting pertemuan formal kecuali jika
kita dapat melakukan langkah-langkah yang diperlukan
untuk mempersiapkan apa hasilnya, memahami prosesnya
dan peran-perannya dan seterusnya.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 17
b. Kekuatan (kekuasaan). Bekerjanya kekuatan biasanya
terlihat dalam kelompok, satu orang atau lebih berupaya
untuk dominan, sementara lainnya terpinggirkan atau
mungkin semuanya keluar, sehingga merefleksikan posisi
kekuatan respektifnya dalam sebuah kelompok.
c. Konteks. Seting juga hal penting bagi interaksi kelompok.
Sebagai contoh, jika terdapat hambatanhambatan (posisi
furnitur, jarak bicara, tata ruang, tata letak, sirkulasi
udara, dan seterusnya) dalam ruangan, maka hal itu akan
mengganggu efektifitas kelompok mencapai tujuannya.
18 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Namun demikian, terdapat pula faktor-faktor yang bergerak
dalam konteks keorganisasian yang membatasi interaksi
tersebut. Faktor-faktor yang mungkin memberi batasan atas
interaksi yang terjadi antara lain:
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 19
Salah satu kesulitan dalam memahami interaksi adalah
bahwa kita biasanya merupakan bagian dari dinamika yang coba
kita pahami sendiri. Artinya, adalah sulit untuk memperoleh
gambaran objektif saat kita menjadi bagian dari situasi yang
coba kita pahami. Dengan demikian adalah penting apabila
pada satu saat kita bekerja bersama dalam suatu persoalan
tertentu sehingga akan memperoleh peluang yang lebih baik
dalam mengatasi masalah. Supervisi dari manajer atau atasan
langsung para pekerja sosial juga merupakan aspek yang bernilai,
baik sebagai proses kendali memastikan metode, teknik dan
proses yang digunakan sesuai dengan konteks permasalahan
dan kebutuhan klien. Supervisi juga merupakan proses transfer
pengetahuan dan pembelajaran bagi supervisor dan supervisee
20 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
arah. Kritikan tersebut mungkin ada benarnya, sebagai bahan
introspeksi diri bagi praktek pekerjaan sosial.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 21
pengabaian asesmen. Asesmen yang dilakukan dengan
baik dan benar merupakan keberhasilan 50% dari proses
pertolongan keseluruhan.
b. Intervention. Sekali permasalahan dan faktor-faktor lainnya
telah teridentifikasi, tahap berikutnya adalah menentukan
pengaturan atau pengelolaan yang diperlukan untuk
mengatasi permasalahan tersebut, upaya memenuhi
kebutuhan dan seterusnya. Terdapat sejumlah cara
intervensi tertentu yang dapat dilakukan, tetapi kesemua
proses tersebut ditujukan untuk merespon permasalahan
yang telah teridentifikasi secara positif dan konstruktif.
Tidak terdapat batasan ‘right answer’ (jawaban yang pasti
benar) tentang bagaimana prosesnya, meski demikian
terdapat beberapa cara yang mungkin lebih mendekati
tepat dan sesuai membantu daripada lainnya. Artinya,
penting bahwa praktek seharusnya berbasiskan pada
partnership (kemitraan) antara pekerja sosial dengan klien.
Dalam proses intervensi selalu berupaya melibatkan klien
dan penyedia layanan sosial lainnya sebanyak mungkin,
sehingga pekerjaan sosial merupakan sebuah proses yang
bekerja bersama orang, daripada bekerja bagi mereka.
Dengan demikian pendekatan intervensi seharusnya
berupaya membangun kemitraan daripada mencari sebuah
‘cure’ (mengobati si sakit) terhadap situasi seperti halnya
pekerja sosial sebagai seorang ‘social doctor’. Pendekatan
kemitraan dalam proses pertolongan pekerjaan sosial,
juga dapat dipahami sebagai upaya untuk memberdayakan
klien.
22 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
c. Review. Perubahan situasi sepanjang waktu, dan sehingga
asesmen pekerjaan sosial memerlukan perubahan juga.
Mungkin saja di awal asesmen terjadi kesalahan dan
ketidaktepatan kajian, karena berbagai alasan, sehingga
informasi yang diperoleh terbatas. Sehingga penting bahwa
kajian secara periodik menuntut penyesuaian yang dapat
dilakukan untuk perencanaan pekerjaan sosial. Dalam
banyak kasus, mungkin saja banyak mengesampingkan
semua perencanaan. Namun demikian, jika tidak dilakukan
kajian secara hati-hati dan cermat, maka akan banyak
waktu, usaha dan energi yang terbuang percuma karena
upaya-upayanya tidak terarah dan terukur. Pekerja sosial
jangan ragu dan merasa malu untuk mengevaluasi diri
sendiri (reflective) dan proses intervensinya, agar tidak
mencelakakan klien lebih jauh lagi.
d. Ending.Dengan segala hormat dan penghargaan,sebenarnya
tujuan pekerjaan sosial adalah memungkinkan seseorang
untuk mengatasi permasalahannya sendiri (mandiri) dan
mengatasi isuisunya sendiri tanpa membutuhkan dukungan
pekerjaan sosial. Dengan demikian, secara umum pekerja
sosial seharusnya melakukan intervensinya sebaik-setepat
mungkin di setiap saat. Dengan demikian adalah penting
juga untuk bersikap serius dalam penguasaan keterampilan-
keterampilan saat intervensi, sebagai aspek praktik agar
memudahkan penanganan dan berhasil baik. Sejak awal
proses pertolongan, baik caracara interaksi dengan klien
maupun kegiatan pertolongan yang dilakukan adalah untuk
memberdayakan klien, agar mandiri menentukan hidupnya
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 23
sendiri, dan lebih jauh lagi klien yang mandiri akan mampu
membantu orang-orang lain yang membutuhkannya.
e. Evaluation. Ketika intervensi pekerjaan telah selesai
dilakukan, kemudian pekerja sosial memiliki peluang
untuk belajar dari apa yang telah berjalan dengan baik
(bagaimana kita dapat membangun kekuatan kita?), apa
yang telah berjalan dengan lebih baik (bagaimana kita
belajar dari kesalahan kita?) dan secara umum pelajaran apa
yang diperoleh dari pengalaman. Jadi evaluasi merupakan
sebuah bagian fundamental dari praktik yang baik, yang
menyediakan sebuah platform mana yang akan terus
diperbaiki. Bukan persoalan keterampilan, pengalaman
atau efektifitasnya pekerja sosial, tentunya selalu terdapat
pelajaran yang dapat diperoleh, perbaikan yang dilakukan
dan manfaat yang diperoleh dari evaluasi praktik pekerjaan
sosial. Lakukan refleksi diri akan praktek yang telah
dilakukan, baik sikap, cara, dan metode atau keterampilan
yang digunakan; untuk bahan perbaikan di masa mendatang.
Patut dicatat bahwa tujuan dari proses pekerjaan sosial dan
sistematika praktik tidak seharusnya membuat para pekerja
sosial bergerak bagaikan robot yang hanya bergerak kalau
ada perintah, kaku pada per tahap bagiannya, daripada
sekedar berfikir sebagai praktisi yang memiliki kerangka
acuan kerja yang melandasi pekerjaannya dan kepercayaan
diri, insight dan sensitivitas untuk mengadaptasi kerangka
acuan kerja dan kapan diperlukannya. Artinya, sebuah
praktek sistematik ditunjukkan atau dilakukan hanya
sebagai basis untuk praktik profesional yang fleksibel dan
reflektif, daripada hanya sebagai alternatif satu-satunya
24 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
5. Paradigma Teoritis
Dalam perkembangan praktek pekerjaan sosial, basis
pengetahuan pekerjaan sosial cukup banyak dan terus
berkembang secara konstan. Khususnya di negara-negara maju
dan sebagian belahan bumi lainnya yang mengakui keberadaan
kewenangan pekerja sosial dan praktek pekerjaan sosialnya.
Seperti negara-negara ‘Barat’ (Amerika, Canada, Eropa, Astralia)
dan sebagian negara-negara di Asia (India, bangladesh, Pakistan,
Thailand, Filipina, Malaysia, Korea, dan banyak lagi).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 25
tentunya tidak dapat dicakup dalam tulisan ini. Meski demikian
secara realitas, dapat dikemukakan secara singkat trend teoritis
yang mempengaruhi pekerjaan sosial selama bertahun-tahun
dan terus menerus saling berhadapan untuk secara dominan
menjelaskan kompleksitas tugas-tugas pekerjaan sosial dan
menjelaskan konsekuensinya setepat mungkin.
26 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
ini tidak begitu lama mendominasi, hingga saat ini masih
dipergunakan dan pada tingkat tertentu masih berpengaruh.
b. Bimbingan sosial perseorangan Psikososial (psychosocial
casework). Pendekatan ini dalam berbagai caranya
merupakan pengembangan dari teori psikodinamika,
khususnya tulisan psikologi ego dari Erikson. Perbedaan
dan persamaan dari kesesuaian pendekatan ini dan
psikodinamika adalah terdapat penekanan yang lebih
besar pada dimensi sosial, banyak faktor-faktor sosial yang
mengambil bagian dalam situasi pekerjaan sosial. Artinya
pendekatan ini hadir tidak hanya sekedar diterapkan
sebagai upaya penyesuaian psikologis semata tetapi juga
mengatasi lingkungan sosial atau situasi kondisi individu
atau persoalan keluarga. Sebagaimana psikodinamika,
dominasi pendekatan ini tidak lama, meski masih
berpengaruh hingga saat ini.
c. Psikologi Humanis (Humanistic psychology). Fokus
psikologi humanis adalah potensi manusia serta
hambatan-hambatan sosial dan psikologis yang membatasi
kehidupannya. Asumsi yang dibangun dari teori ini adalah
bahwa manusia dipandang atau diasumsikan memiliki
dasar yang baik, dan akan cenderung berbuat jahat apabila
situasi kondisi berpotensi mengganggu atau menimbulkan
situasi frustasi. Implikasi teori ini dalam praktek pekerjaan
sosial, kemudian, seiring dengan perhatian dari psikologi
humanis, berupaya membebaskan manusia dari hambatan-
hambatan tersebut sehingga kebaikankebaikan alamiah
dapat muncul dan terus berkembang. Pendekatan ini
tidak pernah menjadi pendekatan yang dominan tetapi
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 27
pengaruhnya sedikit banyak terasa dalam berbagai teori
dan bidang praktek pekerjaan sosial.
d. Pekerjaan sosial perilaku (behavioral social work). Asumsi
dasar atau gagasan dasar yang dibangun adalah bahwa,
perilaku dapat dipelajari melalui sejumlah kecil proses-
proses psikologis (seperti melalui penguatanpenguatan),
permasalahan-permasalahan yang berkait 45 dengan
perilaku dapat diatasi melalui intervensi yang
memungkinkan proses-proses pembelajaran sehingga
perilaku bermasalah dapat dikurangi (atau dihilangkan),
sehingga perilaku positif dapat diperkuat. Implikasi teori
ini dalam praktek pekerjaan sosial antara lain untuk
membangun dan memperkuat kapasitas klien agar lebih
berdaya dan berguna, sehingga mampu secara mandiri
membuat putusan-putusan penting bagi hidupnya sendiri
saat ini dan di masa datang. Pendekatan ini begitu populer
dalam sejumlah aspek praktek, meski saat ini tidak begitu
populer.
e. Teori Sistem (systems theory). Pendekatan ini lebih eksplisit
dalam sosiologi dimana situasi praktek pekerjaan sosial
yang ditangani dipahami sebagai serangkaian keterkaitan
sistem sosial (sistem keluarga, sistem ketetanggaan, dan
seterusnya). Kemudian tugas pekerja sosial, adalah untuk
memahami interaksi sistem dan permasalahan yang muncul
dari interaksi tersebut, sehingga pola-pola sistem dapat
diatasi dan permasalahan ditangani. Tipe terapi keluarga
banyak mempergunakan pendekatan ini. Penekanannya
pada perubahan sistem keluarga secara keseluruhan,
daripada bekerja dengan faktor-faktor individual. Teori
28 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
sistem merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh
besar dalam praktek pekerjaan sosial. Hal ini ditunjukkan
dengan konsepsi 4 (empat) sistem dasar dalam pekerjaan
sosial, yaitu: sistem pelaksana perubahan, sistem klien,
sistem sasaran dan sistem kegiatan.
f. Pekerjaan sosial radikal (radical social work). Pendekatan
ini muncul dari ketidakpuasan dengan pendekatan
yang sedikit sekali atau yang tidak memperhitungkan
faktor-faktor sosial yang lebih luas, kelas-kelas khusus,
kemiskinan dan kekurangan. Fokus pekerjaan sosial radikal
adalah politisasi, membantu klien mengembangkan
kesadaran tentang bagaimana permasalahan mereka
dikaitkan dengan faktor-faktor sosial dan politik, sehingga,
mereka seharusnya memiliki hak-hak dan kewajiban agar
dapat berkontribusi pada proses perubahan sosial radikal.
