Anda di halaman 1dari 69

Di Kutip dan Di sadur dari beberapa Sumber

Oleh :
KRAT. PRIYOHADINAGORO
Baca Ini Sebelum Mndaki Gunung!
Mendaki gunung adalah kegiatan yang digemari oleh para traveler saat ini.
Keindahan alam yang menakjubkan tersaji di depan mata. Namun semua itu akan
berubah menjadi malapetaka jika tidak dipersiapkan dengan baik.

Mendaki gunung menjadi kegiatan alam bebas favorit saat ini. Banyak para traveler yang mencoba menikmati
salah satu kegiatan ekstrim ini.

Mendaki gunung merupakan salah satu kegiatan digemari kalangan traveler saat
ini. Didukung letak geografis Indonesia yang yang berada pada titik pertemuan
tiga lempeng tektonik (tectonic plate) yang saling bertabrakan yaitu Lempeng
Eurasia, Lempeng Indo Australia dan Lempeng Pasifik, banyak destinasi gunung
yang dapat didaki. Setiap gunung di Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi
para traveler.
Usia bukanlah halangan untuk melakukan kegiatan di alam bebas ini. Beberapa
tahun belakangan banyak berita duka yang tersiar oleh media akibat kecelakaan
ketika mendaki gunung. Perlu diketahui bahwa mendaki gunung adalah kegiatan
yang sangat ekstrim dan memerlukan persiapan yang sangat matang. Sebenarnya
risiko kecelakaan ketika mendaki gunung dapat diminimalisir jika sobat
travelermengetahui manajemen pendakian yang baik. Pada intinya manajemen
pendakian terdiri atas tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pasca
kegiatan.
Mungkin tulisan ini akan terlihat membosankan karena akan sangat panjang.
Namun begitulah analogi ketika akan mempersiapkan pendakian. Terkesan ribet
tapi inilah safety procedure-nya. Apa saja sih persiapannya?
1. Riset! Riset! Riset!

Riset peta adalah salah satu contoh dalam melakukan kegiatan riset. Riset peta berguna untuk mengetahui jalur
yang akan didaki.

Riset atau dalam bahasa Inggris disebut research adalah hal yang wajib
dilakukan sebelum mendaki gunung. Riset di sini meliputi riset lokasi
pendakian, transportasi, cuaca, biaya administrasi SIMAKSI (Surat Izin Masuk
Kawasan Konservasi), dll. Di era teknologi informasi yang sangat canggih saat
ini, informasi sangat mudah untuk didapatkan. Para travel blogger banyak yang
menuliskan cerita pendakiannya hingga memudahkan untuk mendapatkan
informasi. Selain itu, sobat traveler dapat bertanya dengan teman yang sudah
pernah mendaki di suatu gunung. Information sharing it’s important to do!

2. Kenali Teman Jalanmu!

Mendaki gunung idealnya dilakukan secara tim. Dalam mendaki usahakan agar selalu bersama.

Mendaki gunung adalah kegiatan yang dilakukan secara tim. Satu tim berisi
minimal tiga orang. Dalam tim pendakian, mengenal satu sama lain adalah
satu hal yang harus dilakukan. Misalnya setiap orang dalam tim harus
mengetahui riwayat penyakit satu sama lain. Gunanya adalah tim dapat
mempersiapkan obat-obatan khusus bagi penderita penyakit tertentu. Juga obat-
obat yang bersifat umum. Dalam tim, juga usahakan mengajak seseorang yang
menguasai basic outdoor skills. Basic outdoor skills mencakup navigasi darat,
pengetahuan medisar (medis, search and rescue) dan komunikasi lapangan.
Setelah sudah kenal dengan teman satu tim, usahakan mendaki dengan sistem
jalan yaitu leader, middle, dan sweapper. Jangan berjalan saling mendahului.
Tetap berjalan dalam tim!

3. Persiapkan Perlengkapan!

Sebelum mendaki gunung, perlengkapan wajib dicek kelengkapan dan kelayakannya. Seperti tenda, pastikan dapat
berdiri dengan sempurna.

Mendaki gunung memerlukan perlengkapan standar pendakian yang harus


dibawa. Perlengkapan ini berguna untuk memudahkan dan melindungi sobat
travelerdalam mendaki gunung. Perlengkapan mendaki gunung memang sangat
banyak tapi inilah salah satu harga mati yang harus dibayar untuk kegiatan yang
bersifat ekstrim ini. Perlengkapan terdiri dari dua kategori yaitu perlengkapan
pribadi dan perlengkapan tim. Perlengkapan pribadi meliputi carrier (ransel),
sepatu trekking, kaos kaki, pakaian jalan, celana jalan, sarung tangan,
headlamp/senter, baterai cadangan, jas hujan, topi, sleeping bag (kantung
tidur), jaket, matras, kompas, peta, pakaian ganti, obat-obatan pribadi, trash
bag (plastik sampah), sandal, dan korek api. Sementara perlengkapan tim
meliputi tenda, flysheet, tali rafia, kompor masak (hi cook dan trangia), gas,
spiritus, nesting, kamera, dan plastik sampah.Perlengkapan minimal ini wajib
dipenuhi bagi sobat traveler yang akan mendaki gunung.

4. Logistik 4 Sehat 5 Sempurna!

Manajemen logistik adalah hal yang menjadi titik ekstrim yang


mempengaruhi keberhasilan dalam mendaki gunung. Pemenuhan gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk mengantikan kalori yang terbuang ketika perjalanan
mendaki. Setiap orang memiliki kebutuhan kalori yang berbeda tergantung jenis
kelamin, umur, tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh, dan aktifitas
sehari-hari seseorang. Banyak yang keliru ketika mendaki gunung hanya cukup
membawa mie instan. Hal itu sangat fatal jika dilakukan karena mie instan tidak
memenuhi kebutuhan kalori ketika mendaki gunung. Makanan yang dibawa
idealnya mencakup 4 sehat 5 sempurna. Makanan yang mencakup 4 sehat 5
sempurna adalah makanan yang mengandung karbohidrat, protein, dan
vitamin. Daging, sayur-sayuran, susu, biskuit, beras, roti, dan buah-buahan adalah
logistik yang wajib dibawa ketika mendaki gunung untuk memenuhi kebutuhan
kalori tubuh. Pemilihan logistik dapat disesuaikan dengan waktu pendakian yang
akan ditempuh. Ketahanan suatu makanan dapat mempengaruhi jenis logistik
yang dapat sobat traveler bawa ketika mendaki.

5. Latihan Fisik!

Untuk persiapan fisik sebelum mendaki gunung, sobat traveler dapat melakukan jogging agar pernafasan dan
kekuatan otot dapat terlatih.

Mendaki gunung adalah kegiatan yang memerlukan fisik yang prima.


Perlengkapan dan logistik yang sobat traveler bawa ketika mendaki sudah tentu
akan membuat fisik akan kepayahan. Namun jika dibarengi dengan latihan fisik
sebelum melakukan perjalanan maka perjalanan akan terasa lebih nyaman.
Sebelum mendaki gunung, sobat traveler memerlukan latihan yang cukup. Salah
satu latihan fisik yang dapat dilakukan adalah jogging. Jogging membuat
jantung lebih kuat hingga aliran darah dan pernafasan menjadi lebih lancar. Selain
itu jogging membuat otot paha, kaki, dan punggung lebih kuat. Jogging dapat
dilakukan mininal tiga kali sebelum sobat traveler mendaki gunung. Selain itu,
latihan fisik yang dapat dilakukan adalah muscle strength. Muscle strength
meliputi push up, sit up, pull up, dan back up. Muscle strength berguna untuk
meningkatkan kekuatan otot tubuh.
6. Packing!

Packing atau mengemas adalah salah satu kunci yang menentukan keberhasilan dalam mendaki gunung. Cara
packing mempengaruhi distribusi berat beban dalam carrier yang dipakai dalam mendaki.

Packing atau mengemas barang bawaan adalah sebuah seni. Layaknya seni,
fungsi terapan (guna) dan artistik menjadi pertimbangan dalam
packing. Packing sendiri bertujuan untuk memasukkan barang-barang bawaan ke
dalam carrier (ransel) dengan efektif dan efiesien. Berdasarkan observasi saya,
banyak pendaki yang keliru dalam mengemas barang. Barang-barang banyak yang
bergelantungan di luar ransel. Usahakan hanya barang-barang seperti matras,
botol minum, tripod, dan payung yang berada di luar. Pembagian beban juga
harus diperhatikan dalam mengemas barang. Hal ini bertujuan agar beban
dapat terdistribusi di bagian seluruh bagian badan. Pembagian beban
dilakukan berdasarkan berat barang dan skala prioritas penggunaan barang.
Barang seperti tenda, pakaian ganti, sleeping bag diletakkan di bagian bawah
ransel. Minuman botol, alat masak, makanan diletakkan di bagian tengah ransel.
Sedangkan makanan ringan, jaket, flysheet, dan barang yang bersifat segera
diletakkan di bagian atas ransel. Sekali lagi ditegaskan, packing adalah seni. Seni
untuk media berekspresi agar mendaki gunung menjadi lebih indah dan nyaman.

7. Bawa sampahmu!

Pada weekend biasanya gunung akan ramai didaki. Keramaian ini beresiko akan mengotori alam jika sampahnya
tidak dibawa turun kembali.

Gunung merupakan salah satu anugerah Tuhan yang sangat indah. Namun
pada realitanya banyak sampah yang berserakan di atas gunung. Sungguh miris!.
Satu prinsip dalam bergiat di alam bebas adalah take nothing but picture, leave
nothing but footprint, and kill nothing but time. Salah satunya adalah leave
nothing but footprint. Ini kutipan yang sangat jelas. Jangan tinggalkan sesuatu
kecuali jejak. Idealnya bawalah turun sampah yang sobat traveler bawa ketika
mendaki gunung. Jangan berharap ada orang yang berbaik hati untuk melakukan
operasi bersih gunung. Mulailah menjaga kebersihan dan kelestarian alam
dari diri sendiri. Biarkan generasi yang akan datang dapat menikmati sejuk dan
indahnya gunung. Bukan malah tumpukan sampah di atas gunung.
Demikian beberapa tips yang dapat sobat traveler baca dan terapkan sebelum
mendaki gunung. Mendaki gunung dapat menjadi kegiatan yang menyenangkan
jika dipersiapkan dengan baik. Alangkah senangnya jika kita dapat menjelajahi
gunung-gunung di Indonesia dengan persiapan yang matang. Mari mendaki
gunung -dengan aman-!

MANFAAT MENDAKI GUNUNG


Mengukur Sifat Dan Watak
Mendaki gunung juga bisa untuk menilai sifat dan watak kita reka-rekan kita atau
anggota kelompok kita. Sifat dan watak tiap orang sudah jelas berbeda. Coba kita
mendaki bersama-sama disitu akan kelihatan tipe pemarah, penyabar, egois,
sembrono, siapa yang punya sial atau rasa setia akan nampak. Biasanya tidak
disadari oleh tiap individu, kalau watak dan sifatnya sedang ditonjolkan . Dalam
perjalanan biasanya satu dua kilometer masih bersama-sama, tapi lambat laun
akan muncul pribadi-pribadi lain. Disini kita harus menyadari bahwa manusia
mempunyai kekurangan dan kelemahan tidak perlu sok bila tidak kuat bantu dong
yang lemah dan bila kita lebih bantu yang kurang, sehingga kelompok kita akan
tetap kokoh

Wisata
Setelah sekian lama kita peras untuk berfikir dan bekerja di suasana keramaian
kota, bising dan penuh polusi, nah kenapa tidak kita dekatkan dengan alam. Kita
bisa berolah raga sambil berwisata mendaki gunung yang mempunyai panorama
yang asli alami.

Melatih Fisik Dan Mental


Kita sering berlatih fisik dan mental melalui cabang-cabang olah raga. Mungkin
juga kita pernah bertanding atau berlomba dan kita ditonton, disoraki dan di
dukung. Tapi beda dengan melatih fisik dan mental melalui olah raga mendaki
gunung. Sambil berjalan menikmati pemandangan dan hawa yang sejuk, kita ukur
ketahanan fisik kita

Sekarang oleh alam kita ditonton dan soraki oleh pohon dan semak yang
bergoyang. Seringkali jalanan turun kemudian naik, lurus turun berbelok-belok
hingga fisik semakin melemah. Kalau sudah mengeluh disitulah biasanya mental
menurun. Itulah ujian fisik dan mental bertarung dengan alam. Dengan sering
jalan-jalan naik gunung mental dan fisik kita jadi terlatih.

Pijat Refleksi
Dengan mendaki gunung tanpa disadari bahwa tapak kaki kita terpijat secara
refleksi, pijat refleksi adalah pengobatan alternatif yang ampuh dan aman, praktis
serta murah tanpa efek samping, selain mencegah dan menyembuhkan penyakit
seperti ginjal, paru-paru, atau jantung bahkan seluruh tubuh.

Mensyukuri Kebesaran Tuhan


Tuhan menciptakan segala apa yang ada didunia ini bagi kepentingan umatNya,
maka kita wajib mensyukuri dan menikmatinya. Untuk melihat kebesaran Tuhan
dan merasa dekat dengan NYa, berdirilah dipuncak gunung. Kita akan melihat
hamparan panorama yang begitu indah. Dengan demikian kita selalu merawat dan
memelihara ciptaan Tuhan ini demi keperluan kita sampai anak cucu kelak.
Menguak Misteri Penghuni
Gunung Lawu
BLOKBERITA -- Berbicara tentang
misteri yang menyelimuti Gunung
Lawu, seolah tidak ada habisnya. Selain
keberadaan kabut misterius yang
senantiasa menaungi sisi barat gunung
ini, masih banyak hal yang terkait
dengan misteri gunung yang berada di
perbatasan wilayah Propinsi Jawa
Timur dan Jawa Tengah ini. Dan salah satunya adalah binatang-binatang yang
diyakini sebagai binatang gaib penunggu kawasan ini.
Misteri yang menyelimuti Gunung Lawu sendiri terjadi karena ada keyakinan
bahwa gunung ini adalah punjer atau titik pusat yang menjadi penyeimbang
energi di tanah Jawa.
Sehingga kemudian masyarakat meyakini
bahwa gunung ini memancarkan energi
yang sangat besar, yang berperan dalam
menetralisir energi negatif di seluruh
wilayah Pulau Jawa. Karena itulah,
Gunung Lawu selanjutnya dipilih sebagai
tempat ritual khusus oleh para penguasa
tanah Jawa.
Mulai dari Prabu Airlangga, Prabu
Brawijaya hingga para raja pecahan
Mataram saat ini, dikabarkan selalu memilih Gunung Lawu sebagai tempat
untuk mencari petunjuk secara gaib. Bahkan khusus untuk Prabu Brawijaya V,
yang merupakan Raja Majapahit terakhir, dirinya memutuskan untuk
menghabiskan masa hidupnya dengan menjadi pertapa di gunung ini.
Sedangkan raja-raja Mataram terutama Kasunanan Surakarta Hadiningrat,
secara rutin selalu mengadakan labuhan atau larung sesaji di puncak gunung ini
setiap tahun. Tujuannya adalah sebagai bentuk ucapan rasa syukur terhadap
Sang Penguasa Alam, termasuk penguasa gaib Gunung Lawu.
Gunung Lawu sendiri memiliki ketinggian 3265 meter di atas permukaan laut.
Gunung ini disebutkan memiliki tiga puncak yang sampai saat ini diyakini
penuh dengan misteri. Dan misteri dari puncak-puncak itu terkait dengan
keyakinan bahwa di sanalah para tokoh sakti jaman dulu melakukan tapa brata
hingga kemudian muksa.
Masih dipertahankannya kearifan budaya lokal di kawasan Gunung Lawu,
membuat berbagai peninggalan bersejarah di tempat ini tetap terjaga. Dan hal
itu diyakini semakin menguatkan pancaran energi dari Gunung Lawu. Karena
itulah ada keyakinan bahwa energi dari gunung ini adalah syarat mutlak bagi
para pemimpin di tanah Jawa.
Artinya bahwa siapapun yang ingin jadi pemimpin di Jawa atau bahkan
Indonesia, jangan sampai lupa untuk menjalankan ritual di Gunung Lawu.
Bahkan tetap bertahannya berbagai situs peninggalan bersejarah di gunung ini
juga diyakini tak lepas dari peran para penghuni gaibnya. Yang salah satunya
adalah binatang-binatang gaib penghuni kawasan ini. Sebab para penjaga gaib
inilah yang berperan dalam mempertahankan keutuhan alam dan pancaran
energi yang ada di kawasan Gunung Lawu.

Penjaga Gaib
Gunung Lawu memang dihuni berbagai jenis binatang. Mulai dari beragam
jenis burung, primata sampai mamalia besar dan kecil bisa dijumpai hidup di
kawasan Gunung Lawu. Namun dari sekian banyak jenis binatang itu,
masyarakat sekitar Gunung Lawu meyakini adanya tiga jenis binatang yang
dianggap sebagai binatang gaib.
Yaitu Macan Lawu, Burung Jalak Lawu serta Kiyongko, sejenis kelabang
raksasa endemik Gunung Lawu.
Untuk macan Lawu atau harimau yang hidup di Gunung Lawu, termasuk jenis
macan tutul dan saat ini diduga populasinya masih cukup banyak. Karena pada
saat-saat tertentu, keberadaan binatang buas ini masih diketahui oleh warga
sekitar Gunung Lawu, melintas di kawasan ini. Bahkan di beberapa tempat,
binatang ini juga dikabarkan kerap memangsa ternak milik warga.
Namun harimau yang satu ini bukanlah sosok yang dimaksud sebagai penjaga
gaib Gunung Lawu. Sebab, meski memang endemik Gunung Lawu, namun
binatang tersebut keberadaannya memang nyata. Sehingga terkadang masih bisa
dilacak keberadaannya.
Sedangkan sosok harimau gaib yang
disebut-sebut sebagai penjaga Gunung
Lawu konon berjenis harimau Jawa dengan
ciri kulit tubuh bermotif loreng.
Keberadaan harimau yang satu ini memang
disebut-sebut telah punah. Sehingga dalam
beberapa peristiwa kemunculannya, hal itu
dipandang sebagai sebuah kejadian mistis.
Disebut demikian, karena dalam beberapa peristiwa yang dialami warga sekitar
Gunung Lawu, kemunculan harimau ini selalu diikuti dengan hal-hal yang
bersifat mistis. Di antaranya adalah kemunculannya dalam kondisi
menggendong mayat ataupun muncul di beberapa tempat keramat.
Untuk harimau yang satu ini, memang diyakini bukan binatang biasa. Karena
keberadaannya dikaitkan dengan sosok penguasa gaib Gunung Lawu, yaitu
Sunan Lawu. Bahkan karena begitu istimewanya binatang yang satu ini,
beberapa punden yang ada di kawasan Gunung Lawu, juga menempatkan sosok
harimau ini sebagai salah satu danyangan. Sehingga kemudian juga
diperlakukan secara khusus oleh para pelaku ritual yang datang ke tempat itu.
Salah satu punden yang menempatkan sosok macan Lawu sebagai
danyangan adalah komplek punden Eyang Boncolono, yang berada di sekitar
kawasan Cemara Kandang. Di sini sosok harimau yang diwujudkan dalam
sebuah patung berukuran besar mendapat sebutan Eyang Singo Sinebahing
Dilah. Dan sebagai sosok yang dikeramatkan, punden ini selalu menjadi salah
satu jujugan para pelaku ritual, selain di cungkup Eyang Boncolono sendiri.
Macan Lawu sendiri diyakini sudah ada sebelum sosok Sunan Lawu ada. Sebab
binatang ini diduga sebagai salah satu penjaga gaib kawasan Gunung Lawu.
Karena itulah, dia akan muncul saat ada orang-orang yang berniat jahat.
Seperti konon saat pasukan Kerajaan Demak mengejar Prabu Brawijaya V yang
mengungsi ke Gunung Lawu.
Jenis binatang yang kedua adalah burung jalak Lawu, yang kerap muncul
mengikuti para pendaki saat melakukan perjalanan menuju puncak Gunung
Lawu. Jalak Lawu sendiri sebenarnya sosok
mahluk yang nyata. Artinya dia memang
benar-benar salah satu jenis burung endemik
Gunung Lawu.
Bagi para pendaki yang menjelajah kawasan
Gunung Lawu, keberadaan burung yang
masuk dalam keluarga Turdus Poliocephalus itu memang sangat membantu.
Sebab dia akan menunjukkan jalan ke arah puncak Gunung Lawu, sehingga
para pendaki tidak tersesat.
Dan hal yang sama konon juga dialami oleh Prabu Brawijaya saat memutuskan
menghabiskan masa hidup Gunung lawu. Begitu masuk kawasan gunung ini,
dia disambut oleh seekor buruk jalak gading sebutan lain jalak Lawu.
Burung ini lantas berubah wujud menjadi seorang manusia yang mengaku
bernama Wangsa Menggala, dan selanjutnya mengantarkan Prabu Brawijaya
menuju puncak Gunung Lawu.
Cerita inilah yang kemudian membuat sosok burung jalak Lawu mendapatkan
pandangan yang istimewa bagi masyarakat di sekitar Gunung Lawu. Yang mana
tidak ada orang yang berani mengusik kehidupan burung ini. Sehingga
membuat burung ini tidak pernah takut dengan kehadiran manusia di dekatnya.
Perilaku unik burung jalak Lawu yang nyaris tidak pernah takut dnegan
keberadaan manusia di sekitarnya ini, juga semakin menguatkan keyakinan
bahwa burung ini bukanlah burung biasa. Masyarakat semakin meyakini kalau
burung tersebut memang jelmaan sosok penjaga gaib Gunung Lawu. Yang akan
menuntun siapa saja yang berniat baik, menuju ke puncak Gunung Lawu.
―Salah satu syarat agar selamat saat naik ke Gunung Lawu adalah hati yang
bersih. Sebab kalau tidak, maka bukan tidak mungkin akan dapat musibah yang
salah satunya tersesat. Dan bagi mereka yang memang berniat baik, biasanya
akan dipandu oleh jalak Lawu, sehingga tidak tersesat. Makanya tidak ada
orang yang berani mengganggu keberadaan burung itu,‖ jelas Joko Polet, ketua
Karanganyar Emergency kepada hariankota.com belum lama ini.
―Kalau ada orang yang berani mengganggu atau bahkan membunuh burung ini
(Jalak Lawu), maka bisa dipastikan dia akan tersesat, meskipun sebenarnya
sudah hapal jalan di kawasan Gunung Lawu. Namun bagi mereka yang sudah
kerap datang ke Gunung Lawu, pasti akan mematuhi peraturan tidak tertulis
yang berlaku di kawasan ini, yang salah satunya tidak mengusik keberadaan
burung jalak Lawu,‖ sambung Joko Polet.

