Oleh :
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis memiliki keberagaman hayati yang
tinggi dengan bentang alam yang luas. Indonesia dengan keberagaman
hayati dan bentukan alam (kepulauan, gunung, perbukitan, pantai, dan
sebagainya),
merupakan
potensi
yang
tidak
ternilai
di
dalam
mendaki
gunung
Gunung Rinjani, tahun 2006 sebanyak 9.339 orang pendaki terdiri dari
wisatawan mancanegara (Wisman) sebanyak 3.386 orang dan wisatawan
nusantara (Wisnu) sebanyak 5.953 orang, tahun 2007 sebanyak 9.517
orang terdiri dari Wisman sebanyak 4.452 orang dan Wisnu sebanyak
5.065 orang, tahun 2008 sebanyak 11.391 orang terdiri dari Wisman
sebanyak 6.506 orang dan Wisnu sebanyak 4.885 orang, dan tahun 2009
sebanyak 12.756 orang terdiri dari Wisman sebanyak 9.172 orang dan
Wisnu sebanyak 3.584 orang, atau jika dirata-ratakan ada peningkatan
sebesar 11,19 % per tahun (Anonim, 2010).
Jumlah pendaki yang semakin tinggi memberi dampak positif bagi
masyarakat di sekitar gunung. Meningkatnya jumlah pendaki diikuti
dengan meningkatnya kecelakaan gunung. Kecelakaan gunung lebih
sering terjadi di gunung yang memiliki medan yang sulit seperti pada
beberapa gunung di Jawa Tengah, seperti Gunung Sumbing, Gunung
Sindoro, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Gunung Slamet. Angka
kecelakaan di Gunung Merapi tahun 2013 tergolong tinggi. Tercatat sejak
bulan Mei hingga November, sebanyak lima pendaki tersesat dan
terpaksa dievakuasi oleh Tim Search and Rescue (SAR) dan relawan.
Kepala Resor Selo Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM), Ruky
Umaya mengatakan, ada lima orang pendaki yang mengalami kecelakaan
dan tersesat. Dua orang mengalami hypotermia yang merupakan pendaki
perempuan remaja, dan merupakan pendaki pemula. Penyebabnya
adalah perbekalan terbatas dan mengalami dehidrasi dan kelelahan
(Nanin, 2013).
Latar belakang pendaki yang berbeda, akan menyebabkan
perbedaan pengetahuan tentang pendakian gunung. Mendaki gunung dan
penjelajahan hutan tropis merupakan kegiatan yang penuh resiko. Satriadi
(2010) menjelaskan bahwa, pengetahuan yang memadai, pengalaman
yang cukup serta peralatan yang sesuai sangat diperlukan untuk
melakukan suatu pendakian. Penguasaan medan juga merupakan faktor
penting dalam melakukan kegiatan ini. Hal tersebut terkadang tidak
pendakian
menjelaskan
mulai
dari
menyusun
rencana
dari
sikap
pendaki
tersebut.
Poerwadarminta
(2003)
dalam
kecenderungan
sikap
terhadap
adalah
adanya
perbuatan
yang
perasaan
atau
berhubungan
emosi,
dengan
tergantung
apa
permasalahannya
serta
benar-benar
tidak
mengetahuinya.
mengaplikasikan
Hal
tersebut
SOP
pendakian
menandakan
walaupun
kesadaran
dia
untuk
1.
2.
khususnya di gunung,
Referensi penelitiannya selanjutnya.
wisata
alam
Tinjauan Pustaka
Pendaki
Kegiatan olahraga di alam bebas merupakan suatu kegiatan yang
memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Kegiatan mendaki gunung
adalah salah satu kegiatan olahraga alam bebas yang banyak digemari
pada saat ini. Para pelaku kegiatan ini umumnya disebut pendaki atau
mountaineer.
Pendaki berasal dari kata daki yang berarti orang yang mendaki.
Jadi, pendaki gunung adalah orang yang berolahraga dengan mendaki
gunung (Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Pendakian gunung
nampaknya menjadi suatu kegiatan yang umum dilakukan, artinya tidak
lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu saja. Kegiatan ini terus dilakukan
oleh para pendaki karena merupakan kegiatan yang menantang. Setiap
orang akan mempunyai perasaan puas tersendiri bila sampai di puncak
gunung
dan
melihat
keindahan
sekitar
(Rahayu,
2012).