Terdapat beberapa elemen pekerjaan sosial radikal yang
masih ditemukan dalam beberapa pendekatan modern ke
arah pemberdayaan dan emansipasi.
g. Praktek emansipasi (emancipatory practice). Pengembangan
pada penekanan pekerjaan sosial radikal sosial politik,
pendekatan emansipasi modern bagi pekerjaan sosial
berkenaan dengan penindasan, mengakui bahwa mayoritas
klien pekerjaan sosial mengalami penindasan dan bentuk-
bentuk diskriminasi lainnya. Fokus praktek pekerjaan sosial
adalah berkontribusi pada pemberdayaan klien untuk
membantu mereka yang mengalami ketidakberuntungan
sebagai hasil dari pembatasan-pembatasan sosial dan
sikap-sikap negatif mereka. Memang pekerja sosial tidak
harus menguasai semua perspektif teoritis tersebut.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 29
Beberapa praktisi akan nyaman dengan satu atau lebih
teori tetapi memiliki sedikit pengetahuan, atau kepentingan
lainnya. Hal tersebut bukanlah masalah. Tujuannya adalah
mengembangkan suatu praktek yang dapat terlaksana
dengan baik dan benar, daripada hanya mengejar satu
perspektif teoritis saja atau lainnya. Dengan demikian
semakin luas pemahaman dan penguasaan pekerja sosial
akan beragam pula teori yang mendasari praktek 48
pekerjaan sosial akan menjadi jaminan praktek pertolongan
akan lebih terukur dengan baik dan benar, serta dapat
dipertanggungjawabkan secara teoritis dan manfaatnya.
6. Metode-metode Intervensi
Banyak dan beragam metode yang dapat digunakaan dalam
praktek pekerjaan sosial. Metode-metode intervensi yang dapat
dikemukakan berkenaan dengan pencapaian tujuan-tujuan
pekerjaan sosial berhubungan erat dengan kerangka perspektif
teoritis sebelumnya.
30 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
• Family work (bimbingan sosial keluarga). Mekanisme
kerjanya adalah bekerja dengan seluruh keluarga,
menciptakan perubahan pada keluarga, daripada perubahan
pada level individu. Sebab perubahan dalam diri individu
tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan anggota
keluarga lainnya.
• Groupwork.(bimbingan sosial kelompok). Metode ini sangat
efektif digunakan ketika bekerja dengan orangorang
yang memiliki permasalahan dan perhatian yang sama.
Contohnya, pekerja sosial bertindak sebagai fasilitator dalam
rangka mendorong kelompok untuk saling mendukung
satu sama lain dalam upaya mengatasi permasalahan
mereka. Metode ini dipergunakan dengan tujuan diarahkan
para perubahanperubahan positif individu melalui media
interaksi kelompok.
• Community work/ Community organization/ community
development (pengorganisasian dan pengembangan
masyarakat). Ini merupakan pendekatan yang agak populer
daripada metode-metode sebelumnya, masih tetap terus
berkembang dan banyak dipergunakan di sejumlah negara-
negara berkembang, terumasuk Indonesia.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 31
Sebagai contoh, bimbingan sosial kelompok (group work)
mungkin akan banyak digunakan sebagai bagian CO/CD, atau
bimbingan sosial perseorangan mungkin dilakukan bersamaan
dengan family work. Ini lah yang kemudian memperkuat
pendekatan generalis dalam praktek pekerjaan sosial.
32 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
• Care management. Pendekatan ini melihat penyediaan
‘paket’ layanan perawatan yang dilakukan dalam rangka
memelihara seseorang dalam masyarakat yang benar-
benar membutuhkan pelayanan kelembagaan.
• Advocacy. Menjadi seorang advocate berarti mewakili
kepentingan-kepentingan orang yang tidak mampu
melakukan untuk dirinya sendiri (sebagai contoh, orang-
orang yang mengalami kesulitan belajar atau masalah
kesehatan mental).
• Mediation. Metode ini menunjuk pada upaya membantu
menengahi kedua belah pihak berkonflik, untuk melakukan
rekonsiliasi atas perbedaan-perbedaan, dengan tetap
bersikap netral untuk menjaga keseimbangan diantara
mereka. Sebenarnya masih banyak lagi metode yang umum
dipergunakan dalam praktek pekerjaan sosial, dan terdapat
pula bentuk-bentuk praktek yang mungkin tidak masuk
dalam satu kategori teoritis.
Demikian pula, mungkin saja terdapat beberapa metode
dan perspektif teoritis dikombinasikan (misalkan, memanfaatkan
metode behavioral dalam konteks task-centred practice,
atau menggunakan pendekatan psikodinamika sebagai basis
konseling). Metode-metode tersebut juga dapat digunakan
secara lintas level intervensi, inilah yang kemudian memunculkan
pendekatan praktek generalis (generalist practice). Dengan
pendekatan ini berbagai metode akan dapat dimanfaatkan untuk
setiap level, seiring dengan tujuan perbaikan dan keberfungsian
sosial klien—baik individu, kelompok, keluarga, organisasi, dan
masyarakat.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 33
Terdapat pula pendekatan-pendekatan yang lebih bersifat
indirect service , yang berbeda dengan metode-metode
sebelumnya, namun keberadaannya begitu determinan dalam
praktek pekerjaan sosial. Beberapa metode atau pendekatan ini
adalah:
• Administrasi pekerjaan sosial. Banyak kebijakan sosial dari
pemerintah arti makro maupun mikro (dalam organisasi)
harus diterjemahkan menjadi programprogram, dan
kemudian proyek-proyek atau kegiatan yang lebih detil dan
jelas, sehingga tepat sasaran.
• Human/Social service organization (HSSO). Hampir seluruh
aktifitas praktek pekerjaan sosial yang berupa pelayanan-
pelayanan sosial, baik yang dikelola pemerintah atau
swasta, berada dalam sebuah organisasi pelayanan sosial.
Sehingga pemahaman dan penguasaan pengelolaan
organisasi sosial menjadi begitu penting dalam rangka
efektifitas dan efisiensi pelayanan sosial.
• Social work research. Penelitian pekerjaan sosial akan
berhubungan dengan pengumpulan data, pengolahan data,
dan analisis data mengenai praktek-praktek pekerjaan
sosial, atau mengenai ketepatan sasaransararan program
atau kebijakan, atau berkaitan dengan pengembangan
suatu metode atau keterampilan yang efektif, atau juga
dapat digunakan untuk mengevaluasi manfaat suatu
program; dan sebagainya.
34 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
• Social policy dan social planning. Pengembangan dan
perencanaan suatu kegiatan sosial merupakan tantangan
tersendiri. Perencanaan yang ideal adalah yang partisipatif,
yaitu terdapatnya ruang sebanyak mungkin keikutsertaan
dari kelompok-kelompok sasaran.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 35
ayam kehilangan kepala”. Ini bukan berarti bahwa praktek tidak
mungkin terwujud tanpa menggunakan metode dalam buku-
buku teks, tetapi terdapat bahayanya jika label teoritis digunakan
untuk mencakup fakta, yang secara fakta banyak pelaksanaan
prakteknya dilakukan berdasarkan rutinitas (terus-menerus)
dan tanpa kritik, dan dengan demikian resiko bahayanya akan
berjalan menyertainya.
36 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
emosional sehingga perasaannya tidak menjadi
hambatannya .
• Catalytic. Intervensi ini diarahkan untuk pada membantu
orang agar lebih mampu mengelola diri sendiri, mampu
mengendalikan kehidupannya sendiri, mampu menemukan
sumber-sumber pemecahan sendiri, dan seterusnya;
singkatnya, suatu bentuk pemberdayaan.
• Supportive. Ini merujuk pada penegasan akan nilai dan
penghargaan terhadap klien, sifat bagi orang yang peduli
dan yang terlibat dalam situasi tersebut. Kategori tersebut
bukanlah merupakan batasan yang tegas dan kaku, tetapi
dapat dimanfaatkan sebagai ulasan singkat atas beragam
intervensi dan sebagai titik awal untuk bahan pertimbangan
lebih jauh lagi.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 37
• Nilai-nilai kita sendiri dan cara-cara nilai-nilai tersebut
mempengaruhi praktek pekerjaan sosial;
• Nilai-nilai profesional pekerjaan sosial dan bagaimana hal
tersebut dapat atau tidak memperkuat praktek;
• Bahaya-bahaya yang akan timbul jika tidak mengindahkan
dimensi nilai-nilai dan etik praktek.
38 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
BAB TEORI DAN PRAKTEK
II PEKERJAAN SOSIAL
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 39
---yang terus berkembang menuju kedewasaannya--- pekerjaan
sosial telah mengembangkan secara empiris teori-teorinya
sendiri. Kini, lebih dari sekitar 50 teori yang umum dipergunakan
dalam praktek-praktek pekerjaan sosial, dan banyak dari teori
tersebut dikembangkan untuk praktek pekerjaan sosial oleh
para pekerja sosial. Cummins dkk., (2006) memetakan teori-teori
yang umum digunakan dalam praktek pekerjaan sosial.
40 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
dimana mereka hidup dan berfungsi. Biasanya ketika berpraktek
dengan klien (baik individual, keluarga, kelompok, organisasi
atau masyarakat), maka pekerja sosial akan menerapkan
berbagai teori pekerjaan sosial. Semisal, mungkin pekerja
sosial akan menggunakan perspektif person-in-environment
untuk memahami kompleksitas kehidupan dari klien, teori
psikodinamika untuk memahami rendahnya harga diri klien,
teori krisis untuk membimbing dia (akibat kekerasan), dan teori
grief (kesedihan) untuk membantu dia melewati proses recovery.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 41
konteks atau latar untuk penerapan teori-teori praktek yang
lebih khusus, seperti halnya teori crisis intervention atau teori
cognitive-behavioral. Teori-teori lain yang umum digunakan
untuk praktek pekerjaan sosial saat ini termasuk, teori the
life model (diperoleh dari perspektif ekologis), the strenghts
perspective, dan teori praktek berbasis pemberdayaan. Berikut
ini beberapa teori pokok yang banyak dimanfaatkan dalam
praktek pekerjaan sosial.
