Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktualisasi dari kegiatan kepencinta alaman, khususnya dalam kegiatan di
gunung dan hutan selalu dikaitkan dengan kegiatan yang penuh dengan bahaya,
keras, dan menuntut kekuatan fisik yang tangguh. Oleh karena itu, dalam
melakukan kegiatan di gunung dan hutan, pelaku kegiatan kepencinta alaman
diharuskan untuk berkegiatan sesuai dengan pedoman yang baku yang diharapkan
dapat menjamin kelancaran kegiatan serta kenyamanan dan keselamatan pelaku
kegiatan.
Sampai saat ini, MAPASTA sebagai organisasi yang berhaluan
kepencintaalaman di Kampus INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP
(IAIN) tidak memiliki standar operasional tertulis yang digunakan secara baku
oleh para anggotanya. Pedoman yang digunakan dalam berkegiatan selama ini
hanya diberikan secara turun-temurun dari angkatan yang satu ke angkatan yang
lainnya melalui komunikasi lisan. Seperti yang kita ketahui bahwa penyampaian
pesan secara lisan memiliki risiko berubahnya isi pesan yang ingin disampaikan.
Perubahan dapat berupa pengurangan maupun penambahan informasi. Perubahan –
perubahan tersebut sebaiknya dihindari mengingat pentingnya materi yang
terkandung dalam standar operasional ini. Oleh karena itu, perlu dibuat sebuah
pedoman yang baku untuk melakukan kegiatan di gunung dan hutan serta
dituangkan secara tertulis ke dalam sebuah Standar Operasional Prosedur Divisi
Gunung Hutan MAPASTA.

B. Tujuan
Seluruh anggota MAPASTA, khususnya bagi anggota Divisi Gunung Hutan
MAPASTA, dapat mengerti bagaimana cara melakukan suatu kegiatan di gunung
dan hutan yang baik dan aman.
Menjadi pedoman dalam melakukan kegiatan di gunung dan hutan bagi
seluruh anggota MAPASTA, khususnya bagi anggota Divisi Gunung Hutan
MAPASTA.
Menciptakan komitmen bagi seluruh anggota MAPASTA pada umumnya dan
bagi anggota Divisi Gunung Hutan MAPASTA pada khususnya mengenai apa
yang harus dilakukan untuk mewujudkan suatu kegiatan di gunung dan hutan yang
baik dan aman.
Menjaga keutuhan informasi yang terkandung dalam Standar Operasional
Prosedur Divisi Gunung Hutan MAPASTA.

C. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur ini hanya dapat digunakan untuk kepentingan
kegiatan kepencinta alaman di gunung dan hutan. Gunung dan hutan yang
dimaksud berada pada wilayah tropis dengan ketinggian kurang dari 4000 meter di
atas permukaan laut serta memiliki medan yang tidak bersalju maupun bergletser.
BAB II
DIVISI GUNUNG HUTAN
A. Divisi Gunung Hutan
Divisi Gunung Hutan merupakan salah satu divisi yang dimiliki oleh
MAPASTA. Divisi ini bergerak pada kegiatan kepencinta alaman di gunung dan
hutan, termasuk di antaranya kegiatan pendakian gunung, orientasi medan dan
navigasi darat, search and rescue (SAR), serta eksplorasi gunung dan hutan rimba.
Berbeda dengan divisi yang lainnya, dalam melakukan seluruh kegiatannya seluruh
anggota Divisi Gunung Hutan dituntut untuk mampu bekerja sama dalam tim,
memprioritaskan kepentingan kelompok, dan peka akan lingkungan di sekitarnya.