Kiyongko Selain harimau dan burung jalak Lawu, di Gunung Lawu juga ada
satu jenis binatang lagi yang diyakini sebagai sosok penjaga gaib kawasan
ini, yaitu kiyongko. Kiyongko sendiri adalah salah satu keluarga serangga
dari jenis kelabang. Namun berbeda dengan kelabang pada umumnya, tubuh
kiyongko jauh lebih besar dan bisa mencapai panjang hingga lebih dari 30 cm.
Hal lain yang membedakan dengan kelabang pada umumnya, adalah bentuk
tubuh kiyongko yang cenderung membulat, beda dengan tubuh kelabang yang
pipih. Ruas tubuh kiyongko juga tidak terlalu banyak, sehingga jumlah kakinya
terlihat lebih sedikit, meskipun ukurannya lebih besar.
Kiyongko juga diyakini memiliki bisa yang sangat kuat. Bahkan di ujung-ujung
kakinya juga terdapat bisa yang bisa membuat lumpuh mangsanya. Dan hal lain
yang menjadi perbedaan paling mencolok antara kiyongko dan kelabang adalah
kemampuannya berdiri dan meloncat seperti seekor ular. Yang mana hal itu bisa
memudahkannya dalam menangkap mangsa.
Keyakinan bahwa kiyongko adalah salah satu binatang gaib penjaga Gunung
Lawu tak lepas dari legenda yang berkembang di kawasan ini. Yang konon
menceritakan bahwa dahulu di lereng Gunung Lawu pernah hidup sosok pertapa
sakti yang bernama Ki Ageng Sabuk Janur.
Pada suatu ketika desa tempat tinggal Ki Ageng Sabuk Janur tiba-tiba
mengalami kekeringan. Sumur serta sungai mengering, tanaman banyak yang
mati dan upaya warga untuk mencari sumber air juga tidak berhasil. Hal ini
akhirnya mendorong Ki Ageng Sabuk Janur untuk turun tangan.
Dari penyelidikan yang dilakukannya, ternyata sumber air yang selama ini
mengairi pemukiman warga tertutup sebongkah batu berukuran sangat besar.
Dan di bawah batu itu melilit seekor kelabang raksasa yang menjaganya.
Kelabang berukuran sebesar batang pohon kelapa itupun langsung menyerang
Ki Ageng Sabuk Janur, saat disuruh meninggalkan batu tempat tinggalnya.
Pertempuran dahsyat pun terjadi di antara keduanya hingga berhari-hari. Hal ini
terjadi karena selain berukuran sangat besar, kelabang itu diceritakan sangat
kuat dan sakti. Sehingga Ki Ageng Sabuk Janur sampai kewalahan
menghadapinya.
Namun akhirnya dengan senjata andalannya berupa cemeti atau cambuk dari
janur (daun kelapa), Ki Ageng Sabuk Janur berhasil mengalahkan kelabang
tersebut. Binatang itupun selanjutnya memindahkan batu besar yang menutupi
sumber air, serta menjadi pengikut Ki Ageng Sabuk Janur.
Oleh Ki Ageng Sabuk Janur, kelabang yang oleh masyarakat setempat disebut
Kiyongko itu diperintahkan menjaga kawasan Gunung Lawu, terutama di
wilayah perairannya.
Kisah legenda pertempuran Ki Ageng Sabuk Janur dengan kiyongko juga
diwujudkan dalam bentuk kesenian tari yang menjadi salah satu kesenian
andalan wilayah Kecamatan Ngargoyoso.
Dan kesenian yang dimainkan secara kolosal inipun kerap ditampilkan dalam
berbagai ajang kebudayaan baik di tingkat lokal maupun nasional.
Sampai saat ini binatang kiyongko masih kerap terlihat di sekitar bongkahan-
bongkahan batu yang ada di sepanjang jalur sungai yang ada di kawasan
Gunung Lawu. Namun demikian, sosok binatang ini diyakini sangat bernuansa
mistis. Sebab bila sengaja dicari, keberadaannya tidak akan pernah bisa
ditemukan. Meski sebelumnya terlihat di suatu tempat.
―Kemunculan kiyongko cenderung bernuansa mistis. Sebab dia hanya muncul
sekehendak htinya sendiri. Bahkan saat kita berusaha mencarinya di suatu
tempat yang selama ini kita yakini sebagai tempat tinggalnya, maka sampai
kapanpun kita tidak akan pernah menemukannya,‖ ungkap Joko Polet.
Pria 60 tahunan yang akrab disapa Pak Po ini juga mengatakan bahwa
kemunculan kiyongko pada dasarnya sebagai sebuah bentuk peringatan
terhadap para pengunjung Gunung Lawu agar tidak merusak lingkungan,
terutama kawasan sumber air. Dengan demikian maka kelestarian lingkungan di
kawasan gunung ini senantiasa terjaga dengan baik.
― Kalau di sekitar sungai sampai ada kiyongko yang keluar, berarti kawasan di
mana kiyongko itu muncul adalah kawasan yang harus dijaga. Sehingga jangan
sampai kita melakukan hal-hal yang bersifat merusak di tempat itu. Sebab
kiyongko ini akan siap menyerang. Dan kalau sampai meyerang, bisa dipastikan
nyawa taruhannya. Karena bisa kiyongko ini sangat kuat,‖ sambung Pak Po.
Karena itulah sebagai orang yang hampir tiap saat keluar masuk kawasan
Gunung Lawu, Pak Po mengingatkan agar senantiasa menjaga perilaku saat
hendak berpetualang di Gunung Lawu. Hendaknya senantiasa menjaga
lingkungan, agar terhindar dari kemungkinan buruk. Yang muncul akibat
serangan mahluk-mahluk gaib, penjaga Gunung Lawu. (gram/hariankota)

Teka-Teki Kyai Jalak &


Sunan Lawu
Kyai Jalak
Surya Kaping 11, Oktober 2011. Pukul 03.00 wib
sampailah di Cemoro Sewu wilayah Magetan,
Jatim), merupakan Posko 1 pendakian Gunung
Lawu. Pada saat hendak ke Puncak Lawu
sesampai di Sanggar Pamelengan Bawarasa
lokasi muksa KPH Condronegoro (Kerabat
Keraton Kasunanan Surakarta). Di lokasi itulah
terjadi momentum sejarah dan momentum
spiritual, saat di mana terjadinya pertemuan
pertamakalinya dengan Kyai Jalak. Kyai Jalak
berwujud mirip burung jalak khas Gunung Lawu.
Namun warna bulunya agak berbeda, karena
jalak Lawu berwarna hitam pekat, sedangkan
Kyai Jalak warna bulunya coklat tua gelap, denga
paruh dan kaki berwarna kuning gading. Kyai
Jalak tampak menghampiri keberadaan kami,
bertengger di dahan yang hanya berjarak sekitar 2
meter dari tempat kami berdiri. Ketika saya
ulurkan tangan, mengejutkan sekali ternyata burung Jalak itu hinggap di telapak
tangan. Hanya beberapa detik lalu meloncat ke tanah dan berjalan menyusuri
tanah. Kami ikuti saja karena burung itu tampak menuntun atau
memandu membawa kami untuk memasuki halaman Sanggar Pamelengan
Bawarasa. Burung itu menunjukkan sesuatu. Lalu mengitari batu hitam besar,
kami ikuti. Setelah itu dia hinggap di dahan, matanya menatap kami sangat
tajam. Lalu kami pejamkan mata mencoba berinteraksi secara batin.
Pada saat saya ambil foto dan video setelah saya putar ternyata tidak jadi, tidak
keluar gambarnya alias gagal total ! Karena saya ingin sekali
mengabadikannya, maka sesampai di rumah hanya bisa saya lukis atas apa yang
telah terekam di benak memori atas peristiwa itu, dan hasilnya sedemikian rupa
seperti dapat para pembaca saksikan sendiri. Sanggar Pamelengan
Bawarasa pun yang tampak bukan seperti fisik aslinya. Lukisan itu merupakan
visualisasi memori saya yang merekam noumena atau fakta metafisik.

Kyai Jalak & Sejarah Muksa Prabu Brawijaya V

Peristiwa itu menjadi pengalaman istimewa sekaligus pembuktian bahwa cerita


soal Kyai Jalak dan Sunan Lawu yang diyakini masyarakat sebagai penjaga
Gunung Lawu bukanlah sekedar mitologi atau dongeng. Melainkan bisa
berwujud nyata (mangejawantah) dan sungguh-sungguh ada dan terjadi. Kyai
Jalak merupakan saudara muda (adik) Sunan Lawu. Pada kesempatan itu kami
sempat terjadi interaksi dan dialog singkat yang berisi keterangan amat sangat
berharga bagi saya pribadi. Kyai jalak memiliki nama asli Wangsa Menggala,
sedangkan Sunan Lawu nama aslinya Dipo Menggolo. Beliau berdua
merupakan penguasa/sesepuh wilayah lereng Gunung Lawu pada sekitar 6 abad
yll. Pada saat Sang Prabu Brawijaya 5 yang didampingi dua
orang pamomongnya yakni Ki Sabdo Palon dan Ki Noyo Genggong hendak
mencari tempat pamuksan, beliau berdua lah yang telah mengantar dan
menunjukkan jalan kepad Prabu Brawijaya V untuk menemukan tempat yang
tepat untuk muksa. Beranjak dari Cemoro Sewu, naik ke arah puncak Lawu
melalui parit dan tanjakan curam, membabat gerumbul hutan, hingga sampailah
pada salah satu puncaknya, yang disebut sebagai Hargo Dalem (berada pada
ketinggian -+ 3000 mdpl).
Di sanalah Sang Prabu melakukan muksa, melebur raga dengan sukma,
menyatukannya dengan ngelmu panunggalan, pangracut, warangka manjing
curiga untuk menggapai kasampurnan jati. Sementara itu setelah Sang Prabu
Brawijaya 5 muksa, kedua orang spiritualis (pamomong raja-raja besar
Nusantara) itu melanjutkan pendakian hingga sampai pada Puncak Hargo
Dumiling sekitar 3200mdpl. Di situlah beliau berdua melakukan muksa.
Puncak Hargo Dumiling tepat di bawah puncak Lawu Hargo Dumilah yang
berada pada ketinggian 3265 mdpl. dan menyusul Sang Prabu ke ―tempat
samar‖ mangeja-alus ing papan samarmejadi Ki Lurah Semar
Badranaya sambil berjanji kelak setelah 500 tahun lebih sedikit akan
kembali mangejawantah, untuk mendampingi momongannya yang
bertugas njejegake soko guru bangsa. Sebagaimana pralampita yang termaktub
dalam serat Jongko Joyoboyo―petikan serat tangan‖, bahwa kembalinya Ki
Sabdapalon dan Nayagenggong akan ditandai dengan meletusnya Gunung
Merapi hingga terbelah menjadi dua (sigar) di tengah kawahnya (letusan tahun
2010), dan Surabaya tersambung dengan Madura (jembatan Suramadu).
Puncak Hargo Dumilah (3265 mdpl) merupakan puncak tertinggi Gunung
Lawu, di mana pada saat musim kemarau suhu di malam hari bisa mencapai
minus 5 derajat celsius. Posisinya hanya bersebelahan dengan Pasar
diyeng yang disebut juga dengan ―pasar setan‖ karena saking
banyaknya penghuni titah alus di sana. Di bawah pasar diyeng dan
puncak Hargo Dumilah terdapat sendang drajat. Di Sendang Drajat itulah
(selain Puralaya Agung Kotagede dan Imogiri), menjadi salah satu tempat
panggemblengan bagi calon presiden RI, agar menjadi presiden yang bersifat
ayom, ayem, tentrem, mampu memberikan berkah agung untuk bangsa dan
negaranya.

Dewi Untari & Kupu-Kupu Misterius

Kembali lagi soal Kyai Jalak (mbah Jalak) dan Sunan Lawu (mbah Lawu).
Setelah beliau menunjukkan jalan kepada Prabu Brawijaya 5, singkat cerita,
beliau diperintahkan oleh Sang Prabu bila kelak mereka berdua raganya mati,
akan ditugaskan untuk menjadi penjaga Lawu sebagai ―pelaksana harian‖ di
bawah naungan Sang Penjaga utama yakni Dewi Untari keturunan dari Dewi
Nawangsih. Dewi Nawang Sih adalah putri tunggal Ki Ageng Tarub dengan
Dewi Nawang Wulan yang diperistri oleh Raden Bondan Kejawan (Putra Prabu
Brawijaya). Dengan kata lain, Dewi Untari mulai menjadi penjaga Gunung
Lawu pada sekitar abad 15 atau silsilahnya kira-kira dua generasi (cucu) setelah
Parbu Brawijaya 5. Pada saat mendaki ke Gunung Lawu, seringkali dilihat
kupu-kupu berwana dominan hitam, namun di tengah kedua sayapnya terdapat
bulatan besar berwarna biru mengkilap. Kupu-kupu itu menjadi pertanda
kehadiran Anda disambut (diijinkan) oleh Penjaga Utama Gunung Lawu.
Biarkan kupu-kupu itu hinggap di kepala atau pundak Anda, dan mengikuti
perjalanan Anda untuk beberapa saat lamanya. Jangan menganggu, mengusir
dan membunuhnya. Tidak ada larangan dan pantangan bila ingin memotret,
asalkan Anda bisa memotretnya. Pada kenyataannya seperti diakui oleh banyak
pendaki, memang sekali memotret kupu-kupu itu walau kadang tampak sangat
jinak dan tidak takut oleh keberadaan manusia.
Nah, bagi para pendaki, biasanya sudah memahami etika saat bertemu Kyai
Jalak, yakni tidak boleh mengganggunya. Apalagi mencelakai dan
mengusirnya. Munculnya Kyai Jalak di hadapan para pendaki, bukan
bermaksud mau mencelakai, justru sebaliknya akan menjaga dan menjadi
penunjuk jalan bagi para pendaki. Sebaliknya jika diganggu atau dicelakai
biasanya si pendaki akan tersesat bahkan terperosok jurang atau hilang masuk
ke dimensi metafisik. Karenanya wajar lah Gunung Lawu menyimpan segudang
misteri. Sering pula terjadi kasus hilangnya para pendaki, tanpa meninggalkan
jejak dan tidak ditemukan jasad korbannya.
Menurut sedulur penjaga posko 1 Cemoro Sewu, Mas Soleh Lawu, hilangnya
para penaki karena masuk ke dimensi metafisik. Saya akhirnya membuktikan
sendiri ternyata benar apa yang dikatakan oleh Mas Soleh (yang
asli Cirebon itu). Mas Soleh ―terdampar‖ sampai di Gunung
Lawu karena mengikuti petunjuk gaib dari Cirebon, untuk pergi
ke arah timur, kemudian sampailah di Pasarean Ki Ageng
Giring di daerah Sodo, Kec. Giring, Kab Gunung Kidul
Yogyakarta untuk beberapa tahun lamanya singgah di
sana. Hingga pada suatu ketika mendapat perintah Ki Ageng
Giring untuk pergi lagi ke arah timur, hingga kini Mas Soleh
menjadi ―sing mbahureksa‖ posko 1 Cemoro Sewu. Hidupnya
untuk manembah kepada Gusti, dengan cara menyatu dan
berselaras dengan alam. Mas Soleh membaktikan hidupnya
untuk melindungi hutan dari kebakaran, menjaga hutan agar
tetap bersih bahkan seringkali menolong para pendaki yang tersesat, sakit atau
ikut mengevakuasi jika ada korban jiwa. Perjalanan ke timur Mas Soleh telah
menemukan apa sejatinya hidup.
Begitulah cara Mas Soleh menggapai hidup yang sejati, hidupnya telah berguna
memberikan penghidupan dan kehidupan bagi seluruh makhluk tanpa pilih-
kasih, baik dari kalangan bangsa manusia, hewan, tumbuhan, dan mahluk halus
penghuni sekitar Gunung Lawu. Sekalipun jauh dari simbol-simbol kesalehan
agama semitis abrahamik, namun menurut saya pribadi, karena mampu
berharmoni dengan alam, dan menjadikan tumbuhan, binatang, gunung sebagai
gurunya, maka layaklah mas Soleh menjadi mursyid sejati bagi siapapun yang
tidak suka menghina dan memandang sebelah mata kepada sesama titah urip.
Serta bagi siapapun yang terbuka pola pikir dan mata hatinya. Apalagi gurunya
mas Soleh adalah guru paling jujur. Alam semesta, binatang, dan tumbuhan
telah mengajarkan kepada kita semua sebuah kejujuran yang paling mulia.
Semoga Bermanfaat