1. Teori Sistem
Keberadaan lingkungan bagi manusia dimulai khususnya
dalam lingkungan terdekat seperti keluarga dan berikut
pengalaman-pengalaman hidup di dalamnya, termasuk interaksi
dengan keluarga besar, teman-teman, ketetanggaan, sekolah,
keagamaan, kebijakan umum, norma-norma budaya, dan sistem
ekonomi, dan seterusnya. Untuk memahami kompleksitas
interaksi diantara individu-individu dan semua komponen
lingkungannya, pekerjaan sosial memanfaatkan teori sistem
umum sebagai kerangka untuk memahami permasalahan
manusianya, dan upaya memperbaiki kehidupannya.
42 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Sistem didefinisikan sebagai suatu keseluruhan (totalitas)
yang terbentuk dari berbagai bagian atau sub sistem yang saling
berinteraksi. Sebagai contoh, seseorang mewakili sub sistem
individual dalam sebuah sistem keluarga yang lebih besar;
sebuah keluarga dipandang sebagai sub sistem dari sistem
masyarakat yang lebih besar; dan sebuah masyarakat merupakan
sub sistem dari sistem kemasyarakatan yang lebih besar lagi.
Sistem dan sub sistem mempunyai suatu struktur hubungan
satu sama lain dan dipisahkan oleh boundaries (batas).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 43
individu dan jumlah semua kekuatan sosial atau system.
Sehingga mereka mungkin “promote or restore a mutually
beneficial interaction between individuals and society in order to
improve the quality of life for everyone” (Minahan, 1981, p.6).
44 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
telah mengenal dan memahami akan pentingnya penanganan 3
(tiga) level sistem, yaitu mikro, meso, dan makro. Sistem mikro
adalah individual, dan mencakup sejarah masa lalu individunya,
pengalaman-pengalamannya, keunikan pribadinya, dan daya
jangkau atas sumber-sumbernya. Sistem meso adalah kelompok
kecil, seperti halnya keluarga, dengan kompleksitas dan
dinamika yang dimilikinya.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 45
sistem memainkan bagian penting dalam pengembangan
sistem individu dan keluarga. Pekerjaan sosial yang baik
manakala terjadi transaksi sistem-sistem tersebut lalu dia
mendukung pertumbuhan dan pengembangan individu,
keluarga, dan masyarakat, serta dalam pertukaran tersebut
membuat/ membentuk lingkungan setuju (cocok, sesuai atau
fit) dengan pertumbuhan yang positif bagi semua sub sistem
(Ashford, Lecroy, & Lortie, 2006). Pendekatan ganda (dualistic
approach) dalam intervensi dilakukan baik kepada klien maupun
lingkungannya.
46 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
dan kesehatan (a good fit) atau mendukung suatu penurunan
keberfungsian (bad fit) fisik, sosial atau psikologis.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 47
mudah dan menyenangkan, daripada bagi seorang ibu yang
melihat anaknya yang seringkali tidak konsisten dalam toilet
training sebagai perilaku menyimpang. Ibu ini melihat anaknya
bermasalah, sementara ibu yang pertama tidak. Jelas-jelas,
bahwa toilet training merupakan bagian dari pertumbuhan dan
perkembangan anak yang normal akan mampu menciptakan
lingkungan yang lebih mendukung bagi anak (good fit) untuk
memenuhi tugas kritis tersebut daripada ibu kedua yang melihat
anaknya yang berumur dua tahun kurang baik dalam ber-toilet
sebagai sebuah masalah kedisiplinan (bad fit). Setiap respon
ibunya akan membentuk perasaan anak akan dirinya sendiri dan
perasaan akan kompetensinya. Pengalaman keberhasilan dalam
membentuk lingkungan kita akan menumbuhkan harga diri dan
rasa kompetensi.
48 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
si ibu maupun si anak saling membentuk rasa nyaman atau
menyenangkan.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 49
Life Stressors: peristiwa atau isu-isu kehidupan kritis
yang mengganggu goodness of fit antara seorang individu
dan ingkungan. Isu-isu umum tersebut termasuk kejadian-
kejadian traumatik, seperti kehilangan seseorang, pekerjaan,
atau kesehatan; transisi kehidupan penting seperti pernikahan,
perceraian, atau pensiun; isu-isu besar yang merusak goodness
of fit dan selalu terbawa pada kehidupan lain sepertihalnya
kemiskinan dan penindasan
Stress: Suatu respon internal terhadap stressors kehidupan
yang menimbulkan emosi negatif seperti rasa salah, cemas,
depresi, kehilangan, atau takut, dan hasil dari diri perasaan
seseorang yang kurang kompeten, menghasilkan suatu
rendahnya level kedekatan, harga diri, dan arah diri.
Coping Measures: Perilaku individu yang berinisiasi untuk
merespon stressors kehidupan dengan cara memperbaiki atau
memperkuat hal-hal baik antara individu dan lingkungan.
Relatedness: Suatu kemampuan untuk membentuk
kedekatan/ keeratan dengan teman, keluarga, mitra kerja, dan
tetangga dan memelihara rasa kepemilikan atas dunia.
Competence: Manakala individu diseediakan peluang-
peluang untuk membentuk lingkungannya dari sejak bayi,
mereka akan memiliki peluang untuk membangun keberhasilan.
Pengalaman-pengalaman keberhasilan yang diperoleh akan
menyediakan suatu perasaan kompetensi (kemampuan) pada
pembentukan dan mengelola lingkungannya.
Self-Esteem: Mewakili suatuasesmendiri sebagai
penghormatan akan cinta dan penghargaan. Orang dengan
harga diri tinggi merasa lebih mampu, bernilai, dan dihargai.
Pada orang yang harga dirinya rendah memahami dirinya secara
50 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
tidak sesuai, tidak dapat dicintai, rendah diri dan tak dihormati,
serta seringkali mengalami depresi. Bagaimana kita merasakan
diri kita sendiri secara mendalam sangat dipengaruhi oleh
pemikiran dan perilaku.
Self-Direction: Kapasitas untuk membuat putusan,
mengendalikan kehidupan diri dan menyalurkan hasrat di
jalurnya, ketika diberi tanggung jawab untuk membuat keputusan
dan mengatur kehidupan dengan tetap menghormati hak-hak
dan kebutuhan orang lain. Kemampuan untuk mengarahkan
diri sangat berkaitan erat dengan perasaan berdaya (power)
dan tidak berdaya (powerless). Jika seorang individu tidak
diberi peluang untuk membuat keputusan dan mengarahkan
hidup mereka sendiri, mereka akan merasa tidak berdaya dan
pengelolaan dirinya lemah. Hidup dalam kondisi tertekan/
tertindas membuat orang lain merebut keberdayaan mereka
dan dapat mempengaruhi kemampuan mereka mengelola diri.
Habitat: Merujuk pada sifat dan lokasi dari wilayah ‘home’
seseorang atau tempat yang membuat mereka paling home.
Beberapa istilah yang seringkali diterapkan berkaitan dengan
habitat yaitu nesting place, home range, atau territory.Untuk
kebutuhan manusia termasuk pemukiman, sekolah, tempat
kerja, atau tempat main, dan perilaku-perilaku orang dengan
spacenya.
Niche: Posisi atau rangkin sosial dalam suatu masyarakat,
atau status yang dipegang dalam keluarga, dengan para pekerja
atau dalam masyarakat. Sebagai contoh, seorang lelaki mungkin
menjadi pemimpin keluarga, boss di tempat kerja, dan seorang
penjaga keamanan lokasi hiburan, semuanya mengindikasikan
level tinggi dari status lintas habitat. Sebaliknya, seorang lelaki
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 51
mungkin tidak berkeluarga, tidak bekerja, dan gelandangan
di masyarakat, semuanya menunjukkan status rendah lintas
habitat.
Sumber: German & Gitterman, 1997
52 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
b. Melakukan perubahan terhadap lingkungan yang akan
lebih mendukung dan memelihara pertumbuhan dan
kesejahteraan; dan
c. Meningkatkan the person:environment fit (Germain &
Gitterman, 1997)
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 53
pada kehidupan klien (Germain & Gitterman, 1996).
54 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
(balance) dan ketidakseimbangan (imbalance) antara orang
dan lingkungannya. Keberfungsian sosial diidentifikasi dan
diilustrasikan dalam istilah-istilah social role performance
(memenuhi/ memerankan peran-sosial).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 55
Sistem PIE akan menghasilkan suatu pernyataan deskriptif
dan pengkodean permasalahan keberfungsian sosial dan
lingkungan klien. Intervensi pekerjaan sosial tepat manakala
asesmen PIE membuka upaya perbaikan keberfungsian peran
dalam klien dan lingkungan yang berdampak negatif pada
keberfungsian sosial klien. Kesulitan-kesulitan yang dialami
dan lama waktu dari ketidakberfungsian klien juga patut dicatat
merupakan keterampilan-keterampilan coping klien. Kode-kode
penugasan yang menunjukkan kondisi lintas 4 (empat) faktor,
memunculkan bahasa praktek yang sama tentang komunikasi
lintas setting lembaga dan para praktisi (Karls & Wandrei, 1994).
56 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
semakin mengarahkan pemanfaatan asesmen kontekstual
yang makin sering dalam praktek, serta setidaknya mengurangi
asesmen yang terlalu fokus pada kekurangan individual.
5. Persfektif Kekuatan
Perspektif kekuatan dari praktek pekerjaan sosial muncul
mengalir dari nilai-nilai keprofesian yang di dalamnya terdapat
nilai-nilai penghormatan, harga diri manusia, dan penentuan hak
diri sendiri (self-determination). Penempatan nilai-nilai tersebut
ke dalam aksi menuntut bahwa kita menyakini terdapatnya sisi
kekuatan di setiap kehidupan manusia dan kemungkinan untuk
selalu berubah.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 57
(a deficit). Berikut ini perbandingan antara model pathology
(terdapat dalam model medikal) dengan model kekuatan.
58 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Ketika menggunakan perspektif kekuatan dalam praktek,
para pekerja sosial juga memanfaatkan seluas mungkin prinsip-
prinsip, gagasan, keterampilan dan teknik-teknik praktek untuk
mendukung dan memperoleh sumber-sumber klien dan dalam
lingkungan mereka menginisiasi perubahan, menggerakkan
proses perubahan, dan memelihara perubahan tersebut
berlangsung (Miley et al., 2001).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 59
Ketika anda melihat perilaku yang tidak biasa, apakah anda
melihatnya sebagai penyakit (pathology) atau kekuatan? Ketika
pekerja sosial fokus pada patologi sebagai pusat perhatiannya
dalam bekerja dengan klien, hal ini akan membatasi
kemampuannya untuk melihat kekuatan yang melekat pada
diri kien atau penggunaan teknik dalam proses pertolongannya
akan menutupi kekuatan kliennya.
60 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Penerapan perspektif kekuatan menuntut para praktisi
pekerjaan sosial untuk melakukan reorientasi kerangka berfikir
atau perspektif kekurangan/kelemahan atau patologi menuju
perspektif kekuatan atau peluang kemungkinan. Tentunya
sebagai pekerja sosial, tidak begitu saja mengabaikan masalah,
tetapi fokusnya pada kekuatan klien (Sheafor & Horejsi, 2007).
Dalam berinteraksi dengan klien, pekerja sosial harus bertanya
kepada diri sendiri, apakah yang dilakukan oleh mereka benar?
Apa keterampilan hidup dia dalam menghadapi tantangan
hidupnya? Sumber-sumber apa dalam dirinya yang dapat
dimanfaatkan baginya? Sumber-sumber lain apa di dalam
keluarganya, teman-temannya dan komunitas yang dapat
memenuhi tantangan hidupnya dan menciptakan peluang bagi
masa depannya?
