Anda di halaman 1dari 6

PERJALANAN GUNUNG DAN RIMBA

I. Pendahuluan
Tidak dipungkiri lagi bahwa kegiatan alam bebas (outdoor activity) terutama mendaki gunung, akhir
– akhir ini peminatnya semakin bertambah. Walaupun mendaki gunung bukan “barang baru” lagi, tetapi
masih banyak orang yang masih memandang sebagai kegitan yang aneh dan selalu mengundang keingin
tahuan dan pertanyaan. Memang membanggakan, bila kita berhasil dalam suatu hal yang orang lain jarang
dapat atau mau melakukannya. Kepuasan batin akan terpenuhi, itulah manfaat spiritual yang akan kita
peroleh, disamping kesehatan jasmani yang akan kita peroleh. Olahraga di alam bebas menuntut kondisi
fisik dan mental yang tangguh serta diperlukan kematangan berfikir dalam menghadapi atau memecahkan
masalah kritis. Secara tidak langsung kegiatan ini mendidik manusia untuk mencintai alam lingkungannya
dan akan lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Pada saat itu kita menyadari betapa kecil
manusia dihadapan-Nya.
Mendaki gunung adalah kegiatan yang berisiko tinggi. Kegiatan ini selalu mengutamakan percaya
diri, naluri solidaritas keberanian keuletan mencintai lingkungan dan tentu saja keinginan berpetualang,
sehingga disampng di tuntut fisik yang baik, pengetahuan tetang karakter, kondisi geografi dan tehnik
mendaki juga diperlukan. Jika tidak aktifitas ini hanyalah akan “ lelah “ dan ajang bunuh diri saja.

II. Manajemen Pendakian


Baik buruknya hasil suatu kegiatan tergantung dari persiapannya begitu juga dengan mendaki
gunung banyak persiapan yang harus kita lakukan diantaranya adalah:
A. Rencana Perjalanan
Langkah awal setelah diputuskan gunung mana yang akan didaki adalah mengumpulkan data atau
informasi tentang gunung tersebut. Bagaimana kondisi medanya, keadaan cuacanya,
Lama perjalanan sampai puncak, transportasi, perizinan dan lain sebagainya. Informasi ini bisa
diperoleh dari media massa, orang yang pernah mendaki gunung tersebut atau bertanya ke instansi yang
terkait atau dari internet. Setelah informasi ini diperoleh kemudian dipelajari, dengan demikian kita akan
bisa memperkirakan alat apa saja yang kita butuhkan, jumlah logistik, lama waktu pendakian serta biaya
yang akan kita butuhkan.