Salam Karaharjan
Sumber : https://sabdalangit.wordpress.com/2012/08/17/teka-teki-kyai-jalak-sunan-lawu/
Gunung & Kekuatan Supra
Sing sapa wae menawa tansah memetri paugeran, bakal terwaca, permana
lan waskitha, temah suket godhong dadi rewang, ati sumeleh, seger bregas
kuwarasan, ati bungah sumringah, cukup bondo dunya, sugih ngelmu lan
wicaksana, wilujeng karahayon, ayem tentrem kerta raharja, idu geni yen
paring dunga pengestu mesthi manjur lan temomo.
Kaitan Antara Karakter Alam dan Karakter Masyarakat
Nusantara tempat kita hidup ini merupakan teritorial yang memiliki
keistimewaan luar biasa. Kekayaan alamnya, yang terkandung dalam bumi
mulai dari kesuburan tanah, keragaman flora dan fauna, kontur tanah, struktur
geologi, kualitas geodesi, dan kekayaan maritimnya. Terlebih lagi bila kita
sejenak menoleh ke belakang, memahami dan melihat secara obyektif kondisi
bumi pertiwi pada masa lalu. Bukan sekedar konon, namun jejak-
jekan kehebatan bumi pertiwi yang masih tersisa bisa kita lihat hingga sekarang
ini.
Nusantara secara geologis merupakan ―ring
of fire‖ terdiri dari barisan bukit berderet
dari wilayah Sabang sampai Merauke. Di
antara barisan bukit-bukit itu terdapat
ratusan gunung berapi aktif dan non-aktif.
Gunung purba maupun yang baru lahir
menunjukkan regenerasi dan dinamika alam
yang luar biasa. Banyak pula deretan
gunung api purba yang sampai sekarang
masih aktif misalnya gunung Merapi di
sebelah utara wilayah Jogjakarta. Ratusan gunung berapi itu masing-masing
mempunya karakteristik dan pola letusan yang berbeda-beda, serta masing-
masing memiliki kontur perbukitan yang berbeda-beda pula. Kondisi fisik
alamiah itu menimbulkan cirikhas karakter penduduk Nusantara. Sedangkan
perbedaan masing-masing wilayah Nusantara melahirkan beragam karakter
sosial budaya berupa sub-kultur pada masyarakat yang ada di sekitar gunung
maupun yang ada di wilayah daratan rendah.
Karakteristik setiap masyarakat sekitar gunung dibentuk oleh adanya pola-pola
interaksi antara masyarakat dengan lingkungan alam sekitarnya. Dari adanya
interaksi yang intensif antara masyarakat dengan lingkungan alam dalam
jangka waktu ribuan bahkan jutaan tahun, telah menghasilkan sistem budaya,
adat istiadat, tradisi, dan kebiasan masyarakat yang di dalamnya terangkum
nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang begitu luhur. Keunikan budaya
sungguh berbeda dari budaya masyarakat yang tinggal di wilayah 4 musim, sub
tropis maupun wilayah gurun. Karakter alam yang berbeda akan menentukan
karakter penduduk dan corak budayanya serta sistem kepercayaan masing-
masing masyarakat. Itulah sebabnya mengapa karakter agama sangat diwarnai
oleh karakter masyarakat dan budaya di mana agama itu berasal. Dipandang
dari perspektif perspektif sosiologis agama atau sistem keyakinan merupakan
bagian dari sistem budaya, karena dihasilkan oleh budaya selama beberapa
waktu lamanya.
Paugeran & Daya Magis Nusantara
Meskipun gunung-gunung yang terhampar di
permukaan bumi Nusantara mempunyai
keberagaman karakteristik, namun hampir semua
gunung yang ada di Nusantara ini memiliki
kesamaan nilai spiritualnya. Setiap gunung
memiliki aura magis atau kesakralan dengan
kadar yang berbeda-beda yang telah diakui
setidaknya oleh masyarakat sekitar yang sehari-
harinya terjadi interaksi dengan kehidupan di
sekitar pegunungan di mana masyarakat
menggantungkan hidupnya dari berkah yang
dikeluarkan oleh gunung dan lingkungan alamnya.
Oleh sebab itu nilai-nilai magis atau kesakralan
yang sudah tertanam dalam kesadaran kosmos
masyarakat sekitar gunung tidak dapat dihapus oleh peubahan zaman maupun
upaya-upaya desakralisasi melalui propaganda dan hasutan macam manapun.
Sekuat apapun propaganda dan hasutan maupun pemahaman spiritual dan
budaya yang keliru akan berbenturan dengan hukum tata keseimbangan alam di
wilayah itu. Cepat atau lambat pemahaman keliru, propaganda, hasutan akan
semakin keras berbenturan dengan fakta dan bukti-bukti yang setiap saat
dialami dan disaksikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Maka tak
heran meskipun nilai-nilai modernitas, westernisasi dan indoktrinasi begitu
gencar menggempur nilai kearifan lokal, namun masih masyarakat dengan
sikap yang begitu kuatnya mematuhi setiap paugeran, karena paugeran
bukanlah omong kosong melainkan berisi nilai-nilai kearifan lokal yang tidak
lain merupakan pelajaran berharga atas berbagai bukti dan fakta, baik yang
bersifat nyata maupun gaib.
Apa yang kita yakini biasanya kita jadikan sebagai ―obor penunjuk jalan‖. Yang
harus kita waspadai adalah, apa yang sekedar kita yakini belum tentu
merupakan fakta dan realitas. Mudah membuktikan apakah sesuatu yang kita
yakini merupakan fakta atau mitos. Apabila hal-hal yang kita yakini TIDAK
sesuai dengan kebenaran fakta dan realitas maka kita merasakan hidup seperti
bermain judi atau spekluan. Segala sesuatu terasa tanpa ada kepastian. Mata
batin terasa buta, tidak tahu bagaimana nasibnya di hari ini, apalagi esok hari.
Oleh sebab itu untuk menanggulangi kecemasan atas ketidakpastian itu,
biasanya Tuhan Mahatahu sekedar menjadi pelarian untuk menyandarkan segala
kegundahan hati. Dalam keadaan seperti ini disadari atau tidak dalam telah
membangun pola pikir dan sikap apatis. Manusia seolah menjalani hidup
dengan tanpa bisa menentukan pilihan. Karena kekuasaan Tuhan menentukan
segalanya, bahkan jam berapa mau kentut dan be-ol saja diserahkan Tuhan yang
mengatur. Ini menjadi blunder saat menganalisa perilaku menyimpang atau
tindak kejahatan. Lantas pola pikir itu pula yang dijadikan alasan pembenar
yang dicari-cari untuk melegitimasi tindakan konyolnya. Dapat digarisbawahi,
bilamana apa yang kita yakini sesungguhnya hanyalah mitos (dongeng imajiner)
akan menjauhkan diri dari berkah alam semesta, karena sikap dan tindak-
tanduk kita semakin menjauh dari karakter alam dan hukum tata keseimbangan
alam. Ia cepat atau lambat dalam hidupnya akan mengalami berbagai benturan
dan himpitan lahir maupun batin.
Sebaliknya jika apa yang diyakini merupakan sesuatu yang sesuai dengan fakta
dan realitas, hal itu ditandai hidup kita tidak lagi seperti bermain judi
(spekulasi). Kita menjalani hidup ini dengan penuh kepastian. Hari ini akan
selamat atau akan ada bahaya mengancam, kita akan bisa menangkap tanda-
tanda dan peringatan sebelumnya. Kita merasakan hidup dengan penuh berkah
sebagai konsekuensi logis atas tindakan kita yang selalu selaras dan harmonis
dengan lingkungan alam.
Benarkah Gunung Memiliki Kekuatan Supra ?
Saya pribadi termasuk orang yang tidak mudah percaya, tidak suka ela-elu, anut
grubyuk, atau taklid dst. Tidak puas hanya dengan cara sekedar mengimani saja
atas semua yang dikatakan atau ujare, jarene, ceunah ceuk ceunah. Saya ragu,
tetapi keraguan yang metodis, yakni keraguan untuk tahu apa yang
sesungguhnya terjadi. Saya akan mengakui dan percaya bila saya benar-benar
menjadi saksi dengan mata wadag maupun batin. Lama saya berfikir apa benar
gunung selalu menjadi tempat yang sakral, penuh kekuatan magis, natural dan
supernatural powernya besar ? Bagaimanapun juga memanfaatkan daya nalar
atau akal budi akan lebih baik ketimbang membiarkan emosi untuk memahami
suatu kebenaran fakta. Jika saya menggunakan keyakinan saja, saya akan
terjebak pada sikap menuhankan emosi. Dan saya tidak mentabukan
seseorang yang cenderung mengandalkan nalar, karena di samping kesadaran
rahsa sejati, kesadaran nalar atau akal budi merupakan salah satu instrumen
yang handal untuk melihat dan menilai suatu kebenaran sejati dan memilih
mana yang baik (selaras dengan hukum alam) dan buruk (melawan hukum
alam). Sebaliknya, emosi tidaklah bisa diandalkan untuk menganalisa karena
emosi tidak berdasarkan nalar melainkan dengan unsur emosi : rasa suka atau
tidak suka, senang atau tidak senang, puas atau tidak puas. Emosi lebih
menekankan pada sentimen sementara nalar lebih menekankan pada sikap
toleransi.
Puluhan tahun lamanya saya melakukan survey, penelitian langsung ke banyak
gunung-gunung yang bercokol di muka bumi Nusantara ini. Hingga membawa
pada kesimpulan bahwa benar adanya, jika gunung-gunung dianggap memiliki
kekuatan besar dan penuh kesakralan. Dengan begitu, saya semakin menyadari
akan sikap para leluhur bumi putera Nusantara di masa lalu hingga sekarang,
terutama Kraton-kraton yang masih eksis menjadikan gnung sebagai salah satu
tempat sakral dan sarana pemujaan (penghormatan) kepada Sang Jagadnata
beserta seluruh makhluk penghuninya. Bahkan alasan mengapa tempat
peristirahatan terakhir, dan peristiwa muksa yang terjadi di masa lalu lebih
sering dilakukan di puncak-puncak gunung dan bukit, kini terjawab sudah.

Kenapa Gunung Disakralkan ?


Jika orang menyakralkan gunung hendaklah bukan semata berdasarkan cerita
mitos atau mitologi bukan pula dongeng pengantar tidur anak kecil saja. Kecuali
bagi yang masih kurang terbiasa akrab dan mencintai lingkungan alam, dan
yang belum sungguh-sungguh memahami karakter lingkungan alam tentu akan
sulit memahaminya. Untuk itu saya coba membantu pemahaman melalui
pendekatan rasional dan faktual sejauh yang dapat saya alami dan rasakan
sendiri selama ini. Saya juga mengharapkan supaya seluruh pembaca yang
budiman yang memiliki pengalaman soal pergunungan khususnya di Nusantara
ini untuk berbagi pengalamannya dengan harapan dapat menambah lengkap
ulasan kita kali ini dalam upaya mengenali karakter gunung khususnya, dan
karakter Nusantara pada umumnya. Tak kenal maka tak paham, tak paham
maka tak sayang, orang yang tak sayang maka akan cenderung membuat
kerusakan alam. Di sinilah harapan saya agar generasi penerus bangsa ini
sadar untuk menghentikan segala macam perusakan alam.
Saya berani menyimpulkan, rata-rata gunung yang ada di Nusantara ini baik
yang masih aktif maupun yang sudah lama non aktif memiliki daya magis yang
kuat. Penduduk pribumi Nusantara pada umumnya percaya akan adanya getaran
magis yang menyelimuti gunung. Dahulu saya pribadi masih meragukan hal itu.
Hingga pada akhirnya setiap pengalaman demi pengalaman yang telah saya
dapatkan membuat saya lebih mengenali karakter gunung dan memahami apa
yang sebenarnya terjadi. Lebih mengenal dan lebih memahami gunung tenyata
dapat membawa kita pada kesadaran kosmos yang lebih tinggi sehingga dapat
bermanfaat untuk membangun sikap yang lebih arif dan bijaksana bagi siapapun
juga dalam mengambil sikap dan berbuat sesuatu. Ya, gunung menjadi salah
satu guru bagi kehidupan yang saya jalani. Karena gunung adalah guru yang
paling jujur.
Dari mana asal muasal daya magis suatu gunung ? Saya memberanikan diri
untuk membuat suatu kesimpulan bahwa daya kekuatan itu tidak lain berasal
dari hukum keselarasan dan keseimbangan alam. Hukum alam telah
menempatkan pegunungan sebagai tempat yang menyimpan kumparan energi
dari dalam bumi maupun dari permukaan bumi. Di mana di dalam perut gunung
tersimpan kekuatan magma dan panas bumi yang lebih kuat dari dataran rendah.
Kekuatan alam itu memancar hingga ke puncak gunung, badan dan kaki gunung
dengan tingkat energi yang berbeda-beda. Gunung dengan selimut hutan
belantara menjadikannya sebagai rumah tinggal seluruh makhluk. Ragam
mahluk hidup mulai dari bangsa manusia, bangsa ―halus‖, ragam tumbuhan
hingga binatang. Gunung yang selalu diselimuti hutan belantara yang hijau
menjadi pabrik yang memproduksi oksigen. Sehingga fungsi gunung sebagai
tempat konservasi alam sebagai lumbung air dan oksigen yang dibutuhkan oleh
seluruh mahluk hidup.
Kekuatan alam semesta yang lebih besar menyelimuti seluruh badan gunung.
Bagian gunung yang lebih tinggi ternyata memiliki daya kekuatan yang lebih
besar pula. Semakin mendekati puncak gunung semakin besar pula kekuatannya.
Dan sepertinya pada bagian kawah gunung menjadi kumparan energi yang
paling besar. Saya pribadi kemudian menyadari, mengapa rata-rata gunung
semakin ke puncak auranya semakin wingit ? Termasuk pula para penghuninya
bukanlah sembarang mahluk hidup, mereka mahluk hidup pilihan baik titah
wadag maupun alus. Selain karena daya supernatural powernya, karena
memang tidak setiap mahluk hidup mampu bertahan dan bisa bertempat tinggal
di kawasan puncak gunung. Hanya mahluk hidup tertentu dan pilihan saja yang
mampu bertempat tinggal di kawasan sekitar kawah atau puncak gunung.
Setidaknya hal ini menjawab tanda-tanya selama ini mengapa di pegunungan
selalu ditinggali mahluk halus yang memiliki kekuatan dan kemampuan relative
tinggi. Mengapa pula di puncak-puncak gunung tidak pernah tampak mahluk
halus setingkat kuntilanak, pocongan, sundel bolong dan sejenisnya? Tetapi
lebih banyak mahluk halus yang lebih sulit dilihat dengan mata visual namun
mudah dirasakan besarnya daya kekuatan dan kemampuan mereka. Apa
jawabannya akan saya jabarkan dalam alenia di bawah ini.
Memahami Gunung Melalui Simbol
Dilihat dari keadaan fisiknya, bentuk gunung yang kerucut dapat diartikan
sebagai lambangkan kesadaran akan ketuhanan. Di bagian bawah atau kaki
gunung lebih lebar melambangkan keberagaman ―jalan” menggapai kesadaran
spiritual. Hal ini tersirat dalam bentuk nasi tumpeng yang sering kita dapati
dalam tradisi Jawa. Di bawah lebar dan di bagian atas mengerucut
melambangkan suatu makna bahwa sekalipun terdapat keberagaman ―jalan”
spiritual namun pada dasarnya menuju pada tujuan yang tunggal yakni
menggapai kemuliaan yang Mahatunggal (Tuhan). Tunggal adalah makna
bahwa tuhan sebagai sesuatu yang tak terbatas dan tak dapat dihitung. Jika
disebutkan tuhan adalah satu, sama halnya tuhan dapat dihitung dan terbatas
karena bilangan satu merupakan bilangan terbatas dan dapat dihitung. Jika
tuhan didefinisikan sebagai yang tak terbatas maka lebih tepat menggunakan
istilah tunggal, bukan satu.
Di puncak gunung terdapat kawah sebagai tempat keluarnya unsur api dari
dalam bumi. Api atau agni di puncak kawah gunung menjadi simbol
spiritualitas yakni pusat unsur kehidupan yang berasal dari api atau diistilahkan
sebagai Bethara Bhrama yang mengendalikan unsur hidup di dalam api itu
sendiri. ―Partikel‖ hidup yang terdapat di dalam api oleh masyarakat disebut
sebagai banaspati. Akan tetapi agni atau api berasal dari dalam bumi, artinya
unsur api yang menghidupi kehidupan itu ada dalam diri kita sendiri. Sebab
alam semesta merupakan jagad besar sementara diri kita adalah jagad kecil.
Puncak gunung dapat diartikan pula sebagai cakra mahkota, di mana letak
kendali kesadaran kosmos berada. Dalam tradisi spiritual masyarakat Jogja atau
Kraton Jogja dikenal spiritus AUM, atau Agni~Udaka~Maruta atau api, tanah,
angin dan air. Dilambangkan dalam rangkaian unsur alam yang mengelilingi
Jogjakarta yakni Merapi (Agni), Kraton Jogja (Udaka) sebagai kehidupan, dan
Maruta yakni unsur angin dan air yang berasal dari laut selatan. Gunung Merapi
sebagai entitas simbol spiritualitas Kahyangan (spirits) dan Kraton sebagai
wujud lahir (body dalam hal ini akal budi), laut selatan merupakan jiwa (soul)
sebagai penyeimbang. Selanjutnya kita akan mengulas tentang ragam kehidupan
gunung sebagai wujud nyata sistem atau tata keseimbangan alam.
Kehidupan Gunung
Gunung menjadi tempat ideal untuk hidup bagi keanekaragaman hayati yang
bersifat wadag maupun alus. Dari yang paling kecil hingga yang besar. Secara
metafisik, gunung menjadi tempat tinggal para mahluk halus dengan tingkat
kemampuan serta daya kekuatan dan kesaktian yang tinggi. Semakin ke arah
bawah (kaki gunung) penghuninya mahluk halus berdaya kekuatan lebih rendah.
Hingga yang berdaya kekuatan lebih rendah yang menghuni daratan rendah, dan
yang paling rendah (setan bekasakan) menghuni tempat-tempat lembab dan
kotor di dataran rendah. Bagi para sedulur-sedulur pecinta alam, akan mudah
membuktikan fakta di atas. Misalnya di puncak-puncak gunung tidak terjadi
penampakan mahluk halus semacam kuntilanak, pocongan, siluman biasa
(kekuatan rendah) dan sejenisnya. Jenis mahluk halus semacam itu banyak
terdapat di daratan terutama daerah-daerah yang lembab, banyak air, becek,
kotor dan bau. Karena di situ lah habitat mereka. Bangsa siluman dengan daya
kekuatan rendah banyak terdapat di daratan rendah, tetapi memilih tinggal di
daerah tertentu misalnya muara sungai, jembatan besar, gumuk, gerumbul,
lembah dan semak belukar. Sepertinya setingkat juga dengan bangsa genderuwo
dan wewe lebih banyak menghuni di daratan tetapi di tempat-tempat seperti
pohon-pohon besar, hutan daratan, batu-batu besar, rumah yang telah lama
kosong. Namun bagi genderuwo berkekuatan tinggi bisa juga tinggal di areal
perbukitan. Genderuwo merupakan mahluk halus yang sungguh unik. Jika
dikategorikan kedalam bangsa jin dan siluman tidaklah tepat, dikatakan mahluk
halus memang ada benarnya, tetapi ia lebih nyata dibanding mahluk halus pada
umumnya. Sebagai tolok ukurnya, genderuwo bisa menyentuh benda fisik, bisa
memegangnya, bahkan melemparkannya. Sehingga terkadang bisa
melemparkan benda-benda padat pada orang yang sedang melintasi tempat
tinggalnya. Genderuwo tampaknya memiliki kromosom yang dekat dengan
jenis kromosom manusia sehingga bangsa genderuwo bisa menghamili wanita
bangsa manusia. Genderuwo juga bukan berasal dari roh manusia yang nyasar.
Soal raut wajah, genderuwo terkesan kombinasi antara wajah singa dan serigala
dengan bertubuh layaknya binatang gorilla. Genderuwo kurang cakap berbicara
dalam bahasa manusia atau tata jalma. Tetapi genderuwo memiliki kebiasaan
seperti dilakukan oleh manusia bisa merokok dan makan. Genderuwo juga
mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia dalam kapasitas yang
terbatas. Walau kurang cakap tata jalma tetapi genderuwo bisa memahami apa
yang diucapkan dan dikehendaki seseorang. Itulah kelebihannya.
Kembali ke soal gunung, saya sering melihat di bagian kaki gunung banyak
dihuni oleh mahluk halus dengan rata-rata kemampuan dan daya kekuatan
menengah hingga tinggi sekelas bangsa siluman dengan daya kekuatan
menengah. Bangsa siluman juga beragam wujudnya. Bisa berujud binatang atau
mahluk hidup yang wujudnya sangat asing menurut penglihatan manusia.
Bangsa siluman ini masih bangsa lelembut atau mahluk halus namun biasanya
berbentuk setengah manusia, atau setengah binatang tetapi daya kekuatannya
tidak main-main. Walau bentuknya binatang tetapi seolah memiliki nalar seperti
halnya manusia. Namun bangsa siluman sejauh yang pernah saya temui tidak
dapat berbicara dalam bahasa layaknya manusia (toto jalmo).
Sudah merupakan hukum seleksi alam, pada wilayah yang semakin tinggi
ternyata ditinggali pula oleh mahluk halus yang semakin tinggi kekuatan dan
kemampuannya. Bahkan di wilayah sekitar puncak gunung seringkali kita
temukan mahluk halus dengan kekuatan tinggi sekali. Di sekitar areal puncak
gunung kita bisa menemukan keanekaragaman hayati yang tidak terdapat di
daratan rendah. Dan biasanya ragam tumbuhan di wilayah puncak gunung
merupakan tumbuhan langka, serta tumbuhan yang mengandung kegunaan dan
berkhasiat tinggi. Jurang yang dalam, tebing yang terjal ditumbuhi oleh
pepohonan besar serta semak belukar yang rapat. Karena kondisi medan yang
sulit dijangkau bangsa manusia, maka berbagai binatang pun menjadikan
wilayah sekitar puncak gunung sebagai istana yang nyaman dan aman dari
gangguan bangsa manusia. Semua itu terjadi sebagai bagian dari sistem
keseimbangan alam.
Hukum Alam Yang Tersurat
Biarkan wilayah pegunungan terlebih lagi areal mendekati puncak gunung
menjadi wilayah tertutup dari bangsa manusia. Karena di sana diperlukan
tumbuhan dan hutan yang lebat sebagai pabrik oksigen dan sebagai
penampungan air kehidupan yang diperlukan seluruh mahluk terutama bangsa
manusia. Itulah kebijaksanaan tata keseimbangan alam menempatkan bangsa
binatang hidup di hutan belantara di sekitar puncak gunung sebagai tempat
tinggal yang nyaman, karena letusan gunung tidak akan membahayakan mereka
semua. Bangsa binatang dan mahluk halus yang perilakunya alamiah serta tidak
pernah melawan hukum alam sampai kini tetap memiliki kepekaan instink
untuk mendeteksi secara dini kapan akan terjadi marabahaya letusan gunung
yang akan terjadi. Bangsa binatang dan lelembut pun akan mudah sekali
melakukan eksodus mengevakuasi diri dalam waktu singkat ke tempat yang
aman manakala terjadi letusan gunung.
Kita harus menghormati hukum alam menata keseimbangannya sendiri. Bangsa
binatang dan mahluk halus yang tinggal di gunung-gung memiliki tugas untuk
menjaga dan melestarikan sumber kehidupan seluruh mahluk.
Biarlah keangkeran dan kekuatan magis wilayah pegunungan tetap berlangsung,
agar supaya hutan tetap utuh dan ragam kehidupan tetap berlangsung.
Biarlah wilayah puncak pegunungan tetap keramat agar bangsa manusia yang
paling potensial membuat kerusakan alam tidak dengan sekehendak hati
merusak kawasan vital sebagai penyangga sistem keseimbangan alam.
Apa yang terjadi jika bangsa manusia tidak mengindahkan hukum tata
keseimbangan alam tersebut dengan cara merubah pola menjadi serba terbalik ?
Apa yang terjadi jika areal puncak perbukitan dan pegunungan dibuat
pemukiman oleh bangsa manusia ? Apa yang terjadi jika hutan-hutan belantara
itu telah dirusak oleh bangsa manusia ? Apakah bangsa mahluk halus, bangsa
binatang dan tumbuhan sebagai bagian dari alam semesta dan sebagai sesama
mahluk hidup tidak akan marah kepada bangsa manusia yang telah melawan
hukum keseimbangan alam ?
Kita bisa belajar kebijaksanaan dari Gunung Merapi yang telah memindahkan
secara paksa areal pemukiman penduduk dari semula di tempat ―terlarang‖.
Gunung Merapi telah mengembalikan wilayah terlarang itu menjadi hutan
belantara. Alam sedang menata dan mengembalikan pola keseimbangannya.
Jika kita bersikap open-mind, akan mampu memahami hukum alam secara lebih
bijak dan cermat. Untuk selanjutnya kita adopsi sifat-sifat bijaksana dari gerak-
gerik yang terjadi pada lingkungan alam di sekitar kita.
Terimakasih Saudara-Saudaraku Bangsa Hewan, Tumbuhan &
Lelembut
Ucapan terimakasihku yang sedalam-dalamnya kepada seluruh sedulur-
sedulurku titah agal dan alus di gunung-gunung yang terhampar di seluruh
wilayah Nusantara. Kalian tak pernah banyak bicara, tapi kalian benar-benar
melakukan tindakan save our earth, save our nation. Tapi bangsa manusia
banyak yang memusuhi dirimu, karena menganggapmu sebagai mahluk jahat.
Padahal kalian lah mahluk paling takwa pada hukum Tuhan (hukum alam).
Tanpamu, mungkin bangsa manusia sedang menggali kubur untuk dirinya
sendiri, bangsa manusia lah yang paling gemar merusak tata keseimbangan
alam itu, jika tak ada peranmu maka bangsa manusia akan segera mengalami
kehancurannya sendiri. Tetapi peranmu sangat besar dalam melindungi jagad
jalma manungsa. Sesaji apa adanya yang saya berikan manakala berkunjung ke
gunung, bukan untuk menyembahmu, tetapi wujud dari sikapku untuk
menghargai dan terimakasihku pada kalian. Melindungi, menjaga, melestarikan
lingkungan alam sebagai implementasi rasa hormatku kepada kalian semua
wahai seluruh mahluk hidup. Semua ini kami lakukan agar hidup kami menjadi
lebih bermakna, mau dan mampu memberikan kehidupan kepada seluruh
mahluk. Saling asah asih dan asuh. Bukan menjadi sampah yang
mengotorikehidupan di permukaan planet bumi ini.