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 61
c) The ability to imfluence the distribution of resources in
sosial systems such as family, organization, community and
society. (p.535)
62 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
(person-in-environment) dan menerima klien sebagai sumber
kekuatan latent yang harus dibangunkan dan dibangkitkan
(strengths perspetive). Membantu klien untuk mencapai kekuatan
personal, interpersonal, dan politis sehingga menuntut praktisi
pekerjaan sosial yang mampu berkolaborasi dengan klien dan
membantunya dalam membangun intervensi pada level individu,
keluarga, dan komunitas.
7. Perspektif Generalis
Tujuan dari perspektif ini adalah untuk memastikan bahwa
pekerja sosial akan melakukan pendekatan kepada setiap klien
dan situasi dengan menggunakan berbagai model, teori,dan
teknik, serta akan mempertimbangkan intervensi pada beberapa
level (ranah), dari mikro hingga makro.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 63
Perspektif generalis merupakan suatu cara berfikir
mengenai praktek yang paling relevan dan paling dibutuhkan
mulai sejak fase awal dari proses pertolongan, saat masalah
tersebut telah jelas batasannya dan ditelaah serta keputusan
telah dibuat tentang perubahan apa yang dibutuhkan dan
pendekatan apa yang diperlukan. Perspektif ini memandu
langsung pekerja sosial untuk mengidentifikasi beberapa
poin kemungkinan dan level intervensi dan untuk selanjutnya
memilih satu atau sesuatu yang paling tepat dan yang paling
memungkinkan (feasible) pelaksanaannya. Praktek pekerjaan
sosial telah digambarkan sebagai inherentlygeneralist (Landon
and Feit 1999).
64 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
di dalamnya konflik-konflik nilai dan kepercayaan; keretakan
hubungan, pemikiran terdistorsi; kurangnya pengetahuan dan
informasi; pola-pola individual dan keluarga yang destruktif;
keterasingan dan kesepian; penindasan, ketidakadilan, dan
rasisme; kemiskinan dan minimnya pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan dasar; penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan;
salah urus atau tidak berjalannya program dan kebijakan; dan
seterusnya.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 65
a) A multidimensional orientation that emphasizes an
interrelatedness of human problems, life situation,social
condition.
b) An approach to assessment and intervention that ideas
from many different practice frameworks and considers all
possible action that might be relevant and helpful to client.
c) Selection of intervention strategies and worker roles are
made primarily on the basis of client’s problem, goal,
situation, and size of the systems that are targeted for
change.
d) A knowledge, value and skill base that is transferable
66 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
realistis diharapkan menguasai setidaknya pengetahuan
dasar.
b) Sebuah kesadaran untuk mengatakan, saya tidak tahu.Jika
kita tidak mengetahui segala hal, jangan berpura-pura
untuk bertindak seolah kita tahu. Kita mungkin merasa
malu atau tidak siap untuk mengatakan tidak tahu. Tetapi
ini bukan pertanda kelemahan atau kesalahan, tetapi lebih
dari itu, sebaliknya akan lebih membantu dan merupakan
pengakuan konstruktif untuk mengakui keterbatasan kita.
c) Akses untuk pengetahuan selanjutnya. Jika mengalami
keterbatasan akan suatu isu atau persoalan yang tidak tahu
bagaimana alternatif solusinya, maka banyak sumber di
sekitar kita yang dapat dijadikan sumber informasi untuk
membantu memberi pengetahuan kepada kita. Oleh karena
itu kenali sumber-sumber potensial yang ada di sekitar
kita, bisa atasan, manajer, kolega, perpustakaan, internet
dan seterusnya.
d) Selalu bersikap terbuka untuk belajar. Jangan pernah puas
dengan situasi yang rutin, monoton, mekanistis, dan tanpa
pembaruan; sebab akan berbahaya di kemudian hari.
Lakukan pembaruan dengan menambah pengetahuan,
cara-cara baru yang mungkin lebih efektif dan banyak
manfaatnya.
e) Mampu selektif. Tidak mungkin semua pengetahuan dan
keterampilan dipergunakan setiap saat, oleh karena itu
pekerja sosial perlu mengembangkan keterampilan untuk
menentukan elemen pengetahuan mana yang reevan
dengan aspek praktek.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 67
f) Praktek reflektif. pengetahuan cenderung dilupakan jika kita
tidak menggunakannya; atau bahkan lupa sama sekali. Oleh
karena itu, penting bagi para pekerja sosial merefleksikan
pengetahuan pada praktek sehingga pengetahuan tersebut
akan terus berkembang dan hidup serta bernilai.
68 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
terobosan baru, yang kreatif, inovatif, dan berani dalam
mengatasi berbagai permasalahan sosial di Indonesia.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 69
BAB METODE PRAKTEK
III PEKERJAAN SOSIAL
70 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
1. Metode Pekerjaan Sosial Case Work
(Perseorangan)
Indonesia sebagai bangsa yang sedang dalam proses
pembangunan, maka pembangunan di bidang sumber daya
manusia (SDM) adalah salah satu fokus yang tidak kalah
pentingnya dibanding dengan berbagai bidang pembangunan
lainnya.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 71
pada kebiasaan individu dan dampak yang dapat menimpa
individu yang bersangkutan, bidang kajian mezzo (social
group work) melihat pada interaksi individu dengan kelompok
atau lingkungannya, dan dengan orang-orang terdekatnya,
dan bidang kajian makro (community organization/community
development) lebih melihat pada kebijakan negara, lingkungan
masyarakat di mana saja individu menghadapi masalahnya,
mengkaji ada tidaknya peraturan perundang-undangan yang
melindungi atau berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi,
dan bidang-bidang yang berkaitan dengan pembangunan
masyarakat atau yang lebih dikenal dengan bidang community
development (ComDev).
72 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
memiliki masalah yang bersumber dari lingkungan sosialnya
maupun individu-individu yang mengalami masalah yang
bersumber dari dalam dirinya sendiri. Dalam praktiknya, metode
social case work mengkombinasikan elemen-elemen psikologis
dan sosial; dan karenanya metode social case work mempunyai
sifat-sifat psikososial.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 73
Beberapa tingkah laku yang juga mempengaruhi proses
komunikasi adalah tingkah laku nonverbal. Beberapa tingkah
laku non verbal yang perlu mendapat perhatian adalah
a. Kontak mata
b. Ekspresi wajah
c. Posisi tubuh
2. Kehangatan, Empati dan Keaslian. Kehangatan; adalah
bersikap sebaik mungkin dengan orang lain, memberikan
kenyamana dan perhatian yang tulus. Berikut beberapa
contoh komunikasi verbal yang menyiratkan kehangatan:
“Halo, senang bertemu dengan Anda”
“Saya, senang sekali dapat berbicara kepada Anda tentang
hal ini”
“Senang sekali ngobrol dengan kamu” “Senang bertemu
Anda kembali”
“Silakan duduk, boleh saya ambilkan segelas kopi?”
74 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
“”Yang kamu maksudkan............”
“Kamu kelihatannya................”
“Apakah kamu merasa..............”
“Kamu terlihat..................Apa yang sebenarnya terjadi?”
”Kedengarannya kamu.........................Maukah kamu
menceritakannya?”
3. Menjalankan wawancara.
Komunikasi adalah suatu bidang yang sangat luas. Berbagai
jenis dan tehnik komunikasi telah banyak dikembangkan oleh
para ahli. Salah satu tehnik komunikasi yang perlu dikuasai oleh
seorang Caseworker adalah menjalankan/memimpin wawancara,
yaitu dalam tahap pengumpulan data dan juga dalam proses
pertolongannya;
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 75
Respon reflektif dapat digunakan pada klien yang bercerita
panjang lebar mengenai masalahnya, tetapi ia tidak
merasakan masalah tersebut.
4. Klarifikasi, Inti dari klarifikasi adalah membuat pernyataan
tertentu untuk menunjukkan bahwa kita sudah menangkap
apa yang dikemukakan klien.
5. Interpretasi, ini adalah sebuah aktivitas mencari makna
dibalik yang terkandung dalam klarifikasi.
6. Memberikan Informasi, terkadang perlu bagi kita untuk
memberikan informasi, karena sering kali masalah klien
bermula dari kurangnya informasi yang dia miliki mengenai
berbagai hal.
7. Menekankan pada kekuatan klien, pekerja Sosial
berhadapan dengan masalah manusia yang paling sulit.
Terkadang mereka tidak bisa berpikir hal-hal yang lain
kecuali masalah mereka sendiri.
8. Penyingkapan diri, satu hal yang perlu diperhatikan oleh
seorang Caseworker adalah bahwa mereka perlu mengetahui
sejauh mana mereka dapat membuka diri kepada klien.
9. Mendapatkan informasi, secara sederhana ada dua cara
dalam mendapatkan informasi, yaitu pertanyaan terbuka
dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup contohnya
adalah;
76 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Sedangkan pertanyaan terbuka, adalah pertanyaan
yang memungkinkan penjawab menjawab pertanyaan dengan
panjang lebar, seperti:
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 77
enak dan perlu dihindari, namun terdapat beberapa aspek
positif dari konflik. Misalnya, daripada rasa permusuhan
tersebut dipendam, terkadang akan lebih baik jika klien
mengungkapkannya. Namun Caseworker pun dapat meraih
beberapa informasi tersembunyi dibalik sikapnya tersebut.
Berikut beberapa tips untuk berhubungan dengan rasa
permusuhan dari klien:
a. Jangan marah atau defensive. Kenali reaksi pribadi kita, ingat
bahwa ini adalaha wacana profesional bukan personal
78 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Assessment
Assesment adalah tahap pertama dari proses penyelesaian
masalah.Termasuk di dalamnya adalah,mendapatkan pemahaman
tentang masalah tersebut, apa yang menyebabkannya dan apa
yang bisa diubah untuk meminimalisasi atau menyelesaikannya
(Barker, 1987). Para Caseworker mengevaluasi masalah dalam
sebuah perspektif lingkungan. Sebuah masalah tidak hanya
menyangkut individu dan keluarga tetapi juga tingkat masyarakat
yang lebih besar dan sistem di sekitar orang tersebut tinggal.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 79
3. Assesment selalu mempertimbkan kekuatan/potensi klien
Pengetahuan akan kekuatan atau potensi klien akan
mempermudah untuk pencarian solusi
4. Dalam assesment, tidak selalu ditemukan sebuah definisi
masalah yang jelas dan tunggal. Jadi, buatlah identifikasi
dan prioritas yang terbaik dari masalah.
5. Assesment perlu merupakan suatu proses yang
berkelanjutan. Karena segala situasi, potensi dan kekuatan
klien bukanlah sesuatu yang statis melainkan selalu
berubah secara dinamis.
Tujuan Assesment:
Ketika seorang Caseworker melakukan proses assesment,
maka hal ini ditujukan untuk :
1. Para Caseworker perlu membuat pernyataan masalah secara
jelas
2. Para Caseworker perlu memformulasikan deskripsi yang
jelas dari sistem yang melingkupi klien tersebut
3. Para Caseworker perlu mengilustrasikan bagaiaman sistem
klien berinteraksi dengan sistem lainnya, apakah sistem
keluarga klien misalnya terisolasi dari keluarga-keluarga
yang lain?
4. Para Caseworker perlu mengumpulkan seluruh informasi
ini disatu tempat, agar segera dapat dianalisis dan diambil
langkah-langkah yang diperlukan.
