Anda di halaman 1dari 18

Materi MOUNTAINEERING

I.PENDAHULUAN

Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi


merupakan suatu kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh
orang tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam,
Penjelajah Alam dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang
dari kalangan umum. Namun demiukian bukanlah berarti kita bisa menganggap
bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjaadi
bidang ketrampilan yang mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis.
Didalam pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai
seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan
pendakian, persiapan, cara-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain.
Segalanya inilah yang tercakup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung
dalam pengertian Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu :

1. Berjalan (Hill Walking)


Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan
yang paling banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia
memang hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih
menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)
2. Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari Mountaineering,
namun ia tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang pesat telah
melahirkan banyak metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk
diperdalam secara khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki
yang berhenti, tangan hanya memberi pertolongan.
3. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing)
Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah
cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-
teknik pendakian tebing gunung salju.
Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah mencakup :
Mountcamping, Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunungan,
teknik-teknik Rock Climbing dan lain-lain.

II.PERSIAPAN MENDAKIGUNUNG
1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki
harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta,
menggunakan kompas serta altimeter.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang
akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki
gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang
pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan
kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui
peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu
daerah semakin rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan
merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri.
Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini
merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan
lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang
lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki
mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian,
tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-
lain.
III. BAHAYA DI GUNUNG

Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil
tidaknya suatu pendakian.

1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak
dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena
persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan,
ketrampilan dan mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek
pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini
dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.
Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor
intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk
pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasan-
keterbatasan pada diri kita sendiri.

IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN

Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok


pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah,
yaitu :

1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan
pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan
perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan
dengan pendakian.
Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan
berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta
memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan
mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam
pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya.
2. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan
membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah
mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca
jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Kelompok pelopor
- Kelompok inti
- Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan
lapangan (penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp
pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.
Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan
(disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan
sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.
Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di
puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada
yang tertinggal.
3. Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena
dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini
menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN
Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan
segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi
lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya
tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen
udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan
kandungan oksigen udara juga semakin berkurang.
Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa
kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi
tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat
kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana
penyelamat.

1. Konsekuensi Penurunan Suhu


Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian
manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan
kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang
terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang
rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk
mempertahankan suhu tubuh internal (mis : dengan menggigil). Untuk
mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan, karena
makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga yang
dihasilkan lewat oksidasi.
2. Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk
menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam
tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari
konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan
konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh
karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu
mengadakan latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah,
latihan ini juga merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah.

3. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting
yang ditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan
neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang
kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut
penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara
menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan
menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan
lambat.
Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
- Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
- Sukar atau tidak dapat tidur
- Kehilangan control emosi atau lekas marah
- Bernafas agak berat/susah
- Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap
semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
- Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi
maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk
mencegah kekosongan perut.
- Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai
puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara dini
ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana
sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak
peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya
pingsan.
Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan
kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula
timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan
gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m,
hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang
sama sekali.

4. Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang
maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan
dengan kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi.
Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah kelancaran
peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang
mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan
jumlah haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan
terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen
melalui pembuluh darah ke sel-sel yang membutuhkan lebih terjamin.
Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan
sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan
(endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri
(mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan
denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai
setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran
aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat
badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan
untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya
dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap
harinya.

VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER


1. Orientasi Medan
Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta
Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta.
Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik
diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita
pada peta.

Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapar dicapai :
Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka
perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau
sungai adalah kedudukan kita.
Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik
identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada
altimeter adalah kedudukan kita.
Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian
titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik
identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita
daki.
Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat
dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.
Peka dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan
dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering
dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di
Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali
menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai
dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat
pertama yang menjadi awal perjalanan.
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada
baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal,
mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali
ketempat semula.
Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap
lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-
alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan
perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.

2. Membaca Keadaan Alam


Keadaan udara
Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang
tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu
Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak
angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angina panas, maka
diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya
lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti
selimut putih maka datanglah cuaca buruk.
Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam, menggunakan bahan-bahan dari
alam, seperti :
- Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
- Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
- Sandi dari rumput/semak yang diikat

Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu
kembali ke tempat semula atau pulang.

3. Tingkatan Pendakian gunung


Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau
mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat
kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada
karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki,
cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak,
Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.

Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum


berpengalaman.
Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin
diperlukan.
Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini
dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik.
Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT (PPGD)


Bayangkan ada seorang pendaki yang tidak hati-hati lalu terjatuh ke dalam
jurang sedalam 10 meter. Sangat miris karena pendaki tersebut mengalami trauma
tulang belakang yang cukup parah. Prognosa menyatakan dia bakal lumpuh
seumur hidupnya dari batas pusar ke bawah (paraplegi). Menurut cerita teman-
teman pendaki yang ikut mendaki bersama dia, pertolongan di tempat kejadian
dilakukan oleh pendaki lain yang kemungkinan besar belum mengetahui teknik
PPGD. Kita lalu akan membayangkan korban diangkat dari dasar jurang entah
dengan apa dan bagaimana, namun dapat diyakinkan bahwa proses evakuasi,
mobilisasi dan tranportasi korban sangatlah merugikan dan memperburuk cedera
tulang belakangnya.
Bayangkan juga ada seorang pendaki yang tiba-tiba mengalami serangan jantung
yang menyebabkan jantungnya tiba-tiba berhenti berdenyut lalu mengalami
kematian mendadak karena tidak mendapatkan pertolongan yang cepat, padahal
kita berada tidak jauh dari lokasinya. Atau seorang pemanjat tebing yang
mengalami kecelakaan dan menyebabkan fraktur terbuka yang mengeluarkan
cukup banyak darah lalu membuatnya pingsan. Apakah yang harus kita lakukan ?
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit
memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada
dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Harus dipikirkan satu
bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama
perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca
kejadian cedera. Tercapainya kualitas hidup penderita pada akhir bantuan harus
tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.
Jadi prinsip dan tujuan dilakukannya PPGD adalah :
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah keadaan menjadi lebih buruk
3. Mempercepat kesembuhan
Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai satu
system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah, mulai dari pre hospital stage,
hospital stage, dan rehabilitation stage. Hal ini karena kualitas hidup penderita
pasca cedera akan sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada
periode Pre Hospital Stage bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas
pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian penderita
mendapatkan bantuan yang optimal sesuai kebutuhannya maka resiko kematian
dan kecacatan dapat dihindari. Bisa diilustrasikan dengan penderita yang terus
mengalami perdarahan dan tidak dihentikan selama periode Pre Hospital Stage,
maka akan sampai ke rumah sakit dalam kondisi gagal ginjal.
Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat
diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah
dapat dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari
jika upaya evakuasi & tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar.
Oleh karena itu orang awam yang menjadi first responder harus menguasai lima
kemampuan dasar yaitu :
• Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
• Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
• Menguasai teknik menghentikan perdarahan
• Menguasai teknik memasang balut-bidai
• Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
Penyebarluasan kemampuan sebagai penolong pertama dapat diberikan kepada
masyarakat yang awam dalam bidang pertolongan medis baik secara formal
maupun informal secara berkala dan berkelanjutan dengan menggunakan
kurikulum yang sama, bentuk sertifikasi yang sama dan lencana tanda lulus yang
sama. Sehingga penolong akan memiliki kemampuan yang sama dan
memudahkan dalam memberikan bantuan dalam keadaan sehari-hari ataupun
bencana masal.
I. MEMINTA PERTOLONGAN
Apakah yang anda lakukan jika menemukan seseorang pasien gawat darurat ?
1. amankan penderita
2. hubungi Ambulans dengan telepon nomor 118
3. tertibkan masyarakat
4. lakukan prosedur gawat darurat

II. TEKNIK BANTUAN HIDUP DASAR (BLS-Basic Life Support)

Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu singkat,
tetapi semuanya berakhir pada satu akhir yakni kegagalan oksigenasi sel, terutama
otak dan jantung.
Usaha yang dilakukan untu mempertahankan kehidupan pada saat penderita
mengalami keadan yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai “Bantuan
Hidup” (Life Support). Bila usaha Bantuan Hidup ini tanpa memakai cairan intra-
vena, obat ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hiudp Dasar
(Basic Life Support). Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian mungkin
dapat dihindari seperti nampak dari tabel dibawah ini :
Keterlambatan kemungkinan berhasil
1 menit 98 dari 100
4 menit 50 dari 100
10 menit 1 dari 100
Catatan : Bila ada tanda kematian pasti seperti kaku mayat atau lebam mayat,
sudah sia-sia untuk melakukan BHD.
Yang harus dilakukan pada BHD adalah :

a. Airway (jalan nafas)

b. Breathing (pernafasan)

c. Circulation (jantung dan pembuluh darah)