Suradira Jayaningrat lebur dening pangastuti – Sabdalangit


CERITA GUNUNG LAWU,
PRABU BRAWIJAYA DAN
ADIPATI CEPU
Terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan
Jawa Timur, Gunung Lawu memiliki panorama
alam yang indah. Banyak wisatawan yang minat
unutk mendakinya. Gunung ini pun kerap
disambangi para peziarah karena menyimpan
obyek-obyek sakral bersejarah.

Di gunung berketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini


memang menyimpan berbagai peninggalan sejarah kerajaan Majapahit seperti,
Candi Ceto, Candi Sukuh yang Tempat sakral di sekitar Gunung Lawu terutama
petilasan-petilasan Raden Brawijaya seperti Pertapaan Raden Brawijaya, dan
Cungkup (rumah kecil yang ditengah-tengahnya terdapat makhom).

Konon nisan yang ada di Cungkup itu adalah Petilasan Prabu Brawijaya, bekas
Raja Majapahit yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Lawu. Cungkup dan
tempat pertapaan Raden Brawijaya ini terletak di Hargo Dalem, puncak
tertinggi kedua Gunung Lawu yang merupakan
peninggalan Raden Brawijaya selama dalam
pelariannya.
Gunung Lawu adalah gunung yang
dikeramatkan oleh penduduk sekitar terutama
penduduk yang tinggal di kaki gunung lawu ini.
Tidak heran bila pada bulan-bulan tertenu
seperti bulan Syuro pada penanggalan Jawa,
gunung ini ramai didatangi oleh para peziarah
terutama yang datang dari daerah sekitar kaki Gunung Lawu seperti daerah
Tawangmangu, Karanganyar, Semarang, Madiun, Nganjuk, dan sebagainya.

Mereka sengaja datang dari jauh dengan maksud terutama meminta keselamatan
dan serta kesejahteraan hidup di dunia. Lokasi yang dikunjungi para peziarah
terutama tempat yang dianggap keramat seperti petilasan Raden Brawijaya yang
dikenal oleh mereka dengan sebutan Sunan Lawu. Selain itu Sendang Derajat
dan Telaga Kuning dan sebagainya.
Di Gunung Lawu ini, menurut cerita yang
berkembang di masyarakat yang tinggal di kaki
gunung, bahwa Raden Brawijaya lari ke Gunung
lawu untuk menghindari kejaran pasukan Demak
yang dipimpin oleh putranya yang bernama
Raden Patah, serta dari kejaran pasukan Adipati
Cepu yang menaruh dendam lama kepada Raden
Brawijaya. Konon Raden Brawijaya mukso (menghilang dari dunia nyata tanpa
meninggalkan jasad) di Gunung Lawu ini dibuktikan dengan adanya Cungkup
serta petilasan-petilasannya di Gunung Lawu ini.

Pengejaran Raden Brawijaya di Gunung Lawu

Menurut kisah, setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, muncul kerajaan Islam


yang berkembang cukup pesat yaitu Kerajaan Demak yang dipimpin oleh
seorang raja bernama Raden Patah, masih merupakan putra Raden Brawijaya.

Beliau menjadikan Kerajaan Demak menjadi kerajaan besar di Jawa. Pada saat
itu Raden Patah bermaksud mengajak ayahnya yaitu Raden Brawijaya memeluk
agama Islam, akan tetapi Raden Brawijaya menolak ajakan anaknya untuk
memeluk ajaran yang dianut Raden Patah.

Raden Brawijaya tidak ingin berperang dengan anaknya sendiri dan kemudian
Raden Brawijaya melarikan diri. Penolakan ayahnya untuk memeluk agama
Islam membuat Raden Brawijaya terus dikejar-kejar oleh pasukan Demak yang
dipimpin oleh Raden Patah.
Untuk menghindari kejaran pasukan Demak,
Raden Brawijaya melarikan diri ke daerah
Karanganyar. Disini Raden Brawijaya sempat
mendirikan sebuah candi yang diberi nama Candi
Sukuh yang terletak di Dusun Sukuh Desa Berjo
Karanganyar. Tetapi belum juga merampungkan
candinya, Raden Brawijaya keburu ketahuan oleh pasukan Demak, pasukan
Demak dan pengikut-pengikut Raden Patah terus mengejarnya sehingga Raden
Brawijaya harus meninggalkan Karanganyar dan meninggalkan sebuah candi
yang belum selesai sepenuhnya.

Kemudian Raden Brawijaya melarikan diri menuju kearah timur dari Candi
Sukuh. Di tempat persembunyiannya, Raden Brawijaya sempat pula mcndirikan
sebuah Candi, tetapi sayang tempat persembunyian Raden Brawijaya akhirnya
diketahui oleh Pasukan Demak.
Raden Brawijaya melarikan diri lagi dengan meninggalkan sebuah candi yang
sampai sekarang dikenal masyarakat dengan sebutanCandi
Ceto. karena merasa dirinya telah aman dari kejaran
Pasukan Demak, Raden Brawijaya sejenak beristirahat
akan tetapi malapetaka selanjutnya datang lagi kali ini
pengejaran bukan dilakukan oleh Pasukan Demak tetapi
dilakukan oleh pasukan Cepu yang mendengar bahwa
Raden Brawijaya yang merupakan Raja Majapahit
bermusuhan dengan kerajaan Cepu masuk wilayahnya
sehingga dendam lama pun timbul.

Pasukan Cepu yang dipimpin oleh Adipati Cepu bermaksud menangkap Raden
Brawijaya hidup atau mati. Kali ini Raden Brawijaya lari ke arah puncak
Gunung Lawu menghindari kejaran Pasukan Cepu tapi tak satu pun dari
pasukan Cepu yang berhasil menangkap Raden Brawijava yang lari ke arah
puncak Gunung Lawu melalui hutan belantara.

Didalam persembunyian di Puncak Gunung Lawu, Raden Brawijaya merasa


kesal dengan ulah Pasukan Cepu lalu ia mengeluarkan sumpatan kepada Adipati
Cepu yang konon isinya Sawijining ono anggone uwong cepu utawi turunane
Adipati Cepu pinarak sajroning gunung lawu bakale kengeng nasib ciloko lan
gawe biso lungo ing gunung lawu.

( jika ada orang-orang dari daerah Cepu atau dari keturunan langsung Adipati
Cepu naik ke Gunung Lawu, maka nasibnya akan celaka atau mati di Gunung
Lawu.)

Dan katanya bahwa sumpatan dari Raden Brawijaya ini sampai sekarang
tuahnya masih diikuti oleh orang-orang dari daerah Cepu terutama keturunan
Adipati Cepu yang ingin mendaki ke Gunung Lawu, mereka masih merasa takut
jika melanggarnya.
Raden Boncolono
IA BERHEMBUS SEPERTI ANGIN, IA SANGGUP MENUTUPI
GUNUNG HINGGA TAK NAMPAK HILANG SEPERTI DITELAN
BUMI....

Nama gunung Lawu tentu saja


bukan hal asing lagi Gunung yang
dijaga oleh gaib Sunan Lawu ini
menyimpan sejuta kisah misteri
yang hingga kini belum.
Terungkap.

Dalam catatan sejarah nama Sunan


Lawu memiliki nama lain yaitu
Sunan Prabu Widjaja. Apakah
benar sosok misterius ini adalah
raja Majapahit yang kendang dari istananya setelah digulingkan oleh Prabu Raja
Sawardhana? salah satu versi yang banyak dipertanyakan di kalangan kebatinan.

Lalu, siapa pula Raden Boncolono yang kabarnya berhasil menyelamatkan


Raden Segugur, putra mahkota Majapanit saat dikejar-kejar musuhnya untuk
ditumpas keluar? Apakah dia manusia atau siluman yang memang telah lama
tinggal di gunung Lawu. Kemudian, Misteri Sendang Kakung (Lanang) dan
Sendang Putri dikupas tuntas lewat jalur supranatural apa khasiat dan tuah air di
dua sendang yang sangat dikeramatkan ini.

Di sebelah Selatan agak ke Barat, dari tempat yang diberi nama Taman sari, ada
tempat yang menimbulkan suara mengerikan, di situlah kawah utama Gunung
Lawu. Sebagian orang menyebut tempat itu dengan nama Jurang Pangrib-arib.
Namun ada juga yang. Lebih suka memberi nama wilayah ini Condromuko.
Konon kawah inilah yang dipergunakan untuk menggembleng Raden Tetuko,
hingga sakti mahambara, untuk akhirnya dijagokan para Shang Hiyang
menghadapi amukan para Asura yang dipimpin oleh Mahapatih Sekipu.

Hingga sekarang para penghayat spiritual banyak yang mempercayai bahwa


tempat ini hingga lokasi keramat Pringgondani dijaga Sang Prabu Koconegoro,
nama kebesaran Raden'Tetuko setelah berhasil memberantas gerombolan Asura
yang dipimpin Sekipu, Bahkan Sekipu sendiri mati dengan mengenaskan di
tangan Raden Tetuko, dengan kepala hampir putus karena dipelintir ksatria
perkasa ini. Namun dari sekian banyak tempat keramat di gunung Lawu, yang
akan. kita telusuri kali ini adalah aliran sungai Condromuko dan beberapa
tempat keramat yang menyimpan sejarah. masa lalu.

Dari Pos Cemoro Kandang, berjajar warung-warung yang menjual makanan dan
minuman penghangat badan untuk menghilangkan lelah. Di belakang Warung
itu, ada jalan menurun, menuju sebuah sungai yang airnya bersumber pada
kawah Condromuko. Sungai yang berair jernih itu penuh dengan batu-batu
pualam hitam yang bila dipandang sepintas bagaikan ribuan mahesa (kerbau)
yang sedang berendam. Di alas sungai itu ada jembatan kecil sebagai
penghubung menuju dua mata air atau sering disebut sendang, Di samping
jembatan itu tepat di bawahnya ada batu cekung yang membentuk semacam gua
kecil (ceruk). Tempat itulah yang sering digunakan penghayat spiritual untuk
bertapa kungkum.

"Ini dipercaya bertuah, karenanya bagi mereka yang tahan dingin akan
melakukan pertapaan di tempat ini, karena cepat sekali terkabul
permohonannya," jelas Kang Boedi Dilihat dari segi spiritual atau mata batin. di
sana terlihat seekor naga kehijauan, dia mengaku bernama Ki Naga Giri Kumala
Naga ini bila mulutnya menganga, akan terlihat cahaya kuning Dan cahaya itu
bila ditelusuri dengan mata batin lebih dalam berwujud sesotya mustika Kumala
Retno. Jangankan bisa mengambil dan memilikinya, bisa menghisap aura yang
terpendar di tempat itu saja sangat sulit. Maka bila mensenyawai cahaya itu
akan membuat seseorang manis bicaranya. perkataannya akan diikuti oleh orang
lain.

Berdasar tradisi di sini ziarah pertama yang harus dilakukan adalah di sendang
Kukung atau sering disebut sendang Lanang, Di situ ada cungkup bangunan
model joglo (rumah tradisional Jawa) yang cukup besar dan dibangun cukup
indah. Di altar ada pedupaan bagi peziarah yang mau meditasi di tempat ini.
Selesai di sendang Lanang, baru menuju sendang Kakung untuk tidak bisa
mandi bersuci (wudhu), membasuh muka, atau mengambil airnya yang
kemudian disanggarkan di tempat ini.
Di ruang utama sendang Kakung ada patung
seekor harimau loreng. Dan memang benar,
khodam tempat ini bagi peziarah yang
panuwunnya terkabul akan melihat berklebatnya
seekor harimau. Bahkan kalau diadakan menjadi
orang besar (pejabat) harimau gaib itu akan
mendekati peziarah. Dari kacamata batin singa
yang sering. mawujud itu adalah gaib Kyai Singo
Sinebaning Dilah. Sebuah keris luk tiga di ujungnya, dan di bagian bawahnya
ada ornamen singa duduk.

"ini pusaka auranya sangat garang, cocok untuk para senopati perang atau
prajurit. Bila mensenyawai kerisnya akan cepat naik pangkat dan pemberani
luar biasa." jelas Eyang Restu Pinanggih, seorang spiritualis di sana. Saat
meditasi di tempat ini secara mengejutkan kita bertemu juga dengan Eyang
PrabuWijoyo atau Sunan Lawu Sepuh yang kala itu didampingi seorang
berperawakan pidekso, bahasa batin mengatakan beliau Eyang Boncolono. Di
belakang beliau ada 2 orang sepuh yang sepertinya juga wong sakti. Yang
membuat terhenyak, di kanan Eyang Prabu Wijoyo ada kakek. Inti dari
wejangan beliau, mulai tahun 2011 ini angkara murka akan makin tak terkendali
hingga tahun 2013. Baru memasuki tahun 2014 alam mulai menyeleksi orang-
orang terpilih untuk menata alam ini, bukan hanya di Nusantara.

Dari sendang Kakung. peziarah akan menuju ke


sendang Putri. Altar pedupaan sendang Puteri ini
lokasinya dipenuhi batu hitam dengan nuansa mistis
yang lebih panas, Setelah membakar hio wangi,
peziarah menuju ke sendang mengambil air untuk
tujuan sesuai kehendak hati lalu sowan meditasi di
tempat utama. Di sanggar pemujaan ini terdapat patung
Durga Mahisasuramandini. Saat menekung di
tempat ini, tiba-tiba patung Durga itu pelan-pelan
berubah dan tahu-tahu di hadapan telah berdiri seorang
wanita agung bermahkota. Beliau mengaku bernama
Ratu Suhita. Untuk mengetahui siapa Ratu Suhita, rasanya perlu membuka
kepustakaan sejarah masa lalu. Ternyata beliau adalah pengganti
Wikramawardhana, yang memenangkan pertempuran Paregreg, sekaligus yang
meredupkan bintang terang Majapahit. Dia ini anak perempuannya yang
menurut catatan sejarah memerintah keredupan Majapahit tahun 1429 -1447 M.
Suhita diangkat. Jadi Raja untuk meredam perang suadara lagi, sebab di sini
cucu Wirabumi dari garis putrinya yang dinikahi Wirakramawardhana.

Sejak ia memerintah, ia membangkitkan anasir-anasir kejawen dengan


mendirikan berbagai tempat pemujaan di lereng-lereng gunung, seperti di
gunung Penanggungan, candi Sukuh dan Cetho di lereng gunung Lawu ini
Unsur asli nenek moyang juga ditemukannya batur-batur persajian, tugu batu,
patung-patung berbentuk binatang aneh yang memiliki makna sebagai lambang
tenaga gaib. Setelah dari kedua sendang ini, langkah selanjutnya menuju makam
Raden Boncolono. Dari sendang harus kembali lagi melewati jembatan kecil
dan mendaki beberapa undakan. Ruangan pertama sangat gelap dan terdapat
patung seukuran manusia. Patung itu seperti patung Budha dan Bunga di
tempat ini yang mendandakan sangat banyak peziarah yang ngalap berkah di
makam Eyang Boncolono.
Masuk ke ruangan lainnya lebih luas, semacam ruang saresehan bagi kalangan
kebatinan. Aura makam ini menurut. getar yang terasakan, aura kasepuhan yang
sudah tenang batinnya Dari kontemplasi batin, sebenarnya tempat ini bukanlah
makam, tetapi pernah digunakan untuk pertapaan senopati kembar zaman
Majapahit dibawah pemerintahan Kertawijaya, ia adalah adik tiri dari Ratu
Suhita Dialah yang disebut sebagai Brawijaya Pamungkas atau ke VII. Prabu
Kertawijaya inilah yang ketika Kerajaannya jebol digulingkan Raja
Sawardhana, yang kemudian kerajaan dipindahkan ke Kahuripan Dan Prabu
Kertawijaya menyingkir ke Sunan Ampel yang masih kerabatnya. Di Ampel
inilah Prabu Kertawijaya wafat. Saat detik-detik ajal menjemput, putra
mahkotanya, Raden Segugur atau sering disebut Raden Gugur menunggu.
Dialah yang diberi wasiat untuk menyingkir ke Redi Lawu dan pesan itu
dilaksanakan. Meski sudah menyingkir, Raden Segugur masih dikejar-kejar
terus, hingga di lereng sebelah barat gunung Lawu, tepatnya di desa Talpitu,
Ngemplak Ngiri, Karangpandan, terjadi pertempuran hebat, hingga
menewaskan Senopati Ageng Gusti Riyo Kusumo yang masih saudara Raden
Segugur. Akhirnya putra mahkota ini tetap lari ke puncak gunung dan
diselamatkan oleh ampak-ampak (kabut tebal) yang berasal dari Lawu.

Ternyata ampak-ampak itu berasal dari sosok manusia setengah siluman, Raden
Bancak dan Raden Doyok yang senang disebut Bancak Doyok. Mereka ini putra
dari Senopati Kembar Majapahit, putra Kyai Semar Badranaya yang bernama
Raden Sabdo Palon dan Raden Noyo Genggong, yang terkenal dengan kutukan
saktinya tentang Tanah Djawa Dwipa ini. Akhirnya Raden Segugur yang kala
itu masih diikuti banyak abdi setianya, diantaranya Senopati Pengapit yang
kakak beradik, yaitu Eyang Sapu Angiri dan Eyang Sapujagat. Mengikuti Raden
Bancak Doyok hingga ke wilayah Jabankanil, desa Banjar Dawung, kecamatan
Tawangmangu. Di tempat ini Raden Segugur melakukan tapabrata dalam waktu
yang cukup lama sekali hingga akhirnya dijemput oleh Prabu Widjojo,
penguasa Lawu. Lalu beliau menyatu dalam rasa dengan Raden Segugur,
dibawa moksa ke keraton gaib di puncak gunung Lawu yang sering disebut
Kraton Krendo Maninten, yang akhirnya loro ning atunggal ini memerintah di
Keraton Lawu dengan gelar Sunan Prabu Widjojo yang juga lebih populer
bernama Sunan Lawu Sepuh.