B. Jenis – Jenis Gunung


Secara garis besar, gunung terbagi ke dalam dua jenis, yaitu gunung berapi
atau gunung aktif dan gunung tidak aktif.
Berdasarkan bentuknya, gunung berapi terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu
1. Stratovolcano
Gunung berapi tipe stratovolcano tersusun dari batuan hasil letusan dengan
tipe letusan berubah-ubah, sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis
dari beberapa jenis batuan. Selain itu, tipe letusan tersebut juga memberikan bentuk
suatu kerucut besar (raksasa) pada bagian puncak gunung, kadang-kadang bentuknya
tidak beraturan karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Kebanyakan gunung
tipe stratovolcano memiliki ketinggian lebih dari 2500 meter di atas permukaan laut.
Contoh dari gunung jenis ini adalah Gunung Merapi.
2. Perisai
Gunung berapi tipe perisai tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat
diendapkan masih cair, sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi
(curam). Bentukan dari gunung tipe ini akan berlereng landai dan susunannya terdiri
dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh dari gunung berapi jenis ini terdapat di
Kepulauan Hawai.
3. Cinder Cone
Gunung berapi tipe cinder cone merupakan gunung berapi yang abu dan
pecahan kecil batuan vulkaniknya menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar
gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Gunung tipe ini jarang yang
memiliki ketinggian di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.
4. Kaldera
Gunung berapi tipe kaldera terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang
melempar ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan. Contoh dari gunung
berapi jenis ini adalah Gunung Bromo.

BAB III
HAL – HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENDAKIAN GUNUNG

A. Peralatan Pribadi

NO Nama Perlengkapan Jumlah Keteragan


Digunakan untuk
membawa semua
perlengkapan dan
peralatan, Minimal 60 L,
1 Carrie 1
penggunaan cerrie sangat
disarankan karena
memiliki back system
yang lebih baik, sehingga
tidak menyebabkan sakit
pada punggung
2 Alat Tulis 1 Untuk menulis catatan
perjalanan dan hal-hal
penting lainnya. Terdiri
dari buku tulis dan pena.
3 Topi Rimbah 1 Melindungi kepala dari
panas.
4 Baju Oren MAPASTA 1 -
5 Sepatu 1 Pasang Melindungi kaki
6 Logistik Kebutuhan Harian Memenuhui kebutuhkan
makan dan minum serta
sebagai sumber energy
7 Kotak P3K 1 Set Sebagai pertolong pertama
pada kecelakaan
8 Sleeping Bag 1 Sebagai kantung tidur
sekalian sebagai
penghangat ketika tidur
9 Ponco 1 Melindungi tubuh ketika
hujan
10 Jaket 1 Menghangatkan badan,
disarankan jaket yang
tahan air
11 Celana Lapangan 1 Disarankan celana yang
mudah meyerap keringat
dan nyaman digunakan
12 Baju 1 Berbahan yang mudah
menyerap keringat.
13 Kaos Kaki Menghangatkan kaki dan
melindungi kaki dari lecet.
Gunakan kaus kaki dengan
bahan yang mudah
menyerap keringat.
14 Sarung Tangan 1 Menghangatkan tangan
dan melindungi tangan
dari lecet.
15 Baju Ganti Jumlah menyesuaikan
dengan lamanya
pendakian.
16 Seter (Headlem) 1 Sebagai alat penerangan.
Diusahakan senter dengan
tenaga baterai. Headlamp
lebih disarankan karena
akan mengoptimalkan
pergerakan.
17 Perlengkapan Mandi - Sabun, sikat gigi, pasta
gigi, shampoo
18 Survival Kit - Digunakan Sebagai alat
untuk bertahan hidup
dalam kondisi tak terduga.

1. Daftar isi Survival Kit :


N Perlengkapan Fungsi
O
1 Peniti Untuk menyambung dua buah ponco atau lebih
ketika membuat bivak
2 Jarum Jahit Untuk menjahit, baik kain maupun luka terbuka
untuk sementara
3 Benang Jahit Untuk menjahit, baik kain maupun luka terbuka
untuk sementara
4 Senar Pancing Untuk memancing, membuat jerat
5 Kail Pancing Untuk memancing, dapat juga untuk menjahit
luka
6 Korek Api kayu Untuk membuat api
7 Peluit Untuk memanggil bantuan
8 Lilin Untuk membuat api unggun dan sebagai sumber
penerangan