80 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Sedangkan prinsip dasar pada bimbingan sosial
perseorangan adalah:
a. Penerimaan, seorang pekerja sosial harus mau menerima
dan menghormati penerima pelayanan (klien) dalam setiap
kondisi yang dialaminya.
b. Komunikasi, antara pekerja sosial dan klien harus saling
memberi dan menerima informasi.
c. Individualisasi, pekerja sosial harus memahami, menerima
bahwa klien sebagai pribadi yang unik, dalam arti berbeda
antara individu yang satu dengan individu lainnya.
d. Pertisipasi, pekerja sosial harus ikut serta secara langsung
dalam membantu mengatasi permasalahan klien.
e. Kerahasiaan, pekerja sosial harus mampu merahasiakan
informasi yang diberikan oleh klien.
f. Kesadaran diri, sebagai manusia pekerja sosial menyadari
akan respon klien serta motivasi dan relasi bantuan
profesional.
g. Pekerja sosial profesional yang telah memiliki pengetahuan
dan pengalaman menggunakan metode bimbingan sosial
perorangan ini akan menghindari sejauh mungkin bias-bias
subyektifitas dan interest pribadi.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 81
informasi mengenai masalah dan pelayanan sosial.
4. Advocate, membela klien memperjuangkan haknya
memperoleh pelayanan atau menjadi penyambung lidah
klien agar lembaga respon memenuhi kebutuhan klien.
5. Outreach, pekerja sosial mendatangi atau menjangkau
pelayanan.
6. Behavioral specialist, sebagai ahli yang dapat melakukan
berbagai strategi atau teknis mengubah perilaku seseorang.
7. Konsultan, memberikan nasehat kepada klien untuk
memenuhi kebutuhan atau pemecahan masalah.
8. Konselor, mencarikan alternatif yang dapat membantu
klien dalam upaya mengatasi masalahnya.
82 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
belajar dapat ditingkatkan dengan pergaulan bersama orang
lain.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 83
satu sama lain, dan adanya saling ketergantungan di antara
mereka. Bimbingan Sosial Kelompok merupakan suatu metode
untuk memperkecil atau menghilangkan hambatan-hambatan
dalam berinteraksi sosial, dan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang diterima secara sosial (dianggap baik oleh masyarakat).
84 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Tipe-tipe kelompok:
1) Kelompok-kelompok tugas (task groups). Kelompok yang
berorientasi pada pencapaian seperangkat tujuan atau
penyelesaian tugas-tugas. Tujuan yang ditentukan dalam
kelompok ini menjadi alat untuk menentukan bagaimana
kelompok bekerja dan peran-peran apa yang dimainkan
oleh anggota kelompoknya. Kelompok tugas ini juga
mempunyai beberapa tipe yang lebih spesifik yang masing-
masingnya menggambarkan peran-peran yang mungkin
dimainkan oleh para Pekerja Sosial, antara lain:
a) Dewan direksi (Boards of directors). Merupakan kelompok
administratif yang bertanggungjawab untuk menyusun
kebijakan dalam mengatur program-program agen.
Dewan ini menggaji dan mengawasi pemimpin agen dan
menentukan kebijakan yang harus dijalankan oleh agen,
dan kebijakan tersebut mempengaruhi secara langsung
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para praktisi
agen dalam menghadapi klien-kliennya. Dewan direksi ini
tidak saja orang-orang yang ahli dalam mengelola agen
tetapi juga orang-orang yang dipilih berdasarkan kontribusi
yang telah diberikan. Karena dewan direksi ini berperan
menyediakan hubungan yang kuat dengan komunitasnya
dan seringkali menjadi penolong dalam pengumpulan
dana, maka anggota dewan direksi ini merupakan aset yang
tidak dapat tergantikan bagi agen.
b) Tenaga tugas (task forces). Merupakan kelompok yang
dibentuk untuk tujuan tertentu dan biasanya tidak terikat
lagi dengan agen setelah mereka menyelesaikan tugasnya.
Tenaga tugas ini diangkat karena keahlian khusus yang
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 85
mereka miliki atau karena ketertarikan mereka terhadap
topik yang sedang menjadi perhatian. Tenaga tugas
ini diharapkan untuk mempelajari ide atau masalah,
mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan
masalah, dan menyiapkan laporan pertanggungjawaban.
c) Komite dan komisi (Committees and commissions). Komite
merupakan kelompok yang dibentuk oleh dewan direksi
suatu agen yang bertugas menyelesaikan tugas atau
masalah-masalah spesifik. Anggota komite ini bisa diseleksi
atau dipilih tergantung pada jenis komite itu sendiri. Komite
biasa bekerja pada area atau bidang yang khusus dan
bisa juga berupa panitia kerja (standing commitee) atau
panitia khusus (ad hoc committee). Panitia kerja biasanya
bekerja secara terus-menerus pada satu bidang tertentu
misalnya komite pelaksana, komite keuangan. Atau bisa
juga didirikan oleh suatu agen, misalnya komite pembicara
(speakers committee). Sedangkan panitia khusus, sama
halnya dengan tenaga tugas, diatur sedemikian rupa untuk
tujuan tertentu dan berhenti bekerja setelah menyelasaikan
tugasnya. Anggota panitia khusus bisa dipilih karena
ketertarikan pada tugas komite atau karena keahlian
mereka. Komisi mempunyai kesamaan dengan komite
dalam hal tanggungjawabnya terhadap tugas khusus. Suatu
komunitas atau negara atau juga kota, biasanya memiliki
komisi yang membantu pekerjaan rutin kota dalam tugas-
tugas khusus, misalnya komisi perencanaan kota, komisi
anti diskriminasi, dan lain sebagainya. Anggota komisi bisa
dipilih, tapi biasanya diangkat oleh administrator negara
dengan persetujan dewan yang memiliki kewenangan.
86 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
Misalnya Komisi Akreditasi dari The Council on Social Work
Education (CWSE) diangkat oleh Presiden CWSE setelah
melakukan konsultasi dengan dewan direksinya.
d) Badan legislative. Badan legislatif ini terdiri dari paa
representatif yang dipilih, dimana badan ini memunyai
tanggung jawab menetapkan hukum dan mencukupi
dana untuk program-program berdasarkan hukum yang
berlaku. Interaksi para Pekerja Sosial dengan badan ini bisa
dilakukan dengan berbagai macam cara. Pekerja Sosial bisa
menjadi anggota yang dari badan legislatif. Pekerja Sosial
juga bisa sewaktu-waktu dipanggil utnuk memberikan
kesaksiannya sebelum badan legislatif menetapkan hukum
yang akan mempengaruhi para klien dari Pekerja Sosial.
Misalnya dalam hal pendanaan untuk program Women,
Infant, Children (WIC), kebijakna keamanan sosial, dan lain
sebagainya. Pekerja Sosial kadang membantu para staff dari
badan legislatif untuk mengurus penjadwalan, menetapkan
lokasi meeting, dan juga memastikan bahwa tugas-tugas
yang dijalankan terselenggara dengan baik. Karena
badan legislatif ini menetapkan hukum atau kebijakan
yang mempengaruhi penyelenggaraan dan pendanaan
program-program sosial, maka sangat penting bagi para
Pekerja Sosial untuk mengetahui lebih dalam mengenai
bagaimana badan legislatif ini bekerja. Para Pekerja Sosial
juga harus bersiap-siap jika diminta memberikan kesaksian
atau pendapatnya mengenai program-progaram sosial, dan
juga dalam bekerja sama dengan anggota badan legislatif
untuk mencapai tujuan-tujuan Pekerjaan Sosial.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 87
e) Pertemuan para staff. Pertemuan para staff ini terdiri dari
anggota staff agen yang berkumpul secara periodik untuk
mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai. Beberapa
agen melaksanakan pertemuan ini dengan hanya terdiri
dari beberapa orang supervisor saja. Pertemuan para
staff ini bertujuan untuk menjelaskan kebijakan baru,
mendiskusikan kebijakan yang akan ditetapkan dan para
staff memiliki kesempatan untuk mnegemukakan ide dan
pendapatnya, menjaga agar para staff terus mengetahui
perubahan-perubahan yang terjadi dalam agen, atau juga
untuk memperkenalkan staff baru. Kadang pertemuan
ini memiliki faktor sosial atau emosional dalam rangka
membangun kebersamaan antar sesama staff.
f) Tim multidisiplin. Biasa disebut dengan istilah “M
teams”, terdiri atas beberapa profesionalis dari berbagai
disiplin. Mereka sering mengadakan pertemuan untuk
mendiskusikan klien-klien atau pasien-pasien tertentu
yang mereka tangani. Dalam lembaga kenegaraan yang
menangani pasien dengan keterbelakangan mental yang
berat, tim ini bisa terdiri dari Pekerja Sosial, perawat, dokter,
psikolog, dan pembantu. Pada program kesehatan rumah
sakit, tim multidisiplin ini bisa terdiri dari perawat yang
terdaftar, Pekerja Sosial, ahli diet, dan psikolog. Salah satu
anggota dari tim tersebut berperan sebagai pemimpin, tapi
semua anggota bertanggung jawab terhadap area yang
sesuai dengan keahliannya. Tim ini biasanya mengadakan
pertemuan dalam jadwal yang teratur.
88 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
g) Case conference. Case conferense yang juga disebut dengan
staffings, memiliki kesamaan dengan tim multidisiplin. Yang
membedakannya adalah, tidak seperti tim multidisiplin, para
anggota dari yang membentuk case conference ini tidak
bisa dianggap atau menganggap dirinya sebagai bagian
dari tim. Berdasarkan dari jenis tipe agen, para anggota
yang berpartisipasi dalam case conference atau staffings ini
tidak mewaili berbagai disiplin yang berbeda. Kadang kala
klien akan ditempatkan oleh departemen Pekerjaan Sosial.
Semua anggota bisa memberikan kontribusinya dalam
pengambilan keputusan. Contoh, salah satu departemen
yang mengurus orang terhukum yang sedang mengalami
masa percobaan menempatkan semua kasus atau perkara
dan petugas pengawas orang-orang yang sedang dalam
masa percobaan membuat rekomendasi untuk penahanan.
h) Kelompok aksi sosial. Tujuan dari kelompok aksi sosial
adalah untuk mengubah lingkungan fisik atau sosial
(Toseland & Rivas, 1984). Pencapaian tujuan tersebut dapat
menguntungkan baik bagi anggota maupun bagi yang bukan
anggota dari kelompok aksi sosial tersebut. Salah satu contoh
tujuan dari gerakan kelompok ini adalah meningkatkan
kesehatan masyarakat, memodifikasi kebijakan atau hukum
yang menunjukkan adanya diskriminasi terhadap kelas
sosial, dan lain sebagainya. Dalam kelompok ini seorang
Pekerja Sosial bisa menjadi anggota maupun menjadi
pemimpin dari kelompok tersebut. Peran lainnya yang
memungkinkan adalah menyalurkan tenaga kerja untuk
kelompok aksi sosial tersebut. Dalam peran ini Pekerja
Sosial bisa membantu mempertemukan antara calon
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 89
tenaga kerja dengan pihak agen, menyediakan nama-nama
contact person dari berbagai macam agen atau organisasi
yang ada, atau membantu kelompok aksi sosial dalam hal
apapun pada saat dibutuhkan. Sangat penting bagi para
Pekerja Sosial untuk mempunyai keterampilan dalam
membantu kelompok aksi sosial mencapai tujuannya dan
memastikan stabilitas yang cukup dari kelompok aksi sosial
sampai pada penyelesaian tugas (Toseland & Rivas, 1984).
Contohnya, Pekerja Sosial dapat membantu kelompok aksi
sosial untuk bangkit kembali setelah mengalami kegagalan
dengan mendukung setiap usaha mereka. Pekerja Sosial
dapat menindaklanjuti keputusan yang diambil oleh
kelompok aksi sosial agar dapat dipastikan bahwa harapan-
harapan kelompok telah memasuki proses pencapaian.