Banyak sekali punggawa dari Majapahit yang akhirnya ikut mokswa ke keraton
gaib Krenda Maninten, termasuk para Senopati setianya. Akhirnya Raden
Rancak dan Raden Doyok diangkat menjadi Senopati Agung Gunung Lawu.
Senopati pengapitnya Eyang Sapu Angin dan Eyang Sapujagat. Makanya di
tempat yang sebenarnya pertapaan ini ada 2 bilik tapi saling berhubungan, yang
menandakan kalau Raden Bancak dan Raden Doyok, keduanya memang tak
terpisahkan. Yang aneh sepertinya antara agama Hindu, Budha dan
Kepercayaan Roh Leluhur, menyatu padu seperti halnya konsep Trimurti yang
saling mengisi untuk berlangsungnya sebuah proses, keseimbangan. Kalau
dilihat dengan mata batin cungkup ini ada sebilah pusaka tus (asli) buatan Empu
pertama berdampar Keris Semar Mesem, aura sepuh penuh pengasihan. Namun
jangan harap dapat mengambil secara fisik, karena sudah mendanyang. Paling
yang bisa diambil untuk bersenyawa auranya saja.

Dari petilasan Raden Boncolono ini


melewati jalan setapak naik, sekitar 25 meter
menuruni jalan setapak lagi baru sampai
pada sebuah cungkup kecil yang disebut
petilasan Eyang Sapu Angin. "Menurut
hemat saya, tempat ini hanya tertinggal
semacam ilmu Eyang Sapu Angin. Bagi
yang menginginkan ilmu Kadigjayaan itu
bertapa di sini akan menyerap ilmu tersebut.
Dan bila digunakan akan keluar prahara angin," jelas Restu Pinanggih. Turun ke
bawah lagi sebenarnya masih ada 1 petilasan Eyang Sapujagad, saudara Eyang
Sapu Angin, sayangnya karena erosi tanah di daerah ini, petilasan yang sudah
dibangun cungkup kecil ini kerap erosi dan longsor ke dasar jurang sungai.
Akhirnya bekasnya hilang. Menurut Restu Pinanggih, kekuatan Eyang Sapu
Jagad ini sama dengan kakaknya, hanya saja bedanya bila sang kakak ilmunya
menimbulkan angin ribut, kalau adiknya bisa menurunkan ampak-ampak yang
sangat tebal, sehingga terkesan menyapu bumi (jagad). Kabut dan juga debu
beterbangan inilah yang sering menghilangkan para pendaki yang hatinya tak
bersih. Sejak palenggahannya runtuh, Eyang Sapu Jagad menurut mata batin
Restu Pinanggih, pindah dalam sebuah gundukan tanah di dekat Pasar Setan
Lawu yang juga dinamakan Pasar Dieng Makhluk halus.

Senja mulai tiba, kabut yang dihembuskan Eyang Sapu Jagad makin tebal,
pertanda bahwa penjelajahan ini harus usai dan diperkenankan untuk pulang.
Selamat tinggal gunung Lawu yang tenang, misterius dan menghanyutkan dalam pesona
mistisnya.
Mitos Pringgodani dan Kekuasaan
di Gunung Lawu

Gerbang pendakian Gunung Lawu Magetan, Jawa Timur.


ANTARA FOTO/Siswowidodo.
Reporter: Ahmad Khadafi

Raja terakhir Majapahit, Brawijaya V, dipercaya menyepi hingga akhir hayat


atau moksa di Pringgodani. Setelah menyepi di Pringgodani, Pakubuwana II
berhasil berkuasai lagi pasca direbut dalam Geger Pecinan.
Dari Brawijaya V, Pringgodani dikhidmati Pakubuwana II hingga
Soeharto.
tirto.id - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan keluarga pergi untuk rekreasi
di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, (20/2). Beberapa media lokal
menyebutkan kemungkinan SBY juga berkunjung ke kawasan Pringgondani,
sebuah lokasi wisata religi yang dihormati penduduk setempat.

Sudah sejak lama Pringgondani dikenal sebagai tempat yang wingit. Sebuah
kompleks pertapaan yang dipercaya sebagai salah satu petilasan Raja Majapahit
yang terakhir, Prabu Brawijaya V. Ia disebut melarikan diri dari musuh-
musuhnya sampai kemudian meninggal atau disebut moksa di sana.

Terletak di Kelurahan Blumbang, Gunung Lawu, yang secara administrasi


berada di perbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur, Pringgondani
berasal dari kata "pring" (bambu), "nggon" (tempat), dan "dani" (memperbaiki).
Secara sederhana bisa diartikan sebagai "tempat yang digunakan untuk
memperbaiki diri". Dalam nama yang lain Pringgondani juga disebut ―Eyang
Panembahan Koconegoro‖, karena di dalam kompleks pertapaan terdapat
Pertapaan Koconegoro; sebuah tempat yang dituakan (dikeramatkan) yang
digunakan untuk tempat bercerminnya kerajaan.

Dalam Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939, Darsiti Soeratman


(1980: 155) pernah menyebutkan bahwa dalam kepercayaan Jawa, dengan
syarat-syarat tertentu manusia bisa meminta kepada penguasa dari empat mata
angin. Termasuk tentu saja jika dia adalah seorang penguasa di daerah tersebut.

Di selatan ada Ratu Kidul atau Nyai Roro Kidul, di Samudra Hindia. Sebelah
barat ada Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton di Gunung Merapi. Di utara ada
Bethari Durga yang berkedudukan di Hutan Krendawahana. Dan petilasan
Pringgondani adalah salah satu tempat penguasa wilayah Timur berada; tempat
petilasan Prabu Brawijaya V atau juga dikenal sebagai Kanjeng Sunan Lawu.

Dalam Dunia Spiritual Soeharto (hal. 128), Presiden Kedua Indonesia disebut-
sebut sebagai salah satu presiden yang cukup konsisten menjalani laku spiritual
demikian. Soeharto biasanya akan memulai dari arah selatan terlebih dahulu,
baru kemudian ke barat, utara, dan terakhir sebelah timur. Ritual yang sudah
menjadi tradisi dan dilakukan oleh raja-raja Mataram Islam sejak lama. Mitos
yang kemudian berkembang menjadi kepercayaan bahwa seorang pemimpin
(dari) Jawa harus melakukannya agar negara dan kedudukannya aman sentosa.

Menurut Karen Amstrong, penulis Sejarah Tuhan, sebuah mitos—walau


seabsurd apapun alasannya—dianggap benar karena efektif memberi pengaruh.
Sebuah mitos tidak perlu memberikan informasi faktual atau alasan logis,
karena mitos pada dasarnya merupakan panduan atau aturan-aturan yang tidak
tertulis pada masyarakat untuk menjalani hidup.

Dalam lingkup kekuasaan, Joseph Campbell dan Bill Moyers dalam The Power
of Myth (1991) menyatakan bahwa mitos adalah usaha memperkuat seorang
tokoh menjadi ikon yang tidak hanya punya kekuasaan secara formil namun
juga kekuasaan secara kultural.

Artinya, jika hanya menggunakan kekuasan secara struktural, kedudukan Raja-


raja Mataram Islam tidak akan bertahan dan mengakar begitu kuat. Mitos
digunakan sebagai siasat kebudayaan agar rakyat percaya bahwa raja mereka
memang merupakan manusia pilihan. Raja bukan manusia biasa, ia punya
kekuatan yang tidak hanya terlihat secara kasat mata. Pada titik ini, rakyat akan
merasa dilindungi secara alam bawah sadar mereka, di sisi lain juga rakyat akan
selalu merasa diawasi dan tunduk tanpa perlu dibikin aturan-aturan yang
tertulis.
Secara perhitungan ekonomi, terutama terkait dengan pengadaan alat-alat
militer untuk menjaga stabilitas kerajaan, hal ini jelas jauh lebih efisien.
Menggunakan cerita dan mitos jauh lebih mudah merasuk ke rakyat. Bahkan
bisa terus berlangsung secara turun menurun. Ini jelas penghematan anggaran
kerajaan yang luar biasa untuk membuat rakyat tunduk kepada raja.

Fungsi lainnya, mitos juga bisa digunakan untuk membuat rakyat tidak mudah
berpaling begitu mudah dari raja mereka, terutama jika muncul tuan tanah atau
orang kaya berpengaruh yang secara kekuasaan berpotensi mengancam
kekuasaan raja. Inilah yang diungkapkan Onghokham dalam Dari Soal Priyayi
sampai Nyi Blorong, Refleksi Historis Nusantara (hal. 181).

Di Kerajaan Surakarta, ada perbedaan mendasar antara mitos Nyi Roro Kidul
dengan Nyi Blorong. Nama terakhir ini punya konotasi negatif, karena Nyi
Blorong dianggap sebagai sekutu untuk memperkaya diri, sedangkan Nyi Roro
Kidul berkonotasi positif karena dianggap sebagai sekutu yang tulus. Nyi Roro
Kidul pada akhirnya dianggap punya peran juga melindungi kerajaan. Di sinilah
kemudian, orang-orang kaya dipersepsikan sebagai orang tamak yang harus
dijauhi, sedangkan raja jarus didekati karena ia adalah orang baik.

Hal ini juga berlaku dengan hubungan raja-raja mataram dengan Sunan Lawu di
kompleks pertapaan Gunung Lawu seperti di Pringgondani. Hal ini terkait
karena roh-roh di Gunung Lawu yang dipercaya merupakan roh-roh Raja
Majapahit di masa silam. Onghokham menyebut bahwa Keraton Surakarta
pernah menggunakan mitos pertapaan di Gunung Lawu dalam sengketa
perebutan kekuasaan.

Pada 1742, Paku Buwono II yang lebih condong ke VOC dikudeta oleh
rakyatnya yang anti-VOC. Pada perkembangannya, rakyat kemudian ikut-ikutan
menjadi anti-Paku Buwono II. Pemberontakan ini diinisiasi oleh gabungan
masyarakat etnis Tionghoa dengan masyarakat Jawa yang kemudian
mengangkat Raden Mas Gerendi menjadi raja dengan sebutan ―Sunan Kuning‖.
Nama yang diusulkan rakyat etnis Tionghoa.

Karena disingkirkan dari singgasananya, Paku Buwono II kemudian bertapa di


Gunung Lawu. Setelah bertapa, Paku Buwono II kemudian mendaku dan
mengumumkan diri sebagai reinkarnasi Sunan Lawu atau Prabu Brawijaya, raja
terakhir Kerajaan Majapahit. Menggunakan mitos ini, dengan bantuan tentara
VOC, Paku Buwono II kembali dapat merebut tahtanya. Kejadian yang dikenal
sebagai ―Geger Pecinan‖ ini menjadi latar perubahan nama dan perpindahan
letak geografis dari Kartasura menjadi Surakarta.
Menjadi menarik jika kemudian pengunjung kompleks pertapaan Pringgodani
merasa punya nasib yang sama dengan Paku Buwono II. Menyingkir (sejenak)
dari pusat kekuasaan karena merasa dikalahkan oleh penguasa etnis
Tionghoa. Seperti kata George Orwell: ―Mitos yang dipercayai, cenderung akan
jadi benar.‖

PRINGGONDANI

Pringgo artinya malu, dedang ―ndan‖ artinya kemudian. Jadi makna


Pringgodani adalah
―Kemudian rasa malu. Maksudnya setelah manusia mempunyai kecerdasan
dunia, kecerdasan social, kemudian meningkat ketataran tentang rasa malu dan
tidak berbuat yang memalukan. Di sekitar area Pringgondani terdapat tempat-
tempat yang dijadikan masyarakat
setempat sebagai tempat upacara spiritual di
antaranya:

1. Raden Koco Negoro


Koco artinya cermin. Negoro artinya ―diri‖.
Jadi Koco Negoro artinya bercermin terhadap
diri sendiri. Manusia harus mawas diri atau
menginstrospeksi dirinya sendiri.

2. Dewi Nawang Sari


Dewi artinya linuwih atau lebih. Sedang
Nawang artinya memandang. Sedangkan Sari
artinya sari artinya int (substansi). Jadi Dewi
Nawang Sari mempuunyai arti manusia harus memandang ke arah hal-hal
yang substansial atau positif.

3. Begawan Cipto Wening


Cipto artinya pikir, sedang Wening artinya bening atau bersih. Maknanya
manusia harus membersihkan pikiran.

4. Pringgo Sepi
Pringgo artinya malu di dalam hati. Sepertinya kosong namun isi / bersih.
Jadi Pringgondani adalah hati yang bersih
5. Pringgo Sari
Pringgo artinya terjadinya perpaduan sepasang dua insane (pria dan
wanita) manusia yang dilandasi dengan rasa cinta & kasih sayang
sehingga menimbulkan keharmonisan.
Baca juga artikel terkait PETILASAN PRINGGODANI
PETA JALUR PENDAKIAN
Jalur pendakian dari cemoro kandang merupakan jalur pendakian yang masih
berada di provinsi jawa tengah tepatnya daerah perbatasan antara jawa tengah
dan jawa timur. Panjang jalur ini kurang lebih 12 km dikarenakan tipe jalurnya
yang relatif landai. Pendakian gunung lawu via cemoro kandang membutuhkan
waktu 8-9 jam untuk naik dan 5-6 jam untuk turun kembali. Pemandangan jalur
ini cukup indah karena kita akan mengelilingi punggungan sehingga desa –desa
di bawah dapat terlihat dengan jelas apabila cuaca cerah.
BASECAMP CEMORO KANDANG
Basecamp Cemoro Kandang berada di wilayah
Jawa Tengah, pada ketinggian 1.946 m dpl dan
pada posisi 07° 39′ 49″ LS dan 111° 11′ 14 ‖ BT.
Disini terdapat sebuah pos pendaftaran sebelum
melakukan pendakian, prasarana untuk pendaki
disini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
Cemoro Sewu. Adapun prasarana yang tersedia
di tempat ini musholla, WC, kamar mandi,
tempat pendaki menginap/beristirahat, pos jaga petugas dan aula yang cukup
luas. Sumber air cukup tersedia melimpah disini. Di depan basecamp ini juga
terdapat banyak warung – warung yang berjualan berbagai macam makanan
yang berada tepat di pinggir jalan. Di sini untuk ijin pendakian, para pendaki
akan dikenakan biaya sebesar rp. 5000/orang yang sudah mencakup asuransi
sebesar rp. 200. Selain itu untuk penitipan motor dikenakan biaya sebesar Rp.
5000/ malam.
POS I (Taman Sari Bawah)
Pos ini berada pada ketinggian 2.237 mdpl dan
pada posisi 07° 39′ 00″ LS dan 111° 11′ 19″ BT.
Pos ini berjarak lebih kurang sekitar 1 jam
pendakian dari Cemoro Kandang. Pos ini
berupa sebuah bangunan batu dan beratap seng,
didalam pos ini bisa memuat kira kira 2 buah
dome apabila ingin mendirikan dome
didalamnya. didepan pos ini terdapat sebuah
lembah yang didasarnya mengalir sebuah sungai. Disamping pondok ada areal
untuk mendirikan tenda. Tidak ada sumber air di pos ini. Tipe treknya agak
menanjak.
POS II (Taman Sari Atas)
Pos II ini juga berupa sebuah pondok dari Batu
beratap seng yang didalamnya juga bisa
memuat 2 buah dome. Sumber air bisa didapat
jika turun sungai yang ada didasar lembah yang
berada tepat didepan pos ini. Yang menarik dari
pos ini kita bisa melihat kawah gunung ini yang
dikenal juga dengan nama Kawah Candra
Dimuka. Di pos ini terdapat areal yang luas
untuk mendirikan tenda. Ketinggiannya 2.470 m dpl, posisinya 07° 38′ 33″ LS
dan 111° 11′ 16″ BT, jarak pos ini sekitar 1 jam perjalanan dari pos sebelumnya.
Tipe treknya agak menanjak.
POS BAYANGAN
Pos bayangan ini kira kira berada di tengah
tengah jarak antara pos 2 dan 3. Waktu tempuh
ke pos ini kurang lebih 1 jam. Di pos ini
terdapat sebuah bangunan pos permanen yang
diberi seng.

POS III (Penggik)


Pos III ini terletak persis di pertengahan dari
jalur pendakian Cemoro Kandang ini, dengan
posisi 07° 38′ 07″ LS dan 111° 11′ 03″ BT,
ketinggian 2.780 m dpl dan berjarak sekitar 1,5
jam dari pos bayangan atau 2,5 jam dari pos 2.
Jalurnya melingkar-lingkar dipunggungan dan
ditengah jalan menuju antara Pos II dan Pos IV
kita akan menemukan mata air pada posisi 07°
38′ 20″ LS dan 111° 11′ 00″ BT pada ketinggian
2.586 m dpl, tepat persis dipinggir jalan setapak. Mata a irnya terlihat seperti
cerukan kecil namun memiliki air yang bersih. Jalur menuju pis ini merupakan
jalur terberat dan paling panjang dibanding jalur menuju pos – pos yang lain.
POS IV (Cokro Suryo)
Pos IV ini sangat luas dan memiliki sebuah
bangunan baru beratap seng, akan tetapi pada pos
ini tidak terdapat sumber mata air. Sebelum pos ini
kita akan menjumpai sebuah mata air yang bernama
Sendang Panguripan. Berada pada posisi 07° 37′ 54″
LS dan 111° 11′ 11″ BT. Disebut Cokro Suryo
karena dilokasi pos ini terdapat batu berukir
peninggalan zaman Majapahit. Ukiran batu tersebut
berupa lingkaran yang bercahaya yang merupakan
perlambang dari cakra yang bersinar. Lambang ini
adalah merupakan lambang dari kerajaan Majapahit.
Jarak tempuh ke pos ini kurang lebih 1,5 jam dari
pos sebelumnya.
POS V (Perapatan)
Pos V ini merupakan satu-satunya pos Cemoro
Kandang yang tidak mempunyai bangunan
pondok. Pos ini merupakan sebuah tanah lapang
dan di pos ini juga merupakan sebuah perapatan.
Jika kita memilih jalur kekanan Ke arah puncak
Hargo Dumilah, kekiri ke Hargo Tiling,
sedangkan lurus ke Hargo Dalem. Pos ini sudah
dekat jaraknya dari Hargo Dalem dan tidak ada
sumber mata air. Jarak tempuh pos ini dari pos sebelumnya kurang lebih 30
menit dengan trek yang menurun dan pindah punggungan.
HARGO DALEM
Hargo dalem merupakan salah satu tempat
favorit para pendaki untuk mendirikan tenda
karena ditempat ini tersedia banyak tanah
lapang dan terdapat sebuah warung yang siap
menyajikan makanan bagi perut yang lapar
mulai dari gorengan hingga makanan berat
seperti nasi beserta lauknya. Ketinggian pos ini
3170 mdpl. Di sekitar daerah ini banyak
bangunan yang disakralkan dan tempat bersemedi jadi jangan sampai salah
masuk. Tempat ini merupakan tempat yang cukup strategis bagi anda yang ingin
menyaksikan sun rise karena pemandangan dari tempat ini tidak terhalang bukit
bukit. Jarak tempuh ke tempat ini dari pos prapatan kurang lebih 30 menit
dengan trek yang mendatar.