2. Daftar logistik harian:


NO Nama Logostik
1 1,5 liter air minum
2 150 Gandum
3

3. Daftar isi kotak P3K pribadi :


NO NAMA PERLENGKAPAN P3K
1 Betadine
2 Kapas
3 Kain Kassa
4 Perban
5 Hansaplast
6 Obat Maag
7 Parasetamol
8 Obat Diare
9 Minyak Kayu Putih
10 Salep Memar

4. Peralatan Kelompok :
No NAMA JUMLAH KETERANGAN
PERALATAN
1 Nesting Menyesuaikan Sebagai peralatan memasak. 1
set nesting per 4 orang
2 Kompor Menyesuaikan Sebagai peralatan memasak.
Dapat berupa kompor gas,
kompor parafin, atau kompor
spiritus. Minimal 1 buah per 4
orang
3 Bahan Bakar Menyesuaikan Bahan bakar untuk memasak.
Dapat berupa bahan bakar gas,
parafin atau spiritus. Gunakan
minimal dua jenis bahan bakar
untuk mengantisipasi keadaan
ketika salah satu bahan bakar
tidak dapat digunakan. Jumlah
kebutuhan menyesuaikan
dengan banyaknya anggota
tim dan lamanya waktu
pendakian.Misalnya untuk
bahan bakar gas, kurang lebih
2 tabung gas per 1 hari per 4
orang
4 Parang 1 Digunakan untuk
membersihkan jalur, menebas
ranting, dan memotong kayu

5. Daftar perlengkapan navigasi :


N NAMA
O
1 Peta Kontur
2 Kompas
3 Protaktor
4 Altimeter
5 Pengaris
6 Pena+Pensil

Dalam melakukan sebuah ekspedisi, realisasi dari sebuah perjalanan tidak


selalu sejalan dengan rencana perjalanan yang telah dibuat. Terkadang akan ditemui
medan dan kondisi sulit, sehingga diperlukan beberapa peralatan tambahan. Peralatan
yang telah dijelaskan diatas.

B. Teknik Pendakian
1. Persiapan Sebelum Pendakian
Sebelum melakukan pendakian, perlu dilakukan beberapa persiapan yang
bertujuan untuk mendukung pelaksanaan pendakian sehingga berjalan dengan lancar
dan aman. Persiapan-persiapan tersebut yaitu Pengumpulan data tentang medan yang
akan dihadapi.
Sebelum melakukan pendakian perlu diketahui data – data tentang medan
yang akan dihadapi. Data-data tersebut di antaranya status aktivitas gunung,
keberadaan sumber air, suhu, kondisi jalur yang akan digunakan, cuaca, lokasi yang
aman untuk mendirikan tenda, dan kebudayaan masyarakat setempat.

2. Penentuan tujuan pendakian


Tujuan pendakian perlu ditentukan sebelumnya, apakah pendakian tersebut
ditujukan untuk latihan, wisata, SAR, ekspedisi, atau tujuan yang lainnya. Dengan
menentukan tujuan perjalanan, maka dapat ditentukan bagaimana persiapan fisik yang
harus dilakukan, peralatan dan logistik yang harus dipersiapkan, serta manajemen
perjalanan yang akan dilakukan.

3. Persiapan fisik
Pendakian gunung termasuk ke dalam salah satu olaharaga berat yang
menuntut fisik yang prima. Untuk mendukung hal tersebut, maka diperlukan
persiapan fisik yang memadai. Persiapan fisik yang baik akan menunjang kelancaran
kegiatan pendakian dan menghindarkan anggota pendakian dari cedera fisik.
Persiapan fisik tersebut dapat berupa jogging, push-up dan vertical running. Persiapan
fisik ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu dan medan
yang akan ditempuh.

4. Persiapan mental
Mental adalah kondisi psikologis dari diri seseorang. Persiapan mental yang
buruk sebelum melakukan kegiatan gunung-hutan akan mengakibatkan terganggunya
kelancaran kegiatan tersebut.