90 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
lainnya. Pendekatan latihan yang dilakukan bisa berupa
mendengarkan keterampilan masing-masing, klasrifikasi
nilai yang ada di antara pasangan, dan saling mengirimkan
pesan yang jelas. Growth groups berfokus pada membantu
individu meraih potensinya dan tanpa anggapan bahwa
partisipan orang yang ikut serta didalamnya adalah mereka
yang selalu mempunyai masalah.
b) Remedial groups. Remedial group kadang dianggap sebagai
kelompok terapi, yaitu kelompok yang berupaya membantu
klien dan bertujuan mengubah beberapa aspek dari perilaku
klien. Istilah dari remedial group ini diartikan sebagai
kelompok yang memiliki tujuan untuk menyembuhkan
klien dari problematika pengalaman hidupnya. Fokus dari
jenis kelompok ini adalah memperbaiki masalah yang
dirasakan secara intrapersonal maupun interpersonal atau
pada pembelajaran terhadap pemecahan masalah yang
lebih baik dan terhadap gaya mengatasi masalah. Peran
Pekerja Sosial memiliki visibilitas yang sangat tinggi di
kelompok jenis ini. Pekerja Sosial bisa memulai perannya
dengan menjadi direktur, menjadi tenaga ahli, tergantung
pada kebutuhan dari kelompok itu sendiri, dan mungkin
saja Pekerja Sosial bisa menjadi fasilitator kemajuan dari
kelompok ini.
c) Educational groups. Merupakan sejumlah kelompok
yang didesain untuk menyediakan informasi bagi para
anggotanya tentang diri mereka sendiri ataupun tentang
orang lain. Tujuannya adalah untuk mendidik atau mengajari
anggota kelompok tentang beberapa isu atau topik. Hal
tersebut bisa dilakukan melalui bermain peran, presentasi
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 91
yang mendidik, aktivitas-aktivitas, dan diskusi. Contohnya
kelompok orangtua pengadopsi yang prospektif, kelompok
wanita dengan minat melahirkan dengan cara normal,
kelompok praktik parenting. Sama dengan growth groups,
educational groups ini bekerja dengan tanpa anggapan
bahwa mereka yang menjadi anggota adalah mereka yang
mempunyai masalah. Para Pekerja Sosial, sama seperti
pada remedial group, bisa menjadi pemimpin kelompok
ini. Pekerja Sosial bisa melakukan banyak presentasi yang
menyajikan informasi-informasi baru dan menjadai tenaga
ahli dari kelompok tersebut.
d) Socialization group. Kelompok ini membantu partisipan
dalam menjadikan kebutuhan akan keterampilan menjadi
hal yang tersosialisasi di masyarakat. Anggapannya adalah
bahwa anggota kelompok adalah orang-orang yang
memiliki sedikit jenis keterampilan sosial. Contohnya,
kelompok yang dikembangkan untuk remaja yang pernah
mengalami perilaku menyimpang. Program konseling yang
berbasis petualangan adalah salah satu contoh kegiatan
yang dilakukan kelompok ini. Program ini menitikberatkan
pada keterampilan fisik, uji keberanian, membangun
kerjasama tim dan kepercayaan diri yang diharapkan
dapat meningkatkan keterampilan sosial mereka dan
menyalurkan energi mereka kepada aktivitas sosial yang
diakui masyarakat. Visibilitas peran Pekerja Sosial dalam
kelompok ini termasuk dalam kategori tinggi. Pekerja
Sosial bisa menjadi seorang direktur atau tim ahli yang
mendesain program dan memimpin anggota kelompok
melewati setiap proses dan latihan.
92 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
e) Mutual aid groups. Mutual aid groups merupakan
sekelompok orang yang terdiri dari berbagi karakteristik
tertentu untuk mendukung satu sama lain dengan saran,
dukungan emosional, informasi, dan bantuan lainnya
(Barker, 1991). Kelompok ini memiliki pemimpin yang
profesional dan terorganisasi secara formal amupun
informal.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 93
peran Pekerja Sosial mengarah pada konsultan, tenaga ahli, dan
peran panutan. Kebutuhan setiap jenis kelompok menentukan
peran yang akan dimainkan oleh Pekerja Sosial.
94 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
2. Tahap kedua, anggota mulai fokus pada dirinya sendiri, dan
mulai mengambil tanggung jawab yang lebih besar
3. Tahap ketiga adalah tahap bekerja, dalam tahapan ini,
anggota mulai menyukai berada dalam kelompok, dan
memiliki gairah yang tinggi untuk bekerja
4. Tahap keempat adalah tahapan yang menunjukkan bahwa
kelompok sudah mencapai tujuannya dan para anggota
kelompok mulai terpisah secara emosi
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 95
2. Pengambilan keputusan dengan kompromi, Kelompok
mencari satu solusi yang hampir/sebagian besar
anggota dapat mendukungnya, atau suatu keadaan yang
mengharuskan seseorang berkata “dalam situasi ini, inilah
yang bisa kita sepakati”
3. Pengambilan keputusan dengan Mayoritas, Keputusan
diambil bila lebih dari setengah anggota setuju.
4. Diputuskan/keputusan tergantung oleh individu, Hal ini
terjadi bila ada satu orang yang sangat dihargai (ditakuti),
sehingga seluruh anggota menyerahkan pengambilan
keputusan ke satu orang tersebut.
5. Persuasi/keputusan mempertimbangkan pendapat ahli, Jika
anggota tim terdiri dari multi disiplin, maka masing-masing
disiplin akan mendapat kehormatan untuk pengambilan
keputusan di bidang yang dikuasainya.
6. Rata-rata pendapat anggota, Keputusan dibuat berdasarkan
rata-rata pendapat anggota; hal ini lebih mudah jika
keputusan yang ingin dibuat sifatnya rangking angka.
7. Ditentukan oleh minoritas, Ini terjadi ketika sekelompok
minoritas memiliki perasaan yang sangat kuat terhadap
putusan tertentu. Keputusan ini dapat terjadi ketika
kelompok minoritas tersebut memiliki sikap yang kuat atau
konsentrasi terhadap isu tertentu.
8. Teknik Nominal kelompok, Tujuan dari teknik ini adalah
untuk meng-assess masalah, kebutuhan, minat dan tujuan
yang ada (Barker 1987). Diawali dengan setiap anggota
menuliskan ide-idenya tentang permasalahan. Kemudian
pimpinan mempersilakan satu demi satu diungkapkan dan
ditulis di papan yang besar. Setiap anggota juga bebas
96 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
untuk menambahkan idenya ketika ia mendengarkan ide
orang lain, begitu selanjutnya.
9. Brainstorming, Seluruh peserta mengemukakan idenya
dalam waktu singkat tanpa boleh ada sanggahan, dan
pemimpin menuliskannya di papan yang besar
3. Community Development
Berbicara mengenai Profesi Pekerjaan Sosial, dari awal
pertumbuhannya telah melewati perjalanan yang panjang. Para
almoner yang berkerja di rumah sakit-rumah sakit di Inggris,
telah memberikan aspirasi pada seorang wanita pamikir pada
zaman itu (Mary Richmond) untuk membidani lahirnya sebuah
profesi baru yang dikenal dengan sebutan “Case Work”. Kelahiran
profesi ini didesak oleh kesadaran akan perlunya peningkatan
mutu pelayanan-pelayanan sosial untuk menangani masalah-
masalah anak dan keluarga, kemiskinan, kecacatan, dan jompo,
yang semula ditangani secara “trial and error” melalui kegiatan-
kegiatan amal saja.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 97
bermunculan dan memperkaya khasanah pendekatan profesi
baru yang selanjutnya dikenal dengan Profesi Pekerjaan Sosial.
98 Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi
(power). Pada era sekarang ini, teknik “empowerment” kemudian
menjadi suatu teknik idaman para Pekerja Sosial.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 99
dan penerapan konsep partisipasi itu sendiri. Setelah puluhan
tahun partisipasi diartikan sekedar melibatkan masyarakat dalam
program atau kegiatan yang telah ditetapkan dan dibawakan
fihak luar, masyarakat kehilangan kemandiriannya, melainkan
bersikap menunggu bantuan (charity/philanthrophy). Bahkan
setelah era reformasi bergulir mengubah paradigma program
top-down menjadi bottom-up, people centered development,
pemberdayaan; prosesnya masih membutuhkan curahan waktu,
tenaga, dan upaya yang panjang.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 101
Konsep ini diterapkan pada sebuah lingkungan
masyarakat setempat (locality/community), yang biasanya masih
memiliki norma-norma sosial, tentang konsensus, homogenitas,
dan harmoni (identik dengan masyarakat perdesaan).
1) Tujuan :
a) Tujuan antara: membangkitkan partisipasi penuh warga
masyarakat.
b) Tujuan akhir: perwujudan kemampuan dan integrase
masyarakat untuk dapat membangun dirinya sendiri.
3) Pendekatan : Dengan bertumpu pada inisiatif dan
partisipasi penuh warga masyarakat, maka penerapan CD/
LD lebih ditekankan kepada upaya untuk mengembangkan
kapasitas warga masyarakat (client-centered) daripada
pemecahan masalah demi masalah (problem-centered).
Bagi para perancang program pengembangan masyarakat,
locality development berarti program pendidikan bagi
masyarakat untuk mampu mengaktualisasikan dirinya
sendiri dalam program-program pembangunan.
4) Kandungan operasional dalam Community Development.
Kepemimpinan lokal
a) Dengan system kemasyarakatan local yang relative
masih bersifat organis dengan pola interaksi harmonis,
maka dalam perencanaan dan implementasi program
pengembangan masyarakat perlu dipertimbangkan, bahwa
pemimpin-pemimpin masyarakat masih menempati posisi
kunci baik dalam pembuatan keputusan maupun sebagai
representasi masyarakat lokal itu sendiri.
b) Jaringan Hubungan antar Kelompok (Intergroup
relations) Masyarakat merupakan suatu system sosial
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 103
sebuah proses insight dalam mengidentifikasi, memilah,
menghubungkan masalah atau kebutuhan dengan sumber-
sumber yang dapat didayagunakan untuk memecahkan
masalah dan atau memenuhi kebutuhan melalui
serangkaian kegiatan (program dan proyek).
3) Treatment. Tahap ini merupakan implementasi dari strategi
locality development, monitoring, dan evaluasi. Dalam tahap
implementasi, maka perlu diperhitungkan situasi actual
yang akan menentukan tindakan yang perlu dilakukan.
Monitoring memberikan dua manfaat utama, yaitu:
a) Memberikan informasi untuk pegangan sementara program
masih sedang berlangsung.
b) Memberikan informasi bagi evaluasi berkala.Evaluasi
ditujukan baik kepada pelaksanaan program (proses dan
hasil), maupun kepada kerjasama di antara semua pelaku.
4) Terminasi. Terminasi merupakan langkah penghentian
sementara (sekuensi) kegiatan locality development; yang
mungkin kelak ditindaklanjuti dengan rangkaian kegiatan
berikutnya. Sejalan dengan perkembangan masyarakat
yang semakin kompleks, sasaran, bidang garapan dan
intervensi profesi Pekerjaan Sosial juga semakin luas.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 105
Ashenberg, Occupational Social Work Today: An Overview, dalam
Shulamith Lala Ashenberg Straussner (editor), Occupational
Social Work, New York: The Hepworth Press, 1989)
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 107
1) Kebijakan, perencanaan dan administrasi. Bidang ini
umumnya tidak melibatkan pelayanan sosial secara
langsung. Sebagai contoh, perumusan kebijakan untuk
peningkatan karir, pengadministrasian program-program
tindakan afirmatif. pengkoordinasian program-program
jaminan sosial dan bantuan sosial bagi para pekerja, atau
perencanaan kegiatan-kegiatan sosial dalam departemen-
departemen perusahaan.