PUNCAK HARGO DUMILAH


Puncak hargo dumilah merupakan puncak
tertinggi dari tiga puncak yang ada di gunung
lawu. Ketinggian puncak ini 3265 mdpl. Di
daerah puncak ini terdapat sebuah bangunan
yang bisa digunakan untuk beristirahat. Di
tempat ini juga banyak terdapat daerah yang
cukup lapang untuk mendirikan dome / tenda.
Puncak ini terdapat sebuah tugu yang terbuat
dari semen. Dari puncak ini kita bisa melihat
daerah kawah gunung yang datar yang biasa digunakan oleh para pendaki untuk
mengukir nama mereka dengan menyusun batu batu. Sehingga terlihat cukup
menarik dari puncak ini. Jarak tempuh ke puncak ini kurang lebih 30 menit dari
hargo dalem dengan trek yang menanjak 45 derajad.
Malaikat Penjaga Gunung
Syahida.com – Data kali ini memberitakan tentang keberadaan malaikat
penjaga gunung. Hadits riwayat Aisyah, istri Nabi, ia berkata: bahwa ia pernah
bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah engkau pernah
mengalami suatu hari yang lebih pedih pada Perang Uhud? Rasulullah
menjawab; ‘Aku sering mendapatkan (sesuatu yang menyakitkan) dari
kaummu. Dan yang paling menyakitkan adalah hari aqabah, ketika aku sedang
mengajak Ibnu Abdil Yalil bin Abdu Kulak masuk Islam namun ia tidak
menyambut ajakan yang aku inginkan. Aku pun segera beranjak pergi dengan
sedih dan tidak sadar diri kecuali setelah tiba di daerah Qarnu Tsa’aib. Aku
lalu menengadahkan kepalaku ke arah langit, tiba-tiba tampaklah segumpal
awan menaungiku. Aku pun menatapnya, ternyata Jibril berada disana dan
berseru kepadaku kemudian berkata: ‘Sesungguhnya Allah telah mendengar
ucapan kaummu dan jawaban mereka terhadapmu. Dan Allah mengutus
malaikat gunung kepadamu agar kamu dapat memerintahkan kepadanya apa
yang kamu inginkan atas mereka. Lalu malaikat gunung berseru kepadaku
serta mengucapkan salam dan berkata: ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya
Allah telah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan aku adalah malaikat
gunung yang telah diutus Tuhanmu kepadamu agar kamu dapat
memerintahkan kepadaku sesuai dengan perintahmu dan dengan apa yang
kamu inginkan. Jika kamu menginginkan, aku dapat menimpahkan mereka
dengan dua gunung itu.’ Rasulullah lalu menjawab; ‘Tidak, bahkan aku
berharap semoga Allah melahirkan dari keturunan mereka orang-orang yang
akan menyembah Allah semata serta tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun.” (HR. Muslim)

Boleh jadi sesungguhnya setiap bagian dari alam ini memiliki malaikat
penjaga. Maka karena keberadaan mereka yang diutus Allah inilah, proses-
proses yang terjadi di jagad raya ini dapat berlangsung sistemik dalam aturan
Allah yang Maha Kuasa. [Syahida.com]

Sumber: https://www.syahida.com/2015/05/05/3042/malaikat-penjaga-
gunung/#ixzz5RL7IYfFD
55 Adab Mendaki Gunung
Menurut syariah
Pendakian bukan hanya sebuah proses ‘menaklukkan’ suatu gunung. Alangkah
sombongnya kita apabila didasari niat itu! Perlu diingat beberapa poin berikut,
agar pendakian yang kita lakukan memiliki makna lebih. Perlu kita camkan
dalam diri kita, bahwa segala tingkah laku kita akan diminta
pertanggungjawaban oleh-Nya, termasuk pendakian kita. Bayangkan di akhirat
kelak, kita akan ditanya: “Untuk apa kamu lakukan pendakian itu? Apakah
kamu melakukannya untuk-Ku? Atau kamu melakukannya agar dibilang kamu
itu keren, gagah, seorang pecinta alam sejati, dll?” Oleh karenanya, perlu kita
cantumkan nilai ibadah dalam setiap pendakian kita. Agar lelah kita, waktu
kita, pengorbanan kita, dan ratusan ribu (bahkan jutaan) uang yang kita
keluarkan tidak sia-sia. Pendakian ini kita niatkan agar bisa membuat kita
menjadi muslim yang lebih kuat (baik secara fisik, mental, iman, dll). Karena
muslim yang kuat lebih dicintai Allah daripada muslim yang lemah. Kemudian
pendakian juga merupakan sarana refreshing kita dari rutinitas yang mungkin
membuat kita penat. Sehingga, setelah pendakian tersebut, kita bisa refresh
dan lebih semangat menjalani aktivitas kita. Pendakian ini juga kita jadikan
sarana ‘tafakkur’ terhadap ayat-ayat Allah di alam semesta ini. Pepohonan
yang indah, gunung yang menjulang tinggi dengan kokohnya, awan cantik
yang bergumpal, semilir angin pegunungan, nyanyain suara alam, dan lain
sebagainya. hendaknya semua itu menambah keimanan kita kepada-Nya. Kita
ucapkan “subhanallah” dan Masya Allah untuk itu. Bahwa pendakian kita bisa
menjadi sarana “i’dad” kita. Mempersiapkan diri, barangkali suatu saat kita
mendapat panggilan jihad, kita sudah siap menyambut. Bahwa pendakian
tersebut, bisa kita manfaatkan untuk sarana merekatkan ukhuwah (tali
persaudaran) diantara anggota tim dan pendaki lain. Sehingga, dari situ akan
kita dapat persaudaraan dan ‘link’ baru yang mungkin akan bermanfaat ke
depannya.

Berikut adab adab mendaki gunung menurut syariah ;


1. Shalat Istikharah.
Melakukan shalat istikharah terlebih dahulu untuk memohon petunjuk
kepada Allah mengenai waktu safar, kendaraan yang digunakan,
teman perjalanan dan arah jalan.
2. Bermusyawarah dengan keluarga atau orang yang berilmu.
3. Meminta izin kepada orangtua.
4. Mencukupi bekal dan harta dengan baik baik untuk orang yang safar
maupun keluarga yang ditinggalkan.
5. Pergi dengan harta yang halal.
6. Berwasiat atau menulis wasiat untuk kerabatnya.
7. Melakukan perjalanan bersama 3 orang atau lebih.
8. Mencari orang atau teman-teman seperjalanan yang shalih.
9. Memilih atau mengangkat pemimpin rombongan.
10. Dianjurkan bepergian pada hari Kamis.
11. Melakukan perjalanan pada malam hari.
Waktu terbaik untuk melakukan safar adalah di waktu duljah.
Sebagian ulama mengatakan bahwa duljah bermakna awal malam.
Ada pula yang mengatakan seluruh malam karena melihat kelanjutan
hadits. Jadi dapat kita maknakan bahwa perjalanan di waktu duljah
adalah perjalanan di malam hari Perjalanan di waktu malam itu
sangatlah baik karena ketika itu jarak bumi seolah-olah didekatkan.
12. Melaksanakan shalat 2 rakaat sebelum pergi dan tatkala pulang (atau
mau masuk rumah).
13. Berpamitan ketika mau pergi kepada orang yang ditinggalkan.
14. Mendoakan keluarga atau kerabat yang ditinggalkan.
15. Membaca doa ketika keluar dari rumah. ketika keluar rumah
dianjurkan membaca do’a: “Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa
hawla wa laa quwwata illa billah” (Dengan nama Allah, aku
bertawakkal kepada-Nya, tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dengan-Nya
16. Membaca doa naik kendaraan.
Ketika menaikkan kaki di atas kendaraan hendaklah seorang musafir
membaca, “Bismillah, bismillah, bismillah”. Ketika sudah berada di
atas kendaraan, hendaknya mengucapkan, “Alhamdulillah”. Lalu
membaca, “Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna
lahu muqriniin. Wa inna ilaa robbina lamun-qolibuun” (Maha
Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal
kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya
kami akan kembali kepada Tuhan kami).
17. Membaca doa safar atau bepergian.
18. Memperbanyak doa, karena doanya musafir adalah dikabulkan /
mustajab.
19. Membaca doa ketika singgah di suatu tempat.
Tujuannya agar terhindar dari berbagai macam bahaya dan gangguan.
20. Membaca dzikir pagi petang selama safar.
21. Berpakaian tebal ketika suhu dingin.
22. Berwudhu dengan air sedikit ( atau berwudhu dengan membasuh
masing-masing 1 x atau 2 x).
23. Berwudhu dalam cuaca yang sangat dingin atau memberatkan.
24. Tayammum jika tidak ada air.
25. Mengusap khuf atau sepatu ketika berwudhu
26. Menentukan arah kiblat untuk shalat.
27. Berdoa ketika menjelang shubuh.
28. Bisa menyaksikan fajar shadiq dan menentukan waktu shalat.
29. Shalat fardhu dengan jama’ dan qashar.
30. Shalat dengan berjama’ah.
31. Shalat diatas kendaraan ketika dalam perjalanan.
- Akan tetapi jika seseorang berada di mobil, pesawat, kereta api
atau kendaraan lainnya, lalu musafir tersebut tidak mampu
melaksanakan shalat dengan menghadap kiblat dan tidak mampu
berdiri, maka dia boleh melaksanakan shalat fardhu di atas
kendaraannya dengan dua syarat,
- Khawatir akan keluar waktu shalat sebelum sampai di tempat
tujuan. Namun jika bisa turun dari kendaraan sebelum keluar
waktu shalat, maka lebih baik menunggu. Kemudian jika sudah
turun, dia langsung mengerjakan shalat fardhu.
- Jika tidak mampu turun dari kendaraan untuk melaksanakan
shalat. Namun jika mampu turun dari kendaraan untuk
melaksanakan shalat fardhu, maka wajib melaksanakan shalat
fardhu dengan kondisi turun dari kendaraan.
- Jika memang kedua syarat ini terpenuhi, boleh seorang musafir
melaksanakan shalat di atas kendaraan.
32. Shalat witir dan Shalat Sunnah Shubuh (qabliyah shubuh) selama
safar.
33. Mengucapkan takbir ketika mendaki.
34. Mengucapkan Tasbih ketika turun.
35. Berdzikir ketika melihat kebesaran Allah.
Karena di gunung banyak sekali kami melihat kebesaran Allah yang
belum pernah kami lihat sebelumnya atau tidak kami lihat di tempat
tinggal kami. Lafadz “Masya Allah” bisa diucapkan ketika kita
takjub melihat kelebihan yang dimiliki oleh orang lain, baik berupa
harta, kondisi fisik atau yang lainnya. Dalam surat Al Kahfi, terdapat
tambahan, “Masya Allah laa quwwata illa billah”
36. Olahraga agar tubuh kuat dan sehat.
37. Memperbanyak jalan kaki.
Sebab ketika berjalan kaki keringat mengalir di sekjur badan, pori-
pori kulit terbuka dan peredaran darah berjalan nomal sehingga
terhindar dari penyakit jantung. Ingatlah mencegah itu lebih baik
daripada mengobati.
38. Beristirahat di tengah perjalanan untuk sarapan atau melaksanakan
sholat
39. Berkumpul ketika singgah dan istirahat.
40. Membuat kemah yang jauh dari jalanan.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa salam bersabda,”Jika kalian bepergian dan melewati daerah
padang rumput, maka berikanlah unta haknya dari (rumput yang
tumbuh di) tanah tersebut. Dan jika kalian melewati daerah tandus,
maka percepatlah langkah kalian. Dan jika kalian hendak bermalam,
maka janganlah bermalam di jalan, karena ia merupakan tempat lewat
hewan dan tempat tinggal serangga pada malam hari.”[HR Muslim.
41. Saling bekerja sama dan membantu antara sesama pendaki.
42. Membaca doa-doa atau dzikir ketika hendak tidur dan setelah bangun
tidur.
43. Makan secara berjama’ah/bersama-sama.
Dari Wahsyi bin Harb dari bapaknya dari kakeknya, “Sesungguhnya
para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengadu, wahai Rasulullah sesungguhnya kami makan namun tidak
merasa kenyang. Nabi bersabda, “Mungkin kalian makan sendiri-
sendiri?” “Betul”, kata para sahabat. Nabi lantas bersabda,
“Makanlah bersama-sama dan sebutlah nama Allah sebelumnya
tentu makanan tersebut akan diberkahi.” [HR Abu Dawud no. 3764
dan dinilai shahih oleh al-Albani].
44. Tidak mengeluh dan putus asa selama dalam perjalanan.
45. Menjaga kebersihan selama perjalanan.
46. Mengucapkan salam jika saling bertemu.
47. Menyingkirkan rintangan di jalan sesuai dengan kemampuan.
48. Saling memberi nasehat atau beramar ma’ruf nahi munkar selama
perjalanan, seperti mengajak teman kita untuk shalat atau melarang
merokok, dsb.
49. Membawa hadiah ketika pulang.
50. Bersegera pulang jika urusan telah selesai.
51. Memberi kabar ketika hendak pulang kepada orang yang
ditinggalkan.
52. Menghindari pulang malam-malam ketika sampai rumah.
53. Membaca doa ketika kembali dari safar.
54. Shalat dua rakaat di masjid ketika tiba dari safar.
55. Saling berpelukan ketika tiba dari safar.

BEKAL YANG HARUS DIMILIKI OLEH PENDAKI :

1. Bekal Rohani:
 Bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
 Mendapat izin dan ridha dari orangtua (bagi yang masih memiliki
orangtua).
 Ikhlas dan bukan melakukan safar/perjalanan yang bid’ah atau
terlarang.
 Melaksanakan segala kewajiban dan tidak meninggalkannya baik
dalam masalah agama ibadah dan lainnya, seperti shalat yang 5 waktu,
dsb.
 Meninggalkan dan menjauhi segala perbuatan maksiat.
 Wajib mentaati pemimpin, kecuali jika disuruh bermaksiat.
 Saling tolong menolong dan meringankan beban sahabatnya.
 Menghindari sifat egois (mengutamakan diri sendiri) dan rasa malas.
 Tidak boleh takabbur atau sombong dan meremehkan segala sesuatu.
 Memperbanyak berdzikir, khususnya dzikir-dzikir yang dianjurkan.
 memperbanyak berdoa, karena doa seorang musafir adalah mustajab.
 Menyingkirkan segala gangguan di jalan.
 Qana’ah, yaitu menerima apa adanya.
 Hemat dalam segala kondisi.
 Memiliki sifat tawakkal kepada Allah, dan tidak boleh putus asa.

2. Bekal perlengkapan pribadi:


 Carier / Ransel / Tas besar minimal ukuran 60 liter.
 Pakaian pribadi (cadangan) secukupnya.
 Perlengkapan mandi (handuk, sikat gigi).
Ket: Jangan bawa sabun, odol dan detergent di tempat-tempat tertentu.
 Jaket tebal atau sweater.
 Mantel / Jas hujan.
 Senter.
 Lampu emergency atau lampu badai.
 Penutup kepala / kupluk, sarung tangan, kaos kaki dan sal/slayer
(penutup leher) jika ada.
 Perlengkapan makan (piring, sendok dan gelas) yang terbuat dari
plastik atau aluminium.
 Sleeping bag (penting).
 Korek api gas.
 Sepatu atau sendal gunung.
 Plastik kresek sebanyak-banyaknya.
 Baterai HP cadangan (bagi yang bawa HP).
 Matras untuk tidur. dll

Demikian mengenai adab adab kita mendaki gunung menurut syariah

So, buatlah pendakian kita lebih ‘islami’. maknai setiap langkah pendakian
kita. Jadikan setiap langkahnya menjadi satu kebaikan dan satu penghapus
dosa.

jika ada niat, InSya Allah bisa


40 Sunnah Yang Biasa Kami Lakukan Tatkala
Mendaki Gunung
Bismillahirrahmanirrahim..

Lalu tujuannya apa yah sampe dibuat ni tulisan? kata yang punyanya sih ini
ditujukan kepada orang-orang yang tidak mengetahui manfaat dan faedah
mendaki gunung, dan untuk orang-orang yang tidak suka khususnya kepada
kami yang suka mendaki gunung. Hmm pikir saya, kok ada ya orang yang gak
suka olahraga mengasyikkan kayak gini? ngedabrus tuh orang :
Padahal mendaki gunung itu udah sehat, pahalanya banyak lagi : Langsung
aja, semoga bermanfaat ! berikut adalah 40 amalan Sunnah yang biasa
kami lakukan tatkala mendaki gunung:

1. Shalat Istikharah.
2. Meminta izin kepada orangtua.
3. Melakukan perjalanan bersama 3 orang atau lebih.
4. Memilih atau mengangkat pemimpin rombongan.
5. Melakukan perjalanan pada malam hari.
6. Melaksanakan shalat 2 rakaat sebelum pergi dan tatkala pulang (atau
mau masuk rumah).
7. Berpamitan ketika mau pergi kepada orang yang ditinggalkan.
8. Membaca doa safar atau bepergian.
9. Membaca doa naik kendaraan.
10. Memperbanyak doa, krn doanya musafir adalah dikabulkan/mustajab.
11. Membaca doa ketika singgah di suatu tempat.
12. Membaca dzikir pagi petang.
13. Berwudhu dengan air sedikit ( atau berwudhu dengan membasuh
masing-masing 1 x atau 2 x).
14. Berwudhu dalam cuaca yang sangat dingin atau memberatkan.
15. Tayammum jika tidak ada air.
16. Mengusap khuf atau sepatu ketika berwudhu.
17. Menentukan arah kiblat untuk shalat.
18. Berdoa ketika menjelang subuh.
19. Bisa melihat dan menentukan fajar shadiq.
20. Shalat dengan jama’ dan qashar.
21. Shalat dengan berjama’ah.
22. Shalat witir dalam keadaan safar.
23. Mengucapkan takbir ketika mendaki.
24. Mengucapkan Tasbih ketika turun.
25. Berdzikir ketika melihat kebesaran Allah , karena di gunung kami
banyak sekali melihat kebesaran Allah yang belum pernah kami lihat
sebelumnya atau tidak kami lihat di tempat tinggal kami.
26. Olahraga agar tubuh kuat dan sehat.
27. Memperbanyak jalan kaki.
28. Membuat kemah yang jauh dari jalanan.
29. Membaca doa atau dzikir ketika hendak tidur dan setelah bangun tidur.
30. Makan secara berjama’ah/bersama2.
31. Tidak boleh mengeluh dan putus asa selama dalam perjalanan.
32. Menjaga kebersihan selama perjalanan.
33. Mengucapkan salam jika saling bertemu.
34. Menyingkirkan rintangan di jalan sesuai dengan kemampuan.
35. Saling memberi nasehat atau beramar ma’ruf nahi munkar selama
perjalanan, seperti mengajak teman kita untuk shalat atau melarang
merokok, dsb.
36. Membawa hadiah atau oleh-oleh ketika pulang.
37. Bersegera pulang jika urusan telah selesai.
38. memberi kabar ketika hendak pulang kepada orang yang ditinggalkan.
39. Menghindari pulang malam-malam ketika sampai rumah.
40. Shalat dua rakaat di masjid ketika tiba dari safar.

Catatan Penulis:
Dari semua point-point diatas, masing-masing mempunyai dalil tersendiri
yang sengaja tidak disebutkan disini karena keterbatasan tempat dan waktu.
Perlu catatan tersendiri jika ingin mengetahui dalil-dalil semuanya. Mudah-
mudahan Allah memberikan kemudahan kepada ana untuk membuat catatan
tersendiri tentang hal ini beserta dalil-dalinya secara lengkap, Insya Allah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Katakanlah: ‘Adakah sama orang-


orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
(Az-Zumar:9).

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Adakah orang yang mengetahui


bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar
sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja
yang dapat mengambil pelajaran.” (Ar-Ra’d:19).

Point-point diatas hanya sebagian dari yang ana ingat saja, masih banyak
sunnah-sunnah yang lain, seperti ketika turun hujan, ketika menghadapi
musibah, dan sebagainya.
Ada salah seorang Penanya yang bertanya:
-pada point 5, yaitu melakukan perjalanan malam hari apa ibrohnya ya?

Penulis menjawab:
Hikmahnya adalah sesuai dengan hadits: Dari Anas bin Malik, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ ُ‫ض ت‬
‫ط َوى بِاللَّ ْي ِل‬ َ ْ‫َعلَ ْي ُك ْم بِال ُّد ْل َج ِة فَإ ِ َّن األَر‬
“Hendaklah kalian melakukan perjalanan di malam hari, karena seolah-olah
bumi itu terlipat ketika itu.”[HR. Abu Daud no. 2571, Al Hakim dalam Al
Mustadrok 1/163, dan Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro 5/256. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shahihah
no. 681.]

sumber : http://www.facebook.com/negara.tauhid
penulis : Abu Fahd NegaraTauhid - penyunting : Dimas Putra Ramadhan
UNTUK PARA PENDAKI, PECINTA ALAM
DAN PETUALANG
by Gumilar Ikhtiarsyah - in pengetahuan

SALAM RIMBA....
Untuk orang-orang yang menghargai hidup dengan bertualang
mempertaruhkan hidup

“Allah telah menjadikan bumi terhampar luas untukmu, agar kamu


dengan bebas meniti jalan-jalan yang terbentang di bumi” (Al Quran
Surat Nuh: 19-20)

“....Gunung-gunungpun Ia pancangkan, untuk kesenanganmu..........” (Al


Quran Surat An Naazi’aat: 32)

“Kamilah yang menghamparkan bumi, dan kami pula yang menegakkan


gunung-gunung, serta menumbuhkan segalanya dengan imbang” (Al
Quran Surat Al Hijr: 19)

“Allah menjadikan sebagian ciptaanNya sebagai tempat bernaung


untukmu, dan menjadikan gunung-gunung sebagai tempat berlindung....”
(Al Quran surat An Nahl: 81)

“Dialah yang membentangkan bumi dan menciptakan gunung-gunung


dan sungai-sungai disana. Dia menjadikan semua jenis buah-buahan,
masing-masing berpasangan. Dia pulalah yang menutupkan malam pada
siang. Sungguh, dalam semua itu terdapat ayat-ayat kebesaranNya bagi
kaum yang mau berpikir” (Al Quran Surat ar Ra’ad: 3)

“Katakanlah: Berjalanlah di muka bumi!”


(Petikan dari buku “La Tahzan” karya DR. Aidh Al-Qarni)

Di antara perkara yang dapat melapangkan dada dan meleyapkan awan


kesedihan dan kesusahan adalah berjalan menjelajah negeri dan membaca
“buku penciptaan” yang terbuka lebar ini untuk menyaksikan bagaimana pena-
pena kekuasaan menuliskan tanda-tanda keindahan di atas lembaran-lembaran
kehidupan. Betapa tidak, karena anda akan banyak menyaksikan taman,
kebun, sawah dan bukit-bukit hijau yang indah mempesona.
Keluarlah dari rumah, lalu perhatikan apa yang ada di sekitar Anda, di depan
mata anda, dan di belakang Anda! Dakilah gunung-gunung, jamalah tanah di
lembah-lembah, panjatlah batang-batang pepohonan, reguklah air yang jernih,
dan ciumkan hidungmu di atas bunga mawar! Pada saat-saat yang demikian
itu, Anda akan menemukan jiwa Anda benar-benar merdeka dan bebas seperti
burung yang berkicau melafalkan tasbih di angkasa kebahagiaan. Keluarlah
dari rumah Anda, tutup kedua mata Anda dengan kain hitam, kemudian
berjalanlah di bumi Allah yang sangat luas ini dengan senantiasa berdzikir dan
bertasbih.