5. Persiapan peralatan dan logistik


Peralatan dan logistik yang akan dibawa dalam pendakian disesuaikan dengan
tujuan dari pendakian tersebut, medan yang akan dihadapi, dan lamanya waktu
pendakian.
Setiap peserta kegiatan pendakian diharuskan untuk mengisi checklist
peralatan pribadi, sedangkan pemimpin kegiatan pendakian diharuskan untuk
mengumpulkan serta menyimpan checklist perlengkapan kelompok dan checklist
perlengkapan pribadi seluruh peserta kegiatan pendakian. Checklist peralatan ini akan
menjadi kartu kontrol yang dapat digunakan oleh pemimpin kegiatan pendakian untuk
mengecek kelengkapan peralatan, mengevaluasi kesiapan anggota tim untuk
melakukan survival dalam keadaan terburuk, dan memperkirakan batas waktu anggota
tim untuk bertahan dalam survival tersebut.

6. Rencana manajemen perjalanan


Untuk melakukan pendakian yang baik dan aman, maka diperlukan suatu
perencanaan yang matang tentang manajemen perjalanan yang akan digunakan.
Manajemen perjalanan tersebut meliputi pembagian tugas, manajemen logistik dan
manajemen waktu.
Pembagian tugas terbagi ke dalam dua bagian, yaitu pembagian tugas ketika
berjalan dan ketika melakukan camping. Pembagian tugas ketika berjalan meliputi
leader dan sweeper. Leader bertugas untuk memimpin jalannya pendakian,
menentukan arah berjalan, menjalankan fungsi time keeper, serta menjadi pusat
pengambilan keputusan. Sweeper bertugas untuk memastikan keutuhan komposisi tim
(baik dari segi jumlah dan posisi), memastikan kondisi seluruh anggota tim, dan
berkoordinasi dengan leader terkait dengan kondisi seluruh anggota tim tersebut.
Sedangkan untuk pembagian tugas ketika melakukan camping meliputi tugas
mendirikan dome, memasak, mencari air, dan mencari kayu bakar.

7. Administrasi
Setiap daerah berada di bawah kendali suatu pihak, misalnya Pemda atau
Perhutani, sehingga untuk melakukan kegiatan gunung-hutan pada daerah tersebut
diperlukan izin. Untuk keperluan mengurus izin tersebut biasanya diperlukan
beberapa syarat seperti fotokopi KTP, meterai, dan surat jalan dari organisasi
8. Mengisi lembar kendali operasional
Lembar kendali operasional berfungsi sebagai kartu kontrol bagi seluruh
pengurus Gitapala terhadap kegiatan gunung-hutan yang sedang berlangsung tersebut.
Lembar kendali operasional diisi oleh pemimpin kegiatan dan ditempelkan pada
papan pengumuman Gitapala.

9. Melakukan briefing
Briefing dilakukan selambat-lambatnya satu hari sebelum hari pelaksanaan
kegiatan gunung-hutan. Briefing dipimpin oleh pemimpin kegiatan dan dihadiri oleh
seluruh anggota tim kegiatan gunung-hutan tersebut, Koordinator Divisi Gunung
Hutan, Kepala Bidang Operasional, dan Ketua Umum Gitapala.