2) Praktik langsung dengan individu, keluarga dan populasi
khusus. Tugas Pekerja Sosial dalam bidang ini meliputi
intervensi krisis (crisis intervention), asesmen (penggalian)
masalah-masalah personal dan pelayanan rujukan,
pemberian konseling bagi pecandu alkohol dan obat-obatan
terlarang, pelayanan dan perawatan sosial bagi anak-anak
pekerja dalam perusahaan atau organisasi serikat kerja,
dan pemberian konseling bagi para pensiunan atau pekerja
yang menjelang pensiun.
3) Praktik yang mengkombinasikan pelayanan sosial langsung
dan perumusan kebijakan sosial bagi perusahaan. Para
Pekerja Sosial telah memberikan kontribusi penting dalam
memanusiawikan dunia kerja. Mereka umumnya terlibat
dalam pemberian konseling di dalam maupun di luar
perusahaan, pengorganisasian program-program personal,
konsultasi dengan manajemen dan serikat-serikat kerja
mengenai konsekuensi kebijakan-kebijakan perusahaan
terhadap pekerja, serta bekerja dengan bagian kesehatan
dan kepegawaian untuk meningkatkan kondisi lingkungan
kerja dan kualitas tenaga kerja (Johnson, 1994; Suharto,
1997).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 109
CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI),
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet
Dhuafa; instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos); universitas (UI,
ITB, IPB); media massa (DKK Kompas, Kita Peduli Indosiar).
4) Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau
mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk
tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model
lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah
perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak
konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai
oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara
pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga
operasional dan kemudian mengembangkan program yang
disepakati bersama.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 111
terlalu berat, jika harus diarahkan pada penanganan masalah-
masalah sosial yang kuantitas maupun kualitasnya terus
meningkat. Metode Pekerjaan Sosial dengan Kelompok (Group
Work), Pengorganisasian Masyarakat (Community Organization),
Pengembangan Masyarakat (Community Development), disusul
dengan pendekatan-pendekatan lainnya, termasuk Administrasi
Pekerjaan Sosial dan Penelitian Pekerjaan Sosial, kemudian
bermunculan dan memperkaya khasanah pendekatan profesi
baru yang selanjutnya dikenal dengan Profesi Pekerjaan Sosial.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 113
Pengertian Community Organization itu sendiri dapat
dibagi ke dalam dua, yaitu:
1) Dalam arti sempit dan operasional, berarti pengorganisasian
kegiatan masyarakat. Pertanyaannya adalah bagaimana
warga masyarakat akan melakukan kegiatan bersama ?
2) Dalam arti luas, berarti penataan masyarakat itu sendiri
sebagai sebuah sistem sosial. Pertanyaannya adalah
masyarakat yang bagaimana yang ingin dicapai ?
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 115
Tropman, dkk (1993) mengemukakan, bahwa: ” …locality
development merupakan suatu cara untuk memperkuat warga
masyarakat dan untuk mendidik mereka melalui pengalaman
yang terarah agar mampu melakukan
kegiatan berdasarkan kemampuan sendiri untuk
meningkatkan kualitas kehidupan mereka sendiri pula”.
1) Tujuan :
a) Tujuan antara : membangkitkan partisipasi penuh warga
masyarakat.
b) Tujuan akhir: perwujudan kemampuan dan integrase
masyarakat untuk dapat membangun dirinya sendiri.
2) Pendekatan : Dengan bertumpu pada inisiatif dan
partisipasi penuh warga masyarakat, maka penerapan CD/
LD lebih ditekankan kepada upaya untuk mengembangkan
kapasitas warga masyarakat (client-centered) daripada
pemecahan masalah demi masalah (problem-centered).
Bagi para perancang program pengembangan masyarakat,
locality development berarti program pendidikan bagi
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 117
dari seluruh proses locality development, karena hasil
assessment ini akan menentukan ketepatan serta efektivitas
program locality development itu sendiri. Assessment
mencakup needs assessment, identifikasi masalah,
analisis masalah, dan resources assessment. Asesmen
mencakup tidak hanya masalah klien, melainkan juga
sumber-sumber, kekuatan-kekuatan, motivasi, komponen-
komponen fungsional, dan faktor-faktor yang positif
lainnya yang dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan-
kesulitan klien, dalam meningkatkan keberfungsian, dan
dalam mendukung pertumbuhan.
2) Plan of Treatment, Planning, menurut Meryl Ruoss (1970)
adalah organized foresight. Plan of Treatment merupakan
sebuah proses insight dalam mengidentifikasi, memilah,
menghubungkan masalah atau kebutuhan dengan sumber-
sumber yang dapat didayagunakan untuk memecahkan
masalah dan atau memenuhi kebutuhan melalui
serangkaian kegiatan (program dan proyek).
3) Treatment, tahap ini merupakan implementasi dari strategi
locality development, monitoring, dan evaluasi. Dalam tahap
implementasi, maka perlu diperhitungkan situasi actual
yang akan menentukan tindakan yang perlu dilakukan.
Monitoring memberikan dua manfaat utama, yaitu :
a) Memberikan informasi untuk pegangan sementara program
masih sedang berlangsung.
b) Memberikan informasi bagi evaluasi berkala Evaluasi
ditujukan baik kepada pelaksanaan program (proses dan
hasil), maupun kepada kerjasama di antara semua pelaku.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 119
lalu. Di Eropa, bidang ini muncul pada tahun 1920an. Pekerjaan
Sosial memang terlahir dalam konteks pertumbuhan masyarakat
industri.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 121
Beberapa permasalahan sosial lainnya yang terkait dengan
industrialisasi adalah: diskriminasi di tempat kerja atau tindakan-
tindakan tidak adil terhadap wanita, kaum minoritas, imigran,
remaja, pensiunan, dan para penyandang cacat. Beberapa
industri dan perusahaan juga kerap menimbulkan dampak
negatif terhadap masyarakat di sekitarnya, seperti polusi (udara,
air, suara) dan kerusakan-keusakan pisik dan psikis bagi para
pekerjanya. Para Pekerja Sosial industri dapat membantu dunia
industri untuk mengidentifikasi dan mengatasi berbagai biaya
sosial (social costs) yang ditimbulkan oleh perusahaan.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 123
affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat
public relation.
2) Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan.
Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah
perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari
model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di
negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal,
dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara
teratur bagi kegiatan yayasan. Beberapa yayasan yang
didirikan perusahaan diantaranya adalah Yayasan Coca Cola
Company, Yayasan Rio Tinto (perusahaan pertambangan),
Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua, GE
Fund.
3) Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan
CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi
non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau
media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam
melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial
yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan
CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI),
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet
Dhuafa; instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos); universitas (UI,
ITB, IPB); media massa (DKK Kompas, Kita Peduli Indosiar)
4) Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau
mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk
tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 125
mengemukakan gagasan; melakukan pilihan-pilihan hidup;
melaksanakan kegiatan ekonomi; menjangkau dan memobilisasi
sumber; berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 127
managemen tersebut ditujukan agar manajer memiliki peran
aktif dalam mempengaruhi lingkungan kerjanya.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 129
didokumentasikan yang mencerminkan rasa kejujuran
terhadap moral yang baik.
c) Sukarelawan. Dalam organisasi yang sangat membutuhkan
sukarelawan, setiap individu harus sungguh-sungguh atau
dapat dipercaya (be committed), berikan tugas yang jelas,
dan perhargaan atas pekerjaan yang dilakukannya.
3) Keuangan (Finances)
a) Manajemen keuangan. Keuangan organisasi seharusnya
menunjukkan manajemen yang bijak (hati-hati),
penyesuaian kelalaian dan pengendalian, dan sistem yang
tepat untuk memprediksi dan jalur-jalur penhasilan dan
pembiayaan.
b) ii.Pendapatan dan pengeluaran. Terkecuali berada
pada lingkaran yang tidak biasa, organisasi sebaiknya
memperoleh dan menambah uang yang cukup setiap
tahunnya untuk membiayai operasi kegiatan.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 131
e) Penelitian pekerjaan sosial juga merupakan salah satu
tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa
dalam menyelesaikan studinya dalam bentuk skripsi, tesis
atau disertasi.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 133
sangat khas, yang tentunya berkait serta dengan bidang praktek
pekerjaan sosial dan bidang garapan kesejahteraan sosial.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 135
b) Penelitian tentang lembaga-lembaga pelayanan sosial,
dewan-dewan kesejahteraan sosial dan konsep-konsep
pekerjaan sosial.
c) Meneliti tantang harapan, persepsi, serta evaluasi tentang
situasi-situasi bidang praktek pekerjaan sosial
d) Mengukur intensitas, tujuan, kinerja para pekerja sosial
e) Mengkaji hubungan antara harapan, intensitas dan tindakan
para pekerja sosial tersebut.
f) Meneliti tentang isi atau materi proses pekerjaan sosial
g) Menguji kegunaan pelayanan sosial, dalam kaitannya
dengan kebutuhan individu, keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
h) Mengukur, mengevaluasi pengaruh pelaksanaan praktek
pekerjaan sosial serta kebutuhannya bagi praktek pekerjaan
sosial
i) Meneliti tentang harapan-harapan, persepsi, dan evaluasi
tentang situasi klien
j) Meneliti tetang tingkah laku klien sebagai respon terhadap
pelayanan yang diberikan oleh para pekerja sosial
k) Mencari batasan formal dan informal tentang peranan,
hubungan, pola kerja pekerja sosial dengan lembaga-
lembaga pelayanan social.
l) Meneliti tentang nilai-nilai dan kecenderungan utama suatu
kelompok sosial dalam suatu masyarakat tempat pelayanan
sosial berada, untuk mendorong dan mengembangkan
pemanfaatannya.
m) Meneliti tentang pola-pola interaksi antara unsur yang
beragam dalam setting lembaga sosial dan pengaruhnya
terhadap klien dan pengelola lembaga.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 137
c) Merupakan permasalahan atau persoalan yang penting.
Penting artnya mempunyai nilai guna teoritis dan praktis.
Makin penting persoalannya maka makin manageable.
d) Dapat diperoleh datanya. Maka mudah data itu diperoleh,
maka makin muda pengelolaannya.
B. Berdasarkan program
a) Rumah sakit bersalin gratis
b) Pengembangan masyarakat
c) BPJS
d) Penanganan pengungsi
e) Penanganan traficking
f) CSR
g) Pengelolaan sampah, dan lainnya
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 139
E. Berdasarkan bidang
a) Kesehatan
b) Pendidikan
c) Industri
d) Keagamaan
e) Kependudukan
f) Politik
g) Budaya
h) Lingkungan
G. Berdasarkan setting
a) Keluarga
b) Sekolah
c) Industri
d) Rumah sakit
e) Organisasi sosial
f) Masyarakat
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 141
e) Perencanaan sosial dan perencanaan pembangunan di
dunia ketiga.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 143
Bidang ketiga dari perencanaan sosial adalah sebagai respon
atau menjawab kegagalan-kegagalan pembangunan yang tidak
memperhatikan partisipasi masyarakat. Ini merupakan bukti
dari kegagalan pembangunan yang tidak memperhatikan faktor
sosial. Sebab salah satu unsur penting dalam pembangunan
adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan dalam kegiatan pembangunan yang menyangkut
langsung kehidupan mereka. Umumnya para perencana sosial
menyadari bahwa masyarakat seharusnya berperan serta dalam
menentukan prioritas permasalahan, dan untuk selanjutnya
merumuskan bentuk-bentuk pemecahannya secara bersama
masyarakat pula. Self belonging terhadap suatu program
akan muncul, manakala masyarakat dilibatkan dalam suatu
proses pembangunan, sehingga pemeliharaan dari masyarakat
terhadap suatu program pembangunan akan berjalan.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 145
sosial kepada orang-orang miskin, tuna wisma, pengangguran,
atau pelaku kejahatan; orang-orang yang menyandang cacat
fisik, perkembangan, dan mental; orang-orang yang terlibat
dalam penyalahgunaan napza (narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif); dan bemacam-macam keluarga, pemuda, dan
orang-orang lanjut usia.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 147
kontras dengan kemiskinan relatif dan absolut, dan menjelaskan
beberapa perspektif.