Dalam
gunung
memerlukan
kepekaan,
kemandirian
dan
dipahami. Alat pendukung dalam navigasi darat antara lain kompas, peta,
protaktor, alat tulis, dan GPS. Survival adalah keahlian untuk bertahan
hidup dalam situasi yang mendesak. Dalam pendakian, perlu diperhatikan
untuk melihat alam sekitar untuk dijadikan tanda yang mudah diingat,
seperti tumpukan batu, pohon tinggi, pohon tumbang, dan aliran sungai.
Tanda-tanda tersebut dapat dijadikan sebagai pemandu ke jalur semula
bila kebetulan tersesat. Jika pada satu waktu, kita mengalami hal yang
tidak diinginkan seperti tersesat, sebaiknya membuat diri dalam keadaan
tenang dan nyaman, kemudian melakukan rumus STOP. S: Stop/Seating,
berhenti dan beristirahat dengan santai dan berusaha untuk tidak panik. T:
Think, berpikir secara jernih dalam sesuatu yang sedang dihadapi. O:
Observation, lakukan pengamatan medan sekitar, kemudian tentukan arah
dan tanda-tanda alam yang dapat dimanfaatkan atau yang harus dihindari.
P: Planning, menyiapkan rencana dan pikirkan konsekuensinya. Peralatan
survival biasa dinamakan survival kit, yang merupakan kebutuhan yang
harus dimiliki setiap pendaki, sebagai antisipasi apabila terjadi suatu
masalah dalam pendakian. Survival kit meliputi, perlengkapan jahit, peniti,
peralatan mancing, alat penerangan, peluit, pisau multiguna, cermin, kaca
pembesar, korek api, dan lilin. Seorang pendaki alangkah baiknya
memahami ilmu survival lain seperti pembuatan api, mendapatkan air dan
pembuatan trap (jebakan), serta mengetahui tumbuhan dan buah survival
yang layak dan untuk dikonsumsi. Untuk mngantisipasi apabila terjadi
kecelakaan, diperlukan perlengkapan P3K untuk memberikan pertolongan
awal. Berikut merupakan perlangkapan standar, antara lain obat-obatan
standar (sakit kepala, flu, diare, alergi, penghilang rasa sakit, dan salep
pegal-pegal), perban pembalut/mitela, sun block, antiseptik, alkohol,
minyak gosok, plester, gunting, termometer, pinset, kapas, dan sarung
tangan karet. Selain peralatan, perlu diketahui pula mengenai dasar-dasar
pertolongan. Ilmu dan keterampilan dapat ditingkatkan dengan banyaknya
pengalaman di lapangan (Kurniawan, 2004).
Pengujian Instrumen
Sampel Responden. Kuesioner diujikan di Fakultas Peternakan
UGM yang pernah dan sering melakukan pendakian gunung. Sebanyak
50 responden dipilih secara purpossive sampling.
Uji Validitas. Validitas menurut Newman and Lawrence (2006)
merupakan suatu kejujuran. Uji Validitas digunakan untuk mengukur
kevalidan suatu kuesioner. Suatu kuisioner dapat dikatakan valid apabila
pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh kuisioner tersebut (Imam, 2011). Penelitian ini
menggunakan software SPSS untuk menguji validitas kuesioner. Sebuah
item akan dinyatakan valid apabila mampu membentuk suatu kelompok
yang bernilai < 0,05. Pengukuran validitas menggunakan korelasi product
moment pearson. Sebuah item pertanyaan dinyatakan valid jika korelasi
product moment pearson setiap pertanyaan memiliki nilai yang signifikansi
< 0,05 (=5%).
Uji Reliabilitas. Reliabilitas pada dasarnya adalah sebuah
peninjauan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil
pengukur yang dilakukan berulang menghasilkan hasil yang relatif sama
maka pengukuran tersebut dianggap memiliki tingkat reliabilitas yang baik.
Menurut
Neuman
dan
Lawrence
(2006)
mengartikan
reliabilitas
(http://www.timlo.net/baca/68719519104/btngm-angka-kecelakaanpendaki-merapi-meningkat/).
Anonim. Statistik BTNGR, 2010
Poerwadarminta, W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai
Pustaka
Ellis, Roberts S. 2007. Educational Psychology: A Problem Approach,
D. Van Nostrand Company, Inc., New Jersey, London, New York.
The International Ecotourism Society. 2000. Ecotourism Statistical Fact
Sheet, Nort Bennington, USA.