B. Peralatan
Agar pendakian dapat berjalan lancar, perlatan yang baik dan standar sangat kita perlukan. Berikut
ini beberapa macam perlenkapan yang umumnya kita perlukan:
a. Carrier (rangsel)
Rangsel yang baik adalah yang kuat, ringan dan tidak sakit dibahu atau dipunggung atau
secara umum dapat dikatakan bahwa rangsel tersebut dapat menyatu dengan bentuk punggung serta
tahan air (waterproof).
b. Sepatu
Jenis sepatu yang baik yaitu sepatu yang dapat menutup mata kaki, sol sepatu terbuat dari
karet dengan kembangan/gigi yang dalam, bahannya kuat tetapi masih memberikan sirkulasi udara
yang cukup serta tidak terlalu berat.
c. Jaket
Jaket yang baik mampu menjaga kehangatan tubuh kita, bisa terbuat dari wool atau kapas.
Jangan memakai dari bahan yang mudah menyerap dingin jens misalnya.
d. Ponco/jas hujan
Berfungsi sebagai pelindung dari hujan. Terdapat dua jenis, yaitu yang berupa baju dan celana
atau yang berupa lembaran persegi panjang. Masing-masing memiliki kelebihan dan fungsi sendiri-
sendiri.
e. Kantong tidur
Berfungsi untuk menjaga agar badan tetap hangat apabila kita tidur digunung. Kantong tidur
perlu dipilih yang praktis, ringan dan tidak terlalu besar. Bisa terbuat dara kapas atau wool, tetapi yang
terbaik terbuat dari bahan down atau duvet yaitu bulu-bulu halus dari unggas akuatik, biasanya unggas
atau bebek. Bahan ini mampu menjaga kehangatan badan kendati suhu udara mencapai titik dibawah
nol derajat celcius.
f. Tempat air
Sangat perlu dibawa karena biasanya di gunung kita kesulitan mendapatkan air bersih.Tempat
air perlu dipilih yang praktis dan tahan terhadap panas, besarnya sesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi gunung.
g. Kompor lapangan
Bentuknya kecil dan sangat peraktis untuk dibawa kemana-mana. Bisa yang berbahan bakar
padat (seperti parafin), cair (metanol,spitus), gas
h. Misting
Misting atau panci kecil serbaguna diperlukan apabila kita memasak makanan digunung.
Biasanya terbuat dari aluminium yang tahan panas dan ringan, praktis.
i. Tenda
Digunakan untuk tempat berteduh dan melindungi kita dari udara luar serta kemungkinan
binatang liar. Perlu dipilih dari bahan yang ringan, praktis, dan tahan terhadap hujan atau udara dingin.
j. Obat-obatan
Ini tidak bisa kita abaikan begitu saja, karena penting untuk menjaga segala kemungkinan yang
akan terjadi. Terutama mereka yang menderita penyakit khusus dan memerlukan obat yang khusus
pula.
k. Senter
Sebagai alat penunjang apabila kita melakukan perjalanan malam (alat penerang) perlu juga
membawa baterai dan bohlam cadangan.
l. Pisau
Diplih yang praktis dan serbaguna, misalnya: pisau komando.
m. Alat navigasi
(protaktor, kompas, alat tulis, busur 360, penggaris, peta topografi guningyang didaki)
n. Kaos tangan dan lain-lain.

Perlengkapan tersebut diatas adalah perlengkapan minimum yang harus kita usahakan dalam
pendakian. Tetapi tentu saja kita perlu juga sesuaikan dengan kondisi gunung yang akan kita daki.
Bisa saja kita perlukan perlengkapan tambahan lain seperti termometer, balaclava atau juga
geitter.Tetapi mungkin juga kita tida perlukan hal itu, hanya saja perlengkapan yang kita bawa pun
harus disesuaikan dengan kapasitas carrier dan kemampuan fisik kita. Karena beban atau peralatan
yang berlebihan justru akan menggagu kelancaran perjalanan kita.

C. Logistik (kalori makanan)


Mendaki gunung memerlukan energi yang tidak sedikit. Okeh karena itu makanan yang kita bawa
haruslah mengandung kalori yang cukup untuj energi kita. Selain itu juga harus praktis dan tahan lama
seperti : coklat batangan, roti dan mie kering. Minuman juga jangan diabaikanapalagi gunung yang didaki
terjal dan tandus. Dari hasil penelitian ternyata fisik pendeaki dapat terganggu karena kurangnya cairan
dalm tubuh (dehdrasi). Akan lebih baik lagi kalau air yang dibawa mampu memberikan sumbamgan kalori,
jadi tidak hanya mampu menghilangkan rasa haus. Perlu diingat, jangan membawa minuman beralkohol.
Karena minuman ini dapat menyebabkan pembulu darah kulit mengembang, sehingga udara dingin dapat
peluang masuk. Lagi pula minuman beralkohol dapat menyebabkan kondisi yang kurang baik atau mabuk.

D. Catatan Perjalanan
Mendaki gunung melibatkan semua golongan otot besar, sehingga membutuhkan kekuatan yang
cukup baik. Tenaga tidak digunakan untuk naik turun saja, tetapi juga digunakan untuk mengangkat beban
dan menembus hutan lebat. Belum lagi kalau tersesat, tenaga ekstra tentu saja dibutuhkan. Untuk itu perlu
diadakan latihan terprogam agar otot-otot kita kuat dan mempunyai daya tahan tubuh yang baik. Selain itu
perlu juga melatih persendiaan kita agar dapat bergerak dengan leluasa.