1) Amerika Serikat yang lain. Banyak kalangan memberikan
penghargaan kepada Michael Harrington (1962), penulis
buku The Other America: Poverty in the United States, yang
membunyikan genderang perang terhadap kemiskinan
selama pemerintahan Presiden Kennedy. Harrington
menegaskan, “Kemiskinan seharusnya didefinisikan dalam
pengertian orang-orang yang tidak memperoleh level
kesehatan, perumahan, makanan, dan pendidikan minimum
yang menurut tahap pengetahuan ilmiah kita pada saat
ini menspesifikasikannya sebagai mutlak bagi kehidupan
seperti yang sekarang kita alami di Amerika Serikat” (DuBois
& Miley, 2005: 284).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 149
mendapatkan jawaban yang banyak sekali. Beberapa
jawaban akurat, dan beberapa yang lain mencerminkan
salah penegrtian yang dianut secara umum tentang orang-
orang yang miskin.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 151
2003; Proctor & Dalaker, 2002; Reeves & Bennett, 2003, dalam
DuBois Miley, 2005: 286).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 153
anak-anak yang miskin (Children’s Defense Fund, 2000a, dalam
DuBois Miley, 2005: 286).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 155
empatnya dalam tempo dua tahun (Pavetti, 1997, dalam
DuBois Miley, 2005: 287). Sayangnya, walaupun banyak kaum
perempuan mengakses bantuan kesejahteraan untuk periode
waktu yang relatif pendek, mereka juga cenderung kembali
meminta bantuan tambahan dalam selang waktu lima tahun.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 157
Orang-orang yang menganut pandangan ini yakin bahwa
perubahan-perubhan pada individu akan mengurangi terjadinya
kemiskinan menyeluruh. Sikap yang menempatkan tanggung
jawab pada masyarakat mengakui peran masalah-masalah
struktural dalam kemiskinan. Orang-orang yang menganut
pandangan struktural melihat reformasi sosial sebagai kunci
untuk mengurangi kemiskinan.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 159
bekerja dengan upah yang memadai adalah suatu miskonsepsi.
Beberapa kalangan yakin bahwa perbedaan-perbedaan
budayalah yang menyebabkan orang-orang inferior secara
fungsional dan dengan demikian pada akhirnya menjadi miskin.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 161
sosial. Lagi pula, beberapa kalangan bahkan berpendapat bahwa
kurangnya mobilitas sosial menciptakan suatu sistem kasta
yang diwariskan atau kemiskinan generasional.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 163
291). Data Biro Head Start menunjukkan, bahwa 13 persen anak-
anak yang mengikuti program ini mengalami beberapa jenis
kecacatan.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 165
(b) Program-program pinjaman yang berbunga rendah
Jumlah orang-orang yang miskin yang bekerja purna
waktu bertambah tetapi mereka masih sangat rentan
terhadap bencana-bencana keuangan. Sebagai contoh,
karena penghasilan mereka tidak mencukupi, mereka tidak
memiliki uang tambahan untuk merawat dan memperbaiki
kendaraan pribadi mereka.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 167
tujuan-tujuan keluarga serta untuk berpartisipasi sepenuhnya
di dalam masyarakat.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 169
Suatu studi terbaru menemukan bahwa 90,8 persen kaum
tuna wisma yang disurvei dari 1500 wawancara telefon acak
meyakini bahwa penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol
merupakan suatu sebab yang menyumbang bagi ketunawismaan
(Link et., 1996, dalam DuBois & Miley, 2005: 293).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 171
seperti enggan, bertahap, dan hanya memberi respons yang
parsial atau setengah-setengah terhadap berkembangnya krisis
ketunawismaan dan kurangnya perumahan. Di dalam kenyataan,
anggaran pemerintah untuk sektor perumahan berkurang secara
besar-besaran pada tahun 1980-an setelah Presiden Jimmy
Carter mengakhiri kepresidenannya: Anggaran untuk program-
program perumahan bersubsidi dipotong menjadi 81 persen
dan program-program perumahan sewaan menjadi 72 persen
(First, Rife, & Toomey, 1995, dalam DuBois &Miley, 2005: 294).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 173
Sebaliknya, pada tahun yang sama, para peneliti
menyelenggarakan beberapa survei telefon yang anonim
terhadap suatu sampel acak yang terdiri dari 1500 responden
pada 200 daerah metropolitan terbesar di Amerika Serikat (Link,
Phelan, & Bresnahan, 1995, dalam DuBois & Miley, 2005: 294).
Kepada para responden ditanyakan apakah mereka pernah
menganggap diri mereka sebagai tuna wisma, termasuk saat-
saat mereka barangkali tinggal di rumah teman-teman atau
para kerabat.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 175
selama 30 hari, dan berpindah lagi” (First, Rife, & Toomey, 1995:
1333, dalam DuBois & Miley, 2005: 295).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 177
wisma menunjukkan tiga sumber-sumber kesulitan utama
yaitu masalah-masalah di bidang kesehatan dan kesehatan
mental; masalah-masalah yang berkaitan dengan sumberdaya-
sumberdaya seperti kurangnya kesempatan-kesempatan kerja,
perumahan, dan transportasi; dan masalah-masalah yang
berkaitan dengan sikap-sikap publik umum terhadap mereka
seperti penolakan, prasangka buruk, kurang menghargai, dan
ketakutan (Applewhite, 1997, dalam DuBois & Miley, 2005: 295).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 179
mekanisme bagi suatu respons pemerintah pusat terhadap krisis
ketunawismaan.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 181
peran yang semakin menonjol di dalam program-program dan
pelayanan-pelayanan tersebut di atas.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 183
Akan tetapi, gambaran-gambaran tersebut di atas
menyesatkan, karena beberapa kelompok-kelompok populasi
dan wilayah-wilayah di negara ini telah dihimpit secara keras
oleh pengangguran. Sebagai contoh, angka pengangguran yang
terendah adalah di Negara Bagian South Dakota (3,3 persen)
dan angka yang tertinggi di Negara Bagian Louisiana (7,4
persen), Negara Bagian Michigan (7,4 persen), Negara Bagian
Washington (7,5 persen), Negara Bagian Alaska (7,9 persen), dan
Negara Bagian Oregon (8,1 persen) (Bureau of Labor Statistics,
2003b, dalam DuBois & Miley, 2005: 299).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 185
bergantung pada musim seperti perikanan, peternakan, dan
konstruksi.
• Pengangguran friksional (frictional unemployment) ialah
pengangguran yang dialami oleh orang-orang yang
sewaktu-waktu keluar dari pekerjaan karena mereka
berganti pekerjaan.
• Pengangguran struktural (structural unemployment) terjadi
ketika keterampilan-keterampilan orang berada jauh di
bawah ketentuan-ketentuan baru atau ketika diskriminasi
terjadi di dalam praktek-praktek ketenagakerjaan.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 187
dari pengangguran (Hooper-Briar & Seck, 1995, dalam DuBois
& Miley, 2005: 300).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 189
kerja, dan meningkatkan tanggung jawab pemerintah untuk
menyelenggarakan pelatihan kerja dan pendidikan. Undang-
undang Pengembangan dan Pelatihan Sumberdaya Manusia
(pasal 87-145), yang menyelenggarakan pelatihan bagi orang-
orang miskin dan para narapidana, menegaskan tanggung jawab
ini.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 191
Selain dalam pemecahan masalah, pekerja sosial
ketenagakerjaan dapat membantu klien secara langsung dalam
memastikan hak-hak mereka. Kegiatan-kegiatan pekerjaan
sosial di dalam fungsi manajemen sumberdaya ini antara lain,
pada level mikro, ialah memberikan bahan-bahan pendidikan
kepada para pekerja; pada level meso, membangun koalisi-
koalisi untuk mempromosikan keselamatan kerja di dunia kerja;
dan pada level makro, memberikan kesaksian dengar pendapat
publik tentang pengangguran (Shanker, 1983, dalam DuBois &
Miley, 2005: 301).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 193
kejahatan yang didasarkan atas indeks kejahatan antara
lain pembunuhan dan pembantaian, pemerkosaan dengan
kekerasan, penyerangan yang menyakitkan, perampokan harta
benda, pencurian, dan pembakaran rumah dengan sengaja. Ini
juga mencakup indeks pelanggaran hukum yang ringan atau
penyerangan.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 195
banyak digunakan terhadap para remaja minoritas daripada
pelayanan-pelayanan berbasis masyarakat atau parole (Poe-
Yamagata & Jones, 2000, dalam DuBois & Miley, 2005: 304).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 197
Ada satu pertanyaan abadi yang menarik untuk
dijperdebatkan: Apakah suatu perbuatan kriminal harus
dihukum atau direhabilitasi? Walaupun tidak ada konsensus
tentang bagaimana berhadapan dengan kejahatan, posisi yang
kita ambil akan mempengaruhi bagaimana kita memandang
perilaku kriminal dan bagaimana kita memperlakukan para
pelaku kejahatan dan korban-korban mereka.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 199
yang tetap tinggal di tengah-tengah masyarakat.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 201
Sebagai pekerja sosial forensik atau spesialis di dalam
bidang-bidang praktek lainnya, pekerja sosial terpanggil untuk
memberikan ksaksian pengadilan. Sebagai petugas peradilan
remaja, pekerja sosial mensupervisi para pelaku kenakalan,
merancang penempatan di lembaga pemasyarakatan remaja,
dan bekerja di dalam berbagai program.
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 203
laki dan para petugas kepolisian perempuan yang sedang
melakukan patroli. (Roberts, 1983: 101, dalam DuBois &
Miley, 2005: 309).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 205
tidak memberikan s`ntunan, kenakalan, penganiayaan pasangan
atau anak, komitmen rumah sakit jiwa, dan tangfung jawab para
kerabat” (Barker & Branson, 2000: 1, dalam DuBois & Miley,
2005: 309).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 207
keterampilan, mengidentifikasikan harapan-harapan sosial
yang konsisten, memberikan sumberdaya-sumberdaya ekonomi
yang mencukupi, mencegah para remaja dari upaya melakukan
tindakan-tindakan kenakalan, dan menghilangkan label remaja
yang tidak semestinya sebagai orang nakal (Castelle, 1987,
dalam DuBois & Miley, 2005: 310).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 209
melakukan sesuatu yang berada di luar kendali atau pengawasan
karena hak-hak sipil para pelaku kenakalan atau kejahatan itu
(Cunningham, 1983, dalam DuBois & Miley, 2005: 311).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 211
Selanjutnya, “setiap orang yang melakukan pekerjaan
di dalam penjara harus memahami konteks pemenjaraan
kaum perempuan dan tidak seimbangnya jumlah orang-orang
Afrika-Amerika Serikat dan, di beberapa negara bagian, kaum
perempuan Latin yang dipenjarakan”. Pekerja sosial juga
memberikan pelayanan-pelayanan di bidang-bidang “advokasi,
broker, dan linkage (perantaraan) antara individu-individu yang
dipenjarakan dengan ikatan-ikatan sosial masyarakat dimana
ia menjadi anggotanya” (Ivanoff, Smyth, & Finnegan, 1993: 140,
dalam DuBois & Miley, 2005: 311).
Pekerjaan Sosial:
Teori dan Metodologi 213