C. Pelaksanaan Pendakian
Dalam melaksanakan suatu pendakian, terdapat beberapa hal yang harus
dilakukan dan diperhatikan yaitu Melakukan aklimatisasi minimal selama satu jam.
Kegiatan ini ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi tubuh beradaptasi
dengan kondisi di ketinggian. Kondisi yang dimaksudkan tersebut di antaranya terkait
dengan kondisi suhu, kelembaban udara, dan tekanan udara.
1. Bergerak sesuai dengan kesepakatan komposisi tim.
Anggota tim yang dirasa kurang mempersiapkan fisik sehingga memiliki fisik
yang lebih lemah diposisikan di urutan depan pada barisan setelah leader. Leader
diposisikan pada urutan paling depan dari barisan dan sweeper di urutan paling
belakang.
2. Leader dan sweeper sebaiknya laki-laki.
Laki-laki biasanya akan lebih tenang di dalam menghadapi kondisi sulit.
Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan untuk menunjuk perempuan sebagai leader
atau sweeper apabila dirasa mampu untuk melakukan tugas tersebut selama pendakian
berlangsung.
3. Anggota tim bergerak menurut komando dari leader
Leader memutuskan setiap pergerakan berdasarkan kondisi tim dan kondisi
yang ada di medan. Sweeper memastikan keutuhan dan kondisi seluruh anggota tim
selama di perjalanan dan berkoordinasi dengan leader.Berjalan dengan kecepatan
yang konsisten serta tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
Memperhatikan langkah supaya tidak terlalu menghentak atau menyeret.
Langkah kaki yang menghentak atau menyeret justru akan membutuhkan energy
ekstra. Oleh karena itu, tetap berjalan dengan langkah kaki mantap namun tetap
menapak ringan pada permukaan tanah. Tidak berlari ketika menemui jalan yang
menurun. Berlari akan membutuhkan energy ekstra dibandingkan dengan berjalan.
Selain itu, berlari memiliki potensi bahaya kaki terkilir dan kaki tersandung batu atau
akar pohon.
Apabila terpaksa untuk berhenti di daerah tanjakan, salah satu kaki diposisikan
berada di depan kaki yang lainnya dengan posisi lebih tinggi. Posisi tersebut selain
memberikan keseimbangan pada tubuh juga akan menghemat energy tubuh ketika
akan kembali melangkahkan kaki
4. Memperhatikan jarak antar anggota tim.
Hal ini harus dilakukan dengan lebih intens terutama ketika melakukan
pendakian pada malam hari dan/atau kondisi berkabut.
5. Memperhatikan kondisi sekitar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu pergerakan awan, pergerakan kabut,
pergerakan angin, suhu, keberadaan satwa dan fauna, serta kondisi jalur pendakian.
6. Saling memperhatikan kondisi antar anggota tim.
Memiliki rasa kebersamaan dan saling memiliki antar anggota pendakian akan
sangat memberikan efek yang positif bagi jalannya suatu pendakian. Oleh karena itu,
mengecek secara berkala kondisi fisik dan saling memberikan semangat antar anggota
sangat penting untuk dilakukan.

7. Disiplin terhadap waktu


Diusahakan untuk minum dalam jumlah secukupnya dan dalam interval waktu
yang panjang. Bernafas menggunakan hidung. Ritme bernafas perlu diperhatikan agar
tidak terlalu cepat dan memburu.
Waktu untuk istirahat tidak boleh terlalu lama, maksimal 5 menit. Waktu
istirahat yang terlalu lama akan memberikan kesempatan bagi tubuh untuk
melemaskan kembali otot-otot tubuh dan menormalkan denyut jantung, sehingga
ketika akan melakukan perjalanan kembali tubuh akan kaget dan memerlukan waktu
lama untuk melakukan adaptasi kembali. Istirahat yang terlalu lama biasanya akan
memicu terjadinya kram otot pada kaki dan bahu.
8. Tetap berdiri ketika istirahat.
Istirahat selama pendakian dapat dilakukan dengan tetap berdiri namun posisi
badan membungkuk membentuk huruf L atau juga dilakukan dengan bersandar pada
batang pohon. Posisi istirahat dengan membentuk huruf L akan membantu
mengistirahatkan bahu karena bobot carrier untuk sementara waktu dipindahkan ke
punggung. Duduk ketika istirahat sangat tidak disarankan.
9. Memperhatikan penggunaan jaket.
Apabila selama berjalan menggunakan jaket, maka ketika beristirahat atau
sudah tiba di tujuan, jaket sebaiknya tidak langsung dilepas. Perubahan suhu yang
mendadak akan memicu pada terjadinya kehilangan panas tubuh (hypothermia).

BAB IV
BAHAYA, PENCEGAHAN BAHAYA, DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA
KECELAKAAN DALAM PENDAKIAN GUNUNG