A. AIRWAY

Menilai jalan nafas dan pernafasan :


Bila penderita sadar dapat berbicara kalimat panjang : Airway baik, Breathing
baik.
Bila penderita tidak sadar bisa menjadi lebih sulit
Lakukan penilaian Airway-Breathing dengan cara :
Lihat-Dengar-Raba
Obstruksi jalan nafas
Merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan gangguan breathing dan
circulation.lagipula perbaikan breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak ada
Airway yang baik.
a. Obstruksi total
Pada obstruksi total mungkin penderita ditemukan masih sadar atau dalam
keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan
tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal larink,
bila obstruksi total timbul perlahan (insidious) maka akan berawal dari obstruksi
parsial menjadi total.
- Bila penderita masih sadar
Penderita akan memegang leher, dalam keadaan sangat gelisah. Kebiruan
(sianosis) mungkin ditemukan, dan mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun
tidak ada udara keluar-masuk/ventilasi). Dalam keadaan ini harus dilakukan
perasat Heimlich (abdominal thrust). Kontra-indikasi Heimlich manouvre atau
kehamilan tua dan bayi.
b. Obstruksi parsial
Disebabkan beberapa hal, biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga
timbul beraneka ragam suara, tergantung penyebabnya (semuanya saat menarik
nafas, inspirasi)
- Cairan (darah, sekret, aspirasi lambung dsb), bunti kumur-kumur.
- Lidah yang jatuh kebelakang-mengorok
- Penyempitan di larink atau trakhea-stridor
Pengelolaan Jalan nafas
a. Penghisapan (suction) – bila ada cairan
b. Menjaga jalan nafas secara manual
Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh kebelakang dengan
memakai :
o Angkat kepala-dagu (Head tilt-chin manouvre), prosedur ini tidak boleh dipakai
bila ada kemungkinan patah tulang leher.
o Angkat rahang (jaw thrust)
II. BREATHING DAN PEMBERIAN OKSIGEN
Bila Airway sudah baik, belum tentu pernafasan akan baik sehingga perlu selalu
dilakukan pemeriksaan apakah ada pernafasan penderita sudah adekuat atau
belum.
1. Pemeriksaan Fisik penderita.

a. Pernafasan Normal, kecepatan bernafas manusia adalah :

Dewasa : 12-20 kali/menit (20)


Anak-anak : 15-30 kali/menit (30)
Pada orang dewasa abnormal bila pernfasan >30 atau <10 kali/menit
b. Sesak Nafas (dyspnoe)
Bila penderita sadar, dapat berbicara tetapi tidak dapat berbicara kalimat panjang :
Airway baik, Breathing terganggu, penderita terlihat sesak. Sesak nafas dapat
terlihat atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka akan ditemukan :
- Penderita mengeluh sesak
- Bernafas cepat (tachypnoe)
- Pemakaian otot pernafasan tambahan
- Penderita terlihat ada kebiruan
2. Pemberian Oksigen
a. Kanul hidung (nasal canule)
b. Masker oksigen (face mask)
3. Pernafasan Buatan (artificial ventilation)
Bila diperlukan, pernafasan buatan dapat diberikan dengan cara :

a. Mouth to mouth ventilation ( mulut ke mulut )

Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18% (konsentrasi udara
paru saat ekspirasi).
Frekuensi Ventilasi Buatan
Dewasa 10-20 x/menit
Anak 20 x/menit
Bayi 20 x/menit

b. Mouth to mask ventilation

c. Bantuan Pernafasan memakai kantung (Bag-Valve-Mask, “Bagging”)

III. CIRCULATION

1. Umum

a. Frekuensi denyut jantung


Frenkuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-80/menit.
b. Penentuan denyut nadi
pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi diraba pada a.radialis (lengan
bawah, dibelakang ibu jari) atau a.karotis, yakni sisi samping dari jakun.
2. Henti jantung
Gejala henti jantung adalah gejala syok yang sangat berat. Penderita mungkin
masih akan berusaha menarik nafas satu atau dua kali. Setelah itu akan berhenti
nafas. Pada perabaan nadi tidak ditemukan a.karotis yang berdenyut.
Bila ditemukan henti jantung maka harus dilakukan masase jantung luar yang
merupakan bagian dari resusitasi jantung paru (RJP,CPR). RJP hanya
menghasilkan 25-30% dari curah jantung (cardiac output) sehingga oksigen
tambahan mutlak diperlukan.