Marilah sekali-kali kita membaca Al-Qur’an di tepi-tepi sungai, di pinggiran


hutan yang rimbun, di antara burung-burung yang sedang berkicau membaca
untaian puisi cinta, atau di depan gemericik aliran air sungai yang sedang
mengisahkan perjalanannya dari hulu ke hilir. Marilah sesekali kita berjalan
menjelajah pelosok negeri untuk mencari ketenangan, bergembira, berpikir,
dan sekaligus menghayati ciptaan Allah yang sangat luas ini.
(Dan, mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata):”Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-
sia, Maha suci Engkau”)
(Al Quran surat Ali Imran: 191)

Mendaki gunung pada awalnya merupakan sebuah kegiatan yang harus


dilakukan oleh seseorang untuk sebuah keperluan tertentu, baik untuk dirinya
sendiri maupun untuk orang lain.

Memasuki masa neo klasik, yakni pada masa penjajahan. Kegiatan mendaki
gunung memiliki tujuan Tertentu. Seorang ahli geologi berkebangsaan
Belanda bernama Clignet (1838) diketahui sebagai orang pertama yang
mendaki gunung Semeru (Jawa Timur) dengan tujuan untuk penelitian struktur
tanah dan kemudian dilanjutkan oleh ahli botani Junhuhn (1945) yang
mendaki gunung Semeru untuk meneliti jenis-jenis tumbuhan berdasarkan
ketinggian.

Pada masa yang sama, bangsa Indonesia mendaki gunung untuk keperluan
taktik perang. Panglima Jendral Sudirman dan para prajuritnya mendaki
gunung dan perbukitan di daerah jawa tengah untuk menjalankan taktik perang
gerilya melawan Belanda, demikian pula Pahlawan Supriadi memimpin
pasukan gerilya dengan menjelajahi kawasan gunung kelud di sekitar daerah
Blitar-jawa timur.

Konon bangsa Belanda juga turut mendaki gunung Argopuro untuk membuat
landasan pesawat terbang di lereng gunung Argopuro guna mengangkut hasil
pengalengan daging rusa (sekarang Cikasur). Dari sini kita bisa melihat tujuan
dari mendaki gunung menjadi semakin beragam.

Kemudian, kegiatan mendaki gunung sudah berubah menjadi kegiatan yang


bertujuan untuk hobi atau kesenangan diri sendiri. Para pendaki gunung telah
memiliki tujuan yang lebih beragam lagi, yakni ingin menjadi orang pertama
yang menjejakkan kaki di puncak-puncak gunung yang masih perawan.
Mendaki gunung sudah berubah tujuannya, yakni untuk ‘kemasyuran’.
Mengapa mereka gila akan puncak gunung?
Pada awalanya mencapai puncak gunung merupakan kepuasan pribadi yang
tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, sama halnya dengan kenikmatan penulis
ketika berhasil membius para pembacanya, atau kenikmatan seorang seniman
ketika berhasil menyelesaikan karyanya dan kemudian diapresiasi oleh
pengamat.

Coba kita bandingkan saat ini. Betapa banyaknya pendaki yang melakukan
ekspedisi mendaki gunung, baik secara solo atau tim hanya untuk menggapai
puncak atau mengoleksi puncak-puncak gunung ternama demi mencari
popularitas atau menambah image pribadi.
Kenyataannya, ekspedisi-ekspedisi tersebut hanya seperti kegiatan yang
sepintas lalu saja, setelah ekspedisi selesai, tak pernah lagi dibicarakan oleh
orang lain, dibahas untuk ilmu pengetahuan, apalagi untuk dikenang.

Meskipun akhirnya para pendaki yang “haus gengsi”ini harus bersikap


“Vandalis” agar orang lain mengenalnya dengan cara mencoretkan namanya
diantara batu-batu, pohon-pohon atau papan peringatan, tetapi ternyata
sebenarnya justru mereka sedang merusak namanya sendiri.
Jadi, kegiatan mendaki gunung kini memiliki tujuan yang lebih beragam lagi,
yakni prestise atau image. Dimana para pendaki berlomba untuk mencapai
atau mengoleksi puncak gunung demi keperluan gengsi atau untuk
mengangkat prestasi dan menjadi lebih dikenal.
Hal itu menjadi sangat ironis sekali dengan nama mereka “PECINTA ALAM”
yang notabene sebagai kaum yang mencintai alam tetapi pada kenyataannya
tidak ada sama sekali kegiatan untuk melestarikan alam, yang nampak
hanyalah sejumlah ekspedisi-ekspedisi sekedar mencapai puncak gunung saja
bukan ekspedisi untuk keperluan penelitian, bersih-bersih gunung dari sampah
atau ekspedisi penghijauan hutan dsb. Dan yang lebih menyedihkan lagi,
banyak yang tidak mengetahui atau bahkan melupakan nilai-nilai berharga
yang bisa diambil dari kegiatan mendaki gunung.

Untuk itu kita perlu mengkaji kembali tentang hakikat mendaki gunung yang
selama ini telah diabaikan, mengapa kita mendaki gunung, untuk apa serta
bagaimana mendaki gunung dan menjadi Pecinta Alam yang lebih baik ?
Karena itu kita perlu kembali mempertanyakan tujuan kita mendaki gunung,
salah satunya yakni dengan mempelajari filosofi mendaki gunungใ

PENDAKI GUNUNG, PECINTA ALAM DAN


PETUALANG.......,
sekilas memang istilah tersebut hampir sama namun sesungguhnya sangat
berbeda. Tentang Pendaki dan Pecinta alam sudah dibahas sebelumnya, tetapi
bagaimana dengan petualang?
Petualang, sebenarnya sangat identik dengan seseorang yang memiliki
keberanian dan rasa ingin tahu yang begitu besar dan melebihi orang-orang
pada umumnya. Seorang petualang bisa dibilang sebagai penjelajah yang siap
bertaruh dengan apapun yang Ia miliki sampai dengan nyawanya sekalipun.
Seorang petualang alam sejati tidak akan pernah berhenti untuk tetap
menjelajahi alam yang belum pernah Ia jejaki.
Seorang petualang biasanya selalu menjadi pioner diantara kaumnya meskipun
sesungguhnya Ia tidak pernah berniat untuk menjadi orang pertama atau
mencari sensasi dan popularitas , karena yang mereka cari adalah terjawabnya
rasa ingin tahu yang begitu besar di dalam pikirannya. Oleh karena itu,
seorang petualang hidupnya tak pernah “stagnan”, Pribadinya begitu dinamis,
optimis dan memiliki semangat yang tak wajar. Mereka berpetualang untuk
memenuhi kebutuhan dirinya, sebab rasa ingin tahunya yang terlampau besar
akan menyiksanya jika terus-terusan dipendam. Namun karena keberanian dan
semangatnya itulah yang justru dengan sendirinya akan membuatnya dikenal
dan hidupnya abadi karena orang lain akan selalu membicarakan apa yang Ia
temukan dalam setiap penjelajahannya.

Kita bisa mengambil contoh seorang “Amerigo Vespuci atau Colombus” yang
gemar berpetualang. Sampai kini orang-orang akan tetap mengenangnya
sebagai penemu benua Amerika. Padahal meskipun mereka tidak pernah
mengadakan ekspedisi menyeberangi samudera atlantik, benua Amerika
sebenarnya memang sudah ada. Namun karena mereka orang yang pertama
kali berani menyeberangi samudera yang konon dipenuhi ular naga dan gurita
raksasa, akhirnya mereka juga yang kini lebih dikenal.

Karena mereka bekerja dengan hati, maka sesungguhnya popularitas dengan


sendirinya akan mengiringi. Lalu, lebih baik mana antara Pendaki gunung,
Pecinta alam atau Petualang?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, adalah lebih mudah jika kita mengacu
pada tujuan yang ingin dicapai. Mengapa? Sebab bagimanapun besarnya
semangat atau keberanian seseorang, jika tujuannya tidak baik dan kurang
bermanfaat maka dengan sendirinya sesungguhnya orang itu akan dipandang
buruk.

Contoh:
- Seorang pendaki gunung atau pecinta alam berniat untuk mendaki gunung
sampai puncak, dalam perjalanan Ia menemukan sampah dan kemudian ia
ambil untuk dibawa sampai turun dan membuangnya di tempat sampah. Lain
cerita, ada seseorang yang gemar sekali berpetualang dengan menjelajahi
hutan. Sampai suatu saat Ia menemukan sumber mineral yang berharga,
sehingga kemudian Ia segera menjual kepada pihak pengelola karena Ia tahu
bahwa informasi yang Ia miliki pasti sangat mahal harganya. Akhirnya
masuklah pengelola kedalam hutan dan melakukan penambangan besar-
besaran tanpa memperhatikan kelestarian alam sekitar.
Adalagi contoh sebagai berikut:

- Sebuah kelompok Pecinta alam berniat mengadakan penghijauan di lahan


hutan yang gundul dengan harapan nama kelompoknya akan dikenal atau
mendapatkan penghargaan dari pihak-pihak terkait sehingga anggotanya akan
semakin bertambah dan bisa lebih mudah untuk mencari dana guna
mengadakan sejumlah ekspedisi pendakian gunung yang tujuannya tak lain
hanya mengoleksi puncak sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan prestise
organisasi.
– Ada seorang yang gemar sekali berpetualang, kali ini Ia ingin mengadakan
ekspedisi mendaki gunung dengan membuka jalur baru sebab menurut
keterangan masyarakat sekitar, ada aliran sungai yang cukup deras yang
mengalir dari lereng gunung, tapi tidak satupun orang yang berani untuk
mencari sumber air tersebut karena masuk kedalam wilayah hutan yang
disakralkan. Untuk menjawab rasa penasaran itu, maka sang petualang ini
membuka jalur baru dan berhasil menemukan air terjun dan beberapa sungai
yang belum pernah terjamah oleh manusia. Akhirnya, jalur yang Ia lalui kini
menjadi jalur pendakian baru yang cukup diminati karena selain
pemandangannya yang menarik, juga mudah untuk mencari air. Kemudian
sang petualang ini bekerja sama dengan sejumlah pecinta alam dan pemerintah
setempat untuk menjadikan kawasan yang telah Ia ketemukan itu sebagai
kawasan Taman nasional yang harus dilindungi demi menghindari
pengrusakan atau penebangan hutan secara liar .

Dari beberapa contoh diatas, bisa kita lihat manakah yang jauh lebih baik.
Dengan begitu kita akan mengerti bahwa kunci dari setiap melakukan sesuatu
itu terletak pada tujuannya.
Kita tidak bisa menilai sesuatu hanya berdasarkan nama atau sebutan saja. Jadi
lebih baik lagi jika Para pendaki gunung itu selain merangkap sebagai Pecinta
alam juga merangkap sebagai petualang sejati yang selalu bekerja dengan hati,
keberanian dan semangat yang tinggi tanpa tujuan apapun selain untuk
perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan bermanfaat untuk alam dan
orang lain.

Jika kita mampu bekerja dengan ketulusan hati dan keberanian, sesungguhnya
popularitas atau keabadian hidup itu akan hadir dengan sendirinya untuk
mengiringi setiap langkah yang kau jejaki.
Jadi, lebih baik menjadi “pendaki gunung yang pecinta alam dan berjiwa
petualang sejati”. Pasti jiwa dan jasadmu akan selalu dirindukan oleh alam dan
orang-orang akan angkat topi kepadamu meskipun biasanya selalu
terlambat.....***
Ada beberapa pertanyaan atau anggapan klasik yang mungkin sampai
sekarang masih saja ditanyakan kepada para penggiat kegiatan alam bebas.
Pertanyaan dan anggapan-anggapan klasik yang sudah pasti menjadi santapan
basi bagi para pendaki gunung, pecinta alam ataupun para petualang alam
bebas di seluruh dunia.
Pertanyaan-pertanyaan seperti:
 Untuk apa mendaki gunung?
 Apa manfaat dari mendaki gunung?
 Keuntungan apa yang bisa diambil dari mendaki gunung?
 Apa yang diberikan gunung kepadamu?
 Atau anggapan-anggapan seperti:
 Mendaki gunung hanya perbuatan menyia-nyiakan waktu,
tenaga dan uang saja.
 Para pendaki gunung itu adalah kaum”Hedonist” yang hanya
memuja kesenangan-kesenangan secara berlebihan.
 Para pendaki gunung adalah orang-orang yang memiliki
kelainan jiwa “Amor Fati” atau orang-orang yang mencintai
kematian.
 Tewas saat mendaki gunung adalah mati konyol.

Coba kita renungkan kembali beberapa pertanyaan atau anggapan-anggapan


klasik tersebut. Meskipun terkesan biasa atau mungkin tidak terlalu sulit untuk
dijawab. Pada kenyataannya, jawaban-jawaban yang mungkin bisa membuat
mulut kita sampai berbusa untuk menjelaskannya itu, ternyata tak pernah bisa
dijawab atau dijelaskan oleh para pendaki, sehingga memuaskan atau minimal
mampu membuat orang-orang yang bertanya menjadi terkesan dan mau
mengerti.

Mengapa demikian?

Sekali lagi................Sesungguhnya hal-hal yang terlihat mudah justru adalah


hal yang paling sulit. Seperti kata orang-orang bijak” Orang besar selalu
mudah mengatasi masalah-masalah besar, tetapi selalu mengalami kesulitan
ketika berhadapan dengan masalah-masalah kecil”
Mungkin hampir semua pendaki gunung akan dengan mudah mengatasi rasa
dingin, medan yang berat atau alam yang kejam karena telah terbiasa, tetapi
ketika dihadapkan pada pertanyaan dan anggapan seperti itu dari orang-orang
terdekatnya, belum tentu semua pendaki gunung mampu mengatasinya.
Kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk diam atau menghindar daripada
harus melakukan sesuatu yang menurutnya sia-sia saja, yakni “Menjelaskan
kepada orang yang nggak mungkin bisa ngerti”. Ada juga yang langsung
menjawab” Kalau ingin tahu ya coba aja sendiri!”.

Untuk menjawabnya memang dibutuhkan penjelasan yang bisa membuat


orang-orang yang bertanya itu, menjadi turut berpikir kembali. Bukan justru
membingungkannya atau membuatnya menjadi semakin tidak simpatik.

Pendaki gunung itu adalah orang-orang yang telah berguru pada alam. Guru
yang langsung diciptakan oleh Tuhan untuk mengajarkan segala sesuatu
kepada kita. Jadi bisa dibilang, orang-orang yang berguru pada alam itu
sesungguhnya telah berguru pada sang maha guru. Maha guru yang lebih
banyak memberi dan tak pernah meminta.

Karena ilmu tanpa batas itu sumbernya dari Tuhan, maka alam adalah sebagai
medianya. Nabi Musa saja harus mendaki gunung Sinai ketika akan
mendapatkan kitab Taurat. Nabi Muhammad juga harus mendaki bukit (jabal)
dan tinggal di Gua Hiro yang tidak semua orang bisa dengan mudah
menggapai tempat tersebut, sebelum akhirnya menerima wahyu yang pertama.
Demikian pula para empu yang harus mendaki gunung untuk bertapa sampai
pada akhirnya mendapatkan pencerahan berupa ilmu atau kesaktian.

Ada beberapa tingkatan “Tujuan mendaki gunung”, yakni sebagai berikut:


Tujuan mendaki gunung yang pertama, bisa dibilang tujuan yang paling
rendah adalah ”Untuk hobi atau kesenangan pribadi semata”. Para pendaki
gunung yang bertujuan untuk hobi ini, biasanya mendaki gunung untuk
sekedar rekreasi, mengisi waktu luang atau melepas kepenatan. Orang-orang
ini mendaki gunung untuk menikmati pemandangan alam, menghirup udara
segar atau berkemah bersama teman-teman. Puncak gunung bukanlah harga
mati, karena yang mereka kejar hanyalah kesenangan semata. Jadi meskipun
mereka mendaki gunung tidak sampai ke puncak, sebenarnya mereka sudah
cukup puas.

Tingkat kedua, tujuan mendaki gunung “Untuk prestise atau mendapatkan


pengakuan”. Para pendaki yang mendaki gunung untuk tujuan seperti ini, yang
mereka kejar hanya puncak. Jadi puncak gunung adalah harga mati bagi
mereka. Bagaimanapun caranya, puncak harus bisa diraih, karena mereka
beranggapan semakin banyak puncak gunung yang dikoleksi,maka prestise
akan meningkat pula dan Ia-pun akan mendapat pengakuan dari orang lain
(meskipun kenyataannya justru dianggap sombong dan kurang begitu
dianggap oleh kebanyakan pendaki).
Tingkatan yang lebih tinggi yakni “ Untuk pengalaman dan Ilmu
pengetahuan”. Orang-orang yang bertujuan seperti ini tidak hanya “pendaki
gunung atau petualang saja”, tetapi bisa juga para ahli yang mendaki gunung
untuk keperluan penelitian. Contoh: Seorang ahli “Vulkanologi” harus
mendaki gunung untuk meneliti keadaan kawah sebuah gunung, Seorang
pendaki yang mendaki gunung untuk keperluan membuat peta, seorang ahli
yang mendaki gunung untuk keperluan meneliti jenis-jenis hewan dan
tumbuhan di sebuah gunung, seorang petualang yang mendaki gunung untuk
membuka jalur pendakian atau mencari lokasi sumber air dsb. Orang-orang
yang memiliki tujuan ini, biasanya mengabaikan “Prestise”atau bahkan
“nyawanya” sekalipun karena tujuan utama mereka adalah jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam benak mereka. Demi ilmu pengetahuan dan
pengalaman baru sehingga bermanfaat untuk dirinya dan juga orang lain.
Tingkatan selanjutnya yang lebih tinggi adalah “ Untuk pelestarian alam atau
misi penyelamatan”. Biasanya banyak dari kalangan para “Pecinta alam”
(Pecinta alam yang sebenarnya),Tim SAR atau polisi hutan. Mereka mendaki
gunung untuk kelestarian alam, misalnya reboisasi di lereng gunung, ekspedisi
bersih-bersih gunung dari coretan-coretan dan sampah gunung, perbaikan jalur
pendakian untuk mencegah adanya jalur-jalur bayangan yang akan
menyesatkan pendaki, Tim SAR yang mendaki gunung untuk mencari pendaki
yang hilang, para polisi hutan yang mendaki gunung untuk menjaga hutan dari
bahaya kebakaran atau memburu para penebang dan pemburu liar.

Tingkatan berikutnya yang lebih tinggi lagi adalah “Untuk mengasah pribadi
dan menemukan hakekat diri”. Orang-orang yang memiliki tujuan seperti
inilah orang yang mampu berguru pada alam. Mereka mendaki gunung untuk
menyendiri dan merenung guna mendapatkan kedamaian dan pencerahan dari
Tuhan dengan mengakrabi alam. Karena dengan begitu mereka akan tahu
bahwa dirinya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan alam apalagi Tuhan.
Tujuan mendaki gunung seperti ini tidak hanya bisa dilakukan oleh para
pertapa saja, yang biasanya mendaki gunung dan tinggal disana dalam waktu
yang cukup lama sampai mendapat ilmu. Namun, sebenarnya para pendaki
gunung biasa juga bisa memiliki tujuan seperti ini, kebanyakan para pendaki
yang sudah cukup berpengalaman biasanya mendaki gunung untuk tujuan
seperti ini. Mereka mendaki gunung bukan lagi untuk hobi atau mengejar
prestise, tetapi mereka mendaki karena “panggilan jiwa” yang harus terus
dipenuhi. Mereka seolah tak bisa hidup jauh dari gunung. Meskipun telah lama
tidak mendaki gunung, namun keinginan untuk mendaki itu pasti akan tetap
ada karena sudah menjadi kebutuhan. Mereka meyakini bahwa ada banyak
pelajaran yang bisa diperoleh dari mendaki gunung. Dengan mengakrabi alam,
maka dengan sendirinya alam akan mengajarkan banyak ilmu kepada kita.

Jadi, jelas bahwa gunung adalah media untuk menempa pribadi manusia
sebelum akhirnya mendapatkan ilmu yang berasal dari Tuhan. Ilmu yang tak
terbatas dan tidak bisa didapatkan hanya dari sekolah atau kuliah saja.

Ilmu apakah itu?


Ilmu tentang “hakikat diri dan Pemahaman akan arti kehidupan”.
Bagaimana cara memahaminya?
Salah satu caranya adalah dengan “Banyak mendaki gunung”.

Jadi pastikan terlebih dahulu tujuan kita sebenarnya sebelum kita mendaki
gunung, sehingga kegiatan yang kita lakukan nanti tidak akan sia-sia, dan jika
nanti seandainya kita terpaksa harus mati di gunung sekalipunpun, maka kita
tidak akan mati konyol karena minimal kita sudah memiliki tujuan yang jelas.
Tak ada pendaki yang mati di gunung, mati sia-sia. Mereka hanya manusia
biasa yang telah berani menghargai hidup dan memenuhi takdirnya saja.
‘Kematian’ ketika mendaki gunung adalah resiko yang harus dihadapi dengan
keberanian.