E. Persiapan fisik
Informasi tentang keadaan medan dapat memberikan gambaran tentang kebutuhan kekuatan fisik.
Kita dapat melakukan program latihan dimana melibatkan minimal dua latihan inti. Badan bagian atas
seperti punggung, bahu dan lengan serta badan bagian bawah seperti kaki dan betis. Untuk melatih badan
bagian atas bisa dengan push up, scotsh jump, senam dan angkat beban. Sedangkan untuk badan bagian
bawah dapat dengan jogging atau bersepeda.
III. Tehnik Pengepakan
Disamping perlu mempersiapkan perlengkapan dan persiapan fisik serta mental yang baik, dalam
mendaki gunung perlu juga kita mengetahui tehnik sederhana menata barang-barang kita dalam satu
tempat. Tehnik pengepakan semacam ini biasa disebut packing. Pengetahuan semacam ini diperlukan
agar kenyaman selama perjalanan semakin terjamin, apalagi kalau perjalanman jauh yang membutuhkan
waktu lebih dari satu hari.
Langkah awal setelah semua barang yangt dibawa kita kumpulkan adalah memisahkan barang-
barang tersebut sesuai dengan jenis barang. Masukkan barang- barang yang mudah pecah dalam tempat
khusus yang bisa melindunginya dari benturan. Kalau ransel yang kita bawa tidak tahan air masukkan
semua jenis barang kedalam kantong plastik seperti pakaian, jaket, sleeping bag dan lain sebagainya.
Kemudian sendirikan barang- barang tersebut sesuai dengan berat dan tingkat keprluaanya.
Dalam memasukkan barang-barang tersebut dalam rangsel mulailah dari yang paling ringan
sampai yang paling berat agar beban yang kita bawa dapat terbagi dengan seimbang, jadi beban tidak
tidak bertumpu pada satu tempat saja. Barang-barang yang sewaktu-waktu diperlukan seharusnyalah
ditempatkan pada tempat-tempat yang mudah terjangkau. Sehingga bila diperlukan secepatnya tidak usah
membongkar semua barang, barang-barang tersebut seperti senter, tempat air minum, jas hujan, obat-
obatan, dan tenda. Usahakanlah jangan sampai ada tempat-tempat kosong, kalau perlu tekan sekuat-
kuatnya agar semua barang bisa masuk dan nampak lebih padat. Manfaatkan tempat seefisien mungkin
karena barang yang kita bawa tentunya tidak sedikit.
Selain itu kenyamanan, tehnik pengepakan ini bisa juga merupakan seni tersendiri; bagaimana
membuat packing itu tampak indah dipandang mata dengan tempat yang sedikit (rangsel) sementara
barang yang di pecking tidak sedikit. Salah satu seni mengepak adalah
memasukkan matras dalam rangsel pada sisi vertikalnya. Maksud dari cara ini adalah agar bentuk ransel
semakin jelas dan halus.

IV. Tehnik Berjalan


Berjalan dipunggung gunung berbeda dengan berjalan dijalan aspal. Berjalan dipunggung gunung
memerlukan tehnik khusus, karena disamping curam, terjal, dan berliku-liku juga biasanya hanya berupa
jalan setapak yang hanya bisa dilewati satu-satu.
Awal berjalan mulailah dengan lanakah-langkah kecil, setelah mengerti medan, irama berjalan bisa
dipercepat tetapi masih teratur. Karena langkah yang terlalu cepat dan dipaksakan akan menguras tenaga
sehingga cepat lelah. Sebagai contoh, kalau berjalan dimedan datar anda dapat berjalan dengan langkah -
langkah panjang dan cepat. Tetapi pada medan curam dan terjal, berjalanlah dengan langkah-langkah
pendek dan teratur. Melintas jalan digunung jangan dengan berlari-lari, apalagi dimedan yang berliku dan
curam. Resikomya terlalu besar. Berjalanlah sesuai dengan kemampuaan masing-masing dan nikmatilah
pemandangan alam untuk mengurangi rasa lelah setelah lama berjalan.
V. Penyakit Gunung
Pada dasarnya penyakit yang kemungkinan muncul pada saat mendaki gunung adalah faktor-faktor
yang dapat diperhitungkan selanjutnya. Pendaki yang sudah mempersiapkan segalanya akan lebih mudah
dan mampu mengantisipasi kemungkinan daripada pendaki yang belum siap.
Salah satu penyakit yang sering menghambat kelancaran pendaki adalah mountai sicness. Di
Indonesia sering diartikan penyakit gunung atau panyakit ketinggian. Penyakit ini timbul karena pengaruh
kadar oksigen yang semakin menipis (hypoksia) dan mulai menyerang pada ketinggian 2000 m dpal, tetapi
bagi yang kesegaran jasmaninya baik gejala ini mulai terasa pada ketinggiaan kurang lebih 4000 m dpal.
Pendaki yang terkena hypoksia akan memiliki gejala seperti pusing, sesak nafas, tidak nafsu makan, mual,
munak, kedinginan, badan terasa lemas, jantung berdenyut lebih cepat, ngantuk tapi tidak bisa tidur pucat
serta kuku dan bibir terlihat kebiru-biruaan. Penanggulangan yang dapat dilakukan adalah dengan
mengistirahatkan penderita agar kebutuhan tubuh akan oksigen dapat berkurang. Gejala tersebut diatas
akan dapat berkurang setelah beristirahat selama lebih kurang 24 jam. Tetapi kalau penderita masih belum
cukup kuat, langkah yang terbaik adalah turun dari ketinggiaan tersebut. Keseluruhan gejala ini umumnya
akan berkurang setelah ketinggiaan dikurangi 500dan 600 m vertikal dari tempat semula.Cara ini adalah
dengan bantuaan pernafasan melalui tabung oksigen. Tetapi biasanya jarang sekali menggunakan kecuali
pada pendakian yang diatas 7000 m dpal.