V. RESUSITASI JANTUNG-PARU (RJP)


1. langkah-langkah yang haurs diambil pada sebelum memulai RJP :
( American Heart association)
a. Tentukan tingkat kesadaran (respon penderita) :
Dilakukan dengan menggoyang penderita, bila penderita menjawab, maka ABC
dalam keadaan baik.
b. panggil bantuan
bila petugas sendiri, maka jangan mulai RJP sebelum memanggil bantuan,
c. Posisi Penderita
Penderita harus dalam keadaan terlentang, bila dalam keadaan telungkup
penderita di balikkan.
c. Periksa pernafasan
Periksa dengan inspeksi, palpasi dan aiskultasi. Pemeriksan ini paling lama 3-5
detik.
Bila penderita bernafas penderita tidak memerlukan RJP
d. Berikan pernafasan buatan 2 kali.
Bila pernafasan buatan pertama tidak berhasil, maka posisi kepala diperbaiki atau
mulut lebih dibuka. Bila pernafasan buatan kedua tidak berhasil (karena
resistensi/tahanan yang kuat), maka airway harus dibersihkan dari obstruksi (
heimlich manouvre, finger sweep)
e. Periksa pulsasi a, karotis (5-10 detik)
Bila ada pulsasi, dan penderita bernafas, dapat berhenti
Bila ada pulsasi dan penderita tidak bernafas diteruskan nafas buatan
Bila tidak ada pulsasi dilakukan RJP
2. Tehnik Resusitasi jantung paru (Cardiopulmonary Resusitation)
RJP dapat dilakukan oleh 1 atau 2 orang.
a. posisi penderita
penderita dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, backboard,short
spine board).
b. posisi petugas
posisi petugas berada setinggi bahu penderita bila akan melakukan RJP 1 orang,
bila penderita dilantai, petugas berlutut seinggi bahu, disisi kanan penderita.
Posisi paling ideal sebenernya adalah dengan ‘menunggangi’ penderita, namun
sering dapat diterima oleh keluarga penderita.
c. tempat kompresi
Tepatnya 2 inci diatas prosesus xifoideus pada tengah sternum.
Jari-jari kedua tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada
penderita.
Pada bayi tekanan dilakukan dengan 2 atau 3 jari, pada garis yang
menghubungkan kedua putting susu

d. Kompresi

Dilakukan dengan meluruskan siku, beban pada bahu, bukan pada siku.
Kompresi dilakukan sedalam 3-5 cm. cara lain untuk memeriksa pulsasi a, karotis
yang seharusnya ada pada setiap kompresi.

e. Perbandingan Kompresi-Ventilasi

Pada dewasa (2 dan 1 petugas) 15 : 2 anak, maupun bayi, perbandingan kompresi-


ventilasi adalah 5:1, ini akan menghasilkan kurang lebih 12 kali ventilasi setiap
menitnya, pada dewasa dalam satu menit dilakukan 4 siklus.
f. Memeriksa pulsasi dan pernafasan
Pada RJP 1 orang, pemeriksaan dilakukan setiap 4 siklus (setiap 1 menit).
Pada RJP 2 orang, petugas yang melakukan ventilasi dapat sekaligus pemeriksaan
pulsasi karotis, setiap beberapa menit dapat dihentikan RJP untuk memeriksa
apakah denyut jantung sudah kembali.
Tanda-tanda keberhasilan tehnik RJP :
Nadi karotis mulai berdenyut, pernafasan mulai spontan, kulit yang tadinya
berwarna keabu-abuan mulai menjadi merah. Bila denyut karotis sudah timbul
teratur, maka kompresi dapat di hentikan tetapi pernafasan buatan tetap diteruskan
sampai timbul nafas spontan.

f. Menghentikan RJP

Bila RJP dilakukan dengan efektif, kematian biologis akan tertunda.


RJP harus dihentikan tergantung pada :
- lamanya kematian klinis
- prognosis penderita (ditinjau dari penyebab henti jantung)
- penyebab henti jantung (pada henti jantung karena minimal listrik 1 jam)
sebaiknya keputusan menghentikan RJP diserahkan kepada dokter.

g. Komplikasi RJP

- Patah tulang iga, sering terjadi terutama pada orang tua. RJP tetap diteruskan
walaupun terasa ada tulang yang patah. Patah tulang iga mungkin terjadi bila
posisi tangan salah
- Perdarahan pada perut, disebabkan karena robekan hati atau limpa.

Anda mungkin juga menyukai