Pendakian gunung adalah suatu kegiatan yang memiliki risiko tinggi. Bahaya, baik
yang berasal dari internal maupun eksternal dari diri pendaki, akan selalu ada dan apabila
pendaki tidak memiliki kemampuan yang cukup akan bahaya tersebut maka kegiatan
pendakian gunung akan menjadi suatu kegiatan yang dihindari.
A. Bahaya dalam Pendakian Gunung
Apabila dikelompokkan, berbagai jenis bahaya dalam kegiatan gunung-hutan dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu bahaya obyektif dan bahaya subyektif.
1. Bahaya Obyektif
Bahaya obyektif merupakan segala bentuk bahaya dan potensi bahaya yang
berasal dari alam dan segala sesuatu yang berada di alam. Factor-faktor yang dapat
menimbulkan bahaya obyektif di antaranya yaitu
a. Kondisi bentuk permukaan bumi
b. Bentuk-bentuk kehidupan
Bentuk kehidupan hewan mulai dari level mikroorganisme hingga binatang-binatang
besar memiliki potensi bahayanya masing-masing Secara umum, potensi bahaya
tersebut yaitu Menimbulkan penyakit, Menularkan penyakit, Beracun bila menyengat,
bersentuhan atau menggigit, Beracun bila dimakan, Berbahaya bila menyerang
(terkait dengan ukuran hewan tersebut) Sifat predator hewan tersebut Mengeluarkan
zat kimia yang membuat rasa tidak nyaman.

Sedangkan untuk bentuk kehidupan tumbuhan, potensi bahaya yang dimiliki antara
lain :
a. Kerapatan vegetasi dapat menghambat pergerakan dan mencederai
b. Kerapatan vegetasi memperpendek jarak pandang dan keleluasaan dalam melakukan
orientasi medan
c. Memiliki duri-duri atau getah beracun yang dapat mencederai
d. Mengandung racun sehingga berbahaya bila dikonsumsi

a) Iklim dan cuaca


Potensi bahaya dari iklim mungkin masih dapat dihindari karena iklim merupakan karakter
dari suatu daerah yang pengulangannya selalu sama setiap tahunnya, sehingga tindakan
preventif seharusnya sudah dilakukan oleh pendaki sebelum melakukan kegiatan di daerah
tersebut.
Tetapi cuaca adalah kondisi yang berkaitan dengan suhu udara, kelembaban, dan
pergerakan udara yang sifatnya selalu berubah sewaktu-waktu. Potensi bahaya yang dapat
ditimbulkan dari ketiga hal tersebut yaitu :

a. Suhu udara tinggi dapat menyebabkan penyakit Heatstroke dan Sunstroke


b. Suhu udara rendah dapat menyebabkan penyakit Hypothermia apabila kondisi
tersebut berkombinasi dengan pakaian yang basah dan pergerakan udara yang cukup
cepat .
c. Angin besar yang mampu mematahkan batang-batang pepohonan dan merusak dome.
d. Curah hujan tinggi
e. Badai
Semakin tinggi suatu tempat berarti tekanan udara semakin rendah dan kandungan oksigen
pada udara semakin tipis. Kondisi ini terkadang mampu menggagalkan system adapatasi
tubuh, sehingga mampu menimbulkan Mountain Sickness.

b) Besaran jarak dan waktu


Semakin panjang jarak dan lama waktu pendakian menuntut rencana perjalanan yang sangat
matang. Rencana perjalanan akan semakin rumit karena banyak hal harus dipertimbangkan
dengan sebaik mungkin. Semakin rumit suatu rencana perjalanan, maka akan semakin besar
faktor kesalahan yang terjadi. Faktor kesalahan inilah yang mampu menjadi potensi bahaya.

c) Gas beracun
Gunung yang masih aktif biasanya akan mengeluarkan gas beracun pada waktu-waktu
tertentu dan pada area-area tertentu pada gunung tersebut.

d) Kondisi sosial budaya


Kesalahan dalam menghargai adat-istiadat dan kepercayaan tertentu dari masyarakat
setempat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman ini akan memicu rasa tidak
suka dan penolakan terhadap kehadiran kita di lingkungan tersebut yang tidak jarang dapat
menimbulkan potensi bahaya tertentu.