VI. Bahaya Suatu Pendakian


Banyak yang kita ketahui tentang keberhasilan sekelompok pendaki di gunung es yang
dikategorikan tempat yang mustahil untuk didaki. Tetapi tak sedikit pula yang terdengar adalah berita
tentang kecelakaan yang menimpa suatu pendaki gunung,padahal gunung yang didaki termasuk biasa
saja. Sebab apa hal itu biasa terjadi ?
Mendaki gunung memang banyak bahaya, tetapi secara garis besar menyebabkan kecelakaan
digunung atau bahaya hanya ada dua faktor saja. Faktor pertama adalah kecelakaan subyektif (subjektive
danger), artinya adalah kecelakaan yang disebabkan oleh pendaki itu sendiri. Misalnya, kondisi fisik yang
kurang prima, peralatan yang minim, kurang pengetahuaan dan lain sebagainya. Faktor kedua adalah
bahaya yang berasal dari obyek pendakian (faktor alam). Bahaya obyektif (obyektive danger) ini dapat
berupa badai, tanah longsor, gas beracun dan lain sebagainya.
Kecelakaan pendaki gunung yang umumnya terjadi di Indonesia adalah berasal dari subyek.
Sedangkan bahaya obyek tidak terlalu besar. Gunung di indonesia hanya dipengaruhi oleh dua musim,
musim kemarau dan musim hujan. Suhu rata-ratanyapun masi diambang normal. Secara umum bahaya
obyek ini masih bisa diperhtungkan, meskipun tidak semudah memperhitungkan faktor pertama tadi.
Memang nyang namanya kecelakaan bisa terjadi dimana saja dan kapanpun. Manusia hanya bisa
bertindak hati-hati, tetapi kalau Tuhan menentukan lain kita tak bisa berbuat apa-apa. Tetapi minimal kita
harus selalu berhati-hati dan bersiap mengantisipasi apa yang akan terjadi, sehingga resiko kecelakaan
akan terkurangi.
VII. Penutup
Secara umum penyebab ketidak lancaran suatu pendakian sebagian besar berasal dari faktor
pendaki sendiri.Fisik yang tidak prima, peralatan minim dan kurangnya pengetahuaan tentang karakter
alam serta tehnik mendaki gunung menjadi hal yang sangat diperlukan. Hal ini berarti sebelum
mengadakan pendakian kesiapan kita harus menjadi perioritas perhatian utama.
Mendaki gunung beresiko tinggi, tetapi kalau sudah mempersiapkan diri dengan baik resiko ini
dapat dikurangi. Kegiatan yang sering dikatakan aneh dan tiadak bermanfaat ini akan berubah menjadi
aman dan bermanfaat serta menyenangkan.

Anda mungkin juga menyukai