I.PENDAHULUAN
II.PERSIAPAN MENDAKIGUNUNG
1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki
harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta,
menggunakan kompas serta altimeter.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang
akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki
gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang
pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan
kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui
peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu
daerah semakin rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan
merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri.
Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini
merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan
lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang
lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki
mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian,
tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-
lain.
III. BAHAYA DI GUNUNG
Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil
tidaknya suatu pendakian.
1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak
dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena
persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan,
ketrampilan dan mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek
pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini
dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.
Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor
intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk
pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasan-
keterbatasan pada diri kita sendiri.
1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan
pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan
perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan
dengan pendakian.
Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan
berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta
memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan
mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam
pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya.
2. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan
membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah
mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca
jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Kelompok pelopor
- Kelompok inti
- Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan
lapangan (penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp
pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.
Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan
(disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan
sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.
Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di
puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada
yang tertinggal.
3. Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena
dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini
menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN
Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan
segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi
lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya
tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen
udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan
kandungan oksigen udara juga semakin berkurang.
Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa
kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi
tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat
kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana
penyelamat.
3. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting
yang ditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan
neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang
kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut
penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara
menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan
menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan
lambat.
Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
- Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
- Sukar atau tidak dapat tidur
- Kehilangan control emosi atau lekas marah
- Bernafas agak berat/susah
- Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap
semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
- Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi
maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk
mencegah kekosongan perut.
- Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai
puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara dini
ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana
sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak
peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya
pingsan.
Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan
kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula
timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan
gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m,
hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang
sama sekali.
4. Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang
maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan
dengan kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi.
Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah kelancaran
peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang
mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan
jumlah haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan
terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen
melalui pembuluh darah ke sel-sel yang membutuhkan lebih terjamin.
Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan
sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan
(endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri
(mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan
denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai
setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran
aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat
badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan
untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya
dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap
harinya.
Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapar dicapai :
Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka
perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau
sungai adalah kedudukan kita.
Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik
identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada
altimeter adalah kedudukan kita.
Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian
titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik
identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita
daki.
Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat
dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.
Peka dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan
dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering
dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di
Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali
menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai
dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat
pertama yang menjadi awal perjalanan.
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada
baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal,
mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali
ketempat semula.
Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap
lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-
alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan
perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu
kembali ke tempat semula atau pulang.
Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu singkat,
tetapi semuanya berakhir pada satu akhir yakni kegagalan oksigenasi sel, terutama
otak dan jantung.
Usaha yang dilakukan untu mempertahankan kehidupan pada saat penderita
mengalami keadan yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai “Bantuan
Hidup” (Life Support). Bila usaha Bantuan Hidup ini tanpa memakai cairan intra-
vena, obat ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hiudp Dasar
(Basic Life Support). Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian mungkin
dapat dihindari seperti nampak dari tabel dibawah ini :
Keterlambatan kemungkinan berhasil
1 menit 98 dari 100
4 menit 50 dari 100
10 menit 1 dari 100
Catatan : Bila ada tanda kematian pasti seperti kaku mayat atau lebam mayat,
sudah sia-sia untuk melakukan BHD.
Yang harus dilakukan pada BHD adalah :
b. Breathing (pernafasan)
A. AIRWAY
Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18% (konsentrasi udara
paru saat ekspirasi).
Frekuensi Ventilasi Buatan
Dewasa 10-20 x/menit
Anak 20 x/menit
Bayi 20 x/menit
III. CIRCULATION
1. Umum
d. Kompresi
Dilakukan dengan meluruskan siku, beban pada bahu, bukan pada siku.
Kompresi dilakukan sedalam 3-5 cm. cara lain untuk memeriksa pulsasi a, karotis
yang seharusnya ada pada setiap kompresi.
e. Perbandingan Kompresi-Ventilasi
f. Menghentikan RJP
g. Komplikasi RJP
- Patah tulang iga, sering terjadi terutama pada orang tua. RJP tetap diteruskan
walaupun terasa ada tulang yang patah. Patah tulang iga mungkin terjadi bila
posisi tangan salah
- Perdarahan pada perut, disebabkan karena robekan hati atau limpa.