MENDAKI GUNUNG DAPAT MENGASAH PRIBADI


Sebagaimana kata Ki Hajar Dewantara, bahwa Seni itu sebagai penghalus budi
pekerti. Dan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia seni termasuk seni
mendaki gunung, artinya mendaki gunung dengan menggunakan akal dan
perasaan, dasarnya adalah kesenangan.
Mendaki gunung adalah kegiatan yang didasari karena kesenangan, dan
apabila terus menerus ditekuni maka tidak lagi untuk kesenangan melainkan
sudah menjadi kebutuhan.
Jika kebutuhan itu terus dipenuhi maka dengan sendirinya akan merubah sikap
dan perilakunya. Seharusnya perubahan sikap dan perilaku tersebut adalah
lebih baik bukan menjadi lebih buruk.

Melalui kegiatan mendaki gunung, kita akan mampu mengenali pribadi teman
yang sebenarnya. Sebab, ketika kita mendaki gunung, beberapa karakter
pribadi orang yang sebenarnya akan nampak karena situasi yang sedang
dihadapi. Misalnya: Kelelahan, kedinginan, kehabisan bekal makanan atau air,
terjebak badai, tersesat, mengalami musibah kecelakaan, ada teman yang sakit,
atau bahkan karena gagal sampai ke puncak. Ada yang jujur/tidak jujur, ada
yang setia kawan/ tidak setia kawan, ada yang egois/tidak egois, ada yang
teliti/ceroboh, ada yang sombong/rendah diri, dll. Karena itu dengan kegiatan
mendaki gunung, kita akan bisa lebih mengenal karakter pribadi seseorang
yang sebenarnya.

Dengan mendaki gunung, paling tidak kita akan mampu mengetahui bahwa
kita hanyalah seperti seekor semut yang merayap lamban di tengah luasnya
hutan. Kita hanya mahluk biasa yang tak berdaya jika berada di alam bebas,
tidur di tanah, minum air mentah, berlindung dari dinginnya udara, tak
berdaya di tengah kabut atau tak berkutik jika tersesat dan kehabisan bekal.
Itulah kita, manusia yang sebenarnya, tak berdaya di tengah alam, apalagi
untuk melawannya. Lalu apalagi yang kita sombongkan, melawan alam saja
tidak berdaya apalagi melawan kekuasaan sang pencipta alam. Demikianlah
alam akan mengajarkan kepada kita ilmu tentang “ rendah diri dan tidak
sombong”.

Jika ada seorang pendaki merasa sombong karena Ia telah merasa


menaklukkan sebuah gunung atau ratusan gunung dengan mendaki sampai
puncaknya, sesungguhnya Ia mendaki hanya mendapatkan rasa letih saja tidak
lebih. Gunung adalah salah satu guru yang mengajarkan banyak ilmu kepada
manusia, bagaimana bisa guru akan mengajarkan ilmunya jika muridnya
merasa sombong terlebih dahulu?
Mendaki gunung hanya untuk kesenangan atau hobi itu tidak salah, tetapi
alangkah baiknya jika kita mendaki gunung sekaligus belajar pada alam, yakni
belajar tentang segala ilmu yang mungkin dapat diajarkan alam kepada kita.
Kemudian, apabila kita sudah memiliki ilmunya maka kita bisa
mengajarkannya kepada orang lain yang belum tahu. Dengan demikian,
kegiatan mendaki gunung kelak akan menjadi sebuah kegiatan yang jauh lebih
bermartabat dan lebih dihargai oleh orang lain.

GUNUNG ADALAH SUMBER ILMU


Kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa ada banyak sekali ilmu yang
sesungguhnya bisa kita petik dari kegiatan mendaki gunung. Ilmu apa sajakah
itu?
Berikut ini hanyalah sebagian dari beberapa kelompok ilmu yang bisa
diajarkan gunung kepada kita:

1. Ilmu pengetahuan alam

Tak dapat dipungkiri, bahwa gunung adalah sumber ilmu pengetahuan. Para
peneliti yang gemar meneliti tentang gunung, akhirnya dapat menemukan dan
merumuskan beberapa ilmu-ilmu baru yang dapat berguna bagi manusia.
Seperti contohnya: Ilmu volcanologi, botani, zoologi, topografi, ilmu batuan,
ilmu lapisan tanah, ilmu obat-obatan, arkeologi dsb yang terlalu banyak untuk
disebutkan.
Cabang-cabang ilmu pengetahuan tersebut, tentu saja tak begitu saja muncul.
Melainkan melalui proses pencarian dan penemuan secara berkala oleh orang-
orang yang memang senang sekali menjelajah gunung-gunung, dan kegiatan
pencarian itulah yang sebenarnya disebut dengan ekspedisi. Jadi ekspedisi
bukan sekedar mendaki puncak-puncak gunung lalu pulang kembali tanpa
menghasilkan sesuatu. Jika ada kegiatan ekspedisi yang demikian, bisa disebut
hanya sekedar kegiatan melakukan hobi mendaki gunung. Bukan melakukan
ekspedisi.

2. Ilmu sosial

Kegiatan mendaki gunung juga akan berdampak pada bertambahnya wawasan


tentang ilmu sosial kita. Sebab, setiap kita mendaki gunung maka kita akan
selalu bertemu dan berhubungan dengan orang lain, baik dengan teman
sendiri, penduduk desa atau dengan para pendaki yang mungkin kita jumpai.
Kita akan belajar bagaimana bergaul, menghormati dan bersikap baik dengan
orang lain, karena jika kita tidak mampu beradaptasi dengan baik, maka kita
akan merasakan kerugian yang bisa langsung kita rasakan sendiri.

Dengan mendaki gunung, mengajarkan kita untuk bersosialisasi, bekerjasama


dan menjalin tali persahabatan. Oleh karena itu, setelah melakukan kegiatan
mendaki gunung, biasanya kita akan merasakan tali persahabatan terjalin lebih
erat daripada sebelumnya. Sebab, kita sudah melalui hidup bersama mengatasi
berbagai kesulitan, tidur bersama, makan bersama, susah bersama, dan senang
bersama selama beberapa hari di alam bebas.

Selain itu, kita juga akan banyak belajar tentang masyarakat desa. Sebab
ketika kita melalui desa atau dusun terpencil tempat kita melakukan titik awal
pendakian, maka secara tak langsung kita akan belajar mengenal tentang
kebudayaan masyarakat baru yang kita temui disana. Baik bahasanya,
agamanya, sistem sosialnya, mata pencahariannya, ilmu pengetahuannya,
keseniannya, atau adat istiadatnya. Meskipun mungkin kita hanya singgah
beberapa hari saja di desa mereka, tapi sebenarnya secara tak langsung kita
telah mempelajari sedikit tentang masyarakat desa yang kita singgahi. Dengan
demikian, jika kita peka terhadap lingkungan masyarakat yang kita temui,
maka kita akan mudah bergaul dengan mereka dan begitu juga dengan mereka
akan lebih menghormati kedatangan kita.

Oleh karena itu, sangat disayangkan jika kita hanya sekedar melakukan
pendakian gunung tanpa memperhatikan lingkungan masyarakat desa yang
kita temui. Kita akan kehilangan beberapa ilmu yang sesungguhnya dapat
bermanfaat baik bagi kita sendiri ataupun bagi orang lain.
Lebih baik lagi jika kita akan mendaki gunung, sebelumnya juga mempelajari
tentang karakter masyarakat di desa tempat kita melakukan titik awal
pendakian. Meski terlihat sepele, tetapi sesungguhnya hal ini sangat penting
untuk diri kita sendiri. Karena itu jadilah pecinta alam yang gemar menulis
rencana dan catatan perjalanan.

3. Ilmu Filsafat

Mendaki gunung akan mendekatkan kita kepada alam, hal ini tentu bukan
rahasia lagi. Sama halnya dengan seorang pelaut yang mengatakan bahwa
‘dengan mengarungi lautan kita akan mengenal diri kita dan bisa lebih
menghormati alam’. Sebenarnya hampir sama antara pelaut, pendaki gunung,
penerbang atau bahkan astronot. Semakin kita menjelajahi alam maka kita
justru akan merasa dekat dengan alam, baik sebagai sahabat atau musuh
sekalipun. Jika kita merasakan kedekatan dengan alam dan mengenal alam
dengan baik, maka dengan sendirinya kita akan tahu siapakah sebenarnya kita
ini.
Jika kita sedang berada di tempat yang aman dan nyaman, berada di rumah,
gedung atau hotel dengan dikelilingi orang-orang terdekat kita. Mungkin kita
akan merasa sebagai manusia yang memang lebih unggul dari makhluk
lainnya. Tetapi jika sedang berada di tengah hutan yang gelap, dikelilingi
kabut dan udara yang menusuk tulang. Kita akan tahu bahwa kita hanyalah
makhluk yang paling lemah. Kita kalah jauh dengan tumbuhan dan hewan
yang mampu bertahan hidup di tengah hutan tanpa membawa bekal makanan
atau tenda untuk berlindung dari hujan dan dinginnya udara.
Dengan mendaki gunung, kita akan terbiasa merasakan betapa lemahnya diri
kita dan betapa dahsyatnya kekuatan sang alam. Apalagi penciptanya?
Apabila kita sampai di puncak-puncak gunung, kita akan melihat
pemandangan yang sangat menakjubkan. Di atas kita, ada langit yang seolah
begitu dekat dan luas. Di bawah kita, terhampar dataran yang dihuni oleh
berjuta-juta manusia dengan berbagai kesibukannya. Dan ternyata kita
hanyalah satu diantara berjuta-juta makhluk yang tinggal di bawah sana.
Semua tampak seperti debu yang bertebaran di padang yang luas. Apa lagi
yang bisa kita sombongkan?

Demikianlah, dengan mendaki gunung kita akan merasakan kedekatan dengan


alam yang pada akhirnya akan mengantarkan kita kepada kedekatan diri kita
dengan Tuhan. Jadi dengan mendaki gunung, kita akan belajar ilmu agama
yang jauh lebih tinggi, yakni ilmu hakikat diri.
Hal-hal demikian ini, sesungguhnya sudah dibuktikan oleh para nabi dan kaum
petapa yang gemar sekali mendaki gunung untuk sekedar bertapa dan
menyendiri guna mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dengan menyendiri di gunung-gunung selama beberapa hari bahkan sampai


berbulan-bulan atau bertahun-tahun, mereka merasakan kedekatan dengan
Tuhannya. Sampai pada akhirnya, mereka dikaruniai beberapa ilmu yang tak
semua orang bisa mendapatkannya.
Ilmu hakikat.
“Jika kita mampu mengenali diri sendiri, maka kita akan mengenali Tuhan”
(Petikan kalimat dari para kaum hukamah/sufi)

BELAJAR DARI FILOSOFI MENDAKI GUNUNG

Gunung adalah bayang-bayang kehidupan


Puncaknya adalah cita-cita
Lerengnya adalah usaha
Lembahnya adalah iman dan pengetahuan
Hutannya adalah anugerah
Dan kabutnya adalah cobaan
Semakin runcing sebuah gunung
Semakin sulit pula menggapai puncaknya,
tapi butuh waktu yang singkat
SEBALIKNYA
Semakin landai sebuah gunung
Semakin mudah pula menggapai puncaknya,
tapi butuh waktu yang lebih lama
Tapi …… Puncak bukanlah tujuan akhir,
karena jalan menurun, telah siap untuk ditapaki
semakin sulit dan menyesatkan
menuju lembah tempat kembali
KODE ETIK PECINTA ALAM INDONESIA
“ PECINTA ALAM INDONESIA SADAR BAHWA ALAM BESERTA
ISINYA ADALAH CIPTAAN TUHAN YANG MAHA ESA “

“PECINTA ALAM INDONESIA SEBAGAI BAGIAN DARI


MASYARAKAT INDONESIA SADAR AKAN TANGGUNG JAWAB
KAMI KEPADA TUHAN, BANGSA DAN TANAH AIR ”

” PECINTA ALAM INDONESIA SADAR BAHWA PECINTA ALAM


ADALAH SEBAGAI MAKHLUK YANG MENCINTAI ALAM
SEBAGAI ANUGERAH TUHAN YANG MAHA ESA “

Sesuai dengan hakekat diatas kami dengan kesadaran menyatakan :

1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.


2. Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai
dengan kebutuhannya.
3. Mengabdi kepada Bangsa dan Tanah Air.
4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta
menghargai manusia dan kerabatnya.
5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai
dengan azas pecinta alam
6. Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan
pengabdian terhadap Tuhan, Bangsa dan Tanah air.
7. Selesai.

Disyahkan bersama dalam GLADIAN IV – 1974 Di Ujungpandang

SAJAK RIMBA

Kami adalah bayang-bayang, yang merayap di tengah jagad rimba


Berdiri di atas tanah, berjalan di atas awan
Berselimut kabut, bersahabat dengan udara yang menusuk raga
Menyerah bukanlah jalan, tetapi mati bukanlah tujuan
Jati diri adalah yang kami cari-cari
Ketika semua orang lelap dalam tidur
Kami ajak alam berdiskusi
Tentang kekuasaan tak terbatas
Alam adalah sahabat, guru dan musuh yang terkejam
Bertualanglah...........................dan ceritakan kepada dunia
Betapa lemahnya engkau dalam pelukan alam
Ceritakanlah..........................ceritakanlah.!
Karena setelah engkau mati, maka mereka yang akan bercerita tentang engkau.
Dan engkau tidak akan hidup sia-sia, hidupmu akan lebih berarti dan abadi.
Demikianlah kami yang hidup di tengah jagad rimba
Jangan Disepelekan, Inilah 10 Pantangan Selama
Mendaki Gunung
Mendaki gunung menjadi kegiatan yang mulai digemari banyak orang,
terutama anak muda. Alasannya beragam, mulai dari ingin melihat
pemandangan dari atas gunung, menantang diri untuk sampai ke puncak, atau
bosan dengan cara liburan yang biasa.

Sama halnya dengan saat kita bertamu atau mengunjungi suatu tempat, pasti
ada adab-adab dan pantangan-pantangan yang harus ditaati. Begitu pula
dengan mendaki gunung, sebagai seorang pendaki, ada hal-hal yang tidak
boleh kita lakukan.

Dan kita harus menaati pantangan tersebut, supaya aman selama mendaki,
baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Berikut adalah 10 pantangan yang
harus ditaati saat mendaki gunung agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

1. Jangan mengabaikan imbauan dari petugas, apalagi


melakukan pendakian ilegal
Saat akan mendaki gunung, ada beberapa himbauan yang akan disampaikan
petugas. Salah satunya adalah sampai mana batas pendakian boleh dilakukan.
Karena tak semua gunung boleh didaki hingga puncak, bisa jadi gunung
tersebut terlalu aktif atau medannya sedang dalam kondisi tidak stabil untuk
didaki.

Pastikan mendaftarkan diri kepada petugas sebelum mendaki, jangan sampai


menjadi pendaki ilegal. Hal ini demi kebaikanmu sendiri.

2. Jangan memotong jalur pendakian dan membuat jalur baru


Saat mendaki, ikutilah jalur yang telah tersedia. Hal ini mencegah terjadinya
hal-hal buruk yang mungkin terjadi, seperti tersesat atau melewati jalur yang
berbahaya. Jangan sekali-kali memotong atau membuat jalur sendiri, apalagi
hanya karena ingin coba-coba, sampai lebih cepat, dan sebagainya.

3. Jangan memaksakan ambisi hanya untuk kepuasan pribadi


Mendaki pasti dilakukan secara berkelompok. Nah, yang harus kita sadari
adalah keselamatan kelompok itu lebih penting daripada keinginan pribadi
untuk sampai ke puncak. Mendaki adalah kegiatan yang berhubungan
langsung dengan alam.

Keadaan alam yang tidak menentu kadang menjadi hambatan saat mendaki.
Kita harus tahu kapan untuk berhenti atau bahkan kembali turun tanpa
mencapai puncak. Jangan sampai memaksakan ambisi ingin sampai puncak
tanpa memikirkan keselamatan diri dan orang lain.

4. Jangan berbuat iseng dengan mengubah atau merusak tanda-


tanda jalur pendakian
Saat berada di gunung, hindari melakukan hal-hal bodoh dan tidak bermanfaat,
apalagi sampai membahayakan orang lain. Iseng boleh, tapi jangan sampai
mencelakai orang lain. Misalnya seperti mengubah tanda-tanda jalur
pendakian yang dapat berakibat fatal bagi pendaki lain akibat berjalan ke arah
yang salah. Apabila kita melihat pendaki lain yang merusak ataupun merubah
tanda pendakian, sebaiknya kita juga mengingatkannya

5. Jangan melakukan tindakan vandalisme


Masih banyak pendaki yang melakukan tindakan memalukan ini. Aksi vandal
adalah menuliskan nama, komunitas atau negara tertentu pada apa saja yang
ada di gunung. Meski terlihat sepele, tapi bisa merusak pemandangan dan
membuat gunung terlihat kotor. Bukan cuma itu, keselamatanmu bisa
terancam jika melakukan hal-hal tak terpuji seperti vandalisme.

6. Jangan mengambil apapun di gunung, baik itu tumbuhan,


hewan, dan sebagainya
Saat di gunung, kamu tak boleh mengambil apapun, kecuali foto. Banyak hal
menarik yang dapat kamu jumpai di sana, seperti bunga edelweis atau hewan-
hewan imut yang gak bisa ditemui daratan biasa. Mengambil bunga edelweis
adalah tindakan ilegal dan tidak bertanggung jawab.

Pemikiran seseorang adalah "hanya" mengambil bunga edelweis tidak akan


berakibat buruk bagi orang lain. Namun jika beribu-ribu orang memiliki
pemikiran yang sama, maka besar kemungkinan anak cucu kita nanti hanya
akan dapat melihat bunga edelweis dari fotonya saja.

Mengambil dan berniat memelihara hewan imut yang kita temui juga tidak
dibenarkan. Apalagi membunuh dan memburunya, hingga berdampak pada
ekosistem yang ada.

7. Jangan mendirikan tenda di dekat sumber air


Saat mendirikan tenda, tentu harus mencari tempat yang datar dan lapang.
Namun, tak semua tempat yang lapang dan datar dapat dijadikan untuk
membangun tenda. Hindari mendirikan tenda di dekat sumber mata air seperti
sungai, danau, dan air terjun.

Selain untuk menghindari banjir banjir datang tiba-tiba, hal ini juga mencegah
kita dari hewan buas yang mencari minum saat malam hari. Gak mau, kan saat
terlelap tiba-tiba dikagetkan dengan sapaan hewan buas yang menakutkan?

8. Jangan membuang sampah sembarangan


Jangan Disepelekan, Inilah 10 Pantangan Selama Mendaki Gunung ilpost.it

Sampai saat ini, masih ada saja pendaki yang melanggar pantangan dan tetap
membuang sampah sembarangan. Mereka enggan membawa sampah yang
mereka hasilkan dan meninggalkannya begitu saja. Padahal selain membuat
pemandangan menjadi rusak, hal ini juga mengakibatkan gunung menjadi
tercemar.

Bawalah kantong untuk menumpuk sampah selama pendakian, lalu buanglah


di tempat sampah yang biasanya disediakan pihak basecamp. Jangan
tinggalkan apapun kecuali jejak dan kenangan selama di gunung.

9. Hindari menyalakan api unggun jika tidak diperlukan


Menyalakan api unggun sebaiknya dilakukan jika benar-benar dibutuhkan.
Nyalakan api unggun saat benar-benar kedinginan dan untuk mengusir
ancaman hewan buas. Jika hanya ingin menghangatkan air atau memasak,
kamu menggunakan kompor gunung atau parafin. Hal ini untuk meminimalisir
terjadinya kebakaran hutan, yang biasanya disebabkan oleh adanya sisa api
unggun yang ditinggalkan, tapi belum benar-benar padam.
10. Jangan sampai terpisah dari rombongan atau meninggalkan
teman jauh di belakang
Saat mendaki, pastikan untuk tidak terpisah dari rombongan atau
meninggalkan teman satu rombongan dengan jarak yang cukup jauh. Karena
setiap orang memiliki stamina yang berbeda-beda. Sehingga lebih baik jika
orang dengan stamina paling lemah diposisikan di tengah kelompok, agar tak
tertinggal.

Beberapa kematian dan laporan orang hilang di gunung disebabkan oleh


terpisah dan tertinggal dari kelompoknya. Oleh karena itu, kekompakan dan
saling menjaga adalah hal yang harus dijaga selama mendaki.

Itulah 10 pantangan yang harus ditaati selama berada di gunung. Ditaati ya,
jadilah pendaki yang cerdas dan membanggakan.
PENUTUP
Jika dalam tulisan ini ada yng kurang tepat, saya pribadi mohon maaf yang
sebesar-besarnya, adapun kebenaran hanya milik ALLAH SWT semata.
Dan Saya sangat membutuhkan kritik, saran serta masukan-masukan yang
bertujuan menyempurnakan tulisan-tulisan diatas melalui email :

krt.priyohadinagoro66@gmail.com

Di Kutip dari beberapa Sumber


Oleh :

KRAT. PRIYOHADINAGORO

Anda mungkin juga menyukai