Anda di halaman 1dari 9

Materi mountenering

Pencinta alam atau Petualang

Dua nama, pencinta alam dan petualang seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa di
pisahkan antara keduanya. Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia akan nampak kelihatan bahwa keduanya tidak ada hubungan satu sama lainnya. Dalam KBBI,
pecinta (alam) ialah orang yang sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka
mencari pengalaman yang sulit-sulit, berbahaya, mengandung resiko tinggi tantangan dsb. Dengan
demikian, secara etimologi jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang berbeda,
meskipun ruang gerak aktivitas yang dipergunakan keduanya sama, alam. Dilain pihak, perbedaan itu
tidak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang dijalankan. Seorang pencinta alam lebih
populer dengan gerakan enviromentalisme-nya, sementara itu, petualang lebih aktivitasnya lebih lekat
dengan aktivitas-aktivitas Adventure-nya seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan
sungai dan masih banyak lagi kegiatan yang menjadikan alam sebagai medianya.

Kini yang sering ditanyakan ketika kerusakan alam di negeri ini semakin parah dimanakah pencinta
alam? begitupun dengan para petualang yang menggunakan alam sebagai medianya. Bahkan Tak jarang
aktivitas “mereka” berakhir dengan terjadinya tindakan yang justru sangat menyimpang dari makna
sebagai pecinta alam, misalkan terjadinya praktek-paktek vandalisme. Inilah sebenarnya yang harus di
kembalikan tujuan dan arahnya sehingga jelas fungsi dan gerak merekapun bukan hanya sebagai ajang
hura-hura belaka. keberadaaan mereka belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan
kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompoknya sebagai pecinta alam, sebagai petualang pun tidak.
Aktivitas mereka cenderung merupakan aksi-aksi spontanitas yang terdorong atau bahkan terseret oleh
medan ego yang tinggi dan sekian image yang telah terlebih dulu dicitrakan, dengan demikian banyak
diantara para “pencinta alam” itu cuma sebatas “gaya” yang menggunakan alam sebagai alat.

II. MOUNTAINEERING
I. PENDAHULUAN

Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu kegiatan yang langka,
artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta
Alam, Penjelajah Alam dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan
umum. Namun demikian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang berkaitan
dengan aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang ketrampilan yang mudah dan tidak memiliki dasar
pengetahuan teoritis. Didalam pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai
seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan,
cara-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain.

Segalanya inilah yang tercakup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian
Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu :

1. Hill Walking. Merupakan perjalanan pendakian bukit-bukit yang landai, tidak mempergunakan
peralatan dan teknis pendakian

2. Scrambling. Merupakan pendakian pada tebing batu yang tidak terlalu terjal. tangan hanya digunakan
sebagai keseimbangan

3. Climbing. Merupakan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik pendakian. bentuk climbing
adalah :

•Rock climbing, yaitu pendakian pada tebing batu

•Snow ice climbing, yaitu merupakan pendakian pada es dan salju

II. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG


1. Pengenalan Medan

Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus menguasai
menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah
dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik
adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.

2. Persiapan Fisik

Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan kelenturan otot. Kesegaran
jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini
penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.

3. Persiapan Tim

Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua
yang berkaitan dengan pendakian.

4. Perbekalan dan Peralatan

Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung
umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri.
Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang
lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di
ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan
masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain.

III. BAHAYA DI GUNUNG


Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu pendakian.

1. Faktor Internal

Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak dipersiapkan dengan baik akan
mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik,
perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental.

2. Faktor Eksternal

Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek pendakiannya (gunung),
sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin,
longsoran hutan lebat dan lain-lain. Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya
disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk
pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasan keterbatasan pada diri
kita sendiri.

IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN

Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu
kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :

1. Persiapan

Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :

• Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus :


Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan
perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian.

• Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara rutin
untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat
dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam
pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya.

2. Pelaksanaan

Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk
jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan
dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta
pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

-Kelompok pelopor

-Kelompok inti

-Kelompok penyapu

Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan(penanggungjawab


koordinasi). Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp
pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut. Didalam perjalanan
posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan
team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar
peraturan ini. Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan
di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal.
3. Evaluasi

Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan evaluasi kita
akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et
floreat).

V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN

Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala
konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan
berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah
suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan
kandungan oksigen udara juga semakin berkurang. Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya
terhadap keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses
fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang
pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat.

1. Konsekuensi Penurunan Suhu

Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia memiliki suatu
mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu
lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam
kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk
mempertahankan suhu tubuh internal

(mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan,
karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat
oksidasi.

2. Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen


Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk menjamin
kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat
hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin
tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan
meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan
latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacu
sintesis sel-sel darah merah.

3. Kesegaran Jasmani

Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yangditinjau dari sudut
faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan neuromusculare.

Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang
disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain sickness).
Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas
kerja aerobic akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan
lambat. Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :

• Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing

• Sukar atau tidak dapat tidur

• Kehilangan control emosi atau lekas marah

• Bernafas agak berat/susah

• Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa


mengarah kepenyimpangan mental.
• Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus
segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah kekosongan perut.

• Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya pada hari
kedua.

Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara dini ditangani/diberi obat
penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan
kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah
membuatnya pingsan. Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan
kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasa percaya
diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada koordinasi gerak lengan dan
kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat
hilang sama sekali.

4. Program Aerobik

Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang maksimum pada
daerah ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi oksigen
dalam tubuh selai respirasi. Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah
kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mrmasuki
jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin darah dan
juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme
pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke sel sel yang membutuhkan lebih terjamin. Untuk
persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan yang
teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan

(endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri (mental), keteguhan hati
serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi
maksimal, biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi
kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan.
Yang tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang
maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic
25-50 menit setiap harinya

Anda mungkin juga menyukai