B. Bahaya Subyektif
Bahaya subyektif merupakan segala bentuk bahaya dan potensi bahaya yang
berasal dari diri pendaki, baik karena perilaku atau pengambilan keputusan yang salah
sebelum maupun ketika pelaksanaan kegiatan di gunung dan hutan. Faktor – faktor
yang dapat menimbulkan bahaya subyektif di antaranya yaitu

a) Kondisi fisik
Kegiatan gunung-hutan termasuk ke dalam olahraga berat yang menuntut kebugaran
tubuh terutama yang terkait dengan sistem peredaran darah, metabolisme tubuh, daya
tahan tubuh, serta kemampuan tubuh beradaptasi pada cuaca. Kegiatan gunung-hutan
terkadang juga menciptakan siklus kehidupan baru yang tidak teratur dan jauh
berbeda dari siklus kehidupan yang biasanya kita jalani. Semua faktor tersebut
berpotensi menjadi potensi bahaya apabila kebugaran tubuh tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut.

b) Kondisi kemampuan teknis


Berkegiatan di gunung dan hutan menuntut keterampilan untuk dapat bergerak
maupun beristirahat dengan efektif dan efisien. Tidak mendukungnya kemampuan
teknis pelaku kegiatan akan menimbulkan sebentuk potensi bahaya tersendiri.

c) Kondisi kemampuan kemanusiaan (human skills)


Kemampuan yang dimaksud dalam konteks ini di antaranya adalah
kemampuan mengambil keputusan, kecermatan, pengendalian emosi, dan kestabilan
mental. Kesalahan dalam pengelolaan kemampuan ini akan dapat berkembang
menjadi potensi bahaya.

C. Pencegahan Bahaya dalam Pendakian Gunung


Tindakan pencegahan bahaya dalam pendakian gunung pada umumnya dapat
diupayakan melalui hal-hal berikut ini :
1. Melaksanakan semua poin yang tercantum dalam sub bab III.4.1. Persiapan Sebelum
Pendakian
2. Membekali diri dengan kemampuan teknis yang memadai
3. Melaksanakan semua poin yang tercantum dalam sub bab III.4.2. Pelaksanaan
Pendakian.
4. Selalu berdoa dan waspada.

D. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan dalam Pendakian Gunung


JENIS KECELAKAAN TINDAKAN PERTOLONG PERTAMA
Pendarahan  Menekan pada tempat terjadinya
perdarahan dengan menggunakan
kain bersih
 Mengaplikasikan rivanol dan diikuti
dengan povidone iodine pada tempat
terjadinya perdarahan setelah
perdarahan selesai
 Menutup luka dengan menggunakan
kasa steril dan perban
System Pernapasan Berhenti Mendadak Resusitasi Jantung dan Paru
Patah Tulang Immobilisasi dengan pembidaian
Hypothermia  Melepaskan semua pakaian basah
korban dan menggantinya dengan
yang kering
 Memasukkan korban ke dalam
sleeping bag dengan ditemani satu
atau dua orang lain di dalam sleeping
bag tersebut
 Memberikan minuman hangat
 Terus mengajak berbicara korban
 Kondisikan agar korban dalam
keadaan sehangat mungkin
Keracunan  Menohok anak tekak untuk
mengeluarkan sisa makanan yang
masih terdapat di lambung
 Minum teh pekat dan/atau susu
Tergigit Ular  Mengurangi pergerakan
 Membersihkan luka dan
mengaplikasikan Torniquet
 Memberikan obat penawar bisa (bila
ada)
 Mengusahakan agar korban selalu
terjaga
 Membatasi aliran darah dari lokasi
luka ke jantung dengan cara
membebat.
Tersengat Lebah  Oleskan air bawang merah pada luka
berkali-kali
 Tempelkan tanah basah/liat di atas
luka
 Jangan dipijit-pijit
 Tempelkan pecahan genting panas di
atas luka
BAB V
KESIMPULAN

Keselamatan pelaku kegiatan adalah prioritas utama dalam melakukan kegiatan di


gunung dan hutan. Oleh karena itu, penggunaan Standar Operasional Prosedur Divisi Gunung
Hutan MAPASTA sebagai pedoman berkegiatan mutlak diperlukan dalam setiap kegiatan
gunung dan hutan. Komitmen untuk terus menggunakan pedoman tersebut dan menjaga
keutuhan isinya dalam setiap pelaksanaan kegiatan perlu dimiliki oleh setiap anggota
MAPASTA.

Anda mungkin juga menyukai